Anda di halaman 1dari 10

p-ISSN: 2088-8139

e-ISSN: 2443-2946
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

PEMANTAUAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI INDONESIA:


TANTANGAN DAN PENGEMBANGANNYA
MONITORING OF DRUG AND MEDICAL LOGISTIC IN INDONESIA: CHALLENGE AND
DEVELOPMENT
Guardian Yoki Sanjaya1), Ahadi Wahyu Hidayat2)
1) Departemen Kebijakan dan Pelayanan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2) Direktorat Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementrian Kesehatan, Jakarta

ABSTRAK

Di fasilitas publik, peran manajemen obat dan perbekalan kesehatan melibatkan berbagai level organisasi, mulai dari
pusat, provinsi, kabupaten dan fasilitas kesehatan. Kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan di layanan kesehatan primer dilakuan
oleh instalasi farmasi level Kabupaten/Kota yang memiliki peran untuk melakukan perencanaan, pembeliaan, penyimpanan,
distribusi dan pelaporan. Sistem informasi elektronik juga telah digunakan. Sayangnya, mekanisme pelaporan dari level yang paling
bawah tidak dapat berjalan secara optimal akibat kompleksitas pelaporan, keterbatasan sumber daya dan banyaknya obat dan
perbekalan kesehatan yang harus dikelola. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan alur pelaporan data obat dan perbekalan
kesehatan sebagai upaya melakukan pemantauan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan nasional di Indonesia.
Penelitian kualitatif dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2013 untuk mengidentifikasi alur pelaporan, tantangan dan
peluang memperkuat sistem informasi obat dan perbekalan kesehatan. Data dikumpulkan melalui diskusi kelompok terarah,
wawancara mendalam dan kunjungan lapangan di 3 instalasi farmasi Kabupaten/Kota dan 1 Instalasi farmasi provinsi. Diskusi
kelompok terarah dilakukan di tingkat pusat yang melibatkan penanggung jawab pengelola pelaporan dan pemantauan obat dan
perbekalan kesehatan.
Sistem informasi obat dan perbekalan kesehatan dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan manajemen logistik obat dan
perbekalan kesehatan instalasi farmasi (internal) dan pihak eksternal (laporan), baik pemerintah daerah maupun Kementrian
Kesehatan. Pengelolaan informasi tersebut sangat tergantung pada sumber daya, alat bantu dan kemampuan masing-masing
instalasi farmasi. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi berpotensi untuk mengakomodasi kebutuhan pencatatan dan
pelaporan secara lebih baik. Namun demikian, perlu dipertimbangkan untuk penguatan infrastruktur, penggunaan standar data dan
dukungan kebijakan dari pemangku kepentingan.

Kata kunci: manajemen logistik, pemantauan obat dan perbekalan kesehatan, pencatatan dan pelaporan, sistem informasi

ABSTRACT

In public sector, the role of drugs and medical supplies management involves various levels of health organizations, from
the central level, provincial, district and health facilities level. It is manage by pharmacy department that have a role to conduct
planning, purchasing, storage, distribution and reporting. Electronic information systems have also been used. Unfortunately,
reporting mechanisms cannot be optimized due to the complexity of reporting, lack of resources and the huge number of medicines
and medical supplies that should be managed by the pharmacy department This study aimed to describe the flow of data reporting
medicines and medical supplies as one mechanism for monitoring national drug availability in Indonesia.
Qualitative research conducted in October-December 2013 to identify data flow, challenges and opportunities for
strengthening the information system for drugs and medical supplies. Data were collected through focus groups discussion, in-depth
interviews and field visits to 3 pharmacy unit in district level and a provincial level of pharmacy unit. Focus group discussions were
conducted at the national level involving the person in charge of managing the reporting and monitoring of drugs and medical
supplies.
The information system of drug and medical logistics were made to accommodate the needs of the pharmacy department
(internal medical logistic management) and external parties (reporting), both the local government and the Ministry of Health.
Information management was highly dependent on the local resources, tools and capabilities of each pharmacy unit and their staff.
The use of information and communication technology has the potential to accommodate the needs for better recording and
reporting mechanism. However, it should be considered to strengthen local resources and infrastructure, the use of data standards
and policy support from stakeholders.

Keywords: logistics management, monitoring of drugs and medical supplies, recording and reporting systems, information systems

PENDAHULUAN
Logistik obat dan perbekalan kesehatan nasional (World Health Organization, 2010).
memiliki peran strategis dalam sistem kesehatan Menurut Manso et al., (2013) terdapat 4 isu
penting yang berkaitan dengan manajemen
Korespondensi: logistik di negara berkembang yaitu sumber
Guardian Yoki Sanjaya
pembiayaan, mekanisme supervisi,
Gedung IKM Lt 2 Ruang 213
Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta pendistribusian serta monitoring dan evaluasi
Email : gysanjaya@ugm.ac.id yang berkesinambungan. Obat dan perbekalan

159
Volume 6 Nomor 2 – Juni 2016

kesehatan diperlukan untuk pelayanan diatas menjadi tantangan besar bagi pengambil
kesehatan di semua level organisasi kesehatan, kebijakan dalam memperkuat sistem logistik
terutama pada era desentralisasi (Nelson and obat dan perbekalan kesehatan nasional.
Adams, 2000). Pengelolaan obat dan perbekalan Pencatatan dan pelaporan logistik secara rutin
kesehatan membutuhkan dukungan sistem yang dilakukan fasilitas pelayanan kesehatan,
informasi yang adekuat, terutama untuk instalasi farmasi level Kabupaten/Kota dan
melakukan pemantauan, evaluasi, perencanaan Provinsi, menjadi sumber data penting untuk
program, pengambilan keputusan penting dan menilai ketersediaan obat di setiap level
bahkan penelitian (Abouzahr and Boerma, 2005). administrasi, sebagai dasar untuk melakukan
Menurut Roy et al., (2009), pengelolaan relokasi logistik pada keadaan khusus (seperti
informasi obat dan perbekalan kesehatan secara bencana, keadaan out breaks) dan pengambilan
nasional digunakan untuk pelacakan keputusan secara cepat.
penyimpanan dan pergerakan barang pada Berbagai pendekatan dilakukan untuk
setiap level pelayanan kesehatan dalam sebuah memperkuat mekanisme pencatatan dan
sistem supply chain agar dapat memastikan pelaporan tersebut sebagai upaya untuk
ketersediaan logistik farmasi di level fasilitas melakukan pemantauan obat dan perbekalan
kesehatan tersebut, dan untuk mempermudah kesehatan nasional. Peningkatan kompetensi staf
relokasi logistik antar lokasi (daerah) dengan pengelola instalasi farmasi, pembuatan panduan
mempertimbangkan ketersediaan obat di manajemen logistik, peningkatan infrastruktur
masing-masing level dan tanggal kadaluarsa pendukung dan alokasi anggaran dari
sehingga obat dan perbekalan kesehatan dapat pemerintah pusat. Selain itu pemerintah pusat
diserap dengan optimal baik untuk tujuan telah mengupayakan sistem informasi
pelayanan rutin maupun keadaan khusus. manajemen logistik berbasis elektronik atau
Di sektor publik, manajemen logistik disebut e-logistik. Sejumlah instalasi farmasi
melibatkan peran organiasi kesehatan dari Kabupaten/Kota juga telah memanfaatkan
berbagai level, mulai dari tingkat pusat, sistem informasi manajemen logistik.
provinsi, kabupaten/kota dan fasilitas pelayanan Namun demikian, kompleksitas
kesehatan, dimana masing-masing level organisasi, tantangan pengelolaan logistik dan
memiliki wewenang dan tanggung jawab yang desentralisasi kesehatan menyebabkan
berbeda terkait dengan pengelolaan logistik mekanisme pemantauan obat dan perbekalan
farmasi (Bossert et al., 2003; Jahre et al., 2012). kesehatan berjalan tidak optimal. Hal ini
Selain kompleksitas organisasi, pengelolaan diperparah dengan kondisi geografis yang luas
logistik sendiri merupakan proses yang rumit dan ketersediaan infrastrutur yang tidak
mulai dari perencanaan, pembelian obat, seragam antar satu instalasi farmasi dengan
distribusi obat, penggunaan obat dan lainnya (Susyanty et al., 2014). Sistem informasi
manajemen operasional pengelolaan logistik manajemen logistik juga belum sesuai dengan
(Manso et al., 2013; Walkowiak and Keene, kebutuhan lokal, dan bahkan beberapa instalasi
2009). Tidak heran jika pengelolaan informasi farmasi sudah mengembangkan sistem
dalam proses tersebut menjadi sangat vital manajemen logistik secara mandiri. Untuk itu,
dimana instrumen elektronik pengelolaan data diperlukan strategi penguatan sistem informasi
diperlukan untuk membantu pengambilan untuk melakukan pemantauan obat dan
keputusan di setiap proses siklus pengelolaan perbekalan kesehatan dengan mengidentifikasi
logistik (PATH, 2010; USAID | DELIVER siklus informasi logistik, tantangan dan peluang
PROJECT, 2012). penguatannya.
Seperti halnya di beberapa negara
berkembang (Bossert et al., 2003; Jahre et al., METODE
2012; Manso et al., 2013), Indonesia menghadapi Penelitian ini menggunakan pendekatan
situasi yang rumit dengan kompleksitas struktur kualitatif yang dilakukan pada bulan Oktober-
organisasi kesehatan yang bersifat desentralisasi. Desember tahun 2013. Secara purposive,
Praktis kedua tujuan menurut Roy et al. (2009) penelitian ini melibatkan Kementrian Kesehatan

160
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

khususnya Bina Farmasi Sub Direktorat Obat Penggunaan dan Lembar Permintaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan, 3 Instalasi (LPLPO) yang dikirimkan ke Instalasi Farmasi
Farmasi Kabupaten/Kota dan 1 Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Di salah satu Kabupaten,
Provinsi. Data dikumpulkan melalui observasi Puskesmas sudah menggunakan sistem
lapangan, telaah dokumen, wawancara dan informasi manajemen puskesmas (SIMPUS)
diskusi kelompok terarah. Observasi lapangan untuk mengelola data obat dan perbekalan
dilakukan di 4 instalasi farmasi Kabupaten/Kota kesehatan, termasuk untuk mengeluarkan
dan Provinsi untuk melihat alur pelayanan laporan LPLPO. LPLPO terdiri dari data obat,
farmasi dan dokumen pencatatan dan pelaporan jumlah persediaan obat terakhir, pemakaian
yang tersedia. Dipilihnya instalasi farmasi obat, permintaan obat dan sumber dana. LPLPO
tersebut karena memiliki pengalaman yang baik dikompilasi di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
dalam penggunaan sistem informasi manajemen sebagai dasar untuk distribusi obat. Kompilasi
logistik dan rutin mengirimkan laporan ke laporan tersebut juga dikirimkan ke level yang
Kementrian Kesehatan. Observasi lapangan lebih tinggi (Instalasi Farmasi Provinsi dan
secara cepat dilakukan di level provinsi dan Kementrian Kesehatan). Pelaporan ke Instalasi
kabupaten/kota dengan pendekatan rapid Farmasi Provinsi dilakukan 3 bulan sekali yang
assessment dari McMullen et al., (2011). Beberapa berasal dari kompilasi laporan Puskesmas.
dokumen pendukung juga dikumpulkan dari Sedangkan Instalasi Farmasi Provinsi akan
instalasi farmasi seperti panduan pengelolaan melaporkan ke Kementrian Kesehatan setiap 6
obat dan perbekalan kesehatan, formulir bulan.
pelaporan obat yang digunakan di level Alur pelaporan tersebut menunjukkan
kabupaten/kota dan provinsi dan regulasi yang bahwa Kabupaten/Kota merupakan level
terkait dengan siklus informasi logistik. instalasi farmasi yang langsung berhubungan
Wawancara dilakukan terhadap 4 dengan distribusi obat ke unit pelaksana teknis
responden pengelola instalasi farmasi yang pelayanan kesehatan (Puskesmas). Mekanisme
berbeda level. Staf instalasi farmasi yang pencatatan dan pelaporan data dengan jeda
menjadi responden dipilih berdasarkan waktu yang terlalu lama (sampai 6 bulan di level
pengalaman lebih dari 2 tahun mengelola obat Pusat), menyebabkan sulitnya untuk memantau
dan perbekalan kesehatan dan pernah terlibat ketersediaan obat untuk pengambilan
aktif dalam implementasi sistem informasi keputusan (distribusi obat untuk kepentingan
manajemen logistik. Wawancara bertujuan buffer, relokasi logistik untuk keperluan
untuk mengidentifikasi tantangan dan harapan khusus). Padahal pelaporan bulanan dari
dari pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan Kabupaten/Kota berpotensi untuk dipantau
di instalasi farmasi. Diskusi kelompok terarah setiap saat dengan menggunakan pola
(FGD) melibatkan 8 staf sub direktorat Obat pencatatan yang telah ada.
Publik dan Perbekalan Kesehatan, Kementrian
Kesehatan. Pendekatan FGD dinilai lebih tepat Struktur Organisasi Pengelola Obat dan
karena keterbatasan waktu dan kesibukan dari Perbekalan Kesehatan
masing-masing staf di level pusat. FGD Pengelolaan perbekalan di tiap-tiap
dilakukan untuk melihat perspektif pemantauan level organisasi dilakukan oleh unit dengan
dan dukungan penguatan sistem informasi obat struktur organisasi yang berbeda. Struktur
dan perbekalan kesehatan secara nasional. organisasi akan berpengaruh terhadap sumber
daya dan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari
HASIL DAN PEMBAHASAN instalasi farmasi. Di level dinas kesehatan,
Alur Pelaporan Rutin setidaknya terdapat 2 model organisasi
Pencatatan dan pelaporan obat dan pengelola obat dan perbekalan kesehatan di
perbekalan kesehatan di Indonesia dilakukan setiap level organsiasi, yaitu instalasi farmasi
dari level yang paling rendah (Puskesmas). sebagai unit pelaksanaan teknis daerah (UPTD)
Salah satunya yang rutin digunakan di dan menjadi salah satu seksi di struktur
Puskesmas adalah formulir Laporan

161
Volume 6 Nomor 2 – Juni 2016

organisasi Dinkes yang menanganis obat dan yang menyebutkan dana dari pusat/APBD tidak
perbekalan kesehatan. murni, 2). APBD murni baik APBD 1 dan APBD
2 (ada yang menyebutkan Dana Alokasi Umum
Instalasi Farmasi sebagai Unit Pelaksanan Teknis atau DAU), 3) Sumber Dana Asuransi.
Daerah (UPTD) Sayangnya periode pembelian hanya di waktu
Sebagai UPTD, instalasi farmasi yang telah ditentukan (umumnya 2 kali per
memiliki tupoksi yang khusus menangani obat tahun), kecuali dana yang didapat dari asuransi.
dan perbekalan kesehatan. UPTD tersebut Penting bagi instalasi farmasi Kabupaten/Kota
memiliki pembagian kerja yang jelas antara staf untuk dapat melakukan pembelian sewaktu-
berdasarkan siklus manajemen obat dan waktu untuk menjamin ketersediaan obat.
perbekalan kesehatan. Mulai dari perencanaan,
pembelian, penerimaan dan stok obat serta Penyediaan dari Provinsi
distribusi obat. Instalasi farmasi provinsi
mengalokasikan obat untuk fungsi buffer bagi
Menjadi Salah Satu Seksi di Struktur Organisasi Kabupaten/Kota, keadaan bencana atau kegiatan
Dinkes yang Menangani Obat dan Perbekalan sosial.
Kesehatan
Seksi ini umumnya memiliki tupoksi Penyediaan dari Pusat
yang lebih luas dan tidak hanya melakukan Terutama untuk obat-obat program
kegiatan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan seperti obat TB, Malaria, Vaksin dan
kesehatan. Sebagai contoh di salah satu Dinkes sebagainya. Setidaknya terdapat 17 program
Provinsi, selain mengelola obat juga memiliki kesehatan yang memiliki alokasi untuk
tupoksi yang berkaitan dengan perizinaan dan persediaan obat dan alat bagi Kabupaten/Kota.
akreditasi fasilitas farmasi. Praktis aktivitas yang Obat dan alat ini didistribusikan melalui
dilakukan jauh lebih banyak dengan sumber provinsi dengan alokasi pembagian yang sudah
daya yang terbatas. jelas (Puskesmas, Rumah Sakit). Obat program
terkesan titipan dimana pemegang program
Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan tidak memonitor langsung ketersediaan obat
Instalasi Farmasi level Kabupaten/Kota tersebut. Akibatnya beberapa obat program
memiliki peran penting dalam mendistribusikan terkadang utilisasinya rendah dan cendrung
obat ke unit layanan (Puskesmas). Terdapat cepat kadaluarsa.
beberapa sumber dalam penyediaan obat dan
perbekalan kesehatan di tingkat Obat Hibah
Kabupaten/Kota. Fasilitas kesehatan primer Walaupun jumlahnya tidak banyak,
yang sudah berstatus badan layanan umum namun demikian dalam keadaan tertentu
(BLUD) juga memiliki wewenang untuk (seperti bencana), jumlah obat hibah terkadang
melakukan penyediaan logistik secara mandiri. sangat banyak dan cendrung mendekati
Gambar 1 menunjukkan pola penyediaan dan kadaluarsa.
distribusi obat di berbagai level organisasi
pengelola obat dan perbekalan kesehatan. Penerimaan dan distribusi obat dan
Jika ditelusuri, penerimaan obat dan perbekalan kesehatan selalu dicatat dan
perbekalan kesehatan di level Kabupaten/Kota dilaporkan melalui standar pelaporan yang telah
berasal dari 4 sumber yang berbeda, antara lain ditentukan. Pencatatan tersebut harus
pembelian langsung, penyediaan dari provinsi, membedakan sumber anggaran, unit layanan
penyediaan dari pusat, dan obat hibah. yang menerima, jumlah yang didistribusikan,
tanggal kadaluarsa sampai nilai aset untuk
Pembelian Langsung setiap item obat dan perbekalan kesehatan yang
Pembelian langsung melalui e-katalog dimiliki berdasarkan sumber pendanaannya.
dengan dana yang bersumber dari 3 kelompok Banyaknya variabel data yang harus dikelola
yaitu 1). Dana Alokasi Khusus (DAK) atau ada menyebabkan sulitnya pencatatan dan

162
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

pelaporan obat dan perbekalan kesehatan secara Manajemen Obat (SIMO), e-logistik dan sistem
manual. farmasi. Gambar 2 menunjukkan pola
pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh
Pelaporan dan Indikator Obat dan Perbekalan instalasi farmasi di semua level.
Kesehatan Di fasilitas pelayanan publik seperti
Instalasi farmasi memiliki tanggung Puskesmas, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
jawab untuk membuat laporan rutin yang telah memiliki peran penting untuk mengakomodasi
ditentukan Kementrian Kesehatan dan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat dan
Pemerintah Daerah karena merupakan bagian perbekalan kesehatan. Terdapat formulir Surat
dari tatakelola kepemerintahan daerah. Laporan Bukti Barang Keluar (SBBK) yang digunakan
rutin yang perlu diakomodasi terdiri dari untuk pencatatan distribusi logistik dari instalasi
laporan ketersediaan obat indikator nasional, farmasi ke level dibawahnya. Sedangkan dari
laporan obat kadaluarsa, laporan penggunaan Puskesmas ke Kabupaten/Kota terdapat formulir
obat generik dan obat rasional serta jumlah stok Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan
dan nilai aset instalasi farmasi. Sebagai Obat (LPLPO). Kedua formulir tersebut
pengelola aset obat dan perbekalan kesehatan, digunakan untuk pelaporan rutin.
instalasi farmasi juga diwajibkan untuk
melaporkan ke pemerintah daerah, pihak Manajemen Informasi Logistik di Instalasi
jaminan kesehatan (Jamkesda) dan badan Farmasi
pemeriksa keuangan (Gambar 2). Pelayanan di Instalasi Farmasi terkait
Pengelolaan data penerimaan dan dengan siklus manajemen logistik mulai dari
distribusi menjadi kunci penting untuk seleksi obat, pembelian obat, distribusi obat dan
menghasilkan laporan tersebut. Sumber daya penggunaan obat. Gambar 3 menunjukkan
manusia yang terbatas di instalasi farmasi serta bagaimana proses pengelolaan obat di instalasi
kegiatan pelayanan distribusi yang terus farmasi dan bagaimana pencatatan dan
menerus menyebabkan pengelolaan data tidak pelaporan dilakukan di masing-masing tahapan
berjalan baik, terutama di level Kabupaten/Kota. (Walkowiak and Keene, 2009).
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota harus
melayani distribusi logistik untuk 20-40 Seleksi obat dan perbekalan kesehatan
Puskesmas setiap bulan, termasuk permintaan Pemilihan obat didasari pada Peraturan
khusus seperti kegiatan sosial. Kompilasi data Kementrian Kesehatan terkait Daftar Obat
secara manual dengan sumber daya yang Pelayanan Kesehatan dasar (PKD) yang harus
terbatas menyebabkan sulitnya menghasilkan disediakan oleh Kabupaten/Kota. Menurut SK
laporan yang lengkap dan tepat waktu. Kemenkes tersebut, terdapat 450 daftar obat
PKD dimana 144 diantaranya termasuk dalam
Penggunaan Alat Bantu Pencatatan dan indikator obat nasional. Diantara 450 obat
Pelaporan tersebut terdapat obat-obat program yang
Untuk mengakomodasi pencatatan dan didatangkan langsung dari Pusat. Selebihnya
pelaporan yang terjadi, beberapa Instalasi Kabupaten/Kota dapat menentukan sendiri jenis
Farmasi sudah menggunakan pendekatan dan jumlah obat yang diperlukan untuk
teknologi informasi dan komunikasi. Salah satu kebutuhan daerahnya.
yang paling banyak digunakan adalah aplikasi
spreadsheet untuk pencatatan dan pelaporan. Pembelian dan Penerimaan
Sayangnya pencatatan ini hanya Obat dan perbekalan kesehatan berasal
mengakomodasi pelaporan tahun berjalan dan dari sumber berbeda telah dijelaskan pada
tidak ada kesamaan format antar satu instalasi Gambar 2. Instalasi Farmasi melakukan
farmasi dengan lainnya. Beberapa pembelian sesuai dengan kebutuhan daerahnya
Kabupaten/Kota menginisiasi pemanfaatan masing-masing melalui e-katalog. Namun
Sistem Informasi Manajemen Logistik (LMIS) demikian, obat yang diterima dari pedagang
dengan berbagai nama seperti Sistem Informasi besar farmasi untuk beberapa jenis obat bisa

163
Volume 6 Nomor 2 – Juni 2016

dengan merk dagang yang berbeda, sehingga mencakup informasi obat kadaluarsa dan harga
mempengaruhi pola pencatatan dan pelaporan satuan obat sehingga dapat digunakan untuk
yang dilakukan di masing-masing daerah. melakukan penghitungan nilai aset logistik.
Penerimaan obat dan perbekalan kesehatan

Pusat Pembelian APBN, Hibah

Bencana, Supply dari pusat


Kegiatan
Sosial Obat Program (17)
Pembelian (APBD 1),
Provinsi
Hibah
Supply dari provinsi
Rumah Sakit (buffer) dan obat
Kegiatan sosial program
Kegiatan Sosial Obat Program
Pembelian (DAK,
Kabupaten/Kota APBD 2, Jaminan
Kabupaten/Kota
Kesehatan), Hibah

Kegiatan Sosial
Puskesmas
Puskesmas
Puskesmas Pembelian

Gambar 1. Penyediaan dan Distribusi Obat dan Perbekalan Kesehatan di Masing-Masing Level Instalasi
Farmasi

Spreadsheet
LMIS Pusat

Ketersediaan Obat
Obat Kadaluarsa

Spreadsheet
Provinsi Pemda BPK
LMIS

Spreadsheet Obat Indikator Penggunaan Resep Biaya Obat per Stok dan Nilai
Obat Generik Kunjungan pasien per Aset (Semua Obat
LMIS Ketersediaan dan Alat)
(sampel 50 skema pembiayaan
Obat Indikator resep/bulan)
Aplikasi gudang
Nasional
farmasi
Kabupaten/Kota
SBBK

SBBK

Kertas
Spreadsheet Sosial

Gambar 2. Pola Pelaporan Rutin yang Dilakukan di Level Pelayanan Kesehatan Publik

164
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

- Penggunaan sistem informasi yang berbeda dan


overlaping (Excel, e-logistik, e-katalog, pelaporan
Napza, SIM Farmasi, dll)
- Struktur organisasi yang berbeda antara
- Penggunaan obat esensial (Daftar obat pengelola instalasi farmasi (UPTD dan seksi)
kesehatan dasar) - Pembiayaan logistik berasal dari sumber dana
- Kebijakan monitoring ketersediaan yang berbeda (APBN, APBD, Kerjasama)
obat - Sumber daya manusia tiap-tiap instalasi farmasi
memiliki tupoksi yang multitasking
Seleksi
Obat

Penggunaan Manajemen Pembelian


Obat Operasional Obat

- Penghitungan berdasarkan pola


- Berdasarkan penggunaan konsumsi sebelumnya
obat di fasilitas pelayanan - Kebijakan penggunaan e-Katalog
kesehatan Distribusi - Supply obat berasal dari sumber
- Monitoring penggunaan Obat berbeda (supply dari pusat dan
obat generik pembelian langsung)
- Evaluasi biaya obat rata-rata - Sentralisasi di instalasi farmasi kabupaten/kota
per kunjungan - Instalasi farmasi provinsi sebagai buffer
- Penggunaan obat rasional kebutuhan obat di Kabupaten/Kota dan
pengaturan distribusi obat progran
- Instalasi Farmasi Pusat hanya untuk obat
program dan kebutuhan khusus (Bencana, haji)
Gambar 3. Siklus manajemen obat dan perbekalan kesehatan di instalasi farmasi

Gambar 3. Siklus Manajemen Obat dan Perbekalan Kesehatan di Instalasi Farmasi

Distribusi per kunjungan pasien dan mengevaluasi


Di level Kabupaten/Kota distribusi penggunaan obat rasional. Namun demikian,
logistik moyoritas ke Puskesmas yang dilakukan karena keterbatasan sumber daya, instalasi
tiap bulan didasari pada Lembar Pemakaian dan farmasi hanya menilai penggunaan obat dari sisi
Lembar Permintaan obat (LPLPO) Puskesmas. distribusinya saja. Pemantauan ketersediaan
Jumlah dan item obat yang didistribusikan logistik, dilakukan baik di instalasi farmasi
disesuaikan dengan permintaan obat yang maupun di masing-masing Puskesmas untuk
masuk dari laporan LPLPO. Laporan tersebut melakukan perencanaan, pembelian dan
dievaluasi terhadap penggunaan obat bulan distribusi.
terakhir untuk menyesuaikan pemberian obat
dengan menghitung stok optimum. Di level Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
Provinsi, distribusi obat dilakukan untuk tujuan Logistik
buffer bagi Kabupaten/Kota dibawahnya, selain Di beberapa negara, sistem informasi
untuk permintaan kegiatan sosial. Sedangkan manajamen logistik digunakan sebagai cara
untuk obat program, distribusi tergantung dari untuk mengurangi beban pencatatan dan
masing-masing program, dimana instalasi pelaporan di instalasi farmasi maupun fasilitas
farmasi di level Kabupaten/Kota maupun pelayanan kesehatan. Selain itu, sistem
Provinsi lebih sebagai fasilitator mengelola elektronik atau logistic management information
distribusinya baik ke puskesmas atau untuk systems (LMIS) dapat menyediakan data yang
rumah sakit yang telah ditentukan. Dengan tepat waktu dan akurat untuk pengambilan
pencatatan distribusi obat, dapat teridentifikasi keputusan serta untuk melakukan advokasi dan
pola penggunaan obat dan perbekalan mobilisasi sumberdaya yang ada (Whitehouse et
kesehatan di masing-masing institusi. al., 2007). Pemahaman terhadap proses bisnis
manajemen logistik dan alur pelaporan secara
Penggunaan dan Ketersediaan nasional memberikan perspektif baru terhadap
Selain melalui informasi distribusi, pemanfaatan teknologi informasi dan
laporan penggunaan logistik di fasilitas komunikasi untuk pengelolaan logistik di
kesehatan diharapkan dapat menilai Indonesia.
penggunaan obat generik, menaksir biaya obat

165
Volume 6 Nomor 2 – Juni 2016

Pertimbangan teknis penting untuk daya, baik orang, infrastruktur dan sistem
diakomodasi dalam pengembangan sistem informasi. Sayangnya, teknologi informasi
informasi manajemen logistik antara lain 1). belum banyak digunakan secara maksimal
Transaksi data sesuai dengan siklus manajemen untuk pengelolaan data dan informasi logistik.
logistik, mulai dari penerimaan logistik, Untuk mengakomodasi pencatatan dan
manajemen stok, distribusi, evaluasi dan pelaporan dalam rangka mendukung
perencanaan, 2). Output laporan sesuai dengan pemantauan dan evaluasi obat dan perbekalan
kebutuhan lokal dan standar yang kesehatan, penggunaan sistem informasi
direkomendasikan, 3). Penggunaan standar data disarankan untuk mempertimbangkan standar
obat dan perbekalan kesehatan untuk data obat dan pekalan kesehatan, transaksi data
mendukung integrasi data serta interoperabilitas pada proses pembelian dan penerimaan obat,
antar sistem informasi yang berbeda, dan 4). distribusi obat serta penggunaan dan
Tampilan yang mudah dipahami sesuai alur ketersediaan obat.
pelayanan logistik yang dilakukan. Sayangnya penelitian ini tidak melihat
bagaimana pengelolaan logistik di fasilitas
KESIMPULAN kesehatan lain seperti apotik dan rumah sakit.
Kompleksitas pencatatan dan pelaporan Sehingga representasi informasi obat dan
obat dan perbekalan kesehatan di instalasi perbekalan kesehatan di suatu wilayah hanya
farmasi berkaitan dengan struktur organisasi bersumber dari instalasi farmasi milik
dan desentralisasi kesehatan, sumber anggaran, pemerintah. Diperlukan mekanisme untuk
distribusi dan penggunaan obat ke unit layanan menggabungkan informasi dari berbagai sumber
maupun untuk kegiatan sosial. Kompleksitas data sehingga dapat meningkatkan representasi
tersebut harus diakomodasi oleh instalasi informasi obat dan perbekalan kesehatan secara
farmasi yang memiliki keterbatasan sumber nasional.

DAFTAR PUSTAKA
Abouzahr, C., Boerma, T., 2005. Health McMullen, C.K., Ash, J.S., Sittig, D.F., Bunce, A.,
information systems  : the foundations Guappone, K., Dykstra, R., Carpenter, J.,
of public health. Bull. World Health Richardson, J., Wright, A., 2011. Rapid
Organ. 014951. assessment of clinical information
Bossert, T., Bowser, D., Amenyah, J., Copeland, systems in the healthcare setting: an
R., 2003. Guatemala: Decentralization efficient method for time-pressed
and Integration in the Health Logistics evaluation. Methods Inf. Med. 50, 299–
System. Arlington, Va. 307.
Jahre, M., Dumoulin, L., Greenhalgh, L.B., Nelson, D.P., Adams, I.C., 2000. A Guide to
Hudspeth, C., Limlim, P., Spindler, A., Improving Drug Management in
2012. Improving health in developing Decentralized Health Systems: The
countries: reducing complexity of drug Monitoring-Training-Planning Guide for
supply chains, Journal of Humanitarian Program Implementation, Management.
Logistics and Supply Chain Arlington, Va.
Management. PATH, 2010. Common Requirements for
Manso, J.F., Annan, J., Anane, S.S., 2013. Logistics Management Information
Assessment of Logistics Management in Systems. Seattle.
Ghana Health Service. Int. J. Bus. Soc. Roy, C., Jha, H.K., Das, J.K., Bhattacharya, V.,
Res. 3, 75–87. Shivdasani, J.., 2009. A Study on the
Logistics and Supply Management

166
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

System of Drugs at Different Levels in Up, Laboratory and Pharmacy Services.


District Darbhanga of Bihar. Darbhanga Washington DC.
(Bihar). Whitehouse, Mimi, Bawa, A., Chandani, Y.,
Susyanty, A.L., Sasanti, R., Syaripuddin, M., Nicodemus, W., 2007. Computerizing
Yuniar, Y., 2014. Sistem manajemen fan Logistics Management Information
persediaan vaksin di dua provinsi Systems for HIV Tests , Laboratory
Indonesia. Bul. Penelit.Kesehat 42, 108– Supplies , and ARV Drugs. Lessons
121. Learned from Kenya and Uganda.
USAID | DELIVER PROJECT, T.O. 4, 2012. Arlington, Va.
Computerizing Logistics Management World Health Organization, 2010. Monitoring
Information Systems. A Program the building blocks of health systems: a
Manager’s Guide. Arlington, Va. handbook of indicators and their
Walkowiak, H., Keene, D., 2009. Laying a Strong measurement strategies. World Health
Foundation: Managing Medicines and Organization, Geneva, Switzerland.
Supplies for HIV/AIDS Program Scale-

167
Volume 6 Nomor 2 – Juni 2016

168

Anda mungkin juga menyukai