Anda di halaman 1dari 12

A.

CAPAIAN PEMBELAJARAN DAN INDIKATOR PENILAIAN


1. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami konsep absorpsi obat secara oral melalui difusi
pasif serta faktor yang mempengaruhinya khususnya pH melalui percobaan secara
in situ
2. Indikator Penilaian
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep percobaan dan penjelasan parameter
yang harus diamati untuk mengetahui proses absorpsi obat secara in situ
b. Mahasiswa mampu mengkaitkan pengaruh pH terhadap absorbsi obat dengan
mekanisme difusi pasif
c. Mahasiswa mampu melakukan pengumpulan, pengolahan data dan
penyususnan laporan kerja terkait percobaan absorbsi obat secara in situ

B. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Alat
a. Infus set 2 dan kanul/selang infus 2 set
b. Stopwatch/timer
c. Spuit injeksi 1 mL (untuk pemberian anestesi)
d. Timbangan hewan uji
e. Alat-alat gelas (gelas ukur 10 mL, tabung reaksi 15 buah+rak ,
pipet volume 1 mL dan 2 mL , labu takar)
f. Conical flask/microtube 15 buah
g. Alat/perlengkapan operasi (meja operasi, gunting, pinset benang,
penggaris)
h. Spektofotometer UV dan kuvet
i. Sentrifugator
j. Jangka sorong digital
k. Vortex mixer
2. Bahan
a. Larutan dapar HCl pH 1,2

1
b. Larutan dapar fosfat pH 7,5
c. Larutan asam salisilat 150 mg/L dalam berbagai dapar
d. Tikus putih jantan dengan berat 150-170gram sebanyak 2 ekor
e. Larutan injeksi anastesi (ketamine xylazin 75-100 mg/kgBB atau
phenobarbital 100 mg/kgBB)
f. Larutan natrium klorida 0,9 % b/v (infus NaCl)
g. Larutan 5% w/v ZnSO4
h. Larutan 0,3 N Ba(OH)2

3. Cara Kerja 
a. Pembuatan larutan asam salisilat dalam berbagai dapar

Ditimbang asam salisilat sebanyak 75 mg dengan seksama

Dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL

Ditambahkan dapar (dapar HCL pH 1,2 atau dapar fosfat Ph 7,4) sebelum tanda
batas dan kocok hingga larut (bisa menggunakan sonikator bath untuk membantu
melarutkan

Ditambahkan sisa dapar hingga tanda batas, dimasukkan larutan asam salisilat
pada botol infus

Dimasukkan juga larutan dapar tanpa obat pada botol infus yang satu lagi

b. Persiapan hewan uji


Hewan percobaan berupa tikus jantan dengan berat Antara 150-170 gram,
-dipuaskan sehari (kira-kira 24 jam). Hitung dosis anestesi masing-masing tikus,
lalu dianestesi dengan injeksi, ketamine-xylanzine dengan dosis 75-100mg/kgBB

2
tikus secara intraperitoneal (i.p). hewan uji yang digunakan tiap pratikum adalah
sebanyak dua ekor.

Setelah teranestesi (diperlukan waktu 10-30 menit), buka rongga perut tikus
menurut arah linea mediana dengan gunting bedah, setelah dibuka , dicari organ
lambung dan diukur ke arah anal kira-kira 15 cm dari lambung dengan benang,
diberikan

Dibuat lubang denganmemotongan sebagian usus pada tanda dengan gunting


bedah (hati-hati jangan samoau memotong pembuluh darah).  Dimasukkan selang
infus kedalam usus melalui lubang yang telah dibuat, lalu diikat kuat dengan
benang (usahakan agar selang terikat dengan kuat dan tidak mudah terlepas dari
usus serta pemasangan selang dilakukan sedemikian rupa sehingga ujungnya
mengarah kebagian anal.

Diletakkan benang diatas ujung selang pertama, ukur kea rah anal sepanjang 20
cm lalu dibuat lubang kedua pada usus dengan cara yang sama, dimasukkan
selang yang kedua dengan ujung selang mengarah ke bagian oral ke dalam usus
melalui lubang yang dibuat lalu ikat dengan benang

Dihubungkan selang pertama dengan reservoir (botol infus) yang berisi larutan
dapar fosfat dengan pH yang dikehendaki melalui selang. Serta, hubungkan
selang kedua dihubungkan dengan penampung (gelas ukur)

Dipasang botol infus yang berisi larutan dapar tanpa obat pada selang, letakkan
botol infus pada klem, atur kecepatan aliran dapar menjadi 5 cc per menit, setelah
selesai, biarkan larutan dapar mengalir (tanpa ditampung unruk membersihkan
usus hingga semua kotoran hilang

3
Setelah semua kotoran hilang, diganti botol infus dengan botol yang berisi larutan
obat (usahakan agar pergantian botol infus tidak menganggu penempatan selang
pada usus )

Dimenit ke-0 dihitung setelah gelembung larutan obat melewati ujung selang
pertama. Cairan yang kedua (5ml) dari usus pada menit ke-0 di simoan sebagai
blanko

Ditampung larutan obat yang keluar dari usus sebanyak 5 ml tiap waktu, pada
interval waktu 5, 10, 15, 30, 45, 60. Ditentukan kadar obat dalam larutan sampel
dan blankp sehingga diperoleh data kadar obat sebelum dan sesudah dialirkan
melalui intestin

Data lain yang perlu dicatat adalah panjang usus dan diameter usus, hal ini dapat
dilakukan setelah percobaan selesai, dengan memotong usus antara kedua ujung
kanul, satu sisi usus ujungnya ditali dengan benang, setelah diisi cairan baru
kemudian panjang dan diameter usus dapat ditentukan 
 
c. Pengukuran kadar obat dalam larutan dapr fosfat menggunakan metode
spektofotometer

Diambil 1 mL sampel, ditambahkan 2 mL larutan Ba(OH)2 dan 2 mL ZnSO4


(5%), dicampurkan dengan vortex (setiap sampel dari tiap waktu pencuplikan
diberi perlakuan yang sama) kemudian disentrifugasi selama 10 menit kecepatan
5

4
Diambil bagian bening pada sampel yang telah disentrifugasi, lalu baca
absorbansinya, pada spektofotometer pada panjang gelombang maksimum asam
salisilat. Jika diperlukan dapat dilakukan pengenceran pada sampel

C. DATA PENGAMATAN
Tabel 1. Informasi Hewan Uji
No. Bobot Panjang usus untuk Diameter usus Perhitungan dosis agen
Tikus (g) pengujian in situ ( cm ) ( cm ) anastesi
1. 170 g 14 0,8 Ketamine = 20mg/200mg
Xylazine = 4 mg/200mg
2. 187 g 22 0,7 Ketamine = 20mg/200mg
Xylazine = 4 mg/200mg
Perhitungan dosis agen anastesi :
Dosis Ketamine = 100mg/KgBB ( dalan sediaan = 100 mg/mL )
Dosis Xylazine = 10 mg/KgBB ( dalam sediaan = 20 mg/mL )
100 mg× 0,2mL
Jumlah ketamine dalam 0,2 mL = = 20 mg
1mL
20 mg× 0,2mL
Jumlah Xylazine dalam 0,2 mL = = 4 mg
1mL
100 mg×200 g
Dosis Ketamine ( Tikus 200g ) = = 10 mg/200g
1000 g
10 mg×200 g
Dosis Xylazine ( Tikus 200g ) = = 2 mg/200gBB
1000 g

Permasalahan yang timbul selama preparasi hewan uji:


- Usus tikus sulit untuk diikat dengan ujung selang infus, ikatan terputus atau
lepas karena licin
- Sulit menyesuikan kecepatan tetesan infus yaitu 5ml/30detik
- Aliran larutan obat terhambat pada selang infus dimenit ke nol

Perhitungan Kadar Obat


1. Nama bahan obat : Asam salisilat

5
2. Medium pelarutan obat : Dapar HCl pH 1,2
3. pH dan volume medium : 1,2; 500 mL
4. Kecepatan aliran obat : Tikus 1 = 5 mL/menit; Tikus 2 = 5mL/menit
5. λmax obat : 239 nm
6. Pers Kurva baku obat : y = 0,594x + 0,017
Tabel 2. Data kurva baku obat
Tikus 1
Jenis sampel Absorbansi Faktor Pengenceran Kadar ( ppm )
Blanko 0,008 5× -0,015
Menit ke-5 0,014 5× -0,005
Menit ke-10 - 5× -
Menit ke-15 0,008 5× -0,015
Menit ke-30 0,138 5× 0,204
Menit ke-45 - 5× -
Menit ke-60 0,025 5× 0,013
Tikus 2
Jenis Sampel Absorbansi Faktor Pengenceran Kadar ( ppm )
Blanko 0,022 5× 0,008
Menit ke-5 - 5× -
Menit ke-10 0,134 5× 0,197
Menit ke-15 - 5× -
Menit ke-30 0,064 5× 0,079
Menit ke-45 0,062 5× 0,076
Menit ke-60 - 5× -
Perhitungan faktor pengenceran :
1 mL sampel + 2 mL Ba(OH)2 + 2 mL ZnSO4 = 5 mL
Evaluasi Data :
Menentukan nilai tetapan permeabilitas semu :
1. Tikus I
−Q C (1)
Papp= ln
2 πrl C (0)
−5 mL/mnt 0,204 ppm
Papp30 = ln = - 0,11 ( ln 0,00136) = 0,726
2(3,14.0,4 cm.18 cm) 150 ppm
mg/cm.mnt

6
−5 mL/ mnt 0,013 ppm
Papp60 = ln = -0,11 ( ln 0,013/150) =1,029
2(3,14.0,4 cm.18 cm) 150 ppm
cm/mg.mnt
Rata – rata nilai Papp = 0.88 mg/cm.mnt

2. Tikus II
−Q C (1)
Papp = ln
2 πrl C (0)
−5 mL /mnt 0,008 ppm
Papp0= ln = -0,103 ( ln 0,008/150) = 1,013
2(3,14.0,35 cm.22 cm) 150 ppm
mg/cm.mnt
5 mL/mnt 0,197 ppm
Papp10 = ln = -0,103 ( ln 0,0013 ) = 0,683
2(3,14.0,35 cm.22 cm) 150 ppm
mg/cm.mnt
5 mL/mnt 0,079 ppm
Papp30 = ln = -0,103 ( ln 0,079/150 ) = 0,778
2(3,14.0,35 cm.22 cm) 150 ppm
mg/cm.mnt
5 mL/mnt 0,076 ppm
Papp45 = ln = -0,103 ( ln 0,076/150 ) = 0,781
2(3,14.0,35 cm.22 cm) 150 ppm
mg/cm.mnt
Rata –rata Papp = 0.81 mg/cm.mnt

Grafik 1 . Hubungan nilai Papp terhadap waktu ( Tikus I )

Papp Vs Waktu
1.2
1
0.8
0.6
Papp

0.4
0.2
0
25 30 35 40 45 50 55 60 65
Waktu ( menit )

7
Grafik2 . Hubungan nilai Papp terhadap waktu ( Tikus II )

Papp Vs Waktu
1.2
1
0.8
0.6
Papp

0.4
0.2
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Waktu ( menit )

Grafik 3. Hubungan nilai Papp terhadap waktu ( Tikus I pH 7,4 )

Grafik 4. Hubungan nilai Papp terhadap waktu ( Tikus II pH 7,4 )

8
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan bertujuan untuk mengetahui proses
absorpsi obat secara in situ melalui parameter yang diamati dan untuk mengaitkan
pengaruh pH terhadap absorpsi obat dengan mekanisme difusi pasif. Hewan uji yang
digunakan adalah 2 ekor tikus putih dengan bobot 170 g dan 187 g. Obat yang
digunakan dalam percobaan ini adalah larutan asam salisilat 150 mg/L dan larutan
dapar HCl pH 1,2. Asam salisilat mempunyai pKa 3,0 dan mempunyai nilai log P
sebesar 2,23 (Moffat, dkk., 2011) dengan nilai log P tersebut maka asam salisilat
bersifat lipofil sehingga cenderung mempunyai permeabilitas dan absorpsi yang baik.
Larutan dapar HCl pH 1,2 digunakan sebagai gambaran dari pH lambung. Sehingga
dapat dibandingkan penyerapan obat yang terjadi di lambung dan di usus.
Larutan injeksi anastesia yang digunakan adalah kombinasi ketamine 100mg/mL
dan xylazin 20mg/mL, diberikan sebanyak 0,2 mL secara intraperitoneal. Dosis
xylazin yang digunakan ditingkatkan 2 kali dari awal 2 mg/200g menjadi 4 mg/200g.
Dosis ketamine yang digunakan 20 mg/200g seperti pada tabel 1. Ketamin adalah
anestesi umum non barbiturat yang bekerja cepat dan termasuk dalam golongan fenyl
cyclohexylamine. Efek puncak pada hewan umumnya tercapai dalam waktu 6-8
menit dan anestesi berlangsung selama 30-40 menit, sedang untuk pemulihan
membutuhkan waktu sekitar 5-8 jam. (Kusumawati dan Sardjana, 2004).

9
Xylazin HCl merupakan senyawa sedatif golongan α2 adrenergik agonis yang
bekerja dengan cara mengaktifkan central α2–adrenoreceptor. Xylazin menyebabkan
penekanan sistem saraf pusat yang diawali dengan sedasi kemudian pada dosis yang
lebih tinggi digunakan untuk hipnotis, sehingga akhirnya hewan menjadi tidak sadar
dan teranestesi. Kombinasi ketamin-xylazin menyebabkan perlambatan absorpsi
ketamin sehingga eliminasi ketamin lebih lama, hal ini menyebabkan durasi anestesi
lebih panjang (Zulfadli, 2005).
Setelah kedua tikus dianastesi, dilakukan preparasi selanjutnya yaitu dengan
membelah perut tikus sehingga dapat dilihat usus tikus tersebut. Setelah itu diukur
dengan benang sepanjang 15 cm dari pangkal lambung menuju usus, karena
diasumsikan letak usus jejunum 15 cm setelah lambung. Jejunum digunakan dalam
percobaan absorpsi obat karena merupakan bagian dari usus halus sebagai tempat
penyerapan obat yang utama. Sebab mempunyai luas penampang yang lebih luas
dibandingkan dengan duodenum dan ileum, disertai dengan banyak pili dan mikropili
didalamnya.
Tahap selanjutnya adalah mengukur kecepatan aliran obat pada infus melewati
usus yaitu 5 mL/ menit. Setelah selesai, dibiarkan larutan dapar mengalir untuk
membersihkan bagian dalam usus. Kemudiaan dialiri dengan larutan obat asam
salisilat. Setelah penampungan obat sisa sesuai interval yang telah ditentukan, mulai
dari waktu ke -0 sampai waktu ke-60 menit. Setelah itu panjang dan diameter usus
kedua tikus diukur untuk mengetahui luas area permukaan usus. Berdasarkan tabel 1.
panjang usus tikus I dan II yaitu 18 cm dan 22 cm sedangkan diameter usus kedua
tikus tersebut berturut – turut yaitu 0,8 cm dan 0,7 cm.
Disisi lain dibuat persamaan kurva baku asam salisilat dengan spektrofotometri
UV –Vis. Persamaan kurva baku obat yang diperoleh pada panjang gelombang
maksimum 239 nm adalah y = 0,594x + 0,017. Alasan dilakukan pengukuran serapan
pada panjang gelombang maksimum karena pada panjang gelombang tersebut
absorbansi paling tinggi sehingga kadar obat yang teramati paling besar sehingga
akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimum pula (Zulkarnain, dkk., 2008).
Sampel yang telah ditampung kemudian ditambahkan dengan larutan Ba(OH)2 dan

10
larutan ZnSO4. Tujuan penambahan larutan Ba(OH)2. Penambahan larutan Ba(OH)2
bertujuan untuk meminimalisasi masuknnya oksigen dari luar ke dalam larutan yang
dapat mengoksidasi dan penambahan ZnSO4 bertujuan untuk mengendapkan protein.
Selanjutnya sampel divortex dan disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 5
rpm. Kemudian bagian bening hasil sentrifugasi diambil dan di ukur absorbansinya
pada spektrofotometer UV-Vis untuk mendapatkan persamaan kurva baku. Masing –
masing absorbansi yang didapat dimasukkan kedalam persamaan kurva baku yang
telah didapat, sehingga diperoleh kadar obat sesuai pada tabel 2 dengan nilai faktor
pengenceran sebesar 5x. Nilai kadar minus dianggap nol.
Sedikitnya kadar obat sisa absorpsi yang didapat karena obat bersifat asam lemah
sehingga dengan dapar HCl 1,2 maka obat akan berada dalam bentuk tak terion
( bentuk utuh ) sehingga penyerapan obat juga akan lebih banyak dan sedikit obat
yang dieksresikan. Setelah mendapatkan kadar obat sisa, selanjutnya ditentukan nilai
Papp ( tetapan permeabilitas semu ) sebagai parameter absorpsi obat secara in situ.
Rata – rata nilai Papp tikus I dan tikus II berturut –turut adalah 0,88 dan 0,81
mg/cm.mnt. Papp menunjukkan nilai permeabel dan membran, semakin tinggi maka
waktu obat didalam membran untuk absorbsi semakin lama, sebaliknya jika rendah
maka obat akan cepat keluar dan efek yang diinginkan tidak tercapai.
Nilai Papp tiap tikus, nilainya berbeda - beda, hal ini dipengaruhi oleh nilai
kecepatan alir obat ( Q). selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi fisiologis dari
masing - masing tikus berbeda. Nilai rata –rata Papp tikus I dan II dapar fosfat pH 7,4
yaitu 0,898 dan 0,667. Berdasarkan kurva /grafik1,2,3 dan 4, dapat dilihat bahwa
Papp yang paling bagus ada pada grafik 1 dan 2 dengan dapar HCl pH 1,2
dibandingkan dengan grafik 3 dan 4 dengan dapar fosfat pH 7,4. Hal ini disebabkan
karena obat bersifat asam lemah sehingga akan lebih permeable pada kondisi pH
asam dibandingkan dengan pH basa atau netral ( pH 7,4 ). Pada pH 7,4 tersebut obat
asam salisilat akan berbentuk tak terion sehingga lebih tidak permeabel dan
mempunyai nilai Papp lebih kecil.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dibuat dapat disimpulkan bahwa :

11
1. Parameter diamati untuk mengetahui proses absorpsi obat secara in situ adalah
Papp, lifofilisitas obat dan kondisi fisiologis tikus
2. Pengaruh pH terhadap absorpsi asam salisilat yaitu semakin asam pH medium
( dapar ) yang digunakan maka absorpsi obat akan semakin baik karena obat
dalam bentuk tak terion

F. DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati, D dan Sardjana, IKW. 2004. Anestesi Veteriner. Yogyakarta (ID):UGM
Moffat, A., Osselton, M., Widdop, B., 2011. Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons,
Fourth Edition. Pharmaceutical Press
Zulfadli RH. 2005. Tekanan Darah, Frekuensi Jantung, Pernafasan dan Suhu Tubuh
Domba Jantan dan Laktasi Non-Anestesia dan Teranestesia dengan Xylazin-
Ketamin [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Zulkarnain, A., Kusumawida, A., Kurniawati, T., 2008. Pengaruh Penambahan
Tween 80 dan Polietilen glikol 400 terhadap Absorpsi Piroksikam melalui
Lumen Usus In situ. Majalah Farmasi Indonesia, 19(1)

12

Anda mungkin juga menyukai