Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

ILMU PENYAKIT DALAM

GASTROPATI OAINS

OLEH :

IRMA NUR AULIA KHASANAH

201510330311036

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) digunakan untuk mengobati
reumatoid artritis, osteoartritis atau nyeri. Berbagai jenis OAINS dapat
menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang merupakan mediator
inflamasi dan mengakibatkan berkurangnya tanda inflamasi. Akan tetapi,
PG khususnya PGE sebenarnya merupakan zat yang bersifat protektor
untuk mukosa saluran cerna atas. Hambatan sintesis PG akan mengurangi
ketahanan mukosa, dengan efek berupa lesi akut mukosa gaster bentuk
ringan sampai berat. Gastropati OAINS adalah lesi mukosa gaster yang
berhubungan dengan terapi OAINS.
Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan
karakteristik perdarahan subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari
gastropati adalah efek dari OAINS serta beberapa faktor lain seperti
alkohol, stres, ataupun faktor kimiawi. Gastropati OAINS dapat
memberikan keluhan dan gambaran klinis yang bervariasi seperti
dispepsia, ulkus, erosi, hingga perforasi. Di Indonesia, Gastropati OAINS
merupakan penyebab kedua gastropati setelah Helicobacter pylori dan
penyebab kedua perdarahan saluran cerna bagian atas setelah ruptur
varises oesophagus.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih
jauh tentang gastropati OAINS terkait definisi, faktor resiko, patofisiologi,
gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasinya.

1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan
dan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai gastropati OAINS
beserta patofisiologi dan penangananannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gastropati OAINS


Gastropati OAINS atau NSAID Gastrophaty adalah kelainan pada mukosa
lambung dengan karakteristik perdarahan subepitelial dan erosi yang disebabkan
oleh OAINS (Obat antiinflamasi nonsteroid).

2.2 Epidemiologi
Gastropati OAINS tersebar diseluruh dunia dengan prevelensi berbeda
tergantung pada sosial ekonomi, demografi dan dijumpai lebih banyak pada pria
usia lanjut dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada dekade
keenam. Di Amerika Serikat, diperkirakan 13 juta orang menggunakan NSAID
secara teratur. Sekitar 70 juta resep ditulis setiap tahun, dan 30 miliar NSAID
dijual setiap tahun. Dengan meluasnya penggunaan NSAID telah mengakibatkan
peningkatan prevalensi terjadi gastropati NSAID.

2.3 Faktor Resiko


Beberapa faktor risiko gastropathy NSAID meliputi:
- Usia lanjut >60 tahun
- Riwayat pernah menderita tukak
- Riwayat perdarahan saluran cerna
- Digunakan bersama-sama dengan steroid
- Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis NSAID
- Menderita penyakit sistemik yang berat
- Infeksi Helicobacter pylory
- Merokok
- Meminum alkohol

2.4 Patofisiologi
Mekanisme NSAID menginduksi traktus gastrointestuinal tidak
sepenuhnya dipahami. Dalam sebuah referensi, NSAID merusak mukosa lambung
melalui 2 mekanisme yaitu tropikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara
tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofili, sehingga mempermudah
trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik
NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi
prostaglandin menurun secara bermakna. Seperti diketahui prostaglandin
merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek
sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa,
meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkakan epitel
defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan meningkatkan
kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas permukaan
mukosa, dengan demikian mencegah/mengurangi difusi balik ion hidrogen. Selain
itu, prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum
(terutama di antara antrum lambung), dengan memperpanjang daur hidup sel-sel
epitel yang sehat (terutama sel-sel di permukaan yang memproduksi mukus),
tanpa meningkatkan aktivitas proliferasi.

Elemen kompleks yang melindungi mukosa gastroduodenal merupakan


prostaglandin endogenous yang di sintesis di mukosa traktus gastrointestinal
bagian atas. COX (siklooksigenase) merupakan tahap katalitikator dalam produksi
prostaglandin. Sampai saat ini dikenal ada dua bentuk COX, yakni COX-1 dan
COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, ginjal,endotelin,otak
dan trombosit : dan berperan penting dalam pembentukan prostaglandin dari asam
arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam otak dan ginjal yag juga
bertanggungjawab dalam respon inflamasi. Endotel vaskular secara terus-menerus
menghasilkan vasodilator prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan
atau hambatan (COX-1) akan timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah
menurun dan menyebabkan nekrosis epitel.
Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih lanjut dikaitkan dengan
perubahan produksi mediator inflamasi. Sebagai konsekuensi dari penghambatan
COX-2, terjadi sintesis leukotrien yang disempurnakan dapat terjadi oleh shunting
metabolisme asam arakidonat terhadap-lipoxygenase jalur 5. Leukotrien yang
memberikan kontribusi terhadap cedera mukosa lambung dengan mendorong
iskemia jaringan dan peradangan. Peningkatan ekspresi molekul adhesi seperti
molekul adhesi antar sel-1 oleh mediator pro-inflamasi seperti tumor necrosis
factor-α mengarah ke peningkatan adheren dan aktivasi neutrofil-endotel. Wallace
mendalilkan bahwa pengaruh NSAID terhadap neutrofil adheren mungkin
berkontribusi terhadap patogenesis kerusakan mukosa lambung melalui dua
mekanisme utama: (i) oklusi microvessels lambung oleh microthrombi
menyebabkan aliran darah lambung berkurang dan kerusakan sel iskemik, (ii)
meningkatkan pembebasan dari radikal bebas yang berasal-oksigen. Oksigen
radikal bebas bereaksi dengan poli asam lemak tak jenuh dari mukosa
menyebabkan peroksidasi lipid dan kerusakan jaringan. NSAID tidak hanya
merusak perut, tetapi dapat mempengaruhi saluran pencernaan seluruh dan dapat
menyebabkan berbagai komplikasi ekstraintestinal parah seperti kerusakan ginjal
sampai gagal ginjal akut pada pasien yang memiliki faktor risiko, retensi natrium
dan cairan, hipertensi arterial, dan, kemudian, gagal jantung.

2.5 Gejala Klinis


Gastropati NSAID ditandai dengan inbalance antara gambaran endoskopi
dan keluhan klinis. Misalnya pada pasien dengan berbagai gejala, seperti
ketidaknyamanan dan nyeri epigastrium, dispepsia, kurang sering muntah
memiliki lesi minimal pada studi endoskopi. Sementara pasien dengan keluhan
tidak ada ataupun ringan GI memiliki lesi erosi mukosa parah dan ulcerating.
Perkembangan penyakit berbahaya tersebut dapat menyebabkan pasien dengan
komplikasi mematikan.
30-40% dari pasien yang menggunakan NSAID secara jangka panjang (>
6 minggu), memiliki keluhan dispepsia yang tidak dalam korelasi dengan hasil
studi endoskopi. Hampir 40% dari pasien dengan tidak ada keluhan GI telah luka
parah mengungkapkan pada studi endoskopi, dan 50% dari pasien dengan keluhan
GI memiliki integritas mukosa normal.
Gastropati NSAID dapat diungkapkan dengan tidak hanya dispepsia tetapi
juga dengan gejala sakit, juga mungkin memiliki onset tersembunyi dengan
penyebab mematikan seperti ucler perforasi dan perdarahan.

2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Spektrum klinis Gastropati NSAID meliputi suatu keadaan klinis yang
bervariasi sangat luas, mulai yang paling ringan berupa keluhan gastrointestinal
discontrol. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil
kadang-kadang disertai perdarahan kecil-kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh
sendiri. Kemampuan mukosa mengatasi lesi-lesi ringan akibat rangsangan kemis
sering disebut adaptasi mukosa. Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan
tukak multipel, perdarahan luas dan perforasi saluran cerna.
Untuk mengevaluasi gangguan mukosa dapat menggunakan Modified
Lanza Skor (MLS) kriteria. Sistem grading ini menurut MLS adalah sebagai
berikut:
• Grade 0 : tidak ada erosi atau perdarahan
• Grade 1 : erosi dan perdarahan di satu wilayah atau jumlah lesi ≤  2
• Grade 2 : erosi dan perdarahan di satu daerah atau ada 3-5 lesi
• Grade 3 : erosi dan perdarahan di dua daerah atau ada 6-10 lesi
• Grade 4 : erosi dan perdarahan> 3 daerah atau lebih dalam lambung
• Grade 5 : sudah ada tukak lambung
Secara histopatologis tidak khas. Dapat dijumpai regenerasi epitelial,
hiperplasia foveolar, edema lamina propia dan ekspansi serabut otot polos ke arah
mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila sudah mencapai kira-kira sepertiga
bagian atas. Namun, tanpa informasi yang jelas tentang konsumsi NSAID
gambaran histopatologis seperti ini sering disebut sebagai gastropati reaktif. Feces
dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap
darah samar.
Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung)
dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida,
dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Selain
itu, adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui
kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. serta tes serologis
terhadap antibody pada antigen H. Pylori.
Dengan tanda-tanda perdarahan pada sistem gastrointestinal bagian atas
maupun dispepsia, Gastropati NSAID dapat didiagnosis banding dengan:9
1. Varises esofagus
2. Karsinoma lambung
3. Zollinger-Ellison Syndrome
4. Ulkus duodenum

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari non-
mediamentosa dan medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa
istirahat, diet dan jika memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID. Secara
umum, pasien dapat dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau
ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di rumah sakit.
Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang
bertujuan untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak
memberatkan lambung, mencegah dan menetralkan asam lambung yang
berlebihan serta mengusahakan keadaan gizi sebaik mungkin. Adapun syarat diet
lambung yakni:
1. Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan.
2. Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk
menerima
3. Rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang
ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan
secara bertahap.
5. Cairan cukup, terutama bila ada muntah
6. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik
secara termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima
perseorangan)
7. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya tidak
dianjurkan minum susu terlalu banyak.
8. Makan secara perlahan
9. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-
48jam untuk memberikan istirahat ada lambung.
Penanganan perlukaan mukosa karena OAINS terdiri dari penanganan
terhadap ulkus aktif dan pencegahan primer terhadap perlukaan di kemudian hari.
Idealnya, OAINS dihentikan sebagai langkah pertama terapi ulkus. Selanjutnya,
pada penderita diberikan obat penghambat sekresi asam (penghambat H, PPIs).
Akan tetapi, penghentian OAINS tidak selalu memungkinkan karena beratnya
penyakit yang mendasari. Penggunaan protein pump inhibitor (PPI) berhubungan
dengan penyembuhan ulkus dan mencegah relaps pada penderita yang
menggunakan OAINS jangka panjang.

Obat Gastroprotektif
- Antagonis Reseptor H2
Dengan struktur serupa dengan histamin, antagonis reseptor H tersedia dalam
empat macam obat yaitu simetidin,ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Walaupun
setiap obat memiliki potensi berbeda, seluruh obat secara bermakna menghambat
sekresi asam secara sebanding dalam dosisterapi. Tingkat penyembuhan ulkus
sama ketika digunakan dalam dosis yang tepat. Dua kali sehari dengan dosis
standar dapat menurunkan angka kejadian ulkus gaster. Selain itu, antagonis
reseptor H dapat menurunkan risiko tukak duodenum tetapi perlindungan terhadap
tukak lambung rendah. Dosis malam yang sesuai adalah ranitidin 300 mg,
famotidin 40 mg dan nizatidin 300 mg.
- Proton Pump (H+,K+, 5-ATPase) Inhibitors
Proton pump inhibitors merupakan pilihan komedikasi untuk mencegah gastropati
OAINS. Obat ini efektif untuk penyembuhan ulkus melalui mekanisme
penghambatan HCl, menghambat pengasaman fagolisosom dari aktivasi neutrofil,
dan melindungi sel epitel serta endotel dari stres oksidatif melalui induksi haem
oxygenase-1 (HO-1). Enzim HO-1 adalah enzim pelindung jaringan dengan
fungsi vasodilatasi, anti inflamasi, dan antioksidan. Waktu paruh PPIs adalah
18 jam dan dibutuhkan 2-5 hari untuk menormalkan kembali sekresi asam
lambung setelah pemberian obat dihentikan. Efikasi maksimal didapatkan pada
pemberian sebelum makan. Obat PPI menyebabkan pengurangan gejala klinis
dispepsia karena OAINS dibanding antagonis reseptor H maupun miso-prostol.
Lansoprazol dan misoprostol dosis penuh secara klinis menunjukkan efek
ekuivalen. Esomeprazole 20 dan 40 mg meredakan gejala gastrointestinal bagian
atas pada penderita yang tetap menggunakan OAINS.
- Analog Prostaglandin
Misoprostol adalah analog prostaglandin E yang digunakan secara lokal untuk
mengganti PG yang dihambat oleh OAINS. Analog PG meningkatkan sekresi
mukus bikarbonat, stimulasi aliran darah mukosa dan menurunkan pergantian sel
mukosa. Namun demikian, misoprostol tidak mengurangi keluhan dispepsia.
Toksisitas paling sering adalah diare (angka kejadian 10-30%). Toksisitas lainnya
dapat berupa kontraksi dan perdarahan uterus. Dosis terapi standar dengan
misoprostol adalah 200 ìg empat kali sehari.

2.8 Komplikasi
 Pada gastropati NSAID, dapat terjadi ulkus, yang memiliki beberapa
komplikasi yakni:
 Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus
peptikum adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI.
 Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang
menembus ke dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
 Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa
lambung ke dalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau
omentum hepatik.
 Obstruksi pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi
jaringan parut dan mengeras karena spasme atau edema atau karena
jaringan parut yang terbentuk bila ulkus sembuh atau rusak.
Selain terjadinya gangguan di saluran gastrointestinal, penggunanaan
NSAID yang berlebihan, dapat menyebabkan berbagai efek samping lain, baik di
ginjal, pada kulit, maupun sistem syaraf.
BAB III
KESIMPULAN

Obat antiinflamasi non-steroid adalah golongan obat yang digunakan


untuk mengobati reumatoid artritis, osteoartritis, dan meredakan nyeri. Kerusakan
mukosa secara topikal terjadi karena OAINS bersifat lipofilik dan asam,
sedangkan efek sistemik yaitu melalui penghambatan COX-1 sehingga produksi
PG terhambat.
Gastropati OAINS adalah lesi mukosa gaster yang berhubungan dengan
penggunaan OAINS. Mekanisme terjadinya gastropati OAINS berhubungan
dengan efek local yang disebabkan oleh terperangkapnya OAINS dalam sel
mukosa gaster dan efek sistemik melalui penghambatan COX yang menyebabkan
sintesis PG terhambat. Patogenesis Gastropati OAINS pada pasien ini :
OAINS→ menghambat siklooksigenase (COX)→ menghambat
pembentukan prostaglandin dan prostasiklin→ terjadi perubahan kualitatif
mukosa lambung→ mempermudah terjadinya degradasi mukosa oleh
pepsin→mengubah permeabilitas sawar epitel→ Difusi balik HCl→Kerusakan
jaringan (Pemb.darah) →Histamindikeluarkan→Merangsang sekresi HCl +
pepsin→Permeabilitas thd protein→Mukosa edema sejumlah > protein plasma
hilang→Mukosa rusak / erosi mukosa→Hemorragic interstisial dari
perdarahan→Melena.
Penghentian OAINS, pemilihan OAINS, dan penggunaan obat
gastroprotektif dengan mempertimbangkan risiko gastrointestinal dan
kardiovaskular merupakan tatalaksana dalam menangani gastropati OAINS.
DAFTAR PUSTAKA

1. FKUI Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. 2006 FK UI

2. Hirlan, 2006, Gastritis, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Suyono, S.

(ed), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

3. Lindes, G., 2006. Gangguan Lambung dan Duodenum, dalam

Patofisiologi. Jakarta: EGC

4. McGuigan, J., 2000. Ulkus Peptikum dan Gastritis, dalam Prinsip-Prinsip

Ilmu Penyakit Dalam. Jakata: EGC

5. FKUI Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. 2006 FK UI

6. Hirlan, 2006, Gastritis, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Suyono, S.

(ed), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

7. Lindes, G., 2006. Gangguan Lambung dan Duodenum, dalam

Patofisiologi. Jakarta: EGC

8. McGuigan, J., 2000. Ulkus Peptikum dan Gastritis, dalam Prinsip-Prinsip

Ilmu Penyakit Dalam. Jakata: EGC

Anda mungkin juga menyukai