PENDAHULUAN
Blok Sistem Pertahanan Tubuh dan Infeksi adalah blok ke tujuh pada semester
II dari sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi pembelajaran
sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah Problem Based Learning
(PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode Problem Based Learning
(PBL). Dalam tutorial, mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap
kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen sebagai fasilitator untuk memecahkan
kasus yang ada.
Pada kesempatan ini, dilaksanakan tutorial studi kasus skenario B yang
memaparkan tentang kasus Ronald, anak laki-laki, usia 2 bulan, dibawa ibunya ke
RSMP karena demam, timbul bengkak dan kemerahan pada paha kanan.
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.
Sekenario B Page 1
BAB II
PEMBAHASAN
Peraturan :
1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam
2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan argumen
3. Tidak boleh makan pada saat diskusi tutorial berlangsung
Skenario B
Ronald, anak laki-laki, usia 2 bulan, dibawa ibunya ke RSMP karena demam, timbul
bengkak dan kemerahan pada paha kanan. Kejang tidak ada dan batuk pilek tidak
ada. Ibu Ronald mengatakan 1 hari sebelumnya Ronals baru mendapatkan imunisasi
DPT 1 di Pudkesmas. Riwayat imunisasi sebelumnya, Ronald sudah mendapatkan
imunisasi BCG, Hepatitis B dan Polio 1 kali.
Pemeriksaan fisik :
Sekenario B Page 2
Tanda Vital :Nadi : 110 x/ menit, RR : 28X/ menit, Temp: 38 C
Kepala : konjungtiva pucat (-/-), rinorea (-), faring tenang, tosil: T1—T1
Thoraks:
Sekenario B Page 3
panjang (Dorland).
13. Tonsil Massa jaringan yang bulat dan kecil khususnya dari
jaringan limfoid (Dorland).
1. Ronald, anak laki-laki, usia 2 bulan, dibawa ibunya ke RSMP karena demam,
timbul bengkak dan kemerahan pada paha kanan. Kejang tidak ada dan batuk
pilek tidak ada.
Sekenario B Page 4
2. Ibu Ronald mengatakan 1 hari sebelumnya Ronald baru mendapatkan imunisasi
DPT 1 di Puskesmas. Riwayat imunisasi sebelumnya, Ronald sudah
menndapatkan imunisasi BCG, Hepatitis B dan Polio 1 kali.
3. Pemeriksaan fisik:
Kepala : konjungtiva pucat (-/-), rinorea(-), faring tenang, tonsil: T1 -T1
1. Ronald, anak laki-laki, usia 2 bulan, dibawa ibunya ke RSMP karena demam,
timbul bengkak dan kemerahan pada paha kanan. Kejang tidak ada dan batuk
pilek tidak ada.
1. Ronald, anak laki-laki, usia 2 bulan, dibawa ibunya ke RSMP karena demam, timbul
bengkak dan kemerahan pada paha kanan. Kejang tidak ada dan batuk pilek tidak ada.
Sekenario B Page 5
a. bagaimana patofisiologi demam?
Jawab :
Kata demam merujuk kepada peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau
peradangan dan terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu reaski imunologik yang tidak
berdasarkan infeksi. Sebagi masuknya terhadap mikroba, sel-sel fsgositik
tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan yang dikenal sebagai pirogen
endogen yang selain efeknya dalam melawan infeksi, bekerja pada pusat
termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan thermostat.
Hipotalamus sekarang mempertahankan suhunya ditingkat yang baru dan tidak
mempertahankannya disuhu yang normal.
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-
α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di
pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu
sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu
mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga
akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang
pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut
(Guyton dan Hall, 2007)
Sintesis :
Penyebab demam:
1. Dapat disebabkan oleh infeksi bakteri
Sekenario B Page 6
Dapat disebabkan oleh, virus, jamur, ataupun parasit, Infeksi bakteri yang
pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia,
bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis,
bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi
saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan
demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue,
demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi jamur
yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis,
criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis
2. Demam akibat noinfeksi
Dapat disebabkan oleh beberapa hal : faktor lingkungan ( suhu
lingkungan eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi), penyakit
autoimun (arthiritis, lupus) dan pemakaian obat-obatan (antibiotic,
antihistamin dll).
Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek
samping dari pembeerian imunisasi selama -= 1—10 hari. Hal ini juga
berperan sabagai faktor infeksi penyebab demam adalah gangguan system
saraf pusat seperti perdarahan otak, koma, cedera hipotalamus.
Reaksi peradangan disebabkan oleh pelepasan mediator, seperti histamin
yang menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dindingnya,
sehingga leukosit dapat lebih mudah bergerak.Leukosit kemudian bergerak ke
pinggir pembuluh darah kemudian pindah ke jaringan.Akibat dari
vasodilatasi, cairan edema berkumpul dalam area trauma dan fibrin
membentuk jaringan, menyumbat saluran limfatik untuk menghambat
penyebaran organism, (Drawijaya,2012)
Sekenario B Page 7
Bengkak yang dialami oleh Ronald pada kasus ini merupakan efek samping
dari imunisasi BCG yang baru saja diterimanya. Bengkak pada paha kana
Ronald terjadi sebagai dampak reaksi inflamasi. Berikut ini patofisiologi
singkatnya:
Sintesis:
Sekenario B Page 8
sesuai dengan tempat yang bersangkutan. Secara umum edema non radang
akanterjadi pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
Sirosis Hepatis
Peningkatan Penurunan
∆P curah jantung
diperantarai
oleh
Sekenario B Page 10
Peningkatan aldosteron,
∆P renin, dan
angiotensin.
Kwarsiorkhor Penurunan ∆∏
Edema idiopatik Hipertensi
portal,
Peningkatan
diperantarai
Kf
oleh
aldoseteron
Penurunan ∆∏
Penurunan
Peningkatan
kadar albumin
∆P
Diperantarai
oleh
prostaglandin,
NO.
Penurunan
kadar albumin
Diperantarai
oleh Renin,
angiotensin,
dan aldosteron.
Keterangan:
Sekenario B Page 11
∆P ( Perbedaan tekanan hidrostatikintravaskular dengan ekstreavaskular).
Kf (Permeabilitas Kapiler).
Jawab :
Sekenario B Page 12
Sumber : (Price. 2006)
Sintesis :
Sekenario B Page 13
satu jenis antigen. Sistem imun spesifik diperankan oleh sel T dan Sel B.
Pertahanan oleh sel T dikenal sebagai imunitas selular sedangkan pertahanan oleh
sel B dikenal sebagai imunitas hunoral. Imunitas selular berperan melawan
antigen didalam sel (intrasel) sedangkan imunitas humoral berperan dalam
melawan antigen diluar sel (ekstrasel). Sistem imun spesifik inilah yang berperan
dalam pemberian vaksin untuk memberikan kekebalan terhadap satu jenis agen
infeksi.
Didalam KGB terdapat sel T naif yaitu sel T yang belum pernah terpajan
oleh antigen. Jika terpajan antigen. Sel T naif akan berdiferensiasi menjadi sel
efektor dan sel memori. Sel efektor akan bermigrasi ke tempat-tempat infeksi dan
mengeliminasi antigen, sedangkan sel memori akan berada didalam organ limfoid
untuk kemudian berperan jika terjadi pejanan antigen yang sama. Sel B, jika
terpajan oleh antigen akan mengalami transformasi. Proliferasi dan diferansiasi
menjadi sel plasma yang akan memproduksi antibodi. Antibodi akan menetralkan
anigen sehingga kemampuan menginfeksinya hilang. Proliferasi dan diferensiasi
sel B tidak hanya menjadi sel plasma tetapi sebagian juga akan menjadi sel
memori. Sel B memori akan berada dalam sirkulasi. Bila sel B memori terpajan
pada antigen serupa, akan terjadi proses proliferasi dan difereansiasi seperti
semula dan akan menghasilkan antibodi yang lebih banyak lagi.
Adanya Sel memori akan memudahkan pengenalan antigen pada pejanan
yang kedua. Artinya jika seseorang sudah divaksin atau sudah pernah terpajan
virus yang sama akan lebih mudah bagi sistem imun untuk mengenali antigen
tersebut. Selain itu respon imun pada pejanan yang kedua (respon imun sekunder)
lebih baik daripada pejanan yang pertama (respon imun primer). Sel T dan sel B
akan terlibat lebih banyak, pembentukan lebih cepat dan bertahan lebih lama, titer
antibodi lebih banyak (terutanma IgG) dan afinitasnya lebih tinggi.
(sumber: Bratawidjaja Kamen G 2012).
Sekenario B Page 14
d. Bagaimana anatomi, fisiologi dan histologi kulit?
Jawab :
Berikut ini anatomi dari Paha
Myologi
1. M.Iliopsoas (M.Psoas major dan M.Psoas minor)
2. M.Tensor fasciac latae
3. M.Rectus femoris
4. M.Vastus lateralis
5. M.Vastus medialis
6. M.Gracilis
7. M.Adductor longus
8. M.Pectineus
9. M.Sartorius
10. M.Gluteus medius
11. M.Quadriceps femoris
12. M.Piriformis
13. M.Obturatorius externus
Inervasi
1. Articulatio Coxae
2. Articulatio Genus
Vaskularisasi
1. A.Iliaca externa
2. V.Iliaca externa
3. A.Iliaca interna
Sekenario B Page 15
4. V.Saphena magna
5. V.Femoralis
6. A.Profunda femoris
7. A.Circumflexa femoris medialis
8. A.Obturatoria
9. V.Profunda femoris
10. A.Perforans
11. A.Circumflexa femoris lateralis
12. A.Poplitea
13. V.Poplitea
14. A.Descendens genus
15. A.Superior medialis genus
16. A. Inferior medialis genus
Osteology
1. Fovea capitis femoris
2. Trochanter major
3. Caput femoris
4. Collum femoris
5. Linea intertrochanterica
6. Trochanter minor
7. Epicondylus lateralis
8. Condylus lateralis
9. Fascies patelaris
10. Condylus lateralis
11. Epicondylus medialis
12. Crista intertrochanterica
13. Linea pectinea
14. Tuberositas glutea
Sekenario B Page 16
15. Linea aspera
16. Facies medialis
17. Facies poplitea
18. Tuberculum adductorium
19. Linea intercondylaris
20. Fossa intercondylaris
Sekenario B Page 17
Gambar 2. Anatomi & Histologi Kulit
1. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.
Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas
beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
Stratum lusidum di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang
disebut eleidin.
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya.Butir-butir kasar ini
terdiri atas keratohialin.
Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal
yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya
jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-
tengah.Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya.Di
antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang
terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin.Pelekatan antar
Sekenario B Page 18
jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut
nodulus Bizzozero.Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans.
Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen (Djuanda, 2003).
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun
vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar
(palisade).Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling
bawah.Djuanda, 2003).
2. Lapisan Dermis
Sekenario B Page 19
4. Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan
kuku.Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat
dan kelenjar palit. Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang
kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan
kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih
kental (Djuanda, 2003).
a. Fisiologi Kulit
b. Fungsi proteksi,
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat
kimia terutama yang bersifat iritanmisalnya radiasi, sengatan sinar ultra
violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
Melanosit berperanan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar
matahari. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum
korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, disamping
itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dan
c. Fungsi absorbsi,
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air,larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut
lemak. P
d. Fungsi ekskresi,
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak beguna lagi atau sisa
metabolisme dalam tubuhberupa NaCl, urea, asam urat, dana amonia.
e. Fungsi persepsi,
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini di dermis
dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan krause yang
terletak di dermis.
f. Fungsi pengaturan suhu tubuh, (termoregulasi),
Sekenario B Page 20
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.
g. Fungsi pembentukan pigmen,
Sel pembentuk pigmen(melanosit), terletak di lapisan basal.
h. Fungsi pembentukan vit D,
Bila kulit terpapar sinar ultraviolet dari matahari, akan terbentuk vit.D dari
molekul precursor yg disintesis di dalam epidermis. Vit.D diperlukan utk
absorpsi kalsium dari mukosa usus dan metabolism mineral yg memadai.
Sekenario B Page 21
f. Apa makna kejang tidak ada dan batuk pilek tidak ada ?
Jawab :
Respon imun anak yang diberikan imunisasi pada saat mengalami batuk pilek
adalah tubuh masih bisa /sanggup membentuk antibody terhadap patogen, karena
tubuh tidak terlalu mengalami imunodifisiensi, apabila tubuh mengalami
imunodefisiensi yang berat, maka dikhawatirkan imunisasi yang bertujuan untuk
membentuk antibodi justru malah menjadi bakal penyakit lagi karena tubuh tidak
sanggup melawan patogen tersebut. (IDAI, 2005)
KIPI ringan :
Demam
Merah dan bengkak di daerah tempat suntikan
Nyeri di tempat suntikan
Rewel
Tidak nafsu makan
Muntah
Gejala dapat menghilang 1-7 hari
KIPI sedang
Kejang
Menangis lebih dari 3 jam
Demam lebih dari 45oC
KIPI Berat
Reaksi alergi berat
Ensefalopati
Kesadaran menurun
Kerusakan otak yang permanen
Sekenario B Page 22
Sumber: cdc.gov , 2010).
Berdasarkan hal tersebut dapat dikategorikan bahwa ronald mengalami
KIPI ringan. Makna tidak ada kejang adalah demam tidak melebihi 38 C O
bermakna tidak ada gangguan saluran pernapasan atas, dan yang dialami
Raisya bukanlah campak karena salah satu ciri – ciri penyaki campak
adalah cough atau batuk melainkan hanya gejala menyerupai campak.
1. Imunisasi aktif
Kekebalan aktif adalah Kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak thd
suatu penyakit tertentu dimana prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama.
Ada 2 macam :
1.1 Kekebalan aktif alamiah ,dimana tubuh anak membuat kekebalan sendiri
setelah mengalami/sembuh dari suatu penyakit, misalnya anak yang telah
menderita campak setelah sembuh tidak akan terserang campak lagi karena
tubuhnya telah membuat zat penolak terhadap penyakit tersebut.
1.2 Kekebalan aktif buatanya itu kekebalan yang dibuat tubuh setelah mendapat
vaksin( imunisasi) misalnya anak diberi vaksinasi BCG, DPT dan polio.
Sekenario B Page 23
2. Kekebalan pasif
Kekebalan pasif adalah tubuh tidak membuat zat anti bodi sendiri tetapi kekebalan
tersebut diperoleh dari luar setelah memperoleh zat penolak sehingga prosesnya
cepat tetapi tidak bertahan lama.Kekebalan ada 2 macam :
2.1 Kekebalan Pasif alamiah atau pasif bawaanya itu kekebalan yang diperoleh
bayi sejak lahir dari ibunya. Kekebalan ini tidak berlangsung lama ( kira kira
hanya sekitar 5 bulan setelah bayi lahir) misalnya difteri, morbili dan tetanus.
2.2 KekebalanPasif buatan dimana kekebalan ini diperoleh setelah mendapat
suntikan zat penolak. Misalnya pemberian vaksinasi ATS ( anti tetanus serum)
(Sumber: Karnen Garna. 2012).
Sekenario B Page 24
Bila cara menyuntik tepat, maka akan terlihat bejolan di kulit yang
bening dan pucat, pori-pori kulit terlihat jelas.
b. Pemberian vaksin DPT
Pemberian vaksin secara intra muscular.
Tempat yang paling baik adalah bagian pertengahan paha
anterolateral/bagian luar.
Usaplah bagian kulit dengan kapas yang telah dibasahi air.
Letakkan ibu jari dan jari telunjuk pada sisi yang akan disuntik,
kemudian renggangkanlah kulit.
Tusukkan jarum tegak lurus ke bawah (posisi 90 derajat) sampai
masuk ke dalam otot.
Tarik piston sedikit untuk meyakinkan bahwa jarum tidak mengenai
pembuluh darah.
Dorong pangkal piston dengan ibujari untuk memasukkan vaksin,
suntikkan vaksin pelan-pelan untuk mengurangi rasa sakit. Kemudian
cabut jarumnya.
c. Pemberian vaksin Campak.
Pemberian vaksin campak adalah dengan cara subkutan dalam
Tempat yang akan disuntikkan adalah sepertiga lengan bagian
atas/pertengahan musculus deltoideus
Usaplah sekitar kulit yang akan disuntikkan dengan kapas yang telah
dibasahi air
Masukkan jarum dengan sudut 45 derajad, jangan menusukkan jarum
terlalu dalam, kedalaman jarum tidak melebihi 0.5 inci
Tekan piston pelan-pelan dan suntikkan sebanyak 0.5 cc
Cabut jarumnya, usap bekas suntikksn dengan kapas yang dibasahi air
d. Pemberian Vaksin Polio
Pemberian vaksin polio dengan cara oral, diteteskan kedalam mult
Dosis yang diberikan sebanyak 2 tetes.
e. Pemberian vaksin Hepatitis B
Sekenario B Page 25
Imunisasi Hepatitis B diberikan dengan Uniject. Uniject adalah alat
suntik (semprit dan jarum) sekali pakai yang sudah diisi vaksin dengan
dosis yang tepat dari pabriknya. Cara pemberian imunisasi Hepatitis
B adalah sebagai berikut:
Buka kotak wadah Uniject dan periksa Label jenis vaksin untuk
memastikan bahwa Uniject tersebut memang berisi vaksin Hepatitis B,
perhatikan tanggal kedaluwarsa, lihat warna pada tanda pemantau
paparan panas (VVM = vaccine vial monitor) yang tertera atau
menempel pada label untuk memastikan vaksin masih bisa digunakan.
Selama VVM tetap berwarna putih atau lebih terang dari warna dalam
lingkaran rujukan, maka vaksin Hepatitis B dalam Uniject masih layak
dipakai.Bila warna VVM sudah sama atau lebih tua dari warna lingkaran
rujukan, maka vaksin dalam Uniject tersebut sudah tidak layak pakai.
Buka kantong aluminium/plastik dan keluarkan Uniject
Pegang Uniject pada bagian leher dan bagian tutup jarum. Aktifkan
Uniject dengan cara mendorong tutup jarum ke arah leher dengan
tekanan dan gerakan cepat
Saat Uniject diaktifkan akan terasa hambatan dan rasa menembus lapisan
Buka tutup jarum
Selanjutnya tetap pegang Uniject pada bagian leher dan tusukkan jarum
pada pertengahan paha bayi secara intra muskular (im). Tidak perlu
dilakukan aspirasi
Tekan reservoir dengan kuat untuk menyuntikkan vaksin Hepatitis B.
Jangan memasang kembali tutup jarum Buang Uniject yang telah dipakai
tersebut ke dalam wadah alat suntik bekas yang telah tersedia (safety
box)
(Yusie L.P, 2009).
Sintesis :
Sekenario B Page 26
2. Vaksin yang diberikan harus baik, disimpan dilemari es dan belum lewat masa
berlakunya.
3. Pemberian imunisasi dengan teknik yang tepat.
4. Mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang
telah diterima.
5. Memberikan dosis yang akan diberikan.
6. Menjelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek samping atau
kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah pemberian
imunisasi.
Jawab :
indonesia berkualitas”. Judul ini dipilih untuk mengingatkan kembali salah satu
pilar kekhasan dan keunikan seorang anak, yaitu tumbuh kembang. Tumbuh
kembang adalah dasar dari ilmu kesehatan anak, sebab ilmu ini mempelajari
perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses kehidupan sejak konsepsi
sel telur dengan sperma, kehidupan janin dalam rahim, masa bayi, anak
kecil, masa prasekolah, remaja hingga menjadi masa dewasa. Ilmu ini dipelajari
agar seorang anak dapat tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap
pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik, mental, emosi dan sosial sesuai
dengan potensi yang dimilikinya agar menjadi manusia dewasa yang berguna bagi
diri dan lingkungannya. Secara khusus, dengan memahami proses tumbuh
kembang, maka kelainan yang terjadi pada proses ini dapat dideteksi secara dini
dan ditangani permasalahannya (Suganda, 2002).
Sekenario B Page 27
kesempatan kepada anak dan menunjang tumbuh kembang anak sehingga mereka
bisa mencapai potensi genetiknya.
TUMBUH KEMBANG
Sekenario B Page 28
Ilmu Tumbuh Kembang mempelajari tumbuh kembang sejak masa konsepsi
yaitu bertemunya sel sperma dengan sel ovum, pada masa janin, neonatus, masa
prasekolah, sekolah sampai remaja yang ditandai dengan berhentinya
pertumbuhan yaitu menutupnya epiphise pertumbuhan tulang panjang. Pada anak
perempuan terjadi pada kurang lebih umur 18 tahun dan pada anak laki pada
kurang lebih umur 20 tahun. Agar anak dapat tumbuh kembang optimal sesuai
potensi genetiknya, diperlukan pemantauan atau follow-up yang terus menerus
selama masa tumbuh kembangnya. Apabila ada hal yang menyimpang, misalnya
terkena penyakit infeksi, maka harus segara diberi penatalaksanaan yang memadai
sehingga anak dapat kembali pada proses tumbuh kembang yang optimal. Untuk
mencegah hal yang akan menyebabkan penyimpangan pada tumbuh
kembangnya, perlu mengetahui hal di bidang pediatri pencegahan maupun
pediatri sosial.
Ada dua faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu faktor
genetik dan faktor lingkungan (milleu). Faktor lingkungan yang baik harus dapat
menyediakan segala kebutuhan dasar anak untuk dapat tumbuh kembang optimal,
yang kita kenal dengan asuh, asah dan asih. Asuh berupa kebutuhan fisis-
biomedis, asah bermakna kebutuhan latihan/rangsangan/bermain/stimulasi, asih
berarti kebutuhan akan kasih sayang/emosi (Titi Sularyo, 1994).
1. Reaksi normal
Bakteri BCG ditubuh bekerja dengan sangat lambat. Setelah 2 minggu
akan terjadi pembengkakan kecil merah di tempat penyuntikan dengan
garis tengah 10 mm. Setelah 2 – 3 minggu kemudian, pembengkakan
menjadi abses kecil yang kemudian menjadi luka dengan garis tengah 10
Sekenario B Page 30
mm, jangan berikan obat apapun pada luka dan biarkan terbuka atau bila
akan ditutup gunakan kasa kering. Luka tersebut akan sembuh dan
meninggalkan jaringan parut tengah 3-7 mm.
2. Reaksi berat
Kadang terjadi peradangan setempat yang agak berat atau abses yang
lebih dalam, kadang juga terjadi pembengkakan di kelenjar limfe pada
leher / ketiak, hal ini disebabkan kesalahan penyuntikan yang terlalu
dalam dan dosis yang terlalu tinggi.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan
atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping
tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin.
Umumnya tak terjadi. Jikapun ada (jarang) berupa keluhan nyeri pada bekas
suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun rekasi ini
akan menghilang dalam waktu dua hari.
Sekenario B Page 31
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan
diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung
seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3
hari.
Sintesis:
1. Definisi Imunisasi
(Ranuh,2008,p.10).
2. Jenis-jenis imunisasi
a.Imunisasi aktif
Sekenario B Page 32
ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat
mengenali dan merespon.
b.Imunisasi pasif
3. Macam-macam imunisasi
1)Pengertian
Sekenario B Page 33
c) Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas ( insertion
musculus deltoideus). Dengan menggunakan Auto Distruct Scheering
(ADS) 0,05 ml.
3) Indikasi
4) Kontra indikasi:
5) Efek samping
1) Pengertian
Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid
difteridan tetanusyang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi
(Departemen Kesehatan RI,2006,p.23 ) .
Sekenario B Page 34
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama
saluran nafas bagian atas. Penularannya bisa karena kontak langsung dengan
penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya
makanan yang terkontaminasi bakteri difteri.
Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38°C,
mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat Pseudomembran putih keabu-
abuan di faring, laring, atau tonsil.
Sekenario B Page 35
a) Imunisasi DPT 3x akan memberikan imunitas 1-3 tahun. Dengan 3 dosis
toksoid tetanuspada bayi dihitung setara dengan 2 dosis pada anak yang lebih
besar atau dewasa.
b) Ulangan DPT pada umur 18-24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas
5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun. Dengan 4 dosis toksoid
tetanuspada bayi dan anak dihitung setara dengan 3 dosis pada dewasa
(Sudarti,2010,pp.150-151).
(1) Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki
terlentang
(5) Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk
kedalam otot (Atikah.2010,p.48)
Sekenario B Page 36
difteri, pertusis, dan tetanus.
4)Kontra indikasi
Gejala- gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius
keabnormalan pada syaraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak-anak yang
mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus
dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat
diberikan DT.
5) Efek samping
c.Vaksin Hepatitis B
1) Pengertian
Sekenario B Page 37
d) Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval
minimum 4 minggu (1 bulan).
3) Indikasi
4) Kontra indikasi
5) Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat
penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2
hari. (Departemen Kesehatan RI,2006,p.28).
1) Pengertian
Vaksin Oral Polio adalah vaksin yang terdiri dari suspense virus
poliomyelitistipe 1,2,3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat
dibiakkan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
a. Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis ada 2 (dua) tetes sebanyak 4
kali (disis) pemberian dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
b. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.
3) Indikasi
Sekenario B Page 38
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.
4) Kontra indikasi
Pada individu yang mnderita “immune deficiency” tidak ada efek yang
berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis
ulangan dapat diberikan setelah sembuh.
5)Efek samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis
yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.
e.Vaksin Campak
1) Pengertian
Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis
(0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 inektive unit virus strain dan
tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erithromycin.
b) Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas,
pada usia9-11 bulan. Dan ulang(booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD)
setelah catch-up campaigncampak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6.
3) Indikasi
Sekenario B Page 39
4) Kontra indikasi
5) Efek samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama
3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Departemen Kesehatan
RI,2006,p. 27).
4. Manfaat imunisasi
negara (Atikah,2010,pp.5-6).
4. Tujuan imunisasi
Sekenario B Page 40
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi
agar dapat mencegahpenyakit dan kematian bayiserta anak yang
disebabkan oleh penyakit yang sering terjangkit.Secara umum tujuan
imunisasi, antara lain:
Jadwal imunisasi
Sumber: Kemenkes RI
Sekenario B Page 41
Tabel 5. Bila bayi lahir di rumah
Tabel 5. Bila bayi lahir di rumah sakit, pondok bersalin, bidan praktik atau
tempat pelayanan lain
Sekenario B Page 42
Tabel 6. Apabila tersedia vaksin kombinasi DPT dan hepatitis B (vaksin
DPT/HB), maka ada perubahan jadwal imunisasi yaitu vaksin hepatitis B
diberikan segera pada bayi lahir dengan kemasan monovalent.
(Sumber: Depkes.2004)
Sintesis:
Berdasarkan rekomendasi oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
pada tahun 2014, Imunisasi campak pertama kali diberikan pada usia 9
Sekenario B Page 43
bulan, pemberian kedua pada usia 2 tahun dan yang ketiga diberikan pada
usia 6 tahun.
Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014. Vaksin Hepatitis B. Paling
baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian injeksi
vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatitis B dan
imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatitis
B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B monovalen atau vaksin
kombinasi.
Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0).
Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.
Sekenario B Page 44
Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2
bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
Vaksin DTP. Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat
diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak
umur lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td, di-booster setiap 10
tahun.
Vaksin Campak. Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1
(program BIAS). Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12
bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun
diberikan 1 kali. Keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan
atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV
diberikan cukup satu kali.
Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus
pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14
minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin
rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak
melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur
6-14 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada
umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun
terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari
12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur
kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6
– <36 bulan, dosis 0,25 mL.
Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10
tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin
HPV tetravalen dengan interval 0, 2, 6 bulan.
(IDAI, 2014).
Sekenario B Page 45
f. Bagaimana prinsip reaksi imunologis dalam tubuh pada saat pemberian imunisasi?
Jawab :
Sistem imun ini merupakan garis pertahanan pertama yang harus dihadapi
oleh agen infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Jika system imun non-spesifik
tidak berhasil menghilangkan antigen, barulah sistem imun spesifik berperan.
Sistem imun ini merupakan garis pertahanan pertamayang harus dihadapi oleh
agen infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Jika sistem imun non-spesifik tidak
berhasil menghilangkan antigen, barulah sistem imun spesifik berperan.Sistem
imun spesifik merupakan mekanisme pertahanan adaptif yang didapatkan
selama kehidupan dan ditujukan khusus untuk satu jenis antigen. Sistem imun
spesifik diperankan oleh sel T dan sel B. Pertahanan oleh sel T dikenal sebagai
imunitas selular, sedangkan pertahanan oleh sel B dikenal sebagai imunitas
humoral. Imunitas seluler berperan melawan antigen di dalam sel (intrasel),
sedangkan imunitas humoral berperan melawan antigen di luar sel (ekstrasel).
Sekenario B Page 46
Dalam pemberian vaksin, sistem imun spesifik inilah yang berperan untuk
memberikan kekebalan terhadap satu jenis agen infeksi, melalui mekanisme
memori. Di dalam kelenjar getah bening terdapat sel T naif, yaitu sel T yang
belum pernah terpajan oleh antigen. Jika terpajan antigen, sel T naif akan
berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel memori. Sel efektor akan bermigrasi
ke tempat- tempat infeksi dan mengeliminasi antigen, sedangkan sel memori
akan berada di organ limfoid untuk kemudian berperan jika terjadi pajanan
antigen yang sama.
Sintesis:
Sekenario B Page 47
Imunisasi atau vaksinasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat
imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respons memori
terhadap patogen tertentu / toksin dengan menggunakan preparat antigen
nonvirulen/ non toksin.Pembagian Sistem Imun spesifik dan non spesifik
hanyak dimaksudkan untuk memudahkan pengertian saja. Sebenarnya antara
kedua sistem tersebut terjadi kerjasama yang erat, yang satu tidak dapat
dipisahkan dari yang lain. (Baratawidjaja, 2009)
Sekenario B Page 48
Pemberian vaksin sama dengan pemberian antigen pada tubuh. Jika
terpajan oleh antigen, baik secara alamiah maupun melalui pemberian vaksin,
tubuh akan bereaksi untuk menghilangkan antigen tersebut melalui sistem
imun.
Secara umum, sistem imun dibagi menjadi dua, yaitu sistem imun
spesifik dan sistem imun non spesifik. Sistem imun non spesifik merupakan
mekanisme pertahanan alamiah yang dibawa sejak lahir (innate) dan dapat
ditujukan untuk berbagai macam agen infeksi atau antigen. Sistem imun non
spesifik meliputi kulit, membrane mukosa, sel-sel fagosit, komplemen,
lisozim, interferon, dll. Sistem imun ini merupakan garis pertahanan pertama
yang harus dihadapi oleh agen infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Jika sistem
imun non spesifik tidak berhasil menghilangkan antigen, barulah sistem imun
spesifik berperan.
Di dalam kelenjar getah bening, terdapat sel T naïf yaitu sel T yang belum
pernah terpajan oleh antigen. Jika terpajan antigen, sel T naïf akan
berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel memori. Sel efektor akan
bermigrasi ke tempat-tempat infeksi dan mengeliminasi antigen, sedangkan
Sekenario B Page 49
sel memori akan berada di organ limfoid untuk kemudian berperan jika
terjadi pajanan antigen yang sama.
Sekenario B Page 50
Keluhan yang dialami Ronald dalam kasus ini tidak ada hubungannya
dengan riwayat imunisasi sebelumnya (BCG, Hepatitis B dan Polio),
karena jikapun terdapat efek samping dari imunisasi dari BCG, hepatitis
B dan polio maka dampak keluhan yang dirasakan seperti demam,
bengkak dan kemerahan di tempat yang disuntik itu tidak akan
dirasakan nya saat setelah diberikan sekarang. Dengan kata lain, bahwa
keluhan yang dirasakan Ronald sekarang dikarenakan imunisasi DPT-1
yang baru saja diterimanya.
Sintesis:
a. BCG.
b. DPT.
c. Polio.
Sekenario B Page 51
d. Campak.
e. hepatitis B.
f. influenza.
g. penumokokus (PCV).
h. hepatitis A.
i. tifoid.
j. Varisela.
k. HPV.
l. MMR.
m. Hib.
n. Rotavirus
Sekenario B Page 52
4. Vaksin DTP diberikan pada umur > 6 minggu. Dapat diberikan
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan Hepatitis B
atau Hib. Ulangan DTP umur 18 bulan dan 5 tahun. Program
BIAS: disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementerian
Kesehatan. Untuk anak umur di atas 7 tahun dianjurkan vaksin
Td.
5. Vaksin Campak diberikan pada umur 9 bulan, vaksin penguat
diberikan pada umur 5-7 tahun. Program BIAS: disesuaikan
dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan.
6. Vaksin Pneumokokus dapat diberikan pada umur 2, 4, 6, 12-15
bulan. Pada umur 7-12 bulan, diberikan 2 kali dengan interval 2
bulan; pada umur > 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya
perlu dosis ulangan 1 kali pada umur > 12 bulan atau minimal 2
bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun
PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin Rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus
pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis
I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan
interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus
monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan
tidak melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen
: dosis ke-1 diberikan umur 6-12 minggu, interval dosis ke-2,
dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur < 32
minggu (interval minimal 4 minggu).
8. Vaksin Varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik
pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada
umur > 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4
minggu.
Sekenario B Page 53
9. Vaksin MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila
belum mendapat vaksin campak umur 9 bulan. Selanjutnya
MMR ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun.
10. Vaksin Influenza diberikan pada umur > 6 bulan, setiap tahun.
Untuk imunisasi primer anak 6 bln – < 9 tahun diberi 2 x
dengan interval minimal 4 minggu.
11. Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Jadwal
vaksin HPV bivalen 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen 0,2,6
bulan.
(sumber: IDAI, 2005).
Imunisasi yang dilakukan ronald seperti BCG hepatitis dan polio dilakukan
sebelum imunisasinya yang DPT-1, maka imunisasi sebelumnya tidak ada
hubungannya dengan keluhan yang dialami ronald.
Interpretasi:
Sekenario B Page 54
Padakasusini, Ronald anaklaki-lakiusia 2 bulan, yang berarti:
RR = 28 (Abnormal)
1. KIPI
2. Alergi
Untuk demam yang dialami pasien, bisa diberi kompres air hangan dengan tambahan
obat berupa Paracetamol. Untuk kemerahan dan bengkak cukup diberikan kompres air
hangat diarea tersebut. Paracetamol berguna untuk memblokir Prostaglanin yang
terbentuk agar tubuh tidak menaikan patokan suhu tubuh. Kompres panas berguna
untuk merilekskan jaringan dan juga kompres air panas diarea kepala berfungsi agar
Sekenario B Page 55
merangsang hipotalamus menganggap bahwa suhu yang optimal sudah tercapai jika
sebelumnya titik suhu normal tubuh sudah terlanjur dinaikan oleh hipotalamus.
Sintesis:
Sekenario B Page 56
10. Bagaimana KDU pada kasus ini ?
Jawab :
Pada kasus ini melibatkan Kompetensi Dokter Umum (KDU) nomor 4a.
Yang berbunyi “ Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas”.
Kejadian ikutan pasca imunisasi akan tampak setelah pemberian vaksin dalam dosis
besar. Penelitian efikasi dan keamanan vaksin dihasilkan melalui fase uji klinis yang
lazim, yaitu fase 1, 2, 3, dan 4. Uji klinis fase 1 dilakukan pada binatang percobaan,
sedangkan fase selanjutnya dilakukan pada manusia. Fase 2 dan 3 untuk mengetahui
seberapa jauh imunogenisitas dan keamanan(reactogenicity and safety) vaksin yang
dilakukan pada jumlah yang terbatas. Pada jumlah dosis yang terbatas mungkin KIPI
belum tampak, maka untuk menilai jumlah KIPI diperlukan penelitian uji klinis dalam
jumlah sampel (orang, dosis vaksin) yang besar yang dikenal sebagai post marketing
surveilance (PMS). Tujuan PMS ialah memonitor dan mengetahui keamanan vaksin
setelah pemakaian yang cukup luas di masyarakat. Data PMS dapat memberikan
keuntungan bagi program apabila semua KIPI (terutama KIPI berat) dilaporkan dan
masalahnya segera diselesaikan. Sebaliknya, akan merugikan apabila program tidak
segera tanggap terhadap masalah KIPI yang timbul sehingga terjadi rumor di
masyarakat mengenai efek samping vaksin dengan segala akibatnya.
Menurut Committee of the Institute of Medicine (IOM) dari National Childhood
Vaccine Injury Amerika Serikat, kesulitan mendapatkan data KIPI, terjadi karena (1)
Sekenario B Page 57
kurang difahaminya mekanisme biologis gejala KIPI, (2) data kasus KIPI yang
dilaporkan kurang rinci dan akurat, (3) surveilans KIPI belum luas dan menyeluruh
(4) surveilans KIPI belum dilakukan untuk jangka panjang, (5) kurang publikasi KIPI
dalam jumlah kasus yang besar. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka
sangat sulit menentukan jumlah kasus KIPI yang sebenarnya. Kejadian ikutan pasca
imunisasi dapat ringan sampai berat, terutama pada imunisasi massal atau setelah
penggunaan lebih dari 10.000 dosis vaksin.
(Sumber: sari, pediatri.2000)
“Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara; muda sebelum tua, sehat
sebelum sakit, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, dan hidup
sebelum mati” (HR. Muslim)
Sekenario B Page 58
2.3.5 Kesimpulan
`Ronald laki-laki, berusia 2 bulan mengalami demam timbul bengkak dan kemerahan
pada femoralis dextra dikarenakan KIPI DPT1.
Sekenario B Page 59
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
http://www.puskeshaji.depkes.go.id/index.php/beranda/1-beritaumum-terkini/121-
program-imunisasi-indonesia.
Hadinegoro, S. 2000. Kejadian ikutan pasca imunisasi.
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-1-2.pdf
Ian Efendi. 2006. Edema Patofisiologi dan Penanganan. Jakarta: Waba Jaya.
IDAI. 2014. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 tahun. Dapat diakses di
http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-idai-
2014.html. [Diakses pada 24 juni 2015].
Sekenario B Page 60
IDAI. 2005. Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI Vol. 2, No. http//idai.or.id.
IDAI. 2014. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Pengurus Pusat
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Konsis Kedokteran Indonesia. 2012. Website: http://www.fk.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2014/11/SKDI-Tahun-2012.pdf (diakses pada 26 Juni
2015).
Karnen Garna Baratawidjaja dan Iris Rengganis. 2012. Imunologi Dasar, Ed-10.
Jakarta. Penerbit: FKUI .
Mescher, Anthony. 2010. Histologi Dasar Junqueira Edisi 12. Jakarta: EGC
Victor Nizet, Vinci RJ, Lovejoy FH. Fever in children. Pediatr Rev. 1994 (15);
127-34.
Sekenario B Page 61