Anda di halaman 1dari 5

NAMA : RIZKI ANANDA ALADIN

NPM : 1808260061
JUDUL : NYERI SENDI PADA PASIEN USIA LANJUT

I. MASALAH
Pada essay ini saya akan membahas mengenai nyeri sendi pada pasien lansia atau pasien
yang sudah berumur lebih dari 60 tahun. Nyeri sendi sendiri umumnya disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain adanya trauma yang mempengaruhi ligamen, bursae, atau tendon yang
mengelilingi sendi (bursitis, tendinitis), adanya peradangan pada sendi (seperti rheumatoid
arthritis dan osteoarthritis), crystalline arthropathies (Gout arthritis, Pseudogout) , penyakit
autoimun (SLE) , fibromyalgia, polymyalgia rheumatica, Osteoporosis , sarcoidosis, Ricket ,
Lyme disease, osteomyelitis, infeksi (septic arthritis), serta adanya kanker. Pada STD (Sexually
Transmitted Disease), klamidia dan gonore juga dapat menimbulkan gejala ini. Nyeri sendi juga
disebut sebagai arthralgia.

II. PEMBAHASAN

OSTEOARTHRITIS

Osteoarthritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif, yang terjadi terutama pada orang tua dan
ditandai oleh erosi tulang rawan artikular, hipertrofi tulang di margin seperti osteofit, sklerosis
subkondral, dan kisaran perubahan biokimia dan morfologis dari membran sinovial dan kapsul sendi 1
OA sangat terkait usia dan jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Prevalensi meningkat seiring
bertambahnya usia dan hampir universal di tiap individu di atas usia 70 tahun. Penyakit ini menyerang
80% populasi manusia dalam suatu umur di hidupnya. Dan sering muncul asymptomatik 2
Genetik, usia, obesitas, dan trauma merupakan etiologi utama dari osteoarthritis. Secara genetik,
terdapat alel minor yang menyebabkan berkurangnya ekspresi gen dalam jaringan sendi. Antara lain
yaitu mutasi dalam kolagen gen COL11A1, vascular endothelial growth factor (VEGF), dan growth
differentiation factor 5 (GDF5) 3,4
Etiologi terkuat untuk OA adalah usia lanjut. Perubahan morfologis dan struktural terkait
penuaan pada kartilago artikular meliputi fraying, pelunakan, dan penipisan permukaan artikular, ukuran
dan agregasi dari proteoglikan matriks yang berkurang, dan hilangnya kekuatan dan kekakuan matrix
tensile. Jaringan ini berubah kemungkinan besar disebabkan oleh penurunan kemampuan kondrosit untuk
memelihara dan memperbaiki jaringan. Sebab, kondrosit itu sendiri mengalami penurunan mitosis dan
sintesis sehingga respons terhadap anabolik faktor pertumbuhan berkurang , sintesis proteoglikan agregat
besar menjadi lebih kecil dan kurang seragam sehingga memproduksi lebih sedikit protein fungsional 5
Penuaan juga meningkatkan level protein c-reaktif (C-RP), interleukin 6 (IL6), dan alpha factor nekrosis
tumor (TNFα), sebuah fenomena yang dikenal sebagai "inflammaging"
Faktor risiko lain yang cukup penting untuk pengembangan OA adalah obesitas. Risiko yang
diberikan oleh obesitas bervariasi berdasarkan persendian. Di lutut, mereka yang memiliki indeks massa
tubuh tertinggi (BMI) memiliki perkiraan 8,5 kali lipat peningkatan risiko OA dibandingkan dengan
individu dengan BMI "normal"
Beberapa pekerjaan juga meningkatkan risiko OA seperti pekerja dermaga, petani, tukang kayu,
dan tukang bersih- bersih memiliki resiko6
OA kira-kira dua kali lebih mungkin berkembang pada wanita daripada pada pria. Meskipun OA
pada wanita memiliki prevalensi lebih rendah dibanding pria sebelum usia 50 tahun, ada yang ditandai
peningkatan prevalensi di kalangan wanita setelah 50 tahun, khususnya di lutut. 70 perbedaan ini bisa
diakibatkan defisiensi estrogen pasca-menopause. Artikular kondrosit memiliki reseptor estrogen
fungsional, menunjukkan bahwa sel-sel ini dapat diatur oleh estrogen
Patogenesis dari OA dapat didefinisikan sebagai pengikisan bertahap tulang rawan artikular yang
mengarah kepada penebalan tulang subkondral dan pertembuhan tulang yg menerus yang disebut osteofit.
Osteofit ini ditemukan di tepi sendi dan mungkin terkait dengan inflamasi ringan . Proses ini berbeda
dengan penuaan normal. Homeostasis kartilago artikular dikontrol oleh kondrosit dan OA dihasilkan dari
kegagalan kondrosit. Pada intinya OA adalah hasil dari ketidakseimbangan antara sintesis matriks dan
degradasi. Abnormalitas yang terjadi dibagi atas temuan awal( Early) dan akhir (Late).
Proses yang terjadi pada temuan awal adalah pembengkakan kartilago artikular, adanya
kerusakan jaringan kolagen yang bertanggung jawab atas tensile strength dan hidrofilia, Peningkatan
sintesis dan pelepasan proteoglikan enzim degradatif, seperti matriks metalloproteinases, dan
aggrecanase, yang menurunkan matrix.
Sedangkan Proses yang terjadi pada temuan akhir yaitu terjadinya degradasi enzim yang
memecah proteoglycan lebih cepat daripada yang diproduksi kondrosit, tulang rawan artikular menipis
dan ruang mulai ada penyempitan sendi. tulang rawan retak dan terdapat celah. Yang mengakibatkan
eksposur dari tulang, cairan sinovial menjadi berdekatan dengan tulang secara paksa dan menghasilkan
kista, mulai terdapat hipertrofi tulang subkondral yang akhirnya mengarah pada osteofit dan sklerosis.
OA paling sering menyerang sendi tangan yaitu distal and proximal interphalangeal (DIP, PIP),
sendi lutut, sendi kaki pada metatarsal-phalangeal 1 (MTP 1), sendi pinggul, dan tulang belakang. Namun
OA sebenarnya dapat menyerang sendi artikular manapun. OA diklasifikasikan berdasarkan letak dan
keparahan atau staging. Klasifikasi berdasarkan letak yaitu OA tangan yang sering mengenai sendi-sendi
distal interfalang, proksimal interfalang dan sendi karpometakarpal I; OA sendi lutut, mengenai
kompartemen medial tibiofemoral, lateral tibiofemoral dan bagian femoropatellar; lalu OA coxae atau
Panggul, OA vertebrae; OA kaki dan pergelangan kaki,umumnya mengenai sendi I metatarsofalang ; OA
bahu; OA siku; dan OA temporomandibular. Klasifikasi berdasarkan staging yaitu Keluhan pada sendi
bisa symptomatik ataupun asymptomatik yang tanda- tandanya hanya bisa diidentifikasi dengan
radiografi.
Manifestasi utama dari penderita OA adalah nyeri pada sendi memburuk saat beraktivitas,
dengan kekakuan pagi hari yang terbatas kurang dari 30 menit dan nyeri dan kekakuan saat istirahat.
Kekakuan setelah tidak beraktivitas ini merupakan keluhan utama dari OA, meski kekakuan di pagi hari
umumnya kurang parah dan durasinya lebih pendek dari individu dengan systemic inflammatory
arthropathies. Sendi yang terkena pada OA sering menunjukkan pembesaran tulang dan krepitus pada
pemeriksaan, bersamaan dengan pengurangan ROM. Terkadang didapatkan pembengkakan jaringan
lunak atau efusi, meskipun gejala-gejala ini cenderung ringan daripada gejala pada penyakit arthritis
inflammatorik.
Untuk menegakkan diagnosa dapat menggunakan kriteria dari American College of
Rheumatology (ACR) yang kriteriaya terbagi untuk masing-masing OA tangan, pinggul, lutut, dan
tangan. Di dalam kriteria tersebut disebutkan untuk OA lutut didiagnosis dengan pemenuhan 3 dari
kriteria berikut, yaitu: usia lebih dari 50, kurang dari 30 menit kekakuan di pagi hari, dengan krepitus,
bony tenderness, bony enlargement, sinovitis tidak teraba. Kriteria untuk OA pada pinggul juga serupa,
dengan terbatasnya ROM dan peningkatan kekakuan di pagi hari yang menjadi kurang dari 60 menit.
Sedangkan pada OA tangan kriterianya yaitu nyeri dan kaku disertai adanya bony enlargement atau
adanya deformitas di salah satu sendi-interphalangeal. Namun kriteria klasifikasi ini tidak dapat dijadikan
patokan setiap saat. Dikarenakan adanya kurangnya kemampuan kriteria ini untuk memenuhi pasien
dengan OA ringan dimana keluhan utamanya adalah nyeri saat beraktivitas dengan osteofit yang belum
terbentuk.
Pada pemeriksaan fisik, tergantung letak OA yang diderita pasien, pada penderita OA tangan
dapat ditemukan Bouchard dan Node Heberden dari sambungan PIP dan DIP, masing-masing, dapat
ditemukan dan “shelf sign” dari sendi CMC pertama. Pada OA lutus terdapat efusi dingin yang
mencerminkan adanya proses inf noninflamasi. Lalu adanya keterbatasan mobilitas sendi dan krepitus
dengan atrofi otot terkait dengan daerah OA.
Kehadiran gejala atipikal dapat, bagaimanapun, menunjukkan perlunya pemeriksaan tambahan;
ini termasuk perkembangan rasa sakit yang cepat (pencitraan mungkin diperlukan di sini), periodisitas
gejala yang jelas (gejala periodik sembuh sendiri setelah hanya beberapa hari hingga beberapa minggu
adalah sugestif dari artritis kristal), atau lainnya gejala konstitusional seperti penurunan berat badan,
demam, infeksi baru atau saat ini, dll. Pengujian autoantibodi yang berhubungan dengan rheumatoid
arthritis (rheumatoid factor) dan peptida citrullinated anti-siklik), bersama dengan peradangan sistemik
marker (LED atau c reactive peptide) dapat bermanfaat dalam mengesampingkan penyebab autoimun dari
gejala radang sendi pada pasien dengan lebih presentasi inflamasi.
Radiografi umumnya tidak diindikasikan untuk diagnosis OA tetapi bisa
berguna dalam mengesampingkan penyebab alternatif untuk radang sendi, membuat diagnosis erosif
OA, dan dalam memantau tingkat kehilangan tulang rawan jika seseorang mempertimbangkan
penggantian sendi. Sendi OA yang terkena dampak sedang hingga berat ditandai radiografi oleh
penyempitan ruang sendi (umumnya asimetris), subkondral
sklerosis, pembentukan osteofit marginal, dan adanya kista subkondral.
Radiografi tangan dan lutut sering didapatkan pada pasien dengan OA gejala untuk
mengesampingkan kalsifikasi tulang rawan, yang sugestif bersamaan penyakit deposisi kalsium
pirofosfat. OA Erosive pada tangan berhubungan dengan penampilan tertentu dari sambungan DIP,
termasuk erosi kartilago yang mengarah ke pola “gullwing” pada sambungan DIP dan / atau pola jenis
“gigi gergaji” pada sambungan PIP [70]. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat memungkinkan untuk
kuantisasi langsung keduanya sinovitis, ketebalan tulang rawan, dan skrining untuk keberadaan lesi
chondral. Meskipun skrining MRI dan pemantauan OA tidak dilakukan secara rutin, itu bisa
memprediksi pasien yang akan mengalami perkembangan OA klinis berikutnya [71]. Akhirnya,
analisis cairan sinovial umumnya tidak diindikasikan untuk mendiagnosis OA; Namun, itu bisa
cukup berguna dalam mengesampingkan diagnosis alternatif, khususnya kristal
Artropati.
Terapi pada OA bertujuan untuk mengurangi gejala. Sampai sekarang masih belum ada terapi
untuk pengobatan OA, seperti modifikasi obat anti-osteoarthritic (DMOADs). Oleh karena itu tatalaksana
untuk OA difokuskan untuk peningkatan fungsi fisik dan menghilangkan rasa sakit. Terapi yang baik
untuk OA harus mencakup: mengubah faktor risiko yang dapat dimodifikasi, terapi fisik termasuk latihan
dan program penguatan serta perawatan farmakologis dan / atau pembedahan yang disesuaikan untuk
penderita
Terapi Non farmakaologis yang pertama adalah mengubah faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Yaitu, Penurunan berat badan bagi penderita OA yang BMI nya sudah melewati angka normal, jika perlu
dirujuk ke ahli gizi untuk mencapai penurunan berat badan yang berkelanjutan. Studi besar baru-baru ini
menggabungkan intervensi diet dan olahraga pada pasien OA lutut dan menghasilkan penurunan berat
badan rata-rata 11%. Pada kelompok intervensi, rasa sakit berkurang serta adanya peningkatan fungsi
yang signifikan bahkan terdapat penurunan kadar serum sitokin interleukin 6 (IL6) inflamasi
Selanjutnya dianjurkan melakukan olahraga, terutama bagi penderita OA koksa/ pinggang dan
OA lutut. Olahraga yang dapat dilakukan seperti berjalan kaki, mengayuh sepeda baik di treadmill (dalam
pengawasan).Latihan kekuatan dapat menggunakan mesin berat isokinetik, latihan ketahanan dengan dan
tanpa alat peraga seperti band elastis, dan latihan isometrik. Akan lebih baik bagi pasien untuk mendapat
saran yang sespesifik mungkin, daripada hanya sekedar dorongan sederhana untuk berolahraga. Karena
dalam berbagai peneletian disebutkan bahwa olahraga sangat berdampak bagi peningkatan fungsi
penderita OA.
Untuk terapai Farmakologi, NSAID oral sangat direkomendasikan. Dosis harus serendah
mungkin, dan pengobatan NSAID harus dilanjutkan sesingkat mungkin. Untuk pasien dengan penyakit
yang lebih parah, perawatan yang tersedia termasuk injeksi sendi dengan kortikosteroid atau turunan
asam hialuronat untuk OA lutut. Suplemen nutrisi seperti glukosamin dan kondroitin dan mungkin
bermanfaat dalam beberapa pasien OA. Joint Replacement, paling sering dilakukan untuk penderita untuk
OA lutut dan pinggul, seringkali sangat bermanfaat untuk pasien dengan penyakit refrakter yang berat.

RHEUMATOID ARTHRITIS

Osteoartritis (OA) adalah penyakit muskuloskeletal kronis yang melemahkan oleh hilangnya
fungsi sendi secara progresif yang menyebabkan nyeri, kehilangan mobilitas, dan meningkat morbiditas.
Sendi osteoartritik ditandai dengan degradasi tulang rawan tanpa respons penyembuhan yang tepat,
sklerosis tulang subkondral yang mendasarinya, dan sinovial peradangan. Jaringan sinovial
Berproliferasi secara tidak terkendali dan membuat tendon dan ligamen meregang serta kerusakan tulang
dengan deformitas dan kecacatan.
Meskipun penyebab RA masih belum diketahui, hubungan antara faktor lingkungan dan genetik
hampir menjadi etiologi utama dari RA salah satu diperlukan tetapi tidak cukup untuk ekspresi penuh
penyakit. Memang berbagai faktor termasuk peradangan sistemik (seperti penyakit kekebalan bawaan),
resiko genetik, respons epigenetik terhadap faktor lingkungan dan usia lanjut, serta perubahan
biomekanik berkontribusi pada pengembangan RA
Patogenesis RA tidak sepenuhnya dipahami. Faktor -faktor eksternal seperti merokok, infeksi,
atau trauma akan memicu reaksi autoimun, yang mengarah ke hipertrofi sinovial dan peradangan sendi
kronis bersama dengan potensi untuk manifestasi ekstraartikular, berteori untuk terjadi pada individu
yang secara genetik rentan terhadap autoimun ini. Kemudian akan terjadi hiperplasia sel sinovial dan
aktivasi sel endotel yang akan berkembang menjadi peradangan yang tidak terkendali dan akibatnya
kerusakan tulang rawan dan tulang kompak. Faktor genetik dan kelainan sistem kekebalan berkontribusi
terhadap penyebaran penyakit. Sel T CD4, fagosit mononuklear, fibroblas, osteoklas, dan neutrofil
memainkan peran seluler utama dalam patofisiologi RA, sedangkan sel B menghasilkan autoantibodi
(yaitu, faktor reumatoid). Produksi abnormal berbagai sitokin, kemokin, dan mediator inflamasi lainnya
telah ditunjukkan pada pasien dengan RA, termasuk Tumor necrosis factor alpha (TNF-α), Interleukin
(IL) -1, IL-6, IL-8. Pada akhirnya, peradangan dan proliferasi synovium (yaitu, pannus) yang berlebihan
menyebabkan kerusakan berbagai jaringan, termasuk tulang rawan, tulang, tendon, ligamen, dan
pembuluh darah. Meskipun struktur artikular adalah situs utama yang terlibat dengan RA, jaringan lain
juga terpengaruh
Manifestasi klinis pada RA adalah nyeri dan pembengkakan sendi kecil tangan, pergelangan
tangan, dan kaki, dengan kekakuan pagi yang berkepanjangan, seringkali berlangsung lebih lama dari satu
jam. Presentasi klinis yang khas ini, bersama dengan penilaian laboratorium dan radiografi, alat yang juga
digunakan dalam kriteria klasifikasi, sangat penting dalam membedakan RA dari penyakit lain yang
digerakkan oleh peradangan. Ini masuk dibandingkan dengan osteoartritis (OA).

REFERENSI

1. Gary S. Firestein, Ralph C. Budd, Sherine E Gabriel, Iain B McInnes, James R O’Dell - Kelley and
Firestein’s Textbook of Rheumatology (2017, Elsevier)
2. Cameron Elias-Jones MBChB MRCS(Edin), Martin Perry MBChB BSc(Hons) MRCP(UK) FHEA -
Crash Course Rheumatology and Orthopaedics, 3e Mosby,2013
3. Rodriguez-Fontenla C, Calaza M, Evangelou E, et al. Assessment of osteoarthritis candidate genes in
a meta-analysis of nine genome-wide association studies. Arthritis Rheumatol. 2014;66:940–9
4. Valdes AM, Evangelou E, Kerkhof HJM, et al. The GDF5 rs143383 polymorphism is associated with
osteoarthritis of the knee with genome-wide statistical significance. Ann Rheum Dis. 2011;70:873–5.
5. Gary S. Firestein, Ralph C. Budd, Sherine E Gabriel, Iain B McInnes, James R O’Dell - Kelley and
Firestein’s Textbook of Rheumatology. , Elsevier. 2017
6. Petros Efthimiou - Absolute Rheumatology Review. Springer. 2019,

Anda mungkin juga menyukai