Anda di halaman 1dari 29

PEMBENTUKAN PERUNDANG-

UNDANGAN

OLEH :
I MADE ADI WIDNYANA, S.FARM.,APT., SH., MH

2020
Ada berbagai literatur yang menyebutkan
tentang pengertian peraturan perundang-undangan.
Namun menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan
adalah peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat
secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga Negara atau
pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
Kelembagaan Negara

 Teori trias politica dari montesquieu :


a. Legislatif
b. Eksekutif
c. Yudikatif
Kelembagaan Negara

 Lembaga yang dibentuk berdasarkan UUD seperti


Presiden, Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK,
MA, MK, dan KY;
 Lembaga yang dibentuk berdasarkan UU seperti
Kejaksaan Agung, Bank Indonesia, KPU, KPK, KPI,
PPATK, Ombudsman dan sebagainya;
 Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Pemerintah atau Peraturan Presiden; dan
 Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Menteri
Trias Politica Di Indonesia

 Legislatif : DPR, MPR, DPD


 Eksekutif: Presiden dan Wapres, BPK
 Yudikatif: MA, MK, KY
Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-
Undangan
Ada dua sumber hukum yang menyebutkan tentang
jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.
Sumber-sumber tersebut antara lain ialah :
a) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Nomor III Tahun 2000 Tentang Sumber Hukum
dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
Undangan
b) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Berdasarkan Pasal 2 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor III Tahun 2000
Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan. Tata urutan peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia adalah :
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia;
3. Undang-undang;
4. Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang
(Perpu);
5. Peraturan Pemerintah;
6. Keputusan Presiden;
7. Peraturan Daerah.
Berdasarkan Pasal 7 Undang- undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
terdiri atas :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
 ada juga jenis Peraturan Perundang-Undangan
lainnya yang diatur dalam Pasal 8 Nomor 12
Tahun 2011, yang mencakup:
Peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD,
MA, MK, BPK, KY, Bank Indonesia, Menteri, badan,
lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk
dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas
perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Jadi……

“Peraturan-peraturan yang disebutkan di atas diakui


keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk
berdasarkan kewenangan.”
Peraturan di Indonesia

 Peraturan Perundangan
 Peraturan Pelaksanaan
Materi Muatan Jenis Peraturan Perundang-
Undangan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.

Undang-Undang Dasar 1945. Materi muatan


yang harus diatur berisi :
 Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari 4 alenia;
 Batang Tubuh yang terdiri dari 21 bab, 73 pasal, 3
pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan
tambahan.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Materi muatan yang diatur itu ialah segala keperluan


yang perlu diatur berdasarkan kebutuhan masyarakat
dan pemerintahan, yang meliputi bidang ekonomi,
sosial, budaya, hukum dan hak asasi manusia.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang.
Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang
menurut Pasal 10 berisi: pengaturan lebih lanjut mengenai
 ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
 perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan
Undang-Undang;
 pengesahan perjanjian internasional tertentu;
 tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi;
dan/atau
 pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Sedangkan materi muatan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undangan sama dengan materi muatan
Undang-Undang (Pasal 11).
Jenis Peraturan Pelaksanaan
1. PERATU RAN PEM ERIN TAH
PERATUR A N PEME RI NT AH AD A LAH PER ATUR A N
P E RUN DA NG -U ND AN G AN Y AN G D ITE T AP K A N O LE H
PRES ID E N U NT UK ME N JA L ANK A N U ND AN G- UN DA N G
SE B A GA I MA NA ME ST INY A . MATER I M UAT A N
PERATUR A N PEMER I NTAH BER I S I M ATER I U NT UK
MEN J AL A NKA N U ND A NG -U ND AN G SE B A G AI MA N A
ME S TI NY A. Y AN G DI MAK S UD DE N G AN “ME N JA L ANK A N
UND A NG -U ND AN G SE B A GA IM A NA ME ST I NYA ” ADA L AH
P ENETAP AN PE RAT URA N P E MER INT AH U NT UK
ME L AK SA NAK A N P E RI NT AH UN DA N G-U ND A NG A TA U
UNT UK ME N J AL A NK A N U ND A NG -U ND AN G SE P A N JA N G
DIP E R LUK A N DE N GA N T ID AK ME N Y I MP A N G D AR I
MATE R I Y A N G D I ATUR D A LA M UN DA N G-U ND A NG Y A N G
B E RSANGK UTAN.
2. Peraturan Presiden
Peraturan Presiden yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Materi muatan Peraturan Presiden berisi
materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang,
materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah,
atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan.
Peraturan Presiden dibentuk untuk
menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah secara
tegas maupun tidak tegas diperintahkan
pembentukannya.
3. Peraturan Daerah
Peraturan Daerah terdiri dari peraturan daerah
provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota.
Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-
undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan
persetujuan bersama Bupati/Walikota.
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan
tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus
daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.
4. Peraturan Menteri
Keberadaaan peraturan menteri sebagai peraturan
pelaksanaan merupakan perkembangan baru.
Beberapa undang-undang belakangan ini
mendelegasikan kewenangan legislasi secara
langsung kepada menteri. Sebelumnya instrumen
peraturan pelaksanaan yang digunakan untuk
mengatur lebih lanjut undang-undang adalah
peraturan pemerintah atau peraturan presiden.
5. Peraturan Kepala Lembaga (BI, BPK, DPR)
Beberapa undang-undang mendelegasikan kepada
lembaga tertentu seperti Bank Indonesia, Badan
Pemeriksa Keuangan, DPR, dan badan badan non
departemen lainnya seperti BPOM, BPS, BMKG dll
 Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya
dapat dimuat dalam:
a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Kekurangan Peraturan Pelaksanaan
Pemberian delegasi pembuatan peraturan pelaksanaan
kepada eksekutif mengandung risiko kurangnya publikasi dan
diseminasi. Kurangnya pengawasan serta kurangnya publikasi
dan diseminasi mengakibatkan ketentuan yang dibuat dalam
peraturan pelaksanaan berpotensi menyimpangi,
memperluas, atau mempersempit materi undang-undang.
Selain itu, lembaga eksekutif juga cenderung membuat
ketentuan yang menguntungkan dirinya ketika terdapat
ketentuan dalam undang-undang yang tidak jelas atau tidak
diatur. Hal ini banyak terjadi ketika peraturan pelaksanaan
mengatur mengenai kewenangan kelembagaan.
Kementerian/lembaga secara naluriah cenderung
menginginkan kewenangan yang besar.
Akibat lainnya adalah pengambilan keputusan dalam
membuat peraturan pelaksanaan kurang transparan dan
demokratis. Oleh karenanya, diperlukan pengawasan atas
penggunaan wewenang pembuatan peraturan pelaksanaan
undang-undang setidaknya oleh internal eksekutif.
Pengawasan Peraturan Pelaksanaan
Secara teori, terdapat tiga jenis pengawasan pembuatan peraturan pelaksanaan undang-undang
yakni :
pengawasan oleh internal lembaga eksekutif, oleh lembaga legislatif (DPR), dan oleh
pengadilan (Mahkamah Agung/MA).
 Pengawasan oleh internal eksekutif dilaksanakan melalui forum harmonisasi
di Kementerian Hukum dan HAM dan forum finalisasi di Kementerian
Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet.
 Sementara, pengawasan oleh lembaga legislatif dilakukan secara tidak
langsung. Pengawasan oleh lembaga legislatif biasanya dilakukan ketika
suatu peraturan pelaksanaan menjadi kontroversial di masyarakat, seperti
perpres tentang minuman beralkohol yang terjadi beberapa waktu yang lalu.
Anggota DPR berpendapat atas masalah ini. Namun, tidak ada instrumen
khusus dan kewenangan langsung DPR untuk bisa mengevaluasi perpres
tersebut, sehingga pendapat Dewan hanya sebatas menekan untuk
membatalkan suatu peraturan pelaksanaan.
 Pengawasan oleh Pengadilan dilakukan dengan mekanisme uji materi
(judicial review). MA dapat menyatakan suatu peraturan pelaksanaan
bertentangan dengan undang-undang, baik bertentangan secara substantif
maupun secara formal (prosedural). Pertentangan dengan undang-undang
terjadi ketika suatu peraturan pelaksanaan undang-undang menyimpangi,
memperluas, atau mempersempit ketentuan yang diatur dalam undang-
undang. Selain menguji pertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
MA juga dapat menguji apakah suatu peraturan pelaksanaan bertentangan
dengan kepentingan umum atau mengandung ketentuan yang bertentangan
dengan norma susila.
Detail Undang-Undang

 Undang-Undang/Perundang-undangan (UU)
adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dengan persetujuan
bersama Presiden
Materi undang-undang
 ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; seperti Mengatur lebih lanjut tentang hak-hak
asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan
dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian
kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah,
kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan negara.

 perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan


Undang-Undang;
 pengesahan perjanjian internasional tertentu;
 tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
 pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Tahapan pembentukan undang-undang
Persiapan
Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat diajukan oleh DPR
atau Presiden.
 RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh Menteri atau
pimpinan LPND sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung
jawabnya. RUU ini kemudian diajukan dengan surat Presiden
kepada DPR, dengan ditegaskan menteri yang ditugaskan mewakili
Presiden dalam melakukan pembahasan RUU di DPR. DPR
kemudian mulai membahas RUU dalam jangka waktu paling lambat
60 hari sejak surat Presiden diterima.
 RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan
surat Pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden kemudian menugasi
menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam
jangka waktu 60 hari sejak surat Pimpinan DPR diterima.
 DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR mengenai hal yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
Pembahasan
Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau
menteri yang ditugasi, melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat
komisi/panitia/alat kelengkapan DPR yang khusus menangani legislasi,
dan dalam rapat paripurna.
DPD diikutsertakan dalam Pembahasan RUU yang sesuai dengan
kewenangannya pada rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPR yang
khusus menangani bidang legislasi. DPD juga memberikan pertimbangan
kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan
dengan pajak, pendidikan dan agama.
Pengesahahan
Apabila RUU tidak mendapat persetujuan bersama, RUU tersebut tidak
boleh diajukan lagi dalam persidangan masa itu.
RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan
oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU, dalam
jangka waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama.
RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan menandatangani dalam
jangka waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui oleh DPR dan
Presiden. Jika dalam waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama
tidak ditandatangani oleh Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU
dan wajib diundangkan.
ALUR PROSES PEMBENTUKAN
Ttd
pRES

30
HR

Pemerintah UU

Permasala
han atau
BATAL
isu
Masyarakat DPR
RUU

DPD
Asas-asas dlm perundang-undangan

 1. Asas lex superior derogat legi inferior ;


 2. Asas lex specialis derogat legi generalis ;
 3. Asas lex posterior derogat legi priori ;
 4. Asas undang-undang tidak boleh berlaku
surut (non-retroaktif) / Asas Legalitas
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai