Anda di halaman 1dari 11

KEKURANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA PASIEN DIARE

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Informasi dalam keperawatan

Dengan dosen pembimbing

Edi Yuswantoro, S.Kep.Ns,M.kep

Oleh :

Sabita Prida Rahmani

Nim : 18.083

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN POLTEKKES KESEHATAN


KEMENKES MALANG KAMPUS V TRENGGALEK

Website : http://www.poltekkes-malang.ac.id

Email : direktorat@poltekkes-malang.ac.id

Jl. Dr. Soetomo No. 5 Trenggalek Telp (0355) 791293

Page
KEKURANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA PASIEN DIARE

Diare adalah suatu kondisis dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat
berupa air saja dan frekuensi lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (DEPKES 2011).

Menurut WHO diare adalah suatu penyakit yang di tandai dengan perubahan bentuk konsistensi tinja yang lembek
sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasanya, 3 kali sehari atau lebih mungkin dapat
bdisertai muntah atau tinja yang berdarah (simatupang 2004).

Jadi dapat di artikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari tiga kali sehari dengan
konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi
pada lambung atau usus (Titik lestari 2016).

Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan dan kematian yang tinggi di berbagai
negara terutama di negara berkembang, dan sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian
anak di dunia (oktaviani siregar et al,2015A). Diare merupakan penyakit berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian
dan dapat menimbulkan letusan kejadian luar biasa (KLB). Di dunia, dehidrasi yang disebabkan diare merupakan penyebab
kematian utama pada bayi dan balita (Huang et al,2009). Meskipun diketahui bahwa diare merupakan suatu respon tubuh
terhadap keadaan tidak normal, namun anggapan bahwa diare sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk mengekresikan
mikroorganisme keluar tubuh, tidak sepenuhnya benar. Tetapi kausal tentuntya diperlukan pada diare akibat infeksi, dan
rehidrasi oral maupun parenteral secara simultan dengan kausal
memberikan hasil yang baik terutama pada diare yang menimbulkan
dehidrasi (kekurangan volume cairan) sedang sampai berat. (Umar Zein,
2014).

Menurut data World Health Organization (WHO) diare adalah


penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia, dimana setiap
tahun 1,5 juta balita meninggal dunia akibat diare. Meskipun moralitas dari
diare dapat di turunkan dengan program rehidrasi atau terapi cairan
namun angka kesakitannya masih tetap tinggi (oktaviani siregar er al.
2015B). Di dunia terdapat 1,7 miliar kasus diare yang terjadi setiap
tahunnya. Menurut prevalensi yang di dapat dari berbagai sumber, salah
satunya dari hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) pada
tahun 2013, penderita diare di Indonesia berasal dari semua umur, namun
prevalensi tertinggi penyakit diare di derita oleh balita, terutama pada usia
<1 th (7%) dan 1-4 tahun (6,7). Penyakit diare merupakan penyakit
endemis di Indonesia dan juga merupakan potensial KLB yang sering di
sertai dengan kematian. Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB diare yang
terbesar di 11 provinsi, 18 kabupaten/kota, dengan jumlah penderita 1.213
orang dan kematian 30 orang (CFR 2,47%) (profil kesehatan indonesia
2015). Penyakit diare masih menduduki penyakit menular langsung no 5
di jawa timur, cakupan pelayan penyakit diare dalam kurun waktu 6
(enam) tahun terakhir cenderung meningkat, dimana pada tahun 2013
mencapai 118,39% dan sedikit menurun pada tahun 2014 menjadi 106%
(DINKES JATIM 2014). Angka kesakitan diare menggambarkan jumlah
penderita kasus diare di suatu wilayah tertentu selama 1 tahun di antara
jumlah penduduk di wilayah dan pada kurun waktu yang sama. Pada
tahun 2015 di temukan 7.616 kasus diare di antara 194.815 jiwa
penduduk kota pasuruan (DINKES kota pasuruan) berdasarkan penelitian
epidemologis di indonesia dan negara berkembang lainnya, di ketahui
bahwa sebagaian besar penderita diare biasanya masih dalam keadaan
dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan
dehidrasi lebih berat badan dan memerlukan perawatan di sarana
kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan dari 1000 kasus diare
yang ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam
keadaan dehidrasi sedang, dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat.
(Muhammad Jufri et al,2012).

Diare disebabkan oleh berbagai macam organisme seperti bakteri,


virus dan parasit. Mikroorganisme tersebut menyebar melalui makanan
atau minuman yang terkontaminasi, atau bisa juga dari orang ke orang
sebagai akibat dari kebersihan yang buruk, misalnya tidak cuci
tangansebelum memegang makanan atau makan tanpa cuci tangan
terlebih dahulu.

Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh


rotavirus. Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan
anak ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Virus
menginfeksi dan merusak sel epitel di usus halus. Sel-sel epitel yang
rusak akan di gantikan oleh sel entrosit baru yang berbentuk kuboid atau
sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih
belum bagus. Hal ini menyebabkan cairan dan makanan tidak terserap
dengan baik dan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini
menyebabkan banyak cairan di tarik ke dalam lumen usus dan
menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang
tidak di serap tadi akan di dorong keluar melalui anus dan terjadilah diare
(Kliegman,2011). Akibat fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa
rehidrasi yang adekuat adalah renjatan hipovolemik, gangguan
kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat berupa tanda-tanda
denyut nadi yang cepat (>120 x / menit), tekanan darah menurun sampai
ntidak terukur pasien mulai gelisah,muka pucat, akral dingin, soanosis
(Titik lestari 2016).

Faktor resiko penyebab diare menurut faktor ibu pada aspek


perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang di lakukan ibu
mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya
penyakit diare pada bayi dan balita. Salah satu perilaku hidup bersih yang
umum di lakukan ibu adalah mencuci tangan sebelum memberikan
makanan pada anaknya. Pada aspek pengetahuan ibu, rendahnya
pengetahuan ibu mengenai hidup sehat merupakan faktor risiko yang
menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita.

Cara mengobati diare sebagian besar diare dapat sembuh dengan


sendirinya setelah dua sampai tiga hari, dan paling sering membutuhkan
waktu satu atau dua minggu. Satu- satunya mengobati diare yang paling
diperlukan adalah mencegah dehidrasi, yang dapat di lakukan dengan
meminum cairan pengganti dan cairan elektolit (oralit). Kecukupan mineral
seperti natrium, magnesium, kalsium dan kalium sangat penting dalam
menjaga fungsi tubuh dan kelistrikan jantung agar berdetak tetap normal.
Obat- obatanya yang fungsinya menghentikan diare tidak di anjurkan
untuk orang-orang dengan diare yang di sebabkan oleh infeksi bakteri
atau parasit karena dapat memperpanjang infeksi dan membuat mencret
malah menjadi lama dan tak kunjung sembuh-sembuh. Pada kasus
seperti ini biasanya dokter meresepkan antibiotik. Sedangkan diare yang
di sebabkan oleh virus akan sembuh dengan sendirinya atau tanpa obat.

Langkah pencegahan meskipun penyebab diare itu bermacam-


macam , namun kita dapat mencegahnya melalui langkah- langkah berikut
ini : 1) cuci tangan lebih sering, 2) gunakan sabun untuk memncuci tangan
selama 20 detik, 3) gunakan pembersih tangan saat tidak ada air dan
sabun, 4) mudahkan akses ke air minum yang bersih dan aman, 5)
sediakan sanitasi air yang baik, 6) pada bayi terapkan ASI eksklusif
selama enam bulan, 7) kebersihan pribadi yang baik dan mengkonsumsi
hanya makanan yang bersih, 8) vaksinasi rotavirus.

Manajemen diare salah satunya adalah dengan mengamati turgor


kulit secara berkala untuk mengetahui tingkat dehidrasi (NIC,2016). Aspek
yang paling penting adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit,
ini dilakukan dengan cara rehidrasi oral, yang harus di lakukan pada
semua pasien, kecuali jika tidak dapat minum atau diare hebat yang
membahayakan jiwa yang memerlukan hidrasi intravena. Semua hidrasi
harus di pantau dengan baik dengan memerhatikan tanda-tanda vital,
pernafasan dan urin, serta penyesuaian infus jika diperlukan. Jumlah
cairan yang hendak di berikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar
(Lukman Zulkifli Amin,2015).

Klasifikasi jenis diare ada dua, yaitu diare akut dan diare persisten
atau diare kronik. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari
14 hari, sementara diare persisten atau diare kronis adalah diare yang
berlangsung lebih dari 14 hari (Muhammad jufri et al,2012). Diare akut
adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, di
sertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Diare kronik adalah
yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi. Diare
persisten adalah yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
infeksi.

Manifestasi klinis menurut lamanya diare : A. Diare akut : 1) akan


hilang dalam waktu 72 jam dari onset, 2) onset yang tak terduga dari BAB
encer, rasa tidak enak,gas-gas dalam perut, 3) nyeri pada kuadran kanan
bawah di sertai kram dan bunyi pada perut, 4) demam. B. Diare kronik : 1)
penurunan BB dan nafsu makan, 2) demam indikasi terjadi infeksi, 3)
dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardia,denyut lemah.

Menurut dehidrasi : A. Pada anak yang mengalami diare tanpa


dehidrasi (kekurangan cairan) tanda-tandanya : 1) berak cair 1-2 x sehari,
2) nafsu makan berkurang, 3) masih ada keinginan untuk bermain. B.
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan atau sedang,
tanda-tandanya : 1) berak cair 4-9 x sehari, 2) kadang muntah 1-2 kali
sehari, 3) suhu tubuh kadang meningkat, 4) haus, 5) tidak nafsu makan.
C. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat, tanda-
tandanya : 1) berak cair terus-menerus, 2) muntah terus-menerus, 3) haus
mata cekung, 4) bibir kering dan biru, 5) tangan dan kaki dingin, 6) sangat
lemas tidak nafsu makan, 7) tidak ada keinginan untuk bermain, 8) tidak
BAK selama 6 jam, 9) kadang dengan kejang waktu panas tinggi. (Titik
Lestari,2016).

Faktor infeksi enternal adalah infeksi saluran pencernaan yang


merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi : a. Golongan
bakteri terdiri dari aeromonas,bacillus cereus,campylobacter, b. Golongan
virus terdiri dari astrovitus,calcivirus,enteric adenovirus, c. Golongan
parasit terdiri dari balantidium coli,blastocytis homonis,giardia lamblia.
Faktor psikologis diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut
dan cemas, jarang terjadi tapi dapat ditemukan pada anak yang lebih
besar. Di samping itu penyebab diare non infeksi yang dapat
menimbulkan diare pada anak antara lain : a. Defek anatomis terdiri dari
malrotasi, penyakit hirchsprung, antrofi mikrovilli, b. Malabsorbsi terdiri
dari defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa-galaktosa, cystic
fibrosis, c. Keracunan makanan terdiri dari logam berat, mushrooms.
Nelson text book of pedriatric (Muhammad Jufri et al 2012).

Penyakit hirchsprung adalah penyakit yang mempengaruhi usus


besar dan memnyebabkan gangguan dalam mengeluarkan feses. Kondisi
ini muncul sejak lahir (konhenital) sebagai akibat dari sel saraf yang hilang
pada otot usus besar bayi. Penyebab penyakit hirchyprung terjadi ketika
saraf di usus besar tidak terbentuk dengan sempurna. Saraf ini berfungsi
untuk mengontrol pergerakan usus besar. Oleh karena itu, jika saraf usus
besar tidak terbentuk dengan sempurna, usus besar tidak dapat
mendorong feses keluar. Akibatnya feses akan menumpuk di usus besar.
Patofisiologi diare mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah
yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran cairan dan elektrolit
dalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua akibat rangsangan
tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan air
dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus.

Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan


mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.

Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat rusaknya mikroorganisme


hidup kedalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan
toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan
diare (Titik lestari,2016).

Hipernatremia penderita diare dengan natrium plasma >150 mol/L


memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah
menurunkan kadar natrium secara perlahan- lahan. Penurunan kadar
natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena itu dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogatrik menggunakan
oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Hiponatremia anak diare yang
hanya minum dengan air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na<130 mol/L).

Pemeriksaan penunjang atau diagnostik. Diagnosis di tegakkan


berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik : 1) pemeriksaan tinja, A.
Makroskopis dan mikroskopis tinja perlu di lakukan pada semua penderita
dengan diare. Meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja
yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya di sebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau di sebabkan oleh infeksi di luar saluran
gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa di
sebabkan infeksi atau bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri
enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : histolytica,coli,trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi. Histolytica darah sering
terdapat pada permukaan tinja dan infeksi EHEC terdapat garis- garis
darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk di dapatkan pada infeksi
dengan salmonella dan strongiloides. Selain itu juga melihat hasil leukosit
juga dapat menentukan penyebab dari diare. (shohibaturrohmah, 2016)
leukosit mempertahankan tubuh dari serangan penyakit dengan cara
memakan (fagositosis) penyakit tersebut. Begitu tubuh mendeteksi
adanya infeksi maka sumsum tulang akan memproduksi lebih banyak sel-
sel darah putih untuk melawan infeksi.

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat


memberi informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya
peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja di produksi sebagai respon
terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif ada
pemeriksaan tinja yang menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman
yang memproduksi sitotoksin seperti shigella, salmonella, jejuni dan
kemungkinan aeromonas atau shigelloides. Tidak semua penderita kolitis
terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan histolycia
pada umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan
diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak.
Normalnya tidak di perlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit
kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah beresiko tinggi,
kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau
pada pasien immunucompromised. Pasien yang di curigai menderita diare
yang disebabkan giardiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi
atau biopsi duodenum atau yeyenum bagian atas mungkin diperlukan,
karna organisme ini hidup di saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih
tepat dari pada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah
metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis. Tropohozoit
biasanya di temukan pada tinja cair sedangkan kista di temukan pada tinja
yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan
kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin di perlukan oleh karena
ekskresi kista sering menjadi intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis
untuk mendeteksi tipe dan sekresi antibodi juga tersedia.

Penatalaksanaan terapi departemen kesehatan menetapka lima


pilar penatalaksanaan bagi semua kasus diare yang di derita anak balita
baik yang di rawat di rumah maupun sedang di rawat di rumah sakit, yaitu
a. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru, b. Zink di berikan 10 hari
berturut-turut. Zinc mengurangi lama dan berat diare. Zinc juga dapat
mengembalikan nafsu makan. Pemberian zinc dapat menurunkan
frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko
terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc pada anak : anak di bawah
umur 6 bulan : 10 mg(1/2 tablet ) per hari. Anak di atas umur 6 bulan : 20
mg (1 tablet ) per hari. Zinc di berikan selama 10-14 hari berturut- turut
meskipun anak telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat di
larutkan pada air matang, ASI atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih
besar, zinc dapat di kunyah atau di larutkan dalam air matang atau oralit.
Daftar Pustaka

DEPKES RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan,2011.buku saku lintas diare. Jakarta : depkes.

Mohammad jufri et al. 2012 buku ajar gastroenterologi-hepatologi jilid


1.badan penerbit IDAI.

Oktaviani siregar, et al, dilihat pada 12 desember 2016 pada jam 11: 00
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44596/5/Chapter
%20I.pdf

Profil kesehatan indonesia Depkes RI 2015 dilihat pada tanggal 10


desember 2016 pada jam 09.00

Saryono,anggriyana tri widianti,2010. CATATAN KULIAH KEBUTUHAN


DASAR MANUSIA (KDM). Yogyakarta : nuha medika.

Sodikin,2011. Buku asuhan keperawatan anak gangguan sistem


gastrointestinal dan hepatobilier jakarta : salemba medika.

Huang et al,2009 oleh E Rhinsilva-2011 Universitas sumatra utara dilihat


pada 16 januari 2017 pada jam 11 : 19
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21500/5/Chapte
r%20I.pdf

Lukman zulkifli i Amin, Tatalaksana Diare Akut, IDI, CDK-230/ vol. 42


no.7, th. 2015, HAL 506, diakses dari internet pada 16 januari
2016 pada jam 12:11
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_230CME-Tatalaksana
%20Diare%20Akut.pdf

Anda mungkin juga menyukai