Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK: STIMULASI PERSEPSI SESI 1-2

TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PENDENGARAN PADA


PASIENSKIZOFRENIA DI RUANG
FLAMBOYAN RUMAH SAKIT JIWAMENUR
SURABAYA

Aristina Halawa
halawaaristina@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pasien halusinasi biasanya lama dalam hal mengontrol halusinasi bahkan setelah pasien pulang pun
masih mengalami halusinasi. TAK sudah dilakukan tetapi masih belum spesifik sesuai masalah
pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok:
Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien
skizofrenia di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Penelitian ini menggunakan
desain penelitian Pra-Eksperimen dengan menggunakan one group pre-post test design, populasi
pada penelitian ini sebanyak 10 respondenya itu seluruh pasien skizofrenia yang mengalami
halusinasi pendengaran dan jumlah sampel yang diambil adalah 9 responden dengan menggunakan
Simple Random Sampling. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi sebelum dan setelah
dilakukan TAK, kemudian di uji dengan menggunakan uji Wilcoxon. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mampu mengontrol halusinasi sebelum TAK
sebanyak 6 orang (66.7%), sebagian besar responden mampu mengontrol halusinasi setelah TAK
sebanyak 8 orang (88.9%) dan ada pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-
2 terhadap kemampuan mengontrol halusinasi dengan nilai p=0.025. Diharapkan agar perawat
mengevaluasi kemampuan pasien setelah memberikan TAK dan dapat memberikan TAK ulang
bagi pasien yang belum mampu untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam mengontrol
halusinasi.

Kata kunci :Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi, Halusinasi.

Pendahuluan halusinasinya, karena isi halusinasinya dapat


berupa ancaman dan suara yang menakutkan.
Gangguan persepsi sensori Jika pasien tersebut tidak bisA mengontrol
(halusinasi) merupakan salah satu masalah halusinasinya maka pasien akan mencederai
keperawatan yang dapat ditemukan pada dirinya sendiri, orang lain dan
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan lingkungan.Salah satu terapi untuk halusinasi
sensasi berupa suara, penglihatan, adalah Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
pengecapan, perabaan atau penghiduan tanpa khususnya Stimulasi Persepsi. Terapi
stimulus yang nyata (Keliat dkk, 2007). Salah Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi
satu jenis halusinasi yang paling sering adalah terapi yang menggunakan aktivitas
dijumpai yaitu halusinasi pendengaran. sebagai stimulus dan terkait dengan
Halusinasi pendengaran dapat berupa bunyi pengalaman atau kehidupan untuk
mendenging atau suara bising yang tidak didiskusikan dalam kelompok (Keliat, 2007).
mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar Terapi Aktivitas Kelompok:
sebagai sebuah kata atau kalimat yang Stimulasi Persepsi bertujuan agar pasien
bermakna. Suara itu bias menyenangkan, dapat mempersepsikan stimulus yang
menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula dipaparkan kepadanya dengan tepat dan
berupa ancaman, mengejek, memaki atau dapat menyelesaikan masalah yang timbul
bahkan yang menakutkan dan kadang-kadang dari stimulus yang dialami dan dapat
mendesak atau memerintah untuk berbuat membantu pasien mengenali dan mengontrol
sesuatu seperti membunuh dan merusak gangguan halusinasi yang dialaminya.
(Yosep, 2007). Berdasarkan pengalaman peneliti
Pada fase tertentu ada beberapa saat melakukan praktek keperawatan pada
pasien yang merasa terganggu dengan isi saat pemberian proses keperawatan, pasien
dengan halusinasi pendengaran di Rumah karakteristik yang berbeda (Stuart and
Sakit biasanya lama dalam hal mengontrol Laraia,2001 dikutip oleh Intansari, 2008).
halusinasi bahkan setelah pasien pulang pun Pada tahap ketiga pengalaman sensori pasien
masih mengalami halusinasi. Menurut data menjadi berkuasa. Pasien mulai menyerah
penelitian Ayu (2010) Terapi Aktivitas untuk melawan halusinasinya dan
Kelompok (TAK): Stimulasi Persepsi membiarkan halusinasi menguasai dirinya.
merupakan salah satu jenis terapi yang dinilai Pasien cenderung mengikuti petunjuk yang
cukup efektif untuk mengontrol halusinasi diberikan halusinasinya. Jika hal ini
pasien. Apabila terapi ini dilatih secara terus dibiarkan halusinasi pasien akan berlanjut
menerus memiliki pengaruh yang cukup kuat pada fase keempat dimana pasien mengalami
dalam membantu pasien untuk berlatih panik yang berlebihan karena pengalaman
mengontrol halusinasi, namun berdasarkan sensori pasien sudah mulai terganggu
pengalaman peneliti di Rumah Sakit Jiwa sehingga pasien mulai merasa terancam
Menur TAK yang dilakukan di ruangan dengan datangnya suara-suara itu terutama
masih belum spesifik sesuai masalah pasien bila pasien tidak menuruti perintah yang
tetapi dilakukan secara bersama dengan didengarnya dari halusinasinya, saat itu
pasien lain yang memiliki masalah pasien akan merasa panik, cemas, takut dan
keperawatan yang berbeda. pasien akan kehilangan control dalam dirinya
Menurut Arif (2006) yang berakibat pasien akan melakukan
mengungkapkan bahwa 99% pasien yang tindakan yang dapat membahayakan dirinya,
dirawat di Rumah Sakit Jiwa adalah pasien orang lain dan lingkungan. Untuk
dengan diagnosis medis skizofrenia. memperkecil dampak yang ditimbulkan,
Lebihdari 90% pasien skizofrenia mengalami dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat
halusinasi (Yosep, 2011). Stuart &Laraia (Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009).
(2005) menyatakan bahwa pasien dengan Tindakan yang dapat diberikan pada
diagnosis medis skizofrenia sebanyak 70% pasien halusinasi pendengaranya itu dengan
mengalami halusinasi pendengaran. Di Terapi Aktivitas Kelompok khususnya
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya tahun Stimulasi Persepsi. Terapi ini merupakan
2006, rata-rata terdapat 150 pasien terapi yang bertujuan untuk mempersepsikan
skizofrenia perbulan yang mengalami stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan
halusinasi 60% (90 pasien) (Medical Record tepat sehingga pasien dapat menyelesaikan
RSJ Menur Surabaya, 2005 dikutip oleh masalah yang timbul dari stimulus (Farida
Agusta, 2007). Dari 90 pasien halusinasi danYudi, 2010). Penggunaan terapi
yang mengalami halusinasi pendengaran kelompok dalam praktek keperawatan jiwa
sekitar 50% atau 45 pasien. akan memberikan dampak positif dalam
Berdasarkan pengalaman penulis saat upaya pencegahan, pengobatan atau terapi
melakukan penelitian di Ruang Flamboyan serta pemulihan kesehatan. Terapi Aktivitas
Rumah Sakit Jiwa Menur pada tanggal 2 Kelompok: Stimulasi Persepsi ini sebagai
April – 12 April 2014 terdapat 7 masalah upaya untuk memotivasi proses berpikir,
keperawatan yaitu halusinasi, perilaku mengenal halusinasi, melatih pasien
kekerasan, harga diri rendah, isolasi sosial, mengontrol halusinasi serta mengurangi
deficit perawatan diri, waham dan resiko perilaku maladaptive (Purwaningsih dan Ina,
bunuh diri, dengan jumlah pasien di Ruang 2010). Terapi ini dilakukan dalam 5 sesi,
Flamboyan yaitu 25 pasien. Dari 25 pasien dimana pada sesi pertama pasien akan
yang mengalami halusinasi yaitu sekitar 40% diajarkan untuk mengenal halusinasi, sesi 2
atau 11 pasien. Dari 11 pasien halusinasi mengontrol halusinasi dengan menghardik,
yang mengalami halusinasi pendengaran sesi 3 mengontrol halusinasi dengan
sekitar 90% atau 10 pasien. Ini merupakan melakukan kegiatan, sesi 4 mengontrol
angka yang cukup besar sehingga perlu halusinasi dengan cara bercakap-cakap
mendapat perhatian dari perawat khususnya dengan orang lain dan sesi ke 5 dengan patuh
halusinasi pendengaran. Jika hal ini tidak minum obat. Dengan diberikannya terapi
segera ditangani maka akan banyak Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi ini
menimbulkan masalah. diharapkan dapat memberikan pengaruh yang
Halusinasi berkembang melalui 4 cukup kuat dalam membantu pasien dalam
fase, dimana setiap fase memiliki hal mengontrol halusinasi.
Metoda selanjutnya. Sebelum masuk ke sesi II pasien
akan diobservasi mengenai kemampuan
Berdasarkan tujuan penelitian, desain mengontrol halusinasi yaitu menghardik,
penelitian yang digunakan adalah Pra- selanjutnya pasien diberikan TAK: Stimulasi
Eksperimen dengan menggunakan one group Persepsi Sesi II, setelah diberikan TAK
pre-post test design yang bertujuan untuk pasien diobservasi kembali mengenai
mengungkapkan hubungan sebab akibat pada kemampuan mengontrol halusinasi yaitu
satu kelompok subjek yang akan diobservasi menghardik. Pelaksanaan TAK dilakukan
sebelum dilakukan intervensi, kemudian dalam 1 kali pertemuan setiap sesinya dan
diobservasi lagi setelah intervensi pelaksanaan sesi I dan sesi II adalah 2 hari.
(Notoatmojo, 2001). Pada penelitian ini Pada lembar observasi terdapat 2 sesi yang
penulis ingin mengetahui Pengaruh Terapi masing-masing sesi ada 4 item pernyataan
Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi dan akan dinilai per-sesi, untuk jawaban ya
1-2 terhadap Kemampuan Mengontrol diberi nilai 1 dan untuk jawaban tidak diberi
Halusinasi Pendengaran pada Pasien nilai 0. Hasil dari observasi dikategorikan
Skizofrenia di Ruang Flamboyan Rumah sebagai berikut: mampu jika skor 4 dan tidak
Sakit Jiwa Menur Surabaya. Populasi dalam mampu jika skor < 4. Hasil dari observasi
penelitian ini adalah semua pasien kemampuan responden dianalisa dengan
Skizofrenia yang mengalami halusinasi menggunakan statistik nonparametric dengan
pendengaran di Ruang Flamboyan Rumah Uji Wilcoxon.
Sakit Jiwa Menur Surabaya sejumlah 10
responden
Kriteria populasi pada penelitian ini yaitu Data Umum
Pasien dengan halusinasi pendengaran Karakteristik responden berdasarkan umur
sampai tahap 4 dan memiliki kemampuan
verbal baik dan mampu berkomunikasi
100%
dengan baik serta masih dapat sharing
(bertukar pendapat) serta bersedia untuk
Umur
80%
diteliti. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah Pasien halusinasi dengan panik dan 60%
amuk. 40%
Instrument penelitian ini 33.3%
22.2% 22.2% 22.2%
menggunakan observasi.Lembar observasi ini 20%
bertujuan untuk mengetahui kemampuan 0%
0%
pasien dalam mengontrol halusinasi sebelum
dan sesudah dilakukannya TAK. 20-30 31-40 41-50 51-60 > 61
Responden dipilih melalui tahun tahun tahun tahun tahun
Persen
probability sampling dimana teknik yang
memberi kesempatan yang sama bagi
anggota populasi untuk dipilih menjadi
sampel. Sampling yang digunakan yaitu Gambar 1 Diagram batang distribusi
simple random sampling. frekuensi responden
Proses pengumpulan data peneliti melakukan berdasarkan umur di Ruang
observasi tentang kemampuan mengontrol Flamboyan Rumah Sakit Jiwa
halusinasi, yaitu mengenal halusinasi, Menur Surabaya, April 2014
selanjutnya pasien akan diberikan TAK:
Stimulasi Persepsi Sesi I, setelah diberikan
TAK pasien diobservasi lagi mengenai
kemampuan pasien dalam hal mengenal
halusinasi, jika dari hasil observasi ada
pasien yang belum mampu mengenal
halusinasi maka responden tersebut akan
dilatih oleh peneliti sampai dapat mengenal
halusinasi sesuai kontrak dengan responden,
agar responden tersebut dapat mengikuti sesi
Karakteristik responden berdasarkan
pendidikan Gambar 4 Diagram batang distribusi
frekuensi responden
100% berdasarkan lama dirawat di
80%
Pendidikan RSJ di Ruang Flamboyan
66.7%
60% Rumah Sakit Jiwa Menur
40% Surabaya, April 2014
22.2%
20% 0% 11.1% 0%
0%
Karakteristik responden berdasarkan
berapa kali dirawat di RSJ

100%
Berapa kali dirawat di RSJ
persen 77.8%
80%

Gambar 2 Diagram batang distribusi 60%


frekuensi responden 40%
berdasarkan pendidikan di
22.2%
Ruang Flamboyan Rumah 20%
Sakit Jiwa Menur Surabaya, 0%
April 2014 0%
1 kali 2-3 kali >3 kali
Karakteristik responden berdasarkan persen
status perkawinan

100% Gambar 5 Diagram batang distribusi


Status Perkawinan frekuensi responden
80% berdasarkan berapa kali
dirawat di RSJ di Ruang
60% 55.6% Flamboyan Rumah Sakit Jiwa
40% 33.3%
Menur Surabaya, April 2014

20% 11.1% Data Khusus

0% Tabel 1 Distribusi frekuensi responden


Tidak kawin Kawin Janda berdasarkan kemampuan
persen mengontrol halusinasi sebelum
Gambar 3 Diagram batang distribusi pelaksanaan TAK: Stimulasi
frekuensi responden Persepsi Sesi 1-2 di Ruang
berdasarkan status perkawinan Flamboyan Rumah Sakit Jiwa
di Ruang Flamboyan Rumah Menur Surabaya, April 2014
Sakit Jiwa Menur Surabaya,
April 2014 Kemampuan
mengontrol Jumlah Prosentase
Karakteristik responden berdasarkan lama halusinasi
dirawat di RSJ Mampu 3 33.3 %
100% 100% Tidak mampu 6 66.7 %
Lama dirawat di RSJ Total 9 100 %
80%

60%

40%

20%
0% 0%
0%
0-1 bulan1-2 bulan2-3 bulan
persen
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden tidak mampu Pelaksanaan
mengontrol halusinasi sebelum pelaksanaan TAK
Pos
TAK: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 dengan Kemampuan Pre % %
t
jumlah responden 6 orang (66.7%). mengontrol
halusinasi
Karakteristik responden berdasarkan
33.
kemampuan mengontrol halusinasi setelah Mampu 3 8 88.9%
3%
pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok:
66.
Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 Tidak Mampu 6 1 11.1%
7%
Tabel 2 Distribusi frekuensi responden 100
Total 9 9 100%
berdasarkan kemampuan %
mengontrol halusinasi setelah p=0.025
pelaksanaan Terapi Aktivitas
Kelompok: Stimulasi Persepsi Pembahasan
Sesi 1-2 di Ruang Flamboyan
Rumah Sakit Jiwa Menur Pada pembahasan akan diuraikan
Surabaya, April 2014 hasil penelitian dari kemampuan mengontrol
halusinasi sebelum pelaksanaan TAK:
Kemampuan Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 dan kemampuan
Prosenta mengontrol halusinasi setelah pelaksanaan
mengontrol Jumlah
se TAK: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 di Ruang
halusinasi
Mampu 8 88.9 % Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur
Surabaya, April 2014.
Tidak mampu 1 11.1 %
Total 9 100 %
Kemampuan pasien mengontrol halusinasi
pendengaran sebelum pemberian Terapi
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui
Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi
bahwa sebagian besar responden mampu
1-2 pada pasien skizofrenia di Ruang
mengontrol halusinasi setelah pelaksanaan
Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur
TAK: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 dengan
Surabaya
jumlah responden 8 orang (88.9%).
Berdasarkan tabel 1 kemampuan
pasien mengontrol halusinasi sebelum
Tabulasi Silang Kemampuan Mengontrol
pelaksanaan TAK: stimulasi persepsi sesi 1-2
Halusinasi Sebelum dengan Setelah
dapat dilihat bahwa pasien yang tidak mampu
Pelaksanaan TAK: Stimulasi Persepsi Sesi 1-
mengontrol halusinasi sebanyak 6 orang
2
(66.7%) dan yang mampu sebanyak 3 orang
(33.3%). Berdasarkan informasi yang didapat
Tabel 3 Distribusi frekuensi
pelaksanaan TAK sudah dilakukan dalam
kemampuan mengontrol
waktu 2x seminggu, namun terdapat pasien
halusinasi sebelum dan setelah
yang belum mampu mengontrol halusinasi.
pelaksanaan TAK: Stimulasi
Kemampuan pasien dalam mengontrol
Persepsi Sesi 1-2 di Ruang
halusinasi dapat dipengaruhi oleh beberapa
Flamboyan Rumah Sakit Jiwa
faktor, salah satunya yaitu kemampuan
Menur Surabaya, April 2014
mengingat atau menerima informasi
(Wahyuni, 2011). Bila dihubungkan dengan
Hasil analisis dari uji Wilcoxon
karakteristik pendidikan responden
diketahui bahwa nilai p=0.025 yaitu p < α
padagambar 2 yang menunjukkan bahwa
(0.05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada
sebagian besar responden berpendidikan SD
pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok:
yaitu sebanyak 6 orang (66.7%).Seseorang
Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 terhadap
dengan pendidikan rendah biasanya memiliki
kemampuan mengontrol halusinasi
daya tangkap yang kurang dalam menerima
pendengaran pada pasien skizofrenia di
informasi sehingga informasi yang pernah
Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur
diberikan tidak semuanya tersimpan dalam
Surabaya.
ingatan pasien. Ini sesuai dengan teori mengontrol halusinasi sebanyak 8 orang
Notoadmojo (1985) dikutip oleh Jannah (88.9%) dan yang tidak mampu sebanyak 1
(2012) dimana semakin tinggi tingkat orang (11.1%). Hasil tersebut menunjukkan
pendidikan seseorang semakin banyak bahwa terjadi peningkatan kemampuan
pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya mengontrol halusinasi setelah dilakukan
semakin rendah pendidikan seseorang akan TAK: Stimulasi Persepsi. Menurut Keliat,
menghambat perkembangan seseorang dkk (2007) TAK: Simulasi Persepsi adalah
terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. terapi yang menggunakan aktivitas kelompok
Selain tingkat pendidikan, usia juga dapat sebagai stimulus dan terkait dengan
memengaruhi kemampuan seseorang dalam pengalaman dan atau kehidupan untuk
menerima inforrmasi yang diberikan. didiskusikan dalam kelompok. Terapi ini
Menurut Notoadmodjo (1995) dikutip oleh bertujuan untuk mempersepsikan stimulus
Bayu (2011) mengungkapkan bahwa semakin yang dipaparkan kepadanya dengan tepat
cukup umur tingkat kematangan dan sehingga pasien dapat menyelesaikan
kekuatan seseorang semakin konstruktif masalah yang timbul dari stimulus.
dalam menggunakan koping terhadap proses Berdasarkan hasil penelitian dan dikaitkan
berpikir mereka masih baik, sehingga dengan teori diatas maka didapatkan bahwa
pengalaman-pengalaman yang mereka pelaksanaan TAK berpengaruh terhadap
peroleh dapat benar-benar menjadi kemampuan pasien dalam hal mengontrol
pengetahuan yang benar-benar bermanfaat. halusinasi dengan dilaksanakannya TAK
Namun disisi lain, makin tua umur seseorang hampir seluruh responden dapat mengingat
memang semakin banyak pengalaman yang dan melakukan kedua cara untuk mengontrol
didapat tetapi tidak semuanya dapat diproses halusinasi baik secara mandiri maupun
dalam fikiran dengan baik sebab pada usia sedikit dibantu (diingatkan). Hal ini
tertentu seseorang mengalami penurunan disebabkan adanya konsentrasi responden
kemampuan dalam menerima informasi yang yang baik dan adanya ketertarikan responden
diterima. Hal ini dibuktikan dengan gambar 1 terhadap TAK yang dilaksanakan sehingga
yang menyatakan bahwa sebagian besar setelah dilaksanakannya TAK ini,
responden berumur 41-50 tahun yaitu kemampuan responden dalam mengontrol
sebanyak 3 orang (33.3%).Usia ini termasuk halusinasi dapat mengalami peningkatan.
dalam usia dewasa akhir dimana pada Ketertarikan responden mengikuti TAK akan
umumnya orang percaya bahwa proses menambah pengalaman lagi bagi pasien yang
belajar, memori dan intelegensi mengalami sudah pernah mengikuti TAK, sehingga hal
penurunan bersamaan dengan terus ini tentunya akan menguatkan informasi yang
bertambahnya usia sehingga kecepatan dalam tersimpan dalam memori pasien. Pengalaman
memproses informasi mengalami penurunan dapat diartikan sebagai memori episodic,
pada masa dewasa akhir. Dari kurangnya yaitu memori yang menyimpan peristiwa
pendidikan dan usia responden yang yang terjadi atau dialami individu pada waktu
kebanyakan memasuki dewasa akhir dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai
membuat kemampuan dalam menyerap atau referensi otobiografi (Daehler & Bukatko,
menerima informasi berkurang sehingga 1985 dalam Syah, 2003). Dari pengalaman
sebagian besar responden belum mampu mengikuti TAKsebelumnya ditambah dengan
mengontrol halusinasi. adanya pelaksanaan TAK kembali
membuatpengetahuan pasien tentang cara
mengontrol halusinasi menjadi bertambah,
Kemampuan pasien mengontrol halusinasi karena semakin banyak pengalaman yang
pendengaran setelah pemberian Terapi didapat semakin bertambah pula pengetahuan
Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi seseorang, yang membuat seseorangmenjadi
1-2 pada pasien skizofrenia di Ruang lebih baik. Hal ini sesuai dengan gambar 4
Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur yang menyatakan bahwa seluruh reponden
Surabaya (100%) yang dirawat dengan lama rawat 0-1
Berdasarkan tabel 2 kemampuan bulan. Sesuai dengan teori Noviandi (2008)
pasien mengontrol halusinasi setelah yang menyatakan semakin lama pasien
pelaksanaan TAK: Stimulasi Persepsi Sesi 1- dirawat semakin banyak pasien tersebut
2 dapat dilihat bahwa pasien mampu mendapatkan terapi pengobatan dan
perawatan, sehingga pasien akan mampu TAK yang membuat pengetahuan pasien
mengontrol halusinasinya. Faktor lain yang semakin bertambah sehingga membuat
mendukung adalah adanya dukungan kemampuan mengontrol halusinasi dapat
keluarga. Menurut Hawari (2006) keluarga mengalami peningkatan.
memberikan perawatan kesehatan yang Menurut penelitian Ayu (2010)
bersifat preventif dan secara bersama-sama apabila terapi aktivitas kelompok dilatih
merawat anggota keluarga yang sakit karena secara terus menerus memiliki pengaruh
keluarga merupakan unit terkecil dari yang cukup kuat dalam membantu pasien
masyarakat yang paling dekat hubungannya untuk berlatih mengontrol halusinasi.
dengan penderita, dukungan keluarga juga Pelaksanaan TAK pada penelitian ini
dapat meningkatkan kepatuhan penderita dilakukan selama 2 hari berturut-turut yang
pada penatalaksanaan kesembuhannya. Hal dapat meningkatkan kemampuan mengingat
ini tampak pada gambar 3 yang menyatakan apalagi dilakukan oleh peneliti sendiri,
bahwa sebagian besar responden dengan sehingga terdapat peningkatan kemampuan
status perkawinan kawin sebanyak 5 orang mengontrol halusinasi yang menunjukkan
(55.6%). Dengan status menikah maka pasien bahwa ada pengaruh Terapi Aktivitas
mendapatkan dukungan dari keluarga, karena Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2
disini pasien memerlukan bantuan orang lain terhadap kemampuan mengontrol halusinasi
yang mendorong dan memotivasi pasien pendengaran pada pasien skizofrenia.
untuk sembuh. Dukungan keluarga sangat
dibutuhkan karenaakan membuat pasien Simpulan
merasa diperhatikan, dihargai dan diakui oleh 1. Kemampuan pasien skizofrenia dalam
keluarga, sehingga menimbulkan semangat mengontrol halusinasi pendengaran sebelum
dari dalam diri pasien itu sendiri, maka pemberian Terapi Aktivitas Kelompok:
tindakan medis dan keperawatanapapun yang Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 didapatkan
akan diberikan kepada pasien maka pasien bahwa pasien yang mampu mengontrol
akan dengan senang hati mau menaatinya. halusinasi sebanyak 3 orang (33.3%).
2. Kemampuan pasien skizofrenia dalam
Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: mengontrol halusinasi pendengaran setelah
Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 terhadap pemberian Terapi Aktivitas Kelompok:
kemampuan mengontrol halusinasi Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 didapatkan
pendengaran pada pasien skizofrenia di sebagian besar responden mampu mengontrol
Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur halusinasi sebanyak 8 orang (88.9%).
Surabaya 3. Ada pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok:
Berdasarkan tabulasi silang tabel 3 Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 terhadap
dapat diketahui bahwa pasien yang mampu kemampuan mengontrol halusinasi
mengontrol halusinasi sebelum pelaksanaan pendengaran pada pasien skizofrenia.
TAK: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 sebanyak 3
orang (33.3%) dan pasien mampu
mengontrol halusinasi setelah palaksanaan
TAK: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 sebanyak 8 DAFTAR PUSTAKA
orang (88.9%). Hasil uji statistic wilcoxon
pengaruh TAK: Stimulasi Persepsi terhadap Arif, I.S. 2006. Skizofrenia: Memahami
kemampuan mengontrol halusinasi Dinamika Keluarga Pasien.
pendengaran pada pasien skizofrenia Bandung: RefikaAditama
didapatkan hasil p=0.025 yang berarti p<0.05
dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima Ayu.2010. Pengaruh Terapi Aktivitas
yang memiliki arti ada pengaruh Terapi Kelompok terhadap Kemampuan
Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi Mengontrol Halusinasi. Medan:
1-2 terhadap kemampuan mengontrol http://www.search-
halusinasi pendengaran pada pasien document.com/pdf/1/9/jurnal-
skizofrenia di Ruang Flamboyan Rumah keperawatan-jiwa-tentang-terapi-
Sakit Jiwa Menur Surabaya.Hal ini pasien-halusinasi.html. diunduh
kemungkinan dikarenakan adanya tanggal 1 Oktober 2013 pukul 15.00
ketertarikan responden terhadap pelaksanaan
Bayu. 2011. Konsep Respon Psikososial
:http://suka2-
bayu.blogspot.com/2011/11/konsep-
respon-pskososial.html. diunduh
tanggal 15 April 2014 pukul 15.30

Hawari, Dadang. 2006. Pendekatan Holistik


pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Keliat dan Akemat. 2010. Model Praktik


Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC

Keliat dkk. 2007. Keperawatan Jiwa Terapi


Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010.


MetodologiPenelitianKesehatan.
Jakarta: PT RinekaCipta

Nurjannah, Intansari. 2008. Penanganan


Klien dengan Masalah Psikiatrik:
Halusinasi. Yogyakarta:
Mocomedika

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan


Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi,
Tesis dan Instrumen Penelitian.
Jakarta: Salemba Medika

Purwaningsih dan Karlina. 2010. Asuhan


Keperawatan Jiwa dilengkapi Terapi
Modalitas dan Standard Operating
Procedure (SOP). Yogyakarta: Nuha
Medika

Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada

Wahyuni, dkk. 2011. Hubungan Lama Rawat


dengan Kemampuan Pasien dalam
Mengontrol Halusinasi. Jurnal Ners
Indonesia, Vol.1, No. 2

Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa


(EdisiRevisi). 2007. Bandung: Refika
Aditama

Anda mungkin juga menyukai