Anda di halaman 1dari 124

BAB 27

DIABETES MELITUS

Diabetes Melitus di Kaki Diabetes 2367 yZ


Indonesia 2315
Ketoasidosis Diabetik
Diagnosis dan Klasifikasi 2375
Diabetes Melitus 2323
Koma Hiperosmolar
Farmakoterapi Pada Hiperglikemik Nonketotik
Pengendalian Glikennia 2381
Diabetes Melitus Tipe 2
2328 Nefropati Diabetik 2386

Terapi Nonfarmakologi Neuropati Diabetik 2395


pada Diabetes Melitus
Retinopati Diabetik 2395
2336
Kardiomiopati Diabetik
Insulinonna 2347
2408
Insulin : Mekanisnne
Komplikasi Kronik DM:
Sekresi dan Aspek
Penyakit Jantung
Metabolisme 2350
Koroner 2414
Hipoglikemi:
Diabetes Melitus pada
Pendekatan Klinis dan
Usia Lanjut 2420
Penatalaksanaan 2355
Diabetes Melitus
Komplikasi Kronik
Diabetes: Mekanisme Gestasional 2426 -
Terjadinya, Diagnosis, Diabetes Melitus dalam
dan Strategi Pembedatian
Pengelolaan 2359
2432

ILMU PENYAKIT DALAM Edisi vi 2014


300
DIABETES MELITUS DI INDONESIA
Slamet Suyono

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELITUS terhadap efek buruk pengaruh barat, antara lain bangsa
Melanesia dan Eskimo. Di samudera Pasifik, diabetes
Pola penyakit saat ini dapat dipahami dalann rangka transisi melitus sangat jarang terdapat pada orang Polinesia yang
epidemiologis, suatu konsep mengenai perubahan pola masih melakukan gaya hidup tradisional, beda dengan
kesehatan dan penyakit. Konsep tersebut hendak mencoba daerah urban seperti Mikronesia, G u a m , Nauru dan
menghubungkan hal-hal tersebut dengan morbiditas negara-negara Polinesia seperti Tonga, Hawai, Tahiti, di
dan mortalitas pada beberapa golongan penduduk dan mana jumlah pasien diabetes sangat tinggi. Begitu pula
menghubungkannya dengan faktor sosioekonomi serta banyak penelitian yang menunjukkan adanya kenaikan
demografi masyarakat masing-masing. prevalensi diabetes pada penduduk emigran seperti pada
Dikenal 3 periode dalam transisi epidemiologis. Hal orang Yahudi yang berasal dari Yaman dan pindah ke Israel,
tersebut terjadi tidak saja di Indonesia tetapi j u g a di masyarakat India di Afrika Selatan, orang Indian di Amerika
negara-negara lain yang sedang berkembang. Serikat dan penduduk asli di Australia yang ber"migrasi"
P e r i o d e I. Era p e s t i l e n c e d a n k e l a p a r a n . D e n g a n ke daerah perkotaan.
kedatangan orang-orang barat ke Asia pada akhir abad Sebagai dampak positif pembangunan yang
ke-15, datang pula penyakit-penyakit menular seperti pes, dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 60
kolera, influenza, tuberkulosis dan penyakit kelamin, yang tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami
meningkatkan angka kematian. Harapan hidup bayi-bayi pergeseren yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi
rendah dan pertambahan penduduk juga sangat rendah dan kekurangan gizi berangsur turun, meskipun diakui
pada waktu itu. bahwa angka penyakit infeksi ini masih dipertanyakan
dengan timbulnya penyakit baru seperti Hepatitis B dan
Periode II. Pandemi berkurang pada akhir abad ke-19.
AIDS, j u g a angka kesakitan TBC yang tampaknya masih
Dengan perbaikan gizi, higiene serta sanitasi, penyakit
tinggi.dan akhir-akhir ini flu burung, demam berdarah
menular berkurang dan mortalitas menurun. Rata-rata
dengue (DBD), antraks dan polio melanda negara kita
harapan hidup pada waktu lahir meningkat dan jumlah yang kita cintai ini. Di lain pihak penyakit menahun
penduduk seperti di pulau Jawa nampak bertambah. yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, di antaranya
P e r i o d e I I I . P e r i o d e ini m e r u p a k a n e r a p e n y a k i t diabetes m e n i n g k a t d e n g a n t a j a m . Perubahan pola
degeneratif dan pencemaran. Karena komunikasi yang penyakit itu diduga ada hubungannya dengan cara hidup
lebih baik dengan masyarakat barat serta adopsi cara yang berubah. Pola makan di kota-kota telah bergeser
kehidupan barat, penyakit-penyakit degeneratif seperti dari pola makan tradisional yang mengandung banyak
hipertensi, penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan ke
meningkat. Tetapi apabila kontak dengan barat kurang barat-baratan, dengan komposisi makanan yang terlalu
dan masih terdapat kehidupan tradisional, seperti di banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan
daerah pedesaan penyakit-penyakit tersebut umumnya mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti
jarang ditemukan. ini terutama terdapat pada makanan siap santap yang
Dari penelitian Zimmet (1978) dapat dilihat bahwa akhir-akhir ini sangat digemari terutama oleh anak-anak
beberapa golongan etnik mempunyai semacam proteksi muda.
2316 DIABETES MILITUS

Di samping itu cara hidup yang sangat sibuk dengan pengambil kebijakan harus mempertimbangkan untuk
pekerjaan dari pagi sampai sore bahkan kadang-kadang mengalokasikan dana kesehatan yang lebih menekankan
sampai malam hari duduk di belakang meja menyebabkan kepada segi preventif daripada kuratif Rupanya inilah
tidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolah keunggulan negara-negara maju di luar AS yang tadi
raga, apalagi bagi para eksekutif hampir tiap hari harus disebut.
lunch atau dinner dengan para relasinya dengan menu
m a k a n a n barat y a n g ' a d u h a i ' . Pola h i d u p b e r i s i k o
seperti inilah yang menyebabkan tingginya kekerapan D I A B E T E S M E L I T U S DI M A S A D A T A N G
penyakit j a n t u n g koroner (PJK), hipertensi, diabetes,
hiperlipidemia. Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu
Menarik sekali apa yang dimuat dalam majalah Fortune di antara penyakit tidak menular yang akan meningkat
edisi bulan Juni 1991 yang menganalisis perkembangan jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan
e k o n o m i di A s i a . D i k a t a k a n b a h w a perkembangan salah sau ancaman utama bagi kesehatan umat manusia
ekonomi di kawasan ini sangat menggembirakan. Yang pada a b a d 2 1 . P e r s e r i k a t a n B a n g s a - B a n g s a ( W H O )
aneh tetapi nyata adalah di antara parameter untuk membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 j u m l a h
mengukur kemajuan ekonomi itu adalah jumlah restoran pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150
McDonald. Di Thailand ada 6 buah, di Malaysia 23 buah, juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian,
di Singapura 37 buah, di Filippina 34 buah dan di Jepang pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi
809 buah dan dua negara yang mempunyai hanya 1 300juta orang.
buah restoran McDonald yaitu Indonesia dan Cina. Pada Masalah diabetes m e l i t u s di negara-negara
tahun 1996 hanya dalam waktu 5 tahun saja di Indonesia berkembang tidak pernah mendapat perhatian para ahli
sudah ada 40 gerai. 33 di antaranya berada di Jakarta. diabetes di negara-negara barat sampai dengan Kongres
Data terakhir tahun 2006 jumlah restoran McDonald di International Diabetes Federation (IDF) ke IX tahun 1973
Indonesia sudah mencapai 120 gerai. Akibat lain dari cara di Brussel. Baru pada tahun 1976, ketika kongres IDF di
hidup berisiko ini adalah biaya kesehatan menjadi sangat New Delhi India, diadakan acara khusus yang membahas
mahal. Sebagai contoh, dapat dikemukakan angka-angka diabetes melitus di daerah tropis. Setelah itu banyak sekali
di bawah ini. Di Massachussetts AS, seorang laki-laki penelitian yang dilakukan di negara berkembang dan
berumur 80 tahun dirawat karena sakit jantung. Biaya data terakhir dari WHO menunjukkan justru peningkatan
perawatannya mencapai 800.000 dollar Masyarakat AS tertinggi jumlah pasien diabetes malah di negara Asia
memang mulai gelisah menghadapi biaya kesehatan Tenggara termasuk Indonesia (Gambar 1).
yang makin membengkak ini. Anggaran biaya kesehatan Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa
tahun 1991 di negara ini mencapai 671 miliar dollar (12 negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran
% GNP AS). Anehnya adalah, meskipun sudah sedemikian di negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti.
besarnya biaya yang dikeluarkan, taraf kesehatan mereka Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan
tetap tidak lebih baik daripada negara maju lain, seperti gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan
Kanada, Inggris, Jerman, Swedia dan Jepang. Keadaan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti
ini dapat dilihat pada angka kematian bayi (tiap 1000 penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia,
kelahiran) misalnya di AS 10,4, jauh lebih tinggi daripada di diabetes dan Iain-Iain. Data epidemiologis di negara
Kanada 7,3, Inggris 7,3, Jerman 5,6, Swedia 5,9 dan Jepang berkembang memang masih belum banyak. Oleh karena
4,5. Begitu juga dengan usia harapan hidup di AS baru itu angka prevalensi yang dapat ditelusuri terutama berasal
mencapai 75,6 tahun, sedangkan di Kanada 79,2 tahun, dari negara maju.
Inggris 76,3 tahun, Jerman 77,2 tahun, Swedia 77,7 tahun
dan Jepang 79,3 tahun. Ironisnya adalah bahwa biaya
kesehatan di negara-negara itu jauh lebih murah.
DIABETES MELITUS TIPE 2
Diakui bahwa perkembangan ilmu dan teknologi
kedokteran telah banyak menyelamatkan nyawa manusia. Prevalensi DM Tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar
Penyakit-penyakit yang selama ini tidak terdiagnosis antara 3-6% dari orang dewasanya. Angka ini merupakan
dan terobati s e k a r a n g sudah banyak y a n g t e r a t a s i . baku emas untuk membandingkan kekerapan diabetes
Tetapi untuk memperbaiki taraf kesehatan secara global antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia, hingga
tidak dapat mengandalkan hanya pada tindakan kuratif dengan demikian kita dapat membandingkan prevalensi di
karena penyakit-penyakit yang memerlukan biaya mahal suatu negara atau suatu kelompok etnik tertentu dengan
itu sebagian besar dapat dicegah dengan pola hidup kelompok etnik kulit putih pada u m u m n y a . Misalnya
sehat dan menjauhi pola hidup berisiko. Artinya para di negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan
DIABETES MELITUS DI INDONESIA
2317

Afrika Amerika Medlteranlan Eropa Asia tenggara Pasifik barat


tlmur
j Sumber; World Health Organization. The World Health Report 1997
I.
Gambar 1. Prediksi perkembangan rata-rata pasien DM di dunia

e k o n o m i n y a sangat m e n o n j o l , seperti di Singapura, Eropa dan India) prevalensi DM j a u h lebih tinggi dari
kekerapan diabetes sangat meningkat dibanding dengan 10 baku emas, padahal di negara asalnya prevalensi DM
tahun yang lalu. Demikian pula pada beberapa kelompok sangat rendah. Perlu diketahui bahwa keadaan ekonomi
etnik di beberapa negara yang mengalami perubahan di Mauritius untuk golongan etnik tadi jauh lebih baik
gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup dibanding dengan di negara asalnya. Dari data ini semua
s e b e l u m n y a karena m e m a n g mereka lebih makmur, dapatlah disimpulkan bahwa faktor lingkungan terutama
kekerapan diabetes bisa mencapai 3 5 % seperti misalnya p e n i n g k a t a n k e m a k m u r a n suatu bangsa m e r u p a k a n
di beberapa bangsa Mikronesia dan Polinesia di Pasifik, faktor kuat yang akan meningkatkan kekerapan diabetes.
Indian Pima di AS, orang Meksiko yang ada di AS, bangsa Keadaan ini tentu saja harus diantisipasi oleh pembuat
Creole di Mauritius dan Suriname, penduduk asli Australia k e b i j a k s a n a a n di t i a p n e g a r a b e r k e m b a n g s u p a y a
dan imigran India di Asia. Prevalensi tinggi juga ditemukan dalam menentukan rencana jangka panjang kebijakan.
di Malta, Arab Saudi, Indian Canada dan Cina di Mauritius, pelayanan kesehatan di negaranya, masalah ini harus
Singapura dan Taiwan. dipertimbangkan.
Tentang baku emas yang tadi dibicarakan, sebenarnya
j u g a ada kekecualiannya, misalnya suatu penelitian di
Wadena AS2, mendapatkan bahwa prevalensi pada orang D M T I P E 2 DI I N D O N E S I A
kulit putih sangat tinggi dibandingkan dengan baku emas
tadi (Eropa) yaitu sebesar 23,2% untuk semua gangguan Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini
t o l e r a n s i , terdiri dari 1 5 , 1 % TGT (Toleransi G l u k o s a dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia
Terganggu) dan 8 , 1 % DM Tipe 2. Dengan kenyataan berkisar antara 1,4 dengan 1,6%, kecuali di dua tempat
ini dapat diambil kesimpulan bahwa faktor lingkungan yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3%
sangat berperan. Hal ini dapat dilihat pada studi Wadena dan di Manado 6% (Gambar 2).
tadi bahwa secara genetik mereka sama-sama kulit putih, Di Pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan di
tetapi di Eropa prevalensinya lebih rendah. Di sini jelas daerah itu banyak perkawinan antara kerabat. Sedangkan
karena orang-orang di Wadena lebih gemuk dan hidupnya di Manado, Waspadji menyimpulkan mungkin angka
lebih santai. Hal ini akan berlaku bagi bangsa-bangsa lain, itu tinggi karena pada studi itu populasinya terdiri dari
terutama di negara yang tergolong sangat berkembang orang-orang yang datang dengan sukarela, jadi agak
seperti Singapura, Korea dan barangkali Indonesia. lebih selektif. Tetapi kalau dilihat dari segi geografi dan
Contoh lain yang baik bahwa faktor lingkungan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan
sangat berpengaruh adalah di Mauritius, suatu negara bahwa prevalensi di Manado memang tinggi, karena
kepulauan, yang p e n d u d u k n y a terdiri dari berbagai prevalensi diabetes di Filipina j u g a tinggi yaitu sekitar
kelompok etnik. Pada suatu penelitian epidemiologi yang 8,4% sampai 12% di daerah urban dan 3,85 sampai 9,7%
dilakukan di sana dengan jumlah responden sebanyak di daerah rural.
5080 orang, didapatkan prevalensi TGT dan DMTTI. Pada Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun
bangsa-bangsa India, Cina dan Creole (campuran Afrika, 1993, kekerapan DM di daerah urban yaitu di kelurahan
2318 DIABETES MILITUS

Kayuputih adalah 5,69%, sedangkan di daerah rural yang dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau
dilakukan oleh Augusta Arifin6 di suatu daerah di Jawa lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang
Barat tahun 1995, angka itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat
perbedaan antara prevalensi di daerah urban dengan dengan drastis.
daerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh
mempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi di Jawa Timur WHO seperti tampak pada tabel 1, Indonesia akan menem-
angka itu tidak berbeda yaitu 1,43% di daerah urban pati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap
dan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan
tingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi
Tabel 1. Urutan 10 Negara dengan Jumlah Pengidap
(DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes tipe lain
Diabetes Terbanyak pada Penduduk Dewasa di Seluruh
di daerah rural di Jawa Timur, yaitu sebesar 21,2% dari
Dunia 1995 Dan 2025
seluruh diabetes di daerah itu.
1995 2025
Penelitian antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Urutan Negara Urutan Negara
(Juta) (Juta)
Depok didapatkan pevalensi DM Tipe 2 sebesar 14.7%,
1 India 19.4 1 India 57.2
suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga
2 Cina 16.0 2 Cina 37.6
di Makasar prevalensi diabetes terakhir tahun 2005
yang mencapai 12.5%. Pada tahun 2006, Departemen 3 Amerika 13.9 3 Amerika 21.9
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Serikat

Indonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan 4 Federasi 8.9 4 Pakistan 14.5
Pengembangan Departemen Kesehatan melakukan Russia
Surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular di Jakarta 5 Jepang 6.3 5 Indonesia 12.4
yang melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-laki 6 Brazil 4.9 6 Federasi 12.2
dan 951 wanita. Survei tersebut melaporkan prevalensi Russia
DM (unadjusted) di lima wilayah DKI Jakarta sebesar 7 Indonesia 4.5 7 Meksiko 11.7
1 2 , 1 % dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan DM 8 Pakistan 4.3 8 Brazil 11.6
yang tidak terdeteksi sebesar 11,2%. Berdasarkan data ini
9 Meksiko 3.8 9 Mesir 8.8
diketahui bahwa kejadian DM yang belum terdiagnosis
10 Ukraina 3.6 10 Jepang 8.5
masih cukup tinggi, hamper 3x lipat dari Jumlah kasus DM
Semua 49.7 103.6
yang sudah terdeteksi.
negara
Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara lain
global yang tadi dibicarakan terutama disebabkan oleh
Jumlah 135.3 300
karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka
DIABETES MELITUS DI INDONESIA
2319
diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik DM TIPE LAIN
2 tingkat dibanding tahun 1995.
Untuk dapat meramal keadaan diabetes di masa Salah satu jenis ini adalah Diabetes Melitus Tipe Lain.
datang ada baiknya kita menyimak sedikit apa yang Jenis ini sering ditemukan di daerah tropis dan negara
dilakukan oleh ahli-ahli demografi di Indonesia. berkembang. Bentuk ini biasanya disebabkan oleh adanya
Ananta menyatakan bahwa revolusi demografi di malnutirisi disertai kekurangan protein yang nyata. Diduga
Indonesia adalah salah satu contoh di mana perubahan zat sianida yang terdapat pada cassava atau singkong yang
demografik tidak perlu menunggu perubahan sosio- menjadi sumber karbohidrat di beberapa kawasan di Asia
ekonomi. Intervensi pemerintah secara langsung dalam dan Afrika berperan dalam patogenesisnya. Di Jawa Timur
memperbaiki angka fertilitas dan mortalitas jelas sudah dilakukan survei dan didapatkan bahwa prevalensi
mempercepat proses transisi demografi. Angka kematian diabetes di pedesaan adalah 1,47% sama dengan di
bayi menurun dan usia harapan hidup orang Indonesia perkotaan (1,43%). Sebesar 21,2% dari kasus diabetes di
makin panjang. Piramida penduduk akan mengalami pedesaan adalah jenis ini. Diabetes jenis ini di masa datang
perubahan dari yang berbentuk kerucut (ekspansif) masih akan banyak, mengingat jumlah penduduk yang
menjadi lebih berbentuk panjang, mendekati stasionerdi masih berada di bawah kemiskinan yang masih tinggi. Dulu
mana penduduk usia dewasa dan lanjut usia lebih banyak jenis ini disebut Diabetes Terkait Malnutrisi (MRDM), teapi
dari pada keadaan tahun 1990. Dari segi diabetes hal ini oleh karena patogenesis jenis ini tidakjelas maka jenis ini
sangat menarik karena seperti tadi sudah dikatakan bahwa pada klasifikasi terakhir (1999) tidak lagi disebut sebagai
umumnya DM Tipe 2 timbul setelah dekade 4. Ini berarti MRDM tetapi disebut diabetes tipe lain.
bila nanti pada tahun 2020 menjadi kenyataan jumlah
pengidap diabetes akan mengalami ledakan yang luar Diabetes Gestasional
biasa besarnya. Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama
Kenaikan ini sungguh sangat besar dibandingkan kehamilan. Ini meliputi 2-5% dari seluruh diabetes. Jenis
kenaikan seluruh penduduk dari 180,383,697 orang ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin
menjadi 253,667,565 orang atau kenaikan hanya sebesar kurang baik bila tidak ditangani dengan benar. Adam
40,6%. Selain itu penduduk perkotaan yang pada tahun mendapatkan prevalensi diabetes gestasi sebesar 2-2,6%
1990 berjumlah 51,932,467 orang atau 2 8 , 7 9 % dari dari wanita hamil. Karena pentingnya. masalah ini akan
penduduk, pada tahun 2020 akan meningkat menjadi dibicarakan lebih lanjut dalam bab tersendiri.
132,465,221 orang atau 52,2% dari semua penduduk.
Hal lain y a n g m e n a r i k a d a l a h j u m l a h usia l a n j u t . Langkah-langkah yang Dapat Dikerjakan
Penduduk 65 tahun akan bertambah dari 7,1 j u t a pada Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan
tahun 1990 menjadi 18,5 j u t a pada tahun 2020. Jadi besarnya biaya perawatan pasien diabetes yang terutama
selama 30 tahun itu j u m l a h penduduk d e n g a n usia disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang
lanjut akan bertambah sebanyak 11,4juta yang menurut paling baik adalah pencegahan.
A n a n t a j u m l a h itu s a m a d e n g a n j u m l a h penduduk Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada
Jakarta ditambah penduduk Yogya saat ini. Kekerapan diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu:
diabetes pada usia lanjut j a u h lebih tinggi lagi bisa 4
Pencegalian primer. Semua aktivitas yang ditujukan
kali lipat dari rata-rata.
untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu
Dari angka-angka tadi dapat diambil kesimpulan
yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi
bahwa dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia
umum.
akan naik sebesar40% dengan peningkatan jumlah pasien
diabetes yang j a u h lebih besar yaitu 86-138%, yang Pencegahan sekunder. Menemukan pengidap DM sedini
disebabkan oleh karena: mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada
faktor demografi: 1). Jumlah penduduk meningkat; 2). populasi risiko tinggi, Dengan demikian pasien diabetes
Penduduk usia lanjut bertambah banyak; 3). Urbanisasi yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring,
makin tak terkendali hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk
gaya hidup yang ke barat-baratan: 1).Penghasilan per mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi
capita tinggi; 2). Restoran siap santap; 3). Teknologi masih reversibel,
canggih menimbulkan sedentary life, kurang gerak Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah
badan komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha
• berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi ini meliputi:
meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur mencegah timbulnya komplikasi
pasien diabetes menjadi lebih panjang. mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya
2320 DIABETES MILITUS

tidak menjadi kegagalan organ Semua pihak harus m e m p r o p a g a n d a k a n pola hidup


mencegah kecacatan tubuh sehat dan menghindari pola hidup berisiko. Menjelaskan
kepada masyarakat bahwa m e n c e g a h penyakit j a u h
Dalam hal ini Indonesia cukup beruntung karena sejak
lebih baik daripada mengobatinya. Kampanye makanan
tahun 1993 PERKENI telah menyusun dan memberlakukan
sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak
k o n s e n s u s p e n g e l o l a a n diabetes di Indonesia y a n g
rendah atau pola makanan seimbang adalah alternatif
ditandatangani oleh seluruh ahli di bidang diabetes. Di
terbaik dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-
dalam buku konsensus itu sudah dicanangkan bahwa
anak sekolah sejak taman kanak-kanak. Tempe misalnya
pencegahan adalah upaya yang harus dilaksanakan sejak
adalah makanan tradisional kita yang selain sangat bergizi,
dini. Mengenai pencegahan ini ada sedikit perbedaan
ternyata juga banyak khasiatnya misalnya sifat anti bakteri
m e n g e n a i definisi p e n c e g a h a n y a n g t i d a k t e r l a l u
dan menurunkan kadar kolesterol.
mengganggu. Dalam konsensus yang mengacu ke pada
WHO 1985, pencegahan ada 3 jenis yaitu pencegahan Caranya bisa lewat guru-guru atau lewat acara radio
primer berarti m e n c e g a h t i m b u l n y a h i p e r g l i k e m i a , atau televisi. Selain makanan juga cara hidup berisiko
pencegahan sekunder mencegah komplikasi sedangkan lainnya harus dihindari. Jaga berat badan agar tidak
pencegahan tersier mencegah kecacatan akibat komplikasi. gemuk, dengan olah raga teratur Dengan menganjurkan
Menurut laporan WHO 1994 pada pencegahan sekunder olah raga kepada k e l o m p o k risiko t i n g g i , misalnya
termasuk deteksi dini diabetes dengan skrining, sedangkan anak-anak pasien diabetes, merupakan salah satu upaya
mencegah komplikasi dimasukkan ke dalam pencegahan pencegahan primer yang sangat efektif dan murah.
tersier Motto memasyarakatkan olah raga dan mengolah-
ragakan masyarakat sangat menunjang upaya pencegahan
primer Hal ini tentu saja akan menimbulkan konsekuensi,
Strategi Pencegahan
yaitu penyediaan sarana olah raga yang merata sampai
Dalam menyelenggarakan upaya pencegahan ini
ke pelosok, misalnya di tiap sekolahan harus ada sarana
diperlukan suatu strategi yang efisien dan efektif untuk
olah raga yang memadai.
mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti j u g a pada
pencegahan penyakit menular, ada 2 macam strategi untuk
Pencegahan Sekunder
dijalankan, antara lain:
Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih
Pendelotan populasi/masyaralcat {population/
mudah karena populasinya lebih kecil, yaitu pasien
community approach). Semua upaya yang bertujuan
diabetes yang sudah diketahui dan sudah berobat, tetapi
untuk m e n g u b a h perilaku m a s y a r a k a t u m u m . Yang
kenyataannya tidak demikian. Tidak gampang memotivasi
dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan
pasien untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan
cara hidup sehat dan menghindari cara hidup berisiko.
bahwa penyakitnya tidak bisa s e m b u h . Syarat untuk
Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes
mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus
tetapi juga untuk mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya
selalu terkendali mendekati angka normal sepanjang
ini sangat berat karena target populasinya sangat luas,
hari sepanjang tahun. Di samping itu seperti tadi sudah
oleh karena itu harus dilakukan tidak saja oleh profesi
dibicarakan, tekanan darah dan kadar lipid juga harus
tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat termasuk
normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin, dalam
pemerintah dan swasta (LSM, pemuka masyarakat dan
upaya p e n g e n d a l i a n kadar glukosa darah dan lipid
agama)
itu harus diutamakan cara-cara nonfarmakologis dulu
P e d e k a t a n individu berisiko t i n g g i . Semua upaya secara maksimal, misalnya dengan diet dan olah raga,
pencegahan yang dilakukan pada individu-individu yang tidak merokok dan Iain-Iain. Bila tidak berhasil baru
berisiko untuk menderita diabetes pada suatu saat kelak. menggunakan obat baik oral maupun insulin.
Pada golongan ini termasuk individu yang: berumur >40 Pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan tentang
tahun, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat perilaku sehat seperti pada pencegahan primer harus
melahirkan bayi >4 kg, riwayat DM pada saat kehamilan, dilaksanakan, ditambah dengan peningkatan pelayanan
dislipidemia. kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan
mulai dari rumah sakit kelas A sampai ke unit paling
Pencegahan Primer depan yaitu puskesmas. Di samping itu juga diperlukan
Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang
yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan
sakit artinya mereka masih sehat. Cakupannya menjadi komplikasi. Penyuluhan ini dilakukan oleh tenaga yang
sangat luas. Yang b e r t a n g g u n g j a w a b bukan hanya terampil baik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain yang
profesi tetapi seluruh masyarakat termasuk pemerintah. sudah dapat pelatihan untuk itu (diabetes edukator). Usaha
DIABETES MELITUS DI INDONESIA
2321
ini akan lebih berhasil bila cakupan pasien diabetesnya juga upaya itu sangat berat, adalah tidak mungkin dilakukan
luas, artinya selain pasien yang selanna ini sudah berobat hanya oleh dokter ahli diabetes atau endokrinologis. Oleh
juga harus dapat mencakup pasien diabetes yang belum karena itu diperlukan tenaga trampil yang dapat berperan
berobat atau terdiagnosis, misalnya kelompok penduduk sebagai perpanjangan tangan dokter endokrinologis itu.
dengan risiko tinggi. Kelompok yang tidak terdiagnosis ini Di luar negeri tenaga itu sudah lama ada disebut diabetes
rupanya tidak sedikit. Di AS saja kelompok ini sama besar edukator yang terdiri dari dokter perawat, ahli gizi atau
dengan yang terdiagnosis, bisa dibayangkan keadaan di pekerja sosial dan Iain-Iain yang berminat. Di Indonesia
Indonesia. atau tepatnya di Jakarta oleh Pusat Diabetes dan Lipid
Oleh karena itu pada tahun 1994 WHO menyatakan FKUI/ RSCM melalui SIDL-nya (Sentral Informasi Diabetes
bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dan Lipid) sejak tahun 1993 telah diselenggarakan kursus
dimasukkan ke dalam upaya pencegahan sekunder agar penyuluh diabetes yang sampai saat ini masih berlangsung
supaya bila diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah secara teratur Kursus itu ternyata mendapat sambutan
karena masih reversibel. Untuk negara b e r k e m b a n g luar biasa dari rumah sakit seluruh Indonesia, bahkan
termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal. di beberapa kota misalnya di Bandung, Surabaya, Bali,
Reran profesi sangat d i t a n t a n g untuk m e n e k a n Ujung Pandang, Manado dan Iain-Iain. Mereka sudah
angka pasien yang tidak terdiagnosis ini, supaya melaksanakan sendiri kursus itu. Untuk sementara kursus
pasien j a n g a n datang minta pertolongan kalau sudah itu dibatasi hanya untuk dokter, perawat dan ahli gizi yang
sangat terlambat d e n g a n berbagai komplikasi yang merupakan satu-kesatuan kerja di rumah sakit masing-
^'apat m e n g a k i b a t k a n kematian y a n g sangat t i n g g i . masing. Sampai tahun 2006 sudah dididik sebanyak 1000
Dari sekarang harus sudah dilakukan upaya bagaimana orang penyuluh, tersebar di 80 rumah sakit di seluruh
caranya menjaring pasien yang tidak terdiagnosis itu Indonesia. Karena kegiatan ini sudah dianggap mapan,
agar mereka dapat melakukan upaya pencegahan baik mulai tahun 1996 kursus ini dilaksanakan oleh Diklat
primer maupun sekunder RSCM bersama dengan SIDL, hingga dengan demikian
s e c a r a f o r m a l k e b e r a d a a n p e n y u l u h d i a b e t e s tidak
P e n c e g a h a n Tersier diragukan lagi. Ini penting untuk yang bersangkutan dalam
Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang pengembangan kariernya. Bila tenaga penyuluh diabetes
diakibatkannya termasuk ke dalam pencegahan tersier. sudah banyak, maka penyuluhan akan lebih banyak
Upaya ini terdiri dari 3 tahap: dilakukan oleh mereka dari pada oleh dokter spesialis

pencegahan komplikasi diabetes, yang pada konsensus yang jumlah dan waktunya terbatas.

dimasukkan sebagai pencegahan sekunder Dalam pelaksanaannya para penyuluh diabetes itu
mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk sebaiknya memberikan pelayanan secara terpadu dalam
tidak menjurus kepada penyakit organ suatu instansi misalnya dalam bentuk sentral informasi
• mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh yang bekerja 24 j a m sehari dan akan melayani pasien atau
karena kegagalan organ atau jaringan siapapun yang ingin menanyakan seluk-beluk tentang
diabetes terutama sekali tentang penatalaksanaannya
Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik
termasuk diet dan komplikasnya.
sekali baik antara pasien dengan dokter maupun antara
dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait
dengan komplikasinya. Dalam hal peran penyuluhan KESIMPULAN
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien
untuk mengendalikan diabetesnya. Peran ini tentu saja J u m l a h pasien d i a b e t e s d a l a m kurun w a k t u 2 5 - 3 0
akan merepotkan dokter yang jumlahnya terbatas. Oleh tahun yang akan datang akan sangat meningkat akibat
karena itu dia harus dibantu oleh orang yang sudah dididik peningkatan kemakmuran, perubahan pola demografi dan
untuk keperluan itu yaitu penyuluh diabetes (diabetes urbanisasi. Di samping itu juga karena pola hidup yang
edukator). akan berubah menjadi pola hidup berisiko. Pencegahan
baik primer, sekunder maupun tersier merupakan upaya
yang paling tepat dalam mengantisipasi ledakan jumlah
PENYULUH DIABETES ini, dengan melibatkan berbagai pihak y a n g terkait
seperti pemerintah, LSM, guru-guru dan Iain-Iain. Dari
Dalam rangka mengantisipasi ledakan j u m l a h pasien segi t e k n i s , karena c a k u p a n n y a sangat luas d a l a m
diabetes dan meningkatnya komplikasi terutama PJK, p e l a k s a n a a n n y a perlu d i b a n t u oleh para p e n y u l u h
tadi sudah diuraikan upaya pencegahan, baik primer, diabetes yang trampil
sekunder maupun tersier adalah yang paling baik. Karena
2322 DIABETES MILITUS

REFERENSI

A d a m J M F . Diabetes melitus gestasi. C a r a s k r i n i n g dan


penatalaksanaan. Acta Med Indones, 1991; X X I I I : 87-94.
A g u s t a A Y L . D e s k r i p s i pasien Diabetes di suatu masyarakat
di J a w a Barat. B u k u P r o g r a m d a n K u m p u l a n R i n g k a s a n
Simposium Nasional Endokrinologi I I Bandung 1995; 3.
Ananta A , Adioetomo S M . Perkembangan Penduduk Indonesia
Menuju tahun 2005. Lembaga Demografi Fakultas E k o n o m i
U I . Jakarta, 1990.
Cheah JS, Yeo P P B , T h a i A C , L u i K F , W a n g K W , Lee K O , T a n
Y T , N g Y K T a n B Y . Epidemiology of diabetes melitus i n
Singapore: comparison w i t h other A S E A N countries. J A F E S
1982; 2: 39-47.
Dowse G K , Gareeboo H , Zimmet P. et al. T h e high prevalence of
glucose intolerance in Indian, Creole, and Chinese Mauritians.
Diabetes 1990; 39: 390-6.
French L A , Boen JR, Martinez A M et al .Population-based study of
impaired glucose tolerance and type I I diabetes in Wadena,
Minnesota. Diabetes 1990; 39:1131-7.
Konsensus Pengelolaan diabetes melitus di I n - donesia . P E R K E N I
1993.
Samsuridjal. Catatan dari Salzburg. Dari orientasi penyakit ke
perilaku sehat. A n i k e l opini pada harian Pelita tgl 11 Oktober ^
1991.
Soegondo S, P u m a m a s a r i D, Waspadji S, Saksono D. Prevalence
of diabetes mellitus in Jakarta. T h e Jakarta P r i m a r y N o n -
C o m m u n i c a b l e Disease R i s k Factors S u r v e i l l a n c e 2006.
Unpublished.
S u g i j a r t o , S u y o n o S, W a s p a d j i S, B u d i s a n t o s o A , Soegondo
S. P e n g a r u h tempe kedelai terhadap profil l i p i d p a s i e n
hiperkolesterolemia yang berobat di Bagian I l m u Penyakit
D a l a m F K U I / R S C M Jakarta. K u m p u l a n makalah K O P A P D I
V I I I Yoyakarta,(1990), Jilid \, 551-61.
Tjokroprawiro A . Prevalensi dan profil klinik diabetes melitus d i
pedesaan Jawa T i m u r . Naskah Lengkap Simposium Nasional
Perkembangan Mutakhir Endokrinologi Metabolisme. 1991
; 33-47.
Waspadji S. Penelitian diabetes melitus suatu tinjauan tentang
hasil penelitian dan kebutuhan penelitian masa yang a k a n
datang. Acta Med Indonesiana 1988; X X : 87-98.
W H O Technical Report Series N o 844: Prevention of Diabetes
Melitus 1994.
301
DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Dyah Purnamasari

PENDAHULUAN d e n g a n b e b e r a p a faktor g e n e t i k y a n g b e r h u b u n g a n d e n g a n
t e r j a d i n y a D M t i p e 2.
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok S e l a i n itu k a r e n a d i a b e t e s s u d a h m e r u p a k a n suatu
penyakit metabolik d e n g a n karakteristik hiperglikemia penyakit global dan malahan menurut P Z i m m e t sudah
y a n g terjadi k a r e n a k e l a i n a n s e k r e s i i n s u l i n , kerja i n s u l i n merupakan suatu epidemi, banyak penelitian dilakukan
atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes u n t u k m e n c o b a m e n g a t a s i n y a . S a a t ini t e r d a p a t b e r b a g a i
berhubungan dengan kerusakan j a n g k a panjang, disfungsi penelitian yang bertujuan untuk memperbaiki kehidupan
atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, orang dengan diabetes, ada yang berusaha untuk mencari
g i n j a l , saraf, j a n t u n g d a n p e m b u l u h d a r a h . World Health obat untuk menyembuhkannya dan ada pula yang
Organization ( W H O ) sebelumnya telah m e r u m u s k a n bahwa mempelajari dampak diabetes pada beberapa populasi
DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan di d u n i a .
dalam satu j a w a b a n yang jelas dan singkat tetapi secara
u m u m dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema
a n a t o m i k d a n k i m i a w i a k i b a t d a r i s e j u m l a h f a k t o r di m a n a PENAPISAN DAN DIAGNOSIS
d i d a p a t d e f i s i e n s i insulin a b s o l u t a t a u relatif d a n g a n g g u a n
fungsi insulin. Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan
Perubahan dalam diagnosis dan klasifikasi DM konsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis
t e r u s m e n e r u s terjadi baik o l e h W H O m a u p u n American D M harus diperhatikan asal bahan darah y a n g diambil
Diabetes Association ( A D A ) . P a r a p a k a r di I n d o n e s i a p u n dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis,
bersepakat melalui PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
Indonesia) pada tahun 1993 untuk m e m b i c a r a k a n standar dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
pengelolaan diabetes melitus, yang kemudian juga Untuk memastikan diagnosis D M , pemeriksaan glukosa
m e l a k u k a n revisi k o n s e n s u s t e r s e b u t p a d a t a h u n 1 9 9 8 d a n d a r a h s e y o g y a n y a d i l a k u k a n di l a b o r a t o r i u m klinik y a n g
2002 yang menyesuaikan dengan perkembangan baru. terpercaya (yang melakukan program pemantauan
Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak kendali mutu secara teratur). W a l a u p u n demikian sesuai
terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan
diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan
sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada m e m p e r h a t i k a n a n g k a - a n g k a kriteria diagnostik yang
k a s u s y a n g t i d a k t e r d e t e k s i i n i . P e n e l i t a n lain m e n y a t a k a n berbeda sesuai p e m b a k u a n oleh W H O . Untuk p e m a n t a u a n
bahwa d e n g a n a d a n y a urbanisasi, populasi diabetes tipe h a s i l p e n g o b a t a n d a p a t d i p e r i k s a g l u k o s a d a r a h kapiler.
2 a k a n m e n i n g k a t 5-10 kali lipat k a r e n a terjadi p e r u b a h a n Ada perbedaan antara uji d i a g n o s t i k DM dan
perilaku r u r a l - t r a d i s i o n a l m e n j a d i u r b a n . Faktor risiko p e m e r i k s a a n p e n y a r i n g . Uji d i a g n o s t i k D M d i l a k u k a n p a d a
yang berubah secara epidemiologi diperkirakan adalah: mereka yang menunjukkan gejala/tanda D M , sedangkan
b e r t a m b a h n y a usia, lebih banyak dan lebih lamanya pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi
obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas m e r e k a y a n g t i d a k b e r g e j a l a , y a n g m e m p u n y a i risiko D M .
j a s m a n i d a n h i p e r i n s u l i n e m i a . S e m u a f a k t o r ini b e r i n t e r a k s i ( S e r a n g k a i a n uji d i a g n o s t i k a k a n d i l a k u k a n k e m u d i a n p a d a
2324 DIABETES MILITUS

m e r e k a y a n g hasil p e m e r i k s a a n p e n y a r i n g n y a positif, Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca


u n t u k m e m a s t i k a n d i a g n o s i s definitif.) pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu:
PERKENI m e m b a g i alur diagnosis D M menjadi dua <140 mg/dL = normal
bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas D M . 140-<200 mg/dL = toleransi glukosa terganggu
G e j a l a k h a s D M terdiri dari p o l i u r i a , p o l i d i p s i a , p o l i f a g i a d a n >200 mg/dL = diabetes
berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan
gejala tidak khas D M diantaranya lemas, k e s e m u t a n , luka
y a n g sulit s e m b u h , g a t a l , m a t a kabur, d i s f u n g s i e r e k s i (pria)
d a n pruritus vulva (wanita). Apabila d i t e m u k a n gejala khas TTGO***
D M , p e m e r i k s a a n g l u k o s a d a r a h a b n o r m a l s a t u kali s a j a
sudah cukup untuk m e n e g a k k a n diagnosis, namun apabila G D 2 j a m pasca p e m b e b a n a n
t i d a k d i t e m u k a n g e j a l a k h a s D M , m a k a d i p e r l u k a n d u a kali
pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis D M j u g a
S200
r

140-199
1
< 140
dapat ditegakkan melalui cara pada tabel 1.

r r
DM TGT Normal
Tabel 1 . Kriteria Diagnosis D M

1. Gejala klasik D M + glukosa plasma s e w a k t u >200 m g /


d L ( 1 1 , 1 mmol/L) G a m b a r 1. Langkah diagnostik D M d a n TGT dan T T G O
Glukosa plasma s e w a k t u m e r u p a k a n hasil p e m e r i k s a a n
sesaat pada suatu hari t a n p a m e m p e r h a t i k a n w a k t u
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua
m a k a n terakhir
individu d e w a s a d e n g a n Indeks Massa Tubuh (IMT) >25
2. Atau
k g / m 2 d e n g a n f a k t o r risiko lain s e b a g a i b e r i k u t : 1) a k t i v i t a s
Gejala klasik D M + g l u k o s a p l a s m a p u a s a >126 m g /
f i s i k k u r a n g , 2) r i w a y a t k e l u a r g a m e n g i d a p D M pada
dL (7,0 m m o l / L )
t u r u n a n p e r t a m a {first degree relative), 3) m a s u k k e l o m p o k
Puasa diartikan pasien tidak m e n d a p a t kalori t a m b a h a n
etnik risiko tinggi (African A m e r i c a n , Latino, Native
sedikitnya 8 j a m
A m e r i c a n , A s i a n A m e r i c a n , Pacific Islander), 4 ) . W a n i t a
3. Glukosa plasma 2 j a m pada T T G O >200 m g / d L (11,1
d e n g a n riwayat m e l a h i r k a n bayi d e n g a n berat >4000
mmol/L)
gram atau riwayat Diabetes Melitus Gestasional (DMG),
T T G O dilakukan d e n g a n standar W H O , m e n g g u n a k a n
5). H i p e r t e n s i ( t e k a n a n d a r a h > 1 4 0 / 9 0 m m H g a t a u s e d a n g
beban glukosa y a n g setara d e n g a n 75 g r a m glukosa
d a l a m t e r a p i o b a t a n t i h i p e r t e n s i ) , 6) K o l e s t e r o l H D L <35
anhidrus y a n g dilarutkan ke d a l a m air
m g / d L d a n a t a u t r i g l i s e r i d a > 2 5 0 m g / d L , 7) w a n i t a d e n g a n
s i n d r o m p o l i k i s t i k o v a r i u m , 8) r i w a y a t T o l e r a n s i g l u k o s a
t e r g a n g g u (TGT) atau G l u k o s a d a r a h p u a s a t e r g a n g g u

Cara pelaksanaan T T G O ( W H O 1994): ( G D P T ) , 9) k e a d a a n lain y a n g b e r h u b u n g a n dengan


r e s i s t a n s i i n s u l i n ( o b e s i t a s , a k a n t o s i s n i g r i k a n s ) d a n 10)
3 (tiga) hari s e b e l u m p e m e r i k s a a n t e t a p makan
riwayat penyakit kardiovaskular.
seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat
yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa
seperti biasa darah puasa atau sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok
berpuasa paling sedikit 8 j a m (mulai m a l a m hari) risiko t i n g g i y a n g hasil p e m e r i k s a a n p e n y a r i n g n y a negatif,
s e b e l u m p e m e r i k s a a n , m i n u m air p u t i h t a n p a g u l a pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun;
tetap diperbolehkan s e d a n g k a n bagi m e r e k a y a n g berusia >45 t a h u n t a n p a
diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa faktor risiko, p e m e r i k s a a n penyaring dapat dilakukan
d i b e r i k a n g l u k o s a 7 5 g r a m ( o r a n g d e w a s a ) a t a u 1,75 setiap 3 t a h u n a t a u lebih c e p a t t e r g a n t u n g dari klinis
g r a m / k g B B ( a n a k - a n a k ) , d i l a r u t k a n d a l a m air 2 5 0 m L masing-masing pasien.
dan diminum dalam waktu 5 menit Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk
berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah D M pada penduduk u m u m n y a (mass screening) tidak
untuk pemeriksaan 2 j a m setelah minum larutan d i a n j u r k a n k a r e n a di s a m p i n g b i a y a y a n g m a h a l , r e n c a n a
glukosa selesai tindak lanjut bagi m e r e k a y a n g positif b e l u m a d a . Bagi
diperiksa glukosa darah 2 (dua) j a m sesudah beban mereka yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan
glukosa p e n y a r i n g b e r s a m a p e n y a k i t lain ( g e n e r a l check-up)
selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa adanya pemeriksaan penyaring untuk D M dalam rangkaian
tetap istirahat d a n tidak merokok pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan.
DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI DIABETES MELITUS 2325

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui
p a s i e n D M , t o l e r a n s i g l u k o s a t e r g a n g g u (TGT) d a n g l u k o s a pemeriksaan konsentrasi glukosa darah sewaktu atau
' 'arah p u a s a t e r g a n g g u ( G D P T ) , s e h i n g g a d a p a t d i t e n t u k a n konsentrasi g l u k o s a darah puasa, k e m u d i a n d a p a t diikuti
langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT d e n g a n t e s t o l e r a s i g l u k o s a oral ( T T G O ) s t a n d a r .
dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM.
Tabel 2. Konsentrasi G l u k o s a D a r a h S e w a k t u d a n Puasa
S e t e l a h 5-10 t a h u n k e m u d i a n 1/3 k e l o m p o k T G T a k a n
S e b a g a i Patokan Penyaring d a n Diagnosis D M (mg/dL)
b e r k e m b a n g m e n j a d i D M , 1/3 t e t a p T G T d a n 1/3 l a i n n y a
Belum
kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan Bukan
pasti DM
r e s i s t e n s i i n s u l i n . P a d a k e l o m p o k T G T ini risiko t e r j a d i n y a DM
DM
aterosklerosis lebih tinggi d i b a n d i n g k a n kelompok n o r m a l .
Konsentrasi Plasma v e n a <100 100-199 >200
TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular,
glukosa
hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola
Darah sewaktu Darah kapiler <9 90-199 >200
kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat
(mg/dL)
ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan primer dan
Konsentrasi Plasma vena <100 100-125 >126
sekunder dapat segera diterapkan.
glukosa darah Darah kapiler <90 90-99 >100
p u a s a (mg/dL)

K e l u h a n Klinis Diabetes

I
K e l u h a n khas(+) K e l u h a n khas(-)

I
GDP
atau
GDS
>126

>200
<126

<200
GDP
atau
GDS
>126
>200
110-125

110-199
• <110

Ulang G D S atau G S P

—=1=—
GDP >126 <126
TTGO
atau
GDS >200 <200 GD 2 Jam

>200 140-199 <140

DIAB E T E S M E L I T U S TGT Normal


1 GDPT

- E v a l u a s i Status Gizi
T
Nasihat U m u m
- E v a l u a s i Penyullt DM Perencanaan makan
- Evaluasi dan Perencanaan Makan latihan j a s m a n i
sesuai Kebutuhan B e r a t Idaman
belum Perlu Obat P e n u r u n G l u k o s a

GDP = Glukosa Darah P u a s a


GDS = Glukosa Darah Sewaktu
GDPT = G l u k o s a D a r a h P u a s a Terganggu
TGT = Toleransi G l u k o s a Terganggu

Gambar 2. L a n g k a h - l a n g k a h d i a g n o s t i k D M d a n t o l e r a n s i g l u k o s a t e r g a n g g u
2326 DIABETES MILITUS

T a b e l 3. K r i t e r i a D i a g n o s t i k D i a b e t e s M e l i t u s * d a n mencapai persejutuan internasional tentang prosedur


G a n g g u a n Toleransi G l u k o s a diagnostik, kriteria dan terminologi. Dahulu terdapat

1. Konsentrasi glukosa darah sewaktu (plasma vena) banyak perbedaan dalam masing-masing bidang walaupun

>200 mg/dl telah diusahakan untuk mendapat suatu konsensus.

atau W a l a u p u n s e c a r a klinis t e r d a p a t 2 m a c a m diabetes


tetapi sebenarnya ada y a n g berpendapat diabetes hanya
2. Konsentrasi g l u k o s a d a r a h p u a s a >126 m g / d l a t a u
merupakan suatu spektrum defisiensi insulin. Individu
3. K o n s e n t r a s i g l u k o s a d a r a h >200 m g / d l p a d a 2 j a m
y a n g k e k u r a n g a n insulin secara total atau h a m p i r total
s e s u d a h b e b a n g l u k o s a 75 g r a m pada T T G O * *
dikatakan sebagai diabetes "Juvenile o n s e t " atau "insulin

* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada


hari yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia
dengan dengan dekompensasi metabolik berat, seperti Tabel 4. Klasifikasi Diabetes Melitus ( A D A 2 0 0 9 )
ketoasidosis, gejala klasik: poliuri, polidipsi, polifagi dan I. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, u m u m n y a
berat badan menurun cepat m e n j u r u s ke defisiensi insulin absolut)
** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik.
a. Melalui proses i m u n o l o g i k
Untuk penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan
memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah puasa b. Idiopatik
dan 2 j a m pasca pembebanan Untuk DM Gestasional j u g a
dianjurkan kriteria diagnostik yang sama II. Diabetes Melitus Tipe 2 (Bervariasi mulai yang
p e d o m i n a n resistensi insulin disertai diefisiensi insulin
relatif s a m p a i y a n g p r e d o m i n a n g a n g g u a n s e k r e s i
Nilai atau Indeks Diagnostik Lainnya insulin b e r s a m a resistensi insulin)
Definisi k e a d a a n d i a b e t e s a t a u g a n g g u a n t o l e r a n s i g l u k o s a III. D i a b e t e s Melitus Tipe Lain
tergantung pada pemeriksaan konsentrasi glukosa darah.
a. Defek g e n e t i k fungsi sel beta
Beberapa tes tertentu y a n g non glikemik dapat berguna
• k r o m o s o m 12, H N F - a (dahulu M O D Y 3)
dalam m e m n e n t u k a n subklas, penelitian epidenmiologi,
k r o m o s o m 7, g l u k o k i n a s e (dahulu M O D Y 2)
dalam m e n e n t u k a n m e k a n i s m e dan perjalanan alamiah
diabetes. • k r o m o s o m 20, H N F a (dahulu M O D Y 1)

Untuk diagnosis d a n klasifikasi ada indeks t a m b a h a n k r o m o s o m 13, insulin promoter factor (IPF
yang dapat dibagi atas 2 bagian : dahulu MODY 4)

• k r o m o s o m 17, H N F - l p (dahulu M O D Y 5)
I n d e k s p e n e n t u a n d e r a j a t k e r u s a k a n s e l b e t a . H a l ini
k r o m o s o m 2 , N e u r o D I (dahulu M O D Y 6)
dapat dinilai d e n g a n p e m e r i k s a a n konsentrasi insulin,
DNA Mitokondria
pro-insulin, dan sekresi peptida p e n g h u b u n g (C-peptide).
lainnya
Nilai-nilai "Glycosilated h e m o g l o b i n " ( W H O memakai
istilah " G l y c l a t e d h e m o g l o b i n " ) , nilai d e r a j a t g l i k o s i l a s i d a r i b. Defek g e n e t i k kerja insulin: resistensi insulin tipe

p r o t e i n lain d a n t i n g k a t g a n g g u a n t o l e r a n s i g l u k o s a j u g a A, l e p r e c h a u n i s m , s i n d r o m R a b s o n M e n d e n h a l l
diabetes lipoatrofik, lainnya
b e r m a n f a a t untuk penilaian k e r u s a k a n ini.
c. Penyakit Eksokrin Pankreas: pankreatitis, t r a u m a /
Indeks proses diabetogenik. Untuk penilaian proses p a n k r e a t e k t o m i , n e o p l a s m a , fibrosis kistik h e m o -
diabetogenik pada s a a t ini t e l a h d a p a t dilakukan kromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya
p e n e n t u a n tipe d a n sub-tipe H L A ; a d a n y a tipe dan titer d. Endokrinopati: a k r o m e g a l i , s i n d r o m cushing, feok-
antibodi d a l a m sirkulasi y a n g ditujukan pada pulau-pulau romositoma, hipertiroidisme somatostatinoma,
L a n g e r h a n s (islet cell a n t i b o d i e s ) , Anti G A D (Glutamic a l d o s t e r o n o m a , lainnya
A c i d D e c a r b o x y l a s e ) d a n sel e n d o k r i n lainnya adanya e. Karena O b a t / Z a t k i m i a : vacor, p e n t a m i d i n , a s a m
cell-mediated immunity terhadap pankreas; ditemukannya nikotinat, g l u k o k o r t i k o i d , h o r m o n tiroid, d i a z o x i d ,
susunan DNA spesifik pada genoma manusia dan a l d o s t e r o n o m a , lainnya
d i t e m u k a n n y a p e n y a k i t lain p a d a p a n k r e a s d a n p e n y a k i t i Infeksi: rubella c o n g e n i t a l , CMV, lainnya
endokrin lainnya. g. I m u n o l o g i ( j a r a n g ) : s i n d r o m "Stiffman", antibodi
anti reseptor insulin, lainnya
Perkembangan Klasifikasi Diabetes Melitus h. S i n d r o m a g e n e t i k lain: s i n d r o m D o w n , s i n d r o m
D a l a m b e b e r a p a d e k a d e a k h i r ini h a s i l p e n e l i t i a n b a i k Klinefelter, s i n d r o m Turner, s i n d r o m W o l f r a m ' s ,
klinik m a u p u n l a b o r a t o r i k m e n u n j u k k a n b a h w a d i a b e t e s ataksia Friedreich's, c h o r e a H u n t i n g t o n , s i n d r o m
m e l i t u s m e r u p a k a n s u a t u k e a d a a n y a n g h e t e r o g e n baik Laurence M o o n Biedl distrofi m i o t o n i k , porfiria,
s i n d r o m Prader Willi, lainnya
s e b a b m a u p u n m a c a m n y a . S e l a m a b e r t a h u n - t a h u n hal ini
telah d i g u m u l i oleh banyak ahli t e r n a m a d e n g a n t u j u a n IV. Diabetes Kehamilan
DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI DIABETES MELITUS 2327

d e p e n d e n t " atau "ketosis prone", karena tanpa insulin


dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang
d i s e b a b k a n k e t o a s i d o s i s . P a d a e k s t r e m y a n g lain t e r d a p a t
i n d i v i d u y a n g "stable" a t a u "maturity onset" atau "non-
insulin dependent". O r a n g - o r a n g ini h a n y a m e n u n j u k k a n
d e f i s i e n s i i n s u l i n y a n g relatif d a n w a l a p u n b a n y a k d i a n t a r a
m e r e k a m u n g k i n m e m e r l u k a n s u p l e m e n t a s i insulin {Insulin
requiring), t i d a k a k a n terjadi k e m a t i a n k a r e n a k e t o a s i d o s i s
w a l a p u n insulin e k s o g e n dihentikan. Bahkan diantara
m e r e k a m u n g k i n terdapat kenaikan j u m l a h insulin secara
a b s o l u t bila d i b a n d i n g k a n d e n g a n o r a n g n o r m a l , t e t a p i
ini b i a s a n y a b e r h u b u n g a n d e n g a n o b e s i t a s dan/atau
i n a k t i v i t a s fisik.

Sesuai dengan konsep mutakhir, kedua kelompok


b e s a r d i a b e t e s d a p a t d i b a g i lagi a t a s k e l o m p o k k e c i l . P a d a
satu k e l o m p o k besar " I D D M " atau Diabetes tipe 1, terdapat
hubungan dengan HLA tertentu pada kromosom 6 dan
beberapa auto-imunitas serologik dan cell-mediated.
Infeksi virus p a d a atau d e k a t s e b e l u m onset j u g a disebut-
sebut berhubungan dengan patogenesis diabetes. Pada
percobaan binatang, virus d a n toksin diduga berpengaruh
pada kerentanan proses a u t o - i m u n i t a s ini.
Kelompok besar lainnya ( N I D D M atau diabetes tipe
2) t i d a k m e m p u n y a i h u b u n g a n d e n g a n H L A , v i r u s a t a u
autoimunitas d a n biasanya m e m p u n y a i sel beta y a n g
masih berfungsi, sering m e m e r l u k a n insulin tetapi tidak
b e r g a n t u n g k e p a d a insulin s e u m u r hidup.
Dalam terminologi j u g a terdapat perubahan dimana
p a d a k l a s i f i k a s i W H O 1 9 8 5 t i d a k lagi t e r d a p a t i s t i l a h t i p e
1 d a n t i p e 2. T e t a p i k a r e n a istilah ini s u d a h m u l a i d i k e n a l
u m u m maka untuk tidak m e m b i n g u n g k a n maka kedua
istilah ini m a s i h d a p a t d i p a k a i t e t a p i t a n p a mempunyai
arti k h u s u s s e p e r t i i m p l i k a s i e t i o p a t o g e n i k . Istilah ini p u n
kemudian kembali digunakan oleh A D A pada tahun 1997
sampai 2005, sehingga D M tipe 1 d a n tipe 2 merupakan
i s t i l a h y a n g s a a t ini d i p a k a i k e t i m b a n g N I D D M (DMTTI)
dan IDDM (DMTI).

REFERENSI

Stadtes dan Lipid R S U P N Dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit F K U I ,
Jakarta 2005 : hal 17-28.
W H O . Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus and its Complications. World Health Organization
Department of Noncommunicable Disease Surveil;lance.
Geneva 1999.
302
FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN
GLIKEMIA DIABETES MELITUS TIPE 2
Sidartawan Soegondo

PENDAHULUAN insulin. Pada a w a l n y a , kondisi resistensi insulin ini


dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin oleh sel
Kegagalan pengendalian glikemia pada diabetes beta pankreas. Seiring dengan progresifitas penyakit maka
melitus (DM) setelali melakukan perubahan gaya produksi insulin ini berangsur menurun menimbulkan
hidup memerlukan intervensi farmakoterapi agar dapat klinis hiperglikemia yang nyata. Hiperglikemia awalnya
mencegah terjadinya komplikasi diabetes atau paling terjadipada fase setelah makan saat otot gagal melakukan
sedikit dapat menghambatnya. Untuk mencapai tujuan ambilan glukosa dengan optimal. Pada fase berikutnya
tersebut sangat diperlukan peran serta para pengelola dimana produksi insulin semakin menurun, maka
k e s e h a t a n di t i n g k a t p e l a y a n a n k e s e h a t a n primer. terjadi p r o d u k s i g l u k o s a hati y a n g b e r l e b i h a n d a n
Pedoman pengelolaan diabetes sudah ada dan disepakati mengakibatkan meningkatnya glukosa darah pada saat
bersama oleh para pakar diabetes di Indonesia dan puasa. Hiperglikemia yang terjadi memperberat gangguan
dituangkan dalam suatu Konsensus Pengelolaan Diabetes sekresi insulin yang sudah ada dan disebut dengan
Melitus tipe 2 di Indonesia yang mulai disebarluaskan seiak fenomena glukotoksisitas.
tahun 1994 dan beberapa kali mengalami revisi dan yang Selain pada otot, resistensi insulin j u g a terjadi
terakhir pada tahun 2006. pada j a r i n g a n adiposa sehingga merangsang proses
Kasus diabetes y a n g terbanyak dijumpai adalah lipolisis dan meningkatkan asam lemak bebas. Hal ini
diabetes melitus tipe 2, yang ditandai adanya gangguan juga mengakibatkan gangguan proses ambilan glukosa
sekresi insulin ataupun gangguan kerja insulin (resistensi oleh sel otot d a n m e n g g a n g g u sekresi insulin oleh
insulin) pada organ target terutama hati dan otot. Awalnya sel beta pankreas. Fenomena ini yang disebut dengan
resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes lipotoksisitas.
secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas masih D e n g a n d a s a r p e n g e t a h u a n ini m a k a d a p a t l a h
dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu diperkirakan bahwa dalam mengelola diabetes tipe 2,
hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau pemilihan penggunaan intervensi farmakologik sangat
baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidak tergantung pada fase mana diagnosis diabetes ditegakkan
sanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes yaitu sesuai dengan kelainan dasar yang terjadi pada saat
melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya tersebut seperti (Gambar 1):
p e n i n g k a t a n kadar g l u k o s a d a r a h y a n g m e m e n u h i Resistensi insulin pada jaringan lemak, otot dan hati
kriteria diagnosis diabetes melitus. Otot adalah pengguna Kenaikan produksi glukosa oleh hati.
glukosa yang paling banyak sehingga resistensi insulin Kekurangan sekresi insulin oleh pankreas.
mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa oleh otot. Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan
Fenomena resistensi insulin ini terjadi beberapa dekade non farmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, peren-
sebelum onset DM dan telah dibuktikan pada saudara canaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan
kandung DM tipe 2 yang normoglikemik. Selain genetik, penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau
faktor lingkungan juga mempengaruhi kondisi resistensi obesitas. Bila dengan langkah-langkah pendekatan non

2328
FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN GLIKEMIA DIABETES MELITUS TIPE 2 2329

farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran t e r a p i i n s u l i n . K e a d a a n s e p e r t i ini m e m e r l u k a n p e r a w a t a n


pengendalian DM belum tercapai, maka dilanjutkan di r u m a h s a k i t .
d e n g a n p e n g g u n a a n perlu p e n a m b a h a n terapi m e d i k a -
mentosa atau intervensi farmakologi disamping tetap
m e l a k u k a n p e n g a t u r a n m a k a n d a n aktivitas fisik y a n g M A C A M - M A C A M OBAT ANTI HIPERGLIKEMIK
sesuai. Dalam melakukan pemilihan intervensi farmako- ORAL
l o g i s p e r l u d i p e r h a t i k a n titik kerja o b a t s e s u a i dengan
m a c a m - m a c a m penyebab terjadinya hiperglikemia sesuai
Golongan Insulin Sensitizing
d e n g a n g a m b a r 2.
Pada beberapa kondisi saat kebutuhan insulin
Biguanid
sangat m e n i n g k a t akibat a d a n y a infeksi, stres akut (gagal
j a n t u n g , iskemi j a n t u n g akut), tanda-tanda defisiensi Farmakokinetik dan Farmakodinamik

insulin y a n g berat ( p e n u r u n a n berat b a d a n y a n g cepat, S a a t ini g o l o n g a n b i g u a n i d y a n g b a n y a k d i p a k a i a d a l a h

ketosis, ketoasidosis) atau pada kehamilan y a n g kendali metformin. Metformin terdapat dalam konsentrasi yang

glikemiknya tidak terkontrol dengan perencanaan m a k a n , tinggi didalam usus d a n hati, tidak d i m e t a b o l i s m e tetapi

maka pengelolaan farmakologis umumnya memerlukan secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Proses tersebut

C a u s e of h y p e r g l y c e m i a in N I D D M

S e l perifer
D e f e k reseptor (otot)
dan post reseptor

¥ GlukosaT-
(Produksi Glukosa
meningkat)

Pankreas
s e k r e s i insulin berkurang

G a m b a r 1. Sebab hiperglikemia pada D M

Masukan Makanan
< Diet
Insulin m a l a m hari
i A l f a g l u k o s i d a s e inhibitor

Produksi
Pool glukosa
Glukosa
ekstraselular
Hatit

Defisiensi Sulfonylureas
Insulin

Transpor glukosa Insulin

Resistensi
Insulin . Metformin

Troglitazone
Pemakaian glukosa sel

G a m b a r 2. Sarana farmakologis d a n titik kerja obat untuk pengendalian kadar


glukosa darah
2330 DIABETES MILITUS

berjalan dengan cepat sehingga metformin bisanya Efektivitas metformin m e n u r u n k a n glukosa darah
d i b e r i k a n d u a s a m p a i t i g a kali s e h a r i k e c u a l i d a l a m b e n t u k pada orang gemuk sebanding dengan kekuatan SU.
extended release. Setelah diberikan secara oral, metformin Mengingat keunggulan metformin dalam mengurangi
akan mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 j a m resistensi insulin, m e n c e g a h p e n a m b a h a n berat badan
d a n diekskresi lewat urin d a l a m keadaan utuh dengan d a n m e m p e r b a i k i profil lipid m a k a m e t f o r m i n sebagai
waktu paruh 2 5 j a m . monoterapi pilihan u t a m a pada awal pengelolaan diabetes
pada orang gemuk dengan dislipidemia dan resistensi
M e k a n i s m e Kerja
i n s u l i n b e r a t . Bila d e n g a n m o n o t e r a p i t i d a k b e r h a s i l m a k a
M e t f o r m i n m e n u r u n k a n g l u k o s a d a r a h melalui p e n g a r u h n y a
dapat dilakukan kombinasi d e n g a n SU atau obat anti
t e r h a d a p kerja i n s u l i n p a d a t i n g k a t selular, d i s t a l r e s e p t o r
diabetik lain.
insulin dan m e n u r u n k a n produksi glukosa hati. M e t f o r m i n
K o m b i n a s i s u l f o n i l u r e a d e n g a n m e t f o r m i n s a a t ini
m e n i n g k a t k a n p e m a k a i a n g l u k o s a oleh sel usus s e h i n g g a
m e r u p a k a n kombinasi yang rasional karena m e m p u n y a i
menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat
cara kerja sinergis sehingga kombinasi ini dapat
a b s o r p s i g l u k o s a di u s u s s e s u d a h a s u p a n m a k a n .
menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada
Penelitian terakhir m e l a p o r k a n bahwa efek metformin
p e n g o b a t a n t u n g g a l m a s i n g - m a s i n g , baik pada dosis
di a t a s d i d u g a terjadi m e l a l u i p e n i n g k a t a n penggunaan
maksimal keduanya m a u p u n pada kombinasi dosis rendah.
glukosa oleh jaringan perifer yang dipengaruhi AMP
Kombinasi dengan dosis maksimal dapat menurunkan
acticated protein kinase (AMPK), y a n g m e r u p a k a n regulator
glukosa darah y a n g lebih banyak.
s e l u l a r u t a m a bagi m e t a b o l i s m e lipid d a n g l u k o s a . A k t i v a s i
Pemakaian kombinasi dengan SU sudah dapat
A M P K pada hepatosit akan m e n g u r a n g i aktivitas Acetyl
d i a n j u r k a n sejak a w a l p e n g e l o l a a n d i a b e t e s , b e r d a s a r k a n
Co-A karboksilase (ACC) dengan induksi oksidasi asam
hasil penelitian U n i t e d K i n g d o m Prospective Diabetes
lemak dan m e n e k a n ekspresi enzim lipogenik.
Study (UKPDS) dan hanya 5 0 % pasien D M tipe 2 yang
Metformin j u g a dapat menstimulasi produksi Glucagon
kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan tunggal
like Peptide-^ (GLP-1) dari gastrointestinal y a n g dapat
metformin atau SU sampai dosis maksimal.
m e n e k a n f u n g s i sel a l f a p a n k r e a s s e h i n g g a m e n u r u n k a n
Kombinasi metformin dan insulin juga dapat
glukagon serum dan mengurangi hiperglikemia saat
dipertimbangkan pada pasien gemuk dengan glikemia
puasa.
yang sukar dikendalikan. Kombinasi insulin d e n g a n SU
Di s a m p i n g berpengaruh pada glukosa darah,
l e b i h baik d a r i p a d a k o m b i n a s i i n s u l i n d e n g a n m e t f o r m i n .
metformin juga berpengaruh pada komponen lain
Peneliti lain a d a y a n g m e n d a p a t k a n k o m b i n a s i m e t f o r m i n
resistensi insulin yaitu pada lipid, t e k a n a n darah d a n j u g a
d a n insulin lebih baik d i b a n d i n g d e n g a n insulin saja.
pada plasminogen activator inhibitor (PAI-1).
Efek S a m p i n g dan Kontraindikasi
P e n g g u n a a n D a l a m Klinik d a n Efek H i p o g l i k e m i a Efek s a m p i n g gastrointestinal tidak j a r a n g (-50%)
M e t f o r m i n t i d a k m e m e i l i k i e f e k s t i m u l a s i p a d a sel b e t a d i d a p a t k a n p a d a p e m a k a i a n a w a l m e t f o r m i n d a n ini d a p a t
pankreas sehingga tidak mengakibatkan hipoglikemia dan dikurangi dengan memberikan obat dimulai dengan dosis
p e n a m b a h a n berat badan. Pemberian metformin dapat rendah dan diberikan bersamaan dengan makanan.
m e n u r u n k a n berat badan ringan hingga sedang akibat Efek s a m p i n g lain y a n g d a p a t terjadi a d a l a h a s i d o s i s
penekanan nafsu makan dan menurunkan hiperinsulinemia laktat, meski k e j a d i a n n y a c u k u p j a r a n g (0,03 per 1000
akibat resistensi insulin, s e h i n g g a tidak d i a n g g a p sebagai pasien) n a m u n d a p a t berakibat fatal pada 3 0 - 5 0 % kasus.
obat hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada g a n g g u a n fungsi ginjal y a n g berat, m e t f o r m i n dosis
Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi t i n g g i a k a n b e r a k u m u l a s i di m i t o k o n d r i a d a n m e n g h a m b a t
dan sebagai terapi kombinasi dengan sulfonylurea (SU), proses fosforilasi oksidatif sehingga mengakibatkan
repaglinid, nateglinid, p e n g h a m b a t alfa glikosidase d a n asidosis laktat (yang dapat diperberat d e n g a n alkohol).
glitazone. Pada pemakaian tunggal metformin dapat Untuk m e n g h i n d a r i n y a sebaiknya tidak diberikan pada
menurunkan glukosa darah sampai 2 0 % dan konsentrasi pasien d e n g a n g a n g g u a n fungsi ginjal (kreatinin >1,3
insulin plasma pada keadaan basal j u g a t u r u n . Penelitian m g / d L pada p e r e m p u a n dan >1,5 m g / d L pada laki-laki).
klinik m e m b e r i k a n hasil m o n o t e r a p i y a n g b e r m a k n a d a l a m Metformin j u g a dikontraindikasikan pada gangguan fungsi
penurunan glukosa darah puasa (60-70 mg/dL) dan H b A l c hati, infeksi berat, p e n g g u n a a n alkohol berlebihan serta
(1-2%) dibandingkan dengan plasebo pada pasien yang penyandang gagal jantung yang memerlukan terapi.
t i d a k d a p a t t e r k e n d a l i h a n y a d e n g a n diet. P a d a p e m a k a i a n P e m b e r i a n m e t f o r m i n perlu p e m a n t a u a n ketat p a d a usia
k o m b i n a s i d e n g a n S U , h i p o g l i k e m i a d a p a t terjadi a k i b a t l a n j u t (> 8 0 t a h u n ) d i m a n a m a s a a o t o t b e b a s l e m a k n y a
pengaruh SUnya. Pengobatan terapi kombinasi dengan sudah berkurang. Pada pasien yang akan m e n g g u n a k a n
o b a t a n t i d i a b e t e s y a n g lain d a p a t m e n u r u n k a n HbAlc radiokontras disarankan untuk menghentikan metformin
3-4%. 24 j a m sebelum dan 48 j a m sesudah tindakan.
FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN GLIKEMIA DIABETES MELITUS TIPE 2 2331

Metformin j u g a dapat menganggu absorbsi vitamin Glitazon dapat sedikit m e n u r u n k a n tekanan darah,
B12 dan dapat m e n u r u n k a n konsentrasi vitamin 812 meningkatkan fibrinolisis dan memperbaiki fungsi
serum dengan mekanisme yang belum diketahui endotel.
s e p e n u h n y a . P a d a s u a t u uji k l i n i k d i d a p a t k a n anemia
P e n g g u n a a n D a l a m Klinik d a n Eefek Hipoglikemia
p a d a 7 % p e n g g u n a m e t f o r m i n d a n k o n d i s i ini m e m b a i k
R o s i g l i t a z o n d a n p i o g l i t a z o n s a a t ini d a p a t digunakan
d e n g a n c e p a t d e n g a n p e n g h e n t i a n o b a t . O l e h k a r e n a itu
sebagai monoterapi dan j u g a sebagai kombinasi dengan
disarankan untuk melakukan monitor hematologi.
metformin dan sekretagok insulin. Kemasan rosiglitazon
t e r d i r i d a r i 4 d a n 8 m g s e d a n g k a n p i o g l i t a z o n 15 d a n 3 0
Glitazone m g . Pemakaian bersama d e n g a n insulin tidak disarankan
Farmakokinetik dan Farmakodinamik karena dapat mengakibatkan peningkatan berat badan
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan mencapai y a n g b e r l e b i h d a n r e t e n s i c a i r a n . S e c a r a klinik r o s i g l i t a z o n
k o n s e n t r a s i t e r t i n g g i t e r j a d i s e t e l a h 1-2 j a m . Makanan dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau
t i d a k m e m p e n g a r u h i f a r m a k o k i n e t i k o b a t ini. W a k t u p a r u h d o s i s t e r b a g i 2 kali s e h a r i ) m e m p e r b a i k i konsentrasi
b e r k i s a r a n t a r a 3-4 j a m b a g i r o s i g l i t a z o n e d a n 3-7 j a m g l u k o s a p u a s a s a m p a i 55 m g / d L d a n H b A l c sampai
bagi pioglitazon. 1,5% d i b a n d i n g k a n d e n g a n p l a s e b o . S e d a n g pioglitazon
juga mempunyai kemampuan menurunkan glukosa
IMekanisme Kerja
d a r a h bila d i g u n a k a n s e b a g a i m o n o t e r a p i a t a u s e b a g a i
Glitazon (Thiazolidinediones), merupakan agonist
terapi kombinasi dengan dosis maksimal 45 mg/dL dosis
p e r o x i s o m e p r o l i f e r a t o r - a c t i v a t e d r e c e p t o r g a m m a (PPARy)
tunggal. Monoterapi dengan glitazon dapat memperbaiki
y a n g s a n g a t s e l e k t i f d a n p o t e n . R e s e p t o r PPARy t e r d a p a t di
konsentrasi glukosa darah puasa hingga 59-80 mg/dL dan
j a r i n g a n t a r g e t kerja i n s u l i n s e p e r t i j a r i n g a n a d i p o s a , o t o t
H b A l c 1,4-2,6% d i b a n d i n g k a n d e n g a n plasebo (ekuivalen
skelet d a n hati. G l i t a z o n m e r u p a k a n r e g u l a t o r h o m e o s t a s i s
dengan metformin dan SU).
l i p i d , d i f e r e n s i a s i a d i p o s i t , d a n kerja i n s u l i n . S a m a s e p e r t i
m e t f o m i n , g l i t a z o n tidak m e n s t i m u l a s i p r o d u k s i insulin o l e h Efek S a m p i n g dan Kontraindikasi
sel b e t a p a n k r e a s b a h k a n m e n u r u n k a n k o n s e n t r a s i i n s u l i n Glitazon dapat menyebabkan penambahan berat
lebih besar daripada m e t f o r m i n . M e n g i n g a t efeknya b a d a n y a n g b e r m a k n a s a m a atau b a h k a n lebih dari S U
d a l a m m e t a b o l i s m e glukosa dan lipid, glitazon dapat serta e d e m a . Keluhan infeksi saluran nafas atas (16%),
m e n i n g k a t k a n efisiensi d a n r e s p o n s sel beta pankreas sakit kepala (7,1%) dan a n e m i a dilusional (penurunan
d e n g a n m e n u r u n k a n glukotoksisitas dan lipotoksisitas. hemoglobin (Hb) sekitar 1 gr/dL) j u g a dilaporkan. Insiden
Glitazon dapat merangsang ekspresi beberapa fraktur ekstremitas distal pada wanita pasca m e n o p a u s e
protein yang dapat memperbaiki sensitivitas insulin dilaporkan meningkat.
dan memperbaiki glikemia, seperti glucose transporter- P e m a k a i a n g l i t a z o n d i h e n t i k a n bila t e r d a p a t k e n a i k a n
l ( G L U T - l ) , G L U T 4, p85aPI-3K dan uncoupling protein-2 e n z i m hati ( A L T d a n A S T ) l e b i h d a r i t i g a kali b a t a s a t a s
( U C P - 2 ) . S e l a i n itu j u g a d a p a t m e m p e n g a r u h i ekspresi normal. Pemakaiannya harus hati-hati pada pasien d e n g a n
dan pelepasan mediator resistensi insulin, seperti T N F - a r i w a y a t p e n y a k i t hati s e b e l u m n y a , g a g a l j a n t u n g k e l a s 3
dan leptin. d a n 4 (klasifikasi N e w york Heart Association, N Y H A ) d a n
Glitazon dapat meningkatkan berat badan dan e d e m a p a d a e d e m a . M e s k i p a d a hasil m e t a a n a l i s i s d i l a p o r k a n
pada 3-5% pasien akibat beberapa m e k a n i s m e antara risiko kematian akibat kardiovaskular m e n i n g k a t 4 3 %
lain: d a n infark m i o k a r d 4 3 % , b e l u m a d a s i m p u l a n y a n g j e l a s
penumpukan l e m a k s u b k u t a n di p e r i f e r dengan m e n g e n a i hal tersebut.
p e n g u r a n g a n lemak viseral
m e n i n g k a t n y a v o l u m e p l a s m a akibat aktivasi reseptor Golongan Sekretagok Insulin
P P A R y di g i n j a l Sekretagok insulin m e m p u n y a i efek hipoglikemik d e n g a n
e d e m a dapat disebabkan penurunan ekskresi natrium cara stimulasi sekresi insulin o l e h sel beta pankreas.
di g i n j a l s e h i n g g a t e r j a d i p e n i n g k a t a n n a t r i u m d a n G o l o n g a n ini m e l i p u t i S U d a n n o n S U ( g l i n i d ) .
retensi cairan.
Sulfonilurea
R o s i g l i t a z o n d a n p i o g l i t a z o n m e m i l i k i e f e k p a d a profil Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan D M tipe
lipid p a s i e n . R o s i g l i t a z o n m e n i n g k a t k a n k o l e s t e r o l L D L d a n 2 s e j a k t a h u n 1 9 5 0 - a n . O b a t ini d i g u n a k a n s e b a g a i t e r a p i
HDL n a m u n tidak pada trigliserida. S e d a n g k a n pioglitazon farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai,
memiliki efek netral pada kolesterol LDL, menurunkan t e r u t a m a bila k o n s e n t r a s i g l u k o s a tinggi d a n sudah
t r i g l i s e r i d a d a n m e n i n g k a t k a n H D L . B a i k rosi maupun terjadi g a n g g u a n pada sekresi insulin. Sulfonilurea sering
pioglitazon dapat m e n u r u n k a n small dense LDL. d i g u n a k a n s e b a g a i terapi k o m b i n a s i k a r e n a k e m a m p u a n n y a
2332 DIABETES MILITUS

untuk m e n i n g k a t k a n atau m e m p e r t a h a n k a n sekresi insulin. m a m p u m e n s e k r e s i i n s u l i n . G o l o n g a n o b a t ini t i d a k d a p a t


M e m p u n y a i sejarah p e n g g u n a a n yang panjang d e n g a n dipakai p a d a d i a b e t e s melitus tipe 1.
s e d i k i t e f e k s a m p i n g ( t e r m a s u k h i p o g l i k e m i a ) d a n relatif Efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan
m u r a h . B e r b a g a i m a c a m o b a t g o l o n g a n ini u m u m n y a m e r a n g s a n g c h a n n e l K y a n g t e r g a n t u n g p a d a A T P d a r i sel
m e m p u n y a i sifat f a r m a k o l o g i s y a n g s e r u p a , d e m i k i a n j u g a b e t a p a n k r e a s . Bila s u l f o n i l u r e a terikat p a d a r e s e p t o r ( S U R )
e f e k klinis d a n m e k a n i s m e k e r j a n y a . c h a n n e l t e r s e b u t m a k a a k a n terjadi p e n u t u p a n . K e a d a a n
ini a k a n m e n y e b a b k a n t e r j a d i n y a p e n u r u n a n p e r m e a b i l i t a s
Farmakokinetik dan Farmakodinamik
K pada m e m b r a n sel beta, terjadi depolarisasi m e m b r a n
Efek akut obat g o l o n g a n sulfonilurea b e r b e d a dengan
dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan
efek pada pemakaian j a n g k a lama. Glibenklamid misalnya
m e n y e b a b k a n p e n i n g k a t a n C a intrasel. Ion Ca a k a n terikat
m e m p u n y a i masa paruh 4 j a m pada pemakaian akut, tetapi
pada Calmodulin, dan menyebabkan eksositosis granul
pada pemakaian j a n g k a lama >12 minggu, masa paruhnya
yang m e n g a n d u n g insulin.
memanjang sampai 12jam. (Bahkan sampai >20jam pada
p e m a k a i a n k r o n i k d e n g a n d o s i s m a k s i m a l ) . K a r e n a itu P e n g g u n a a n D a l a m Klinik
dianjurkan untuk memakai glibenklamid sehari sekali. B e b e r a p a o b a t g o l o n g a n S U y a n g a d a di I n d o n e s i a d a p a t
dilihat pada tabel 1. S e m u a n y a m e m p u n y a i cara kerja
M e k a n i s m e Kerja
y a n g s e r u p a , b e r b e d a d a l a m h a l m a s a kerja, d e g r a d a s i
G o l o n g a n o b a t ini b e k e r j a d e n g a n m e r a n g s a n g s e l b e t a
dan aktivitas metabolitnya. Berdasarkan lama kerjanya,
pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan,
SU dibagi menjadi tiga g o l o n g a n yaitu generasi p e r t a m a
sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang masih

Tabel 1 . O b a t Hipoglikemik Oral y a n g Tersedia di Indonesia

Generik Nama dagang mg/tab Dosis arian L a m a Kerja Frek/ hari

Biguanid Metformin Glucophage 500-850 250-3000 6-8 1-3

Glumin 500 500-3000 6-8 2-3

M e t f o r m i n XR Glucophage-XR 500-750 1
Glumin-XR 500 500-2000 24 1

Tiazolidindion/ Rosiglitazon Avandia 4 4-8 24 1

glitazone Pioglitazon Actos 15,30 15-30 24 1


Deculin 15,30 15-45 24 1

Sulfonilurea Klorpropamid Diabenese 100-250 100-500 24-36 1


Glibenklamid Daonil Euglukon 2,5-5 2,5-15 12-24 1-2

Glipizid Minidiab 5-10 5-20 10-16 1-2

Glucotrol-XL 5-10 5-20 12-16** 1

Gliklazid Diamicron 80 80-240 10-20 1-2

Diamicron-MR 30 30-120

Glikuidon Glurenorm 30 30-120

Glimepirid Amaryl 1,2,3,4 0,5-6 24 1

Gluvas 1,2,3,4 1-6 24 1

Amadiab 1,2,3,4 1-6 24 1

Metrix 1,2,3,4 1-6 24 1

Glinid Repaglinid NovoNorm 0.5, 1,2 1,5-6 - 3

Nateglinid Starlix 120 360 - 3

Penghambat Acarbose Glucobay 50-100 100-300 3


Glukosidase a
O b a t Kombinasi Tetap Metformin + Glucovance 250/1,25 1-2
Glibenklamid 500/2,5
500/5

Metformin + Avandamet 2mg/500 mg 4mg/1000 mg 12 2


Rosiglitazon 4mg/500 mg 8mg/1000 mg
FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN GLIKEMIA DIABETES MELITUS TIPE 2 2333

g e n e r a s i k e d u a d a n k e t i g a . S U g e n e r a s i pertanna a d a l a h orang tua dipilih obat yang masa kerjanya paling


acetohexamide, tolbutannide dan chlorpropamide. SU s i n g k a t . O b a t S U d e n g a n m a s a kerja p a n j a n g s e b a i k n y a
generasi kedua adalah glibenclamide, glipizide dan tidak dipakai p a d a usia lanjut. Selain pada o r a n g t u a ,
gliclazide. SU generasi ketiga adalah glimepiride. h i p o g l i k e m i a j u g a l e b i h s e r i n g terjadi p a d a p a s i e n d e n g a n

Glibenklamid m e n u r u n k a n glukosa darah puasa lebih g a g a l g i n j a l , g a n g u a n f u n g s i hati b e r a t d a n p a s i e n d e n g a n


besar daripada glukosa sesudah makan, masing-masing masukan makan yang kurang dan jika dipakai bersama
s a m p a i 3 6 % d a n 2 1 % . Bila d i p e r l u k a n , d o s i s t e r b a g i d a p a t obat sulfa. O b a t y a n g m e m p u n y a i metabolit aktif tentu
diberikan d e n g a n dosis sore yang lebih rendah. Pada akan lebih m u n g k i n m e n y e b a b k a n hipoglikemia yang
p e m a k a i a n j a n g k a l a m a , e f e k t i v i t a s o b a t g o l o n g a n ini berkepanjangan jika diberikan pada pasien d e n g a n gagal
dapat berkurang. Pemberian SU sebagai terapi tunggal ginjal atau g a g a l hati.
d a p a t m e n u r u n k a n H b A l c 1,5-2%. S e l a i n itu terjadi k e n a i k a n b e r a t b a d a n s e k i t a r 4 - 6 k g ,
Pada pemakaian sulfonilureaSU, u m u m n y a selalu g a n g g u a n pencernaan, fotosensitifitas, g a n g g u a n enzim
dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari hati d a n flushing.
k e m u n g k i n a n h i p o g l i k e m i a . P a d a k e a d a a n t e r t e n t u di Pemakaiannya dikontraindikasikan pada D M tipe 1,
mana kadar glukosa darah sangat tinggi, dapat diberikan hipersensitif terhadap sulfa, hamil dan menyusui.
SU d e n g a n dosis yang lebih besar d e n g a n perhatian
Glinid
k h u s u s b a h w a d a l a m b e b e r a p a hari s u d a h d a p a t d i p e r o l e h
e f e k klinis y a n g j e l a s d a n d a l a m 1 m i n g g u s u d a h t e r j a d i Farmakokinetik dan Farmakodinamik
penurunan kadar glukosa darah yang cukup bermakna. M e k a n i s m e kerja g l i n i d j u g a m e l a l u i r e s e p t o r s u l f o n i l u r e a
Segeralah periksa kadar glukosa darah dan sesuaikan
(SUR) dan mempunyai struktur yang mirip dengan
dosisnya.
sulfonilurea, perbedaannya dengan SU adalah pada masa
Dosis permulaan sunfonilurea tergantung pada kerjanya yang lebih pendek. Mengingat lama kerjanya
b e r a t n y a h i p e r g l i k e m i a . Bila k o n s e n t r a s i g l u k o s a puasa y a n g pendek m a k a glinid d i g u n a k a n sebagai obat prandial.
<200 mg/dL, SU sebaiknya dimulai dengan pemberian Repaglinid dan nateglinid kedua-duanya diabsorbsi
d o s i s k e c i l d a n t i t r a s i s e c a r a b e r t a h a p s e t e l a h 1-2 m i n g g u dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat
sehingga tercapai glukosa darah puasa 90-130 mg/dL d i k e l u a r k a n melalui m e t a b o l i s m e d a l a m hati s e h i n g g a
Bila g l u k o s a d a r a h p u a s a > 2 0 0 m g / d L d a p a t d i b e r i k a n d i b e r i k a n d u a s a m p a i t i g a kali s e h a r i . R e p a g l i n i d d a p a t
dosis a w a l y a n g lebih besar. O b a t s e b a i k n y a diberikan menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai
setengah j a m sebelum makan karena diserap dengan
masa paruh yang singkat karena lama menempel pada
l e b i h b a i k . P a d a o b a t y a n g d i b e r i k a n s a t u kali s e h a r i ,
kompleks SUR sehingga dapat menurunkan ekuivalen
sebaiknya diberikan pada waktu makan pagi atau pada
H b A l c pada SU.
m a k a n m a k a n a n porsi terbesar.
Sedang Nateglinid mempunyai masa tinggal
Kombinasi SU d e n g a n insulin diberikan berdasarkan
lebih singkat dan tidak m e n u r u n k a n glukosa darah
rerata k a d a r g l u k o s a d a r a h s e p a n j a n g hari terutama
puasa. Sehinga keduanya merupakan sekretagok yang
ditentukan oleh kadar glukosa darah puasanya. U m u m n y a
khusus m e n u r u n k a n glukosa postprandial dengan efek
kenaikan kadar glukosa darah s e s u d a h m a k a n kurang lebih
hipoglikemik yang minimal. Mengingat efeknya terhadap
s a m a , tidak tergantung dari kadar glukosa darah pada
g l u k o s a p u a s a t i d a k b e g i t u baik m a k a g l i n i d t i d a k b e g i t u
k e a d a a n p u a s a . D e n g a n m e m b e r i k a n d o s i s i n s u l i n kerja
kuat m e n u r u n k a n H b A l c .
s e d a n g atau insulin glargin pada m a l a m hari, produksi
g l u k o s a hati m a l a m hari d a p a t d i k u r a n g i s e h i n g g a k a d a r
glukosa darah puasa dapat turun. Selanjutnya kadar
Penghambat Alfa Glukosidase
g l u k o s a d a r a h s i a n g hari d a p a t d i a t u r d e n g a n p e m b e r i a n Farmakokinetik dan Farmakodinamik
SU seperti biasanya. A c a r b o s e h a m p i r tidak diabsorbsi d a n bekerja lokal p a d a
K o m b i n a s i s u l f o n i l u r e a d a n i n s u l i n ini t e r n y a t a l e b i h saluran pencernaan. Acarbose mengalami metabolisme
baik d a r i p a d a i n s u l i n s e n d i r i , d o s i s i n s u l i n y a n g d i p e r l u k a n didalam saluran pencernaan, metabolisme terutama oleh
pun ternyata lebih rendah dan cara k o m b i n a s i ini l e b i h f l o r a m i k r o b i o l o g i s , hidrolisis i n t e s t i n a l d a n a k t i v i t a s e n z i m
dapat diterima pasien daripada p e n g g u n a a n insulin multi pencernaan. W a k t u paruh eliminasi plasma kira-kira 2 j a m
injeksi. pada orang sehat dan sebagian besar diekskresi melalui
f e s e s . O b a t ini bekerja s e c a r a k o m p e t i t i f m e n g h a m b a t kerja
Efek Samping dan Kontraindikasi e n z i m a l f a g l u k o s i d a s e di d a l a m s a l u r a n c e m a s e h i n g g a
Hipoglikemi m e r u p a k a n efek s a m p i n g terpenting dari dengan demikian dapat menurunkan penyerapan
SU t e r u t a m a bila a s u p a n p a s i e n t i d a k a d e k u a t . Untuk glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial.
mengurangi kemungkinan hipoglikemia, apalagi pada O b a t ini b e k e r j a di l u m e n u s u s d a n t i d a k menyebabkan
2334 DIABETES MILITUS

hipoglikemia dan j u g a tidak berpengaruh pada kadar u s u s h a l u s . G L P - 1 d i e k s p r e s i k a n di s e l L m u k o s a u s u s d a n


insulin. j u g a di s e l a l f a p a n c r e a s . S e l a i n m e m b a n t u m e n i n g k a t k a n
respon sekresi insulin oleh makanan, GLP-1 juga
• M e k a n i s m e Kerja
m e n e k a n sel a l f a p a n k r e a s d a l a m m e n s e k r e s i g l u k a g o n ,
O b a t ini m e m p e r l a m b a t d a n p e m e c a h a n d a n p e n y e r a p a n
m e m p e r l a m b a t p e n g o s o n g a n l a m b u n g dan memiliki efek
karbohirat kompleks dengan menghambat enzim alpha
anoreksia sentral sehingga m e n u r u n k a n hiperglikemia.
glukosidase yang terdapat pada dinding enterosit yang
Studi m e l a p o r k a n p e n u r u n a n G L P - 1 d a n respons G L P - 1
terletak p a d a b a g i a n p r o k s i m a l u s u s halus. S e c a r a klinis a k a n
sebagai respons terhadap makanan.
terjadi h a m b a t a n p e m b e n t u k a n m o n o s a k a r i d a i n t r a l u m i n a l ,
menghambat dan memperpanjang peningkatan glukosa P e n g h a m b a t D i p e p t i d y l p e p t i d a s e IV (Penghambat
darah postprandial, dan m e m p e n g a r u h i respons insulin DPP-IV)
p l a s m a . Hasil akhirnya adalah penurunan glukosa darah GLP-1 endogen memiliki waktu paruh yang sangat
post prandial. Sebagai m o n o t e r a p i tidak a k a n m e r a n g s a n g pendek (<1 menit) akibat proses inaktivasi oleh enzim
sekresi insulin sehingga tidak dapat menyebabkan DPP-IV. P e n g h a m b a t a n e n z i m DPP-IV d i h a r a p k a n dapat
hipoglikemia. m e m p e r p a n j a n g m a s a kerja G L P - 1 s e h i n g g a membantu
menurunkan hiperglikemia. Terdapat dua macam
P e n g g u n a a n d a l a m klinik
p e n g h a m b a t D P P - I V y a n g a d a s a a t ini y a i t u s i t a g l i p t i n
Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau
dan vildagliptin.
sebagai kombinasi d e n g a n insulin, metformin, glitazone
Pada terapi tunggal, penghambat DPP-IV dapat
atau sulfonilurea. Untuk mendapat efek maksimal, obat
menurunakn H b A l c sebesar 0,79-0,94% dan memiliki
ini h a r u s d i b e r i k a n s e g e r a p a d a s a a t m a k a n a n u t a m a .
efek pada glukosa puasa dan post prandial Penghambat
Hal ini p e r l u k a r e n a m e r u p a k a n p e n g h a m b a t k o m p e t i t i f
D P P - I V d a p a t d i g u n a k a n s e b a g a i terapi alternatif bila
d a n s u d a h h a r u s a d a p a d a s a a t kerja e n z i m a t i k p a d a s a a t
terdapat intoleransi pada pemakaian metformin atau
y a n g s a m a k a r b o h i d r a t b e r a d a di u s u s h a l u s . Dengan
pada usia lanjut.
memberikannya 15 m e n i t s e b e l u m a t a u sesudahnya
DPP-IV tidak m e n g a k i b a t k a n hipoglikemia maupun
makan akan mengurangi dampak pengobatan terhadap
k e n a i k a n b e r a t b a d a n . Efek s a m p i n g y a n g d a p a t d i t e m u k a n
glukosa post prandial.
adalah nasofaringitis, p e n i n g k a t a n risiko infeksi saluran
Monoterapi dengan acarbose dapat menurunkan
kemih d a n sakit kepala. Reaksi alergi y a n g berat j a r a n g
rata-rata glukosa post prandial sebesar 40-60 mg/dL
ditemukan.
dan glukosa puasa rata-rata 10-20 mg/dL dan HbAlc
0 . 5 - 1 %. D e n g a n t e r a p i k o m b i n a s i b e r s a m a S U , m e t f o r m i n GLP-1 Mimetik dan Analog
dan insulin maka acarbose dapat m e n u r u n k a n lebih Mengingat waktu paruh GLP-1 yang pendek, penggunaan
banyak terhadap A1C sebesar 0,3-0,5% dan rata-rata GLP-1 alamiah tidak banyak m e m b a n t u , namun begitu
g l u k o s a post prandial s e b e s a r 2 0 - 3 0 m g / d L dari k e a d a a n terdapat GLP-1 mimetik dan analog yang memiliki
sebelumnya. k e t a h a n a n t e r h a d a p d e g r a d a s i o l e h e n z i m DPP-IV. B e r b e d a
d e n g a n p e n g h a m b a t DPP-IV, G L P - 1 mimetik diberikan
Efek S a m p i n g dan Kontraindikasi
d a l a m b e n t u k injeksi s u b k u t a n s a t u a t a u d u a kali s e h a r i .
Efek s a m p i n g akibat maldigesti karbohidrat akan berupa
O b a t g o l o n g a n ini m a s i h b e l u m b e r e d a r di I n d o n e s i a .
gejala gastrointestinal seperti; meteorismus, flatulence dan
diare. Flatulence m e r u p a k a n efek y a n g tersering terjadi
p a d a h a m p i r 5 0 % p e n g g u n a o b a t ini. P e n g h a m b a t a l f a
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Memllih
glukosidase dapat m e n g h a m b a t bioavailabilitas metformin
Obat Hipoglikemik Oral
a. Terapi dimulai d e n g a n dosis rendah y a n g k e m u d i a n
jika diberikan bersamaan pada orang normal.
dinaikkan secara bertahap.
A c a r b o s e dikontraindikasikan pada kondisi irritable
b. Harus diketahui betui b a g a i m a n a cara kerja, lama
b o w e l s y n d r o m e , o b s t r u k s i s a l u r a n c e r n a , s i r o s i s hati d a n
kerja d a n e f e k s a m p i n g o b a t - o b a t t e r s e b u t . ( m i s a l n y a
g a n g g u a n fungsi ginjal.
k l o r p r o p a m i d j a n g a n d i b e r i k a n 3 kali 1 t a b l e t , k a r e n a
lama kerjanya 24 j a m )
Golongan Incretin
c. Bila m e m b e r i k a n n y a b e r s a m a obat lain, pikirkan
Terdapat 2 h o r m o n incretin y a n g dikeluarkan oleh saluran
k e m u n g k i n a n adanya interaksi obat.
cerna yaitu glucose dependent insulinotropic polypeptide
(GIP) dan glucagon-like peptide-1 (GLP-1). Kedua h o r m o n d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik

ini d i k e l u a r k a n s e b a g a i r e s p o n t e r h a d a p a s u p a n m a k a n a n oral, u s a h a k a n l a h m e n g g u n a k a n obat oral g o l o n g a n

sehingga meningkatkan sekresi insulin. GIP diekspresikan l a i n , bila g a g a l , b a r u b e r a l i h k e p a d a i n s u l i n .

o l e h sel K y a n g b a n y a k t e r d a p a t di d u o d e n u m d a n m u k o s a e. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.


FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN GLIKEMIA DIABETES MELITUS TIPE 2 2335

Sasaran pengelolaan diabetes melitus bukan hanya Peters A L , Davidson MB. Sulfonylurea in the treatment of type
II Diabetes. Current Opinion in Endocrinology and Diabetes
g l u k o s a d a r a h s a j a , t e t a p i j u g a t e r m a s u k f a k t o r - f a k t o r lain
1995;2:325-32.
y a i t u b e r a t b a d a n , t e k a n a n d a r a h , d a n profil l i p i d , s e p e r t i Saltiel A , Horikoshi H . Thiazolidinediones are novel insulin
tampak pada sasaran pengendalian diabetes melitus yang sensitizing agents. Current Opinion in Endocrinolgy and
dianjurkan dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes 1995;2:341-7.
Soegondo S. Prinsip pengobatan diabetes, obat hipoglikemik oral
D M Tipe 2 di I n d o n e s i a t a h u n 2 0 0 6 (Perkumpulan
dan insulin. Dalam. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I Eds.
Endokrinologi Indonesia). Diabetes Melitus: Penatalaksanaan Terpadu. Balai Penerbit
Dengan berbagai macam usaha tersebut, diharapkan F K U I 2005,111-29.
U K Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group, Intensive blood-
sasaran pengendalian glikemia pada diabetes melitus
glucose control with sulphonylureas or insulin compared with
seperti y a n g dianjurkan oleh pakar diabetes di Indonesia conventional treatment and risk of complications in patients
dapat dicapai, s e h i n g g a pada gilirannya nanti komplikasi with type 2 diabetes (UKPDS 33).Lancet 1998: 352:837.
kronik diabetes melitus iuga dapat dicegah d a n pasien Widen E, Groop L. Biguanide: metabolic effects and potensial use
in the treatment of insulin resistance syndrome. The Diabetes
diabetes melitus dapat hidup berbahagia bersama
Annual 8. Eds. Marshall S M and Home PD. Amsterdam,
diabetes yang disandangnya. Elsevier Publication 994; 227 -241

Tabel 2. Kriteria P e n g e n d a l i a n Diabetes Melitus

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah (mg/dL)

puasa 80-100 100-125 >126

2 j a m post
80-144 145-179 >180
prandial
A l e (%) <6.5 6.5-8 >8
Kol.total (mg/dL) <200 200-239 >240
Kol LDL (mg/dL) <100 100-129 >130
Kol.HDL (mg/dL) > 45

Trigliserida ( m g /
<150 150-199 >200
dL)

IMT(kg/m2) 18.5-23 23-25 >25


Tekanandarah
< 130/80 130-140/80-90 > 140/90
(mmHg)

REFERENSI

American Diabetes Association: Clinical Practice Recommendations,


2006
American Diabetes Association: Medical Management of Type 2
Diabetes, fifth edition, 2004
Bailey CJ. Biguanide in the treatment of type II diabetes. Current
Opinion in Endocrinology and Diabetes 1995;2:348-54.
Edelman S V , White D, Henry RR. Intensive insulin therapy
for patients with type I I diabetes. Current Opinion in
Endocrinology and Diabetes 1995;2: 333-40.
Hoist JJ, Orskov C . The incretin approach for diabetes treatment.
Modulation of islet hormone release by G L P - 1 agonism.
Diabetes2004: 53 (3): S197-204
I n z u c c h i S E . O r a l a n t i h y p e r g l y c e m i c therapy for type 2
diabetes:scientific review. JAMA 2002; 287 (3): 360-72
Joshi. Oral hypoglycaemic drugs and newer agents use in type 2
diabetes mellitus. SA Fam Practice 2009; 51(1): 10-6.
Lebovitz H E . Stepwise and combination drug therapy for the
treatment of N I D D M . Diabetes Care 1994;17:1542-44.
Olefsky JM. Insulin resistance in N I D D M . Current Opinion in
Endocrinology and Diabetes 1995; 2:290-9.
Pengurus Besar P E R K E N I . Konsensus Pencegahan dan Pengeloaan
Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia, 2006
303
T E R A P I NONFARMAKOLOGI
PADA D I A B E T E S M E L I T U S
Askandar Tjokroprawiro, Sri Murtiwi

PENDAHULUAN T N M sesuai dengan kebutuhan guna mencapai sasaran


terapi.
Prevalensi diabetes melitus tipe 2 dari tahun ketahun T N M ini p a d a d a s a r n y a a d a l a h m e l a k u k a n p e n g a t u r a n
semakin meningkat, bahkan secara global diabetes melitus pola m a k a n y a n g d i d a s a r k a n pada status gizi, k e b i a s a a n
t i p e 2 s u d a h d i n y a t a k a n s e b a g a i e p i d e m i . K e a d a a n ini m a k a n d a n k o n d i s i a t a u k o m p l i k a s i y a n g t e l a h ada.^^
tentunya terkait d e n g a n m e n u r u n n y a tingkat aktivitas Terapi nutrisi m e d i s d a p a t d i p a k a i s e b a g a i p e n c e g a h a n
fisik d a n m e n i n g k a t n y a p r e v a l e n s i o b e s i t a s . S e h u b u n g a n t i m b u l n y a d i a b e t e s b a g i p e n d e r i t a y a n g m e m p u n y a i risiko
d e n g a n k o n d i s i ini p e n t i n g u n t u k m e l a k u k a n tindakan diabetes, terapi pada penderita yang sudah terdiagnosis
promotif perubahan gaya hidup dengan meningkatkan diabetes (diabetisi) serta m e n c e g a h atau m e m p e r l a m b a t
a k t i v i t a s fisik s e r t a m e n g a t u r a s u p a n m a k a n a n guna laju b e r k e m b a n g n y a k o m p l i k a s i d i a b e t e s . ' '
m e n c e g a h t e r j a d i n y a o b e s i t a s . T i n d a k a n ini m e r u p a k a n T u j u a n t e r a p i gizi m e d i s b a g i d i a b e t i s i a d a l a h :
bagian yang sangat penting untuk mencegah meningkatnya 1. Untuk mencapai dan mempertahankan
prevalensi diabetes melitus serta merupakan bagian yang Kadar glukosa darah dalam batas normal
p e n t i n g d a l a m p e n a t a l a k s a n a a n d i a b e t e s melitus.'' atau mendekati normal tanpa efek samping
Di d a l a m m o d a l i t a s t e r a p i d i a b e t e s m e l i t u s , d i b a g i hipoglikemi
menjadi terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Glukosa darah sebelum makan pagi
Terapi nonfarmakologi pada dasarnya adalah p e r u b a h a n (preprandial) antara 70-130 mg/dl
gaya hidup yang m e n c a k u p mengaturan pola makan Glukosa darah 1 j a m sesudah makan (peak
y a n g sering d i s e b u t s e b a g a i terapi nutrisi m e d i s , latihan postprandial) <180 mg/dl
fisik d a n e d u k a s i berbagai masalah yang terkait tentang - Kadar A 1 C < 7 %
penyakit diabetes melitus. Terapi nonfarmakologi ini Profil l i p i d u n t u k mencegah risiko penyakit
sebagai dasar, dilakukan terus m e n e r u s mendampingi kardiovaskuler
terapi farmakologi. S e d a n g k a n terapi farmakologi adalah Kolesterol LDL <100 mg/dl (bagi diabetisi
m e m b e r i k a n o b a t - o b a t a n baik o r a l m a u p u n d a l a m b e n t u k d e n g a n komplikasi kardiovaskuler kolesterol
i n j e k s i y a i t u insulin.^^ LDL <70 mg/dl)
- Kolesterol HDL >40 mg/dl
Trigliserida < 150 mg/dl
TERAPI NUTRISI MEDIS (TNM) Tekanan darah dalam batas normal atau s e a m a n
mungkin mendekati normal
Terapi nutrisi m e d i s m e r u p a k a n bagian p e n a t a l a k s a n a a n < 130/80 m m H g
diabetes secara total. Kunci keberhasilan T N M adalah 2. Untuk mencegah atau memperlambat laju
keterlibatan secara m e n y e l u r u h dari a n g g o t a tim (dokter, b e r k e m b a n g n y a komplikasi kronis diabetes d e n g a n
a h l i g i z i , p e t u g a s k e s e h a t a n y a n g lain s e r t a d i a b e t i s i d a n m e l a k u k a n modifikasi a s u p a n nutrisi serta p e r u b a h a n
keluarganya).Setiap diabetisi sebaiknya mendapatkan gaya hidup

2336
TERAPI NONFARMAKOLOGIK DIABETES MELITUS 2337

3. N u t r i s i d i b e r i k a n s e c a r a i n d i v i d u a l d e n g a n mennper- A s k a n d a r T j o k r o p r a w i r o d a n d i e t - B ini m e r u p a k a n i n d u k
h i t u n g k a n k e b u t u h a n nutrisi dan nnemperhatikan dari diet y a n g lain, k e m u d i a n d i k e m b a n g k a n menjadi 21
k e b i a s a a n nnakan diabetisi.^ ^ m a c a m d i e t D M . D i e t D M - B m e m p u n y a i sifat-sifat s e b a g a i
berikut:
Berbagai organisasi profesional diantaranya adalah
M e m p u n y a i s u s u n a n k a l o r i : 6 8 % kal k a r b o h i d r a t , 1 2 %
A D A {American Diabetes Association), EASD {European
kal p r o t e i n d a n 2 0 % kal l e m a k
Association Study of Diabetes), CD A {Canadian Diabetes
Karbohidrat kompiek tidak m e n g a n d u n g gula
Association), PERKENI (Persatuan Endokrinologi Indonesia)
Dapat menurunkan kolesterol dalam waktu satu
d a n A s k a n d a r T j o k r o p r a w i r o , t e l a h m e n y u s u n t e r a p i nutrisi
minggu
nnedis b a g i d i a b e t i s i .
M e m p u n y a i kandungan kolesterol < 300 mg/hari,
Semua organisasi sepakat bahwa susunan TNM
r a s i o P:S > 1.0 ( S A F A 5%, P U F A 5%, M U F A 1 0 % )
berdasar atas distribusi makronutrien protein, total lemak,
Proein banyak m e n g a n d u n g a s a m a m i n o esensial
S F A {saturated fatty acid), M U F A {mono unsaturated fatty
Kaya akan s e r a t : 2 5 - 3 5 g/hari
acid), P U F A {poly unsaturated fatty acid), dan karbohidrat.
D i b e r i k a n 6 kali s e h a r i , i n t e r v a l 3 j a m t e r d i r i d a r i 3 kali
Batasi SFA, kolesterol dan lebih d i s a r a n k a n m e n g g u n a k a n
m a k a n a n u t a m a d a n 3 kali m a k a n a n a n t a r a .
lemak MUFA.
Makanan utama pagi sebesar 20% kalori,
Terapi nutrisi medis untuk diabetisi (diet DM)
makanan utama siang dan malam masing-masing
di I n d o n e s i a pertama diperkenalkan oleh Askandar
2 5 % kalori d a n m a k a n a n antara m a s i n g - m a s i n g 1 0 %
Tjokroprawiro,^ pada tahun 1978 sebagai Disertasi
kalori.
P r o g r a m Doktor, yaitu diet-B sebagai diet induk. Dalam
p e r k e m b a n g a n n y a s a m p a i s a a t ini t e r d a p a t 2 1 macam M e s k i p u n d i e t - B ini t i n g g i k a r b o h i d r a t , t e t a p i t i d a k
diet D M yaitu Diet-B, Diet-B Puasa, D i e t - B I , D i e t - B I Puasa, menunjukkan efek s a m p i n g hipertrigliseridemia karena
Diet-B2, Diet- B3, Diet-Be, D i e t - M , Diet-M P u a s a , Det-G, p e m b e r i a n n y a t e r b a g i m e n j a d i 3 kali m a k a n a n u t a m a d a n
Diet-KV, Diet-GL, Diet-H, Diet K V - T 1 , Diet K V - T 2 , Diet 3 kali m a k a n a n a n t a r a ( s n a c k )
KV-T3, Diet KV-L, Diet B 1 - T 1 , Diet B1-T2, Diet B1-T3, Diet ( S A F A = Saturated Fatty Acid; P U F A = Poly Unsaturated
B 1 - L ( G a m b a r 1).^'^'5 Fatty Acid; M U F A = Mono Unsaturated Fatty Acid).

Indikasl Diet DM-B


DIET DM-B (1978) Pada u m u m n y a diberikan pada semua diabetisi yang
kurang m a m p u atau para diabetisi lainnya yang dalam
D i p e r k e n a l k a n p a d a t a h u n 1 9 7 8 s e b a g a i hasil d e s e r t a s i S-3 kondisi berikut:

The Diet-B 1978 (Revised-2002): The Mother - DieTI


Prospective Study (1978) and Clinical Experiences (1978-2011)
(Tjokroprawiro 1978-2011)

H ] I Diet-B-): The Molher-Diet | (1978) m Diet-KV : for CVD (1999)


{T Diet-B Fasting (1978) 12] Diet-GL (2000)
f T Diet-BI (60% cbh. 20% p, 20% L) (1980) 13] Diet-H (Hepar) (2001)
E Diet-BI Fasting (1980) 14] DietKV-TI (2004)
H DietKV-T2 For (2004)
ri"_Diet-B2*^>_: ND(DKD)-Stage 2_(1_982j
16] DietKV-T3 Pre GDM (2004)
f r Diet-B3*^)_:ND(DKD)-StJ&4(1983)
17]_DietKV4._ (20042
LL Diet-Be" ) : REGULAR HP (1983) i D DietB1~-TT (2004y
m Diet-M (MdnutrisO (1989) 19] DietB1-T2 For (2004)
[ F Diet-M Fasting (1989) M DietB1-T3 GDM (2004)
I[10 Diet-G"') : f a Gangrene (1999)1 2l]DietB1-L (2004)

*) Det-B : 68% CHO 12% Protein 20% FATs Prospective-Cross Over Design (1978)
Choi. <300 mg/day | Fiber 25-35 g/day
S A F A 5 % | PUFA 5% | PS = 1.01 MUFA 10%

G a m b a r 1. 21 M a c a m Diet D M Tjokroprawiro 1 9 7 8 - 2 0 1 1 ^ "


2338 DIABETES MILITUS

Kurang tahan lapar d e n g a n dietnya (masih merasa DIET DM-B1 PUASA (1980)
l a p a r d e n g a n d i e t y a n g diberil<an k e p a d a n y a )
Diabetisi yang disertai dengan dislipidemia (TGT, Diperuntukan pada bulan R a m a d h a n .
kolesterol totalT, LDL kolesterolt dan kolesterol HDL
i)
Mempunyai penyulit makroangiopati : D I E T D M - B 2 (1982, 2006)
T I A : Transient Ischemic Attack
R I N D : Reversible Ischemic Neurological Defisit Diindikasikan pada diabetisi d e n g a n komplikasi nefropati
Stroke (trombosis serebri) d i a b e t i k s t a d i u m 1,2,3 a t a u d i a b e t i s i y a n g b e l u m m e n j a l a n i
PJK: P e n y a k i t J a n t u n g K o r o n e r h e m o d i a l i s i s ( p r a H D ) . A d a p u n sifat d i e t D M - B 2 s e b a g a i
Mempunyai penyulit mikroangiopati berikut:
Retinopati diabetik R e n d a h p r o t e i n d e n g a n k a n d u n g a n p r o t e i n 0.6 g /
Telah menderita D M >10 t a h u n kgBB/hari
• Komposisi diet DM-B2 (74% KH, 2 0 % lemak, 6%
protein), tinggi asam a m i n o esensiel

DIET DM-B PUASA (1980)

Komposisi sama dengan diet DM-B hanya jam DIET DM-B3 (1983, 2006)
pemberiannya disesuaikan dengan j a m makan bulan
Ramadhan. Diindikasikan pada penderita nefropati diabetik stadium
U n t u k b u l a n R a m a d h a n h a n y a b i s a d i b e r i k a n 3 kali 4 a , d e n g a n p r o t e i n u r i a >3 g / h a r i a t a u a l b u m i n u r i a b e r a t
m a k a n a n utama yaitu pada saat buka puasa sebagai (postif 4) n a m u n belum menjalani hemodialisis (pra HD),
m a k a n a n u t a m a 1 ( 3 0 % kalori), setelah sholat tarawih a d a p u n s i f a t - s i f a t diit D M - B 3 s e b a g a i b e r i k u t :
sebagai m a k a n a n u t a m a 2 ( 2 5 % kalori) d a n pada w a k t u R e n d a h p r o t e i n d e n g a n k a n d u n g a n p r o t e i n 0.8 g /
sahur sebagai m a k a n a n utama 3 ( 2 5 % kalori). S e d a n g k a n kgBB/hari
m a k a n a n a n t a r a ( s n a c k ) d i b e r i k a n 2 kali y a i t u sebelum • Komposisi diet D M - B 3 ( 7 2 % KH, 2 0 % lemak, 8%
tidur malam, dan sesaat sebelum imsyak masing-masing protein), tinggi asam a m i n o esensiel
1 0 % kalori. D i p i l i h l e m a k y a n g t i d a k j e n u h {poly unsaturated
fatty acid)

DIET DM-B1 (1980)


DIET DM-BE(1983, 2006)
Diet D M - B 1 m e m p u n y a i k o m p o s i s i : 6 0 % kalori k a r b o h i d r a t ,
2 0 % kalori protein d a n 2 0 % kalori lemak. Diet D M - B e (diet bebas) boleh gula d a n m a n i s b a h k a n
es krim, bila d i p e r l u k a n suntik insulin sebelumnya.

indikasi Diet DM-B1 Diindikasikan pada diabetisi d e n g a n komplikasi nefropati

Diberikan kepada diabetisi y a n g m e m e r l u k a n diet tinggi diabetik stadium 4b dan 5 (pada diabetisi yang sudah

protein, misalnya diabetisi d e n g a n kondisi berikut: menjalani hemodialisis).

• M a m p u atau mempunyai kebiasaan makan tinggi Meskipun boleh gula dan manis,namun aturan diet
protein, tetapi harus memiliki kadar lemakyang tetap mengikuti pedoman 3 J (jadwal dan jumlah tetap
normal. d i i k u t i h a n y a s a j a j e n i s b o l e h m a n i s ) , t e r d i r i d a r i 3 kali

. Kurus (BBR <90%) m a k a n a n u t a m a d a n 3 kali m a k a n a n s e l i n g a n dengan

Masih m u d a perlu p e r t u m b u h a n interval tiap 3 j a m d e n g a n k a n d u n g a n protein 1.0-1.2 g /

Mengalami patah tulang kgBB/hari dan bebas kalium (Gambar 2).

Hamil dan menyusui


M e n d e r i t a hepatitis kronis atau sirosis hati
Menderita tuberkulosis paru DIET DM-M (1989)
• M e n d e r i t a selulitis atau g a n g r e n
Dalam keadaan prabedah dan pasca bedah Diindikasikan pada diabetisi y a n g terkait d e n g a n malnutrisi

Menderita penyakit Graves ( D M T M = Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi atau M R D M

Menderita kanker = Malnutrition Related Diabetes Melitus). K o m p o s i s i ter-

M e n d e r i t a infeksi c u k u p l a m a ( d e m a m tifoid, m e n i n g i t i s diri d a r i 5 5 % K H , 2 5 % p r o t e i n d a n 2 0 % l e m a k dengan

d a n Iain-Iain) k a n d u n g a n k o l e s t e r o l < 3 0 0 m g / h a r i d a n r a s i o P:S > 1 , 5 .


TERAPI NONFARMAKOLOGIK DIABETES MELITUS 2339

P E D O M A N DIET-B2, DIET-B3, dan D I E T - B e |


K o n s e n s u s : Diabetologi, Nefrologi, Gizi
RSUD Dr. Soetomo - F K Unair Surabaya
(Surabaya : 6 April 2002)

FASE HEMODA
I USA: Diet-Be
FASE PRA-HEMODIALISA: Diet-B2, 83)
C3^EPRA^HDJ>

rr|PRA-HDUMUM|Diet-B2| CJFASEHDT^
DIABETISI FASE HD :I Pet-Be j
Kandungan Protein: 0.6g/l(gBB/hari Kandungan Protein :1.0-1.2g/kgBB/hari

[UPRA-HD K H U S U S | D i e t - B 3 i Intensivitas Menghambat


Proteinuria > 3 g/hari, atau Progresivitas Gagal Ginjal
Albuminuria Berat (Positif©)
Vitamin C Maks. 100 mg,
Kandungan Protein: 0.8g/kgBB/hari
Pantang NSAID, dll

G a m b a r 2. P e d o m a n diet-B2, diet-B3 dan diet-Be'^'

DIET DM-M PUASA (1989) DIET DM-GL (2000)

Diindikasikan pada diabetisi D M T M y a n g menjalani ibadah Singkatan dari diet gula diindikasikan pada diabetisi
dibulan Ramadhan. d e n g a n k o m p l i k a s i n e f r o p a t i d i a b e t i k s t a d i u m 3-4 y a n g
misalnya mengalami penyulit SRMD. Pada kondisi dimana
diabetisi tidak bisa m e n d a p a t k a n a s u p a n nutrisi oral,

DIET DM-G (TJOKROPRAWIRO E T A L , 1999; HARI n a m u n dibatasi j u g a asupan cairannya karena adanya

WITARTI ET A L . 1 9 9 9 ; PARI DA ET AL,2004) gagal ginjal.


C a r a p e m b e r i a n n y a t e t a p 6 kali d e n g a n i n t e r v a l t i a p
Diet D M - G (diet g a n g r e n ) diindikasikan pada diabetisi 3jam (disebut sebagai G L - 1 , GL-2, GL-3, GL-4,GL-5,GL-6).
dengan komplikasi gangren diabetik. Diet D M - G ini Gula pasir s e b a n y a k 30 g diberikan sublingual pada G L - 1 ,
merupakan pengembangan dari diet D M - B 1 dengan GL-3, GL-5 sedangkan pada GL-2,GL-4 dan GL- 6 diberikan
komposisi kalori KH 6 0 % , Protein 2 0 % dan lemak 2 0 % , g u l a pasir 15 g s u b l i n g u a l . M i s a l n y a G L - 1 d i m u l a i j a m 0 8 . 0 0
tetapi ditambah tinggi k a n d u n g a n arginin, serat 25-35 g / diberikan interval 3jam, m a k a GL-6 j a t u h pada j a m 23.00.
hari, k a n d u n g a n k o l e s t e r o l < 3 0 0 m g / h a r i , e k s t r a a s a m f o l a t ,
V i t a m i n B6 d a n B 1 2 ( d a p a t m e n g u r a n g i h o m o s i s t e i n e m i a
y a n g m e m p u n y a i sifat a t e r o g e n i k ) . DIET DM-H (2001)

Singkatan dari diet hepar diindikasikan bagi diabetisi


DI ET DM -KV (TJOKROPRAWI RO ET AL, 1999; HARI d e n g a n k e l a i n a n h e p a r . K o m p o s i s i d i e t D M - H ini s a m a
WITARTI ET AL..1999;FARIDA ET A L , 2 0 0 4 ) d e n g a n diet D M - B 1 .

Diet kardiovaskuler, diindikasikan pada diabetisi d e n g a n


k o m p l i k a s i k a r d i o v a s k u l e r : s t r o k e , PJK, P O A D . DIET DM UNTUK DIABETISI WANITA HAMIL DAN
Diet D M - K V m e r u p a k a n p e n g e m b a n g a n diet D M - B MENYUSUI (2004)
(KH 6 8 % , Lemak 2 0 % , protein 12%), d e n g a n tambahan
spesifikasi: kandungan tinggi arginin ( m e m p u n y a i sifat Pada dibetisi wanita hamil dan menyusui y a n g sudah
ateroprotektif), k a n d u n g a n serat 2 5 - 3 5 g/hari serta ekstra terdiagnosis D M sebelum hamil maka diberikan diet D M -
a s a m f o l a t . V i t a m i n B6 d a n B 1 2 . A d a p u n m a k a n a n y a n g K V d e n g a n a s u m s i b a h w a k e m u n g k i n a n d i a b e t i s i ini s u d a h
kaya antioksidan,phytoestrogen, arginin adalah: Tomat, m e n g a l a m i penyulit kardiovaskular. N a m u n bagi para
Kacang, Wortel, Pepaya, Jeruk, Kurma, Apel, Brokoli, Kubis diabetisi y a n g baru terdiagnosis D M saat hamil (diabetes
disingkat (TKW-PJKA-BK) melitus gestasional) m a k a diberikan diet D M - B 1 .
2340 DIABETES MILITUS

Diet D M - K V (pregestasional) komposisi s a m a d e n g a n diet h e n d a k n y a mengikuti " 3 J " ( J u m l a h , Jadwal, Jenis),


diet D M - K V ada 4 m a c a m : yaitu meliputi
1. Diet D M - K V - T 1 : diberikan pada diabetisi hamil J1= jumlah kalori yang diberikan harus
trimester I dihabiskan
2. Diet D M - K V - T 2 : diberikan pada diabetisi hamil J2= j a d w a l m a k a n harus diikuti
t r i m e s t e r II J3= jenis gula dan yang manis harus dipantang
3. Diet D M - K V - T 3 : diberikan untuk diabetisi hamil • Untuk kasus-kasus yang kadar glukosa darahnya
t r i m e s t e r III s u l i t m e n d e k a t i nilai n o r m a l ( r e s i s t e n s i ) , o l a h raga
4. Diet D M - K V - L : diberikan p a d a diabetisi y a n g s e d a n g r i n g a n 3 kali s e h a r i p a d a s a a t 1-1.5 j a m sesudah
menyusui makan utama adalah mutlak harus dilaksanakan.
Misalnya m a k a n pagi pukul 06.30, latihan d i a a d a k a n
Diet D M - B 1 (gestasional), komposisi s a m a d e n g a n
p u k u l 0 8 . 0 0 d a n s e t e r u s n y a . G e r a k b a d a n 3 kali s e h a r i
diet D M - B 1 , disini j u g a a d a 4 m a c a m :
ini j u g a d i a n j u r k a n p a d a d i a b e t i s i r a w a t i n a p y a n g
1. Diet D M - B 1 - T 1 : diberikan pada DM gestasional
p o r s i n y a d i s e s u a i k a n d e n g a n k e k u a t a n fisik d i a b e t i s i
trimester I
tersebut.
2. Diet D M - B 1 - T 2 : diberikan pada DM gestasional
t r i m e s t e r II Disamping itu ada beberapa hal y a n g harus
3. Diet D M - B 1 - T 3 : diberikan pada DM gestasional diperhatikan dalam pelaksanaan diet yaitu sebagai
t r i m e s t e r III berikut:
4. Diet D M - B 1 - L : diberikan pada DM gestasional Harus k u m u r s e s u d a h m a k a n (tidak boleh a d a sisa
menyusui makanan dimulut,oleh karena akan menjadi sumber
infeksi).
Petunjuk umum untuk pelaksanaan TNM pada
Diabetisi harus pandai m e n g g u n a k a n daftar m a k a n a n
diabetisi
pengganti agar tidak bosan d e n g a n dietnya.
M e s k i p u n s u s u n a n nutrisi oral a d a 21 m a c a m diet
Diabetisi harus m e l a p o r kedokter apabila merasa lapar
yang berbeda-beda namun pada prinsipnya setiap
ataupun kelebihan dengan dietnya (jangan melebihi
m a c a m diet tetap diusahakan supaya dapat
atau mengurangi makanan, berkonsultasi terus terang
Memperbaiki kesehatan u m u m diabetisi
kepada dokter yang merawat).
M e r n y e s u a i k a n berat b a d a n diabetisi ke berat
Kalori y a n g diberikan k e p a d a diabetisi harus "cukup"
badan normal
untuk bekerja sehari-hari sesuai dengan jenis
Menormalkan pertumbuhan anak yang terkena
p e k e r j a a n , d a n s e s u a i u n t u k m e n u j u ke b e r a t b a d a n
DM atau pertumbuhan dewasa muda yang
normaP'i''^^
terkena DM
Mempertahankan glukosa darah mendekati
Cara menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
normal
T e n t u k a n d a h u l u s t a t u s gizi d i a b e t i s i b e r d a s a r k a n berat
Menekan atau mencegah timbulnya komplikasi
badan dan tinggi badan dengan m e n g g u n a k a n rumus
DM
indek masa tubuh (IMT) atau d e n g a n rumus berat badan
Memberikan modifikasi diet sesuai dengan
relatif ( B B R ) .
keadaan penderita, misalnya diabetisi y a n g hamil,
diabetisi d e n g a n penyakit hati, diabetisi d e n g a n IMT = Indeks Masa Tubuh = BB x 100%
penyakit tuberkulosa. (TB)2
Nutrisi disajikan secara menarik serta mudah K e t e r a n g a n : BB d a l a m kg, T B d a l a m m e t e r
diterima bagi diabetisi.
Klasifikasi IMT*(dikutip dari k o n s e n s u s pengelolaan
Pada dasarnya diet diabetes diberikan d e n g a n cara
d a n p e n c e g a h a n d i a b e t e s m e l i t u s t i p e 2 di Indonesia
3 kali m a k a n a n u t a m a d a n 3 kali m a k a n a n antara
2011)
(kudapan), d e n g a n jarak (interval) antara 3 j a m . H a l
IMT<18,5 : B B kurang
yang s a m a digunakan pada kondisi d i m a n a diabetisi
IMT 18,5-22,9 : BB N o r m a l
harus menggunakan nutrisi enteral (diet sonde)
IMT >23.0 : BB lebih
d e n g a n m e n g g u n a k a n r u m u s : E l , E 2 , E 3 , E4, E 5 , E6
IMT 23.0-24.9 : d e n g a n risiko
artinya enteral kesatu, kedua dan seterusnya sampai
IMT 25.0- 29.9 : obes I
e n t e r a l k e e n a m ( G a m b a r 3)
IMT>30 : o b e s II
• Untuk kepatuhan dan keberhasilan terhadap diet,
perlu diingat "3K" dari diabetisi yaitu kemauan, W H O W P R / I A S O / I O T F d a l a m the Asia-Pasific Perspective:
kemampuan dan kesempatan. Dalam pelaksanaan Redefining Obesity a n d its Treatment.
TERAPI NONFARMAKOLOGIK DIABETES MELITUS 2341

BBR = Berat B a d a n Relatif = _BB. X 100% Bila m e n y u s u i atau laktasi ( L ) : {(TB-100) x 30} + 4 0 0 kkal
TB-100 (TB : tinggi badan; BB : berat badan)

K e t e r a n g a n : b e r a t b a d a n ( B B ) dalann k g , t i n g g i b a d a n ( T B )
dalam cm
NUTRISI ENTERAL PADA DIABETES MELITUS
Gizi buruk <90%
Normal 90-110%
Karbohidrat apabila diberikan dalam bentuk cair
Gizi lebih 110- 1 2 0 %
aborpsinya berbeda dibanding apabila diberikan dalam
G e m u k (obesitas) >120%
bentuk padat. Pengosongan lambung makanan cair
K e b u t u h a n kalori/hari untuk m e n u j u ke berat b a d a n n o r m a l : lebih cepat dibanding d e n g a n p e n g o s o n g a n lambung
1. Berat badan kurang (BBR <90%), kebutuhan kalori m a k a n a n p a d a t . O l e h k a r e n a itu p e m b e r i a n makanan
sehari: 4 0 - 6 0 kal/kg BB cair pada penderita DM dengan komposisi tinggi
2. B e r a t b a d a n n o r m a l ( B B R 9 0 - 1 0 0 % ) , k e b u t u h a n kalori karbohidrat (formula standard) akan menyebabkan gula
sehari: 30 kal/kg BB d a r a h naik d e n g a n c e p a t s e h i n g g a m e n i m b u l k a n p r o b l e m
3. Berat badan lebih (BBR >110%), kebutuhan kalori hiperglikemi postprandial untuk mengatasi problem
sehari: 20 kal/kg BB hiperglikemi postprandial maka dikembangkan formula
4. G e m u k atau obesitas (BBR > 1 2 0 % ) , k e b u t u h a n kalori baru, yaitu sebagai s u m b e r kalori yang berasal dari
sehari: 10-15 kal/kg BB karbohidrat j u m l a h n y a diturunkan diganti dengan lemak
M U F A (mono unsaturated fatty acid), karena lemak MUFA
Untuk m e m u d a h k a n d a l a m teknik pelaksanaanya diet
absorpsinya lebih lambat d a n tidak b e r p e n g a r u h t e r h a d a p
diabetes dibagi sesuai dengan j u m l a h kalorinya dengan
k a d a r g u l a d a r a h m a u p u n profil l e m a k darah.^^^^
perincian sebagai berikut:
A D A 2004,2008 merokomendasikan bahwa komposisi
D i e t D M I ( 1 1 0 0 kal)
nutrisi enteral untuk penderita D M a d a l a h 5 0 % a s u p a n
D i e t D M II ( 1 3 0 0 kal)
k a l o r i b e r a s a l d a r i k a r b o h i d r a t a t a u l e b i h r e n d a h lagi y a i t u
D i e t D M III ( 1 5 0 0 kal)
3 3 - 4 0 % (sebagai sumber energi sebagian karbohidrat
D i e t D M IV ( 1 7 0 0 kal)
diganti dengan MUFA), lemak sebesar 3 0 % dan kebutuhan
D i e t D M V ( 1 9 0 0 kal)
protein antara 1-1.5 g/kgBB bila tidak didapatkan
D i e t D M V I ( 2 1 0 0 kal)
g a n g g u a n fungsi ginjal. Sedangkan kebutuhan asupan
D i e t D M VII ( 2 3 0 0 kal)
kalori penderita D M y a n g dirawat d i r u m a h sakit adalah
D i e t D M VIII ( 2 5 0 0 kal)
a n t a r a 2 5 - 3 5 kcal/kgBB.^^
D i e t D M IX ( 2 7 0 0 kal)
D i e t D M X ( 2 9 0 0 kal) K e b u t u h a n c a i r a n r a t a - r a t a s e k i t a r 30 m l / k g B B , k e c u a l i

D i e t D M XI ( 3 1 0 0 kal) pada penderita d e n g a n gagal j a n t u n g , g a g a l ginjal d a n

D i e t D M XII ( 3 3 0 0 kal) asites y a n g m e m e r l u k a n restriksi cairan.


A d a b e b e r a p a cara p e m b e r i a n nutrisi enteral ( G a m b a r 3)
Sebagai contoh: 1. Kontinyu, nutrisi diberikan secara terus menerus
selama 24 j a m
D i a b e t i s i d e n g a n T B : 1 7 0 c m ; B B : 7 3 k g , kerja b i a s a
2. B e r k a l a ( i n t e r m i t e n ) , p a d a p e n d e r i t a D M nutrisi e n t e r a l
BBR = 73.5 X 100% = 105% lebih cocok diberikan secara berkala oleh karena
170-100 sesuai dengan pola makan penderita dan diberikan

K e b u t u h a n kalori s e h a r i = 73 x 30 kal = 2.190 kkal s e t i a p 3 j a m s e b a n y a k 6 kali p e m b e r i a n . S e l a n j u t n y a

dibulatkan menjadi 2300 kal. d i s e b u t s e b a g a i E l , E 2 , E 3 , E 4 , E 5 , E6 ( E n t e r a l - 1 s a m p a i

Diabetisi y a n g hamil m a u p u n y a n g m e n y u s u i bayinya d e n g a n Enteral-6). E l sebaiknya mulai diberikan pada

d i b e r i k a n d i e t D M KV b a g i d i a b e t i s i y a n g s e b e l u m h a m i l j a m 08.00 pagi dan berakhir pada j a m 23.00.

memang sudah terdiagnosis D M , diberikan diet D M - Ada beberapa keuntungan dengan cara pemberian
B1 b a g i d i a b e t i s i y a n g t e r d i a g n o s i s d m s a a t h a m i l ( D M s e p e r t i ini:
g e s t a s i o n a l ) . S e c a r a e m p i r i k p e n e n t u a n j u m l a h kalori u n t u k Karena pemberian mulai j a m 08.00 maka masih
d i a b e t i s i h a m i l d a n m e n y u s u i d a p a t d i g u n a k a n r u m u s di ada kesempatan untuk mengambil darah guna
b a w a h ini.^^^ pemeriksaan
Penghitungan jumlah kalori diabetisi yang B a g i a n gizi m e m p u n y a i c u k u p w a k t u u n t u k m e n y i a p k a n
hamilmaupun yang menyusui El
• Trimester 1 ( T 1 ) : {(TB-100) x 30} + 100 kkal P e m b e r i a n i n s u l i n {short a t a u rapid acting) lebih
• Trimester 2 ( T 2 ) : {(TB-100) x 30} + 200 kkal m u d a h yaitu d i b e r i k a n s e b e l u m E l , E3, E5 d e n g a n
• Trimester 3 ( T 3 ) : {(TB-100) x 30} + 300 kkal jarak pemberian setiap 6 j a m (13,15,16,17).
2342 DIABETES MILITUS

THEI6-E ( E - 1 U P T 0 E-6)|REGIMEN OF ENTERAL NUTRITiON FOR DIABETICS

("TUBE FEEDING"c^ "SONDE")


(Clinical Experiences :Tjokroprawiro 1995-2011)

y j 6 T i m e s / d a y [2J S t a r t e d at 0 8 . 0 0 a m 3 3-Hour Interval

ENTERAL-1 ENTERAL^2 ENTERAL-3 ENTERAL-4 ENTERAL-5 ^ ENTERAL--6


(E-2) (E-3) (E.4) (E-5) (E-S)
08.00 a m | 11.00 a m ^ 02.00 p m j 05.00 p m 08.00 p m , 11.00 pm

m .- Eti . m a s . m
J2^PharnvForm| j **) Mixer Pharrrv Foirn g^p,. {•) Pharm^ Form | [ M U F A or p j j

INSULIN
I INSULIN I INSULIN I

J E X A M P L E : P H A R M A C Y F O R M U L A OR H O S P I T A L F O R M U L A |

JTIMING OF INSULIN INJECTION : 30 MIN. BEFORE OR PRECISELY on(E ^(EaXEj)!


H o s p i t a l F o r m u l a : E^, E3, Eg P h a r m . F o r m u l a : E j , E4, Eg : S i t e s of M U F A

G a m b a r 3. Nutrisi enteral ( S O N D E ) d a l a m praktek sehari-hari (Tjokroprawiro 1995-2002)

Keterangan:*) Phar. Form: Pharmacy Formula (El, E3, E5), **) Mixer: Hospital Formula (E2, E4),
E5 atau E6 ( m e n g a n d u n g a s a m a m i n o esensial), *) Nutrition atau Mixer, **) Mixer, tanpa atau
rendah gula, rendah lemak

SEPULUH PETUNJUK POLA HIDUP SEHAT Udang,Kerang-Cumi, Susu, Santan


4. O ( O b e s i t a s ) l a k u k a n l a h p e n u r u n a n b e r a t b a d a n bila
Di d a l a m p r a k t e k s e h a r i - h a r i p e r l u d i l a k u k a n p e n y u l u h a n terjadi o b e s i t a s d e n g a n t a r g e t l i n g k a r p i n g g a n g u n t u k
bagi para diabetisi agar bisa m e l a k u k a n pola hidup laki-laki <90 c m , untuk w a n i t a <80 c m
s e h a t y a n g m e l i p u t i P o l a M a k a n d a n P o l a L a t i h a n Fisik 5. H (Hipertensi) untuk pasien hipertensi batasi ekstra
d e n g a n m u d a h , u n t u k ini A s k a n d a r T j o k r o p r a w i r o 1 9 9 5 -
g a r a m , ikan asin, k a c a n g asin d a n Iain-Iain
2 0 1 0 telah m e n y u s u n sepuluh petunjuk pola hidup sehat
6. S (Sigaret), stop merokok
yang disingkat dengan G U L O H - S I S A R = S I N D R O M A - 1 0
7. I ( I n a k t i v i t a s ) l a k u k a n l a h o l a h r a g a s e t i a p hari y a n g
( G a m b a r 2 ) . S i n g k a t a n ini d i m a k s u d k a n a g a r mudah
b i s a m e n g e l u a r k a n kalori k u r a n g l e b i h 3 0 0 k c a l / h a r i
dimengerti dan mudah untuk dihafalkan. GULOH-SISAR
atau j a l a n 3 k m atau sit-up 50-200x/hari
termasuk terapi non farmakologi oleh karena m e n g a n d u n g
8. S ( S t r e s ) u s a h a k a n t i d u r n y e n y a k 6-7 j a m s e h a r i , bila
u n s u r terapi nutrisi m e d i s d a n latihan fisik.
tidur m a l a m kurang m a k a bisa digantikan pada siang
GULOH-SISAR dilaksanakan dengan pedoman BNI harinya
(Batasi, Nikmati, Imbangi) artinya b a h w a para diabetisi bisa
9. A (Alkohol) stop alkohol
menikmati semua jenis makanan namun j u m l a h n y a harus
10. R (Regular Check Up) l a k u k a n l a h k o n t r o l s e c a r a teratur,
dibatasi kecuali y a n g m a n i s (gula d a n Iain-Iain) s e b a i k n y a
b a g i u m u r > 4 0 t a h u n s e t i a p 3,6,12 b u l a n , k o n s u l t a s i
d i h i n d a r i . T e t a p i bila m e n g k o n s u m s i m a k a n a n dengan
kepada ahlinya dan terapi
j u m l a h berlebih harus diimbangi dengan melakukan olah
M a k a n a n y a n g dianjurkan bagi para diabetisi adalah:
raga y a n g lebih dari biasa y a n g d i l a k u k a n n y a .
(Gambar 4).
G U L O H - S I S A R merupakan singkatan dari: Kaya akan C h r o m i u m baik d i k o n s u m s i bagi para
1. G ( G u l a ) : a r t i n y a bagi para d i a b e t i s i s e b a i k n y a p a n t a n g diabetisi oleh karena C h r o m i u m dapat memperbaiki
gula dan bagi non D M m e m b a t a s i a s u p a n gula sensitivitas insulin disingkat M A B U K : Mrica, Apel,
2. U (Urat): untuk m e n c e g a h atau mengatasi hiper- Brokoli, U d a n g , K a c a n g - k a c a n g a n .
urisemia maka batasi konsumsi J A S - B U K E T yaitu Buncis, b a w a n g putih, teh hijau
Jerohan, Alkohol, Sarden, Burung Dara, Unggas, Kaldu, Tinggi antioksidan TKW-PJKA-BK: Tomat, Kacang-
Kacang-kacangan, Emping, Tape kacangan, Wortel-Pepaya, Jeruk, Kurma, Apel-Brokoli,
3. L ( L e m a k ) b a t a s i T E K - K U K - C S 2 : Telor, K e j u - K e p i t i n g , Kobis.'^^
TERAPI NONFARMAKOLOGIK DIABETES MELITUS
2343

SEPULUH PETUNJUK POLA HIDUP SEHAT


G U L O H - S I S A R = S I N D R O M A - 1 0
(Tjokroprawiro 1995-2011
(Laksanakan GULOH-SISAR dengan Pedoman ([BN^: fiatasi, fjikmati, Lmbangi)
Bagi Pasien Diabetes : semua yang manis (gula, dll) sebaiknya dihindarkan

I PUSAT DIABETES DAN N U T R I S I - R S U Dr. SOETOMO. FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSrTAS AIRLANGGA, S U R A B A Y A "

T|[G1 (GULA): Pantang Gula bag! DM, dan f e l f s V s i G A R E T ) : Stop Merokok


Kurangj Konsumsi Gula bagi Non-DM

2 U (URAT): Batasi JAS-BUKKET Em (INAKTIVITAS): Hindarkan Inaktivias, d a i Rutinkan


Olahraga ±300 kcai/hr/Jalan 3 km,atau Sit-Up5Q-200 xihr

I
3JI L| (LEMAK) : Batasi TEK-KUK-CS7| [8][s](STRESS): Usahakan Tidur Nyenyak 6-7 Jam Sehari
• J l f o l (OBESITAS): Target LP
LP= Linglar Pinggang ?<8Scm [IIBALKOHOL) : Stop Alkohol
5][H] (HIPERTENSI): Untuk Pasien Hipertensi [1 0 | R | | ( R E G U L A R CHECK U P ) :unLk umur >40th: tiap3,6,12 B Jan

Batasi Ekstra Garam, Ikan A s i n , Kacang A s r , dll KonIrd Teratur, Konsultasi Ahli, dan Terapi.

J A S - B U K K E T : J e r o h a n , Alkohol, S a r d e n - B u r u n g D a r a , U n g g a s , K a l d u , K a c a n g - 2 a n , E m p i n g , T a p e | B N I I

T e K - K U K - C S 2 : Telor, K e j u - Kepiting, U d a n g , K e r a n g - C u m i , S u s u , S a n t e n BNI I

[MB
" M A B U K " ( K a y a C h r o m i u m ) : jWrica, A p e l , Brokoli, U d a n g , K a c a n g - k a c a n g a n
Chromium Memperbaiki Kerja Insulin. Ini berarti baik untuk P a s i e n D i a b e t e s

Makanan Suplemen yang Dianjurkan : Buncis, Bawang Putih, Teh Hijau, Merica, TKW-PJKA-BK

T K W - P J K A - B K : Banyak Mengandung Antioksidan WORKSHOP NUTRISI PADA DIABETES UNTUK AHU GIZI DAN PERAWAT.
Tomat Kacang-tecangan.Woftel -Pepaya. Jeruk, Kurma, Apel • B e toll, Kobis ApUkasl21MacamDiet-a^elesdan Diet-Enteral Metode E1 -E6. 2010 ( 06-836-K)

G a m b a r 4. Sepuluh petunjuk pola hidup sehat

LATIHAN FISIK Pada D M tipeZ yang m e n d a p a t k a n terapi insulin


atau golongan sulfonilurea terjadinya hipoglikemi
Selanna l a t i h a n f i s i k k e b u t u h a n e n e r g i a k a n meningkat s e l a m a l a t i h a n fisik t i d a k t e r l a l u m e n i m b u l k a n masalah,
dan ini dipenuhi dari pennecahan glikogen dan b a h w a l a t i h a n fisik p a d a D M t i p e 2 a k a n memperbaiki
pembongkaran t r i g l i s e r i d a , asann lennak b e b a s dari sensitivitas insulin dan m e m b a n t u m e n u r u n k a n kadar
j a r i n g a n adiposa serta pelepasan glukosa dari hepar. glukosa darah.
Kadar glukosa dipertahan-kan normal untuk memenuhi L a t i h a n fisik m e r u p a k a n salah satu pilar dalam
kebutuhan energi otak selama latihan fisik melalui p e n g e l o l a a n D M t i p e 2 s e l a i n bisa m e m p e r b a i k i s e n s i t i v i t a s
mekanisme hormonal. Menurunnya hormon insulin insulin, j u g a untuk menjaga kebugaran tubuh.Beberapa
dan meningkatnya hormon glukagon diperlukan untuk penelitian membuktikan dengan latihan fisik bisa
m e n i n g k a t k a n p r o d u k s i g l u k o s a h e p a r s e l a m a l a t i h a n fisik m e m a s u k k a n g l u k o s a k e d a l a m sel t a n p a membutuhkan
d a n p a d a l a t i h a n fisik y a n g l a m a a k a n terjadi peningkatan i n s u l i n , s e l a i n itu l a t i h a n fisik bisa u n t u k m e n u r u n k a n b e r a t
hormon glukagon dan katekolamin. Namun pada badan bagi diabetisi d e n g a n obesitas serta mencegah
pasien D M t i p e l r e s p o n s h o r m o n a l ini h i l a n g , s e b a g a i laju p r o g r e s i v i t a s g a n g g u a n t o l e r a n s i g l u k o s a menjadi
d a m p a k n y a bila kadar insulin d a l a m sirkulasi rendah D M tipe2.^
akibat terapi yang tidak adekuat, pelepasan hormon Dalam satu penelitian dengan melakukan intervensi
k o n t r a i n s u l i n y a n g b e r l e b i h a n s e l a m a latihan fisik a k a n g a y a h i d u p d e n g a n l a t i h a n fisik 1 5 0 m e n i t / m i n g g u d a n
meningkatkan kadar glukosa darah yang memang sudah diet untuk m e n u r u n k a n berat badan sebesar 5-7% dapat
tinggi disertai dengan terbentuknya benda keton dan menurunkan risiko progresivitas g a n g g u a n toleransi
ini a k a n m e n c e t u s k a n t e r j a d i n y a k e t o a s i d o s i s diabetik. g l u k o s a m e n j a d i D M t i p e 2 s e b e s a r 58%.^^ S e d a n g k a n
Sebaliknya kadar insulin d a l a m d a r a h y a n g tinggi akibat Boule et al, m e l a k u k a n kajian metaanalisis terhadap
pemberian insulin e k s o g e n akan m e n u r u n k a n bahkan dampaklatihan fisik selama >8 minggu terhadap
mencegah meningkatnya mobilisasi glukosaatau subtrat penurunan A1C dan indek massa tubuh (IMT) pada
lain s e l a m a latihanfisik s e h i n g g a terjadi h i p o g l i k e m i a . D M t i p e 2. D e n g a n i n t e r v e n s i l a t i h a n fisik t e r n y a t a b i s a
2344 DIABETES MILITUS

menurunkan A1C secara bermakna dibanding dengan LATIHAN FISIK PADA KENDALI GLUKOSA DARAH
k e l o m p o k kontrol (7.6 vs 8 . 3 1 % ; p <0.001), sebaliknya YANG TIDAK O P T I M A L
setelah intervensi latihan fisik,penurunan berat badan
tidak berbeda antara dua kelompok. Dari penelitian Hiperglikemi
ini d a p a t d i s i m p u l k a n bahv\/a m a n f a a t latihan fisik Pada D M t i p e l y a n g tidak m e n d a p a t k a n insulin d a l a m
terhadap penurunan A1C adalah bebas (independent), w a k t u 1 2 - 4 8 j a m d a n a d a n y a k e t o s i s , l a t i h a n fisik j u s t r u
t i d a k d i p e n g a r u h i o l e h d a m p a k latihan fisik terhadap akan memperburuk hiperglikemi dan ketosis. ADA
penurunan berat badan. {American Diabetes Association) exercise position satement,
Askandar Tjokroprawiro (1978) menyarankan semua l a t i h a n fisik h a r u s d i h i n d a r i bila k a d a r g l u k o s a d a r a h p u a s a
diabetisi untuk melakukan latihanfisik ringan teratur > 2 5 0 m g / d l d a n d i s e r t a i d e n g a n a d a n y a k e t o s i s , bila k a d a r
s e t i a p h a r i p a d a s a a t 1 a t a u 1.5 j a m s e s u d a h makan, glukosa darah >300mg/dl walaupun tidak didapatkan
t e r m a s u k diabetisi yang dirawat dirumah sakit [bed k e t o s i s m a k a l a t i h a n fisik h a r u s d i l a k u k a n d e n g a n h a t i - h a t i
exercise). Misalnya m a k a n pagi j a m 07.00, m a k a n siang bahkan ada yang m e n y a r a n k a n tetap tidak melakukan
j a m 13.00 dan m a k a n m a l a m j a m 19.00, maka latihan l a t i h a n f i s i k . P a d a p a s i e n D M t i p e 2 bila t i d a k a d a d e f i s i e n s i
fisik ringan d i l a k u k a n berturut-turut j a m 08.00,jam i n s u l i n y a n g s a n g a t b e r a t , l a t i h a n fisik d e n g a n i n t e n s i t a s
1 4 . 0 0 d a n j a m 2 0 . 0 0 . L a t i h a n f i s i k ini d i s e b u t latihan r i n g a n a t a u s e d a n g a k a n m e n u r u n k a n g l u k o s a d a r a h , bila
fisik primer. diabetisi d a l a m kondisi baik, a s u p a n cairan c u k u p , keton
S e d a n g k a n l a t i h a n fisik s e k u n d e r d e n g a n melakukan urin m a u p u n d a r a h negatif.
l a t i h a n fisik d e n g a n i n t e n s i t a s a g a k b e r a t terutama
ditujukan pada diabetisi d e n g a n obesitas d a n sehat bisa Hipoglikemi
d i l a k s a n a k a n p a g i h a r i a t a u s o r e hari.^ Pada diabetisi y a n g m e n d a p a t k a n terapi insulin m a u p u n
Di d a l a m k o n s e n s u s p e n g e l o l a a n d a n pencegahan insulin s e k r e t a g o g u s , latihan fisik a k a n menyebabkan
d i a b e t e s m e l i t u s t i p e 2 di I n d o n e s i a P E R K E N I , 2011 h i p o g l i k e m i a bila a s u p a n k a r b o h i d r a t m a u p u n dosis
menyarankan bahwa setiap diabetisi melakukan kegiatan o b a t tidak d i r u b a h . Hipoglikemi akan terjadi bila kadar
fisik s e h a r i - h a r i d a n latihan fisik s e c a r a t e r a t u r 3-4 i n s u l i n e k s o g e n m e n c a p a i k a d a r p u n c a k d a n l a t i h a n fisik
kali s e m i n g g u s e l a m a 30 m e n i t . K e g i a t a n sehari-hari d i p e r p a n j a n g . H i p o g l i k e m i j a r a n g terjadi p a d a d i a b e t i s i
seperti berjalan kaki kepasar, m e n g g u n a k a n tangga yang tidak mendapatkan terapi insulin dan insulin
berkebun h a r u s t e t a p d i l a k u k a n . L a t i h a n fisik yang sekretagogus.
d i a n j u r k a n a d a l a h b e r u p a l a t i h a n fisik y a n g bersifat Menurut ADAguideline diberikan t a m b a h a n karbohidrat
aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, j o g g i n g dan bila k a d a r g l u k o s a d a r a h s e b e l u m l a t i h a n f i s i k < 1 0 0 m g /
b e r e n a n g . Untuk m e r e k a y a n g relatif sehat intensitas di, n a m u n t a m b a h a n k a r b o h i d r a t tidak d i p e r l u k a n bagi
latihan fisik bisa d i t i n g k a t k a n , s e m e n t a r a y a n g sudah diabetisi y a n g hanya m e n d a p a t terapi diet saja,metformin,
mendapatkan komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan alfa glukosidase inhibitor d a n atau thiazolidinedion t a n p a
kebiasaan hidup kurang gerak atau bermalas-malasan. i n s u l i n a t a u i n s u l i n sekretagogus.^^
Hindari aktivitas sedenter misalnya m e n o n t o n televisi,
m e n g g u n a k a n internet, main g a m e komputer. Persering
aktivitas dengan mengikuti olah raga rekreasi dan LATIHAN FISIK DENGAN KOMPLIKASI KRONIS
b e r a k t i v i t a s fisik t i n g g i p a d a w a k t u liburan,misalnya
j a l a n c e p a t , golf, o l a h o t o t , b e r s e p e d a . B i a s a k a n b e r g a y a Retinopati
h i d u p sehat d e n g a n berjalan kaki kepasar (tidak m e m a k a i
Pada retionopati proliferatif atau retinopati nonproliferatif
mobil), menggunakan tangga (tidak menggunakan
y a n g b e r a t , l a t i h a n fisik a e r o b i k y a n g b e r a t merupakan
lift), m e n e m u i r e k a n k e r j a ( t i d a k h a n y a m e l a l u i t e l e p o n
k o n t r a i n d i k a s i k a r e n a a k a n m e n i n g k a t k a n risiko t e r j a d i n y a
i n t e r n a l ) , j a l a n d a r i t e m p a t parkir.^
perdarahan vitreus atau ablasio retina.
S e b e l u m m e l a k u k a n program latihan fisikyang lebih
intensif dari j a l a n cepat, bagi diabetisi sebaiknya dilakukan Neuropati Perifer
e v a l u a s i k e m u n g k i n a n risiko k a r d i o v a s k u l a r d a n k o n d i s i Pada neuropati perifer terutama neuropati sensori, latihan
lain y a n g bisa m e n y e b a b k a n cidera s e b a g a i dampak fisik a k a n m e n i n g k a t k a n risiko t e r j a d i n y a l u k a d a n i n f e k s i
l a t i h a n fisik s e p e r t i n e u r o p a t i a u t o n o m i k y a n g berat, oleh k a r e n a sensasi nyeri pada kaki m e n u r u n . O l e h karena
neuropati perifer y a n g berat, retinopati pre-proliferatif itu p a d a d i a b e t i s i d e n g a n k o m p l i k a s i n e u r o p a t i perifer
a t a u p r o l i f e r a t i f U m u r d a n a k t i v i t a s fisik s e b e l u m n y a j u g a y a n g b e r a t d i s a r a n k a n l a t i h a n fisik y a n g t e r b a i k a d a l a h
harus menjadi pertimbangan untuk menentukanjenis dan l a t i h a n fisik non-weight-bearing seperti renang, sepeda
i n t e n s i t a s l a t i h a n fisik."^^ atau latihan tangan.
TERAPI NONFARMAKOLOGIK DIABETES MELITUS 2345

Neuropati Autonomik REFERENSI


N e u r o p a t i autononnik n n e m p u n y a i risiko a k a n n n e n u r u n n y a
1. American Diabetes Association. Nutrition Principles and Rec-
respon jantung terhadap latihan fisik, hipotensi ommendations in Diabetes. Diabetes Care 2004;27 (Suppll):
postural,gangguan termoregulasi oleh karena gangguan S36-S46
aliran d a r a h kulit d a n g a n g g u a n berkeringat, g a n g g u a n 2. American Diabetes Association. Nutrition Recommenda-
tions and Interventions for Diabetes. A position statement
p e n g l i h a t a n m a l a m hari o l e h k a r e n a terjadi g a n g g u a n reaksi of the American Diabetes Association. Diabetes Care 2008;
papiler d a n g a n g g u a n rasa haus s e h i n g g a m e n i n g k a t k a n 31 (Suppl 1):S61-S74
risiko dehidrasi, gastroparesis m e n y e b a b k a n asupan 3. American Diabetes Association.Standard of Medical Care of
Diabetes-2011. Diabetes Care 2011; 34 (Suppl 1): S11-S61
m a k a n a n y a n g tidak bisa diprediksi. Neuropati a u t o n o m i k
4. American Diabetes Asociation. Physical Activity/Exercise
pada diabetesi mempunyai hubungan yang sangat kuat and Diabetes MelliUis. Diabetes Care 2003;26 (Suppl 1):S73-
d e n g a n penyakit kardiovaskular. S77
5. American Association of Clinical Endocrinologists.Medical
Pada diabetisi d e n g a n komplikasi neuropati autonomik
Guidelines for Clinical Practice for Developing Diabetes Mel-
bila i n g i n m e l a k u k a n l a t i h a n fisik y a n g l e b i h i n t e s i f d a r i litus Comprehensive Care Plan.Endocrine Practice 2011;17
biasanya harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu kondisi (Suppl 2)
jantungnya. 6. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelo-
laan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe2 di Indonesia
2011.
Mikroalbuminuria dan Nefropati 7. Tjokroprawiro A. The Dietetic Regimen For Indonesian
Patients With Diabetes Mellitus (An experimental study on
L a t i h a n fisik b i s a m e n i n g k a t k a n e k s r e s i p r o t e i n s e c a r a
200 orally treated and 60 insulin treated diabetic patients).
m e n d a d a k , h a l ini t e r k a i t d e n g a n m e n i n g k a t n y a t e k a n a n Disertation for PhD Degree in Medical Science Airlangga
d a r a h secara m e n d a d a k . Para ahli m e n y a r a n k a n pada University.Airlangga University Press 1978
diabetisi d e n g a n komplikasi nefropati diabetikum {diabetic 8. Tjokroprawiro A. Medical Nutrition Therapy: Principles of
Parenteral Nutrition. O n the Basis of Clinical Experiences:
kidney disease) latihan fisikdilakukan d e n g a n intensitas
focus on D M . M K D U . Surabaya, 2 August 2005A
r i n g a n - s e d a n g , asal t e k a n a n darah tidak meningkat >200 9. Tjokroprawiro A. Kuliah Diabetes Mellitus untuk Mahasiswa
m m H g s e l a m a latihan fisik. Semester 7. Surabaya, 12 September 2005B
10. Tjokroprawiro A. P P N : Peripheral Parenteral Nutrition (Ba-
sic Principles and Clinical Experiences in Diabetic Patients).
SDW-6. Surabaya, 17 June 2006A
11. Tjokroprawiro A. Par Enteral Nutrition (Lipid Emulsion in
PERTUNJUK UMUM P E L A K S A N A A N LATIHAN
Daily Practice, Esp in Pts with DM). Surabaya, 19 September
FISIK 2006B
12. Tjokroprawiro A. Par Enteral Nutrition in Internal Medicine
1. Kontrol metabolik,sebelum l a t i h a n fisik periksa (Basic Principles in Daily Clinical Practice). SDW-7. Surabaya,
18 November 2006C
glukosa darah
13. Tjokroprawiro A. Medical Nutrition Therapy (MNT) In Daily
Hindari latihan fisik bila g l u k o s a d a r a h puasa Practice Oral - Enteral - Parenteral Clinical Formulas Based
> 2 5 0 m g / d l d a n d i d a p a t k a n k e t o s i s , n a m u n bila on Clinical Experiences (Examples of Formulas : x l 2 , - 1 , x 2 ,
glukosa darah >300 mg/dl dan tidak didapatkan 2.5-1, 5 - 1 , Etc.). M K D U . Surabaya, 6 February 2007A
14. Tjokroprawiro A. Basic Principles of Parenteral Nutrition in
k e t o s i s m a k a l a t i h a n fisik h a r u s d i l a k u k a n d e n g a n
Clinics (Practical Guidelines for Patients with Diabetes Mel-
hati-hati litus). Workshop PKB-22. Surabaya, 10-12 August 2007B
T a m b a h a s u p a n k a r b o h i d r a t bila g l u k o s a d a r a h 15. Tjokroprawiro A. Medical Nutrition Therapy (MNT) In
Clinical Practice Oral - Enteral - Parenteral The Empirical
<100 mg/dl
Formulas in P.E.N.: -1 , x l 2 , 3 , x2 , 2.5-1 , 5-1, Etc. (Based
2. Monitoring glukosa darah sebelum dan sesudah on Clinical Experiences : 1978-2009). M K D U . Surabaya, 17
l a t i h a n fisik February 2009
Perhatikan apakah perlu dilakukan perubahan 16. Tjokroprawiro A. Medical Nutrition Therapy (MNT) In
Clinical Practice Oral - Enteral - Parenteral The Empirical
dosis insulin atau asupan m a k a n
Formulas in P.E.N. : - 1 , x l 2 , 3 , x2 , 2.5-1, 5-1 , Etc. (Based
Pelajari r e s p o n g l i k e m i a t e r h a d a p k o n d i s i l a t i h a n on Clinical Experiences : 1978-2010). M K D U . Surabaya, 8
fisik y a n g b e r b e d a February 2010A
17. Tjokroprawiro A. Garis Besar Diet Oral - Enteral, dan Par
3. Asupan makanan
Enteral pada Diabetes (21 Macam Diet-Diabetes - Diet-Enteral
Bila p e r l u t a m b a h l a h a s u p a n k a r b o h i d r a t u n t u k E l s / d E6 - 10 Petiinjuk N P E ) . Workshop Nutrisi. Surabaya,
menghindari hipoglikemia 6 March 2010B
Makanan yang m e n g a n d u n g karbohidrat harus 18. Sigal R], Kenny GP, Wasserman D H , Sceppa C C , White R D .
Physical Activity/ Exercise and Type2 Diabetes (A consensus
siap tersedia selama dan sesudah melakukan
statement from the American Diabetes association). Diabetes
k e g i a t a n l a t i h a n fisik"*'^^ Care 2006; 29:1433-1438
2346 DIABETES MILITUS

19. Sri Murtiwi. The 21 Diabetic Diets Available at Dr.Soetomo


Hospital Surabaya (From the B Diet to B l - L Diet) In Joint
Symposium: Surabaya Diabetes Update-XVIII(SDU-XVIII)
-Metabolic Cardiovascular Disease Surabaya Update-3
( M E C A R S U - 3 ) , E d i t o r s : A s k a n d a r Tjokroprawiro, A r i
Sutjahjo, Agung Pranoto, Sri Murtiwi, Soebagijo Adi, Sony
Wibisono. JW Marriott Hotel 13-14 December 2008:112-124
20. Sri Murtiwi. Possible Application of Dianeral in the Medical
Nutrition Therapy . In Symposium : Dianeral as Rationale
Dietary Approach in Medical Nutrition Therapy. JW Marriott
Hotel Surabaya, 12 June 2010A
21. Sri Murtiwi. Possible Use of Dianeral in E1-E6 Formulas of
Enteral Nutrition (Focus on Patients with Diabetes Mellitus).
In Forum Endocrine and Diabetes Regional Sumatra-3. Palem-
bang, 15-16 October 2010B:103-113
22. Sri Murtiwi. 21 Macam Diet Oral Diabetes di RS dr.Soetomo.
Workshop Nutrisi Para Ahli Gizi.Pusat Diabetes dan Nutrisi
Surabaya (PDNS), G D C Lt7. 6 Maret 2010C
304
INSULINOMA
Asman Manaf

PENDAHULUAN anak, u m u r rata-rata penderita 3 0 - 6 0 tahun (median 35


tahun).
K h u s u s nnengenai insulinonna, perlu dibicarakan secara
khusus karena penting dalam kaitannya d e n g a n kejadian
hipoglikemia. M e s k i p u n p e n g o b a t a n secara kuratif untuk PATOFISIOLOGI
insulinoma adalah melalui tindakan bedah, pada tahap
t a h a p a w a l k e l a i n a n ini b a i k p e n a t a l a k s a n a a n , d i a g n o s t i K , I n s u l i n o m a a d a l a h t u m o r y a n g berasal dari sel beta
dan p e n g o b a t a n n y a seringkali melibatkan bidang penyakit Langerhans yang sebagian besar menghasilkan hormon
d a l a m . Terapi konservatif diperlukan s e b e l u m t i n d a k a n i n s u l i n , di s a m p i n g h o r m o n l a i n n y a s e p e r t i A C T H , g l u k a g o n ,
operatif dapat dilaksanakan. s o m a t o s t a t i n , g a s t r i n , d a n k h o r i o n i k g o n a d o t r o p i n . Insulin
y a n g d i p r o d u k s i o l e h t u m o r ini d i s e k r e s i k a n secara
mendadak sehingga dalam waktu pendek menyebabkan
DEFINISI kadar glukosa darah sangat berfluktuasi. Sekitar 10%
insulinoma bersifat multiple. Sejumlah 5 0 % dari multiple
I n s u l i n o m a (Islet c e l l s a d e n o m a ) m e r u p a k a n s u a t u t u m o r insulinoma adalah multiple endocrine neoplasma
neuroendokrin y a n g berasal dari sel-sel pulau L a n g e r h a n s type 7.
pankreas y a n g m e n g h a s i l k a n insulin secara berlebihan.
S e b a g i a n b e s a r ( 9 0 % ) t u m o r ini b e r s i f a t j i n a k ( b e n i g n ) ,
sisanya (10%) bersifat ganas (malignant). Insidensinya
j a r a n g , u k u r a n n y a b i a s a n y a kecil tidak m e l e b i h i d i a m e t e r
2 cm.
B e r b e d a d e n g a n sel b e t a n o r m a l , s e k r e s i i n s u l i n p a d a
insulinoma tidak m e m e r l u k a n rangsangan glukosa, dan
tidak berhenti meskipun kadar glukosa telah normal.
Insulin yang diproduksi secara t e r u s - m e n e r u s tersebut
m e r u p a k a n p e n y e b a b t u r u n n y a k a d a r g l u k o s a d a r a h di
bawah normal (hipoglikemi).

EPIDEMIOLOGI. G a m b a r 1. Histopatologi i n s u l i n o m a {pancreatic endocrine


tumor)
Insulinoma merupakan tumor pankreas tersering, biasanya
bersifat single, k a d a n g - k a d a n g multiple. Insidensinya 3-4
kasus per 1 j u t a p e n d u d u k per t a h u n , m e r u p a k a n 5 5 % ETIOLOGI
d a r i t o t a l t u m o r n e u r o e n d o k r i n . T u m o r j e n i s ini d a p a t
d i t e m u k a n pada s e m u a ras. P e r e m p u a n berbanding Insulinoma merupakan penyakit dengan kelainan
l a k i - l a k i s e k i t a r 3 : 2. T u m o r ini j a r a n g s e k a l i t e r j a d i p a d a genetik.

2347-
2348 DIABETES MILITUS

DIAGNOSIS PENATALAKSANAAN

S e c a r a fisik, p a d a u m u m n y a t u m o r ini t i d a k m e m p e r l i h a t k a n Pengaturan Makan (diet)


kelainan terkait d e n g a n t u m o r n y a . Kelainannya muncul
Tidak j a r a n g i n s u l i n o m a y a n g " r i n g a n " berhasil ditasi d e n g a n
a p a b i l a k e a d a a n h i p o g l i k e m i a t e l a h t e r j a d i d a n u n t u k ini
p e n g a t u r a n m a k a n ( d i e t ) d a n c a r a ini m e r u p a k a n pilar
d i a g n o s i s d i d a s a r k a n k e p a d a Trias W h i p p l e .
dari p e n g o b a t a n secara konservatif Penjadwalan w a k t u
Diagnosis insulinoma dapat dibuat atas dasar: 1.
makan yang tepat dapat mengatasi atau menghindarkan
K l i n i s h i p o g l i k e m i , 2. k a d a r i n s u l i n , p r o i n s u l i n , d a n C -
hipoglikemi. Pada prinsipnya dilakukan p e m e n d e k a n jarak
peptida serum meningkat, disertai kadar glukosa darah
a n t a r a d u a j a d w a l w a k t u m a k a n . Bila perlu dirancang
y a n g m e n u r u n , d a n 3. D i d u k u n g o l e h p e m b u k t i a n a d a n y a
ada j a d w a l makan malam mernjelang tidur (jam 23.00).
tumor menggunakan CT Scan atau MRI. Kadang-kadang
Demikian pula dapat dilakukan berbagai variasi j a d w a l
diperlukan pemeriksaan lanjutan seperti Endoscopic USG,
m a k a n pada menjelang t e n g a h hari, dan menjelang
Octreotide Scan, atau angiografi.
m a l a m . Patut diingat untuk menghindari karbohidrat y a n g
T e s s u p r e s i (suppression test) merupakan sarana
cepat diserap (glukosa), sebaiknya digunakan karbohidrat
diagnostik yang dapat digunakan pada insulinoma dengan
y a n g d i s e r a p relatif l e b i h l a m a ( t e p u n g , roti, k e n t a n g , n a s i ) ,
cara sbb:
supaya tidak m e r a n g s a n g sekresi insulin secara segera.
Penderita dalam keadaan puasa, periksa kadar G D
setiap 4 j a m sampai tercapai kadar G D 60 mg/dL. Infus Dekstrose
Selanjutnya, kadar G D diperiksa setiap j a m sampai Bila k e a d a a n l e b i h b e r a t , d a p a t s e g e r a d i b e r i k a n u n t u k
kadar G D 49 m g / d L Pada tingkat kadar glukosa darah m e n g a t a s i h i p o g l i k e m i . Terapi k o n s e r v a t i f u n t u k m e n g a t a s i
t e r s e b u t , atau bila terlihat gejala h i p o g l i k e m i , tes hipoglikemi pada insulinoma sama seperti menghadapi
d i h e n t i k a n d a n p e n d e r i t a b o l e h m a k a n a t a u bila p e r l u k e j a d i a n h i p o g l i k e m i s e p e r t i d i u r a i k a n di a t a s . Upaya
diberi infuse dekstrose setelah sampel darah diambil. stabilisasi glukosa darah j u g a penting dilakukan s e b e l u m
Pada kadar G D tersebut, atau bila secara klinis t i n d a k a n o p e r a t i f Bila u s a h a m e n g a t a s i h i p o g l i k e m i t i d a k
d i t e m u k a n gejala hipoglikemi, sampel darah diperiksa b e r h a s i l d e n g a n c a r a - c a r a di a t a s , b e b e r a p a j e n i s o b a t -
untuk m e n e n t u k a n kadar GD, insulin, proinsulin, dan obatan dapat digunakan.
C-peptida. Tidak terlihatnya penurunan kadar insulin
seiring dengan m e n u r u n n y a kadar G D membuktikan Kortikosteroid
kecurigaan kearah insulinoma.
Kortikosteroid d a p a t m e m b a n t u stabilissi glukosa darah
pada kadar yang aman, misalnya menggunakan prednison
1 mg/kgBB.
G A M B A R A N KLINIS Long acting somatostatin analogue seperti octreotide
(Sandostatin) dapat berperan mengurangi produksi
Tidak jarang insulinoma cepat berkembang dan insulin.
memberikan gejala hipoglikemia yang tergolong Diaxozide (Proglycem) 150-450 mg/hari digunakan
neuroglikopeni seperti kejang-kejang dan koma. Gejala- p a d a t u m o r y a n g i n o p e r a b l e , a t a u bila d i p e r l u k a n
gejala neurogenik akibat peningkatan katekholamin. Berat penundaan operasi. Digunakan untuk menghambat
badan seringkali bertambah dalam waktu singkat. sekresi insulin dan m e r a n g s a n g proses glikogenolisis.
P a d a u m u m n y a g e j a l a klinis d a r i i n s u l i n o m a a d a l a h Biasanya dikombinasikan bersama natriuretik
gejala-gejala hipoglikemi, seperti palpitasi, rasa l e m a h , benzothiadiazin (trikhlormethiazid) 2-8 mg/hari,
penglihatan kabur, dan pada k e a d a a n berat dapat karena efek s a m p i n g diaxozide yakni retensi s o d i u m /
k e j a n g - k e j a n g d a n m e n j a d i t i d a k sadar. K e l u h a n a t a u p u n edema.
g e j a l a klinis ini d a p a t d i r a s a k a n o l e h p e n d e r i t a s e m e n j a k Calcium channel blocker seperti verapamil, dapat
beberapa minggu bahkan beberapa tahun sebelum m e n g h a m b a t sekresi insulin.
terdiagnosis. Gejala biasanya lebih sering dirasakan Glukagon akan meningkatkan kadar glukosa darah,
p a d a m a l a m atau dini hari, n a m u n d a p a t t i m b u l s e g e r a namun pada saat yang bersamaan dapat juga
atau beberapa j a m setelah m a k a n . Gejala akan menjadi menstimulasi sekresi insulin.
lebih berat pada exercise, konsumsi alkohol, diet rendah Sreptozotocin atau kemoterapi atau kombinasi
kalori, dan p e n g g u n a a n obat sulfonilurea. Sekitar 2 0 - 4 0 % keduanya digunakan untuk karsinoma pp
penderita biasanya mengalami kelebihan berat badan, Langerhans.
d a n p e n a m b a h a n berat b a d a n biasanya terjadi akibat
hiperinsulinemi. J a r a n g sekali terdapat keluhan lokal p a d a
Enukleasi
a b d o m e n akibat massa tumor pankreas. Tindakan operasi terhadap tumor (enukleasi) dapat di-
INSULINOMA
2349

lakukan. Kadang-kadang Juga dilakukan pengangkatan


sebagian kelenjar pankreas apabila t u m o r multipel.

KOMPLIKASI

1. Hipoglikemia
2. Metastase (pada Ca. pp Langerhans)

REFERENSI

1. Amiel S A , Iatrogenic hypoglycemia. In: Joslin's Diabetes


Mellitus, 14th ed. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins;
2005: chap 40.
2. C r y e r P E . Glucose homeostasis and hypoglycemia. I n :
Kronenberg H M , Shlomo M, Polonsky KS, Larsen PR, eds.
Williams Textbook of Endocrinology. 11th ed. Philadelphia,
Pa: Saunders Elsevier; 2008: chap 33.
3. Doppman JL, Chang R, Fraker DL, et al. (Aug 1995). "Localiza-
tion of insulinomas to regions of the pancreas by intra-arterial
stimulation with calcium". A n n of Int Med. 123 (4): 269-73.
4. Glaser B, Leibowitz G . Hypoglycemia. In: Joslin's Diabetes
Mellitus, 14th ed. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins;
2005: chap 69.
5. Jensen RT, Norton JA. Endocrine tumors of the pancreas and
gastrointestinal tract. In: Feldman M, Friedman LS, Brandt
LJ, eds. Sleisenger and Fordtran's Gastrointestinal and Liver
Disease. 9th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2010:
chap 32..
305
INSULIN : M E K A N I S M E S E K R E S I
DAN A S P E K M E T A B O L I S M E
Asman Manaf

PROSES PEMBENTUKAN DAN SEKRESI INSULIN glukosa.Tahap pertama adalah proses melewati m e m b r a n
sel.Untuk d a p a t m e l e w a t i m e m b r a n sel beta d i b u t u h k a n
Insulin m e r u p a k a n h o r m o n y a n g terdiri dari rangkaian b a n t u a n s e n y a w a l a i n . Glucose transporter {GLUT) adalah
a s a m a m i n o , d i h a s i l k a n o l e h sel b e t a k e l e n j a r p a n k r e a s . s e n y a w a a s a m a m i n o y a n g t e r d a p a t di d a l a m b e r b a g a i
D a l a m k e a d a a n n o r m a l , bila a d a r a n g s a n g a n p a d a sel b e t a , sel y a n g b e r p e r a n d a l a m p r o s e s m e t a b o l i s m e g l u k o s a .
i n s u l i n d i s i n t e s i s d a n k e m u d i a n d i s e k r e s i k a n ke d a l a m Fungsinya sebagai "kendaraan" pengangkut glukosa
darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi m a s u k dari luar ke d a l a m sel j a r i n g a n t u b u h . Glucose
glukosa darah. transporter 2 ('GLUT 2) y a n g t e r d a p a t d a l a m s e l beta
Sintesis insulin dimulai d a l a m bentuk preproinsulin misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa
{precursor h o r m o n insulin ) pada retikulum e n d o p l a s m a d a r i d a l a m d a r a h , m e l e w a t i m e m b r a n , ke d a l a m s e l .
sel beta. D e n g a n b a n t u a n e n z i m p e p t i d a s e , preproinsulin P r o s e s ini p e n t i n g bagi tahapan selanjutnya yakni
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, molekul glukosa akan m e n g a l a m i proses glikolisis dan
yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung f o s f o r i l a s i d i d a l a m sel d a n k e m u d i a n membebaskan
{ecretory vesicles ) d a l a m sel t e r s e b u t . Di s i n i , s e k a l i lagi molekul ATP Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan
dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai untuk tahap yakni proses mengaktifkan penutupan K
m e n j a d i i n s u l i n d a n p e p t i d a - C {C-peptide) yang keduanya channel p a d a m e m b r a n s e l . P e n u t u p a n ini berakibat
sudah siap untuk disekresikan secara b e r s a m a a n melalui t e r h a m b a t n y a p e n g e l u a r a n ion K dari d a l a m sel y a n g
m e m b r a n sel.^ menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran

M e k a n i s m e di a t a s , d i p e r l u k a n b a g i b e r l a n g s u n g n y a sel, y a n g diikuti k e m u d i a n oleh proses p e m b u k a a n Co

proses m e t a b o l i s m e secara n o r m a l , karena fungsi insulin channel. K e a d a a n inilah y a n g m e m u n g k i n k a n m a s u k n y a

memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi ion Ca s e h i n g g a m e n i n g k a t k a n kadar ion Ca intrasel.

glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang Suasana ini d i b u t u h k a n bagi proses sekresi insulin

meningkat, merupakan komponen utama yang memberi melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum

r a n g s a n g a n t e r h a d a p sel b e t a d a l a m memproduksi s e u t u h n y a d a p a t d i j e l a s k a n . ^ ( G a m b a r 1)

insulin.Di s a m p i n g glikos, beberapa jenis a s a m a m i n o dan S e p e r t i d i s i n g g u n g di a t a s , a k t i v a s i p e n u t u p a n K


obat-obatan, dapat pula memiliki efek y a n g s a m a d a l a m channel terjadi tidak h a n y a d i s e b a b k a n oleh r a n g s a n g a n
r a n g s a n g a n t e r h a d a p sel b e t a . M e n g e n a i bagaimana ATP hasil proses fosforilasi g l u k o s a intrasel, tapi j u g a
m e k a n i s m e s e s u n g g u h n y a dari s i n t e s i s d a n s e k r e s i i n s u l i n d a p a t o l e h p e n g a r u h b e b e r a p a f a k t o r lain t e r m a s u k o b a t -
s e t e l a h a d a n y a r a n g s a n g a n t e r s e b u t , m e r u p a k a n hal y a n g obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut misalnya
cukup rumit, dan belum sepenuhnya dapat dipahami oabat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor
s e c a r a jelas.^ tersendiri, tidak pada reseptor y a n g sama d e n g a n glukosa
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses y a n g d i s e b u t sulphonylurea receptor (SUR) pada m e m b r a n
sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul sel beta."

2350
INSULIN: MEKANISME SEKRESI DAN ASPEK METABOLISME
2351

Kanal kalium kanal kalsium Pengeluaran


menutup membuka insulin
Glukosa
GLUT-2,

V^® A Sekretori
Glukosa
K+" eksositosis
i Transpor granula
Glukosa 6 Fosfat

i Depolarisasi
membran
C peptide + insulin

Enzim
GlucosA
e Ts P
ignaling
'pemecah
Proinsulin
Sel B

t
Preproinsulin
Sintesis insulin

G a m b a r 1. M e k a n i s m e sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi Glukosa


( Kramer,95 )

DINAMIKA SEKRESI INSULIN n y a f a s e 1, t u g a s p e n g a t u r a n g l u k o s a d a r a h s e l a n j u t n y a


d i a m b i l a l i h o l e h s e k r e s i f a s e 2. S e k r e s i i n s u l i n f a s e 2 y a n g
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai b e r l a n g s u n g relatif l e b i h l a m a , s e b e r a p a t i n g g i p u n c a k n y a
d e n g a n k e b u t u h a n t u b u h n o r m a l o l e h sel beta d a l a m (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar
d u a f a s e , s e h i n g g a s e k r e s i n y a b e r b e n t u k biphasic. Seperti k a d a r g l u k o s a d a r a h di a k h i r f a s e 1 , di s a m p i n g f a k t o r
d i k e m u k a k a n , s e k r e s i i n s u l i n n o r m a l y a n g biphasic ini resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme
a k a n terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa p e n y e s u a i a n dari sekresi fase 2 t e r h a d a p kinerja fase 1
y a n g berasal dari m a k a n a n atau m i n u m a n . Insulin y a n g s e b e l u m n y a . Apabila sekresi fase 1 tidak a d e k u a t , terjadi
d i h a s i l k a n ini, b e r f u n g s i m e n j a g a r e g u l a s i g l u k o s a d a r a h m e k a n i s m e kompensasi d a l a m bentuk peningkatan sekresi
agar selalu d a l a m batas-batas fisiologis, baik saat p u a s a i n s u l i n p a d a f a s e 2. P e n i n g k a t a n p r o d u k s i i n s u l i n t e r s e b u t
maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan
kedua fase sekresi insulin y a n g berlangsung secara sinkron t u b u h a g a r k a d a r g l u k o s a d a r a h {postprandial) tetap dalam
tersebut, menjaga kadar glukosa darah normal, sebagai batas-batas normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit,
cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis. fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengarui oleh fase

S e k r e s i f a s e 1 {acute insulin secretion responce = AIR) T''^ P a d a g a m b a r di b a w a h ini ( G a m b a r 2) d i p e r l i h a t k a n

adalah sekresi insulin y a n g terjadi segera setelah a d a dinamika sekresi insulin pada keadaan normal, toleransi

r a n g s a n g a n t e r h a d a p sel b e t a , m u n c u l c e p a t d a n b e r a k h i r g l u k o s a t e r g a n g g u (Impaired Glucose Toleranca =IGT), d a n

cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya m e m p u n y a i puncak d i a b e t e s m e l i t u s t i p e 2.

y a n g r e l a t i f t i n g g i , k a r e n a h a l itu m e m a n g diperlukan Biasanya, d e n g a n kinerja fase 1 y a n g n o r m a l , d a n


untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya disertai pula oleh aksi insulin y a n g j u g a normal di
m e n i n g k a t t a j a m , s e g e r a setelah m a k a n . Kinerja AIR y a n g j a r i n g a n (tanpa resistensi insulin), sekresi fase 2 j u g a a k a n
c e p a t d a n a d e k u a t ini s a n g t p e n t i n g b a g i r e g u l a s i y a n g berlangsung normal. D e n g a n demikian tidak dibutuhkan
normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar dalam t a m b a h a n (ekstra) sintesis m a u p u n sekresi insulin pada
pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan f a s e 2 di a t a s n o r m a l u n t u k d a p a t mempertahankan
demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk k e a d a a n n o r m o g l i k e m i a . Ini a d a l a h k e a d a a n f i s i o l o g i s y a n g
m e m p e r t a h a n k a n berlangsungnya proses metabolisme m e m a n g ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa
glukosa secara fisiologis. AIR y a n g berlangsung normal, darah yang dapat memberikan dampak glucotoxicity,
bermanfaat dalam m e n c e g a h terjadinya hiperglikemia akut j u g a tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai dampak
setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial negatifnya.
{postprandial spike) d e n g a n s e g a l a a k i b a t y a n g d i t i m b u l k a n
termasuk hiperinsulinemia kompensatif
Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul AKSI INSULIN
s e k r e s i f a s e 2 {sustained phase, latent phase), di m a n a
sekresi insulin kembali m e n i n g k a t secara perlahan dan Insulin berperan penting pada berbagai proses biologis
b e r t a h a n d a l a m w a k t u relatif l e b i h l a m a . S e t e l a h b e r a k h i r - dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon
2352 DIABETES MILITUS

ini s a n g a t k r u s i a l p e r a n n y a dalann p r o s e s utilisasi g l u k o s a insulin, m a k a efek inhibisi h o r m o n tersebut terhadap


oleh hampir seluruh jaringan t u b u h , terutama pada otot, mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan
lemak, d a n hepar. menjadi tidak o p t i m a l . S e m a k i n tinggi tingkat resistensi
Pada jaringan perifer seperti j a r i n g a n otot dan lemak, insulin, semakin rendah k e m a m p u a n inhibisinya terhadap
i n s u l i n b e r i k a t a n d e n g a n s e j e n i s r e s e p t o r (insulin receptor proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin
substrate = IRS) y a n g t e r d a p a t p a d a m e m b r a n s e l . I k a t a n tinggi t i n g k a t produksi glukosa dari hepar.
antara insulin dan reseptor akan menghasilkan s e m a c a m
s i g n a l y a n g b e r g u n a bagi p r o s e s regulasi a t a u m e t a b o l i s m e
g l u k o s a di d a l a m sel o t o t d a n l e m a k , m e s k i p u n m e k a n i s m e EFEK METABOLISME DARI INSULIN
kerja y a n g s e s u n g g u h n y a b e l u m b e g i t u j e l a s . Setelah
berikatan, transduksi siyal b e r p e r a n d a l a m m e n i n g k a t k a n G a n g g u a n , baik dari produksi m a u p u n aksi insulin,
kuantitas GLUT-4 ( g l u c o s e transporter-4) dan selanjutnya menyebabkan gangguan pada metabolisme glukosa,
j u g a m e n d o r o n g penempatannya pada m e m b r a n sel. dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada
Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang d a s a r n y a ini b e r m u l a dari h a m b a t a n d a l a m utilisasi
b e k e r j a m e m a s u k k a n g l u k o s a d a r i e k s t r a ke i n t r a s e l u n t u k glukosa y a n g k e m u d i a n diikuti oleh p e n i n g k a t a n kadar
selanjutnya m e n g a l a m i m e t a b o l i s m e ( G a m b a r 3). Untuk g l u k o s a d a r a h . S e c a r a klinis, g a n g g u a n t e r s e b u t d i k e n a l
m e n d a p a t k a n proses metabolisme glukosa normal, selain sebagai diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2
diperlukan m e k a n i s m e serta dinamika sekresi y a n g normal, (DMT2), yakni jenis diabetes y a n g paling sering ditemukan,
d i b u t u h k a n pula aksi insulin y a n g berlangsung n o r m a l . gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua
R e n d a h n y a sensitivitas atau tingginya resistensi j a r i n g a n faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin
t u b u h t e r h a d a p insulin m e r u p a k a n salah satu faktor etilogi (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya j a r i n g a n t u b u h
t e r j a d i n y a d i a b e t e s , k h u s u s n y a d i a b e t e s t i p e 2. t e r h a d a p insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor

Baik atau b u r u k n y a regulasi g l u k o s a d a r a h t i d a h k l i n g k u n g a n (environment). S e d a n g k a n pada diabetes tipe

h a n y a b e r k a i t a n d e n g a n m e t a b o l i s m e g l u k o s a di j a r i n g a n 1 ( D M T I ) , g a n g g u a n tersebut murni disebabkan defisiensi

perifer, t a p i j u g a di j a r i n g a n di m a n a G L U T - 2 berfungsi insulin secara absolut.

sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi,
m e m b r a n a sel ke d a l a m s e l . D a l a m hal inilah j a r i n g a n h e p a r diawali oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin
ikut b e r p e r a n d a l a m m e n g a t u r h o m e o s t a s i s g l u k o s a t u b u h . berupa g a n g g u a n pada fase 1 sekresi insulin y a n g tidak
Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini
oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang secara langsung menimbulkan dampak buruk terhadap
berasal dari proses g l u k o n e o g e n e s i s d a n glikogenolisis h o m e o s t a s i s g l u k o s a d a r a h . Y a n g p e r t a m a terjadi a d a l a h
di j a r i n g a n hepar. K e d u a p r o s e s ini b e r l a n g s u n g s e c a r a hiperglikemia akut postprandial (HAP) yakni peningkatan
normal pada orang sehat karena dikontrol oleh h o r m o n kadar glukosa darah segera (10 - 30 menit) setelah beban
insulin. Manakala jaringan (hepar) resistensi terhadap glukosa(makan atau minum)
INSULIN: MEKANISME SEKRESI DAN ASPEK METABOLISME 2353

GLUKOSA
INSULIN INSULIN

RESEPTOR
3 O a RESEPTOR

o I ^

• + X GLUT-4
GLUKOSA

^ ^ ^ H ^ M ICROSOMAL
MIC V^Hp M
MIC
ICROSOMAL
^ ^ ^ ^ ^ \V/ E
CSCICLES ^^^^^^ V ESICLES
wc<

G a m b a r 3. M e k a n i s m e normal dari aksi insulin d a l a m transport glukosa j a r i n g a n perifer (Girard, 1995)

K e l a i n a n b e r u p a d i s f u n g s i sel b e t a d a n resitensi i n s u l i n diabetes. Tingginya kadar glukosa darah {glucotoxicity)


m e r u p a k a n faktor etiologi y a n g bersifat bawaan (genetik). y a n g d i i k u t i p u l a o l e h d i s l i p i d e m i a {lipotoxicity) ber-
S e c a r a klinis, p e r j a l a n a n p e n y k a i t ini b e r s i f a t p r o g r e s i f d a n t a n g g u n g j a w a b t e r h a d a p k e r u s a k a n j a r i n g a n baik s e c a r a
c e n d e r u n g m e l i b a t k a n pula g a n g g u a n m e t a b o l i s m e l e m a k l a n g s u n g melalui sters oksidatif, d a n proses glikosilasi
ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh yang meluas.
k a r e n a utilisai y a n g tidak b e r l a n g s u n g s e m p u r n a pada Resistensi insulin mulai menonjol peranannya
g i l i r a n n y a s e c a r a klinis s e r i n g m e m u n c u l k a n a b n o r m a l i t a s semenjak perubahan atau konversi fase TGT menjadi D M T 2 .
d a r i k a d a r lipid d a r a h . U n t u k m e n d a p a t k a n k a d a r g l u k o s a D i k a t a k a n b a h w a p a d a s a a t t e r s e b u t f a k t o r resistensi insulin
yang normal dalm darah diperlukan obat-obatan yang mulai d o m i n a n sebagai penyebab hiperglikemia m a u p u n
d a p a t m e r a n g s a n g sel b e t a u n t u k p e n i n g k a t a n sekresi b e r b a g a i k e r u s a k a n j a r i n g a n . Ini t e r l i h a t d a r i k e n y a t a a n
i n s u l i n {insulin secretogogue) a t a u bila d i p e r l u k a n s e c a r a bahwa pada tahap awal DMT2, meskipun dengan kadar
s u b s t i t u s i i n s u l i n , di s a m p i n g o b a t - o b a t a n y a n g b e r k h a s i a t insulin s e r u m y a n g c u k u p tinggi, n a m u n hiperglikemia
m e n u r u n k a n r e s i s t e n s i i n s u l i n {insulin sensitizer) masih dapat terjadi. Kerusakan j a r i n g a n y a n g terjadi,
T i d a k a d e k u a t n y a fase 1, y a n g k e m u d i a n diikuti terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam pada
p e n i n g k a t a n kinerja fase Zsekresi insulin, pada tahap tahap diabetes, sedangkan gangguan makrovaskular telah
awal belum akan menimbulkan gangguan terhadap muncul semenjak prediabets. Semakin tingginya tingkat
kadar g l u k o s a d a r a h . secara klinis, barulah p a d a t a h a p resistensi insulin dapat terlihat pula dari peninghkatan
dekompensasi, dapat terdeteksi keadaan yang dinamakan kadar glikosa darah puasa m a u p u n postprandial. Sejalan
toleransi glukosa terganggu yang disebut j u g a sebagai d e n g a n itu, p a d a hepar s e m a k i n tinggi tingkat resistensi
prediabetic state. P a d a t a h a p ini m e k a n i s m e k o m p e n s a s i insulin, semakin rendah k e m a m p u a n inhibisinya terhadap
sudah mulai tidak adekuat lagi, t u b u h mengalami proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan
d e f i s i e n s i y a n g m u n g k i n s e c a r a r e l a t i f terjadi p e n i n g k a t a n s e m a k i n t i n g g i p u l a t i n g k a t p r o d u k s i g l u k o s a d a r i hepar.
kadar glukosa darah postprandial. Pada toleransi Jadi, dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2,
glukosa terganggu (TGT) d i d a p a t k a n kadar glukosa pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1 yang
darah postprandial, atau setelah diberi beban larutan k e m u d i a n m e m b e r i d a m p a k n e g a t i f t e r h a d a p kinerja f a s e
75 g glukosa d e n g a n tes toleransi glukosa oral (TTGO), 2, d a n b e r a k i b a t l a n g s u n g t e r h a d a p p e n i n g k a t a n k a d a r
b e r k i s a r di a n t a r a 1 4 0 - 2 0 0 m g / d l . J u g a d i n a m a k a n s e b a g a i g l u k o s a d a r a h ( h i p e r g l i k e m i a ) . H i p e r g l i k e m i a terjadi t i d a k
p r e d i a b e t e s , bila k a d a r g l u k o s a d a r a h p u a s a a n t a r a 1 0 0 - h a n y a d i s e b a b k a n o l e h g a n g g u a n s e k r e s i insulin (defisiensi
260 mg/dl, yang disebut j u g a sebagai glukosa darah puasa insulin), tapi pada saat b e r s a m a a n j u g a oleh rendahnya
terganggu (GDPT) r e s p o n s j a r i n g a n t u b u h t e r h a d a p i n s u l i n (resistensi i n s u l i n ) .
K e a d a a n hiperglikemia y a n g terjadi,baik secara kronis G a n g g u a n atau pengauruh lingkungan seperti gaya hidup
pada tahap diabetes, atau hiperglikemia akut postprandial atau obesitas akan mempercepat progresivitas perjalanan
y a n g t e r j a d i b e r u l a n g kali s e t i a p h a r i s e j a k t a h a p TGT, penyakit. G a n g g u a n metabolisme glukosa akan berlanjut
memberi dampak buruk terhadap jaringan yang secara pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta
j a n g k a panjang m e n i m b u l k a n komplikasi kronis dari proses kerusakan berbagai jaringan tubuh. Rangkaian
2354 DIABETES MILITUS

kelainan y a n g dilatarbelakangi oleh resistensi insulin,


selain daripada intoleransi te rhadap glukosa beserta
berbagi akibatnya, sering meninnbulkan k u m p u l a n gejala
yang dinamakan sindrom metabolik.

REFERENSI

A s h c r o f t F M , G r i b b l e F M , 1 9 9 9 . A T P - s e n s i t i v e K ' channels
and insulin secretion : Their role in health and disease.
Diabetologia 42: 903-919.
Ashcroft F M , G r i b b l e F M , 1999. Differential sensitivity of beta-cell
and extrapancreatic K ^,channels to gliclazide. Diabetologia
42:845-848. S u r y o h u d o y o P, 2000. llmu kedokteran molekuler.
Ed 1, Jakarta: Perpustakaan Nasional, him 48-58.
C e r a s i E, 2001 .The islet in type 2 diabetes: Back to center stage.
Diabetes 50: S I - S 3 . '
C e r i e l l o A , 2002. The possible role of postprandial hyperglycemia
in the pathogenesis of diabetic complications. Diabetologia
42:117-122
F e r r a w i i t i i E, 1998. Insulin resistance versus insulin deficiency
in non insulin dependent diabetes mellitus: Problems and
prospects. Endocrine Reviev^s 19: 477-490
G e r i c h JE, 1998. The genetic basis of type 2 diabetes mellitus:
impaired insulin secretion versus impaired insulin sensitivity.
Endocrine Reviews 19: 491 - 503.'
N i e l s e n M F , N y h o h n B, C a u m o A , Chaitdramouli V, S c h u m a n n W C ,
Cobelli C, e t a l , 2000. Prandial glucose effectiveness and fasting
gluconeogenesis in insulin-resistant first-degree relatives of
patients with type 2 diabetes. Diabetes 49: 2135-2141.
Prato S D , 2002. Loss of early insulin secretion leads to postprandial
hyperglycaemia. Diabetologia 29 : 47-53.
S u z u k i H , F u k u s h i m a M , Usami M , Ikeda M , T a n i g u c h i A , Nnkni Y,
et rt/,2003.Factors responsible for development from normal
glocose tolerance to isolated postchallenge hyperglycemia.
Diabetes Care 26: 1211-1215.
Tjokroprawiro A , 1 9 9 9 . Diabetes mellitus and syndrome 32 (A
step forward to era of globalisation - 2003). JSPS- D N C
symposium, Surabaya : 1 - 6.
W e y e r C, B o g a r d u s C, M a r t D M , T n t a r a n n i P A , Pratley R E , 2000.
Insulin resistance and insulin secretory dysfunction are
independent predictors of worsening of glucose tolerance
during each stage of type 2 diabetes development. Diabetes
Care 24: 89-94.
Weigeiisberg, C r u z M L , Goran M I , 2003. Association between insulin
sensitivity and post-glucose challenge plasma insulin value in
overweight Latino youth. Diabetes Care 26: 2094-2099.
306
H I P O G L I K E M I : PENDEKATAN KLINIS
DAN PENATALAKSANAAN
Asman Manaf

PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI

Hipoglikemi secara definisi didasarkan r e n d a h n y a kadar Diantara hipoglikemi y a n g d i s e b a b k a n oleh faktor luar
glukosa darah (GD) pada seseorang. Ironisnya, kejadian (eksogen), obat-obatan merupakan penyebab tersering,
hipoglikemi justru sering berkaitan dengan diabetes dan diantara obat-obatan tersebut, obat diabetes yang
m e l i t u s , baik d i a b e t e s t i p e 1 ( D M T I ) m a u p u n t i p e 2 ( D M T 2 ) , berperan dalam meningkatkan kadar insulin serum
o l e h k a r e n a m a s a l a h ini b e r h u b u n g a n d e n g a n p e n a n g a n a n merupakan penyebab utama. Berdasarkan penelitian,
penyakit tersebut. S e m a k i n intensif pengendalian kadar terjadi p e n i n g k a t a n i n s i d e n s i h i p o g l i k e m i p a d a p e n d e r i t a
g l u k o s a d a r a h , risiko h i p o g l i k e m i s e m a k i n meningkat. yang diobati dengan obat-obatan diabetes, sejalan
F e n o m e n a ini pula y a n g m e n y e b a b k a n k e n a p a p e r s e n t a s e dengan kebijakan pengendalian kadar glukosa darah
p e n g e n d a l i a n kadar g l u k o s a d a r a h y a n g benar-benar optimal s e c a r a i n t e n s i f {Diabetes Control and Complication Trial
h a n y a sedikit saja. S e b a g i a n b e s a r p a r a praktisi k e s e h a t a n dan United Kingdom Prospective Diabetes Study). Sebagai
merasa lebih a m a n apabila kadar glukosa darah telah c o n t o h , terjadi peningkatan angka kejadian/episode
"sedikit di atas n o r m a l " . K e k h a w a t i r a n a k a n terjadinya h i p o - hipoglikemia berat dari 20 e p i s o d e per 100 p e n d e r i t a /
glikemi karena m e m a n g batas a m a n tersebut sangat sempit. tahun (dengan pengobatan "konvensional" menjadi

Namun demikian, sebagian kecil dari kejadian 60 episode per penderita/tahun) d e n g a n pengobatan

hipoglikemi disebabkan oleh penyebab lainnya. Termasuk "intensif" pada diabetes tipe 1 y a n g diobati d e n g a n insulin.

di d a l a m ini m i s a l n y a t u m o r p a n k r e a s , p e n y a k i t hati A n g k a kejadian hipoglikemi pada D M T I lebih tinggi dari

kronis, penyakit ginjal kronis, t u m o r pankreas, k e g a n a s a n , p a d a D M t i p e 2, t a p i d a m p a k y a n g d i t i m b u l k a n n y a j u s t r u

konsumsi obat-obatan tertentu (selain obat diabetes), d a n l e b i h s e r i u s bila ini terjadi p a d a D M T 2 . P a d a D M T 2 , a p a l a g i

beberapa kelainan yang j a r a n g ditemukan. d e n g a n usia lanjut, h i p o g l i k e m i a t i d a k j a r a n g m e n c e t u s k a n

H i p o g l i k e m i a d a l a h s u a t u k e a d a a n klinis y a n g s e r i u s gejala serius seperti stroke, infark m i o k a r d , g a g a l j a n t u n g

dan bahkan dapat m e m b a w a kematian. Oleh karena itu, akut, dan aritmia ventrikular.

baik p a r a p e l a y a n k e s e h a t a n m a u p u n m e r e k a y a n g b e r i s i k o
t i n g g i t e r h a d a p k e j a d i a n ini h a r u s m e m a h a m i n y a .

PATOFISIOLOGI HIPOGLIKEMI

DEFINrSI Tubuh memerlukan kadar GD yang normal melalui


regulasi G D y a n g fisiologis untuk m e m e n u h i kebutuhan
H i p o g l i k e m i m e r u p a k a n suatu t e r m i n o l o g i klinis y a n g energi j a r i n g a n . Pada kejadian hipoglikemi, mekanisme
digunakan untuk keadaan yang disebabkan oleh pertahanan tubuh yang berfungsi akan mengaktivasi
menurunnya kadar glukosa dalam darah sampai pada beberapa sistem neuroendokrin, tidak berlangsung
t i n g k a t t e r t e n t u s e h i n g g a m e m b e r i k a n keluhan {symptom) secara adekuat atau mengalami gangguan. Gangguan
d a n gejala {sign). mekanisme tersebut menyebabkan keadaan hipoglikemi
2356 DIABETES MILITUS

karena tubuh gagal mempertahankan kadar normal G D ETIOLOGI


baik o l e h p e n y e b a b d a r i luar m a u p u n d a l a m t u b u h s e n d i r i .
K e m a m p u a n regulasi glukosa secara normal diatur melalui Secara etiologis hipoglikemi disebabkan oleh :
r a n g k a i a n b e b e r a p a p r o s e s y a n g terjadi s e c a r a s e i m b a n g 1. Penggunan obat-obatan diabetes seperti insulin,
d a l a m t u b u h . Terjadi k e s e i m b a n g a n a n t a r a beberapa sulfonilurea yang berlebihan. Penyebab terbanyak
p r o s e s d i a n t a r a n y a a b s o r b s i g l u k o s a di s a l u r a n c e r n a , hipoglikemia u m u m n y a terkait d e n g a n diabetes.
uptake glukosa oleh jaringan, glikogenesis, glikogenolisis. 2. O b a t - o b a t a n lain m e s k i p u n j a r a n g terjadi namun
glukoneogenesis, yang secara keseluruhan dipengaruhi dapat menyebabkan hipoglikemia adalah beta-
oleh seperangkat hormon. blockers, pentamidine, kombinasi sulfometoksazole
Beberapa hormon utama yang berperan dalam dan trimethoprim.
mengatur keseimbangan tersebut diantaranya insulin, 3. S e h a b i s m i n u m a l k o h o l , t e r u t a m a bila telah lama
glukagon, epinefrin (adrenalin), kortisol, dan growth berpuasa dalam keadaan lama.
hormone. A d a tiga sistem neuroendokrin penting yang 4. Intake kalori y a n g s a n g a t k u r a n g .
berperan dalam mengatasi hipoglikemi, yang bekerja 5. Hipoglikemia reaktif
secara simultan: 6. Infeksi berat, kanker y a n g lanjut, g a g a l ginjal, g a g a l
1. Sel alfa pp. L a n g e r h a n s : m e m b e r i efek penekanan hepar.
s e k r e s i i n s u l i n (sel b e t a ) , s e r t a m e n i n g k a t k a n s e k r e s i 7. Insufisiensi adrenal.
glukagon, yang akan meningkatkan kadar G D melalui 8. K e l a i n a n k o n g e n i t a l y a n g m e n y e b a b k a n s e k r e s i insulin
mekanisme glikogenolisis dan glukoneogenesis di berlebihan (pada bayi).
hepar. 9. Hepatoma, mesothelioma, fibrosarkoma.
2. H y p o t h a l a m i c g l u c o s e s e n s o r di o t a k : m e n g a k t i v a s i 10. I n s u l i n o m a ( t o p i k ini a k a n d i b i c a r a k a n t e r s e n d i r i ) .
sistem saraf simpatis untuk menghasilkan adrenalin
y a n g a k s i n y a di h e p a r a k a n m e n i n g k a t k a n kadar
glukosa darah melalui mekanisme yang sama d e n g a n DIAGNOSIS
glukagon.
Untuk membuat diagnosis hipoglikemi, berdasarkan
3. Hipofise anterior: mensekresikan hormon A C T H yang
menstimulasi kelenjar adrenal melepaskan kortisol definisi d i p e r l u k a n a d a n y a trias dari W h i p p l e [Whipple

kedalam sirkulasi darah, y a n g m e n i m b u l k a n efek triad) y a n g terdiri a t a s : 1 . A d a n y a g e j a l a klinis h i p o g l i k e m i ,

yang s a m a seperti g l u k a g o n . Demikian pula growth b e r d a s a r k a n a n a m n e s i s d a n p e n e r i k s a a n j a s m a n i , 2.

hormone, disekresikan oleh hipofise anterior yang Kadar glukosa dalam plasma yang rendah pada saat

j u g a berdampak pada peningkatan produksi glukosa yang bersaman, berdasarkan pemeriksan penunjang/

di h e p a r . P a t u t d i c a t a t b a h w a k h u s u s u n t u k h o r m o n l a b o r a t o r i u m , d a n 3. K e a d a a n k l i n i s s e g e r a membaik

kortisol dan growth hormone, dapat memberikan segera setelah kadar glukosa plasma menjadi normal

efek sebaliknya yakni m e n u r u n k a n k a n kadar glukosa setelah diberi pengobatan d e n g a n pemberian glukosa.

m e l a l u i m e k a n i s m e d e p o s i t g l u k o s a di j a r i n g a n
perifer. N a m u n e f e k ini b a r u t i m b u l s e t e l a h b e b e r a p a
j a m setelah pemberian sehingga pada prolonged
GEJALA KLINIS
h i p o g l i k e m i a , f e n o m e n a ini h a r u s d i p i k i r k a n .
P a d a d a s a r n y a , k e l u h a n m a u p u n g e j a l a klinis h i p o g l i k e m i ,
Regulasi G D yang normal diperlukan tubuh untuk terjadi oleh karena dua penyebab u t a m a y a k n i : 1.
m e m e n u h i k e b u t u h a n e n e r g i di j a r i n g a n . P a d a k e a d a a n Terpacunya aktivitas sistem saraf otonom, terutama
n o r m a l , terjadi k e s e i m b a n g a n antara proses absorbsi s i m p a t i s , d a n 2. T i d a k a d e k u a t n y a s u p l a i g l u k o s a ke
g l u k o s a di s a l u r a n c e r n a , u p t a k e g l u k o s a o l e h j a r i n g a n , jaringan serebral (neuroglikopenia). Cukup banyak
glikogenesis, glikogenolisis, glukoneogenesis, yang kejadian hipoglikemi luput dari p e n g a m a t a n pasien d a n
dipengaruhi oleh seperangkat hormon. Hipoglikemi dokter disebabkan spektrum gambaran klinisyang cukup
terjadi k e t i k a t u b u h g a g a l m e m p e r t a h a n k a n k a d a r n o r m a l lebar serta kurangnya p e m a h a m a n pasien terhadap
glukosa d a r a h (GD) oleh p e n y e b a b dari luar a t a u p u n hipoglikemi tersebut. Pada tahap awal hipoglikemia,
d a l a m t u b u h . K e a d a a n ini d i s e b a b k a n o l e h ketidak- respon p e r t a m a dari t u b u h adalah peningkatan h o r m o n
m a m p u a n t u b u h dalam m e n g a t u r regulasi glukosa melalui adrenalin/epinefrin, sehingga menimbulkan gejala
r a n g k a i a n b e b e r a p a p r o s e s y a n g terjadi s e c a r a s e i m b a n g . neurogenik seperti.
Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa Gemetaran
hormon yang penting, diantaranya insulin, glukagon, Kuli l e m b a b d a n p u c a t
e p i n e f r i n ( a d r e n a l i n ) , k o r t i s o l , d a n growth hormone. Rasa cemas
HIPOGLIKEMI: PENDEKATAN KLINIS DAN PENATALAKSANAAN 2357

Keringat berlebihan
Tabel 1. R e n t a n g Kadar G l u k o s a S e r u m y a n g N o r m a l
Rasa lapar
Mudah rangsang R e n t a n g batas kadar g l u k o s a darah (GD) n o r m a l

Penglihatan kabur atau kembar Pada subjek y a n g tidak m e n d e r i t a d i a b e t e s

Gejala klinis b i a s a n y a m u n c u l p a d a kadar g l u k o s a Kadar G D b a n g u n pagi


70-99 mg/dL
(berpuasa)
d a r a h (GD) <60 m g / d L , m e s k i p u n p a d a o r a n g tertentu
s u d a h d i r a s a k a n di a t a s k a d a r t e r s e b u t ( < 7 0 m g / d L ) . Tapi Setelah m a k a n 70-140 mg/dL

pada u m u m n y a pada kadar G D <50 mg/dL, telah m e m b e r i


Kadar G D subjek penderita diabetes
dampak pada fungsi serebral.
Sebelum makan 70-130 m g / d L
Pada t a h a p lanjut, hipoglikemia a k a n memberikan
1-2 j a m setelah mulai
gejala defisiensi glukosa pada j a r i n g a n serebral (gejala <180 m g / d L
makan
neuroglikopenik) yakni:
Sulit berpikir
Bingung
Sakit kepala PENGOBATAN
Kejang-kejang
Koma Tujuan pengobatan pada prinsipnya untuk m e n g e m b a l i k a n
kadar glukosa darah kembali normal, sesegera mungkin.
Bila k e a d a a n h i p o g l i k e m i a t i d a k c e p a t t e r a t a s i , m a k a
dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian. A. P a d a p e n d e r i t a h i p o g l i k e m i a d e n g a n g a m b a r a n klinis
ringan, sadar, d a n k o o p e r a t i f p e n a n g g u l a n g a n b i a s a n y a
akan c u k u p efektif d e n g a n m e m b e r i k a n m a k a n a n atau
BATAS {CUT-OFF) KADAR GLUKOSA PLASMA m i n u m a n y a n g manis m e n g a n d u n g gula seperti pilihan
di b a w a h ini:
M e n g e n a i batas (cut-off) kadar g l u k o s a p l a s m a berapa 2 - 3 t a b l e t g l u k o s a , a t a u 2-3 s e n d o k t e h g u l a a t a u
y a n g d i s e b u t r e n d a h y a n g s e c a r a klinis d i s e b u t h i p o g l i k e m i , madu
m a s i h k o n t r o v e r s i . D e b a t m e n g e n a i c u t - o f f ini b e r k e m b a n g 120-175 jusjeruk
karena masing-masing pihak punya argumentasi sendiri- S e g e l a s ( ± 2 0 0 cc) s u s u ' n o n fat' ( l e m a k d a n c o k l a t a k a n
sendiri. Beberapa pertimbangan y a n g m e m p e n g a r u h i cara m e m p e r l a m b a t a b s o r p s i g l u k o s a di u s u s )
p e n e n t u a n nilai t e r s e b u t y a k n i : 1. C a r a p e m e r i k s a a n k a d a r S e t e n g a h k a l e n g 'soft d r i n k ' m i s a l n y a c o c a c o l a , d l l .
g l u k o s a p l a s m a , d a n 2. U m u r s u b j e k y a n g d i p e r i k s a .
Pada u m u m n y a dalam 20 menit keadaan hipoglikemia
Cara pemeriksaan: Sampel darah yang diambil
t e l a h t e r a t a s i , k a d a r g l u k o s a k e m b a l i n o r m a l . Bila d e n g a n
mempengaruhi hasil y a n g d i d a p a t k a n . Darah plasma
c a r a di a t a s t i d a k t e r a t a s i , m a k a d i l a n j u t k a n ke p e n g o b a t a n
dan serum tidak banyak berbeda. Darah arteri akan
t a h a p lanjut.
memberikan hasil y a n g relatif lebih tinggi daripada
darah vena, terutama apabila yang diukur adalah kadar B. P a d a h i p o g l i k e m i t a h a p l a n j u t , t e r u t a m a y a n g t e l a h
glukosa darah postprandial (perbedaan ±10%), dan darah memperlihatkan gejala neuroglikopeni, memerlukan
kapiler terletak diantaranya. Jika s a m p e l darah berasal p e n g o b a t a n lebih intensif:
d a r i whole blood, pada pemeriksaan menggunakan I n f u s l a r u t a n d e x t r o s a , d i a n g g a p s e b a g a i first line
glukometer dari darah u j u n g j a r i misalnya, m a k a hasilnya treatment karena paling efektif d a l a m w a k t u cepat.
1 0 - 1 5 % lebih rendah daripada darah plasma vena. Bila t i d a k b e r h a s i l , d i t a m b a h k a n s u n t i k a n g l u k a g o n
Beberapa keadaan y a n g dapat pula b e r p e n g a r u h dalam i n t r a v e n a a t a u i n t r a m u s k u l e r B i a s a n y a d a l a m 10 m e n i t
pengukuran kadar glukosa darah adalah hematokrit yang akan mengembalikan kesadaran penderita. Glukagon
abnormal, polisitemia, keterlambatan pemeriksaan setelah a k a n lebih efektif apabila s e b e l u m n y a pada penderita
darah diambil, dan beberapa faktor lainnya yang j a r a n g masih tersedia cadangan glikogen dan kurang atau
ditemukan. tidak efektif pada mereka yang sebelumnya telah
Umur dari subjek yang diperiksa: Faktor usia dalam keadaan puasa dalam jangka waktu lama.
berpengaruh terhadap batasan kadarglukosa darah yang Untuk insufisiensi adrenal, suntikan hidrokortison
normal. Kadar glukosa darah puasa anak-anak ternyata intramuskuler berperan dalam memacu proses
lebih rendah daripada d e w a s a . Sekitar 5% dari orang glukoneogenesis.
d e w a s a m e m i l i k i k a d a r g l u k o s a d a r a h p u a s a di b a w a h 7 0 T e r u t a m a p a d a a n a k - a n a k : s u n t i k a n growth hormone
mg/dL, s e d a n g k a n lebih dari 5% anak-anak memiliki kadar Jika masih gagal, diaxozide (Proglycem), atau
g l u k o s a d a r a h p u a s a di b a w a h 6 0 m g / d L . streptozotocin (Zanosar) yang berkhasiat menekan
2358 DIABETES MILITUS

sekresi insulin oleh sel beta. Diazoxide efektif untuk


pengobatan hipoglikemia akibat sekresi insulin
berlebihan oleh tumor
Tindakan operatif untuk penyebab tumor (insulinoma),
a t a u n o n islet cell tumor hypoglycemia (NICTH).

PENCEGAHAN

Penting untuk memberikan pengertian mengenai penyebab


kejadian hipoglikemia, gejala y a n g ditimbulkannya d a n
pengetahuan tentang cara mengatasi keadaan tersebut
kepada mereka y a n g berisiko. Edukasi terhadap penderita
d i a b e t e s m e n g e n a i a p a itu d i a b e t e s d a n a p a e f e k y a n g
ditimbulkan obat-obatan terhadap kadar glukosa darah,
haruslah t e r m a s u k d a l a m bagian dari p e n g e l o l a a n .

REFERENSI

1. American Diabetes Association. Standards of medical care in


diabetes 2011. Diabetes Care. 2011;34 Supl 1:S11-S61.
2. Amiel S A , Iatrogenic hypoglycemia. In: Joslin's Diabetes
Mellitus, 14th ed. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins;
2005 : chap 40.
3. Cryer P E , Axelrod L , Grossman A B , Heller SR, Montori
V M , Seaquist ER, Service FJ (March 2009). "Evaluation and
management of adult hypoglycemic disorders: an Endocrine
Society Clinical Practice Guideline". J. C l i n . Endocrinol.
Metab.94 (3): 709-28.
4. Cryer P E . Glucose homeostasis and hypoglycemia. I n :
Kronenberg H M , Melmed S, Polonsky K S , Larsen PR.
Kronenberg: Williams Textbook of Endocrinology. 11th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2008:chap 33.
5. Holt P. Hypoglycemia. In: Diabetes in Hospital: A Practical
Approach for Healthcare Proffesionals, 1st ed. Hong Kong
SNP Best Typesetter; 2009: pp 61-70.
307
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES:
M E K A N I S M E TERJADINYA, DIAGNOSIS,
DAN S T R A T E G I P E N G E L O L A A N
Sarwono Waspadji

PENDAHULUAN banyak dilaksanakan pada tingkat pelayanan kesehatan


primer sebagai mini klinik diabetes. D e m i k i a n pula
Dari berbagai penelitian epidemiologis sudah jelas berbagai r u m a h sakit d e n g a n sarana p e n g e l o l a a n y a n g
terbukti bahwa insidensi diabetes melitus (DM) meningkat lebih canggih akan disibukkan d e n g a n rujukan untuk
m e n y e l u r u h di s e m u a t e m p a t di b u m i k i t a i n i . P e n e l i t i a n k a s u s y a n g l e b i h k o m p l e k s . Baik a p a b i l a p a r a p e n y a n d a n g
e p i d e m i o l o g i s y a n g d i k e r j a k a n di I n d o n e s i a d a n t e r u t a m a d i a b e t e s m e l i t u s t e r s e b u t di k e l o l a p a d a t i n g k a t p e l a y a n a n
di J a k a r t a d a n b e r b a g a i k o t a b e s a r di I n d o n e s i a j u g a k e s e h a t a n p r i m e r m a u p u n k e m u d i a n di t i n g k a t p e l a y a n a n
jelas menunjukkan kecenderungan serupa. Peningkatan kesehatan y a n g lebih lengkap peralatannya, j e l a s tidak
i n s i d e n s i d i a b e t e s m e l i t u s y a n g e k s p o n e s i a l ini t e n t u d i r a g u k a n lagi p e r l u n y a identifikasi dini o r a n g yang
akan diikuti oleh m e n i n g k a t n y a k e m u n g k i n a n terjadinya m e m p u n y a i risiko tinggi u n t u k terjadinya komplikasi d a n
komplikasi kronik diabetes melitus. Berbagai penelitian k e m u d i a n perlunya d i t e g a k k a n diagnosis dini komplikasi
prospektif jelas menunjukkan meningkatnya penyakit k r o n i k D M . S e m u a hal t e r s e b u t d i h a r a p k a n a k a n d a p a t
a k i b a t p e n y u m b a t a n p e m b u l u h d a r a h , baik m i k r o v a s k u l a r mengurangi beban biaya y a n g harus dipikul masyarakat
seperti retinopati, nefropati maupun makrovaskular dibandingkan dengan mengelola komplikasi yang sudah
seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga terjadi.
p e m b u l u h darah tungkai bawah. Retinopati merupakan Walaupun jelas akan terjadinya beban komplikasi
sebab kebutaan yang paling mencolok pada p e n y a n d a n g k r o n i k D M y a n g s e m a k i n m e n g g u n u n g di d e p a n k i t a , s a a t
diabetes melitus. Penyandang diabetes melitus semakin ini a g a k n y a n a s i b p a r a p e n y a n d a n g D M m u n g k i n a k a n
banyak memenuhi ruang dialisis dibanding dengan l e b i h c e r a h . Dari b e r b a g a i p e n e l i t i a n b e r s k a l a b e s a r s u d a h
beberapa dekade sebelumnya. Demikian pula halnya dapat dibuktikan bahwa dengan cara pengelolaan y a n g
d e n g a n penyakit j a n t u n g koroner. Tentu saja pengaruh m o d e r n , d i s e r t a i d e n g a n p e m a n t a u a n y a n g j u g a l e b i h baik
terhadap kesehatan masyarakat terutama jika ditinjau akan dapat dicapai pengendalian keadaan metabolik yang
dari s u d u t biaya y a n g perlu d i k e l u a r k a n untuk m e n g e l o l a lebih baik lagi. D e m i k i a n pula halnya d e n g a n p e n g a r u h
komplikasi kronik tersebut akan sangat membengkak. y a n g j e l a s n y a t a d a n baik d a r i p e n d i d i k a n d a n p e n y u l u h a n ,
B e r b a g a i p e n e l i t i a n baik di n e g a r a m a j u m a u p u n n e g a r a semuanya bersama secara bermakna akan dapat
berkembang s e p e r t i di R e p u b l i k Rakyat Cina jelas m e n c e g a h k e m u n g k i n a n terjadinya komplikasi kronik D M ,
menunjukkan peningkatan biaya yang harus dikeluarkan s e t i d a k n y a m e n g u r a n g i laju p e r b u r u k a n k o m p l i k a s i DM
jika komplikasi kronik diabetes s u d a h terjadi. yang sudah terjadi.
Mengelola penyandang diabetes merupakan tugas Mengingat adanya berbagai kemajuan dalam bidang
yang akan menjadi semakin penting pada pelayanan ilmu biologi kedokteran d a n j u g a teknologi informasi, para
kesehatan saat ini. Pengelolaan diabetes melitus akan klinisi d a n p a r a p e n e l i t i d i t a n t a n g u n t u k s e l a l u m e n a m b a h

2359
2360 DIABETES MILITUS

khasanah pengetahuannya dan menerapkan apa yang rinci p a d a b e r b a g a i k e s e m p a t a n lain.


diketahuinya sedemikian rupa sehingga bermanfaat untuk Patogenesis terjadinya kelainan vaskular pada diabetes
efisiensi d a n k e b e r h a s i l a n p e n g e l o l a a n k e s e h a t a n t e r u t a m a melitus meliputi terjadinya imbalans metabolik maupun
untuk penyandang diabetes. Diabetes memberikan h o r m o n a l . P e r t u m b u h a n sel o t o t p o l o s p e m b u l u h d a r a h
p e n g a r u h t e r h a d a p terjadinya komplikasi kronik melalui m a u p u n sel m e s a n g i a l k e d u a n y a d i s t i m u l a s i o l e h s i t o k i n .
adanya perubahan pada sistem vaskular Pada penyandang K e d u a m a c a m sel t e r s e b u t j u g a b e r e s p o n s terhadap
diabetes melitus terjadi berbagai macam perubahan berbagai susbtansi vasoaktif dalam darah, terutama
biologis vaskular dan perubahan-perubahan tersebut a n g i o t e n s i n I I . Di p i h a k l a i n a d a n y a hiperinsulinemia
meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti yang tampak pada D M tipe 2 atau pun j u g a
kronik diabetes melitus. D e n g a n demikian, p e n g e t a h u a n p e m b e r i a n insulin e k s o g e n ternyata akan memberikan
mengenai diabetes dan komplikasi vaskularnya baik stimulus mitogenik yang akan m e n a m b a h perubahan yang
m e n g e n a i m e k a n i s m e terjadinya, m e t o d a deteksi dini terjadi a k i b a t p e n g a r u h a n g i o t e n s i n p a d a sel o t o t p o l o s
m a u p u n strategi pengelolaannya menjadi penting untuk p e m b u l u h d a r a h m a u p u n p a d a sel m e s a n g i a l . J e l a s baik
dimengerti dan diketahui. faktor hormonal m a u p u n faktor metabolik berperan dalam
patogenesis terjadinya kelainan vaskular diabetes.

J a r i n g a n k a r d i o v a s k u l a r , d e m i k i a n j u g a j a r i n g a n lain
MEKANISMETERJADINYA KOMPLIKASI KRONIK y a n g r e n t a n t e r h a d a p t e r j a d i n y a k o m p l i k a s i kronik d i a b e t e s
DIABETES MELITUS ( j a r i n g a n s y a r a f sel e n d o t e l p e m b u l u h d a r a h d a n sel r e t i n a
serta lensa) m e m p u n y a i k e m a m p u a n untuk m e m a s u k k a n
Jika dibiarkan tidak dikelola d e n g a n baik, diabetes melitus g l u k o s a d a r i l i n g k u n g a n s e k i t a r ke d a l a m sel t a n p a h a r u s
a k a n m e n y e b a b k a n terjadinya berbagai komplikasi kronik, m e m e r l u k a n insulin (insulin i n d e p e n d e n t ) , agar d e n g a n
baik mikroangiopati m a u p u n m a k r o a n g i o p a t i . Adanya demikian jaringan yang sangat penting tersebut akan
p e r t u m b u h a n sel d a n j u g a k e m a t i a n sel y a n g tidak diyakinkan mendapat cukup pasokan glukosa sebelum
normal merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik g l u k o s a t e r s e b u t d i p a k a i u n t u k e n e r g i di o t o t maupun
diabetes melitus. Kelainan dasar tersebut sudah dibuktikan untuk k e m u d i a n disimpan sebagai c a d a n g a n lemak. Tetapi
terjadi p a d a para p e n y a n d a n g diabetes melitus m a u p u n p a d a k e a d a a n h i p e r g l i k e m i a k r o n i k , t i d a k c u k u p terjadi
juga pada berbagai binatang percobaan. Perubahan d o w n regulation dari sistem transportasi glukosa y a n g
dasar/disfungsi t e r s e b u t t e r u t a m a terjadi p a d a e n d o t e l n o n - i n s u l i n d e p e n d e n ini, s e h i n g g a sel a k a n k e b a n j i r a n
p e m b u l u h d a r a h , sel o t o t p o l o s p e m b u l u h d a r a h m a u p u n masuknya glukosa; suatu keadaan yang disebut sebagai
p a d a sel m e s a n g i a l ginjal, s e m u a n y a menyebabkan hiperglisolia.
perubahan pada p e r t u m b u h a n dan kesintasan sel, yang Hiperglisolia kronik akan m e n g u b a h homeostasis
kemudian pada gilirannya akan m e n y e b a b k a n terjadinya b i o k i m i a w i sel t e r s e b u t y a n g k e m u d i a n b e r p o t e n s i u n t u k
komplikasi vaskular diabetes. Pada retinopati diabetik terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik
p r o l i f e r a t i f d i d a p a t k a n h i l a n g n y a sel p e r i s i t d a n t e r j a d i diabetes, y a n g meliputi beberapa jalur biokimiawi seperti
p e m b e n t u k a n m i k r o a n e u r i s m a . Di s a m p i n g itu j u g a terjadi j a l u r r e d u k t a s e a l d o s a , j a l u r stres o k s i d a t i f s i t o p l a s m i k , j a l u r
h a m b a t a n pada aliran p e m b u l u h darah dan kemudian pleiotropik protein kinase C dan terbentuknya spesies
terjadi p e n y u m b a t a n kapiler. S e m u a k e l a i n a n t e r s e b u t a k a n glikosilasi lanjut intraselular.
m e y e b a b k a n kelainan mikrovaskular berupa lokus iskemik
d a n h i p o k s i a lokal. Sel retina k e m u d i a n m e r e s p o n s d e n g a n
Jalur Reduktase Aldosa
meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel
Pada j a l u r r e d u k t a s e aldosa ini, oleh e n z i m reduktase
v a s k u l a r {Vascular Endothelial Growth Factor=\/£Gf) dan
aldosa, dengan adanya coenzim NADPH, glukosa
selanjutnya m e m a c u terjadinya neovaskularisasi p e m b u l u h
akan diubah menjadi sorbitol. Kemudian oleh sorbitol
d a r a h . Pada nefropati diabetik, terjadi peningkatan
dehidrogenase dengan memanfaatkan nikotiamid adenin
tekanan glomerular, dan disertai meningkatnya matriks
d i n u k l e o t i d a t e r o k s i d a s i ( N A D + ), s o r b i t o l a k a n d i o k s i d a s i
ekstraselular akan menyebabkan terjadinya penebalan
menjadi fruktosa. Sorbitol dan fruktosa keduanya tidak
membran basal, ekspansi mesangial dan hipertrofi
terfosforilisasi, tetapi bersifat s a n g a t hidrofilik, s e h i n g g a
g l o m e r u l a r . S e m u a itu a k a n m e n y e b a b k a n b e r k u r a n g n y a
lamban penetrasinya melalui membran lipid bilayer.
a r e a filtrasi d a n k e m u d i a n terjadi p e r u b a h a n s e l a n j u t n y a
A k i b a t n y a terjadi a k u m u l a s i poliol intraselular, d a n sel
y a n g m e n g a r a h ke t e r j a d i n y a g l o m e r u l o s k l e r o s i s .
a k a n k e m b a n g , b e n g k a k a k i b a t m a s u k n y a air ke d a l a m
T e r j a d i n y a plak a t e r o s k l e r o s i s p a d a d a e r a h s u b i n t i m a l sel k a r e n a p r o s e s o s m o t i k . S e b a g a i a k i b a t lain k e a d a a n
p e m b u l u h d a r a h y a n g k e m u d i a n berlanjut p a d a t e r b e n t u k n y a tersebut, a k a n terjadi pula i m b a l a n s ionik d a n i m b a l a n s
penyumbatan pembuluh darah dan kemudian sindrom metabolit yang secara keseluruhan akan mengakibatkan
koroner akut s e m u a n y a s u d a h dibicarakan d e n g a n lebih t e r j a d i n y a k e r u s a k a n sel t e r k a i t .
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES: MEKANISME TERJADINYA, DIAGNOSIS DAN STRATEGI PENGELOLAAN
2361

Aktivasi j a l u r poliol a k a n nnenyebabkan m e n i n g k a t n y a j u g a akan b e r p e n g a r u h m e n u r u n k a n aktivitas fibrinolisis.


turn over N A D P H , diikuti d e n g a n menurunnya rasio Semua keadaan tersebut akan menyebabkan perubahan-
N A D P H sitosol bebas terhadap N A D P + . Rasio sitosol perubahan yang selanjutnya akan mengarah kepada
N A D P H t e r h a d a p N A D P + ini s a n g a t p e n t i n g d a n k r i t i k a l proses angiopati diabetik.
untuk fungsi p e m b u l u h darah. M e n u r u n n y a rasio N A D P H
s i t o s o l t e r h a d a p N A D P + ini d i k e n a l s e b a g a i keadaan Jalur Stres Oksidatif
p s e u d o h i p o k s i a . Hal lain y a n g p e n t i n g p u l a a d a l a h b a h w a Stres oksidatif terjadi j i k a a d a p e n i n g k a t a n p e m b e n t u k a n
sitosolik N A D P H j u g a sangat penting dan diperlukan radikal bebas dan menurunnya sistem penetralan
untuk proses defens antioksidans. Glutation reduktase dan pembuangan radikal bebas tersebut. Adanya
j u g a m e m e r l u k a n sitosolik N A D P H untuk menetralisasikan peningkatan stres oksidatif pada p e n y a n d a n g diabetes
berbagai oksidans intraselular. M e n u r u n n y a rasio N A D P H akan m e n y e b a b k a n terjadinya proses autooksidasi glukosa
terhadap NADP-i- d e n g a n demikian menyebabkan d a n b e r b a g a i s u b s t r a t lain s e p e r t i a s a m a m i n o d a n l i p i d .
terjadinya stres oksidatif y a n g lebih besar. Terjadinya Peningkatan stres oksidatif j u g a akan menyebabkan
h i p e r g l i k s o l i a m e l a l u i j a l u r s o r b i t o l ini j u g a memberikan terjadinya peningkatan proses glikasi protein yang
p e n g a r u h pada b e b e r a p a j a l u r m e t a b o l i k lain seperti kemudian berlanjut dengan meningkatnya produk
terjadinya glikasi n o n e n z i m a t i k intraselular d a n aktivasi glikasi lanjut. P e n i n g k a t a n stres oksidatif pada gilirannya
protein kinase C. akan menyebabkan pengaruh langsung maupun tidak
l a n g s u n g t e r h a d a p sel e n d o t e l p e m b u l u h d a r a h yaitu

Jalur Pembentukan Produk Akhir Glikasi Lanjut d e n g a n terjadinya peroksidasi m e m b r a n lipid, aktivasi

Proses glikasi protein n o n - e n z i m a t i k terjadi baik intra faktor transkripsi ( N F - K B ) , peningkatan oksidasi LDL dan

m a u p u n e k s t r a s e l u l a r . P r o s e s g l i k a s i ini d i p e r c e p a t o l e h k e m u d i a n j u g a p e m b e n t u k a n p r o d u k glikasi lanjut.

a d a n y a stres oksidatif y a n g m e n i n g k a t akibat berbagai M e m a n g didapatkan saling pengaruh antara produk


keadaan dan j u g a oleh peningkatan aldosa. Modifikasi g l i k a s i l a n j u t d a n s p e s i e s o k s i g e n r e a k t i f {reactive oxygen
p r o t e i n o l e h k a r e n a p r o s e s g l i k a s i ini a k a n m e n y e b a b k a n spesies = R O S ) . Produk glikasi lanjut akan memfasilitasi
terjadinya perubahan pada jaringan dan perubahan pada p e m b e n t u k a n spesies oksigen reaktif sebaliknya spesies
s i f a t s e l m e l a l u i t e r j a d i n y a cross Unking protein yang o k s i g e n reaktif a k a n memfasilitasi p e m b e n t u k a n produk
t e r g l i k o s i l a s i t e r s e b u t . P e r u b a h a n ini a k a n m e n y e b a b k a n glikasi lanjut. S p e s i e s o k i g e n reaktif a k a n m e r u s a k lipid
p e r u b a h a n fungsi sel secara l a n g s u n g , d a p a t j u g a secara dan protein melalui proses oksidasi, cross linking dan
tidak langsung melalui perubahan pengenalan oleh fragmentasi yang kemudian memfasilitasi meningkatnya
reseptornya atau perubahan pada tempat pengenalannya produksi AGE. Sebaliknya produksi AGE juga akan
sendiri. memfasilitasi pembentukan ROS, melalui perubahan
P e n g e n a l a n produk glikasi lanjut y a n g b e r u b a h oleh struktural dan perubahan fungsi protein (pembuluh darah,
r e s e p t o r A G E ( R A G E = Receptor for Advanced Glycation m e m b r a n sel d s b )
End Product) mungkin merupakan hal y a n g penting Seperti telah dikemukakan, proses selanjutnya setelah
untuk k e m u d i a n terjadinya komplikasi kronik diabetes. berbagai jalur biokimiawi yang mungkin berperan pada
Segera setelah perikatan antara RAGE dan ligandnya, p e m b e n t u k a n komplikasi kronik D M melibatkan berbagai
a k a n t e r j a d i a k t i v a s i mitogen activated protein kinase proses patobiologik seperti proses inflamasi, prokoagulasi
( M A P K ) d a n t r a n s f o r m a s i inti d a r i f a k t o r t r a s k r i p s i N F - k B , dan sistem renin angiotensin. PPAR j u g a dikatakan
s e h i n g g a terjadi p e r u b a h a n transkripsi g e n target terkait m u n g k i n terlibat pada proses patobiologik terjadinya
dengan mekanisme proinflamatori dan molekul perusak komplikasi kronik D M .
jaringan.

Inflamasi
Jalur Protein Kinase Dari pembicaraan di a t a s t a m p a k bahwa berbagai
H i p e r g l i k e m i a intraselular (hiperglisolia) a k a n m e n y e b a b k a n mekanisme dasar mungkin berperan dalam terbentuknya
meningkatnya diasilgliserol (DAG) intraselular, dan komplikasi kronik D M y a i t u a n t a r a lain aktivasi j a l u r
k e m u d i a n s e l a n j u t n y a p e n i n g k a t a n p r o t e i n K i n a s e C, reduktase aldosa, stres oksidatif t e r b e n t u k n y a produk
terutama PKC Beta. Perubahan tersebut kemudian akan akhir glikasi lanjut atau p r e k u r s o r n y a serta aktivasi PKC,
b e r p e n g a r u h p a d a sel e n d o t e l , m e n y e b a b k a n terjadinya y a n g s e m u a n y a itu a k a n m e n y e b a b k a n t e r j a d i n y a d i s f u n g s i
perubahan vasoreaktivitas melalui keadaan meningkatnya e n d o t e l , m e n g g a n g g u dan m e n g u b a h sifat berbagai
endotelin 1 dan menurunnya e-NOS. Peningkatan PKC protein penting dan kemudian akan m e m a c u terbentuknya
a k a n m e n y e b a b k a n p r o l i f e r a s i sel o t o t p o l o s d a n j u g a sitokin proinflamasi serta faktor p e r t u m b u h a n seperti
m e n y e b a b k a n terbentuknya sitokin serta berbagai faktor TGF-B dan V E G F . Berbagai macam sitokin seperti
p e r t u m b u h a n seperti TGF Beta dan VEGF. Protein kinase C molekul adhesi (ICAM, V I C A M , E-selectin, P-selectin
2362 DIABETES MILITUS

dsb.) d e n g a n jelas sudah terbukti meningkat junnlahnya polos, endotel dan monosit. Ligand terhadap PPAR alpha
pada penyandang D M . Prototipe petanda adanya proses terbukti m e m p u n y a i efek inflamasi. Pada tikus p e r c o b a a n
inflamasi yaitu CRP dan N F - K B pada penyandang D M j u g a yang tidak m e m p u n y a i PPAR alpha didapatkan respons
jelas meningkat seiring d e n g a n meningkatnya konsentrasi inflamasi yang m e m a n j a n g jika tikus tersebut distimulasi
A l c. J e l a s b a h w a p r o s e s i n f l a m a s i p e n t i n g p a d a t e r j a d i n y a d e n g a n b e r b a g a i s t i m u l u s . P a d a sel o t o t p o l o s p e m b u l u h
komplikasi kronik D M . darah, a s a m fibrat, (suatu ligand PPAR) terbukti dapat
m e n g h a m b a t signal proinflamatori akibat rangsangan

Peptida Vasoaktif sitokin dari N F - K B d a n A P I . Dari b e b e r a p a kenyataan

Berbagai peptida berpengaruh pada pengaturan tersebut, dapat disimpulkan b a h w a PPAR terkait j u g a

pembuluh darah, dan disangka mungkin berperan pada d e n g a n terjadinya komplikasi kronik D M .

terjadinya komplikasi kronik D M . Insulin merupakan Setelah melihat berbagai kemungkinan jalur
peptida pengatur yang terutama mengatur konsentrasi mekanisme terjadinya komplikasi kronik DM serta
glukosa darah. selanjutnya keterlibatan berbagai proses patobiologik
Insulin j u g a m e m p u n y a i peran pengatur mitogenik. lain, t a m p a k b a h w a y a n g terpenting pada p e m b e n t u k a n
Pada konsentrasi y a n g biasa didapatkan pada p e n y a n d a n g dan k e m u d i a n lebih lanjut progresi komplikasi vaskular
D M dan hipertensi, insulin dapat memfasilitasi terjadinya diabetes adalah hiperglikemia, resistensi insulin, sitokin
p r o l i f e r a s i sel s e p e r t i s e l o t o t p o l o s p e m b u l u h d a r a h . dan substrat vasoaktif Tampak pula b a h w a apa pun jalur
I n s u l i n j u g a m e m p u n y a i p e n g a r u h lain y a i t u s e b a g a i m e k a n i s m e y a n g terjadi d a n p r o s e s lain y a n g terlibat
hormon vasoaktif. Insulin secara fisiologis melalui yang terpenting adalah a d a n y a hiperglikemia kronik dan
NO dari e n d o t e l , m e m p u n y a i pengaruh terhadap selanjutnya p e n i n g k a t a n glukosa sitosolik (hiperglisolia).
terjadinya vasodilatasi pembuluh darah. Pengaruh ini Apakah dengan menurunkan dan memperbaiki keadaan
b e r g a n t u n g pada b a n y a k n y a insulin d a l a m darah (dose h i p e r g l i k e m i a ini k e m u d i a n d a p a t t e r b u k t i a k a n m e n u r u n k a n
dependent). Pada keadaan resistensi insulin dengan komplikasi kronik D M ?
a d a n y a h i p e r i n s u l i n e m i a p e n g a r u h insulin u n t u k t e r j a d i n y a Beberapa penelitian epidemiologis dalam skala besar
vasodilatasi akan menurun. dan j a n g k a lama seperti U K P D S telah dapat membuktikan
P e p t i d a v a s o a k t i f y a n g lain a d a l a h a n g i o t e n s i n II, y a n g dengan sangat baik bahwa dengan memperbaiki
dikenal b e r p e r a n p a d a p a t o g e n e s i s terjadinya p e r t u m b u h a n hiperglikemia melalui berbagai cara dapat secara
abnormal pada jaringan kardiovaskular dan jaringan b e r m a k n a m e n u r u n k a n komplikasi kronik D M , terutama
g i n j a l . P e n g a r u h a n g i o t e n s i n II d a p a t t e r j a d i m e l a l u i 2 komplikasi mikrovaskular, yang merupakan komplikasi
m a c a m reseptor yaitu reseptor ATI dan reseptor AT2. kronik khas D M akibat hiperglikemia. S e d a n g k a n untuk
Sebagian besar respons fisiologis terhadap angiotensin komplikasi makrovaskular walaupun jelas didapatkan
berjalan melalui reseptor A T I . P e n g h a m b a t a n terhadap p e n u r u n a n tetapi penurunan tersebut tidak b e r m a k n a .
kerja a n g i o t e n s i n II m e m a k a i Ace inhibitor terbukti Kemungkinan besar karena untuk terjadinya komplikasi
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit m a k r o v a k u l a r b a n y a k sekali f a k t o r lain s e l a i n h i p e r g l i k e m i a
kardiovaskular. yang j u g a berpengaruh, seperti faktor tekanan darah dan
j u g a faktor lipid. Pada U K P D S j e l a s d i d a p a t k a n bahwa

Prokoagulan menurunkan tekanan darah tinggi dapat memberikan

S e g e r a s e t e l a h terjadi a k t i v a s i P K C a k a n terjadi p e n u r u n a n pengaruh yang nyata bermakna terhadap penurunan

fungsi fibrinolisis dan kemudian akan menyebabkan k o m p l i k a s i m a k r o v a s k u l a r D M . B e r b a g a i f a k t o r lain t e r k a i t

meningkatnya keadaan prokoagulasi yang kemudian p a d a komplikasi kronik D M , t e r m a s u k m e r o k o k tentu saja harus

gilirannya akan menyebabkan kemungkinan penyumbatan diperhatikan dalam usaha m e n u r u n k a n tingkat kejadian

pembuluh darah. Pada penyandang D M dengan adanya berbagai komplikasi kronik D M . Pada p e m b i c a r a a n berikut

hiperglikemia melalui berbagai mekanisme akan akan d i k e m u k a k a n hal-hal yang perlu dikerjakan untuk

m e n y e b a b k a n terjadinya g a n g g u a n terhadap pengaturan berbagai faktor terkait komplikasi D M tersebut, yaitu untuk

bert?agai m a c a m f u n g s i t r o m b o s i t , y a n g k e m u d i a n j u g a d i a g n o s i s dini d a n strategi p e n g e l o l a a n n y a .

akan menambah kemungkinan terjadinya keadaan


prokoagulasi pada penyandang D M . Dengan demikian
jelas adanya peran faktor prokoagulasi pada kemungkinan CARA DIAGNOSIS DINI
terjadinya komplikasi kronik D M .
M e n c e g a h j a u h l e b i h baik d a r i m e n g o b a t i . P e m e o ini j u g a
PPAR sangat tepat untuk diterapkan pada komplikasi kronik
Ekspresi PPAR didapatkan pada berbagai j a r i n g a n vaskular DM. Biaya yang diperlukan akan sangat membengkak
d a n b e r b a g a i k e l a i n a n v a s k u l a r , t e r u t a m a p a d a sel o t o t s e k i r a n y a s u d a h terjadi k o m p l i k a s i k r o n i k D M . O l e h k a r e n a
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES: MEKANISME TERJADINYA, DIAGNOSIS DAN STRATEGI PENGELOLAAN 2363

itu mengenai berbagai faktor risiko terjadinya komplikasi untuk terjadinya komplikasi kronik DM seperti tekanan
vaskular kronik DM dan kemudian usaha menegakkan darah, lipid dan kegemukan serta merokok. Penyandang
diagnosis dini menjadi sangat penting maknanya. DM d e n g a n m i k r o a l b u m i n u r i a s e y o g y a n y a dikelola
oleh dokter yang berpengalaman dan mumpuni dalam
Retinopati memodifikasi berbagai faktor risiko terkait terjadinya
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, komplikasi kronik DM. Penyandang DM dengan laju
mulai dari retinopati diabetik non-proliferatif sampai filtrasi glomerulus atau bersihan kreatinin <30 mL/menit
perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina dan lebih seyogyanya sudah dirujuk ke ahli penyakit ginjal untuk
lanjut lagi dapat mengakibatkan kebutaan. Diagnosis menjajagi kemungkinan dan untuk persiapan terapi
dini retinopati dapat diketahui melalui pemeriksaan pengganti bagi kelainan ginjalnya, baik nantinya berupa
retina secara rutin. Pada praktik pengeloaan DM sehari- dialisis maupun transplantasi ginjal.
hari, dianjurkan untuk memeriksa retina mata pada
kesempatan pertama pertemuan dengan penyandang Penyakit Jantung Koroner
DM dan kemudian setiap tahun atau lebih cepat lagi kalau Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit
diperlukan sesuai dengan keadaan kelainan retinanya. pembuluh darah koroner harus ditingkatkan terutama
Ada beberapa cara untuk memeriksa retina: untuk mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya
• Cara Langsung dengan memanfaatkan oftalmoskop kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai
standard riwayat keluarga penyakit pembuluh darah koroner atau
Oftalmoskopi Indirek dengan slit lamp pun riwayat keluarga DM yang kuat. Jika ada kecurigaan
biomicroscope seperti misalnya ketidak-nyamanan pada daerah dada,
Fotografi Retina (cara p e n j a r i n g a n y a n g paling harus segera dilanjutkan dengan pemeriksaan penjaring
dianjurkan) yang teliti untuk mencari dan menangkap kemungkinan
Kelainan yang ada pada retina sangat bervariasi. adanya penyakit pembuluh darah koroner, paling sedikit
Beberapa keadaaan memerlukan rujukan pada ahli d e n g a n p e m e r i k s a a n EKG saat i s t i r a h a t , k e m u d i a n
penyakit mata. dilanjutkan dengan pemeriksaan EKG dengan beban, serta
Rujukan harus sesegera mungkin: retinopati proliveratif, sarana konfirmasi diagnosis lain untuk deteksi dini CAD.
rubeosis iridis/glaukoma neovaskular, perdarahan Pada penyandang DM, rasa nyeri mungkin tidak nyata
vitreous, retinopati lanjut akibat adanya neruopati yang sering sekali terjadi pada
Rujukan sedini m u n g k i n : P e r u b a h a n - p e r u b a h a n penyandang DM.
pre-proliveratif, M a k u l o p a t i , M e n u r u n n y a tajam
penglihatan lebih dari 2 baris pada kartu Snellen Penyalcit Pembuluh Darah Perifer
Rujukan R u t i n : katarak, retinopati diabetik non Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait
proliferatif yang tidak mengancam makula/fovea terjadinya kaki diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal
yang paling penting dalam usaha pencegahan terjadinya
Nefropati masalah kaki diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki
Kelainan y a n g terjadi pada ginjal p e n y a n d a n g DM (callus, kapalan, dll.), neurupati dan adanya penurunan
dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian suplai darah ke kaki merupakan hal yang harus selalu dicari
berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut dan diperhatikan pada praktik pengelolaan DM sehari-
dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan hari. Penyuluhan pada para penyandang DM mengenai
berakhir dengan keadaan gagal ginjal yang memerlukan diabetes melitus pada umumnya serta perawatan kaki
pengelolaan dengan pengobatan substitusi. Pemeriksaan pada k h u s u s n y a harus d i g a l a k k a n . M e m b e r d a y a k a n
untuk mencari m i k r o a l b u m i n u r i a s e y o g y a n y a selalu penyandang diabetes agar dapat mandiri mencegah dan
dilakukan pada saat diagnosis DM ditegakkan dan setelah mengelola berbagai hal sederhana terkait terbentuknya
itu diulang setiap t a h u n . Penilaian terhadap adanya ulkus kaki diabetes maupun berbagai komplikasi kronik DM
mikroalbuminuria harus dilakukan dengan cermat dan lain merupakan hal yang sangat penting untuk dilewatkan
perlu diulang beberapa kali untuk memberikan keyakinan begitu saja. Penggunaan monofilamen SemmesWeinstein
yang lebih besar. Beberapa keadaan dapat memberikan yang sangat mudah dan sangat sederhana perlu digalakkan
hasil positif palsu, seperti misalnya latihan j a s m a n i , untuk mendeteksi insensitivitas pada kaki yang potensial
infeksi saluran kemih, hematuria, minum berlebihan, cara rentan untuk m e n y e b a b k a n terjadinya masalah kaki
penampungan yang tidak tepat dan juga semen. diabetes dan ulkus diabetes. Demikian juga pengukuran
Ditemukannya mikroalbuminuria mendorong dan rutin indeks ankle-brachial merupakan hal yang harus
mengharuskan agar dilakukan pengelolaan DM yang lebih dilakukan pada setiap pengunjung poliklinik DM.
intensif termasuk pengelolaan berbagai faktor risiko lain Pendekatan multidisipliner dengan mengaktifkan tim
2364 DIABETES MILITUS

multidisiplin pengelola kaki sangat penting dikembang- Pengendalian Lipid


kan di setiap sarana pengelola DM. Setiap penyandang Mengenai pengelolaan lipid pada penyandang diabetes
DM seyogyanya mendapatkan pencerahan dan kemudahan melitus j u g a sudah dibicarakan secara ekstensif. Pada
untuk mendapat layanan tim multidisipliner tersebut. pengelolaan dislipidemia, DM dianggap sebagai faktor
Pemeriksaan kaki lengkap berkala setiap tahun merupakan risiko yang setara dengan penyakit j a n t u n g koroner,
hal yang perlu dikerjakan untuk mencegah terjadinya sehingga adanya DM pada dislipidemia harus dikelola
kaki diabetes/ulkus-gangren diabetes yang merupakan secara lebih agresif dan sasaran pengelolaan lipid untuk
salah satu kompliksai kronik DM yang paling ditakuti para penyandang DM seyogyanya lebih rendah daripada orang
penyandang DM maupun para pengelola DM. yang normal, non-DM, yaitu konsentrasi kolesterol LDL
kurang dari 100 mg/dL. Dianjurkan untuk menurunkan
konsentrasi kolesterol LDL sampai 70 mg/dL pada pasien
STRATEGI PENGELOLAAN BERBAGAI KOMPLIKASI dengan penyakit pembuluh darah koroner yang disertai
KRONIK DM DM atau dengan berbagai komponen sindrom metabolik
lain seperti konsentrasi kolesterol HDL yang rendah, dan
D e n g a n m e n g e t a h u i b e r b a g a i f a k t o r risiko t e r k a i t konsentrasi trigliserida yang tinggi. Demikian juga dengan
terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus secara adanya faktor risiko lain yang kuat, seperti misalnya pada
umum maupun faktor risiko khusus kompikasi kronik perokok berat.
diabetes melitus yang tertentu seperti mikroalbuminuria
untuk nefropati atau pun deformitas kaki untuk penyakit Faktor Lain
pembuluh darah perifer, kemudian dapat segera dilakukan
Pola hidup sehat. Pengubahan pola hidup ke arah pola
berbagai usaha umum untuk pencegahan kemungkinan
hidup yang lebih sehat merupakan dasar penting utama
terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus.
usaha pencegahan dan pengelolaan komplikasi kronik DM.
Pola hidup sehat harus selalu diterapkan dan dibudayakan
Pengendalian Konsentrasi Glukosa
sepanjang hidup.
Saat ini pilar utama pengelolaan DM meliputi penyuluhan,
W a l a u p u n b e l u m a d a bukti y a n g m e y a k i n k a n ,
pengaturan makan, kegiatan jasmani dan pemakaian obat
merokok dikatakan dapat mempercepat timbulnya
hipoglikemiak oral maupun insulin, baik sendiri maupun
mikroalbuminuria dan kemudian perkembangan lebih
dengan cara kombinasi berbagai obat hipoglikemiak.
lanjut ke arah makroproteinuria. Merokok j u g a sudah
Usaha menggabungkan berbagai sarana pengelolaan
dengan sangat jelas berperan penting pada terjadinya
tersebut sudah terbukti dapat dengan bermakna
kelainan makrovaskular pada penyandang D M . Oleh
menurunkan insidensi komplikasi kronik DM, seperti yang
karena itu berhenti merokok merupakan satu anjuran
sudah dibuktikan pada studi UKPDS, dan studi Kumamoto
yang harus digalakkan bagi semua penyandang DM
pada DM tipe 2 serta studi DCCT pada penyandang DM
dalam rangka pencegahan terjadinya komplikasi kronik
tipe 1.Banyak sekali ditemui berbagai algoritma dan
DM secara umum.
petunjuk praktis pengelolaan DM, termasuk yang diajukan
oleh Perkumpulan Endokrinologi Indonesia pada tahun Perencanaan makan. Perencanaan makan yang sesuai
2002. Mengenai sasaran pengelolaan konsentrasi glukosa dengan anjuran pelaksanaan pola hidup meliputi anjuran
darah untuk dapat menghasilkan pencegahan komplikasi mengenai j u m l a h masukan kalori secara keseluruhan
kronik yang maksimal j u g a banyak didapatkan pada m a u p u n p e r s e n t a s e m a s i n g k o m p o n e n d i e t baik
berbagai buku dan sumber/bacaan lain. makronutrien maupun mikronutriennya, yang tercakup
secara keseluruhan dalam anjuran gizi seimbang bagi
Tekanan Darah penyandang DM.
Untuk mendapatkan tekanan darah yang sebaik-baiknya Walaupun hubungan antara masukan protein tinggi
guna mencegah komplikasi kronik DM, sudah banyak d e n g a n risiko terjadinya m i k r o a l b u m i n u r i a maupun
buku petunjuk dan algoritma yang dikemukakan, juga oleh perburukan lebih lanjut mikroalbumiuria belum secara
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Obat penghambat konklusif terbukti, pada metanalisis sudah dapat
sistem renin angiotensin (Inhibitor ACE, ARB atau pun ditunjukkan bahwa paling sedikit pada p e n y a n d a n g
kombinasi keduanya) dapat dipergunakan untuk mencegah DM tipe 1 yang disertai nefropati, restriksi masukan
k e m u n g k i n a n terjadinya dan k e m u n g k i n a n s e m a k i n protein terbukti dapat memperlambat perburukan laju
bertambah beratnya mikroalbuminuria. Cara menurunkan filtrasi glomerular. Saat ini dianjurkan untuk memberikan
tekanan darah dan sasaran tekanan darah yang harus masukan protein sebanyak 0,8 g /kg berat badan idaman
dicapai pada penyandang DM j u g a sudah dibicarakan bagi penyandang DM dengan nefropati. Dianjurkan untuk
dengan lebih rinci pada bagian lain buku ini. memberikan protein dengan nilai biologis yang tinggi.
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES: MEKANISME TERJADINYA, DIAGNOSIS DAN STRATEGI PENGELOLAAN 2365

Sebagai pencegahan primer terjadinya komplikasi gorong-gorong (stent) merupakan cara yang banyak
kronik D M , A s p i r i n s e b a n y a k 7 5 - 1 6 2 mg t e r b u k t i dimanfaatkan untuk memperbaiki fungsi pembuluh darah
bermanfaat dan dianjurkan pada semua penyandang DM koroner jantung. Beberapa kasus lain memerlukan tindakan
di atas umur 40 tahun yang mempunyai risiko tambahan operatif bedah pintas koroner untuk memperbaiki fungsi
untuk terjadinya komplikasi seperti riwayat keluarga jantungnya.
yang kuat, adanya hipertensi, dislipemia, merokok dan
mikroalbuniuria. Penyakit Pembuluh Darah Perifer
Alfa tokoferol, asam alfa lipoik, dan asam askorbat Usaha mencegah terjadinya ulkus dan gangren kaki
merupakan zat yang dikatakan dapat mengurangi efek diabetik sering gagal dan penyandang DM j a t u h ke
negatif stres oksidatif dan inflamasi pada penyandang keadaan terjadinya ulkus bahkan kemudian disertai
DM. gangren yang dapat merenggut nyawa. Usaha untuk
m e n y e l a m a t k a n kaki d e n g a n mengoptimalisasikan
p e n g e l o l a a n kaki menjadi sangat penting untuk
CARAKHUSUSPENCEGAHAN DAN PENGELOLAAN d i k e r j a k a n . Pada p e n g e l o l a a n u l k u s / g a n g r e n kaki
BERBAGAI KOMPLIKASI KRONIK DM diabetik harus selalu d i p e r h a t i k a n bahwa berbagai
aspek pengelolaan harus dicermati dengan baik: kendali
Di samping usaha pencegahan primer komplikasi kronik metabolik, kendali infeksi, kendali vaskular, keharusan
DM secara umum seperti yang sudah dikemukakan di atas, untuk m e n g i s t i r a h a t k a n kaki untuk tidak m e n d a p a t
berbagai usaha khusus dapat dikerjakan untuk masing- beban, penyuluhan agar penyandang DM dengan ulkus
masing komplikasi kronik DM, baik berupa pencegahan dan gangren DM dapat bekerja sama mencapai tujuan
primer komplikasi kronik maupun usaha memperlambat untuk m e n y e l a m a t k a n kaki, s e m u a harus dikerjakan
progresi komplikasi kronik yang sudah terjadi. secara menyeluruh.
Pendekatan pengelolaan dengan memanfaatkan kerja
Retinopati sama tim akan sangat membantu tercapainya keberhasilan
Pengobatan koagulasi dengan sinar laser terbukti dapat usaha penyelamatan kaki diabetes ini.
bermanfaat mencegah perburukan retina lebih lanjut
yang kemudian mungkin akan mengancam mata. Foto Neuropati
koagulasi dapat dikerjakan secara pan-retinal. Tindakan Adanya keluhan dan kemudian ditegakkannya diagnosis
lain yang mungkin dilakukan adalah vitrektomi dengan neuropati diabetik mengharuskan kita untuk berusaha
berbagai macam cara. Demikian pula tindakan operatif lain mengendalikan konsentrasi glukosa darah sebaik
seperti perbaikan ablasio retinanya dapat dilakukan untuk mungkin.
menolong mencegah perburukan fungsi mata. Pengelolaan keluhan neuropati umumnya bersifat
simtomatik, dan sering pula hasilnya kurang memuaskan.
Nefropati Pada keadaan neuropati perifer yang disertai rasa sakit,
Setelah berbagai cara pencegahan konservatif tidak berbagai usaha untuk pencegahan dan pengelolaan DM
berhasil menghambat laju perburukan filtrasi glomerular, serta berbagai faktor risikonya harus j u g a dikerjakan.
dan k e m u d i a n sudah mencapai t a h a p gagal ginjal- Berbagai obat simtomatik untuk nyerinya dapat pula
penyakit ginjal tahap terminal, dapat dilakukan diberikan, namun umumnya tidak banyak menjanjikan
pengelolaan pengganti untuk membantu fungsi ginjal, hasil yang baik. Saat ini didapatkan berbagai sarana
baik berupa hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Di yang dapat diberikan untuk mengatasi keluhan rasa
samping kedua modalitas tersebut di atas, transplantasi nyeri y a n g hebat pada p e n y a n d a n g neuropati DM
ginjal merupakan pilihan lain terapi pengganti fungsi dengan nyeri ini. Berbagai obat untuk mengurangi rasa
ginjal y a n g dapat d i l a k u k a n pada p e n y a n d a n g DM nyeri dapat diberikan, Demikian pula obat berupa obat
dengan gagal ginjal. gosok seperti krim Capsaicin (Capzacin) dapat dipakai
pada penyandang DM d e n g a n neuropati yang
Penyakit Pembuluh Darah Koroner menyakitkan.
Pengelolaan konservatif untuk penyakit pembuluh darah D e n g a n a d a n y a p e n g e t a h u a n baru mengenai
koroner dapat diberikan kepada penyandang DM. Berbagai terjadinya komplikasi kronik DM, dan berbagai cara baru
obat tersedia untuk keperluan ini. Saat ini banyak cara baik untuk mendeteksi dan kemudian mengelola komplikasi
semi-invasif maupun invasif yang dapat dipakai untuk kronik DM dapat d i m u n g k i n k a n keberhasilan usaha
menolong penyandang DM dengan penyakit pembuluh untuk m e n c e g a h , m e m p e r b a i k i , atau paling sedikit
darah koroner. Tindakan melebarkan pembuluh darah mengurangi berbagai akibat komplikasi kronik DM ini.
koroner secara peniupan dengan balon dan pemasangan Nasib penyandang DM diharapkan akan lebih cerah.
2366 DIABETES MILITUS

KESIMPULAN DAN SARAN M a r r e r o M B , S t e m D M . Structure and Function of the Vessel W a l l .


In: M a r s o SF, S t e m D M , Eds. Diabetes and Cardiovascular
Disease: Integrating Science and Clinical Medicine.
Insidensi DM dan komplikasi kronik akibat DM P h i l a d e l p h i a : L i p i n c o t W i l l i a m s & W i l k i n s ; 2004.p. 3-18.
meningkat dengan pesat di seluruh dunia, termasuk M e e k i n g D , H o l l a n d E, L a n d D . Diabetes a n d Foot Disease.
di Indonesia In: S h a w K M and C u m m i n g s M H , Eds. Diabetes Chronic
Complications. Second Edition. John Wilev & Sons Ltd;
Mekanisme terjadinya komplikasi kronik DM sangat
2005.p. 21-41.
kompleks, m e n c a k u p beberapa j a l u r mekanisme Shotliff K, D u n c a n G. Diabetes and the Eye. I n : S h a w K M and
biokimiawi dan beberapa proses patobiologik C u m m i n g s M H , Eds. Diabetes Chronic Complications.
Deteksi dini berbagai komplikasi kronik DM seyogyanya S e c o n d E d i t i o n . J o h n W i l e y & S o n s L t d . 20O5.p. 1 - 2 1 .
T h e Indonesian Society o f Endocrinology. Guidelines for the
merupakan bagian rutin praktik pengelolaan DM
M a n a g e m e n t of Diabetes i n Indonesia. Jakarta 2002.
sehari-hari T h e A m e r i c a n Diabetes Association. Standard of Medical Care i n
Usaha pencegahan terjadinya komplikasi kronik DM Diabetes. Diabetes Care. 2004; 27(1); S15-35.
T h e A m e r i c a n Diabetes Association. N u t r i t i o n Principles and
seyogyanya dilakukan dengan cermat dan sedini
R e c o m m e n d a t i o n i n Diabetes. Diabetes Care. 2004; 27(1);
m u n g k i n , yaitu d e n g a n m e l a k u k a n p e n g e l o l a a n S36-46.
DM s e d e m i k i a n rupa s e h i n g g a tercapai sasaran T h e A m e r i c a n Diabetes Association. P r e v e n t i v e f o o t care i n
pengendalian metabolik DM secara komprehensif diabetes 2004; 27(1); S63-4.
T h e A m e r i c a n Diabetes Association. D y s l i p i d e m i a danagement i n
dan holistik ( m e n c a k u p bukan hanya m e n g e n a i adults w i t h diabetes. Diabetes Care. 2004; 27(1); S68-71.
konsentrasi glukosa darah, tetapi j u g a mengenai T h e A m e r i c a n Diabetes Association. S m o k i n g and diabetes.
tekanan darah, lipid, kegemukan dan mencegah Diabetes Care. 2004; 27(1); S74-5.
T h e A m e r i c a n Diabetes Association. A s p i r i n i n diabetes. Diabetes
merokok serta berbagai faktor risiko terjadinya
Care. 2004; 27(1); S72-3.
komplikasi DM yang lain) T h e A m e r i c a n Diabetes Association. N e p h r o p a t h y i n diabetes.
Kemungkian terjadinya komplikasi kronik DM harus Diabetes Care 2004; 27(1); S79-83.
T h e A m e r i c a n Diabetes Association. Retinopathy i n Diabetes.
diantisipasi sedini mungkin dengan usaha deteksi
Diabetes Care 2004; 27(1); S84-87.
dini, dan kemudian komplikasi yang sudah timbul T h e A m e r i c a n diabetes association. H y p e r t e n s i o n M a n a g e m e n t
segera dikelola sebaik-baiknya dengan memanfaatkan i n A d u l t s w i t h Diabetes M e l l i t u s . Diabetes C a r e 2004; 27(1):
berbagai sarana dan cara yang mungkin dilakukan S65-7.
W e s t I C . Radicals a n d o x i d a t i v e stress i n diabetes. Diabetic
baik cara yang non invasif maupun kemudian juga
M e d i c i n e . 2000;17:171-80.
berbagai cara yang invasif

REFERENSI

D e v a r a j S, V e g a - L o p e z S, Jialal I . A n t i o x i d a n t s , o x i d a t i v e stress
a n d i n f l a m m a t i o n i n diabetes. I n : M a r s o SP, S t e m D M , Eds.
Diabetes a n d Cardiovascular Disease: I n t e g r a t i n g Science
and Clinical Medicine. Philadelphia: Lipincot Williams &
W i l k i n s ; 2004.p. 19-29.
Fisher M , S h a w K M . Diabetes and the heart. I n : S h a w K M and
C u m m i n g s M H , Eds. Diabetes Chronic complications. Second
Edition. John W i l e y & Sons L t d ; 2005.p. 121-41.
G r a n t PJ, L u c i n d a K , S u m m e r s M . D i a b e t e s , i m p a i r e d f i b r i n o l y s i s
and thrombosis. I n : M a r s o SP, S t e m D M , Eds. Diabetes and
Cardiovascular Disease: Integrating Science and Clinical
Medicine. Philadelphia: Lipincot W i l l i a m s & W i l k i n s ; 2004.p.
269-85.
G r u n d y S M , et al. C i r c u l a t i o n 2004;110:227-39.
H e Zhiheng, M a R C W , K i n g GL. Role of Protein Kinase C Isoforms
in Diabetic Vascular Dysfunction. I n : M a r s o SP, S t e m D M ,
Eds. Diabetes a n d C a r d i o v a s c u l a r Disease: I n t e g r a t i n g Science
and Clinical Medicine. Philadelphia: Lipincot W i l l i a m s &
W i l k i n s ; 2004.p. 37-48.
K e l l y R, S t e i n h u b l SR. Platelet D y s f u n c t i o n . I n : M a r s o SP, S t e m
D M , Eds. Diabetes a n d Cardiovascular Disease: I n t e g r a t i n g
Science and Clinical Medicine. Philadelphia: Lipincot
W i l l i a m s & W i l k i n s ; 2004.p. 251-61.
L a R o s a JC et al. N E n g l J M e d 2005;352:e-pages.
Maclsaac RJ,W a t t s GF. Diabetes and the Kidney. I n : S h a w K M
and C u m m i n g s M H , Eds. Diabetes Chronic Complications.
Second Edition. John W i l e y & Sons L t d . 2005.p. 21-41.
308
KAKI DIABETES
Sarwono Waspadji

PENDAHULUAN menormalkan konsentrasi glukosa darah untuk mencegah


terjadinya berbagai komplikasi DM tipe 2 sudah terbukti
Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan pada berbagai penelitian epidemiologis skala besar dan
metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemia yang lama seperti misalnya pada UKPDS.
disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin H i p e r g l i k e m i a p a d a DM d a p a t t e r j a d i karena
atau keduanya. Dari berbagai penelitian epidemiologis, masukan karbohidrat yang berlebih, pemakaian glukosa
seiring dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa di jaringan tepi berkurang, akibat produksi glukosa hati
prevalensi DM meningkat terutama di kota besar. Jika yang bertambah, serta akibat insulin berkurang jumlah
tidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian maupun kerjanya. Dengan memperhatikan mekanisme
komplikasi kronik DM j u g a akan meningkat, termasuk asal terjadinya hiperglikemia ini, dapat ditempuh berbagai
komplikasi kaki diabetes, yang akan menjadi topik bahasan langkah yang tepat dalam usaha untuk menurunkan
utama kali ini. konsentrasi glukosa darah sampai batas yang aman untuk
Pada p e n y a n d a n g DM dapat terjadi komplikasi menghindari terjadinya komplikasi kronik DM.
pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Pilar pengelolaan diabetes terdiri dari penyuluhan,
Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat perencanaan makan yang baik, kegiatan jasmani yang
pembuluh darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan memadai dan penggunaan obat berkhasiat menurunkan
pada retina mata, glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot konsentrasi glukosa darah seperti golongan sekretagog
j a n t u n g (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar, insulin (sulfonilurea, repaglinid dan nateglinid), golongan
manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada metformin, golongan inhibitor alfa glukosidase, golongan
pembuluh darah serebral, j a n t u n g (penyakit j a n t u n g tiazolidindion dan insulin. Dengan mengkombinasikan
koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). berbagai macam obat berkhasiat menurunkan konsentrasi
Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih glukosa darah, akan dapat dicapai sasaran pengendalian
terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi konsentrasi glukosa darah yang optimal untuk mencegah
saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang terjadinya komplikasi kronik DM.
kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren
diabetes.
Berbagai teori d i k e m u k a k a n untuk menjelaskan KAKI DIABETES
patogenesis terjadinya komplikasi DM. Di antaranya yang
terkenal adalah teori jalur poliol, teori glikosilasi dan Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik
terakhir adalah teori stress oksidatif, yang dikatakan dapat DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetes
menjelaskan secara keseluruhan berbagai teori sebelumnya sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola maupun
(unifying mechanism). Apapun teori yang dianut, semuanya penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes
masih berpangkal pada kejadian hiperglikemia, sehingga berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat
usaha untuk menurunkan terjadinya komplikasi DM harus ini, di Indonesia kaki diabetes masih merupakan masalah
dilakukan dengan memperbaiki, mengendalikan dan yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena
menormalkan konsentrasi glukosa darah. Manfaat usaha sedikit sekali orang berminat menggeluti kaki diabetes.

2367-
2368 DIABETES MILITUS

Juga belum ada pendidikan khusus untuk mengelola kaki Texas yang lebih kompleks tetapi j u g a lebih mengacu
diabetes (podiatrist, chiropodist belum ada). Di samping kepada pengelolaan kaki diabetes. Suatu klasifikasi
itu, ketidak-tahuan masyarakat mengenai kaki diabetes mutakhir dianjurkan oleh International
masih sangat mencolok, lagi pula adanya permasalahan Working Group on Diabetic Foot (Klasifikasi PEDIS
biaya pengelolaan yang besar yang tidak terjangkau oleh 2003-lihat lampiran). Adanya klasifikasi kaki diabetes
masyarakat pada umumnya, semua menambah peliknya yang dapat diterima semua pihak akan mempermudah
masalah kaki diabetes. para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian
Di negara maju kaki diabetes memang juga masih dari berbagai tempat di muka bumi. Dengan klasifikasi
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar, PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih
tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan, dan adanya dominan, vaskular, infeksi atau neuropatik, sehingga arah
klinik kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya
primer, nasib penyandang kaki diabetes menjadi lebih suatu ulkus gangren dengan critical limb ischemia (P3)
c e r a h . A n g k a k e m a t i a n dan a n g k a a m p u t a s i dapat tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi
ditekan sampai sangat rendah, menurun sebanyak 49- dan memperbaiki keadaan vaskularnya dahulu. Sebaliknya
8 5 % dari sebelumnya. Tahun 2005 International Diabetes kalau faktor infeksi menonjol (14), tentu p e m b e r i a n
F e d e r a t i o n m e n g a m b i l t e m a Tahun Kaki D i a b e t e s antibiotik harus adekuat. Demikian j u g a kalau faktor
mengingat pentingnya pengelolaan kaki diabetes untuk mekanik yang dominan (insensitive foot, S2), tentu koreksi
dikembangkan. untuk mengurangi tekanan plantar harus diutamakan.
Di RSUPN dr CiptoMangunkusumo, masalah kaki Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan
diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian sangat erat dengan dengan pengelolaan adalah klasifikasi
besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes
kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi (Edmonds 2004-2005):
masih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 2 5 % (data Stage 7 .• Normal Foot
RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penyandang DM pasca • Stage 2 : High Risk Foot
amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3 % akan Stage 3 : Ulcerated Foot
meninggal dalam setahun pasca amputasi,dan sebanyak Stage 4 : Infected Foot
3 7 % akan meninggal 3 tahun pasca amputasi. Stage 5: Necrotic Foot
Stage 6: Unsolvable Foot

Untuk sfoge 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat


PATOFISIOLOGI KAKI DIABETES
penting, dan semuanya dapat dikerjakan pada pelayanan
kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist maupun
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia
oleh dokter umum/dokter keluarga.
pada p e n y a n d a n g DM y a n g m e n y e b a b k a n kelainan
Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan
neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati,
perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih
baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik
memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan
akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan
spesialistik.
otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan
Untuk stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasus
distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
rawat inap, dan jelas sekali memerlukan suatu kerja sama
m e m p e r m u d a h terjadinya ulkus. A d a n y a kerentanan
tim yang sangat erat, di mana harus ada dokter bedah,
terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak
utamanya dokter ahli bedah vaskular/ahli bedah plastik
menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang
dan rekonstruksi.
juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetes, pada
kaki diabetes (gambar patofisiologi terjadinya kaki
setiap tahap harus diingat berbagai faktor yang yang harus
diabetes-lamplran).
dikendalikan, yaitu:
mechanical control-pressure control

KLASIFIKASI KAKI DIABETES metabolic control


• vascular control
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari educational control
yang sederhana seperti klasifikasi Edmonds dari King's wound Control
College Hospital London, Klasifikasi Liverpool yang sedikit microbiological Control-Infection Control
lebih ruwet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait
Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi
dengan pengelolaan kaki diabetes, dan juga klasifikasi
hal yang berbeda pula. Misalnya pada stadium 1 dan
KAKI DIABETES
2369

2 tentu saja faktor wound control dan infection control Pengelolaan kaki diabetes terutama ditujukan untuk
belum diperlukan, sedangkan untuk untuk stadium 3 dan pencegahan terjadinya tukak, disesuaikan dengan
selanjutnya tentu semua faktor tersebut harus dikendalikan, keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan
disertai keharusan adanya kerjasama multidisipliner yang sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Peran
baik. Sebaliknya, untuk stadium 1 dan 2, peran usaha ahli rehabilitasi medis terutama dari segi ortotik sangat
pencegahan untuk tidak terjadi ulkus sangat mencolok. besar pada usaha pencegahan terjadinya ulkus. Dengan
Peran rehabilitasi medis dalam usaha mencegah terjadinya memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait
ulkus dengan usaha mendistribusikan tekanan plantar kaki terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat
memakai alas kaki khusus, serta berbagai usaha untuk dicegah.
non-weight bearing lain merupakan contoh usaha yang Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko
yang sangat bermanfaat untuk mengurangi kecacatan t e r s e b u t : Untuk kaki y a n g kurang merasa/insensitif
akibat deformitas yang terjadi pada kaki diabetes. (kategori 3 dan 5), alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk
melindungi kaki yang insensitif tersebut.
Kalau sudah ada deformitas (kategori risiko 2 dan
PENGELOLAAN KAKI DIABETES 5), perlu perhatian khusus mengenai sepatu/alas kaki
yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada
P e n g e l o l a a n kaki d i a b e t e s dapat dibagi menjadi 2 kaki.
kelompok besar, yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetes Untuk kasus dengan kategori risiko 4 (permasalahan
dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi vaskular), latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi memperbaiki vaskularisasi kaki.
kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan Untuk ulkus yang complicated, tentu saja semua
pengelolaan ulkus/gangren diabetik yang sudah terjadi). usaha dan dana seyogyanya perlu dikerahkan untuk
mencoba menyelamatkan kaki dan usaha ini masuk ke
usaha pencegahan sekunder yang akan dibahas lebih
PENCEGAHAN PRIMER lanjut di bawah ini.

Kiat-kiat Pencegahan Terjadinya Kaki Diabetes


Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat P E N C E G A H A N SEKUNDER
penting untuk pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini
harus selalu dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik
dengan penyandang DM, dan harus selalu diingatkan Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerja sama multi-
kembali tanpa bosan. Anjuran ini berlaku untuk semua disipliner sangat diperlukan. Berbagai hal yang harus
pihak terkait pengelolaan DM, baik para ners, ahli gizi, ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan
ahli perawatan kaki, maupun dokter sebagai dirigen yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan
pengelolaan. Khusus untuk dokter, sempatkan selalu semuanya harus dikelola bersama:
melihat dan memeriksa kaki penyandang DM sambil
mechanical control-pressure control
m e n g i n g a t k a n kembali m e n g e n a i cara p e n c e g a h a n
wound control
dan cara perawatan kaki yang baik. Berbagai kejadian/
microbiological control-infection control
tindakan kecil yang tampak sepele dapat mengakibatkan
vascular control
kejadian yang mungkin fatal. Demikian pula pemeriksaan
metabolic control
yang tampaknya sepele dapat memberikan manfaat yang
• educational control
sangat besar. Periksalah selalu kaki pasien setelah mereka
melepaskan sepatu dan kausnya. Untuk pengelolaan ulkus/gangren diabetik yang
optimal, berbagai hal di bawah ini merupakan penjabaran
Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan
lebih rinci dari keenam aspek tersebut pada tingkat
berdasar risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah
p e n c e g a h a n sekunder dan tersier,yaitu pengelolaan
y a n g m u n g k i n t i m b u l . P e n g g o l o n g a n kaki diabetes
optimal ulkus/gangren diabetik
berdasar risiko terjadinya masalah (Frykberg): 1). sensasi
normal tanpa deformitas; 2). sensasi normal dengan Kontrol metabolik. Keadaan umum pasien harus
deformitas atau tekanan plantar tinggi; 3). insensitivitas diperhatikan dan diperbaiki. Konsentrasi glukosa darah
t a n p a d e f o r m i t a s ; 4 ) . iskemia t a n p a d e f o r m i t a s ; 5). d i u s a h a k a n a g a r s e l a l u s e n o r m a l m u n g k i n , untuk
k o m b i n a s i / c o m p l i c a t e d : (a) kombinasi insensitivitas, memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang
iskemia dan/atau deformitas, (b) riwayat adanya tukak, d a p a t m e n g h a m b a t p e n y e m b u h a n luka. U m u m n y a
deformitas Charcot. d i p e r l u k a n insulin untuk menormalisasi konsentrasi
DIABETES MILITUS
2370

glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas,
diperbaiki. Nutrisi yang baikjelas mennbantu kesembuhan sehingga dokter ahli bedah vaskular dapat lebih mudah
luka. Berbagai hal lain harus j u g a diperhatikan dan melakukan rencana tindakan dan mengerjakannya.
diperbaiki, seperti konsentrasi albumin serum, konsentrasi Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah
Hb dan derajat oksigenisasi j a r i n g a n . Demikian j u g a pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan
fungsi g i n j a l n y a . S e m u a faktor t e r s e b u t tentu akan untuk p r o s e d u r e n d o v a s c u l a r - P T C A . Pada k e a d a a n
dapat menghambat kesembuhan luka sekiranya tidak sumbatan akut dapat pula dilakukan trombo-arterektomi.
diperhatikan dan tidak diperbaiki. Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi
daerah distal dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan
Kontrol vaskular. Keadaan vaskular yang buruk tentu
ulkus diharapkan lebih baik. Paling tidak faktor vaskular
akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah
sudah lebih memadai, sehingga kesembuhan luka tinggal
diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan
bergantung pada berbagai faktor lain yang juga masih
pasien dan juga sesuai kondisi pasien. Umumnya kelainan
banyak jumlahnya.
pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai
cara sederhana seperti: warna dan suhu kulit, perabaan Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk

arteri Dorsalis Pedis dan arteri Tibialis Posterior serta memperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi j a r i n g a n
ditambah pengukuran tekanan darah. Di samping itu luka pada kaki diabetes sebagai terapi ajuvan. Walaupun
saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk demikian masih banyak kendala untuk menerapkan terapi
mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki
non-invasif maupun yang invasif dan semiinvasif, seperti diabetes.
pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe
Wound control. Perawatan luka sejak pertama kali pasien
pressure, T c P 0 2 , dan p e m e r i k s a a n e k h o d o p l e r dan
datang merupakan hal yang harus dikerjakan dengan
kemudian pemeriksaan arteriografi.
baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, m u n g k i n . Klasifikasi ulkus PEDIS d i l a k u k a n setelah
dapat dilakukan pengelolaan untuk kelainan pembuluh debridemen yang adekuat. Saat ini terdapat banyak sekali
darah perifer dari sudut vakular, yaitu berupa: macam dressing (pembalut) yang masing-masing tentu
dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka, dan
ModlflkasI Faktor Risiko j u g a letak luka tersebut. Dressing yang mengandung
Stop merokok komponen zat penyerap seperti carbonated dressing,
Memperbaiki berbagai faktor risiko terkait alginate dressing akan bermanfaat pada keadaan luka yang
aterosklerosis masih produktif. Demikian pula hydrophilic fiber dressing
Hiperglikemia atau silver impregnated dressing akan dapat bermanfaat
Hipertensi untuk luka produktif dan terinfeksi. Tetapi jangan lupa
Dislipidemia bahwa tindakan debridemen yang adekuat merupakan

Walking Program-Latihan kaki merupakan domain syarat mutlak yang harus dikerjakan dahulu sebelum

usaha yang dapat diisi oleh jajaran rehabilitasi medik. menilai dan mengklasikasikan luka. Debridement yang baik
dan adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi
jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan
Terapi Farmakologis
demikian tentu akan sangat mengurangi produksi pus/
Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah
cairan dari ulkus/gangren.
dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat
lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk
lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin
bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang sebagai pembersih luka, atau yodine encer, senyawa silver
DM. Tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai
kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin cara debridemen non surgikal dapat dimanfaatkan untuk
guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti
kaki penyandang DM. preparat enzim.
Jika luka s u d a h lebih baik dan tidak t e r i n f e k s i
Revaskularisasi lagi, dressing seperti hydrocolloid dressing yang dapat
Jika k e m u n g k i n a n k e s e m b u h a n luka rendah atau dipertahankan beberapa hari dapat digunakan. Tentu
jikalau ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan saja untuk kesembuhan luka kronik seperti pada luka
revaskularisasi dapat d i a n j u r k a n . S e b e l u m t i n d a k a n kaki diabetes, suasana sekitar luka yang kondusif untuk
revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk penyembuhan harus dipertahankan. Yakinkan bahwa luka
KAKI DIABETES 2371

selalu dalam keadaan optimal, dengan demikian penyem- Crutches


buhan luka akan terjadi sesuai dengan tahapan yang harus Wheelchair
selalu dilewati dalam rangka proses penyembuhan. Electric carts
Selama proses inflamasi masih ada, proses Craddled insoles
penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses
Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangi
s e l a n - j u t n y a y a i t u p r o s e s g r a n u l a s i dan k e m u d i a n
tekanan pada luka seperti: 1). Dekompresi ulkus/abses
epitelialisasi.
dengan insisi abses, 2). Prosedur koreksi bedah seperti
Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan
operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection,
luka dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin.
Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.
Cara tersebut saat ini dipakai di banyak sekali tempat
Education control. Edukasi sangat penting untuk
perawatan kaki diabetes.
semua tahap pengelolaan kaki diabetes. Dengan penyuluhan
Berbagai sarana dan penemuan baru dapat
yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
dimanfaatkan untuk wound control seperti: dermagraft,
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu
apligraft, growth factor, protease inhibitor dsb, untuk
dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
mempercepat kesembuhan luka. Bahkan ada dilaporkan
kesembuhan luka yang optimal.
terapi gen untuk mendapatkan bakteri E coli yang dapat
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting
menghasilkan berbagai faktor pertumbuhan. Ada pula
yang harus dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetes.
dilaporkan pemakaian maggot (belatung) lalat (lalat hijau)
Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan
untuk membantu membersihkan luka. Berbagai laporan
kemudian segera setelah perawatan, keterlibatan ahli
tersebut umumnya belum berdasar penelitian besar dan
rehabilitasi medis sangat diperlukan untuk mengurangi
belum cukup terbukti secara luas untuk dapat diterapkan
kecacatan yang mugkin timbul pada pasien. Keterlibatan
dalam pengelolaan rutin kaki diabetes.
ahli rehabilitasi medis berlanjut sampai j a u h sesudah
Microbiological control. Data mengenai pola kuman amputasi, untuk memberikan bantuan bagi para amputee
perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang menghindari terjadinya ulkus baru. Pemakaian alas kaki/
berbeda. Di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta data sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan
terakhir menunjukkan bahwa pada pasien yang datang sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus
dari luar, u m u m n y a didapatkan infeksi bakteri yang yang terjadi berikut memberikan prognosis yang jauh lebih
multipel, anaeob dan anerob. Antibiotik yang dianjurkan buruk daripada ulkus yang pertama.
harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman
dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun
2004 di RS. Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, umumnya REFERENSI
didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran
gram positif dan gram negatif serta kuman anaerob untuk A m e r i c a n Diabetes Association Expert C o m m i t t e e . Report o f the
luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama Expert C o m m i t t e e o n t h e Diagnosis a n d Classification o f
Diabetes M e l l i t u s . Diabetes Care 1997;20-1183.
pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik dengan A m e r i c a n Diabetes Association. Peripheral Arterial Disease i n
spektrum luas, mencakup kuman gram positif dan negatif People w i t h Diabetes. Diabetes Care 2003;26(12): 3333-41.
(seperti misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan Boulton A J M . T h e Diabetic Foot. Medicine International
2002;2(1):36-40.
dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob
E d m o n d s M E , Foster A V M , Sanders LJ. A Practical M a n u a l o f
(seperti misalnya metronidazol). Diabetic Footcare. Blackwell P u b l i s h i n g L t d . 2004.
E d m o n d s M E , Foster A V M . M a n a g i n g the Diabetic Foot. Second
Pressure control. Jika tetap dipakai untuk berjalan edition. Blackwell P u b l i s h i n g L t d . 2005.
F l a k o l PJ, C a r l s o n M , C h e r i n g t o n A . Physiologic action o f i n s u l i n .
(berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan-i^e/g/?f
D a l a m : Diabetes Mellitus. A F u n d a m e n t a l a n d Clinical
bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan Text. L e R o i t h D , T a y l o r S I , O l e f s k y J M (eds). Edisi ke-2.
sempat menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak Philadelphia: Lippincot- W i l l i a m s & W i l k i n s ; 2000. p.148-61
di bagian plantar seperti luka pada kaki Charcot. Peran G i u g l i a n o D , C e r i e l l o A . Paulisso G O x i d a t i v e stress a n d diabetic
vascular complications. Diabetes Care 1996;19(3):257-67.
jajaran rehabilitasi medis pada usaha pressure control ini International W o r k i n g G r o u p o nthe Diabetic Foot. International
juga sangat mencolok. Consensus o nthe Diabetic Foot. N o o r d w i j k e r h o u t , t h e
N e t h e r l a n d 2003.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weight-
K u s m a r d i Sumarjo. H u b u n g a n gambaran klinis pasiendan jenis
bearing dapat dilakukan antara lain dengan: k u m a n penyebab infeksi k a k i diabetes. Tesis P P D S I l m u
Removable cast walker Penyakit D a l a m F K U I 2005.
Total contact casting L e v i n M E . Pathogenesis and general m a n a g e m e n t of foot lesions i n
the diabetic patients. D a l a m : L e v i n M E , O ' N e a l L W , B o w k e r
Temporary shoes JH, Pfeifer M A , editors. T h e Diabetic Foot, E d i s i 6, St L o u i s .
Felt padding The C VMosby Company 2001.
2372 DIABFTFC M i i m i c

Perkeni. Konsensus Pengelolaan Diabetes M e l i t u s d i Indonesia.


Jakarta:PB Perkeni; 2002.
Retno Gustaviani. Data Perawatan K a k i Diabetes d i R u a n g R a w a t
Inap Kelas 2 d a n 3 R S U P N dr. C i p t o M a n g u n k u s u m o 2003.
S a r w o n o Waspadji. Pengelolaan K a k i Diabetes Sebagai Suatu
Model Pengelolaan Holistik, Terpadu dan Komprehensif
di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pidato pada Upacara
P e n g u k u h a n sebagai G u r u Besar T e t a p I P D F K U I 2004
S a r w o n o W a s p a d j i . A n h b i o t i c choices i n the infected diabetic f o o t /
ulcer. Acta M e d i c a Indonesiana 2005;37(2): 94-101.
KAKI DIABETES 2373

LAMPIRAN

Lampiran 2. Klasifikasi Texas


Tingkat
Stadium
1

^ Tanpa tukak atau pasca tukak, Luka superfisial, tidak sampai Luka sampai tendon Luka sampai
kulit intak/utuh tulang tendon atau kapsul sendi atau kapsul sendi tulang/ sendi

Dengan Infeksi....

Dengan Iskemia..

.Dengan infeksi dan iskemia

Diabetes Melitus
Hiperlipidemla
Merokok

Neuropati Penyakit vaskular periperal

Somatik Neuropati Autonomic neuropathy

Pain sensation menurun Masalah Limited joint Keringat menurun Altered blood flow
Proprioseptive menurun Ortopedi Movement

Plantar Pressure t Drv


Dry skin
sKin fissura
Tissura Engorged
^^^^ ^^^^vein,
L
Otot hipotropik
Callus

•> Ulkus pada khaki <— Ischemic limb

i
Infeksi

Lampiran 1. Patofisiologi terjadinya ulkus pada kaki diabetik (Sumber: Boulton AJM. Diabetic Med. 1996;3:(suppl.1))
2374 DIABETES MILITUS

Lampiran 3. Klasifikasi pada Ulkus Diabetik


Klasifikasi PEDIS International Consensus on the Diabetic Foot 2003
Impaired Perfusion 1 = none
2 = PAD + but not critical
3 = critical limb ischemia
Size/Extent in mm^
Tissue Loss/Depth 1 = superficil fullthickness, not deeper than dermis
2 = deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous structures, fascia, muscle or tendon
3 = all subsequent layers of the foot involved including bone and or joint
Infection 1 = no symptoms or signs of infection
2 _ infection of skin and subcutaneous tissue only

2 _ erythema >2cm or infection


involving subcutaneous structure(s). No systemic sign(s) of inflammatory response
^ _ infection with systemic manifestation: Fever, leucocytosis, shift to the left, metabolic
instability, hypotension, azotemia
Impaired 1 = absent
Sensation 2 = present
Klasifikasi Wagner (klasifikasi yang saat ini masih banyak dipakai)
0. Kulit intak/utuh
1. Tukak superfisial
2. Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
3. Tukak dalam dengan infeksi
4. Tukak dengan gangren pada 1-2jari kaki
5. Tukak dengan gangren luas seluruh kaki
Klasifikasi Liverpool
Klasifikasi primer : vaskular
neuropati
neuroiskemik
Klasifikasi sekunder Tukak sederhana, tanpa
komplikasi
Tukak dengan komplikasi
309
KETOASIDOSIS DIABETIK
Tri Juli Edi Tarigan

PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah salah satu komplikasi Kekerapan KAD berkisar 4-8 kasus pada setiap 1000
akut diabetes yang sangat berhubungan dengan kualitas pengidap diabetes dan masih menjadi problem yang
edukasi yang diberikan kepada seorang pengidap merepotkan di rumah sakit terutama rumah sakit dengan
diabetes melitus (DM) tipe 2, s e m e n t a r a pada DM fasilitas minimal. Angka kematian berkisar 0,5-7%
tipe 1, seringkali ketoasidosis merupakan pintu awal tergantung dari kualitas pusat pelayanan yang mengelola
diagnosis. Sekitar 8 0 % dari pasien KAD telah mengetahui KAD tersebut. Di negara Barat yang banyak pengidap
bahwa mereka pengidap diabetes sehingga pencegahan d i a b e t e s tipe 1, k e m a t i a n banyak d i a k i b a t k a n oleh
sangatlah penting dan berhubungan dengan beratnya edema serebri, sedangkan di negara yang sebagian besar
keadaan saat datang ke rumah sakit. Pada dekade 10 pengidap adalah diabetes tipe 2, penyakit penyerta dan
tahun terakhir tidak terlalu banyak perubahan pada pencetus KAD sering menjadi penyebab kematian.
konsep teori maupun pengelolaan KAD, masih berbasis
pada pemberian cairan yang rasional, insulin intravena,
koreksi elektrolit, penanganan komorbid, dan koreksi PATOGENESIS
asam basa jika diperlukan. Walaupun demikian, terdapat
hal-hal baru dalam pengelolaan seperti rekomendasi Kombinasi dari defisiensi insulin absolut atau relatif dan
untuk penggunaan ketonometer bedside, tidak harus peningkatan kadar hormon kontra regulator (glukagon,
memberikan insulin priming, kalau tidak perlu cukup katekolamin, kortisol, hormon pertumbuhan, dan
memeriksa pH vena, dan meneruskan insulin long acting somatostatin) akan mengakibatkan akselerasi kondisi
jika sebelumnya sudah memakainya. Hanya saja belum katabolik dan inflamasi berat dengan akibat peningkatan
semua kalangan memakai rekomendasi baru tersebut di produksi glukosa oleh hati dan ginjal (via glikogenolisis
tempat praktek masing-masing. dan glukoneogenesis) dan gangguan utilisasi glukosa di
perifer yang berakibat hiperglikemia dan hiperosmolaritas.
Defisiensi i n s u l i n dan p e n i n g k a t a n h o r m o n kontra
DEFINISI regulator terutama epinefrin juga mengaktivasi hormon
lipase sensitif pada jaringan lemak yang mengakibatkan
KAD adalah f e n o m e n a unik pada seorang pengidap peningkatan lipolisis. Peningkatan lipolisis dan ketogenesis
diabetes akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan akan memicu ketonemia dan asidosis metabolik. Populasi
peningkatan hormon kontra regulator, yang mengakibatkan benda keton utama terdiri dari 3-beta hidroksibutirat,
lipolisis berlebihan dengan akibat terbentuknya benda- asetoasetat, dan aseton. Sekitar 7 5 - 8 5 % benda keton
benda keton dengan segala konsekuensinya. KAD perlu terutama adalah 3-beta hidroksibutirat, sementara aseton
dikenali dan dikelola segera karena jika terlambat maka sendiri sebenarnya tidak terlalu penting. Walaupun sudah
akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas dengan dibentuk banyak benda keton untuk sumber energi, sel-sel
perawatan yang mahal. tubuh tetap masih lapar dan terus membentuk glukosa.
2376 DIABETES MILITUS

Hiperglikemia dan hiperketonemia mengakibatkan diuresis PENCETUS


osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Perubahan
tersebut akan memicu lebih lanjut hormon stres sehingga Pencetus tersering terjadinya KAD adalah infeksi. Pencetus
akan terjadi perburukan hiperglikemia dan hiperketonemia. lain diantaranya adalah menghentikan atau mengurangi
Jika lingkaran setan tersebut tidak diinterupsi dengan insulin, infark miokard, stroke akut, pankreatitis, dan
pemberian insulin dan cairan, maka akan terjadi dehidrasi obat-obatan. Awitan baru atau penghentian pemakaian
berat dan asidosis metabolik yang fatal. Ketoasidosis akan insulin seringkali menjadi sebab DM tipe 1 jatuh pada
diperburuk oleh asidosis laktat akibat perfusi jaringan keadaan KAD. Pada beberapa pasien yang dianggap DM
yang buruk. tipe 2, kadang-kadang tidak ditemukan pencetus yang
Defisiensi insulin relatif terjadi akibat konsentrasi jelas dan setelah diberikan insulin dalam periode pendek
hormon kontra regulator yang meningkat sebagai respon keadaannya cepat membaik, bahkan tidak membutuhkan
terhadap kondisi stres seperti sepsis, trauma, penyakit medikasi sama sekali. Varian diabetes seperti tersebut
gastrointestinal yang berat, infark miokard akut, stroke, dalam literatur disebut diabetes tipe 1,5.
dan Iain-Iain. Dengan adanya kondisi stres metabolik
tertentu, keberadaan insulin yang biasanya cukup untuk
menekan lipolisis menjadi tidak cukup secara relatif karena DIAGNOSIS
dibutuhkan lebih banyak insulin untuk metabolisme dan
untuk menekan lipolisis. Untuk menegakkan diagnosis tentu selalu dilakukan

Defisiensi Hormon Defisiensi


Insulin Absolut Kontra Regulator Insulin Relatif

LipolisisT Sintesis Proteini Proteolisist Tanpa atau minimal


katogenesis

Asam Lemak
i
-•Substrat Glukoneogenikt
Bebas di Hatit

Ketogenesist Utilisasi Glukosai GlukoneogenesisT GlikogenolisisT

Persediaan AlkaliJ' Hiperglikemia -4

Ketoasidosis Glikosuria (diuresis osmotik)

Berkurang
Kehilangan cairan asupan cairan
Triasilgliserol Hiperosmoler
dan elektrolit

i
Hiperlipidemla •Penurunan Fungsi Ginjal

SHH
SHH

Gambar 1. Patogenesis KAD


KETOASIDOSIS DIABETIK 2377

Tabel 1. Perbedaan KAD dan SHH


KAD Ringan KAD Sedang KAD Berat HHS
Glukosa Plasma (mg/dL) >250 >250 >250 >600
pH Arteri 7.25-7.30 7.00-7.24 <7.00 <7.30
Serum Bikarbonat (mEq/L) 15-18 10-15 <10 <15
Keton Urin Positif Positif Positif Rendah
Keton Serum Positif Positif Positif Rendah
Beta-Hidroksibutirat Tinggi Tinggi Tinggi Normal/Tinggi
Osmolalitas Serum (mOsm/kg) Variasi Variasi Variasi >320
Anion Gap >10 >12 >12 Variasi
Kesadaran Sadar Sadar/Ngantuk Sopor/Koma Sopor/Koma

dengan anamnesis yang detail, pemeriksaan fisik yang seperti itu jika angka H C 0 3 kurang dari 18 mEq/l ditambah
teliti, dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang yang dengan keadaan klinis lain yang sesuai, maka sudah cukup
d i p e r l u k a n . Dari a n a m n e s i s bisa d i t e m u k a n riwayat untuk menegakkan KAD.
seorang pengidap diabetes atau bukan dengan keluhan Pada saat masuk rumah sakit seringkali terdapat
poliuria, polidipsi, rasa lelah, kram otot, mual muntah, dan lekositosis pada pasien KAD karena stres metabolik dan
nyeri perut. Pada keadaan yang berat dapat ditemukan dehidrasi, sehingga j a n g a n terburu-buru memberikan
keadaan penurunan kesadaran sampai koma. antibiotik jika jumlah lekosit antara 10.000-15.000 m^
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda
dehidrasi, nafas Kussmaul jika asidosis berat, takikardi,
hipotensi atau syok, flushing, penurunan berat badan, DIAGNOSIS BANDING
dan tentunya adalah tanda dari masing-masing penyakit
penyerta. Ketoasidosis harus dibedakan dengan status hiperglikemi
Trias biokimiawi pada KAD adalah hiperglikemia, hiperosmolar (SHH), walaupun pengelolaannya hampir
ketonemia dan atau ketonuria, serta asidosis metabolik sama tetapi prognosisnya sangat berbeda. Pada SHH
d e n g a n b e r a g a m derajat. Pada awal evaluasi tentu hiperglikemia biasanya lebih berat, dehidrasi j u g a berat,
kebutuhan pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan selalu disertai gangguan kesadaran tanpa ketoasidosis
keadaan klinis, umumnya dibutuhkan pemeriksaan dasar yang berat.
gula darah, elektrolit, analisis gas darah, keton darah dan Beberapa keadaan ketoasidosis karena sebab lainjuga
urin, osmolalitas serum, darah perifer lengkap dengan harus dipikirkan saat berhadapan dengan pasien yang
hitung jenis, anion gap, EKG, dan foto polos dada. dicurigai KAD. Ketosidosis alkoholik dan ketosis starvasi
Kunci diagnosis pada KAD adalah adanya peningkatan dapat disingkirkan dengan anamnesis yang baik dan hasil
total benda keton di s i r k u l a s i . M e t o d e lama untuk gula darah yang rendah sampai meningkat ringan saja.
mendeteksi a d a n y a benda keton di darah dan urin Biasanya hasil H C 0 3 jarang di bawah 18 mEq/l. Asidosis
adalah dengan menggunakan reaksi nitropruside yang metabolik anion gap tinggi karena sebab lain harus
meng-estimasi kadar asetoasetat dan aseton secara disingkirkan seperti karena obat-obatan (salisilat, ethylene
semikuantitatif. Walaupun sensitif tetapi metode glycol, dan paraldehyde), asidosis laktat, dan juga asidosis
tersebut tidak dapat mengukur keberadaan beta metabolik pada gagal ginjal akut atau kronik.
hidroksibutirat, benda keton utama sebagai produk
ketogenesis. Peningkatan benda-benda keton tersebut
akan mengakibatkan peningkatan anion gap. PENATALAKSANAAN
Gula darah lebih dari 250 mg/dl dianggap sebagai
kriteria diagnosis utama KAD, walaupun ada istilah KAD Kesuksesan pengelolaan KAD m e m b u t u h k a n koreksi
euglikemik, dengan demikian setiap pengidap diabetes terhadap dehidrasi, hiperglikemia, gangguan elektrolit,
yang gula darahnya lebih dari 250 mg/dl harus dipikirkan komorbiditas, dan monitoring selama perawatan. Karena
kemungkinan ketosis atau KAD j i k a disertai dengan spektrum klinis sangat beragam maka tidak semua kasus
keadaan klinis yang sesuai. Derajat keasaman darah (pH) KAD harus dirawat di ICU, hanya saja karena kasus yang
yang kurang dari 7,35 dianggap sebagai ambang adanya ringan sekalipun membutuhkan monitor yang intensif,
asidosis, hanya saja pada keadaan yang terkompensasi maka sebaiknya minimal perawatan adalah di ruangan
seringkali pH menunjukkan angka normal. Pada keadaan yang bisa dilakukan monitor intensif {high care unit).
2378 DIABETES MILITUS

Secara umum pemberian cairan adalah langkah awal jika pH darah kurang dari 6,9. Hanya saja pada keadaan
penatalaksanaan KAD setelah resusitasi kardiorespirasi. dengan gangguan fungsi ginjal yang signifikan, seringkali
Terapi cairan ditujukan untuk ekspansi cairan intraselular, sulit membedakan apakah asidosisnya karena KAD atau
intravaskular, interstisial, dan restorasi perfusi ginjal. Jika karena gagal ginjalnya. Efek buruk dari koreksi bikarbonat
tidak ada masalah kardiak atau penyakit ginjal kronik yang tidak pada tempatnya adalah meningkatnya risiko
berat, cairan salin isotonik (NaCI 0,9%) diberikan dengan hipokalemia, menurunnya asupan oksigen jaringan, edema
dosis 15-20 cc/kg BB/jam pertama atau satu sampai satu serebri, dan asidosis susunan saraf pusat paradoksal.
setengah liter pada j a m pertama. Tindak lanjut cairan
pada j a m - j a m berikutnya t e r g a n t u n g pada keadaan
hemodinamik, status hidrasi, elektrolit, dan produksi FOSFAT
urin. Penggantian cairan dapat dilakukan sampai dengan
24 j a m , dan penggantian cairan sangat mempengaruhi Meskipun terjadi hipopasfatemia pada KAD, serum fosfat
pencapaian target gula darah, hilangnya benda keton, sering ditemukan dalam keadaan normal atau meningkat
dan perbaikan asidosis. saat awal. Kadar fosfat akan turun dengan pemberian
insulin. Dari beberapa studi tidak ditemukan manfaat yang
nyata pemberian fosfat pada KAD, bahkan pemberian
INSULIN fosfat yang berlebihan akan mencetuskan hipokalsemia
berat. Pada keadaan konsentrasi serum fosfat kurang dari
Insulin merupakan farmakoterapi kausatif utama KAD. 1 mg/dl dan disertai dengan disfungsi kardiak, anemia,
P e m b e r i a n insulin i n t r a v e n a kontinyu lebih disukai atau depresi nafas akibat kelemahan otot, maka koreksi
karena waktu paruhnya pendek dan mudah dititrasi. Dari fosfat menjadi pertimbangan penting.
beberapa studi prospektif dengan randomisasi didapatkan
bahwa pemberian insulin regular dosis rendah intravena
merupakan cara yang efektif dan terpilih. Jika dosis insulin TRANSISI KE INSULIN SUBKUTAN
intravena yang diberikan sekitar 0,1-1,15 unit/jam, maka
sebenarnya tidak diperlukan insulin bolus (priming dose) Setelah krisis hiperglikemia teratasi dengan pemberian
di awal. Dengan pemberian insulin intravena dosis rendah insulin intravena dosis rendah, maka langkah selanjutnya
diharapkan terjadi penurunan glukosa plasma dengan adalah memastikan bahwa KAD sudah memasuki fase
kecepatan 50-100 mg/dl setiapjam sampai glukosa turun resolusi dengan kriteria gula darah kurang dari 200 mg/
ke sekitar 200 mg/dl, lalu kecepatan insulin diturunkan dl dan dua dari keadaan berikut: serum bikarbonat lebih
menjadi 0,02-0,05 unit/kgBB/jam. Jika glukosa sudah atau sama dengan 15 mEq/l, pH vena >7,3, dan anion gap
berada di sekitar 150-200 mg/dl maka pemberian infus hitung kurang atau sama dengan 12 mEq/l.
dekstrose dianjurkan untuk mencegah hipoglikemia. Agar tidak terjadi hiperglikemia atau KAD berulang
maka sebaiknya penghentian insulin intravena dilakukan
2 j a m setelah suntikan subkutan pertama. Asupan
KALIUM nutrisi merupakan pertimbangan penting saat transisi
ke subkutan, jika pasien masih puasa karena sesuatu hal
Sejatinya pasien KAD akan mengalami hiperkalemia melalui atau asupan masih sangat kurang maka lebih baik insulin
mekanisme asidemia, defisiensi insulin, dan hipertonisitas. intravena diteruskan.
Jika saat masuk kalium pasien normal atau rendah, maka Jika pasien sudah terkontrol regimen insulin tertentu
sesungguhnya terdapat defisiensi kalium yang berat di sebelum mengalami KAD, maka pemberian insulin dapat
tubuh pasien sehingga butuh pemberian kalium yang diberikan ke regimen awal dengan tetap mempertimbang-
adekuat karena terapi insulin akan menurunkan kalium kan kebutuhan insulin pada keadaan terakhir. Pada pasien
lebih lanjut. Monitorjantung perlu dilakukan pada keadaan yang belum pernah mendapat insulin maka pemberian
tersebut agar jangan terjadi aritmia. Untuk mencegah injeksi subkutan terbagi lebih dianjurkan. Jika kebutuhan
hipokalemia maka pemberian kalium sudah dimulai insulin masih tinggi maka regimen basal bolus akan lebih
manakala kadar kalium di sekitar batas atas nilai normal. menyerupai insulin fisiologis dengan risiko hipoglikemia
yang lebih rendah.

BIKARBONAT
KOMPLIKASI
Jika asidosis memang murni karena KAD, maka koreksi
bikarbonat tidak direkomendasikan diberikan rutin, kecuali Komplikasi tersering adalah hipoglikemia, hipokalemia.
Cairan IV Bikarbonat Insulin Kalium

r " 1 1 r
pH S 6.9 pH< 6.9 Rute IV Rute IV

Tentukan status hidrasi


i i (KAD dan SHH) (KAD dan SHH)

Fungsi ginjal adekuat


No 100 mmol dim
(urine output 50ml/jam)
HCO3 400 ml H20
+ 20 mEq
1
Hipovolemi Hipovolemi Syok KCL infus 0.1 U/kgBB 0.15U/kgBB/jam
Berat Ringan Kardiogenik selama 2 jam bolus IV IV drip insulin

Berikan Monitor 0.1 U/kgBB/jam


0.9% NaCI K*<3 mEq/L K>5 mEq/L
hemodinamik IV drip insulin
(1.0 L/jam)

Evaluasi Hentikan insulin, Jangan berikan K*,


Ulangi tiap 2 jam Jika glukosa serum tidak turun
serum Na+ berikan 20-30 mEq/jam tapi cek serum K'
sampai pH ^7. 10% dalam 1 jam pertama, berikan
sampai K' >3 mEq/L tiap 2 jam
Monitor serum K* 0.14 U/kg bolus IV
tiap 2 jam lanjutkan dengan Rx sebelumnya
" 1
Serum Na' Serum Na*
normal rendah KAD SHH
_ J
Jika serum glukosa mencapai K' = 3-5 mEq/L
Jika serum glukosa
200 mg/dL, kurangi infus insulin
mencapai 300 mg/dL,
0.45% NaCI 0.9% NaCI menjadi 0.02-0.05 U/kg/jam IV,
kurangi infus insulin menjadi
(250-500 ml/jam) (250-500 ml/jam) atau berikan rapid acting
0.02-0.05 U/kg/jam IV
tergantung tergantung insulin 0.1 U/kg SC tiap 2 jam.
Jaga serum glukosa diantara
status hidrasi status hidrasi Jaga serum glukosa diantara
200-300 mg/dL
150-200 mg/dL sampai resolusi
sampai pasien sadar
KAD

Periksa elektrolit, pH darah, kreatinin dan glukosa tiap 2-4 jam sampai stabil
Serum glukosa mencapai Setelah resolusi KAD atau SHH dan pasien dapat makan,
200 mg/dL (KAD) atau berikan multidosis SC insulin regimen.
Berikan 20-30 mEq K'
300 mg/dL (SHH) ganti Untuk transfer dari IV ke SC, lanjutkan infus insulin IV
tiap liter cairan IV untuk menjaga
menjadi 5% dextrose selama 1-2 jam setelah insulin SC mencapai
K' serum antara 4-5 mEq/L
dengan 0.45% NaCI level insulin plasma yang adekuat
150-250 ml/jam Pada pasien insulin naiv, mulai dari
0.5 U/kg-0.8 U/kgbb/hari dan sesuaikan kebutuhan insulin.

Gambar 2. Protokol manajemen KAD (Kitabchi 2009)


2380 D I A D C T C S IVIILI I

dan hiperglikennia berulang. Hiperkloremia juga sering PROGNOSIS


didapatkan hanya saja biasanya sementara dan tidak
membutuhkan terapi khusus. Agar jangan terjadi U m u m n y a pasien membaik setelah diberikan insulin
komplikasi tersebut maka diperlukan monitoring yang dan terapi standar lainnya, jika komorbid tidak terlalu
ketat (gula darah diperiksa tiap 1 -2 jam) dan penggunaan berat.Biasanya kematian pada pasien KAD adalah karena
insulin dosis rendah. Harus menjadi catatan bahwa pasien penyakit penyerta berat yang datang pada fase lanjut.
KAD y a n g m e n g a l a m i hipoglikemia seringkali tidak Kematian meningkat seiring dengan meningkatnya usia
menunjukkan gejala hiperadrenergik. dan beratnya penyakit penyerta.
Komplikasi lain yang juga harus menjadi perhatian
adalah kelebihan cairan, termasuk edema paru, sehingga
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan gagal REFERENSI
jantung, pemberian cairan dimodifiksasi sesuai dengan
risiko terjadinya kelebihan cairan. Kitabchi A E , Miles JM, U m p i e r r e z GE, Fisher JN. Hyperglycemic
crises i n a d u l t patients w i t h diabetes. Diabetes Care. 2009;vol
Hal lain yang jarang mendapatkan perhatian adalah 3 2 , N o 7:1335-43.
komplikasi edema serebri, walaupun jarang didapatkan Joint British Diabetes Society Inpatient Care G r o u p . T h e
pada usia d e w a s a . Keadaan ini tetap harus menjadi m a n a g e m e n t of diabetic ketoacidosis i n adult. M a r c h 2010.
W o l f s d o r f J, C r a i g M E , D a n e m a n D , D u n g e r D , E d g e J, L e e W ,
p e r h a t i a n j i k a kita m e n d a p a t k a n pasien KAD y a n g
R o s e n b l o o m , S p e r l i n g M , H a n a s R. Diabetic ketoacidosis i n
kesadarannya tidak membaik dengan terapi standar c h i l d r e n and adolescent w i t h diabetes. Pediatric diabetes.
atau bahkan memburuk. Pada kasus seperti ini evaluasi 2009; 10 9 s u p p l . l 2 ) : 1 1 8 - 3 3 .
neurologis mutlak diperlukan karena m e m b u t u h k a n Trachtenbarg D. Diabetic ketoacidosis. A m e r i c a n F a m i l y Phycisian
2 0 0 5 . V o l 7 1 , N o . 9; 1 7 0 5 - 1 4 .
pengelolaan tambahan. S o e w o n d o P. Ketoasidosis diabetik. In: Sudoyo A W , Setiyohadi
B, A l w i I , S i m a d i b r a t a M , S e t i a t i S. B u k u a j a r i l m u p e n y a k i t
dalam. Edisi IV. Interna Publishing. 2009.1906-11
KitabchiAE, Umpierrez GE, Fisher JN, M u r p h y M B , Stentz FB.
PENCEGAHAN T h i r t y years o f p e r s o n a l e x p e r i e n c e i n h y p e r g l y c e m i c crises:
d i a b e h c ketoacidosis a n d h y p e r g l y c e m i c h y p e r o s m o l a r state.
Edukasi merupakan tulang punggung pencegahan KAD, J C l i n E n d o c r i n o l M e t a b 2008. 93'(5):1541-52.
karena untuk sampai ke keadaan KAD tentu melalui
proses dekompensasi metabolik yang berkepanjangan
dan membutuhkan waktu. Ketosis merupakan keadaan
sebelum terjadinya KAD sehingga jika kita menemukan
di fase ketosis biasanya keadaan klinisnya lebih ringan
dan pengelolaannya lebih mudah. Tabel 2 merupakan
beberapa strategi untuk pencegahan KAD.

Tabel 2. Strategi Pencegahan Ketoasidosis Diabetik


Edukasi paripurna tentang diabetes untuk pasien dan
keluarga
Monitoring gula darah secara terstruktur
Manajemen hari- hari sakit
Memantau keton dan beta-hidroksibutirat
Suplementasi insulin kerja singkat saat dibutuhkan
Diet makanan cair mudah cerna saat sakit
Mengurangi, tetapi bukan menghentikan insulin, saat
pasien tidak makan
Pedoman saat pasien butuh perhatian medis
Pemantauan ketat pada pasien risiko tinggi
Edukasi khusus untuk pasien pengguna pompa insulin
310
KOMA HIPEROSMOLAR
HIPERGLIKEMIK NONKETOTIK
Pradana Soewondo

Ketoasidosis diabetik (KAD) dan koma hiperosmolar dibagi menjadi enam kategori: infeksi, p e n g o b a t a n ,
hiperglikemik non ketotik (HHNK) merupakan komplikasi noncompliance, DM tidak terdiagnosis, penyalahgunaan
akut/emergensi Diebetes Melitus (DM). Sindrom HHNK obat, dan penyakit penyerta (Tabel 2). Infeksi merupakan
ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai penyebab tersering (57.1%). Compliance yang buruk
adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, terhadap pengobatan DM j u g a sering menyebabkan
hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan HHNK (21%).
neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.
Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam
jangka waktu tertentu (beberapa hari sampai beberapa PATOFISIOLOGI
minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus
disertai poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan. Faktor yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis
Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. glukosuria. Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada
Ditinjau dari sudut patofisiologi, HHNK dan KAD kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang
merupakan suatu spektrum dekompensasi metabolik akan semakin memperberat derajat kehilangan air. Pada
pada pasien diabetes; yang berbeda adalah awitan (onset), keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa di
derajat dehidrasi, dan beratnya ketosis. (Tabel 1) atas ambang batas tertentu. Namun demikian, penurunan
volume intravaskular atau penyakit ginjal yang telah ada
sebelumnya akan menurunkan laju filtrasi glomerular,
EPIDEMIOLOGI menyebabkan konsentrasi glukosa meningkat. Hilangnya
air yang lebih banyak dibanding natrium menyebabkan
Data di Amerika menunjukkan bahwa insidens HHNK keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk
sebesar 17,5 per 100.000 penduduk. Insiden ini sedikit lebih menurunkan konsentrasi glukosa darah, terutama jika
tinggi dibanding insiden KAD. HHNK lebih sering ditemukan terdapat resistensi insulin.
pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. HHNK Tidak seperti pasein dengan KAD, pasien HHNK tidak
lebih sering ditemukan pada orang lanjut usia, dengan mengalami ketoasidosis, namun tidak diketahui dengan
rata-rata usia onset pada dekade ketujuh. Angka mortalitas jelas alasannya. Faktor yang diduga ikut berpengaruh
pada kasus HHNK cukup tinggi, sekitar 10-20%. adalah keterbatasan ketogenesis karena keadaan
hiperosmolar, konsentrasi asam lemak bebas yang rendah
untuk ketogenesis, ketersediaan insulin yang cukup untuk
FAKTOR PENCETUS m e n g h a m b a t ketogenesis namun tidak cukup untuk
mencegah hiperglikemia, dan resistensi hati terhadap
HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang glukagon.
m e m p u n y a i penyakit penyerta yang mengakibatkan Tidak tercukupinya kebutuhan insulin menyebabkan
menurunnya asupan makanan.^ Faktor pencetus dapat timbulnya hiperglikemia. Penurunan pemakaian glukosa

2381
2382 DIABETES MILITUS

Tabel 1. Perbandlngan KAD dengan HHNK


KAD HHNK
Varlabel Berat
Ringan Sedang
Kadar Glukosa Plasma (mg/dL) >2S0 >250 >250 >600
Kadar pH arteri 7,25-7,30 7,00-7,24 <7,00 >7,30
Kadar Bikarbonat Serum (mEq/L) 15-18 10-<15 <10 >15
Keton pada Urine atau Serum Positif Positif Positif Sedikit/ negatif
Osmolaritas Serum Efektif (mOsm/kg) Bervariasi Bervariasi Bervariasi >320
Anion gap >10 >12 >12 Bervariasi
Kesadaran Sadar Sadar, drowsy Stupor, koma Stupor, koma
Dikutip dari Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone Jl, et al. Hyperglycemic crises
in diabetes. Diabetes Care 2004;27(suppl1):S95.

Tabel 2. Faktor Pencetus HHNK


Penyakit Penyerta Pengobatan
Infark miokard akut Antagonis kalsium
Tumor yang menghasilkan hormon adrenokortikotropin Obat kemoterapi
Kejadian serebrovaskular Klorpromazin (thorazine) Simetidin (tagamet)
Sindrom cushing Diazoxid (hyperstat)
Hipertermia Glukokortikoid
Hipotermia Loop diuretics
Trombosis mesenterika Olanzapin (zyprexa)
Pankreatitis Fenitoin (dilantin)
Emboli paru Propranolol (Inderal)
Gagal ginjal Diuretik tiazid
Luka bakar berat Nutrisi parenteral total
Tirotoksikosis
Infeksi Noncompliance
Selulitis Penyalahgunaan obat
Infeksi gigi Alkohol
Pneumonia Kokain
Sepsis DM tidak terdiagnosis
Infeksi saluran kemih

Dikutip dari Stoner, Hyperglycemic hyperosmolar state, American Academy of Family Physician, http://www.aafp.
org/afp/20050501 /1723.html

oleh jaringan perifer termasuk oleh sel otot dan sel lemak, konsentrasi protein plasma yang mengikuti hilangnya
ketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai glikogen cairan intravaskular menyebabkan keadaan hiperosmolar
pada otot dan hati, dan stimulasi glukagon pada sel hati Keadaan hiperosmolar ini memicu sekresi hormone anti
untuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin naiknya diuretik. Keadaan hiperosmolar ini j u g a akan memicu
konsentrasi glukosa darah. Pada keadaan dimana insulin timbulnya rasa haus.
tidak mencukupi, maka besarnya kenaikan konsentrasi Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar
glukosa darah juga tergantung dari status hidrasi dan ini jika kehilangan cairan tidak dikompensasi dengan
masukan karbohidrat oral. masukan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan
Hiperglikemia mengakibatkan timbulnya diuresis kemudian hipovolemia. Hipovolemia akan mengakibatkan
osmotik, dan mengakibatkan menurunnya cairan tubuh hipotensi dan nantinya akan menyebabkan gangguan
total. Dalam ruang vaskular, dimana glukoneogenesis dan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan suatu
masukan makanan terus menambah glukosa, kehilangan stadium terakhir dari proses hiperglikemik ini, dimana
cairan akan semakin mengakibatkan hiperglikemia dan telah timbul gangguan elektrolit berat dalam kaitannya
hilangnya volume sirkulasi. Hiperglikemia dan peningkatan dengan hipotensi.
KOMA HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK NONKETOTIK 2383

GEJALA KLINIS pasien mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskular,


pernah ditemukan penyakit akromegali, tirotoksikosis,
Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum dan penyakit Cushing.
diketahui mempunyai DM, dan pasien DM tipe-2 yang Sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain
mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik tiazid, furosemid, manitol, digitalis, reserpin, steroid,
oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang semakin klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin dan
memperberat masalah, misalnya diuretik. haloperidol (neuroleptik).
Keluhan pasien HHNK iaIah: rasa lemah, gangguan Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit
penglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan kardiovaskular, a r i t m i a , p e n d a r a h a n , g a n g g u a n
keluhan mual dan m u n t a h , namun lebih j a r a n g j i k a keseimbangan cairan, pankreatitis, koma hepatik
d i b a n d i n g k a n d e n g a n KAD. K a d a n g , pasien d a t a n g dan operasi.
dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi,
hemiparesis, kejang atau koma.
Pada p e m e r i k s a a n fisik d i t e m u k a n t a n d a - t a n d a PEMERIKSAAN LABORATORIUM
dehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa pipi
yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHNK
dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat adalah konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi
pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu (>600 mg per dL) dan osmolaritas serum yang tinggi (>320
tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi mOsm per kg air [normal=290±5]), dengan pH lebih besar
abdomen, yang membaik setelah rehidrasi adekuat. dari 7.30 dan disertai ketonemia ringan atau tidak. Separuh
Perubahan pada status mental dapat berkisar dari pasien akan menunjukkan asidosis metabolik dengan
disorientasi sampai koma. Derajat gangguan neurologis anion gap yang ringan (10-12). Jika anion gap nya berat
y a n g timbul b e r h u b u n g a n secara langsung d e n g a n (>12), harus dipikirkan diagnosis diferensial asidosis laktat
osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas atau penyebab lain. Muntah dan penggunaan diuretik
serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350 mmol tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang dapat
per kg). Kejang ditemukan pada 2 5 % pasien, dan dapat menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi kalium
berupa kejang umum, lokal, maupun mioklonik. Dapat dapat meningkat atau normal. Konsentrasi kreatinin,
juga terjadi hemiparesis yang bersifat reversibel dengan blood urea nitrogen (BUN), dan hematokrit hampir selalu
koreksi defisit cairan. meningkat. HHNK menyebabkan tubuh banyak kehilangan
Secara klinis HHNK akan sulit dibedakan dengan berbagai macam elektrolit.
KAD terutama bila hasil laboratorium seperti konsentrasi Konsentrasi natrium harus dikoreksi jika konsentrasi
glukosa darah, keton dan analisis gas darah belum ada glukosa darah pasein sangat meningkat. Jenis cairan yang
hasilnya. Berikut di bawah ini adalah beberapa gejala dan diberikan tergantung dari konsentrasi natrium yang sudah
tanda sebagai pegangan: dikoreksi, yang dapat dihitung dengan rumus:
Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari
60 tahun, semakin muda semakin berkurang, dan pada sodium + 165 x (glukosa darah (mg per dL) - 100)

anak belum pernah ditemukan. (mEq/L) 100

• Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM


Misalkan, konsentrasi natrium hasil pemeriksaan 145
atau DM tanpa insulin.
mEq per L (145 mmol per L) dan konsentrasi glukosa
Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 8 5 %
darah 1.100 mg per dL (61.1 mmol per L) maka konsentrasi
natrium koreksi:
Tabel 3. Kehilangan Elektrolit pada HHNK
Elektrolit Hilang 145 + 165 X (1.100 - 100) = 145 + 16,5 = 161,5 mEq/L
Natrium 7 - 1 3 mEq per kg 100
Klorida 3 - 7 mEq per kg
Untuk menghitung osmolaritas serum efektif dapat
Kalium 5 - 1 5 mEq per kg
digunakan rumus:
Fosfat 70 - 140 mmol per kg
Kalsium 50 - 100 mEq per kg
(2 X sodium (mEq per L) + Glukosa darah (mg per dL)
Magnesium 50 - 100 mEq per kg
18
Air 100 - 200 mL per kg
Misalkan, konsentrasi natrium 150 mEq per L (150
Dikutip dari Stoner, Hyperglycemic hyperosmolar state,
American Academy of Family Physician, http://www.aafp.org/ mmol per L), dan konsentrasi glukosa darah 1,100 mg per
afp/20050501/ 1723. html dL. Maka osmolaritas serum efektifnya:
2384 DIABETES MILITUS

(2x150) + 1.100 = 300 + 61 = 361 mOsm/kg akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan
18 m e n g a k i b a t k a n kalium s e r u m masuk ke d a l a m sel.
Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-menerus dan
irama jantung pasien juga harus dimonitor.
PENATALAKSANAAN Jika konsentrasi kalium awal <3.3 mEq per L (3.3
mmol per L), pemberian insulin ditunda dan diberikan
Penatalaksanaannya serupa dengan KAD, hanya cairan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai
y a n g d i b e r i k a n a d a l a h cairan hipotonis ( 1 / 2 N , 2 A ) . tercapai konsentrasi kalium setidaknya 3.3 mEq per L).
Pemantauan konsentrasi glukosa darah harus lebih ketat, Jika konsentrasi kalium lebih besar dari 5.0 mEq per L (5.0
dan pemberian insulin harus lebih cermat dan hati-hati. mmol per L), konsentrasi kalium harus diturunkan sampai
Respons penurunan konsentrasi glukosa darah lebih baik. di bawah 5.0 mEq per L, namun sebaiknya konsentrasi
Walaupun demikian, angka kematian lebih tinggi, karena kalium ini perlu dimonitor tiap dua j a m . Jika konsentrasi
lebih banyak terjadi pada usia lanjut, yang tentu saja lebih awal kalium antara 3.3-5.0 mEq per L, maka 20-30mEq
banyak disertai kelainan organ-organ lainnya. kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena
Penatalaksanaan HHNK memerlukan monitoring ketat yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat)
terhadap kondisi pasien dan responsnya terhadap terapi untuk mempertahankan konsentrasi kalium antara 4.0 mEq
yang diberikan. Pasien-pasien tersebut harus dirawat, dan per L (4.0 mmol per L) dan 5.0 mEq per L.
sebagian besar dari pasien-pasien tersebut sebaiknya
dirawat di ruang rawat intensif atau intermediate. Insulin
Penatalaksanaan HHNK meliputi lima pendekatan: 1). Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya
Rehidrasi intravena agresif; 2). Penggantian elektrolit; 3). pemberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika
Pemberian insulin intravena; 4). Diagnosis dan manajemen insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan
faktor pencetus dan penyakit penyerta; 5). Pencegahan. akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan
perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian.
Cairan Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15U/
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan kgBB secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,1 U/kgBB
HHNK adalah penggantian cairan yang agresif, dimana per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara 250
sebaiknya dimulai dengan mempertimbangkan perkiraan mg per dL (13.9 mmol per L) sampai300 mg per dL. Jika
defisit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per kg, atau konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dL
total rata-rata 9 L). Penggunaan cairan isotonik akan per j a m , dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika
dapat menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik konsentrasi glukosa darah sudah mencapai di bawah 300
mungkin dapat mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena dan
dan potensial menyebabkan kematian dan lisis mielin dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya
difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan I L kesadaran dan keadaan hiperosmolar.
normal saline per j a m . Jika pasiennya mengalami syok
hipovolemik, mungkin dibutuhkan plasma expanders. Jika
pasien dalam keadaan syok kardiogenik, maka diperlukan IDENTIFIKASI DAN MENGATASI FAKTOR
monitor hemodinamik. PENYEBAB
Pada orang dewasa, risiko edema serebri rendah
sedangkan konsekuensi dari terapi yang tidak memadai Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikan
meliputi oklusi vaskular dan peningkatan mortalitas. antibiotik kepada semua pasien yang dicurigai mengalami
Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan infeksi, namun terapi antibiotik dianjurkan sambil
menurun, bahkan sebelum insulin diberikan, dan hal ini m e n u n g g u hasil kultur pada pasien usia lanjut dan
dapat menjadi indikator yang baik akan cukupnya terapi pada pasien dengan hipotensi. Berdasarkan penelitian
cairan yang diberikan. Jika konsentrasi glukosa darah tidak terkini, peningkatan konsentrasi C-reactive protein dan
bisa diturunkan sebesar 75-100 mg per dL per j a m , hal ini interleukin-6 merupakan indikator awal sepsis pada pasien
biasanya menunjukkan penggantian cairan yang kurang dengan HHNK.
atau gangguan ginjal.

Elektrolit KOMPLIKASI TERAPI


Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui
pasti, karena konsentrasi kalium dalam tubuh dapat Komplikasi dari terapi yang tidak adekuat meliputi oklusi
normal atau tinggi. Konsentrasi kalium yang sebenarnya vaskular, infark miokard, low-flow syndrome, disseminated
KOMA HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK NON-KETOTIK 2385

intravascular coagulopathy dan rabdomiolisis. Overhidrasi S o e w o n d o P. Ketoasidosis diabetik. D a l a m : Penatalaksanaan


dapat nnenyebabkan adult respiratory distress syndrome K e d a r u r a t a n d i Bidang I l m u P e n y a k i t D a l a m . Jakarta: Pusat
Informasi d a n Penerbitan Bagian I l m u Penyakit D a l a m Fakultas
dan e d e m a s e r e b r i , y a n g j a r a n g d i t e m u k a n n a m u n K e d o k t e r a n Universitas Indonesia ; 2000.p. 89-96
fatal pada anak-anak dan dewasa muda. Edema serebri Stoner, H y p e r g l y c e m i c h y p e r o s m o l a r state. A m e r i c a n A c a d e m y
ditatalaksana dengan infus mnitol dengan dosis 1-2g/kgBB of F a m i l y Physician, Accessed f r o m : h t t p : / / w w w . a a f p . o r g /
afp/20050501/1723.html. Accessed a t : 20th Januari 2006.
selama 30 menit dan pemberian deksametason intravena.
Trachtenbarg D . Diabetic ketoacidosis. A m F a m Physician. 2005;
Memperlambat koreksi hiperosmolar pada anak-anak, 71 (9):1705-14.
dapat mencegah edema serebri. O s a m a H a m d y . Diabetic ketoacidosis. Accessed f r o m : w w w .
e m e d i c i n e . c o m . Accessed at: 2 0 t h N o v e m b e r 2005. Last
updated: June 13, 2004.
W a s p a d j i S a r w o n o . K e g a w a t a n pada diabetes melitus. D a l a m :
PENCEGAHAN Penatalaksanaan Kedaruratan d i Bidang Ilmu Penyakit
D a l a m . Jakarta: Pusat I n f o r m a s i d a n Penerbitan Bagian I l m u
Penyakit D a l a m Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah
2000.p. 83-8.
perlunya penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan
konsentrasi glukosa darah dan compliance yang tinggi
terhadap pengobatan yang diberikan. Hal lain yang
juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadap
persediaan air. Jika pasein tinggal sendiri, teman atau
a n g g o t a k e l u a r g a t e r d e k a r s e b a i k n y a s e c a r a rutin
menengok pasien untuk memperhatikan adanya
perubahan status mental dan kemudian menghubungi
dokter jika hal tersebut ditemui.
Pada t e m p a t p e r a w a t a n , p e t u g a s y a n g terlibat
dalam perawatan harus diberikan edukasi yang memadai
mengenai tanda dan gejala HHNK dan j u g a edukasi
mengenai pentingnya asupan cairan yang memadai dan
pemantauan yang ketat.

PROGNOSIS

Biasanya buruk, tetapi s e b e n a r n y a kematian pasien


bukan disebabkan oleh sindrom hiperosmolar sendiri
tetapi oleh penyakit yang mendasari atau menyertainya.
Angka kematian berkisar antara 30-50%. Di negara maju
dapat dikatakan penyebab utama lematian adalah infeksi,
usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi.
Di negara maju, angka kematian dapat ditekan menjadi
sekitar 12%.

REFERENSI

Boedisantoso A s m a n . K o m a Hiperosmolar H i p e r g l i k e m i k N o n
Ketohk. Dalam : Sjaifullah Noer M h eta l B u k u Ajar I l m u
P e n y a k i t D a l a m Jilid I . Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit
F K U I , 1996. 627-30.
Delaney M F , Z i s m a n A a n d Kettyle W M . Diabetic ketoacidosis
and hyperglycemic hyperosmolar nonketotic syndrome.
E n d o c r i n o l a n d M e t a b ' c l i n N o r t h A m 2000 ; 29 : 683-705.
K i t a b c h i A E , U m p i e r r e z G E , M u r p h y M B , B a r r e t t EJ, K r e i s b e r g R A ,
M a l o n e Jl, et a l . H y p e r g l y c e m i c crises i n diabetes. Diabetes
C a r e 2 0 0 4 ; 2 7 ( s u p p l 1):S95.
Sagarin M . Hyperosmolar Hyperglycemic nonketotic coma.
Accessed f r o m : w w w . e m e d i c i n e . c o m . Accessed a t : N o v e m b e r
20, 2005. Last updated : January 13, 2005.
311
NEFROPATI DIABETIK
Hendromartono

PENDAHULUAN pasien DM y a n g m e n j a l a n i terapi p e n g g a n t i ginjal


menderita DM tipe 2 dibandingkan DM tipe ^^
Nefropati DM merupakan penyebab utama penyakit ginjal
pada pasien yang mendapat terapi pengganti ginjal dan
terjadi pada 4 0 % dari seluruh pasien DM tipe 1 dan tipe EPIDEMIOLOGI
2. Penyakit ini meningkatkan angka kematian terutama
karena pengaruh kardiovaskular, dan didefinisikan sebagai Nefropati DM merupakan penyebab paling sering terjadinya
peningkatan eksresi albumin urin tanpa adanya gangguan penyakit ginjal tahap akhir yang memerlukan dialisis di
ginjal. Hiperglikemia, peningkatan tekanan darah, dan AS. Insiden nefropati DM di negara ini meningkat secara
faktor genetik merupakan faktor risiko utama timbulnya substansial dalam beberapa tahun terakhir.^ Nefropati
nefropati DM. Peningkatan lipid serum, kebiasaan merokok, diabetik ditandai dengan adanya m i k r o a l b u m i n u r i a .
dan jumlah konsumsi protein juga berperan sebagai faktor Risiko terjadinya nefropati pada mikroalbuminuria 20 kali
risiko. Menjaga kondisi metabolik, mengobati hipertensi, lipat lebih besar dibandingkan dengan normoalbuminuria.
menggunakan obat-obatan dengan efek blockade RAS, Mikroalbuminuria sering telah didapatkan pada saat
dan mengobati dislipidemia merupakan strategi yang diagnosis DM tipe 2 ditegakkan."^
efektif untuk mencegah timbulnya mikroalbuminuria, Penelitian pada orang kulit hitam di Amerika tahun
dalam usaha menghambat progresivitas nefropati dan 1996 mendapatkan bahwa penyandang yang baru di-
mengurangi mortalitas kardiovaskular pada pasien DM diagnosis DM tipe 2 mempunyai angka kejadian makro-
tipe 1 dan tipe 2.^^ albuminuria 3,8% dan mikroalbuminuria sebesar 23,4%,
sedangkan penelitian di India Selatan pada tahun 1998
mendapatkan angka kejadian mikroalbuminuria pada DM
DEFINISI tipe 2 sebesar 36,3%.^ Faktor-faktor yang mempengaruhi-
nya adalah pengendalian konsentrasi glukosa darah,
Nefropati DM ditandai dengan adanya mikroalbuminuria tekanan darah, kolesterol, dan lamanya menyandang
(30mg/hari, atau 20Mg/menit) tanpa adanya gangguan DM.^
ginjal, disertai d e n g a n p e n i n g k a t a n t e k a n a n darah Sitompul R, pada tahun 1991 melaporkan angka
sehingga mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus kejadian mikroalbuminuria pada DM tipe 2 sebesar 6,9-
dan akhirnya menyebabkan gagal ginjal tahap akhir. 31,3% dan makroalbuminuria 4,4-8,6%.' Haryono, pada
Akhir-akhir ini kaitan erat antara nefropati dan penyakit tahun 1992 melaporkan angka kejadian mikroalbuminuria
kardiovaskular telah mengarah kepada inklusi penyakit pada DM tipe 2 sebesar 31,3% dan makroalbuminuria
kardiovaskular dini, risiko kardiovaskular meningkat seiring 4,4%.^ Pada pengamatan selanjutnya, setelah 1,5 tahun
dengan albuminuria. Saat ini nefropati DM merupakan kemudian 4 0 , 4 % penyandang normoalbuminuria ber-
satu-satunya penyebab paling sering terjadinya gagal kembang menjadi mikroalbuminuria, sedangkan pada
ginjal tahap akhir di seluruh dunia dan diketahui sebagai kelompok mikroalbuminuria ternyata 8,4% berkembang
faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskular. menjadi makroalbuminuria. Penelitian di Divisi Ginjal
Pada berbagai negara, termasuk TimurTengah mayoritas Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/ RSUPN

2386
NEFROPATI DIABETIK 2387

Cipto Mangunkusumo tahun 2000-2001 mendapatkan degradasi protein." Pembentukan dan degradasi matriks
bahwa pasien yang baru pertama kali menjalani cuci juga diatur sebagian oleh interaksi sel dengan matriks.^'''^^
darah mempunyai angka kejadian nefropati diabetik Penelitian terbaru membuktikan bahwa patologi ginjal
sebesar 1 5 % . ' yang mengakibatkan perubahan strukturdan fungsi pada
Apabila tidak diobati, 8 0 % dari penderita DM tipe 1 nefropati karena DM tipe 2 sama dengan yang terjadi
dan mikroalbuminuria akan berkembang menjadi overt pada DM tipe 1.^^
nephropathy (proteinuria yang ditandai dengan ekskresi Patologi pada nefropati diabetik ini disebabkan oleh
albumin > 300 mg/hari), sedangkan hanya 20-40% pasien perubahan-perubahan metabolik, hemodinamik, dan
yang menderita DM tipe 2 selama lebih dari 15 tahun intraselular yang kompleks. Pada aspek metabolik, terdapat
akan berkembang menjadi overt nephropathy. Nielsen et pembentukan AGEs sebagai konsekuensi hiper-glikemia
al menjelaskan lebih dari sepuluh tahun yang lalu bahwa dan peningkatan j a l u r reduktase aldosa. Perubahan-
petanda dini dan jelas dari adanya perkembangan penyakit perubahan metabolik ini mengaktifkan berbagai sinyal
adalah meningkatnya tekanan darah sistolik, meskipun intraselular yang rumit, salah satunya menyebabkan
d a l a m kisaran p r e h i p e r t e n s i . D i a n t a r a pasien y a n g penimbunan protein MES di mesangium. Aspek hemo-
menderita DM tipe 1 dengan nefropati dan hipertensi, dinamik diwakili oleh peran vasokonstriktor seperti
50% akan berkembang menjadi penyakit ginjal tahap angiotensin II (ATI!) dari SRA, endotelin (ET) dan nitric oxide
akhir dalam waktu 10 tahun. Mortalitas diantara pasien (NO) yang berperan dalam perkembangan dan perburukan
dialisis dengan DM sekitar 2 2 % lebih tinggi dalam tahun komplikasi mikrovaskular. Namun, SRAjuga memiliki efek
pertama diikuti oleh mulainya terapi dialisis dan 15% lokal non-hemodinamik yang bekerja secara autokrin
lebih tinggi pada 5 tahun pertama dibandingkan dengan dan parakrin di sel-sel ginjal sebagai pemicu proliferasi
pasien tanpa DM.^ sel dan berbagai sitokin lainnya. Pada tahap yang lanjut
akan terlihat adanya fibrosis tubulus interstisialis. Setelah
terjadi ekspansi selama bertahun-tahun, fibrosis mulai
PATOGENESIS berkembang karena pengaruh TGF-p yang merangsang
Manifestasi patologis nefropati diabetik adalah pembuatan kolagen dan fibronektin.
glomerulosklerosis dengan penebalan membran basalis
di glomerulus dan ekspansi mesangial serta peningkatan
penimbunan MES. Perubahan dini yang terjadi pada ginjal GEJALA DAN TANDA
diabetik adalah hiperfiltrasi di glomerulus, hipertrofi
glomerulus, peningkatan ekskresi albumin urin (EAU), Nefropati DM dikategorikan menjadi mikroalbuminuria
peningkatan ketebalan membran basal, ekspansi mesangial dan makroalbuminuria berdasarkan jumlah eksresi albumin
dengan penimbunan protein-protein MES seperti kolagen, urin. Nilai normal yang digunakan berdasarkan/A/r?encon
fibronektin, dan laminin. Nefropati diabetik lanjut ditandai Diabetes Association (waktu tertentu, 24 j a m , dan urin
dengan proteinuria, penurunan fungsi ginjal, penurunan sewaktu) untuk diagnosis mikro dan makro-albuminuria
bersihan kreatinin, g l o m e r u l o s k l e r o s i s , dan fibrosis serta gejala klinis utama untuk tiap-tiap tahap, dijelaskan
interstisial. pada tabel 1.
Penebalan membran basalis dan ekspansi mesangial *Sampel urin s e w a k t u . + Pengukuran proteinuria
dengan peningkatan p e n i m b u n a n MES pertama kali total (>500 mg/24 j a m atau >430 mg/l pada sampel urin
diamati pada penyandang DM tipe 1 {insulin-dependent sewaktu) dapat digunakan untuk mendefinisikan tahap
diabetes mellitus) yang menyebabkan gambaran ini.
g l o m e r u l o s k l e r o s i s . D e r a j a t e k p a n s i m e s a n g i a l ini Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
berhubungan langsung dengan tingkat keparahan risiko munculnya nefropati DM dan penyakit kardiovaskular
proteinuria, hipertensi dan kerusakan ginjal.^° Ekspansi terjadi saat nilai ekskresi albumin urin masih berada dalam
m e s a n g i a l pada g l o m e r u l o s k l e r o s i s d i a b e t i k d a p a t kisaran normoalbuminuria. Progresifitas menjadi mikro
d i a n g g a p sebagai akibat k e t i d a k s e i m b a n g a n antara atau makroalbuminuria lebih sering terjadi pada pasien
produksi protein matriks mesangial dan degradasinya penderita DM tipe 2 dengan dasar ekskresi albumin urin
sehingga terjadi penimbunan protein matriks. Produksi di atas rata-rata (2.5 mg/24 jam).^
protein matriks yang berlebihan dapat disebabkan oleh
hipertensi glomerular, p e m b e n t u k a n sitokin-sitokin
prosklerotik seperti TGF-p, angiotensin II, dan faktor ETIOLOGI
pertumbuhan l a i n n y a . P e n i n g k a t a n konsentrasi glukosa
juga dapat menghambat degradasi protein matriks melalui Penyebab pasti nefropati DM masih belum diketahui,
proses glikosilasi non-enzimatik dan penghambatan jalur namun beberapa teori yang telah dikemukakan
2388 DIABETES MILITUS

Tabel 1.
Tahap Albuminuria cut-off values Clinical characteristics
Mikroalbuminuria 20-199 pg/menit Penurunan dan peningkatan BP nokturnal yang abnormal
30-299 mg/24 jam Peningkatan trigliserida, kolesterol total dan HDL serta asam
lemak jenuh
30-299 mg/g* Peningkatan frekuensi komponen sindrom metabolik
Disfungsi endotelial
Hubungan dengan retinopati DM, amputasi, dan penyakit
kardiovaskular
Peningkatan mortalitas kardiovaskular
GFR stabil
Makroalbuminuria >L200 ^jg/menit Hipertensi
>L300 mg/24 jam Peningkatan trigliserida, kolesterol total, dan LDL
>300 mg/g* Iskemia miokardial asimptomatik
Penurunan GFR progresif
*Sannpel urin sewaktu. + Pengukuran proteinuria total (>:500 mg/24 Jam atau >.430 mg/l pada sampel urin sewaktu) dapat digunakan
untuk mendefinisikan tahap ini.

menyebutkan hiperglikemia (menyebabkan hiperfiltrasi glikasi protein, dan aktivasi enzim protein kinase C (PKC).
dan lesi ginjal), produk glikosilasi lanjutan, dan aktivasi Hipertensi sistemik dan intraglomerular merupakan
sitokin. Terjadinya interaksi faktor-faktor metabolik dan b a g i a n dari a s p e k h e m o d i n a m i k y a n g a n t a r a lain
h e m o d i n a m i k disebabkan oleh penyakit D M . Dalam disebabkan oleh hormon vasoaktif seperti AT II. Interaksi
faktor-faktor metabolik terdapat metabolisme glukosa antara kedua aspek tersebut mengarah pada aktivasi
yang tidak normal yaitu peningkatan jalur poliol, proses sitokin-sitokin intraselular, yang terpenting di antaranya

METABOLIK HEMODINAMIK

GlikosaT
TekananT

AGE PKC Bll

Sitokon Permeabilitas
(TGF-p, VEGF) vaskulart

Ikatan matriks Matriks ekstraseluiart


Ekstraseluiart

Proteinuria

Gambar 1. Skema interaksi antara faktor metabolik dan hemodinamik pada patogenesis nefropati
diabetik.^«
NEFROPATI DIABETIK 2389

adalah TGF-p, dan berakhir pada peninnbunan MES serta glukosa dengan merangsang ekspresi GLUT-1. Kemudian,
peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan aktivasi j a l u r p e n s i n y a l a n ini m e r a n g s a n g e k s p r e s i
proteinuria (Gambar 1).^^ protein MES dan menyebabkan ekspansi mesangium
Perubahan-perubahan fungsional di glomerulus dan glomerular.
sel-sel mesangial terjadi akibat kelainan metabolik pada Keadaan hiperglikemia dapat membangkitkan
DM, terutama pada jalur sinyal yang dipicu oleh adanya reactive oxygen species (ROS) yang dapat mengaktivasi
glukosa. Pertama-tama, glukosa diangkut ke dalam sel berbagai kaskade peristiwa (Gambar 2).^° Salah satu
melalui reseptor GLUT-1 dan terutama dimetabolisme kaskade adalah aktivasi TGF-p dari bentuk latennya
melalui j a l u r glikolitik. N a m u n , j i k a terdapat dalam melalui pembentukan AGEs ekstraselular dan interaksi
j u m l a h berlebihan, glukosa j u g a akan dimetabolisme TGF-p aktif dengan reseptornya. ROS yang dihasilkan
oleh berbagai jalur pensinyalan lain, yaitu jalur poliol, intraselular dari metabolisme glukosa dan ikatan AGE
diasilgliserol (DAG) dan heksoamin yang terdapat di dengan reseptornya (RAGE) memicu aktivasi PKC dan
sel-sel mesangial. jalur MAPK. Kombinasi tersebut memicu faktor-faktor
Peningkatan pembentukan DAG denovo menyebabkan transkripsi seperti N F - K B , fos dan jun (AP-1), dan lainnya.
peningkatan aktivasi PKC dan mitogen-activated protein Faktor-faktor transkripsi ini bersama-sama dengan famili
kinase (MAPK). Selain itu, glukosa juga diubah menjadi protein Smad (yang diaktifkan oleh TGF-p dan reseptor
sorbitol oleh reduktase a l d o s a (AR) dan k e m u d i a n TGF-P) mengatur transkripsi berbagai gen, termasuk
menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase (SDH). Jalur angiotensinogen. Kemudian angiotensinogen merangsang
biosintetik heksosamin muncul dari glikolisis fruktosa-6- terbentuknya ROS dan ekspresi TGF-p. Induksi protein-
fosfat (F-6-P) dengan bantuan enzim glutamin-fructos-6- protein MES membutuhkan aktivasi TGF-p dan sitokin
phosphate-aminotransferase (GFAT). Aktivasi PKC-MAPK prosklerotik lain yaitu connective tissue growth factor
dapat merangsang gen-gen tertentu seperti gen TGF-p. (CTGF). Pembentukan CTGF di sel-sel ginjal juga dipicu
Aktivasi TGF-p selanjutnya akan merangsang ambilan oleh keadaan hiperglikemia, AGEs, dan ROS melalui

Gambar 2. Model mekanisme hiperglikemia memicu akumulasi protein matriks ekstraselular oleh sel-sel mesangial.'
2390 DIABETES MILITUS

aktivasi TGF-p. CTGF m e r u p a k a n salah satu produk Episode singkat hiperglikemia, infeksi saluran kemih,
TGF-p pada sel-sel mesangial.^^ Induksi CTGF oleh TGF-p hipertensi, gagal jantung, dan demam febril akut, dapat
tampaknya tergantung oleh PKC dan MAPK.^^ Bersama- m e n y e b a b k a n p e n i n g k a t a n t r a n s i e n pada e k s k r e s i
sama dengan TGF-p, CTGF merupakan mediator penting albumin urin. Jika tes mikroalbuminuria tidak tersedia,
dalam merangsang ekspresi protein MES. maka skrining dengan reagen tablet atau dipstick dapat
dilakukan, karena memiliki sensitivitas 9 5 % dan spesifisitas
9 3 % apabila dikerjakan oleh petugas yang terlatih. Karena
SKRINING DAN DIAGNOSIS strip reagen hanya menunjukkan konsentrasi dan tidak
mengkoreksi kreatinin seperti halnya albumin urin sewaktu
Pengenalan awal terhadap adanya perubahan pada ginjal terhadap rasio albumin-kreatinin, strip ini sangat rentan
meningkatkan kesempatan untuk mencegah terjadinya terhadap adanya kesalahan akibat perubahan konsentrasi
progresi dari nefropati insipien menjadi overt. Suatu urin. Seluruh hasil tes yang positif berdasarkan strip atau
tes untuk mengetahui adanya mikroalbuminuria harus tablet reagen harus dikonfirmasi menggunakan metode
dilakukan pada saat diagnosis pasien DM tipe 2. Mikro- yang lebih spesifik. Selain itu, terdapat variasi ekskresi
albuminuria jarang terjadi dalam waktu singkat pada pasien albumin per hari yang signifikan, sehingga pengumpulan
DM tipe 1; oleh karena itu, skrining pada penderita DM sampel sebanyak dua dari tiga kali dalam periode 3-6
tipe 1 harus dimulai setelah 5 tahun diagnosis. Beberapa bulan harusnya dapat menunjukkan peningkatan kadar
penelitian m e n g a t a k a n bahwa d i a b e t e s pada masa albumin sebelum mendiagnosis mikroalbuminuria pada
prepubertas mungkin berperan penting pada munculnya pasien. Algoritma skrining mikroalbuminuria dapat dilihat
komplikasi mikrovaskular; oleh karena itu, penilaian klinis pada gambar 3.
berperan penting dalam menegakkan diagnosis. Akibat Pemeriksaan mikroalbuminuria per tahun tidak begitu
adanya kesulitan dalam menentukan kapan onset DM jelas setelah ditegakkannya diagnosis mikroalbuminuria
tipe 2, skrining harus dimulai saat tegaknya diagnosis. dan pemberian terapi ACE/ARB serta kontrol tekanan darah.
Setelah skrining awal dan tidak adanya tanda-tanda Banyak ahli menyarankan pemantauan berkelanjutan untuk
mikroalbuminuria s e b e l u m n y a , tes mikroalbuminuria menilai baik respons terhadap terapi dan perkembangan
harus dilakukan setiap tahun. Skrining mikroalbuminuria penyakit. Sebagai tambahan terhadap penilaian ekskresi
dapat dilakukan melalui 3 metode, yaitu pengukuran rasio albumin urin, penilaian fungsi glomerulus juga penting
albumin-kreatinin pada sampel urin sewaktu, sampel urin untuk pasien dengan nefropati DM.^^
24 j a m dengan kreatinin (pengukuran secara bersamaan
dengan klirens kreatinin), dan sampel berdasarkan waktu
(4 j a m atau overr)ight). PENATALAKSANAAN
Metode pertama merupakan metode yang paling
mudah dilakukan dan bersifat informatif sehingga lebih S e t e l a h d i t e g a k k a n d i a g n o s i s mikro a t a u m a k r o -
sering diterapkan; sampel urin pagi hah sangat baik karena albuminuria, pasien harus menjalani evaluasi lengkap
adanya variasi diurnal ekskresi albumin, tapi jika waktu t e r m a s u k p e m e r i k s a a n untuk faktor p e n y e b a b lain,
ini tidak bisa digunakan, kesamaan waktu pengumpulan penilaian fungsi ginjal, dan ada/tidaknya h u b u n g a n
sampel yang berbeda pada individu yang sama harus dengan faktor komorbid lainnya.
diterapkan. Uji spesifik harus dilakukan untuk mendeteksi Diagnosis banding biasanya muncul berdasarkan
adanya mikroalbuminuria karena standar uji laboratorium r i w a y a t p e n y a k i t , p e m e r i k s a a n fisik, hasil lab, dan
rumah sakit untuk protein urin tidak cukup sensitif untuk gambaran ginjal. Diagnosis nefropati DM sangat mudah
mengukur level tersebut. Mikroalbuminuria dianggap ditegakkan pada pasien DM tipe 1 dengan durasi sakit
positif bila ditemukan ekskresi albumin urin senilai >.30 yang sudah lama (> 10 tahun), terutama apabila ditemukan
mg/24 j a m (sama dengan 20 ng/menit pada sampel pula adanya retinopati. Nefropati DM juga muncul pada
berdasarkan waktu atau 30 mg/g kreatinin pada sampel pasien DM tipe 2 dengan proteinuria dan retinopati.
sewaktu) (Tabel 2 ) . " Namun, terkadang sulit untuk mendiagnosis nefropati

Tabel 1. Deteksi Albuminuria


Sampel sewaktu Sampel 24 jam Sampel berdasar waktu
^ (pg/mg kreatinin) (mg/24 jam) (pg/mnt)
Normal <30 <30 <30
Mikroalbuminuria 30-299 30-299 20-199
Makroalbuminuria >300 >300 >200
NEFROPATI DIABETIK 2391

Tes Mikroalbuminuria

Albumin (+)

Ya

Tidak Kondisi lain Tidak


penyebab albuminuria

Ya

Tidak Obati atau tunggu hingga membaik.


Ulangi tes. Protein +/-

Ya

Ulangi tes mikroalbuminuria 2 x


dalam periode 3-6 bulan

Skrining ulang Tidak 2 dari 3 tes


setelah 1 tahun menunjukkan hasil (+)

Ya

Mikroalbuminuria,
mulai terapi

Gambar 3. Skrining untuk mikroalbuminuria^^

DM pada pasien DM tipe 2 karena onset diabetes tidak nefropati D M . Adanya risiko penyakit kardiovaskular
diketahui pasti dan tidak ditemukan retinopati pada sekitar yang tinggi pada pasien nefropati DM mengharuskan
28% pasien DM tipe 2. dilakukannya pemeriksaan rutin untuk memeriksa ada/
GFR merupakan parameter terbaik dalam menilai tidaknya penyakit jantung koroner, tanpa adanya gejala
fungsi ginjal dan harus diukur atau diperkirakan pada jantung. Komplikasi aterosklerotik lainnya seperti penyakit
pasien diabetes dengan mikro dan makroalbuminuria. Pada karotis, penyakit arteri perifer, dan stenosis arteri ginjal
pasien mikroalbuminuria, GFR tetap pada keadaan stabil, harus dinilai.
namun beberapa pasien menunjukkan adanya penurunan Tujuan dari terapi adalah untuk mencegah
kadar GFR yang cepat. Pada pasien DM tipe 1 dengan perkembangan dari mikro menjadi makroalbuminuria,
mikroalbuminuria yang tidak diterapi, GFR menurun sekitar mencegah penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan
1.2 ml/menit/bulan. Pada pasien DM tipe 2, penurunan makroalbuminuria, dan munculnya kejadian kardiovaskular
GFR lebih bervariasi. Suatu penelitian melaporkan bahwa Strategi dan target terapi dijelaskan dalam tabel 3.^
rata-rata penurunan GFR sebesar ~ 0.5 ml/menit/bulan,
meskipun pada beberapa pasien GFR tetap stabil untuk
jangka waktu lama. Pasien dengan penurunan GFR yang KONTROL GULA DARAH KETAT
cepat biasanya mengalami glomerulopati lanjut dan
kontrol metabolik yang buruk. Efek dari kontrol gula darah ketat pada perkembangan
Retinopati sangat penting untuk diperiksa karena mikro menjadi makroalbuminuria dan penurunan fungsi
sering muncul pada nefropati DM dan merupakan salah ginjal pada pasien makroalbuminuria masih kontroversial.
satu petunjuk untuk diagnosis nefropati D M . Suatu Pada studi DCCT, kontrol gula darah ketat tidak menurun-
penelitian terhadap pasien DM tipe 2 menunjukkan bahwa kan angka progresivitas menjadi makroalbuminuria pada
retinopati DM merupakan petanda adanya perkembangan pasien DM tipe 1 yang sudah mengalami mikroalbuminuria
2392 DIABETES MILITUS

Tabel 3. Strategi dan Target Terapi^


Target
Terapi
Mikroalbuminuria Makroalbuminuria
ACE inhibitor dan/atau ARB dan diet Penurunan albuminuria atau kembali Proteinuria seminimal mungkin atau
rendah protein (0.6- 0.8 g/kgBB/hari menjadi normoalbuminuria <0.5 g/24jam
Stabilisasi GFR Penurunan GFR <2ml/menit/tahun
Obat-obatan antihipertensi Tekanan darah < 130/80 atau 125/75 mmHgt
Kontrol glukosa ketat A l e < 7%
Statin Kolesterol LDL < 100 mg/dl*
Asam asetil salisilat Pencegahan trombosis
Hindari merokok Pencegahan perkembangan aterosklerosis
Diet rendah protein: Efikasinya belum terbukti pada pasien mikroalbuminuria. +Target: 125/75 mmHg dengan peningkatan kreatinin
serum dan proteinuria >1.0 g/24jam. tKolesterol LDL <70 mg/dl dan adanya penyakit kardiovaskular

pada awal studi. Pada pasien DM tipe 2, sangat sedikit menurunkan makroalbuminuria menjadi mikroalbuminuria
p e n e l i t i a n y a n g m e n g a n a l i s a p e r a n a n kontrol gula pada pasien DM tipe 2.
darah pada progresivitas nefropati DM. Pada studi yang Meskipun belum ada penelitian yang membandingkan
dilakukan oleh K u m a m o t o , penurunan progresivitas antara efek ACE-inhibitor dan ARB pada progresivitas
tersebut dinilai melalui suatu terapi intensif. Meskipun efek mikroalbuminuria menjadi overt nefropati, kedua jenis obat-
dari kontrol gula darah ketat pada progresivitas nefropati obatan tersebut terbukti dapat mengurangi albuminuria.
DM masih belum jelas, namun tetap harus dilakukan pada Oleh karena itu, penggunaan ACE-inhibitor atau ARB
seluruh pasien. direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk pasien
Beberapa obat-obatan antihiperglikemik sangat DM tipe 1 dan tipe 2 dengan mikroalbuminuria meskipun
berguna. Rosiglitazone, jika dibandingkan dengan mereka normotensif.
glyburide, memiliki k e m a m p u a n untuk m e n u r u n k a n
ekskresi albumin urin pada pasien DM tipe 2. Beberapa
obat-obatan sebaiknya tidak digunakan pada pasien INTERVENSI DIET'
dengan penurunan fungsi ginjal. Oleh karena itu,
kebanyakan pasien DM tipe 2 dengan nefropati harus Pada suatu penelitian diperoleh bahwa mengganti daging
diterapi menggunakan insulin. dengan ayam dapat mengurangi ekskresi albumin urin
hingga 4 6 % dan menurunkan kolesterol total, kolesterol
LDL, dan apolipoprotein B pada pasien DM tipe 2 dengan
TERAPI INTENSIF TEKANAN DARAH DAN mikroalbuminuria. Hal ini mungkin berkaitan dengan
BLOKADE RAS rendahnya jumlah lemak jenuh dan tingginya asam lemak
t a k j e n u h pada daging ayam jika dibandingkan dengan
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa penanganan daging sapi. Efek m e n g u n t u n g k a n dari asam lemak
hipertensi pada pasien DM tipe 1 dan tipe 2 dengan t a k j e n u h pada fungsi endotel juga dapat menurunkan
mikroalbuminuria m e m b a w a efek baik. Blokade RAS ekskresi albumin urin. Diet protein dengan ayam sebagai
dengan obat-obatan ACE- inhibitor atau ARB memberi satu-satunya sumber daging dapat dijadikan strategi
keuntungan pada fungsi ginjal. Efek renoprotektif tersebut t a m b a h a n u n t u k t e r a p i p a s i e n DM t i p e 2 d e n g a n
tidak berhubungan dengan penurunan tekanan darah mikroalbuminuria. Suatu metaanalisis dari 5 penelitian
dan mungkin berkaitan d e n g a n penurunan t e k a n a n yang melibatkan total 108 pasien, diet dengan restriksi
intraglomerular dan lewatnya protein melalui tubulus protein dapat memperlambat progresivitas nefropati
proksimal. Obat-obatan ini menurunkan ekskresi albumin DM pada pasien DM tipe 1. Penelitian terbaru pada 82
urin dan laju progresivitas mikroalbuminuria menjadi tahap pasien DM tipe 1 dengan nefropati DM yang progresif
nefropati DM yang lebih lanjut. Suatu metaanalisis dari menunjukkan bahwa diet rendah protein (0.9 g/kgBB/
12 penelitian yang melibatkan 698 orang pasien DM tipe hari) menurunkan risiko gagal ginjal tahap akhir atau
1 nonhipertensif dengan mikroalbuminuria menunjuk- kematian hingga 76%, meskipun tidak berpengaruh pada
kan bahwa terapi dengan ACE-inhibitor menurunkan penurunan GFR. Mekanisme penurunan progresivitas
risiko progresivitas menjadi makroalbuminuria sebesar nefropati DM melalui diet rendah protein masih belum
6 0 % dan meningkatkan kemungkinan regresi menjadi diketahui, namun mungkin berkaitan dengan membaiknya
normoalbuminuria. Obat-obatan ARB juga efektif dalam profil lipid dan/atau hemodinamik glomerulus.
NEFROPATI DIABETIK 2393

DISLIPIDEMIA darah dengan target H b A l c 7% dapat menurunkan angka


komplikasi mikrovaskular secara keseluruhan (retinopati
Target kolesterol LDL sekitar < 100 mg/dl untuk pasien DM dan nefropati) hingga 2 5 % tanpa m e m p e r h i t u n g k a n
secara umum dan <70 mg/dl untuk pasien DM dengan bagaimana mencapai keadaan normoglikemia.
risiko kardiovaskular. Efek penurunan lipid oleh obat-
obatan antilipemik pada progresivitas nefropati DM masih
belum diketahui. Sejauh ini, belum ada penelitian yang P E N C E G A H A N PROGRESIVITAS
menganalisa apakah terapi dislipidemia dapat mencegah
perkembangan nefropati DM atau mencegah penurunan Untuk mencegah progresivitas mikroalbuminuria atau
fungsi ginjal. Meskipun demikian, terdapat beberapa proteinuria, perlu dilakukan usaha yang terintegrasi
bukti yang menyatakan bahwa terapi dislipidemia dapat meliputi kontrol tekanan darah melalui terapi farmakologi
menjaga kestabilan GFR dan menurunkan proteinuria dengan blokade RAS oleh ACE-inhibitor atau ARB, kontol
pada pasien DM. glikemik yang intensif, berhenti merokok, penurunan BB
jika diperlukan, dan restriksi prptein. Penurunan GFR secara
signifikan berkurang pada pasien DM tipe 2 yang men-
INTERVENSI MULTIFAKTORIAL dapat terapi seperti yang telah disebutkan di atas.^"*

Intervensi multifaktorial terdiri atas pelaksanaan beberapa


langkah seperti perubahan gaya hidup, terapi farmakologis, REFERENSI
diet rendah lemak, program olahraga ringan 3-5 kali
seminggu, program berhenti merokok, dan penggunaan 1. G r o s s JL, D e A z e v e d o M J , S i l v e i r o SP. D i a b e t i c n e p h r o p a t h y :
diagnosis, prevention, a n d treatment. Diabetes Care, V o l u m e
ACE-inhibitor atau A R B dan a s p i r i n . Melalui terapi
28, N u m b e r 1 , January 2005.
tersebut dapat dicapai penurunan risiko terjadinya makro- 2. Obineche E N , A d e m A . U p d a t e i n diabetic n e p h r o p a t h y . I n t
albuminuria hingga 6 1 % dan penurunan risiko retinopati J Diabetes & M e t a b o l i s m (2005) 1 3 : 1 - 9 .
serta neuropati autonom sebesar 58 dan 63%.^ 3. Kovacs GL. Diabetic nephropathy. Diabetic N e p h r o p a t h y -
eJIFCC 20/012009. D i u n d u h dari h t t p : / / w w w . i f c c . o r g pada
tanggal 30 N o v e m b e r 2011.
4. Molitch M E , DeFronzo RA, Frans MJ, Keane W F , Mogensen
PENCEGAHAN CE, P a r v i n g H H . Diabetic nephropathy. Diabetes Care.
2003;26 S u p p l l:S94-8.
5. Varghese A , Deepa R, Rema M , M o h a n V . Prevalence o f
Pencegahan Onset m i c r o a l b u m i n u r i a i n t y p e 2 diabetes m e l l i t u s a t a diabetes
centre i n s o u t h e r n India. Postgrad M e d ] . 2001;77:399-402.
Suatu konsensus dan American Diabetes Association (ADA)
6. Kohler KA, McCellan W M , Ziemer D C ,Kleinbaum D G ,
telah dibuat sebagai rekomendasi untuk pencegahan B o r i n g JR. Risk factors for m i c r o a l b u m i n u r i a i n black
progresivitas nefropati DM. Tabel 4 memberikan rangkuman A m e r i c a n s w i t h n e w l y diagnosed type 2 diabetes. A m J
informasi yang diperlukan mengenai pencegahan tersebut. K i d n e y Dis. 2000;36(5):903-13.
7. S i t o m p u l R. A l b u m i n u r i a pada penderita N I D D M d a n
Suatu penelitian oleh Kumamoto menyebutkan bahwa h u b u n g a n n y a dengan berbagai keadaan klinis. Jakarta:
terapi intensifikasi insulin dapat mencegah onset dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1991.
progresivitas komplikasi mikrovaskular DM termasuk 8. Hariyono. Mikroalbuminuria pada N I D D M : Faktor-faktor
y a n g m e m p e n g a r u h i p e r k e m b a n g a n n y a . Jakarta: Fakultas
nefropati pada pasien DM tipe 2. Sama halnya dengan
K e d o k t e r a n Universitas Indonesia; 1994.
UKPDS yang menemukan bahwa kontol ketat terhadap gula 9. L y d i a A , Siregar P, Prodjosudjadi W . T h e one-year profile
of n e w hemodialysis patients i nCipto M a n g u n k u s u m o
Hospital, Jakarta. D i v i s i Ginjal Hipertensi, D e p a r t e m e n
Tabel 4. Pencegahan Onset Nefropati DM^^ Penyakit D a l a m , F K U I / R S C M , Jakarta; 2001
10. D a n n e T , S p i r o MJ, a n d Spiro R G . Effect of h i g h glucose o n
• Mencapai TD normal serendah mungkin yang bisa
type I V collagen production by cultured glomerular epithelial
ditoleransi dengan ACE-inhibitor atau ARB cells, e n d o t h e l i a l a n d m e s a n g i a l . Diabetes. 1993;42:170-7.
• R e s t r i k s i g a r a m (< 6 g / h a r i ) , i n t a k e p r o t e i n 11. Steffes M W , Bilous R W , S u t h e r l a n d D E R , a n d M a u e r S M .
direkomendasikan sebesar 0.8 to 1.0 g/kgBB Cell and matrix components of the glomerular mesangium
• Kontrol hiperglikemia (target HbAlc < 7.0) i n t y p e I diabetes. Diabetes. 1992;41:679-84.
• Berhenti merokok 12. W h i t e K E , Bilous R W . T y p e 2 diabetic patients w i t h
• Penggunaan statin nephropathy show structural-functional relationships that
are s i m i l a r t o t y p e I disease. J A m Soc N e p h r o l . 2000;11:1667-
• Penurunan BB (jika gemuk), olahraga aerobik ringan
73.
secara teratur 13. Schrijvers BF, De Vriese AS, Flyvbjerg A. F r o m hyperglicemia
• Hindari penggunaan analgesik minor to diabetic k i d n e y disease: the role at metabolic, h e m o d y n a m i c ,
• Hindari penggunaan obat-obatan nefrotoksik (media intrasellular factors a n d g r o w t h factors/cytokines. E n d o r c
kontras, antibiotik, nonsteroid) Rev. 2004;25:971-1010.
14. C o o p e r M a r k E . P a t h o g e n e s i s , p r e v e n t i o n , a n d t r e a t m e n t of
2394 DIABETES MILITUS

diabetic n e p h r o p a t h y . T h e Lancet. 1998;352:213-19.


15. H a n e d a M , K o y a D , I s o n o M , K i k k a w a R. O v e r v i e w o f g l u c o s e
s i g n a l i n g i n m e s a n g i a l cells i n diabetic n e p h r o p a t h y . J A m
Soc N e p h r o l . 2003;14:1374-82.
16. M a s o n R M , W a h a b N A . Extrasellular m a t r i x m e t a b o l i s m i n
diabetic n e p h r o p a t h y . J A m Soc N e p h r o l . 2003;14:1358-73.
17. B l o m I , D i j k V a n , w'ieten L , D u r a n K , I t o Y , K l e j i L , et al. I n
vitro evidence for differential i n v o l v e m e n t of C G T F , TGFbeta,
and P D G G - B B i n mesangial response to injury. N e p h r o l Dial
T r a n s p l a n t . 2001;16:1139-48.
18. C h e n Y , B l o m I E , S a S, G o l d s c h m e d i n g R , A b r a h a m D J ,
L e a s k A . C T G F e x p r e s s i o n i n m e s a n g i a l cells: i n f o l v e m e n t o f
S M A D s , M A P kinase a n d P K C . K i d n e y Int. 2002;62:1149-59.
1 9 . A n d e r s o n A R , C h r i s t i a n s e n JS, A n d e r s o n JK, e t a l . D i a b e t i c
n e p h r o p a t h y i n type 1 (insulin-dependent) diabetes: a n
epidemiological study. Diabetologia. 1983;25:496-501.
20. K r o l e w s k i A R , W a r r a m J H , C h r i e s t l i e b A R , et a l . T h e c h a n g i n g
n a t u r a l h i s t o r y of n e p h r o p a t h y i n type I diabetes. A m e r i c a n
Journal of M e d i c i n e . 1985;78:785-93.
2 1 . R i p p i n D . J o n a t h a n , P a t e l A s h o k , B a i n C . S t e p h e n . G e n e t i c of
diabetic n e p h r o p h a t y . Best Practice & Research C l i n i c a l a n d
M e t a b o l i s m . 2001;15:pp.345-58.
2 2 . S e a q u i s t R W , G o e t z F C , R i c h S , a n d B a r b o s a J. F a m i l i a l
clustering o f diabetic k i d n e y disease. Evidence f o r genetic
susceptibility t o diabetic nephropathy. N Engl J M e d .
1989;320:1161-5.
23. A m e r i c a n Diabetes Association. N e p h r o p a t h y i n diabetes.
Diabetes Care, V o l u m e 27, S u p p l e m e n t 1 , January 2004.
24. W o l f G , R i t z E . Diabetic n e p h r o p a t h y i n t y p e 2 diabetes
p r e v e n t i o n a n d p a t i e n t m a n a g e m e n t . J A m Soc N e p h r o l 14:
1396-1405, 2003
312
NEUROPATI DIABETIK
Imam Subekti

PENDAHULUAN tidak mengurangi keluhan, sehingga kualitas hidup dapat


diperbaiki.
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi Dengan demikian, memahami mekanisme terjadinya
kronis paling sering ditemukan pada diabetes melitus (DM). ND dan faktor-faktor yang berperan, merupakan landasan
Risiko yang dihadapi pasien DM dengan ND antara lain penting dalam pengelolaan dan pencegahan ND yang
iaIah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh lebih rasional.
dan amputasi jari/ kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan
b e r t a m b a h n y a angka kesakitan dan kematian, y a n g
berakibat pada meningkatnya biaya pengobatan pasien DEFINISI
DM dengan ND.^-^
Hingga saat ini patogenesis ND belum seluruhnya Dalam konferensi neuropati perifer pada bulan Februari
diketahui dengan jelas. Namun demikian dianggap bahwa 1988 di San Antonio, disebutkan bahwa ND adalah istilah
hiperglikemia persisten merupakan faktor primer. Faktor deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinis
metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus
terhadap terjadinya ND, tetapi beberapa teori lain yang tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Gangguan
diterima iaIah teori vaskular, autoimun dan nerve growth neuropati ini termasuk manifestasi somatik dan atau
factor.^ Studi prospektif oleh Solomon dkk, menyebutkan otonom dari sistem saraf perifer.*
bahwa selain peran kendali glikemik, kejadian neuropati
j u g a berhubungan dengan risiko kardiovaskular yang
potensial masih dapat dimodifikasi.'' PREVALENSI
Manifestasi ND bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa
keluhan dan hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan Berbagai studi melaporkan prevalensi N D y a n g bervariasi.
elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa B e r g a n t u n g pada batasan definisi y a n g d i g u n a k a n ,
j u g a keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau kriteria diagnostik, metode seleksi pasien dan populasi
sistemik, yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis yang diteliti, prevalensi ND berkisar dari 12-50%. Angka
saraf yang terkena lesi.* kejadian dan derajat keparahan ND juga bervariasi sesuai
M e n g i n g a t terjadinya ND m e r u p a k a n rangkaian dengan usia, lama menderita DM, kendali glikemik, juga
proses yang dinamis dan bergantung pada banyak faktor, fluktuasi kadar glukosa darah sejak diketahui DM. Pada
maka pengelolaan atau pencegahan ND pada dasarnya suatu penelitian besar, neuropati simtomatis ditemukan
merupakan bagian dari pengelolaan diabetes secara pada 28,5% dari 6.500 pasien DM. Pada studi Rochester,
keseluruhan. Untuk mencegah agar ND tidak berkembang walau-pun neuropati simtomatis ditemukan hanya
menjadi ulkus diabetik seperti ulkus atau gangren pada pada 13% pasien DM, ternyata lebih dari setengahnya
kaki, diperlukan berbagai upaya khususnya pemahaman ditemukan neuropati dengan pemeriksaan klinis.^ Studi
pentingnya perawatan kaki. Bila ND disertai dengan nyeri, lain melaporkan kelainan kecepatan hantar saraf sudah
dapat diberikan berbagai jenis obat-obatan sesuai tipe didapati pada 15,2% pasien DM baru, sementara tanda
nyerinya, dengan harapan menghilangkan atau paling klinis neuropati hanya dijumpai pada 2,3%.^
2396 DIABETES MILITUS

PATOGENESIS Kelainan Vaskular^ '*


Penelitian m e m b u k t i k a n b a h w a h i p e r g l i k e m i a j u g a
Proses kejadian ND b e r a w a l d a r i hiperglikennia mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular.
berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal
aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS).
products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan
protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut ber- menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi
ujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut
ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dapat melalui penebalan membrana basalis; trombosis
dalam sel terjadilah ND. Berbagai penelitian membuktikan pada arteriol intraneural; peningkatan agregasi trombosit
bahwa kejadian ND berhubungan sangat kuat dengan dan berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnya
lama dan beratnya DM. aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular;
stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf
Faktor Metabollk^^ akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh
Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia yang kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan modifikasi
berkepanjangan. Hiperglikemia persisten menyebabkan faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang
aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.
aldose-reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol,
yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol dehidroge- Mekanisme Imun^
nase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa Suatu penelitian m e n u n j u k k a n bahwa 2 2 % dari 120
dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang penyandang DM tipe 1 memiliki complement fixing a ntisciatic
belum jelas. Salah satu kemungkinan-nya iaIah akibat nerve antibodies dan 2 5 % DM tipe 2 memperlihatkan
akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan hasil yang positip. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi
hipertonik intraselular sehingga mengakibatkan edem tersebut berperan pada patogenesis ND. Bukti lain yang
saraf Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terhambatnya menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenik
mioinositol masuk ke dalam sel saraf Penurunan mioinosi- ND adalah adanya antineural antibodies pada serum
tol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan sebagian penyandang DM. Autoantibodi yang beredar
stres osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik
menstimulasi protein kinase C {PKQ. Aktivasi PKC ini akan dan sensorik yang bisa dideteksi dengan imunofloresens
menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intra- indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibodi
selular menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya dan komplemen pada berbagai komponen saraf suralis
mioinositol masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi memperlihatkan kemungkinan peran proses imun pada
gangguan transduksi sinyal pada saraf. patogenesis ND.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya
p e r s e d i a a n NADPH saraf y a n g m e r u p a k a n kofaktor Peran nerve growth factor {NGF)^
penting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahan-
merupakan kofaktor penting untuk glutathion dan nitric kan pertumbuhan saraf. Pada penyandang diabetes, kadar
oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan
membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal derajat neuropati. NGF j u g a berperan dalam regulasi
bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO). gen substance P dan calcitonin-gen-regulated peptide
Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, {CGRP). Peptida ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi,
hiperglikemia berkepanjangan akan menyebabkan motilitas intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya itu
terbentuk-nya advance glycosilation end products (AGEs). mengalami gangguan pada ND.
AGEs ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh,
t e r m a s u k sel saraf. Dengan t e r b e n t u k n y a AGEs dan
sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang KLASIFIKASI
berakibat vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf
menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel Neuropati diabetik merupakan kelainan yang heterogen,
saraf, terjadilah ND. Kerusakan aksonal metabolik awal sehingga ditemukan berbagai ragam klasifikasi. Secara
masih dapat kembali pulih dengan kendali glikemik yang umum ND yang dikemukakan bergantung pada 2 hal,
optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut pertama, menurut perjalanan penyakitnya (lama menderita
menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural DM) dan kedua, menurut jenis serabut saraf yang terkena
akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi. lesi.
NEUROPATI DIABETIK 2397

1. Menurut perjalanan penyakitnya, ND dibagi menjadi:" Pada evaluasi t a h u n a n , perlu d i l a k u k a n p e n g k a j i a n


Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala yang terhadap:"
muncul sebagai akibat perubahan biokimiawi. 1. Refleks motorik
Pada fase ini belum ada kelainan patologik 2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi
sehingga masih reversibel. sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer)
Neuropati struktural/klinis, yaitu gejala timbul dan rasa tekan (estesiometer dengan filamen mono
sebagai akibat kerusakan struktural serabut saraf Semmes-Weinstein)
Pada fase ini masih ada komponen yang reversible. 3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu.
Kematian neuron/tingkat lanjut, yaitu terjadi 4. Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan
p e n u r u n a n k e p a d a t a n s e r a b u t s a r a f akibat hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi.
kematian neuron. Pada fase ini sudah irreversible.
Bentuk lain ND yang juga sering ditemukan iaIah
Kerusakan serabut saraf pada umumnya dimulai
neuropati o t o n o m (parasimpatis dan simpatis) atau
dari distal menuju ke proksimal, sedangkan proses
diabetic autonomic neuropathy (DAN).''"
perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh
Uji komponen parasimpatis DAN dilakukan dengan:
karena itu lesi distal paling banyak ditemukan,
Tes respons denyut jantung terhadap maneuver
seperti polineuropati simetris distal.
valsava
2. Menurut jenis serabut saraf yang terkena l e s i : '
Variasi denyut jantung (interval RR) selama napas
Neuropati difus
dalam (denyut jantung maksimum-minimum
Polineuropati sensori-motor simetris distal
Uji komponen simapatis DAN dilakukan dengan:
Neuropati otonom:neuropati sudomotor,
Respons tekanan darah terhadap berdiri
neuropati otonom kardiovaskular, neuropati
(penurunan sistolik)
gastrointestinal, neuropati genitourinaria
Respons tekanan darah terhadap genggaman
Neuropati lower limb motor simetris proksimal
(peningkatan diastolik)
(amiotropi)
Neuropati vokal
Neuropati kranial
Radikulopati/pleksopati PENGELOLAAN
Entrapment neuropathy
S t r a t e g i p e n g e l o l a a n p a s i e n DM d e n g a n keluhan
Klasifikasi ND di atas berdasarkan anatomi serabut
neuropati diabetik dibagi ke dalam 3 bagian. Strategi
saraf perifer yang secara umum dibagi atas 3 sistem yaitu
pertama adalah diagnosis ND sedini mungkin, diikuti
sistem motorik, sensorik dan sistem otonom.
strategi kedua dengan kendali glikemik dan perawatan
Manifestasi klinis ND bergantung dari jenis serabut
kaki sebaik-baiknya, dan strategi ketiga ditujukan pada
saraf yang mengalami lesi. Mengingat j e n i s serabut
pengendalian keluhan neuropati/ nyeri neuropati diabetik
saraf yang terkena lesi bisa yang kecil atau besar, lokasi
setelah strategi kedua dikerjakan.^"
proksimal atau distal, fokal atau difus, motorik atau
Mengingat ND merupakan komplikasi kronik dengan
sensorik atau otonom, maka manifestasi klinis ND menjadi
berbagai faktor risiko yang terlibat, maka pada pengelolaan
bervariasi, mulai kesemutan; kebas; tebal; mati rasa; rasa
ND perlu melibatkan banyak aspek, seperti perawatan
terbakar; seperti ditusuk; disobek, ditikam dll.
u m u m , p e n g e n d a l i a n glukosa darah dan parameter
metabolik lain sebagai komponen tak terpisahkan secara
terus menerus.'"
DIAGNOSIS

Polineuropati sensori-motor simetris distal atau distal Perawatan Umum/Kaki


symmetrical sensorymotorpolyneuropathy {DPN) merupakan Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu
jenis kelainan ND yang paling sering terjadi. DPN ditandai yang sempit. Cegah trauma berulang pada neuropati
dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif kompresi.
dan fungsi motorik (lebih jarang) yang berlangsung pada
bagian distal yang berkembang ke arah proksimal.'"' Pengendalian Glukosa Darah
Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari- Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang
hari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan harus dilakukan iaIah pengedalian glukosa darah dan monitor
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban H b A l c secara berkala. Di samping itu pengendalian faktor
tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup untuk metabolik lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid
mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati. sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan.
2398 DIABETES MILITUS

Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and dll. Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar
Complications TriaV^ (DCCT), Kumamoto S t u d y " dan dapat memberi terapi yang lebih rasional, meskipun
United Kingdom Prospective Diabetes Study^* (UKPDS) terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat
membuktikan baliwa dengan mengendalikan glukosa simtomatis.
darah, komplikasi kronik diabetes termasuk neuropati- Pedoman pengelolaan ND dengan nyeri, yang dian-
dapat dikurangi. Pada DCCT, kelompok pasien dengan jurkan iaIah:
terapi intensif yang berhasil menurunkan H b A l c dari 9 ke NSAID (ibuprofen 600mg 4x/hari, sulindac 200mg
7%, telah menurunkan risiko timbul dan berkembangnya 2x/hari)
komplikasi mikrovaskular, termasuk menurunkan risiko Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150mg malam
timbulnya neuropati sebesar 60% dalam 5 tahun. Pada hari, imipramin lOOng/hari, nortriptilin 50-150mg
studi Kumamoto, suatu penelitian mirip DCCT tetapi malam hari, paroxetine 40mg/hari)
pada DM tipe 2, juga membuktikan bahwa dengan terapi Antikonvulsan (gabapentin 900mg 3x/hari,
intensif mampu menurunkan risiko komplikasi, termasuk karbamazepin 200mg 4x/hari)
perbaikan kecepatan konduksi saraf dan ambang rangsang Antiaritmia (mexilletin 150-450mg/hari)
vibrasi. Demikian juga dengan UKPDS yang memberikan Topikal: capsaicin 0,075% 4x/hari, fluphenazine I m g
hasil serupa dengan 2 studi sebelumnya. 3x/hari, transcutaneous electrical nerve stimulation.

Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal


Terapi Medlkamentosa
mampu mengatasi nyeri neuropati diabetes. Meskipun
Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada
demikian, pengobatan nyeri umumnya dimulai dengan
bukti kuat suatu terapi dapat memperbaiki atau mencegah
obat anti-depresan atau anti-konvulsan tergantung ada
neuropati diabetik.* Namun demikian, untuk mencegah
tidaknya efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkan
t i m b u l n y a atau b e r l a n j u t n y a komplikasi kronik DM
hingga dosis m a k s i m u m atau sampai efek s a m p i n g
termasuk neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan
muncul. Kadang-kadang kombinasi anti-depresan dan
obat-obat yang berperan pada proses timbulnya
anti-konvulsan cukup efektif Bila dengan rejimen ini belum
komplikasi kronik diabetes, yaitu:^-"
atau kurang ada perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat
Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi topikal. Bila tetap tidak atau kurang berhasil, kombinasi
menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa obat yang lain dapat dilakukan.*
Penghambat ACE
Neurotropin
EdukasI''''
Nerve growth factor
Disadari bahwa perbaikan total sangat jarang terjadi,
Brain-derived neurotrophic factor
sehingga dengan kenyataan seperti itu, edukasi pasien
Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat
menjadi sangat penting dalam pengelolaan nyeri ND.
membersihkan radikal hidroksil, superoksida dan
Target pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal,
peroksil serta membentuk kembali glutation.
dan hindari memberi pengharapan yang berlebihan.
Penghambat Protein Kinase C
Perlu penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya
Gangliosides, merupakan komponen utama membran
sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada
sel
setiap pertemuan dengan dokter, dan pentingnya evaluasi
Gamma linoleic acid (GLA), suatu prekursor membran
secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya ND pada
fosfolipid
pasien DM.
Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan
AGEs
Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki
KESIMPULAN
gangguan neurologik maupun non neurologik akibat
penyakit autoimun.
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi
Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, kronik DM dengan prevalensi dan manifestasi klinis amat
sangat dianjurkan untuk memahami mekanisme yang bervariasi. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan
mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain aktivasi NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik ND,
reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang berlokasi hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen faktor
di membran post sinaptik spinal cord dan pengeluaran metabolik merupakan dasar utama patogenesis ND.
substance P dari serabut saraf besar A yang berfungsi Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan
sebagai neuromodulator nyeri. Manifestasi nyeri dapat ND pada pasien DM, yang penting iaIah diagnosis diikuti
berupa rasa terbakar; hiperalgesia; alodinia, nyeri menjalar pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaik-
NEUROPATI DIABETIK 2399

baiknya. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya


bersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat
yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan
nyeri tersebut. Pendekatan nonfarmakologis termasuk
edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total
sulit bisa dicapai.

REFERENSI

1. V i n i k A I . , Park TS., Stansberry KB., d k k . Diabetic neuropathies.


Diabetologia 2000;43:957-973.
2. Jude EB., B o u l t o n A J M . T h e diabetic foot. D a l a m Diabetes
C u r r e n t Perspective. Betteridge DJ (ed). M a r t i n D u n i t z L t d ,
U n i t e d K i n g d o m 2000:179-196.
3. V i n i k A I . Diabetic neuropathy: pathogenesis and therapy.
A m J M e d 1999; 107(2B):17S-26S.
4. T e s f a y e S., C h a t u r v e d i N . , E a t o n S E M . , d k k . V a s c u l a r r i s k
factors and diabetic n e u r o p a t h y . N E n g l J M e d 2005;352:341-
350.
5. D u b y JJ., C a m p b e l l R K . , S e t t e r S M . , d k k . D i a b e t i c n e u r o p a t h y :
a n intensive r e v i e w . A m J Health-Syst P h a r m 2004;61(2):160-
176.
6. Report and Recommendation of the San A n t o n i o Conference
o n Diabetic N e u r o p a t h y . Diabetes 1988;37:1000-1004.
7. Lehtinen JM., UUsitupa M . , Siitonen O., dkk. Prevalence of
n e u r o p a t h y i n n e w l y diagnosed N I D D M and n o n diabetic
c o n t r o l subjects. Diabetes 1989;38:1307-1313.
8. V i n i k A I . Neuropathy: n e w concepts i n evaluation and
treatment. S h o u t h M e d J 2002;95(l):21-23.
9. T h o m a s PK. Classification, differential diagnosis and staging
of diabetic peripheral n e u r o p a t h y . Diabetes 1997;46(suppl
2):S54-S57.
10. F e l d m a n EL., Stevens MJ., Greene D A . Diabetic neuropathy.
D a l a m Diabetes i n the N e w M i l l e n n i u m . John R Turtle, Toshio
K a n e k o and Shuichi Osato (ed). T h e E n d o c r i n o l o g y and
Diabetes Research F o u n d a t i o n of the U n i v e r s i t y of Sidney,
Sidney, N S W 2006, A u s t r a l i a 1999:387-402.
11. B o u l t o n A J M . M a n a g e m e n t of diabetic peripheral n e u r o p a t h y .
Prescribers' Journal 2000;40:107-112.
12. D C C T Research G r o u p . N E n g J M e d 1993;329:977-986.
13. Shichiri M . , K i s h i k a w a H . , O h k u b o Y., d k k . L o n g - t e r m results
of the K u m a m o t o study o n o p t i m a l diabetes control i n type 2
diabetic patients. Diabetes Care 2000;23(Suppl 2):B21-B29.
14. American Diabetes Association Position Statement:
Implications o f the U n i t e d K i n g d o m Prospective Diabetes
S t u d y . Diabetes C a r e 2003;26(Suppl 1):S28-S32.
15. M a l i k R A . C u r r e n t a n d f u t u r e strategies f o r the m a n a g e m e n t
of diabehc n e u r o p a t h y . T r e a t E n d o c r i n o l 2003;2(6):389-400.
313
RETINOPATI DIABETIK
Karel Pandelaki

PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang Prevalensi retinopati diabetik pada pasien diabetes tipe 1
paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20- setelah 10-15 tahun sejak diagnosis ditegakkan berkisar
74 t a h u n J Pasien diabetes melitus (diabetes) memiliki antara 25-50%. Sesudah 15 tahun prevalensi meningkat
risiko 25 kali lebih mudah untuk mengalami retinopati menjadi 75-95% dan setelah 30 tahun mencapai 100%.''
dibanding nondiabetes. Risiko mengalami retinopati Pasien diabetes tipe 2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan
pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan sekitar 2 0 % di antaranya sudah ditemukan retinopati
lamanya menderita diabetes. Penyebab retinopati diabetik. Setelah 15 tahun kemudian prevalensi meningkat
diabetik belum diketahui pasti, namun hiperglikemia menjadi lebih dari 60-85%.^ Di Amerika Utara dilaporkan
yang berlangsung lama diduga merupakan faktor risiko sekitar 12.000-24.000 pasien diabetes mengalami
utama.^^ Oleh sebab itu kontrol glukosa darah sejak dini kebutaan setiap tahun.^ Di Inggris dan Wales tercatat
penting dalam mencegah timbulnya retinopati diabetik. sekitar 1000 pasien diabetes setiap tahun mengalami
Metode pengobatan retinopati diabetik dewasa ini j u g a kebutaan sebagian sampai kebutaan total.^ Di Indonesia
mengalami kemajuan pesat sehingga risiko kebutaan belum ada data mengenai prevalensi retinopati diabetik
banyak berkurang."*^ Terapi fotokoagulasi dengan sinar secara nasional. Namun apabila dilihat dari jumlah pasien
laser, vitrektomi, vitreolisis, penggunaan obat-obatan diabetes yang meningkat dari tahun ke tahun, maka
seperti sorbinil, anti protein kinase C (PKC), anti vascular dapat diperkirakan bahwa prevalensi retinopati diabetik
endothelial growth factor (VEGF), somatostatin dan anti di Indonesia juga cukup tinggi.
inflamasi merupakan modalitas terapi yang dewasa ini
d i g u n a k a n untuk p e n g o b a t a n m a u p u n p e n c e g a h a n
retinopati diabetik. Namun demikian retinopati diabetik PATOFISIOLOGI
tetap masih menjadi masalah global mengingat angka
kejadian diabetes di seluruh dunia cenderung makin Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari
meningkat. f o t o r e s e p t o r dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas
metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina. Kapiler retina membentuk jejaring yang
DEFINISI menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah
yang disebut fovea.6 Kelainan dasar dari berbagai bentuk
Retinopati diabetik iaIah suatu kelainan mata pada retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut.
pasien diabetes y a n g d i s e b a b k a n karena kerusakan Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan berturut-
kapiler retina d a l a m b e r b a g a i t i n g k a t a n , s e h i n g g a turut dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis
menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari yang dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan
ringan sampai berat bahkan sampai terjadi kebutaan oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak
total dan permanen.^ di antara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan

2400
RETINOPATI DIABETIK 2401

jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1:1 timbulnya retinopati diabetik yaitu aktivasi jalur poliol,
sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan glikasi nonenzimatik dan p e n i n g k a t a n diasilgliserol
tersebut mencapai 2 0 : 1 . Fungsi sel perisit antara lain yang menyebabkan aktivasi PKC.^^ Selain itu, hormon
iaIah untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur pertumbuhan dan beberapa faktor pertumbuhan lain
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier seperti VEGF diduga juga berperan dalam progresifitas
dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi retinopati diabetik.''^
sel endotel. Membrana basalis kapiler berfungsi sebagai
barrier untuk mempertahankan permeabilitas agar tidak Aktivasi Jalur Poliol
terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu Hiperglikemia yang berlangsung lama menyebabkan
sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstra sel dari peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase sehingga
membrana basalis membentuk pertahanan yang bersifat produksi poliol yaitu suatu senyawa gula dan alkohol
selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul meningkat dalam jaringan termasuk di lensa, pembuluh
kecil, termasuk bahan kontras fluoresein yang digunakan darah dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol
untuk d i a g n o s i s penyakit kapiler retina. Perubahan iaIah tidak dapat melewati membrana basalis sehingga
histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik akan tertimbun dalam jumlah yang banyak di dalam sel.^^°
dimulai dari penebalan m e m b r a n a basalis kemudian Penimbunan senyawa poliol dalam sel tersebut akan
disusul dengan hilangnya sel perisit dan meningkatnya menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sehingga
proliferasi sel endotel. Pada keadaan lanjut, sel perisit menimbulkan gangguan morfologi dan fungsional sel.
tidak mampu lagi mengendalikan proliferasi sel endotel Percobaan pada hewan yang diberi inhibitor enzim aldose
sehingga perbandingan antara sel endotel dan sel perisit reduktase (aminoguanidin) ternyata dapat mengurangi atau
kapiler retina meningkat sampai mencapai 10:1.7 memperlambat terjadinya retinopati diabetik." Namun uji
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima klinik pada pasien diabetes tipe 1 yang diberi aminoguanidin
proses yang terjadi di tingkat kapiler yaitu: 1) pembentukan kemudian diamati selama 3-4 tahun ternyata tidak memberi
m i k r o a n e u r i s m a , 2) p e n i n g k a t a n p e r m e a b i l i t a s , 3) pengaruh terhadap timbulnya maupun perlambatan
p e n y u m b a t a n , 4) proliferasi p e m b u l u h d a r a h baru progresifitas retinopati diabetik. Sampai saat ini masih terus
(neovascular) dan pembentukan jaringan fibrosis, dilakukan penelitian dengan menggunakan inhibitor enzim
5) k o n t r a k s i j a r i n g a n fibrosis k a p i l e r dan vitreus.^ aldose reduktase yang lebih kuat.^^
Penyumbatan dan h a m b a t a n perfusi (nonperfusion)
m e n y e b a b k a n iskemia retina s e d a n g k a n k e b o c o r a n Glikasi Nonenzimatik
dapat terjadi pada semua komponen darah.^^ Kebutaan Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan asam
akibat retinopati diabetik dapat terjadi melalui beberapa deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi selama hiperglikemia
mekanisme yaitu: 1) edema makula atau nonperfusi kapiler, akan menghambat aktivitas enzim dan keutuhan
2) pembentukan pembuluh darah baru dan kontraksi DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal
jaringan fibrosis sehingga terjadi ablasio retina (retinal bebas dan akan menimbulkan perubahan fungsi sel.^^
detachment), 3) pembuluh darah baru yang terbentuk Penggunaan aminoguanidin, yaitu suatu bahan yang juga
menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus, 4) terjadi bekerja menghambat pembentukan advanced glycation
glaukoma yang juga merupakan akibat dari pembentukan end p r o d u c t (AGE) pada tikus d i a b e t e s d i l a p u r k a n
pembuluh darah b a r u . " Perdarahan adalah bagian dari dapat mengurangi pengaruh diabetes terhadap aliran
stadium retinopati diabetik proliferatif dan merupakan darah di retina, permeabilitas kapiler dan parameter
penyebab utama kebutaan permanen.^ Selain itu, mikrovaskuler yang lain. Aminoguanidin terbukti j u g a
kontraksi dari jaringan fibrovaskular sehingga terjadi dapat menghambat produksi senyawa oksida nitrat yang
ablasio retina (terlepasnya lapisan retina)juga merupakan merupakan vasokonstriktor kuat.^
penyebab kebutaan yang terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif^ Diasilgliserol dan Aktivasi Protein Kinase C
Protein kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap
permeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membrana
ETIO-PATOGENESIS basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiper-
glikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini akibat peningkatan sintesis de novo diasilgliserol, yaitu
belum diketahui secara pasti, namun keadaan hiper- suatu regulator PKC dari gukosa.3 Diasilgliserol terbukti
glikemia y a n g b e r l a n g s u n g lama d i a n g g a p sebagai diproduksi dalam jumlah yang banyak di retina anjing
faktor risiko utama."^^ Beberapa proses biokimiawi yang dengan galaktosemia yang disertai retinopati. Dewasa
terjadi pada hiperglikemia dan diduga berkaitan dengan ini para ahli sedang melakukan uji klinik penggunaan
2402 DIABETES MILITUS

ruboxistaurin yaitu suatu penghambat PKC p-isoform pada Retinopati Diabetik Nonproliferatif
pasien retinopati diabetil<J^ Retinopati diabetik nonproliferatif merupakan bentuk
Beberapa hipotesis mengenai mel<anisme patogenesis retinopati yang paling ringan dan sering tidak
retinopati diabetik yang kemungkinan dapat dikembangkan memperlihatkan gejala. Stadium ini sulit dideteksi hanya
menjadi target intervensi farmakologis dapat dilihat pada dengan pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun
tabel 1. tidak langsung. Cara pemeriksaan yang paling baik iaIah
dengan menggunakan foto warna fundus atau dengan
FFA. Mikroaneurisma yang terjadi pada kapiler retina
DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI merupakan tanda awal yang dapat ditemukan pada
RDNP Dengan oftalmoskopi atau foto warna fundus,
D i a g n o s i s retinopati diabetik d i d a s a r k a n atas hasil mikroaneurisma tampak berupa bintik merah dan sering
pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan dengan fundal kelihatan pada bagian posterior.^ Penyebab timbulnya
fluorescein angiography (FFA) m e r u p a k a n metode mikroaneurisma masih belum jelas. Diduga ada hubungan
pemeriksaan yang paling dipercaya. Namun dalam klinik dengan faktor vasoproliferatif yang dihasilkan endotel,
pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan kelemahan dinding kapiler akibat berkurangnya sel perisit,
untuk p e m e r i k s a a n p e n y a r i n g J Klasifikasi retinopati serta meningkatnya tekanan intra lumen kapiler^ Kelainan
diabetik umumnya didasarkan atas beratnya perubahan morfologi yang lain iaIah penebalan membrana basalis,
yang terjadi pada mikrovaskular retina dan ada atau perdarahan ringan, eksudat keras yang tampak sebagai
tidakadanya pembentukan pembuluh darah baru. Early bercak warna kuning dan eksudat lunak yang tampak
Treatment Diabetic Retinopathy Research Study Group sebagai bercak halus {cotton wool spot). Perdarahan
(ETDRS)^ membagi retinopati diabetik atas dua stadium terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat
yaitu nonproliferatif dan proliferatif Retinopati diabetik kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan
nonproliferatif (RDNP) hanya ditemukan perubahan ringan e d e m a terjadi akibat kebocoran plasma.'' Retinopati
pada mikrovaskular retina. Kelainan fundus pada RDNP diabetik nonproliferatif berat sering juga disebut sebagai
dapat berupa mikroaneurisma atau kelainan intraretina retinopati diabetik iskemik, retinopati obstruktif atau
yang disebut intra-retinal microvascular abnormalities retinopati preproliferatif Gambaran yang dapat ditemukan
(IRMA).*'^ Penyumbatan kapiler retina akan menimbulkan yaitu bentuk kapiler yang berkelok tidak teratur akibat
hambatan perfusi yang secara klinik ditandai dengan dilatasi yang tidak beraturan dan cotton wool spot, yaitu
perdarahan, kelainan vena dan IRMA. Iskemia retina yang suatu daerah retina dengan gambaran bercak warna putih
terjadi akibat hambatan perfusi akan merangsang proliferasi pucat dimana kapiler mengalami sumbatan.-^ Dalam waktu
pembuluh darah baru (neovaskular).^^ Pembentukan 1-3 tahun RDNP berat (retinopati reproliferatif) sering
p e m b u l u h d a r a h baru m e r u p a k a n t a n d a khas dari berkembang menjadi retinopati diabetik proliferatif, baik
retinopati diabetik proliferatif (RDP).^^ disertai maupun tidak disertai dengan edema makula.

Tabel 1. Hipotesis Patogenesis Retinopati Diabetik

Mekanisme Cara kerja Terapi


Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, menyebabkan kerusakan
Aldose reduktase inhibitor
sel
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada endotel kapiler,
Aspirin
hipoksia, kebocoran, edema macula
Protein kinase C Diaktifkan oleh DAG, mengaktifkan VEGF
Inhibitor PKC p-isoform
ROS Merusak enzim dan komponen sel yang penting
AGE Mengaktifkan enzim-enzim yang merusak Antioksidan
Nitrit oxide synthase Meningkatkan produksi radikal bebas dan VEGF Aminoguanidin
Menghambat ekspresi gen Menghambat jalur metabolisme sel Aminoguanidin
Apoptosis sel perisit dan endotel Penurunan aliran darah ke retina, menyebabkan hipoksia Belum ada
VEGF Meningkat pada hipoksia retina, menimbulkan kebocoran, Belum ada
edema makula, neovaskular Fotokoagulasi, anti VEGF
PEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun pada hiper- Induksi produksi PEDF oleh
glikemia gen
GH dan IGF-1 Merangsang neovaskularisasi Hipofisektomi, GH-receptor
blocker, octreotide
PKC=protein kinase C; \/EGf=vascular endothelial growth factor, DAG-diacylglycerol; ROS= reactive oxygen species; AG£=advanced
glycation end-product; PEDf-pigment epithelium derived factor, GH=grov\/th hormone; IGF-1 =insulin-like growth factor 1.
RETINOPATI DIABETIK 2403

Pasien diabetes dengan keadaan tersebut merupakan baru yang meliputi satu per empat daerah diskus, adanya
calon untuk mendapat terapi fotokoagulasi. perdarahan preretina, pembuluh darah baru yang terjadi
di mana saja {neovascularization elsewhere) yang disertai
R e t i n o p a t i D i a b e t i k Proliferatif perdarahan, atau terdapat perdarahan di lebih dari separuh
Retinopati diabetik proliferatif ditandai dengan pada daerah diskus atau vitreus.^^®
pembentukan pembuluh darah baru. Dinding pembuluh
darah baru tersebut hanya terdiri dari satu lapis sel endotel Makulopati Diabetik
saja tanpa sel perisit dan membrana basalis sehingga Makulopati diabetik merupakan penyebab kebutaan
sangat rapuh dan m u d a h m e n g a l a m i perdarahan.6 paling sering pada pasien diabetes. Makulopati diabetik
Pembentukan pembuluh darah baru tersebut sangat cenderung berhubungan dengan diabetes tipe 2 usia
berbahaya karena dapat tumbuh secara abnormal keluar lanjut, sedangkan retinopati diabetik proliferatif cenderung
dari retina meluas sampai ke vitreus, m e n y e b a b k a n ditemukan pada usia muda.^ Tergantung perubahan
perdarahan di sana dan dapat menimbulkan kebutaan.6 utama y a n g terjadi pada kapiler retina, makulopati
Perdarahan dalam vitreus akan menghalangi transmisi diabetik dapat dibedakan dalam beberapa bentuk yaitu
cahaya ke dalam mata dan pada lapangan penglihatan makulopati iskemik, makulopati eksudatif dan edema
memberi p e n a m p a k a n berupa bercak warna m e r a h , makula.^ Makulopati iskemik terjadi akibat penyumbatan
abu-abu atau hitam. Apabila perdarahan terus berulang, yang luas dari kapiler di daerah sentral retina. Makulopati
dapat terbentuk j a r i n g a n fibrosis atau sikatriks pada eksudatif terjadi karena kebocoran setempat sehingga
retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis terbentuk eksudat keras seperti yang ditemukan pada
yang terdiri dari beberapa lapis sel saja, maka sikatriks RDNP Makulopati eksudatif perlu segera dilakukan terapi
dan jaringan fibrosis yang terbentuk dapat menarik retina fotokoagulasi untuk mencegah hilangnya visus secara
sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina (retinal permanen. Edema makula terjadi akibat kebocoran yang
detachment). Pembuluh darah baru dapat juga terbentuk difus. Apabila keadaan tersebut menetap, maka akan
dalam stroma dari iris dan bersama-sama dengan jaringan terbentuk kista berisi cairan yang dikenal sebagai edema
fibrosis dapat meluas sampai ke chamber anterior. Keadaan makula kistoid. Bila keadaan ini terjadi maka gangguan
tersebut dapat menghambat aliran keluar dari aqueous visus akan menetap dan sukar diperbaiki. Dibanding
humor sehingga menimbulkan glaukoma neovaskular dengan metode diagnostik yang lain, optical coherence
yang ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokular. tomography (OCT) merupakan metode yang paling baik
Kebutaan dapat terjadi apabila ditemukan pembuluh darah untuk mendiagnosis makulopati diabetik.^

Tabel 2. Klasifikasi Retinopati Diabetik Menurut ETDRS^

Retinopati diabetik nonproliferatif


1. Retinopati nonproliferatif minimal: terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan in-
traretina yang kecil atau eksudat keras
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang: terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena derajat ringan, per-
darahan, eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA
3. Retinopati nonproliferatif berat: terdapat satu atau lebih tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran
retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA ekstensif minimal pada 1 kuadran
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat: ditemukan dua atau lebih tanda pada retinopati non-proliferatif berat.

Retinopati diabetik proliferatif


1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang
mencakup lebih dari satu per empat daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus; atau neovaskular di
mana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi: apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh
darah baru di mana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c) pembuluh darah
baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup lebih dari satu per empat daerah diskus, d) perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan risiko tinggi.
ETDRS = Early Treatment Diabetic Retinopathy Study, NVD = new vessels on disc; NVE = new vessels elsewhere
2404 DIABETES MILITUS

P E N C E G A H A N DAN PENGOBATAN dengan insulin selama 36 bulan mengalami penurunan


risiko terjadi retinopati sebesar 76%. Demikian juga pada
Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik merupakan kelompok yang sudah menderita retinopati, terapi intensif
upaya yang harus dilakukan secara bersama untuk mencegah dapat mencegah risiko perburukan retinopati sebesar
atau menunda timbulnya retinopati dan memperlambat 54%.^^ Efek perlindungan melalui mengendalikan glukosa
proses perburukan. Tujuan utama pengobatan retinopati darah juga terlihat dari hasil penelitian United Kingdom
diabetik iaiah untuk m e n c e g a h terjadinya kebutaan Prospective Diabetes Study (UKPDS) terhadap pasien
permanen. Pendekatan multidisiplin dengan melibatkan diabetes tipe 2. Pasien yang diterapi secara intensif, setiap
ahli diabetes, perawat edukator, ahli gizi, spesialis mata, penurunan 1 % HbAI c akan diikuti dengan penurunan risiko
optometris dan dokter umum, akan memberi harapan bagi komplikasi mikrovaskular sebesar 35%.^ Hasil penelitian
pasien untuk mendapatkan pengobatan optimal sehingga DCCT dan U K P D S t e r s e b u t m e m p e r l i h a t k a n bahwa
kebutaan dapat dicegah.^"* Kontrol glukosa darah yang baik meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat
merupakan dasar dalam mencegah timbulnya retinopati mencegah terjadinya retinopati secara sempurna, namun
diabetik atau memburuknya retinopati diabetik yang sudah dapat mengurangi risiko timbulnya retinopati diabetik dan
ada.^"'^^ Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada. Secara
meliputi:^^ klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi
kontrol glukosa darah visus dan mengurangi risiko kemungkinan menjalani terapi
kontrol tekanan darah fotokoagulasi dengan sinar laser.^^^
kontrol profil lipid
ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau Kontrol Tekanan Darah
radiasi (Jarang dilakukan)
Untuk mengetahui pengaruh hipertensi terhadap
fotokoagulasi dengan sinar laser:
retinopati diabetik, UKPDS melakukan penelitian terhadap
fotokoagulasi panretinal untuk RDP atau glaukoma
1148 pasien hipertensi dengan diabetes tipe 2 yang
neovaskular
dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok yang dilakukan
fotokoagulasi fokal untuk edema makula
kontrol tekanan darah tidak ketat (<180/105mmHg) dan
vitrektomi/vitreolisis untuk perdarahan vitreus atau kelompok yang dilakukan kontrol tekanan darah ketat
ablasio retina (<150/85mmHg). Pasien mendapat pengobatan dengan
intervensi farmakologi (umumnya masih dalam tahap angiotensin concerting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor)
percobaan) seperti pemberian inhibitor enzim aldose atau 6-blockerdan dilakukan pengamatan rata-rata selama
reduktase, inhibitor hormon pertumbuhan, anti VEGF, 8,4 tahun. Hasil penelitian menunjukkan kelompok pasien
inhibitor PKC dan anti inflamasi. dengan kontrol tekanan darah ketat mengalami penurunan
Pasien diabetes dengan retina normal atau RDNP risiko progresifitas retinopati sebanyak 34%.''^ Apropriate
minimal perlu diperiksa setiap t a h u n karena pasien Blood Control in Diabetes (ABCD) Study m e l a k u k a n
yang sebelumnya tanpa retinopati pada waktu diagnosis penelitian terhadap kelompok pasien diabetes yang juga
diabetes ditegakkan, 5%-10% akan mengalami retinopati menderita hipertensi dan diterapi dengan target tekanan
setelah 1 tahun. Pasien RDNP derajat sedang dengan diastolik <75mmHg dibanding dengan kelompok yang
m i k r o a n e u r i s m a , p e r d a r a h a n y a n g j a r a n g , atau ada diterapi dengan target tekanan darah diastol antara 80-89
eksudat keras tetapi tidak disertai edema makula, perlu mmHg. Sebanyak 470 pasien diberi terapi nisoldipin atau
p e m e r i k s a a n ulang setiap 6-12 bulan karena sering enalapril secara acak kemudian dilakukan pengamatan
progresif. Suatu penelitian terhadap pasien diabetes rata-rata selama 5,3 tahun. Tekanan darah rata-rata yang
tipe 1 ditemukan 16% dari RDNP derajat sedang yang dicapai pada kelompok pertama adalah 132/78 mmHg
hanya ditandai eksudat keras dan mikroaneurisma, dapat sedangkan kelompok kedua mencapai tekanan darah rata-
berkembang kearah stadium proliferatif hanya dalam rata 138/86 mmHg. Meskipun kelompok terapi intensif
waktu 4 tahun. mengalami penurunan angka kematian cukup bermakna,
n a m u n hasil analisis statistik ternyata antara kedua

Kontrol Glukosa Darah kelompok tidak ditemukan perbedaan bermakna dalam

Beberapa penelitian skala besar membuktikan bahwa mencegah progresifitas retinopati. Saat ini tekanan darah

kontrol glukosa darah yang baik dapat mencegah timbulnya pasien diabetes dianjurkan kurang dari 130/85 mmHg.^^

dan memburuknya retinoapti diabetik. Diabetes Control


and Complication Trial (DCCT) melakukan penelitian pada Ablasi Kelenjar Hipofisis
1441 pasien diabetes tipe 1 yang belum disertai retinopati D u g a a n a d a n y a h u b u n g a n a n t a r a growth hormone
dan yang sudah menderita RDNP Kelompok pasien yang dan retinopati diabetik didasarkan atas laporan dari
belum disertai retinopati dan mendapat terapi intensif sarjana Poulsen pada t a h u n 1953 m e n g e n a i kasus
RETINOPATI DIABETIK 2405

retinopati diabetik pada seorang pasien diabetes wanita Terapi F a r m a k o l o g i


yang mengalanni infark hipofisis sewaktu melahirkan. Proses biokimiawi dan h o r m o n a l yang terjadi pada
Setelah d i l a k u k a n hipofisektonni ternyata retinopati keadaan hiperglikemia diduga terkait dengan timbulnya
diabetik yang sudah ada nnengalanni perbaikan. Sejak retinopati diabetik. Dewasa ini sedang dilakukan uji klinik
itu tindakan hipofisektonni sering dilakukan pada pasien beberapa obat yang ditujukan pada proses tersebut seperti
diabetes yang disertai retinopati diabetik proliferatif. misalnya inhibitor enzim aldose reduktase (aminoguanidin,
Reran growth hormone terhadap timbulnya retinopati benfotiamin), inhibitor PKC (ruboxistaurin), anti-VEGF
diabetik didasarkan atas fakta bahwa retinopati diabetik intravitreal (pegaptanib, bevacizumab, ranibizumab),
berkembang cepat selama usia pubertas. Pada masa anti i n f l a m a s i ( a s p i r i n , k o r t i k o s t e r o i d ) d a n a n a l o g
tersebut kepekaan jaringan terhadap growth hormone somatostatin.^^
sangat tinggi. Bukti lain yang memperkuat hipotesis
tersebut yaitu pasien kerdil akibat defisiensi growth inhibitor aldose reduktase. Penggunaan aminoguanidin
hormone yang j u g a menderita diabetes ternyata tidak (Sorbinil®) pada hewan percobaan terbukti dapat
pernah mengalami retinopati diabetik dan juga penyakit menghambat timbulnya dan memburuknya retinopati
mikrovaskular yang lain. Meskipun demikian, hipofisektomi diabetik.^" Namun pada manusia penggunaan
pada pasien diabetes dengan retinopati diabetik saat ini aminoguanidin tersebut ternyata tidak m e m b e r i k a n
sudah hampir tidak pernah dilakukan. hasil yang memuaskan. Dewasa ini sedang dilakukan
berbagai penelitian pada hewan maupun manusia dengan
Fotokoagulasi menggunakan inhibitor aldose reduktase yang lebih kuat
Suatu uji klinik berskala besar yang dilakukan National yaitu ARI-809.12
Institutes of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan Inhibitor protein kinase C. Penelitian pada hewan
bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser menunjukkan penggunaan ruboxistaurin mesilat yaitu
apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif suatu inhibitor selektif dan kuat terhadap PKC-6 isoform,
untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan potensial mencegah timbulnya retinopati diabetik. Suatu
edema makula. Indikasi terapi fotokoagulasi dengan sinar uji klinik fase III pemberian ruboxistaurin 32 mg sehari
laser iaIah retinopati diabetik proliferatif, edema makula dengan kontrol plasebo yang dilakukan pada 685 pasien
dan neovaskular yang terletak pada sudut c h a m b e r diabetes di 70 senter selama 36 bulan, menunjukkan angka
anterior.^^^ Ada tiga metode terapi fotokoagulasi dengan kejadian hilangnya visus pada kelompok yang mendapat
sinar laser yaitu: 1) scatter (panretinal) photocoagulation, t e r a p i r u b o x i s t a u r i n h a n y a 5,5%, s e d a n g k a n p a d a
dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang kelompok plasebo 9 , 1 % . Setelah dilakukan pengamatan
cepat dan untuk menghilangkan neovaskular pada saraf selama 3 tahun ternyata 4 0 % dari pasien dengan RDNP
optikus dan permukaan retina atau pada sudut chamber sedang, dapat dicegah perkembangannya menjadi RDNP
anterior; 2) focal p h o t o c o a g u l a t i o n , ditujukan pada berat."
mikroaneurisma di fundus posterior yang mengalami
k e b o c o r a n untuk m e n g u r a n g i atau m e n g h i l a n g k a n Anti VEGF. Beberapa uji klinik membuktikan bahwa VEGF
edema makula; 3) grid photocoagulation, suatu teknik berperan penting dalam timbulnya retinopati diabetik.
penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan Efek biologis VEGF terjadi melalui ikatannya terhadap
bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema.^^^'Terapi reseptor permukaan sel yang spesifik. Suatu uji klinik fase
edema makula sering dilakukan dengan menggunakan II menunjukkan pasien retinopati diabetik yang mendapat
kombinasi focal dan grid photocoagulation. suntikan anti VEGF pegaptanib setiap 6 minggu mengalami
perbaikan visus sehingga tidak lagi memerlukan terapi
fotokoagulasi.^^ S u n t i k a n anti V E G F bevacizumab
Vitrektomi
intravitreal j u g a m e n y e b a b k a n regresi n e o v a s k u l a r
V i t r e k t o m i dini perlu d i l a k u k a n p a d a p a s i e n y a n g
pada RDP Anti VEGF lain yang j u g a cukup potensial
mengalami kekeruhan (opacity) vitreus, perdarahan dan
iaIah ranibizumab. Suntikan intravitreal ranibizumab
yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat
4 dosis s e l a m a 6 m i n g g u pada 10 pasien diabetes
juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang
dengan penurunan visus menunjukkan 8 5 % diantaranya
ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskular.
mengalami perbaikan visus secara bermakna.^''
Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang
mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah Analog somatostatin. Hipofisektomi merupakan salah
fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang satu cara yang dilakukan zaman dulu untuk pengobatan
tidak mengalami perbaikan.^^ Selain vitrektomi, dapat RDP Metode pengobatan tersebut sekarang dikembangkan
juga dilakukan vitreolisis dengan menggunakan enzim dengan menggunakan analog somatostatin kerja panjang
hialuronidase (Vitrase®), plasmin atau mikroplasmin.^°'^^ untuk mencegah RDP Suatu uji klinik terapi octreotide
2406 DIABETES MILITUS

(suatu a n a l o g sonnatostatin kerja panjang) berskala s e g e r a diterapi d e n g a n f o t o k o a g u l a s i . Teknik y a n g


kecil pada 23 pasien d i a b e t e s d e n g a n RDNP berat dilakukan iaIah dengan scatter photocoagulation. Pasien
atau RDP nnenunjukkan penurunan junnlah pasien yang RDP risiko tinggi yang disertai CSME, terapi fotokoagulasi
nnemerlukan terapi fotokoagulasi dibanding dengan yang dimulai dengan menggunakan metode fokal dan
nnendapat terapi konvensional. Nannun dalann skala besar panretinal (scatter). Oleh karena metode fotokoagulasi
penggunaan terapi octreotide ternyata pengaruhnya panretinal dapat menimbulkan eksaserbasi dari edema
terhadap progresifitas retinopati tidak dapat disinnpulkan makula, maka untuk terapi dengan metode panretinal
nneskipun secara klinik terjadi perbaikan v i s u s . " Sekarang (scatter) perlu dibagi dalam 2 tahap atau lebih.^^''
sedang dicoba dengan nnenggunakan analog sonnatostatin
yang lebih selektif.
REFERENSI
Anti inflamasi. Dua studi nnengenai penggunaan aspirin
pada pasien retinopati diabetik yaitu Joint French-UK 1. Fong SO, Aiello L, Gardner TW, et al. Retinopathy in diabetes.
Diabetes Care 2004, 27: suppl. 64-87
Aspirin and Dipyridamole Trial dan ETDRS. Studi yang
2. Constable IJ. Diabetic retinopathy: pathogenesis, clinical
pertanna nnenggunakan aspirin 330nng tiga kali sehari feature, and treatment. In: Turtle JL, et al, editor. Diabetes in
dengan atau tanpa konnbinasi dipiridannol. Setelah 5 the New Millennium. Sydney: University of Sydney, 1999:
p. 365-76
tahun dievaluasi ternyata hanya sedikit yang mengalanni
3. Brownlee M. The pathobilogy of diabetic complications, a
pembentukan mikroaneurisma baru.^^ Meskipun temuan unifying mechanism. Diabetes 2005; 54:1615-1625
tersebut secara statistik bermakna, namun manfaatnya 4. Masharani U , German MS. Panceatic hormones and diabetes
hanya sedikit. Hasil penelitian dalam skala yang lebih mellitus. In: Gardner IDG, Shoback D, editor. Basic & Clinical
Endocrinology, 9th edition. New York; McGrawHill, 2011:
lebih besar dari ETDRS menunjukkan penggunaan aspirin
p. 573-644
650 mg sehari pada 3711 pasien dengan retinopati yang 5. Silva SP, Cavallerano JD, Aiello LM, et al. Ocular complications.
lebih berat, tidak memberikan efek. Sejauh ini, penelitian- In: Lebovitz H E , editor. 5th edition. Therapy for Diabetes
Mellitus and Related Disorders. Alexandria: American
penelitian yang dilakukan dengan menggunakan aspirin
Diabetes Association, 2009: p.458-473
dosis tinggi hanya bermanfaat untuk mencegah timbulnya 6. Heaven CJ, Boase D L . Diabetic retinopathy. In: Shaw K N ,
retinopati diabetik. Penggunaan kortikosteroid seperti editor. Diabetic Complications. Baffin Lane; John Wiley &
triamsinolon asetonida intravitreal dilaporkan cukup Son, 1996: p. 1-26
7. King G L , Banskota NK. Mechanism of diabetic microvascular
efektif untuk pengobatan retinopati diabetik namun dapat complications. In: Kahn CR, Weir G C , editor. Joslin's Diabetes
menimbulkan komplikasi peningkatan tekanan intraokuler Mellitus. 13th edition. Philadelphia; Lea & Febiger, 1994: p.
dan infeksi. 631-647
8. C h e w E Y . Pathophysiology of diabetic retinopathy. In:
LeRoith D et al, editor. Diabetes Mellitus a Fundamental and
Clinical Text, 2nd edihon. Philadelphia; Lippincott William
PERJALANAN KLINIS DAN PROGNOSIS & Wilkins, 2000: p. 890-898
9. Frank R N . Diabetic retinopathv. N E n g J Med. 2004; 35:
48-58
Pasien RDNP minimal yang hanya ditandai mikroaneurisma 10. C h e u n g SS, C h u n g S K . A l d o s e reductase in diabetes
yang j a r a n g , memiliki prognosis baik sehingga cukup microvascular complications. Curr Drug Targets 2005; 6 (4):
dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun.^ Pasien yang 475-486
11. Oishi N , Kubo E, Takamura Y, et al. Correlation between
tergolong RDNP sedang tanpa disertai edema makula,
erythrocyte aldose reductase level and human diabetic
perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan oleh retinopathy. Br J Ophthalmol. 2002; 86:1361-1366
karena sering bersifat progresif.^ Pasien RDNP derajat 12. Sun W, Oates DJ, Coutcher JB, et al. A selective aldose
ringan sampai sedang dengan disertai edema makula reductase inhibitor of a new structural class prevents or
reverses early retinal abnormalities in experimental diabetic
yang secara klinik tidak signifikan, perlu diperiksa kembali
retinopathy. Diabetes 2006; 55(10): 2575-2562
dalam waktu 4-6 bulan oleh karena memiliki risiko besar 13. Lang G E . Treatment of diabetic retinopathy with protein
untuk berkembang menjadi edema makula yang secara kinase C subtype H inhibitor. Dev Ophthalmol. 2007; 39:
klinik signifikan (CSME).^ Untuk pasien RDNP dengan 157-165
14. Walkins PJ. A B C of diabetic retinopathy. BMJ 2003; 329:
CSME harus dilakukan terapi fotokoagulasi. Pasien RDNP 924-926
berat memiliki risiko tinggi menjadi RDP Separuh dari 15. C h a l a m K V , L i n S, Mostafa S. Management of diabetes
pasien RDNP berat akan berkembang menjadi RDP dalam retinopathy in the twenty-first century. Spring; Northeast
Florida Medicine, 2005: p. 8-15
1 tahun di mana 15% diantaranya tergolong RDP dengan
16. The Diabetes Control and Complications Trial Research
risiko tinggi. Pasien RDNP sangat berat, risiko menjadi Group. The effect of intensive treatment of diabetes on the
RDP dalam 1 tahun adalah 7 5 % dimana 4 5 % diantaranya development and progression of long-term complications
tergolong RDP risiko tinggi. Oleh sebab itu pasien RDNP in insulin dependent diabetes mellitus. N E n g J Med. 1993;
329: 977-986
yang sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulang 17. U K Prospective Diabetes Study (UKPDS) Group. Intensive
setiap 3-4 bulan.^ Pasien dengan RDP risiko tinggi harus blood glucose control with sulphonylureas or insulin compared
RETINOPATI DIABETIK
2407

with conventional treatment and risk of complications in


patients with type 2 diabetes (UKPDS 33). Lancet 1998; 352:
837-853
18. Estacio R O , Jeffers BW, Gifford N , et al. Effect of blood
pressure control on diabetic microvascular complications in
patiens with hypertension and type 2 diabetes. Diabetes Care
2000; 23 (suppl.2): B54-B64
19. Neubauer A S , Ulbig M W . Laser treatment in diabetic
retinopathy. Ophthalmology 2007; 221 (2): 95-102
20. Kuppermann BD, Thomas E L , deSmet MD, et al. Vitrase®
for Vitreus Haemorrhage Study Groups. Safety results of two
phase III trials of an intravitreous injection of highly purified
ovine hyaluronidase (Vitrase®) for the management of vitreus
haemorrhage. A m J Ophthalmol. 2005; 140 (4): 585-597.
21. Sakuma T, Tanaka M, Mirota A , et al. Safety of in vivo
pharmacologic vitreolysis with recombinant microplasmin
in rabit eyes. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2005; 46 (9): 3295-
3299
22. Aiello L P , Davis MD, Girach A, et al. Effect of ruboxistaurin
on v i s u a l loss in patients w i t h diabetic retinopathy.
Ophthalmology 2006; 113 (12): 2221-2230
23. Adamis AP, Altaweel M, Bressler NM, et al. Changes in retinal
neovascularization after pegaptanib (Macugen) therapy in
diabetic individuals. Ophthalmology 2006; 113 (1): 23-28
24. Averyl R L , Pieramici DJ, Rabena M D , et al. Intravitreal
bevacizumab (Avastin) for neovascular age-retated macular
degenerahon. Ophthalmology 2006; 113 (3): 363-372
25. Boehm B O . Use of long-acting somatostatin analogue
treatment in diabetic retinopathy. Dev Ophthalmol. 2007;
39:111-121
26. Zheng L, Howell SJ, Hatala D A , et al. Salycilate-based anti
inflammatory drugs inhibit the early lesion of diabetic
retinopathy. Diabetes 2007; 56 (2): 337-345.
314
KARDIOMIOPATI DIABETIK
AIwi Shahab

PENDAHULUAN gejala selama beberapa tahun sebelum timbul gejala-


gejala dan tanda-tanda klinis yang nyata. Stadium awal
Hubungan antara payah jantung dan diabetes nnelitus dari kardiomiopati diabetik ditandai dengan perubahan
telah lanna diketahui orang, nannun adanya kardionniopati patologik didalam interstisium miokardium. Hiperglikemi
diabetik sebagai suatu kelainan klinis tersendiri masih terus kronik merupakan faktor penyebab utama terjadinya
diperdebatkan. Pada tahun 1881, Leyden mengemukakan kardiomiopati diabetik, karena dapat m e n y e b a b k a n
bahwa payah jantung merupakan penyulit DM yang sering kelainan ditingkat kardiomiosit yang pada akhirnya akan
ditemukan. Mayer menyatakan bahwa penyakit jantung menimbulkan gangguan struktur dan fungsi jantung.
pada diabetes melitus dapat terjadi akibat gangguan
metabolisme. Pada tahun 1972, Rubier dan kawan kawan
mengemukakan istilah kardiomiopati diabetik, setelah EPIDEMIOLOGI
melakukan studi post mortem terhadap 4 orang pasien
diabetes melitus yang meninggal akibat payah jantung Bukti-bukti epidemiologi dari seluruh dunia menunjukkan
tanpa adanya riwayat alkoholisme, hipertensi, penyakit bahwa komplikasi makrovaskular (Penyakit arteri koroner,
j a n t u n g koroner atau penyakit jantung katup. Diseksi P e n y a k i t v a s k u l e r p e r i f e r d a n s t r o k e ) lebih s e r i n g
anatomik dari jantung pasien-pasien tersebut menunjukkan ditemukan diantara pasien diabetes melitus dibandingkan
adanya hipertrofi ventrikel kiri dan fibrosis tanpa atheroma populasi non diabetes. Angka kematian akibat penyakit
arteri koroner. Kelainan ini kemudian dikenal dengan arteri koroner 3 kali lebih sering terjadi pada pasien DM
kardiomiopati diabetik. Kardiomiopati diabetik merupakan dibandingkan populasi non DM pada umur dan jenis
entitas klinis yang masih membingungkan, walaupun kelamin yang s a m a . Prevalensi payah j a n t u n g pada
penelitian klinis dan biomolekular telah dilakukan lebih populasi umum berkisar antara 1 sampai 4 % , namun
dari 3 dekade. Hal ini antara lain dikarenakan belum pada pasien DM sebesar 12%. Prevalensi meningkat
ada kesepakatan dalam mendefinisikan kardiomiopati sebesar 2 2 % pada pasien di atas usia 64 tahun. Lebih
diabetik. sepertiga dari semua pasien yang masuk rumah sakit
dengan payah jantung adalah pengidap Diabetes Melitus.
Diabetes Melitus juga merupakan prediktor kuat terhadap
DEFINISI morbiditas dan mortalitas kardiovaskular serta merupakan
faktor risiko independen terhadap kematian pada pasien
Kardiomiopati diabetik adalah kelainan kardiovaskular dengan payahjantung.
y a n g terjadi pada pasien Diabetes Melitus, ditandai The Framingham Heart Study melaporkan sebesar
dengan dilatasi dan hipertrofi miokardium, penurunan 2,4 kali p e n i n g k a t a n angka kejadian payah j a n t u n g
fungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri serta proses pada laki-laki DM dan sebesar 5,1 kali pada wanita DM,
terjadinya tidak berhubungan dengan penyebab-penyebab dibandingkan populasi non DM. Studi lain dengan populasi
umum dari penyakit jantung seperti penyakit jantung yang lebih besar juga menunjukkan hasil yang sama. The
koroner, penyakit jantung katup dan penyakit jantung Cardiovascular Health Study (CHS) yang dilakukan pada
hipertensif Kardiomiopati diabetik dapat terjadi tanpa pasien-pasien di atas umur 65 tahun menunjukkan bahwa

2408
KARDIOMIOPATI DIABETIK 2409

DM disertai dengan peningkatan angka kejadian payah perkembangan kardiomiopati diabetik telah lama
jantung. The Strong Heart Study (SHS) nnenunjukkan adanya diketahui. Densitas reseptor Angiotensin II dan ekspresi
hubungan yang kuat antara DM dan nnassa ventrikel kiri, mRNA mengalami peningkatan pada j a n t u n g pasien
penebalan dinding ventrikel, peningkatan kekakuan arteri DM. Aktivasi sistem renin angiotensin pada DM disertai
dan disfungsi diastolik, dibandingkan dengan kelonnpok dengan peningkatan kerusakan oksidatif, apoptosis dan
kontrol. Infornnasi terbaru dari studi MESA {Multi-Ethnic nekrosis kardiomiosit serta sel endotel. Hambatan terhadap
Study of Atherosclerosis) melaporkan adanya perbedaan sistem renin angiotensin dapat mengurangi produksi ROS
inter-rasial dari massa ventrikel kiri, volume ventrikel kiri (reactive oxygen species) pada hewan percobaan, dimana
dan fungsi ventrikel kiri diantara pasien DM. efeknya menyerupai efek terapi anti oksidan. Juga pada
Studi U K P D S (UK Prospective Diabetes Study) hewan percobaan menunjukkan bahwa terapi dengan ACE-
mendapatkan peningkatan prevalensi payahjantung pada inhibitor kaptopril memberikan efek kardioprotektif
pasien DM tipe 2, yang berkorelasi dengan tingginya kadar
H b A l c . Setiap kenaikan 1 % dari kadar H b A l c , risiko untuk P e n i n g k a t a n Stres O k s i d a t i f
mengalami payahjantung meningkat sebesar 8%. Peningkatan produksi ROS pada j a n t u n g pasien DM
merupakan faktor pendukung terjadinya dan progresivitas
kardiomiopati diabetik. Kerusakan dan disfungsi sel
PATOGENESIS akibat pengaruh superoksida akan terjadi bila terjadi
k e t i d a k s e i m b a n g a n a n t a r a p e m b e n t u k a n ROS dan
Patogenesis kardiomiopati diabetik bersifat multifaktorial. kemampuan degradasi ROS. Meningkatnya pembentukan
Beberapa hipotesis telah dikemukakan, antara lain akibat ROS dan menurunnya mekanisme pertahanan antioksidan
disfungsi otonom, gangguan metabolisme, abnormalitas akan meningkatkan stress oksidatif pada jantung pasien
homeostasis ion, perubahan struktur protein dan fibrosis D M . D a l a m kondisi f i s i o l o g i s , s e b a g i a n besar ROS
interstisium. Hiperglikemi yang berkepanjangan akan dihasilkan oleh mitokondria. Peningkatan produksi ROS
meningkatkan glikosilasi protein-protein interstisium didalam mitokondria dapat terjadi diberbagai jaringan
seperti kolagen yang mengakibatkan kekakuan miokardium seperti di dalam sel endotel sebagai akibat pajanan yang
dan g a n g g u a n k o n t r a k s i m i o k a r d i u m . Mekanisme lama dari hiperglikemi.
terjadinya gangguan kontraksi miokardium antara lain Bukti-bukti dari beberapa penelitian menunjukkan
disebabkan karena beberapa keadaan, antara lain: 1). adanya peningkatan produksi ROS dari sumber-sumber
Gangguan homeostasis kalsium; 2). Aktivasi sistem renin- diluar mitokhondria seperti NADPH oxidase atau
angiotensin; 3). Peningkatan stres oksidatif; 4). Perubahan menurunnya aktivitas neuronal nitric oxide synthase
substrat metabolisme; 5). Disfungsi mitokondria. (NOS 1) disertai dengan meningkatnya aktivasi xanthine
o x i d o r e d u c t a s e . Peningkatan produksi ROS disertai
Gangguan Homeostasis Kalsium dengan peningkatan apoptosis, kerusakan DNA dan
Kalsium intraseluler merupakan regulator utama kontraksi penurunan aktivitas jalur DNA repair
jantung. Di dalam kardiomiosit, masuknya kalsium memicu Disamping menimbulkan kerusakan ditingkat selular,
aktivasi depolarisasi membran sel. Kalsium kemudian akan peningkatan produksi ROS j u g a dapat menyebabkan
berdiffusi melalui ruang sitosol untuk mencapai protein g a n g g u a n f u n g s i j a n t u n g melalui m e k a n i s m e lain,
kontraksi, berikatan dengan troponin C. Selanjutnya akan seperti peningkatan aktivasi Protein Kinase C, Advanced
memicu terjadinya pergeseran filamen tipis dan tebal, Glycosylation End Products dan Jalur Aldose Reductase.
yang menyebabkan kontraksi jantung pada fase sistolik.
Kalsium kemudian kembali ke kadar diastolik melalui Perubahan Substrat Metabolisme
aktivasi Sarcoplasmic Reticulum Ca + + 2 pump (SERCA2a), Diabetes melitus ditandai dengan penurunan metabolisme
sarcolemmal Na+-Ca+2 exchanger dan sarcolemmal Ca2 + glukosa dan laktat s e r t a p e n i n g k a t a n metabolisme
ATPase. Gangguan homeostasis kalsium yang merubah asam lemak. Pada tikus percobaan diabetes, didapatkan
fungsi jantung pada DM terjadi akibat penurunan: peningkatan ambilan asam lemak yang melebihi kecepatan
aktivitas enzim ATP ase oksidasinya didalam j a n t u n g , sehingga menyebabkan
kemampuan ambilan kalsium oleh retikulum akumulasi lemak didalam miokardium yang akan
sarkoplasma menimbulkan lipotoksisitas. Hasil-hasil sampingan
aktivitas sarcolemmal Na+-Ca+2 exchanger dan enzim metabolisme lemak seperti ceramide akan menyebabkan
sarcolemmal Ca2+ ATP ase. apoptosis kardiomiosit.

Aktivasi Sistem Renin Angiotensin Disfungsi Mitokondria


Peranan aktivasi sistem renin angiotensin dalam Diabetes melitus menyebabkan perubahan fungsi dan
2410 DIABETES MILITUS

DIABETES

f EkspratI GLUT /
Ambilan GlukOM /
^ n^f'^^
^C^-"
^•fPRARci
' Signaling
Akumulaai lipid di
Jantung
Gangguan
Sinyal
Insulin
>t PKC
>t AGE
>^limRf r OktidMl
ilukosaj " " ' V ^ H .

fiiMkotomrtiita»i, Fibroait j f M I t Q C h o n d r i a l u n c o u p U n g / ^ r C E

Disfungsi Jantung

KARDIOMIOPATI DIABETIK

G a m b a r 1. Kontributor utama dalam patogenesis kardiomiopati diabetik

FFA=Free Fatty Acid; PDK4=Pyruvate dehydrogenase kinase 4; PPARa=Peroxisome Proliferator Activated Receptor-a\ W\CD=Malonyl-
coenzyme A decarboxylase; JG = Triglyceride; MCoA=Malonyi-coenzyme A; GLUT=G/ucose Transporter, ACoA=Acetyi-coenzyme
A; ACC=Acetyl coenzyme A carboxylase; CPT^=Carnitine-palmitoyl-transferase 1; PDH = Pyruvate dehydrogenase; C£=Cardiac
efficiency, PKC=Protein kinase C; AGE=Advanced glycation end products; ROS=Reactive Oxygen Species

struktur mitokondria. Gangguan fungsi mitokondria pada indeks massa ventrikel kiri (menggunakan cardiac MRI).
DM merupakan refleksi dari gangguan transkripsi gen Temuan ini juga didukung oleh penelitian dengan jumlah
yang terlibat dalam proses fosforilasi oksidatif, namun sampel yang lebih besar di Swedia yang menunjukkan
bukan gen yang terlibat dalam oksidasi asam lemak. adanya hubungan antara sindrom metabolik, resistensi
Produksi h i d r o g e n peroksida m e n i n g k a t s e d a n g k a n insulin dan peningkatan massa dan ketebalan dinding
kadar glutathione menurun pada j a n t u n g DM, hal ini ventrikel kiri.
menunjukkan terjadinya peningkatan produksi ROS yang
berasal dari mitokondria. Disfungsi Diastolik
Disfungsi diastolik ditandai dengan gangguan relaksasi
dan pengisian pasif dari ventrikel kiri, sedangkan dikatakan
GEJALA DAN TANDA payah jantung diastolik bila disfungsi diastolik disertai
dengan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel
Gejala-gejala dan t a n d a - t a n d a klinis k a r d i o m i o p a t i kiri, gambaran klinis payah jantung dengan fraksi ejeksi
diabetik d a p a t b e r u p a p e r u b a h a n s t r u k t u r j a n t u n g ventrikel kiri yang normal.
yang berhubungan erat dengan perubahan fungsinya. Disfungsi diastolik merupakan temuan umum
Perubahan-perubahan tersebut antara lain: baik pada orang normal maupun pada pasien-pasien
kardiomiopati diabetik yang asimtomatik. Oleh karena
H i p e r t r o f i V e n t r i k e l Kiri ( H V K ) itu, disfungsi diastolik merupakan pertanda gangguan
Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan fungsi dini pada kardiomiopati diabetik. Dalam suatu
antara DM dan HVK. The Strong Heart Study (SHS) studi terhadap pasien DM tipe 2 dengan kendali glukosa
melaporkan terjadi peningkatan massa ventrikel kiri dan darah yang baik, 4 7 % ditemukan mengalami disfungsi
ketebalan dinding ventrikel kiri baik pada wanita maupun diastolik.
pria dengan DM. Temuan yang sama juga dilaporkan pada
the Cardiovascular Health Study (CHS) dan the Multi- Disfungsi Sistolik
Ethnic Study of Atherosclerosis (MESA). Studi terbaru Disfungsi sistolik adalah suatu keadaan dimana jantung
pada pasien DM tipe 2 di Jepang, melaporkan adanya tidak mampu memompa darah pada fase sistolik. Payah
hubungan antara resistensi insulin, kekakuan arteri dan jantung sistolik adalah keadaan dimana terjadi tanda-
KARDIOMIOPATI DIABETIK 2411

tanda dan gejala-gejala payah jantung sebagai akibat sensitif dan spesifik untuk payahjantung kongestif, namun
dari disfungsi sistolik. Gambaran khas dari disfungsi tidak dapat membedakan antara payah jantung sistolik
sistolik adalah menurunnya fraksi ejeksi ventrikel kiri. dan diastolik, sehingga membatasi kegunaannya dalam
Pada kardiomiopati diabetik, disfungsi sistolik terjadi mendiagnosis kardiomiopati diabetik.
belakangan, setelah sebelumnya pasien telah mengalami
disfungsi diastolik yang berat. Jadi apabila telah ditemukan
disfungsi sistolik pada pasien dengan kardiomiopati PENATALAKSANAAN
diabetik, menandakan prognosis yang buruk, dimana
dalam suatu penelitian menunjukkan angka kematian Kendali Glikemik
sebesar 15-20% pertahun.
Kendali glikemik yang buruk pada pasien D M , akan
meningkatkan risiko kematian kardiovaskular, dimana
setiap kenaikan 1 % kadar H b A l c terjadi peningkatan
DIAGNOSIS kematian kardiovaskular sebesar 1 1 % . Perbaikan kendali
glikemik akan memberikan efek menguntungkan terhadap
W a l a u p u n t i d a k a d a uji d i a g n o s t i k k h u s u s untuk penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.
menegakkan diagnosis kardiomiopati diabetik, namun UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study)
dengan berbagai modalitas pencitraan yang berbeda gagal membuktikan manfaat kendali glukosa darah intensif
diharapkan dapat mendeteksi gambaran kelainan jantung. dalam menurunkan angka kejadian penyakit kardiovaskular
Saat ini pendekatan diagnostik yang umum digunakan pada pasien DM tipe 2 m e n g g u n a k a n sulfonilurea
dalam praktik klinis meliputi: 1). Ekokardiografi; 2). atau insulin. Sangat penting dicatat bahwa terdapat
Cardiac MRI; 3). Cardiac biomarker seperti NT-BNP keterbatasan metodologi dalam penelitian UKPDS dalam
[(N-Terminal pro-BNP (brain natriuretic peptide)] hal interpretasi hasil penelitian.
P a d a p e n e l i t i a n D C C T (Diabetes Control and
Ekokardiografi Complication Trial), sebanyak 1441 pasien DM tipe 1
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan penunjang non secara acak diberikan terapi konvensional atau intensif
invasif dan praktis dalam menentukan struktur dan fungsi selama rata-rata 6,5 tahun. Jumlah pasien yang mengalami
jantung. Penilaian kuantitatif dan kualitatif jantung dapat komplikasi makrovaskular major sebanyak 40 orang pada
dibuat melalui pemeriksaan geometri ventrikel kiri, wall kelompok yang mendapat terapi konvensional, sedangkan
motion, fungsi sistolik dan diastolik serta anatomi dan fungsi pada kelompok yang mendapat terapi intensif ditemukan
katup-katup jantung. Two dimensional echocardiography sebanyak 23 orang. Secara statistik tidak bermakna,
merupakan cara terpilih dalam mendeteksi dan menilai walaupun terjadi perbaikan profil lipid pada kelompok
hipertrofi ventrikel kiri. W a l a u p u n m e r u p a k a n baku terapi intensif.
emas untuk menilai fungsi diastolik ventrikel kiri, namun
kateterisasi jantung jarang digunakan untuk mendiagnosis Beta-blocker
disfungsi diastolik karena bersifat invasif. Pulse-wave Stimulasi kronik dari sistem syaraf simfatis akan
Doppler echocardiography merupakan metoda yang paling meningkatkan denyut jantung dan perubahan ekspresi
praktis dan sering digunakan untuk menilai fungsi diastolik gen yang akan menyebabkan remodelling jantung baik
sedangkan Tissue Doppler Imaging (TDI) echocardiography pada pasien dengan payah jantung maupun diabetes
merupakan metoda yang lebih sensitif dalam mendeteksi melitus. Secara tradisionil, terdapat keberatan penggunaan
kelainan fungsi Ventrikel Kiri yang ringan. beta bloker pada pasien DM karena kekawatiran terhadap
efek samping resistensi insulin dan meningkatkan risiko
Cardiac Magnetic Resonance Imaging (MRI) terjadinya hypoglycemia unawereness.
Cardiac MRI mempunyai akurasi yang lebih baik daripada Namun dengan kemajuan p e m a h a m a n terhadap
e k o k a r d i o g r a f i , dan m e r u p a k a n b a k u e m a s d a l a m payahjantung dan kenyataan betapa pentingnya peranan
mengukur massa ventrikel kiri (left ventricular mass). sistem saraf simfatis dalam pelepasan zat-zat vasoaktif,
Namun penggunaannya terbatas hanya untuk tujuan riset maka beta bloker menjadi penting peranannya dalam
dikarenakan biayanya mahal, memakan waktu lama dan pengobatan payah j a n t u n g . Jadi beta bloker berperan
memerlukan keahlian khusus. penting dalam mencegah bahkan memperbaiki remodelling
jantung, sehingga dapat memperbaiki fungsi ventrikel kiri
Cardiac Biomarkers dan menurunkan mortalitas. Pada studi CIBIS II (Cardiac
Brain Natriuretic Peptide (BNP) m e r u p a k a n h o r m o n Insufficiency BisoprololStudy II) dan MERIT-HF (Metoprolol
j a n t u n g y a n g d i h a s i l k a n sebagai respons t e r h a d a p Controlled-release Randomised Intervention Trial in Heart
kelebihan tekanan dan volume ventrikel. Walaupun BNP Failure) y a n g meneliti p a s i e n - p a s i e n d e n g a n payah
2412 DIABETES MILITUS

jantung ringan sampai sedang menunjukkan penurunan Statin (HMG-CoA Reductase Inhibitors)
angka kematian 32 dan 34%. Kemampuan statin dalam menurunkan kadar kolesterol
Carvedilol, suatu beta bloker generasi ketiga yang serum dan mengurangi risiko Penyakit Jantung Koroner
dapat m e n g h a m b a t reseptor alfa dan beta, bahkan telah dijadikan bagian dari lipid hypothesis.
menunjukkan efek yang sangat baik dalam menurunkan Disamping efek langsung terhadap metabolisme
morbiditas dan mortalitas (penurunan sampai 6 7 % ) . kolesterol, statin juga memiliki manfaat tambahan, yaitu
Pada studi yang lebih baru, the COVERNICUS {Carvedilol menghambat isoprenoid intermediates, memodifikasi
Prospective Randomized Cumulative Survival) study group ikatan protein GTP seperti Rho, meningkatkan aliran darah
menunjukkan penurunan mortalitas yang bermakna pada kolateral, meningkatkan aktivitas enzim NO synthase yang
pasien-pasien dengan payahjantung yang diobati dengan diproduksi oleh sel endotel, mencegah aktivasi nuclear
carvedilol. factor kappa B dan mencegah up-regulasi mRNA VEGF.
Scandinavian Simvastatin Survival Study membuktikan
ACE-inhibitor terjadi penurunan kejadian Penyakit Jantung Koroner
Studi m u l t i s e n t e r t e r h a d a p k a p t o p r i l menunjukkan setelah pemberian Simvastatin.
perbaikan yang bermakna dalam kemampuan latihan fisik
dan gejala-gejala klinis payah jantung, tanpa pengaruh Thiazolelidlndione (TZD)
t e r h a d a p m o r t a l i t a s . The C O N S E N S U S study group TZD adalah golongan obat baru dalam pengobatan DM
merupakan kelompok studi pertama yang menunjukkan tipe 2, yang bekerja meningkatkan sensitivitas insulin pada
penurunan mortalitas dengan enalapril pada pasien-pasien otot rangka dan jaringan lemak melalui ikatan dan aktivasi
payah j a n t u n g berat. Peneliti-peneliti dari the SOLVD PPAR-gamma, suatu reseptor inti yang mempunyai peran
(Studies of Left Ventricular Dysfunction) memperkuat regulasi proses differensiasi sel.
temuan ini dan juga mendapatkan bahwa enalapril dapat Disamping itu TZD juga bekerja pada PPAR-alfa dan
mencegah onset terjadinya payahjantung baru. meningkatkan kadar HDL cholesterol dan menurunkan
Beberapa penelitian post infark miokardium j u g a kadar t r i g l i s e r i d a . T Z D j u g a m e n i n g k a t k a n ekspresi
menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas den- dan fungsi GLUT 4 didalam otot j a n t u n g , s e h i n g g a
gan ACE inhibitor dibanding plasebo. Manfaat yang jelas memperbaiki metabolisme glukosa dan menurunkan
terhadap penurunan morbiditas dan mortalitas kardio- utilisasi NEFA oleh miokardium. Oleh karena itu TZD
vaskular ditemukan pada HOPE {Heart Outcomes Preven- dapat melindungi jantung dari jejas miokardium yang
tion Outcome) studyyang menggunakan ramipril terhadap menyertai iskemi dan memperbaiki fungsi jantung setelah
9297 pasien dengan risiko tinggi, dimana manfaat hasil terjadi iskemi. Namun pemberian TZD harus hati2 pada
studi lebih jelas pada pasien-pasien DM. Selanjutnya dari pasien dengan payahjantung, karena sifatnya yang dapat
HOPE study didapatkan penurunan sebanyak 3 3 % dari menimbulkan retensi cairan.
timbulnya payahjantung baru dan penurunan sebanyak
4 4 % dari risiko terjadinya DM tipe 2. PARP Inhibitors
PARP-1 {PolyAdenosine Diphosphate Ribose Polymerase^)
Angiotensin II Receptor Antagonists yang termasuk dalam golongan enzim PARP merupakan
Angiotensin II merupakan pemain utama dalam terjadinya protein inti yang berfungsi sebagai suatu DNA-nick-sensor
disfungsi jantung. The ELITE (Evaluation of Losartan in enzyme. Didalam sel endotel, dapat terjadi overproduksi
the Elderly) studyyang membandingkan losartan dengan superoksida akibat hiperglikemi, yang akan menyebabkan
kaptopril pada pasien usia lanjut dengan payahjantung, terbelahnya rantai DNA. Keadaan ini akan menyebabkan
mendapatkan bahwa losartan sama amannya dengan aktivasi PARP yang menghambat GAPDH (Glyceraldehyde-
kaptopril dalam secondary end pointnya. 3-phosphate dehydrogenase). Akibatnya akan terjadi
aktivasi sejumlah transduser utama dari kerusakan akibat
Ca++ Channel Antagonists hiperglikemi (polyol pathway, pembentukan AGEs dan
Studi pada hewan p e r c o b a a n m e n u n j u k k a n a d a n y a aktivasi Protein Kinase C).
perbaikan dari kardiomiopati diabetik dengan verapamil. Selain memiliki efek langsung terhadap kerusakan
Walaupun demikian studi dgn verapamil, diltiazem dan DNA, PARP j u g a m e m o d u l a s i proses inflamasi dan
nifedipine menunjukkan efek merugikan terhadap payah kerusakan sel sistem kardiovaskular melalui aktivasi
jantung. Amiodipin dan felodipin yang diteliti dalam studi terhadap NF-kB dan overekspresi endothelin-1 (ET-1) dan
PRAISE (Prospective Randomized Amiodipine Survival reseptor ET. Blokade aktivitas PARP dengan competitive
Evaluation) dan Val-HeFT III (Valsartan Heart Failure Trial PARP inhibitor, merupakan pendekatan rasional dalam
III), tidak menunjukkan manfaat lebih d i b a n d i n g k a n mencegah kerusakan jaringan akibat aktivasi berbagai jalur
dengan pengobatan konvensional. yang disebabkan karena hiperglikemi kronik. Obat-obat
KARDIOMIOPATI DIABETIK 2413

baru yang masih dalam penelitian, antara lain:


AGEs inhibitor, aminoguanidine dan pyridoxamine
AGEs cross-link breaker: alanine aminotransferase
711
Modulator metabolisme asam lemak bebas:
trimetazidine
• GLP- 7 recombinant: Exenatide
Copper chelator: trientine

REFERENSI

1. Aneja A, Tang W H W , Bansilal S, Garcia MJ, Farkouh M E .


Diabetic C a r d i o m y o p a t h y . Insight into pathogenesis,
diagnostic challenges and therapeutic options.Am J Med.
2008;121:748-57.
2. Asghar O, Al-Sunni A, Khavandi K. Diabetic cardiomyopathy.
Clinical Science 2009;116:741-60.
3. Boudina S, Abel E D . Diabetic cardiomyopathy revisited.
Circulation 2007;115: 3213-23.
4. Boudina S. Clinical manifestahons of diabetic cardiomyopathy.
Heart Metab.2009;45:10-4.
5. Fang Z.Y., Prins J.B., Marwick T.H. Diaberic Cardiomyopathy:
E v i d e n c e , M e c h a n i s m , and Therapeutic Implications.
Endocrine Reviev^s 2004;25:543-67.
6. Farhangkhoee H , Khan Z A , Kaur H , et.al. Vascular endothelial
dysfunction in diabetic cardiomyopathy: Pathogenesis and
potential treatment targets. Pharmacology & Therapeutics
2006;111:384-99.
7. Hayat S.A.,bPatel B.,bKhattar R.S.,bMalik R.A. Diabetic
cardiomyopathy: mechanisms, diagnosis and treatment.
Clinical Science 2004;107:539-57.
8. Voulgari C , Papadogiannis D, Tentolouris N . Diabetic
cardiomyopathy: from the pathophysiology of the cardiac
myocyte to current diagnosis and management strategies.
Vascular Health and Risk Management 2010;6:883-903.
315
KOMPLIKASI KRONIK DM:
PENYAKIT JANTUNG KORONER
AIwi Shahab

PENDAHULUAN koroner pada pasien DM belum diketahui secara pasti.


Dari hasil p e n e l i t i a n d i d a p a t k a n k e n y a t a a n b a h w a :
Penyebab kematian dan kesakitan utama pada pasien 1). A n g k a kejadian aterosklerosis lebih tinggi pada
DM (baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2) adalah Penyakit pasien DM dibanding populasi non DM; 2). Pasien DM
Jantung Koroner, yang merupakan salah satu penyulit mempunyai risiko tinggi untuk mengalami trombosis,
makrovaskular pada diabetes melitus. Penyulit makrovaskular penurunan fibrinolisis dan peningkatan respons inflamasi;
ini bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini yang dapat 3). Pada pasien DM terjadi glikosilasi protein yang akan
mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Penyebab mempengaruhi integritas dinding pembuluh darah.
aterosklerosis pada pasien DM tipe 2 bersifat multifaktorial, Haffner dan k a w a n - k a w a n , m e m b u k t i k a n bahwa
melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti aterosklerosis pada pasien DM mulai terjadi sebelum timbul
hiperglikemia, hiperlipidemia, stres oksidatif, penuaan onset klinis DM. Studi epidemiologi juga menunjukkan
dini, h i p e r i n s u l i n e m i a dan/atau hiperproinsulinemia terjadinya peningkatan risiko payah jantung pada pasien
serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan DM d i b a n d i n g k a n populasi non D M , yang ternyata
fibrinolisis. Pada pasien DM, risiko payahjantung kongestif disebabkan karena kontrol glukosa darah yang buruk
meningkat 4 sampai 8 kali. Peningkatan risiko ini tidak dalam waktu yang lama. Disamping itu berbagai faktor
hanya disebabkan karena penyakit jantung iskemik. Dalam turut pula memperberat risiko terjadinya payah jantung
beberapa tahun terakhir ini diketahui bahwa pasien DM dapat dan strok pada pasien DM, antara lain hipertensi, resistensi
pula mempengaruhi otot jantung secara independen. insulin, hiperinsulinemia, hiperamilinemia, dislipidemia, dan
Selain melalui keterlibatan aterosklerosis dini arteri gangguan sistem koagulasi serta hiperhomosisteinemia.
koroner yang menyebabkan penyakit jantung iskemik Semua faktor risiko ini kadang-kadang dapat terjadi
juga dapat terjadi perubahan-perubahan berupa fibrosis pada satu individu dan merupakan suatu kumpulan gejala
interstisial, pembentukan kolagen dan hipertrofi sel- yang dikenal dengan istilah sindrom resistensi insulin atau
sel otot jantung. Pada tingkat seluler terjadi gangguan sindrom metabolik. Lesi aterosklerosis pada pasien DM
pengeluaran kalsium dari sitoplasma, perubahan struktur dapat terjadi akibat:
troponin T dan peningkatan aktivitas piruvat kinase.
Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan gangguan Hiperglikemia
kontraksi dan relaksasi otot jantung dan peningkatan Hiperglikemia kronik menyebabkan disfungsi endotel
t e k a n a n end-diastoUc s e h i n g g a dapat m e n i m b u l k a n melalui berbagai mekanisme antara lain:
kardiomiopati restriktif. hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non
enzimatik dari protein dan makromolekul seperti DNA,
yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik
PATOFISIOLOGI dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan
perubahan tekanan intravaskular akibat gangguan
Dasar terjadinya peningkatan risiko penyakit j a n t u n g keseimbangan Nitrat Oksida (NO) dan prostaglandin.

2414
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES MELITUS: PENYAKIT JANTUNG KORONER 2415

hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular konsentrasi insulin fisiologis mendapatkan bahwa hormon
sehingga akan menyebabkan gangguan NADPH pool ini dapat meningkatkan konsentrasi dan aktivitas mRNA
yang akan menghambat produksi NO. dari eNOS sebesar 2 kali lipat setelah 2-8 j a m inkubasi sel
over ekspresi growth factors meningkatkan proliferasi endotel. Peneliti ini menyimpulkan bahwa insulin tidak
sel endotel dan otot polos pembuluh darah sehingga hanya memiliki efek vasodilatasi akut melainkan j u g a
akan terjadi neovaskularisasi. memodulasi tonus pembuluh darah. Toksisitas insulin
hiperglikemi akan meningkatkan sintesis diacylglyerol (hiperinsulinemi/hiperproinsulinemi) dapat menyertai
(DAG) melalui jalur glikolitik. Peningkatan konsentrasi keadaan resistensi insulin/sindrom metabolik dan stadium
DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG awal dari DM tipe 2. Insulin meningkatkan jumlah reseptor
maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya AT-1 dan mengaktifkan Renin Angiotensin Aldosterone
vasokonstriksi. System {RfKAS). Akhir-akhir ini telah dapat diidentifikasi
sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres adanya reseptor AT-1 di dalam sel-sel beta pankreas dan
oksidatif. Keadaan hiperglikemia akan meningkatkan didalam sel-sel endotel kapiler pulau-pulau Langerhans
tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan pankreas. Jadi, hiperinsulinemi mempunyai hubungan
peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dengan Ang-ll dengan akibat akan terjadi peningkatan
dense LDL-cholesterol [oxidized LDL) y a n g lebih stres oksidatif didalam pulau-pulau Langerhans pankreas
bersifat a t e r o g e n i k . D i s a m p i n g itu p e n i n g k a t a n akibat peningkatan konsentrasi insulin, proinsulin dan
konsentrasi asam lemak bebas dan keadaan hiper- amilin.
glikemia dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid
dan protein. Hiperamilinemi
hiperglikemia akan disertai dengan tendensi Amilin atau disebut juga Islet Amyloid Polypeptide (1APP)
protrombotik dan agregasi platelet. Keadaan ini m e r u p a k a n polipeptida y a n g m e m p u n y a i 37 gugus
berhubungan dengan beberapa faktor antara lain asam amino, disintesis dan disekresi oleh sel-sel beta
penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas pankreas bersama-sama dengan insulin. Jadi keadaan
fibrinolitik akibat peningkatan konsentrasi PAI-1. hiperinsulinemi akan disertai dengan hiperamilinemi dan
Di samping itu pada DM tipe 2 terjadi peningkatan sebaliknya bila terjadi penurunan konsentrasi insulin akan
aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor disertai pula dengan hipoamilinemi. Hiperinsulinemi dan
seperti pembentukan advanced glycosylation end hiperamilinemi dapat menyertai keadaan resistensi insulin/
products (AGEs) dan penurunan sintesis heparan sindrom metabolik dan DM tipe 2. Terjadinya amiloidosis
sulfat. ( p e n u m p u k a n endapan amilin) didalam islet diduga
w a l a u p u n tidak ada h u b u n g a n langsung antara berhubungan dengan lama dan beratnya resistensi insulin
aktivasi koagulasi dengan disfungsi endotel, namun dan DM tipe 2. Sebaliknya , penumpukan endapan amilin
aktivasi koagulasi yang berulang dapat menyebabkan didalam sel-sel beta pankreas akan menurunkan fungsinya
stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel sehingga dalam mensekresi insulin. Sakuraba dan kawan-kawan
akan terjadi disfungsi endotel. dalam penelitiannya mendapatkan bahwa pada pasien DM
tipe 2, peningkatan stres oksidatif berhubungan dengan
R e s i s t e n s i Insulin d a n H i p e r i n s u l i n e m i a peningkatan pembentukan lAPP di dalam sel-sel beta
Jialal dan kawan-kawan menemukan adanya reseptor pankreas. Dalam keadaan ini terjadi penurunan ekspresi
t e r h a d a p insulin yaitu IGF-I dan IGF-II pada sel-sel enzim Super Oxide Dismutase (SOD) yang menyertai
pembuluh darah besar dan kecil dengan karakteristik ikatan pembentukan lAPP dan penurunan massa sel beta. Temuan
yang sama dengan yang ada pada sel-sel lain. Peneliti ini ini menunjukkan adanya hubungan antara terjadinya stres
menyatakan bahwa reseptor IGF-I dan IGF-II pada sel oksidatif dan pembentukan lAPP serta penurunan massa
endotel terbukti berperan secara fisiologik dalam proses dan densitas sel-sel beta pankreas. Amilin j u g a dapat
terjadinya komplikasi vaskular pada pasien DM. Defisiensi merangsang lipolisis dan merupakan salah satu mediator
insulin dan hiperglikemi kronik dapat meningkatkan terjadinya resistensi insulin. Baru-baru ini ditemukan
konsentrasi total protein kinase C (PKC) dan diacylglycerol pula amylin binding site didalam korteks ginjal, dimana
(DAG). Insulin juga mempunyai efek langsung terhadap amilin dapat mengaktivasi RAAS dengan akibat terjadinya
j a r i n g a n p e m b u l u h darah. Pada penelitian terhadap peningkatan konsentrasi renin dan aldosteron.
jaringan pembuluh darah dari odeseZwc/rerraf didapatkan J a n s o n dan k a w a n - k a w a n m e n d a p a t k a n a d a n y a
adanya resistensi terhadap sinyal PI3-kinase. Temuan ini partikel-partikel amiloid (intermediate sized toxic amyloid
membuktikan bahwa resistensi insulin akan menimbulkan particles=ISTAPs) yang bersifat sitotoksik terhadap sel-sel
gangguan langsung pada fungsi pembuluh darah. King beta pankreas, dapat mengakibatkan apoptosis dengan
dan kawan-kawan dalam penelitiannya menggunakan cara merusak membran sel beta pankreas.
2416 DIABETES MILITUS

Inflamasi sel T yang akan meningkatkan pelepasan interferon-y.


Dalam beberapa tahun terakhir, terbukti bahwa inflamasi Pelepasan interferon y akan menyebabkan gangguan
tidak hanya menimbulkan komplikasi sindrom koroner homeostasis sel-sel pembuluh darah. Aktivasi sel T j u g a
akut, tetapi j u g a merupakan penyebab utama dalam akan menghambat proliferasi sel-sel otot polos pembuluh
proses t e r j a d i n y a dan p r o g r e s i v i t a s a t e r o s k l e r o s i s . darah dan biosintesis kolagen, yang akan menimbulkan
Berbagai pertanda inflamasi telah ditemukan didalam vulnerable plaque, sehingga menimbulkan komplikasi
lesi aterosklerosis, antara lain sitokin dan growth factors sindrom koroner akut.
yang dilepaskan oleh makrofag dan sel T. Sitokin akan Sampai sekarang masih terdapat kontroversi tentang
meningkatkan sintesis platelet activating factor (PAF), mengapa pada pemeriksaan patologi anatomi, plak pada
merangsang lipolisis, ekspresi molekul-molekul adhesi DM tipe 1 bersifat lebih fibrous dan calcified, sedangkan
dan upregulasi sintesis serta ekspresi aktivitas prokoagulan pada DM tipe 2 lebih selular dan lebih banyak mengandung
di dalam sel-sel endotel. Jadi sitokin memainkan peran lipid. Dalam suatu seri pemeriksaan arteri koroner pada
penting tidak hanya dalam proses awal terbentuknya lesi pasien DM tipe 2 setelah sudden death, didapatkan area
aterosklerosis, melainkan juga progresivitasnya. Pelepasan nekrosis, kalsifikasi dan ruptur plak yang luas. Sedangkan
sitokin lebih banyak terjadi pada pasien D M , karena pada pasien DM tipe 1 ditemukan peningkatan kandungan
peningkatan dari berbagai proses yang mengaktivasi jaringan ikat dengan sedikit foam cells didalam plak yang
makrofag (dan pelepasan sitokin), antara lain oksidasi memungkinkan lesi aterosklerosisnya relatif lebih stabil.
dan glikoksidasi protein dan lipid. Pelepasan sitokin
yang dipicu oleh terbentuknya Advanced Glycosylation
Trombosis/Fibrinolisis
Endproducts (AGEs) akan disertai dengan over produksi
Diabetes Melitus akan disertai dengan keadaan protrombotik
berbagai growth factors seperti:
yaitu p e r u b a h a n - p e r u b a h a n proses t r o m b o s i s dan
PDGF {Platelet Derived Growth Factor)
fibrinolisis. Kelainan ini d i s e b a b k a n karena a d a n y a
IGF I {Insulin Like Growth Factor I)
resistensi insulin terutama yang terjadi pada pasien DM
GMCSF {Granulocyte/Monocyte Colony Stimulating
tipe 2. Walaupun demikian dapat pula ditemukan pada
Factor)
pasien DM tipe 1. Peningkatan fibrinogen serta aktivitas
TGF-a {Transforming Growth Factor-a)
faktor VII dan PAI-1 baik di dalam plasma maupun di
S e m u a f a k t o r ini m e m p u n y a i p e n g a r u h besar dalam plak aterosklerotik akan menyebabkan penurunan
terhadap fungsi sel-sel pembuluh darah. Di samping urokinase dan meningkatkan agregasi platelet. Penyebab
itu terjadi pula peningkatan pembentukan kompleks peningkatan fibrinogen diduga karena meningkatnya
imun yang mengandung modified lipoprotein. Tingginya aktivitas faktor VII yang berhubungan dengan terjadinya
konsentrasi kompleks imun yang mengandung modified hiperlipidemi post prandial.
LDL, akan meningkatkan risiko komplikasi makrovaskular Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat pengaruh
pada pasien DM baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2. langsung dari insulin dan pro insulin. Penelitian terbaru
Kompleks imun ini tidak hanya merangsang pelepasan menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi PAI-1
sejumlah besar sitokin tetapi juga merangsang ekspresi setelah pengobatan DM tipe 2 dengan tiazolidinedione
dan pelepasan matrix metalloproteinase-1 (MMP-1) tanpa menyokong hipotesis adanya peranan resistensi insulin
merangsang sintesis inhibitornya. Aktivasi makrofag oleh dalam proses terjadinya over ekspresi PAI-1. Peningkatan
kompleks imun tersebut akan merangsang pelepasan PAI-1 baik di d a l a m plasma m a u p u n di d a l a m plak
Tumor Necrosis Factor-a (TNF-a), yang menyebabkan aterosklerotik tidak hanya menghambat migrasi sel otot
up regulasi sintesis C-reactive protein. Baru-baru ini polos pembuluh darah, melainkan juga disertai penurunan
telah ditemukan C-reactive protein dengan konsentrasi ekspresi urokinase didalam dinding pembuluh darah dan
yang cukup tinggi pada pasiendengan resistensi insulin. plak aterosklerotik. Terjadinya proteolisis pada daerah
Peningkatan konsentrasi kompleks imun pada pasien fibrous cap dari plak yang menunjukkan peningkatan
DM tidak hanya menyebabkan timbulnya aterosklerosis aktivasi sel T dan makrofag akan memicu terjadinya
dan progresivitasnya, melainkan j u g a berperan dalam ruptur plak dengan akibat terjadinya sindrom koroner
proses rupturnya plak aterosklerotik dan komplikasi akut. Mekanisme yang mendasari terjadinya keadaan
J a n t u n g Koroner s e l a n j u t n y a . K a n d u n g a n m a k r o f a g hiperkoagulasi pada pasien DM dan resistensi insulin,
didalam lesi aterosklerosis pada pasien DM mengalami masih dalam penelitian lebih lanjut.
peningkatan, sebagai akibat dari peningkatan rekrutmen
makrofag kedalam dinding p e m b u l u h darah karena Dislipidemia
pengaruh tingginya konsentrasi sitokin. Peningkatan Dislipidemia yang akan menimbulkan stres oksidatif
oxidized LDL pada pasien DM akan meningkatkan aktivasi umum terjadi pada keadaan resistensi insulin/sindrom
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES MELITUS: PENYAKIT JANTUNG KORONER 241 7

metabolik dan DM tipe 2. Keadaan ini terjadi akibat terjadi gangguan fungsi ginjal. Peningkatan konsentrasi
gangguan nnetabolisnne lipoprotein yang sering disebut homosistein biasanya menyertai penurunan laju filtrasi
sebagai lipid triad, meliputi: 1. peningkatan konsentrasi glomerulus. Hiperhomosisteinemi dapat menyebabkan
VLDLatau trigliserida, 2. penurunan konsentrasi kolesterol inaktivasi nitrat oksida melalui hambatannya terhadap
HDL, 3. terbentuknya small dense LDL yang lebih bersifat ekspresi glutathione peroxidase (GPx).
aterogenik.
Peningkatan konsentrasi VLDL, trigliserida dan small
dense LDL kolesterol serta penurunan konsentrasi HDL MANIFESTASI KLINIS
kolesterol yang bersifat anti-aterogenik, anti oksidan dan
anti inflamasi akan mengurangi cadangan anti oksidan Pada individu non DM, Penyakit Jantung Koroner dapat
alamiah. memberikan manifestasi klinis berupa :
Lipoprotein mempunyai fungsi mengangkut lipid
Angina pektoris. Rasa nyeri dada dan sesak napas yang
keseluruh tubuh, dimana LDL terutama berperan dalam
disebabkan karena gangguan suplai oksigen yang tidak
transport apolipoprotein (Apo) B 100; VLDL berperan dalam
mencukupi kebutuhan otot jantung. Keadaan ini terutama
transpor trigliserida yang mengandung Apo E, sedangkan
terjadi pada saat latihan fisik atau adanya stres.
HDL berperan dalam mengangkut kembali kolesterol
y a n g m e n g a n d u n g anti inflamasi dan anti o k s i d a n Angina pektroris tidak stabil. Dikatakan angina pektoris
alamiah yaitu Apo A. Molekul protein dari lipoprotein tidak stabil bila nyeri timbul untuk pertama kali, atau bila
ini akan mengalami modifikasi karena proses oksidasi, Angina Pektoris sudah ada sebelumnya namun menjadi
glikosilasi dan glikoksidasi dengan hasil akhir akan terjadi lebih berat. Dan biasanya dicetuskan oleh faktor yang
peningkatan stres oksidatif dan terbentuknya spesies lebih ringan dibanding sebelumnya. Keadaan ini harus
oksigen radikal. Di samping itu modified lipoprotein akan diwaspadai karena kelainan bisa berlanjut menjadi berat,
mengalami retensi di dalam tunica intima yang memicu bahkan menjadi infark miokard.
terjadinya aterogenesis.
Infark miokard. 1). Kerusakan otot jantung akibat blokade
arteri koroner yang terjadi secara total dan mendadak.
Hipertensi Biasanya terjadi akibat ruptur plak aterosklerosis didalam
Hipertensi merupakan salah satu faktor dalam resistensi arteri koroner. 2). Secara klinis infark miokard ditandai
insulin/sindrom metabolik dan sering menyertai DM tipe dengan nyeri dada seperti pada Angina Pektoris, namun
2. Sedangkan pada pasien DM tipe 1, hipertensi dapat lebih berat dan berlangsung lebih lama sampai beberapa
terjadi bila sudah ditemukan tanda-tanda gangguan fungsi j a m . Tidak seperti pada AP yang dicetuskan oleh latihan
ginjal yang ditandai dengan mikroalbuminuri. Adanya dan dapat hilang d e n g a n p e m a k a i a n obat nitrat di
hipertensi akan memperberat disfungsi endotel dan bawah lidah, pada infark miokard biasanya terjadi tanpa
meningkatkan risiko Penyakit Jantung Koroner Hipertensi dicetuskan oleh latihan dan tidak hilang dengan pemakaian
disertai dengan peningkatan stres oksidatif dan aktivitas nitrat. 3). Kadang-kadang gejala bisa berupa sesak napas,
spesies oksigen radikal, yang selanjutnya akan memediasi atau sinkop (kehilangan kesadaran). 4). Biasanya disertai
terjadinya kerusakan pembuluh darah akibat aktivasi komplikasi seperti; gangguan irama j a n t u n g , renjatan
Ang II dan penurunan aktivitas enzim SOD. Sebaliknya jantung {shock cardiogenic), gagal jantung kiri, bahkan
glukotoksisitas akan menyebabkan peningkatan aktivitas kematian mendadak {sudden death).
RAAS sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya
h i p e r t e n s i . Penelitian t e r b a r u m e n d a p a t k a n a d a n y a Sindrom koroner akut: Spektrum klinis yang terjadi
peningkatan konsentrasi amilin (hiperamilinemia) pada mulai dari angina pektoris tidak stabil sampai terjadi infark
individu yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi dan miokard akut.
dengan resistensi insulin.
Pada pasien DM, terjadinya iskemi atau infark miokard
kadang-kadang tidak disertai dengan nyeri dada yang
Hiperhomosisteinemia khas (angina pektoris). Keadaan ini dikenal dengan Silent
Pada pasien DM baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2 ditemukan Myocardial Ischaemia atau Silent Myocardial Infarction
polimorfisme gen dari enzim methylene tetrahydrofolate (SMI). Terjadinya SMI pada pasien DM diduga disebabkan
reductase yang dapat menyebabkan hiperhomosisteinemi. karena:
Polimorfisme gen ini terutama terjadi pada pasien yang Gangguan sensitivitas sentral terhadap rasa nyeri
kekurangan asam folat di dalam dietnya. Hiperhomo- Penurunan konsentrasi p endorphin
sisteinemi dapat diperbaiki dengan suplementasi asam Neuropati perifer y a n g m e n y e b a b k a n denervasi
folat. Homosistein terutama mengalami peningkatan bila sensorik.
2418 DIABETES MIUTUS

DIAGNOSIS PENATALAKSANAAN

Diagnosis Penyakit Jantung Koroner pada pasien Diabetes Berdasarkan rekomendasi ADA, penatalaksanaan
Melitus ditegakkan berdasarkan: terhadap semua pasien DM terutama ditujukan terhadap
Anannnesis dan Pemeriksaan Fisis penurunan risiko kardiovaskular secara komprehensif,
Pada pasien DM tipe 1, yang umumnya datang tanpa yaitu meliputi:
disertai faktor-faktor risiko t r a d i s i o n a l , l a m a n y a Pengobatan hiperglikemia dengan diet, obat-obat
menderita DM dapat dijadikan sebagai prediktor hipoglikemiak oral atau insulin
penting terhadap timbulnya Penyakit Jantung Koroner Pengobatan terhadap dislipidemia
Karena DM tipe 1 sering terjadi pada usia muda, Pemberian aspirin
Penyakit Jantung Koroner dapat terjadi pada usia Pengobatan terhadap hipertensi untuk mencapai
antara 30 sampai 40 tahun. Sebaliknya pada pasien DM tekanan darah < 130/80 mmHg dengan ACE inhibitor,
tipe 2, sering disertai dengan berbagai faktor risiko, angiotensin receptor blockers (ARB) atau penyekat b
dan PJK biasanya terjadi pada usia 50 tahun keatas. dan diuretik
Seringkali, DM baru terdiagnosis pada saat pasien Menasihati pasien untuk berhenti merokok.
datang dengan keluhan angina, infark miokard atau Rekomendasi ADA tentang target yang harus dicapai
payahjantung. Sedangkan pada pasien DM dengan dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus dalam upaya
SMI, gejala yang timbul biasanya tidak khas seperti menurunkan risiko kardiovaskular:
mudah capek, dyspnoe d'effort atau dispepsia.
Pemeriksaan Laboratorium. Terdiri atas : 1. darah
Target yang harus di-
rutin, 2. konsentrasi gula darah puasa, 3. profil lipid: No Parameter capai
kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL,
1. Kontrol glikemik:
Trigliserida 4. Enzim-enzim j a n t u n g , 5. C-reactive
. A1C <7%
protein (CRP), 6. Mikroalbuminuri atau proteinuri 90-130 mg/dl
• Kadar glukosa darah
Elektrokardiografi preprandial (5.0-7.2 mmol/l)
Uji latih {treadmill test) • Kadar glukosa darah <180 mg/dl
Pemeriksaan foto dada postprandial (<10.0 mmol/l)
Ekokardiografi 2. Tekanan darah < 130/80 mmHg
Pemeriksaan baku emas adalah angiografi koroner 3. Lipid:
(kateterisasi) LDL <100 mg/dl (<2.6 mmol/l)
Trigliserida <150 mg/dl (<1.7 mmol/l)
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasi- HDL >40 mg/dl (>1.1 mmol/l)
kan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
Elektrokardiografi (EKG) sebagai pemeriksaan awal
terhadap setiap pasien DM
Uji latih {Treadmill test) dilakukan terhadap pasien REFERENSI
DM dengan:
Gejala-gejala angina pektoris American Diabetes Association. Standards of Medical Care for
Patients with Diabetes Mellitus (Position Statement). Diabetes
Dyspnoe d'effort
Care 2003; 26 (SI): 33-50.
Gejala gastrointestinal Aronow WS. Silent M I . Prevalence and prognosis in older
EKG istirahat menunjukkan tanda-tanda iskemi patients diagnosed by routine electrocardiograms. Geriatrics
atau infark miokard 2003;58:24-40.
Calles-Escandon J, Mirza SA, Garcia-Rubi E, Mortensen A. Type 2
Disertai penyakit arteri perifer atau oklusi arteri
D M : one disease, multiple cardiovascular risk factors. Coron
karotis Artery Dis 1999; 10:23-30.
Disertai adanya 2 atau lebih faktor-faktor risiko Giugliano D, Ceriello A, Paolisso G. Oxidative stress and diabetic
vascular complications. D M Care 1996; 19:257-67.
kardiovaskular sebagai berikut: kolesterol total
Haffner SM, Lehto S, Ronnemaa T, Pyorala K, Laakso M. Mortality
>240 mg/dl, kolesterol LDL > 160 mg/dl, kolesterol from coronary heart disease in subjects with Type 2 diabetes
HDL <35 mg/dl, tekanan darah > 140/90 mmHg, and in nondiabetic subjects with and without prior myocardial
m e r o k o k , r i w a y a t k e l u a r g a m e n d e r i t a PJK, infarction. N Engl J Med 1998;339:229-34.
Hayden MR, Tyagi SC. " A " is for amvlin and amyloid in type 2
mikroalbuminuria atau proteinuria
' D M mellitus. JOP. J Pancreas (Online) 2001 ;2:'l24-39.
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES MELITUS: PENYAKIT JANTUNG KORONER 2419

Hogikyan RV, Galecki AT, Pitt B, Halter JB, Greene D A , Supiano


M A . Specific i m p a i r m e n t of endothelium-dependent
vasodilation in subjects with type 2 D M independent of
obesity. J Clin Endocrinol Metab 1998;83:1946-1952.
Jialal 1, Crettaz M, Hachiya H L , Kahn CR, Moses A C , Buzney SM,
King G L . Characterization of the receptors for insulin and
the insulin-like growth factors on micro-and macrovascular
rissues. Endocrinology 1985;117:1222-9.
Krauss R M . Lipids and Lipoproteins in Patients With Type 2
Diabetes Diabetes Care 2004;27:1496-504.
Lauer MS. Coronary artery disease in diabetes: Which (if any) test
is best? Cleveland Clin J Med 2005;72 (l):6-9.
Pinkney JH, Downs L, Hopton M, Mackness Ml, Bolton C H .
Endothelial dysfunction in Type 1 D M mellitus: relationship
with L D L oxidation and the effects of vitamin E. Diabet Med
1999;16:993-999.
Quyyumi A A . Endothelial function in health and disease: new
insights into the genesis of cardiovascular disease. A m J Med
1998;105:32S-39S.
Steinberg H O , Chaker H , Leaming R, Johnson A, Brechtel G ,
Baron A D . Obesity/insulin resistance is associated with
endothelial dysfunction. Implications for the syndrome of
insulin resistance. J Clin Invest 1996;97:2601-2610.
Tabibiazar R, Edelman S. Silent Ischemia in People With Diabetes:
A Condition That Must Be Heard. Clin Diab 2003;21(l):5-9.
Zellweger MJ,Pfisterer M E . Silent coronary artery disease
in patients w i t h diabetes mellitus. S w i s s Med W k l y
2001;131:427-432.
316
DIABETES MELITUS PADA USIA LANJUT
Wasilah Rochmah

PENDAHULUAN pengelolaan diabetes yang timbul pada usia lanjut


sama dengan diabetes yang telah diderita sejak usia
Umur merupakan salah faktor yang sangat penting dalam muda? Hal ini perlu difikirkan dan dicermati mengingat
p e n g a r u h n y a t e r h a d a p prevalensi diabetes m a u p u n bahwa populasi ini u m u m n y a telah disertai d e n g a n
gangguan toleransi glukosa. Dalam studi epidemiologi, berbagai penurunan baik fisis, psikis maupun finansial
baik y a n g d i l a k u k a n secara cross-sectional maupun dengan segala akibat-akibatnya.
longitudinal, menunjukkan bahwa prevalensi diabetes
m a u p u n g a n g g u a n toleransi glukosa naik b e r s a m a
b e r t a m b a h a n umur, dan m e m b e n t u k suatu plateau TUA DAN PROSES MENUA
dan kemudian m e n u r u n . Waktu terjadinya kenaikan
dan kecepatan kenaikan prevalensi tersebut serta Menjadi tua atau menua {aging) adalah suatu keadaan
pencapaian puncak dan penurunannya sangat bervariasi yang terjadi karena suatu proses yang disebut proses
diantara studi yang pernah dilakukan. Namun demikian menua. Proses menua merupakan fenomena universal,
tampaknya para peneliti mensepakati bahwa kenaikan yang kecepatannya atau laju prosesnya bervariasi dari satu
prevalensi didapatkan mulai sejak awal masa dewasa. ke lain individu. Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor-
WHO menyebutkan bahwa setelah seseorang mencapai faktor endogen (genetis dan biologis) serta faktor-faktor
umur 30 tahun, maka konsentrasi glukosa darah akan naik eksogen (lingkungan, gizi, pola dan gaya hidup, sosial,
1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sekitar budaya, ekonomi dan penyakit). Menua adalah proses
5,6-13 m g % pada 2 j a m setelah makan. Berdasarkan hal sepanjang hidup, yang dimulai sejak permulaan kehidupan
tersebut tidaklah mengherankan apabila umur merupakan itu sendiri, tidak dimulai dari umur 55 tahun, atau umur
faktor utama terjadinya kenaikan prevalensi diabetes serta 60 tahun, atau dari umur 65 tahun sebagai batas umur
gangguan toleransi glukosa. Dalam dua dekade terakhir ini usia lanjut menurut WHO. Oleh karena itu proses menua
dari pengamatan berbagai peneliti tentang perkembangan merupakan suatu proses sepanjang hidup, yang dimulai
penduduk dunia, jumlah usia lanjut semakin bertambah. dari sejak kehidupan janin, berkembang ke kehidupan bayi,
Pada saat ini statistik penduduk dunia menunjukkan balita, anak-anak, remaja, dewasa muda, dewasa tua, dan
bahwa j u m l a h usia lanjut umur 65 tahun atau lebih, akhirnya proses menua ini akan sampai pada segmen akhir
berjumlah sekitar 450 juta j i w a (7% dari j u m l a h total kehidupan. Segmen akhir kehidupan menurut Krammer
penduduk dunia). Diperkirakan bahwa jumlah tersebut dan Schrier dibagi menjadi tiga subkelas, yaitu ke\asyoung
pada tahun 2025 dapat mencapai dua kali lipat jumlah saat old, umur antara 65-74 tahun, kelas aged {old) umur antara
ini. Dari beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan, 75-84 tahun, dan yang terakhir oldest old atau extreme
usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa aged iaIah mereka yang berumur lebih dari 84 tahun.
mencapai sekitar 5 0 - 9 2 % . Dapat dibayangkan bahwa Proses menua yang berlangsung s e b e l u m umur
dengan laju kenaikan jumlah penduduk usia lanjut yang 30 t a h u n , a k a n berjalan b e r s a m a d e n g a n p r o s e s -
semakin cepat, maka prevalensi pasienganguan toleransi tumbuh kembang yang bersifat lebih dominan. Kedua
glukosa dan diabetes usia lanjut akan meningkat lebih proses yang berjalan bersama ini akan mengakibatkan
cepat pula. Yang menjadi pertanyaan sekarang: Apakah perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimiawi menuju

2420
DIABETES MELITUS PADA USIA LANJUT 2421

suatu titik kehidupan maksimal sebagai seorang manusia Setlow, 4. Teori pemendekan telomer Hastie dkk, 5. Teori
pada puncak kehidupan produktif. Proses menua yang mutasi DNA mitokondria (mtDNA), mengatakan bahwa
berlangsung sesudah umur 30 tahun akan mengakibatkan telah lama diduga kalau metabolisme energi dan nutrisi
perubahan-perubahan anatomis, fisiologis dan biokimiawi yang berlangsung dalam mitokondria berperan penting
j u g a , tetapi menuju j a l a n p e n u r u n a n kualitas hidup dalam proses menua.
sebesar 1 % tiap tahun. Selanjutnya Miller mengatakan Manusia dapat d i p a n d a n g sebagai suatu mesin
bahwa proses menua ini mengubah seorang dewasa sehat dengan kehebatan susunan dan ketahanannya. Namun
menjadi seorang tua yang rapuh {frail), yang mengalami suatu mesin yang tanpa henti-hentinya menunaikan
penurunan dari hampir seluruh sistem fisiologis tubuh. tugas yang menjadi bebannya, cepat atau lambat akhirnya
Penurunan ini akan meningkatkan kerentanan tubuh akan mengalami penyusutan, dan akhirnya cacat. Tingkat
t e r h a d a p p e n y a k i t , dan a k h i r n y a m e n i n g g a l d u n i a . kecacatan atau kerusakan yang terjadi pada suatu mesin
Pada usia 60 tahun, proses menua berjalan lebih cepat, tergantung kompleksitas komposisi mesin tersebut.
sehingga memperlihatkan penurunan fisik yang tampak Derajat paling rendah adalah kerusakan yang tidak dapat
progresif Menua, karakteristis ditandai oleh kegagalan dielakkan karena umur suatu bahan dasar dari salah satu
tubuh dalam mempertahankan homeostasis terhadap komponen, sedangkan tingkat tertinggi adalah kerusakan
suatu stres walaupun stres tersebut masih dalam batas- dari beberapa komponen mesin yang mengampu satu
batas fisiologis. Kegagalan mempertahankan homeostasis fungsi. Demikian pula yang terjadi pada proses menua, ada
akan menurunkan ketahanan tubuh untuk hidup dan tiga tingkatan sampai terjadinya kecacatan atau kerusakan.
mengakibatkan meningkatnya kemudahan kerusakan Kerusakan yang pertama pada tingkat sel, kedua pada
pada diri individu tersebut. Tiga fakta yang penting dalam tingkat jaringan, dan akhirnya pada tingkat organ. Tingkat
biologi menua yaitu: pertama sifatnya yang universal kerusakan tertinggi pada apabila terjadi pada berbagai
(semua yang hidup dimanapun juga akan mengalaminya), organ yang mengampu satu fungsi. Salah satu contoh
kedua deteriorative (makin lama akan makin memburuk), yang dapat diibaratkan fungsi pada suatu mesin adalah
dan yang ketiga walaupun memburuk tidak menyebabkan fungsi homeostasis glukosa.
berhentinya fungsi suatu sistem secara total. Toleransi tubuh terhadap glukosa merupakan
Tua adalah suatu keadaan yang dapat dipandang dari manifestasi dari tanggung j a w a b beberapa komponen
tiga sisi, yaitu sisi kronologis, biologis, dan psikologis. tubuh yang mengampu satu fungsi, yaitu fungsi ambilan
Sesuatu dianggap atau dipandang tua apabila dinyatakan glukosa. Komponen yang dimaksud di atas adalah sel-
telah berumur lama. Hal tersebut pertama kali dilontarkan sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin,
oleh Weismann pada tahun 1882, kemudian dipelajari sel-sel j a r i n g a n target y a n g m e n g g u n a k a n g l u k o s a ,
oleh Pearl tahun 1928 dan Wartin tahun 1929, dan sistem lain seperti sistem saraf dan peran h o r m o n -
muncul kemudian theories related to wear and tear WHO hormon lain yang diproduksi oleh berbagai organ seperti
memberikan definisi bahwa seseorang disebut tua atau glukagon, kortikosteroid, epinefrin dan lain sebagainya.
usia lanjut apabila orang tersebut secara kronologis telah Walaupun demikian kompleksnya fungsi homeostasis
berumur 65 tahun atau lebih. Seseorang yang belum glukosa tersebut, tetapi tubuh selalu berusaha untuk
berumur 65 tahun, tetapi secara fisik sudah tampak setua mempertahankannya. Namun demikian, seperti halnya
usia 65 tahun karena suatu stres emosional, maka orang mesin, akhirnya terjadi kecacatan yang dapat kita amati
tersebut masuk dalam definisi tua psikologis; lain halnya dengan timbulnya apa yang disebut gangguan toleransi
apabila seseorang tampak tua karena menderita suatu glukosa (GTG). Dikatakan bahwa 5 0 - 9 2 % usia lanjut
penyakit kronik, maka orang tersebut termasuk tua fisik. menderita GTG. Gangguan toleransi glukosa yang timbul
Cox mengatakan bahwa tua kronologis disebut menua pada usia lanjut tersebut, ada yang masuk kriteria toleransi
primer dan yang lainnya disebut menua sekunder. Seperti glukosa terganggu, ada yang masuk kriteria diabetes
telah disebutkan sebelumnya. Miller mengatakan bahwa melitus. Hal tersebut menggambarkan adanya penurunan
proses menua adalah suatu proses yang m e n g u b a h kemampuan ambilan glukosa oleh sel-sel jaringan sasaran,
seorang dewasa sehat menjadi seorang tua yang bersifat khususnya otot rangka. Seperti disebutkan dalam teori-
rapuh. Apa yang terjadi dan apa yang bisa menyebabkan teori proses menua sebelumnya, kemampuan ambilan
keadaan seperti itu, sampai saat ini belum ada satu teori glukosa ini tidak lepas dari peran mitokondria, yang
ataupun pembuktian yang dapat menerangkan dengan merupakan pusat metabolisme energi. Dampak yang
jelas. Lebih dari 200 teori menua yang pernah diajukan, ditimbulkan oleh penurunan kemampuan ambilan glukosa
namun sekarang tinggal beberapa saja yang masih banyak tersebut adalah terjadinya kelambatan pembentukan
pendukungnya, antara lain adalah: 1. Teori radikal bebas molekul ATP (adenosintrifosfat) sebagai energi siap pakai.
Harmon, 2. Teori glikosilasi Monnier, 3. Teori laju reparasi Hal ini akan mengakibatkan kelambatan aktivitas dalam
DNA Hart dan Setlow, merupakan hasil penelitian Hart dan sel, j a r i n g a n dan akhirnya organ dan manifestasinya
2422 DIABETES MELITUS

dapat terlihat dari penampilan seorang usia lanjut, karena masa tubuh dan naiknya lemak tubuh mengakibatkan
penurunan fungsi sistem muskuloskeletal, neuro-muskuler, kecenderungan timbulnya penurunan aksi insulin pada
dan berbagai penurunan fungsi sistem lain, seperti sistem jaringan sasaran. Timbulnya gangguan toleransi glukosa
kardiovaskular dan respirasi. pada usia lanjut semula oleh sementara ahli diduga karena
Proses menua yang berjalan setelah seseorang berusia menurunnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Hal ini
30 tahun, secara fisik memberikan akibat terhadap susunan didasarkan atas adanya perubahan gambaran histologis
komposisi tubuh. Pada saat umur di bawah 30 tahun, tubuh pankreas yang diketemukan pada otopsi dari mereka
terdiri atas 6 1 % air, 19% sel solid, 14% lemak, 6% tulang yang meninggal dunia pada usia lanjut. Sedangkan ahli-
dan mineral. Pada usia lebih dari 65 tahun, komposisi ahli lain menemukan konsentrasi insulin plasma yang
tubuh tersebut berubah menjadi air 53%, sel solid 12%, cukup tinggi pada 2 j a m setelah pembebanan glukosa
lemak 30%, sedangkan tulang dan mineral menurun 1 % 75 gram dengan konsentrasi glukosa yang tinggi pula,
sehingga tinggal 5%. Perubahan fisik karena perubahan oleh karena itu kenaikan konsentrasi glukosa darah 2
komposisi tubuh yang menyertai pertambahan umur j a m setelah makan atau setelah pembebanan glukosa
umumnya bersifat fisiologis, seperti kulit yang keriput, pada usia lanjut diduga disebabkan oleh karena adanya
turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot, daya resistensi insulin. Kedua pendapat di atas merupakan
lihat, daya dengar, kemampuan berbagai rasa {senses), pendapat yang bersifat kontroversial. Goldberg dan Coon
dan penurunan fungsi berbagai organ termasuk apa yang menyebutkan bahwa umur memang sangat erat kaitannya
terjadi terhadap fungsi homeostasis glukosa. dengan terjadinya kenaikan konsentrasi glukosa darah,
sehingga pada golongan umur yang makin tua prevalensi
gangguan toleransi glukosa akan meningkat dan demikian
TUA DAN PERUBAHAN HOMEOSTASIS GLUKOSA pula prevalensi diabetes melitus berdasarkan kriteria yang
telah disetujui.
Secara garis besar konsentrasi glukosa darah pada orang T i m b u l n y a resistensi insulin pada usia lanjut
dewasa normal merupakan manifestasi dari kemampuan disebabkan oleh 4 faktor yaitu pertama adanya perubahan
sekresi insulin oleh pankreas dan kemampuan ambilan komposisi tubuh sepeti telah diterangkan sebelumnya.
glukosa oleh sel-sel jaringan sasaran. Pada situasi tertentu Penurunan j u m l a h masa otot dari 19% menjadi 12%,
konsentrasi glukosa darah dipengaruhi oleh berbagai d i s a m p i n g p e n i n g k a t a n j u m l a h j a r i n g a n lemak dari
hal, seperti proses glukogenolisis pada saat puasa, 14% menjadi 30%, mengakibatkan menurunnya jumlah
g l u k o n e o g e n e s i s apabila diperlukan sumber t e n a g a serta sensitivitas reseptor insulin. Faktor yang kedua
tambahan karena sumber tenaga dari karbohidrat tidak adalah turunnya aktivitas fisik yang akan mengakibatkan
dapat memenuhi kebutuhan. penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan
G a n g g u a n toleransi glukosa (GTG) adalah suatu dengan insulin sehingga kecepatan translokasi GLUT-4
keadaan perubahan homeostasis glukosa sehingga j u g a menurun. Kedua hal tersebut akan menurunkan
didapatkan konsentrasi glukosa darah 2 j a m sesudah baik kecepatan maupun jumlah ambilan glukosa. Ketiga
makan lebih tinggi dari 140 mg/dl. Apabila konsentrasi perubahan pola makan pada usia lanjut yang disebabkan
tersebut lebih tinggi atau sama dengan 200 mg/dl keadaan oleh berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan
tersebut dimasukkan dalam kriteria diabetes melitus makanan karbohidrat akan meningkat. Faktor keempat
(DM). W H 0 2 menyebutkan bahwa tiap kenaikan satu adalah perubahan neuro-hormonal, khususnya insulin-like
dekade umur, konsentrasi glukosa darah puasa akan naik growth factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHEAS)
sekitar 1-2 mg/dl dan 5,6-13 mg/dl pada 2 j a m sesudah plasma. Konsentras IGF-1 serum turun sampai 50% pada
makan. Morrow dan Halter, mengatakan bahwa KGD 2 usia lanjut. Penurunan hormon ini akan mengakibatkan
j a m sesudah pembebanan glukosa sebanyak 75 gram penurunan ambilan glukosa karena menurunnya
akan naik 15mg/dl tiap penambahan 1 dekade umur sensitivitas reseptor insulin serta menurunnya aksi insulin.
apabila seseorang telah melampaui umur 30 tahun. Hal Hal ini didasarkan atas percobaan in vitro serta in vivo
ini didapatkan dari hasil penelitian terhadap 3 kelompok bahwa IGF-1 meningkatkan baik ambilan glukosa maupun
umur, yaitu kelompok umur dekade 4, 5 dan 6. Sampai kecepatan oksidasi. Demikian pula konsentrasi DHEAS
saat ini, belum ada laporan bagaimana KGD usia di atas 30 plasma menurun pada usia lanjut. Tampaknya penurunan
tahun pada 3 jam setelah makan atau setelah pembebanan DHEAS tersebut ada kaitannya dengan kenaikan lemak
glukosa. Namun demikian Morrow 8d Halter selanjutnya tubuh serta turunnya aktivitas fisik. Hal ini dibuktikan
mengatakan bahwa patofisiologi gangguan toleransi dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penurunan
glukosa pada usia lanjut sampai saat ini belum jelas atau DHEAS mempunyai hubungan terbalik dengan tingginya
dapat dikatakan belum seluruhnya diketahui. Selain faktor konsentrasi insulin plasma puasa. Keempat faktor di atas
intrinsik, faktor ekstrinsik seperti menurunnya ukuran menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi glukosa darah
DIABETES MELITUS PADA USIA LANJUT 2423

pada usia lanjut karena resistensi insulin. tubuh terhadap glukosa. Hampir setiap studi epidemiologi
Barbieri et al nnenennukan adanya penurunan resistensi baik yang bersifat cross-sectional maupun longitudinal
insulin pada usia lanjut umur 90-100. Dari penemuan ini m e n u n j u k k a n bahwa prevalensi g a n g g u a n toleransi
Barbieri et al. mengajukan suatu hipotesis yang isinya glukosa dan diabetes meningkat bersama pertambahan
bahwa selama proses menua berjalan, terjadi metabolic umur. Umumnya diabetes orang dewasa hampir 9 0 %
age remodeling yang menumbuhkan age related metabolic masuk diabetes tipe 2. Dari jumlah tersebut dikatakan
a d a p t a t i o n s e h i n g g a pada usia lanjut terdapat age bahwa 50% adalah pasien berumur lebih dari 60 tahun.
related insulin action dan preserved insulin action despite Kita menyadari bahwa penyakit diabetes tidak hanya
age. Wasilah pada studi tes toleransi glukosa terhadap sekedar adanya kenaikan konsentrasi glukosa darah atau
usia lanjut sehat tanpa kelainan fungsi hati dan ginjal hiperglikemia. Selain terjadi g a n g g u a n metabolisme
dengan beban 75 gram yang diikuti sampai j a m ke 3, gula pada pasien diabetes mengalami j u g a gangguan
menemukan bahwa konsentrasi glukosa darah rerata metabolisme lipid, sering disertai kenaikan berat badan
usia lanjut sehat tersebut lebih rendah dari konsentrasi sampai terjadinya obesitas dan tidak sedikit pula timbul
glukosa darah puasanya, dengan konsentrasi insulin gejala hipertensi. Kalau keadaan tersebut didapatkan pada
plasma dalam batas normal puasa. Sedangkan pada saat seorang diabetes maka yang kita hadapi adalah seorang
2 j a m setelah pembebanan masih didapatkan konsentrasi pasien sindroma metabolik. Patofisiologi diabetes tipe 2
glukosa darah yang lebih tinggi dari 140mg% dengan secara garis besar disebabkan oleh kegagalan kelenjar
konsentrasi insulin rerata yang tinggi pula. Hasil tes klem pankreas dalam memproduksi insulin dan/atau terjadinya
euglikemik m e n u n j u k k a n bahwa kecepatan ambilan resistensi insulin baik pada hati maupun pada jaringan
glukosa oleh sel jaringan sasaran pada usia lanjut memang sasaran. Kedua hal tersebut mengakibatkan kegagalan hati
lebih rendah kecepatannya dibanding pada usia muda. dalam meregulasi pelepasan glukosa dan menyebabkan
Hasil studi tersebut memberikan kesan adanya suatu ketidakmampuan jaringan otot serta jaringan lemak dalam
inefisiensi insulin, bukan resistensi insulin, karena fungsi tugas ambilan glukosa. Sampai saat ini masih merupakan
homeostasis glukosa pada usia lanjut tersebut akhirnya pendapat yang bersifat kontroversi antara kemungkinan
selesai walaupun diselesaikan sampai 3 j a m . penyebab diabetes usia lanjut. Apakah suatu resistensi
insulin, inefisiensi insulin atau p e n u r u n a n produksi
Berdasarkan teori proses menua baik teori radikal
insulin? Penyebab tersebut memang akan memberikan
bebas yang menimbulkan stres oksidatif atau teori mutasi
penanganan yang agak berbeda modelnya, walaupun
DNA mitokhondria serta hasil penelitian di atas, dapat
dasar dan tujuannya sama. Perlu ditentukan dahulu apakah
dikatakan terjadinya perubahan toleransi tubuh terhadap
diabetes yang diderita usia lanjut memang dimulai sejak
glukosa pada usia lanjut cenderung karena proses pasca
waktu dewasa, atau baru diderita pada saat menjelang/
reseptor Penelitian dasar tentang mitokondria sehubungan
sudah tua (usia lanjut)?
dengan metabolisme karbohirdat pada usia lanjut sangat
diperlukan. Sedangkan di bidang klinis tampaknya perlu Untuk m e n e n t u k a n apakah diabetes usia lanjut
difikirkan apakah diagnosis diabetes pada usia lanjut baru timbul pada saat tua, pendekatan selalu dimulai
memerlukan hasil konsentrasi glukosa darah 3 j a m sesudah d e n g a n a n a m n e s i s , yaitu tidak adanya gejala klasik
makan atau akan tetap seperti konsensus, mengingat seperti poliuri polidipsi dan polivagi. Demikian pula
bahwa proses menua memang berperan dalam terjadinya gejala komplikasi seperti neuropati, retinopati dan lain
perubahan homeostasis glukosa. Hal ini sangat berkaitan s e b a g a i n y a , u m u m n y a bias d e n g a n perubahan fisik
dengan pengelolaan yang akan dilakukan, khususnya pada karena proses m e n u a , oleh karena itu m e m e r l u k a n
pemberian terapi medikamentosa yang sangat berisiko k o n f i r m a s i p e m e r i k s a a n fisik, k a l a u p e r l u d e n g a n
terjadinya hipoglikemia. Di bidang Geriatric Medicine dapat p e m e r i k s a a n p e n u n j a n g . Pada p e m e r i k s a a n f i s i s ,
diambil manfaat bahwa pada diabetes usia lanjut tidak pasien diabetes yang timbul pada usia lanjut dikatakan
harus diketemukan adanya resisitensi insulin, dan dari kebanyakan tidak diketemukan adanya kelainan-kelainan
fakta bahwa pada diabetes usia lanjut terjadi preserved yang sehubungan dengan diabetes seperti misalnya
insulin action despite age atau ineficienfy insulin despite kaki diabetes serta t u m b u h n y a j a m u r pada tempat-
age menggambarkan suatu model gaya hidup yang baik tempat tertentu. Konsentrasi glukosa darah, sampai saat
yang merupakan ciri successful metabolic aging. ini baik diabetes usia lanjut yang diderita sejak muda
atau timbul setelah tua, kriteria yang dipakai adalah
konsentrasi glukosa darah puasa >126 m g % menurut
TUA DAN DIABETES MELITUS American Diabetes Association. S e d a n g k a n menurut
W H O konsentrasi glukosa darah puasa >140 m g % dan/
Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat atau 2 j a m sesudah makan >200 m g % . Oleh karena itu
mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi pemeriksaan konsentrasi insulin plasma baik pada saat
2424 DIABETES MELITUS

puasa dan 2 jann sesudah makan sangat membantu waktu makan, sedangkan usia lanjut pola makan sering
untuk menentukan penyebab diagnosis tersebut, apakah m e n g a l a m i p e r u b a h a n , baik w a k t u , j u m l a h m a u p u n
produksi insulin yang menurun atau resistensi insulin. frekuensi. Mana yang makan pokok dan mana yang
Namun di Indonesia pemeriksaan insulin atau peptida-C m a k a n t a m b a h a n sulit d i b e d a k a n . O l e h karena itu
belum lazim dilakukan untuk p e n d u k u n g diagnosis. pemberian acarbose atau metformin masih memerlukan
Berdasarkan hasil penelitian Wasilah, bahwa konsentrasi p e r t i m b a n g a n pula. Untuk sulfonilurea perlu dipilih
glukosa darah rerata usia lanjut pada 3 j a m setelah yang mempunyai sifat menaikkan sensitivitas insulin di
pembebanan glukosa, tanpa perlakuan apapun menurun perifir, efek hipoglikemik yang rendah, meningkatkan
sendiri sampai setinggi sebelum pembebanan glukosa, glikogen sintase dan menurunkan pembentukan
w a l a u p u n pada 2 j a m sesudah p e m b e b a n a n masuk glukosa hepatik. Saat ini telah banyak sulfonilurea
kriteria gangguan toleransi glukosa. Hal ini memberikan generasi kedua yang dibuat sedemikian rupa sehingga
kesan bahwa pada usia lanjut terjadi inefisiensi insulin. dapat mengatur konsentrasi insulin yang alami. Obat-
O l e h k a r e n a itu a p a k a h p r o s e d u r p e m e r i k s a a n 3 obat tersebut diharapkan lebih aman bagi kedua jenis
j a m sesudah makan dapat dipertimbangkan guna diabetes pada usia lanjut. Khusus diabetes usia lanjut
menentukan apakah diabetes pada usia lanjut tersebut yang dimulai sejak umur lebih muda prinsipnya sama
disebabkan oleh resistensi insulin atau karena inefisiensi dengan diabetes tipe 2, obat yang telah dipakai dan
insulin. Hal ini akan lebih mendasar lagi apabila dilakukan cocok dapat dilanjutkan, hanya dosis mungkin perlu
pemeriksaan insulin basal guna mendukung penilaian d i t u r u n k a n m e n g i n g a t p r o t e i n b i n d i n g d r u g pada
adanya resistensi insulin. Semua itu sangat penting untuk usia lanjut sangat menurun, agar tidak sampai terjadi
mempertimbangkan pemberian terapi farmakologis, agar hipoglikemiaa. Dari pembicaraan di atas t a m p a k n y a
kemungkinan terjadinya hipoglikemiaa dapat dihindari. perlu dipertimbangkan suatu konsensus khusus dalam
Mengingat pola makan dan pola hidup usia lanjut menangani pasien diabetes usia lanjut.
sudah berbeda dengan usia muda, maka terapi diet dan
latihan tidak dapat diharapkan sebagaimana mestinya.
Namun demikian, bagaimanapun juga konsentrasi KESIMPULAN
glukosa darah kapan saja lebih dari 165 m g % baik akut
maupun kronis akan memudahkan timbulnya berbagai Diabetes melitus usia lanjut, prevalensinya s e m a k i n
g a n g g u a n , a n t a r a lain h e m o r e o l o g i , v a s k u l a r atau m e n i n g k a t . Hal ini d i s e b a b k a n oleh karena j u m l a h
neuropati. Oleh karena itu apabila konsentrasi glukosa usia lanjut yang makin meningkat pula. Jumlah pasien
darah seorang usia lanjut sewaktu atau 2 j a m pasca diabetes usia lanjut terdiri atas pasien diabetes yang
makan melampaui kriteria konsensus diagnosis diabetes, telah dimulai sejak muda, karena umur harapan hidup
tentu saja hal ini akan membawa konsekuensi pemberian y a n g makin tinggi sebagai d a m p a k k e m a j u a n ilmu
terapi. Menurut Orimo indikasi pengobatan diabetes pengetahuan dan teknologi dan pasien diabetes yang
usia lanjut apabila konsentrasi glukosa darah puasa sama timbul karena pertambahan usia. Patofisiologi diabetes
atau lebih dari 140 m g % , atau H b A I C sama atau lebih yang timbul pada usia lanjut belum dapat diterangkan
dari 7%, atau konsentrasi glukosa darah 2 j a m pasca s e l u r u h n y a , n a m u n d a p a t d i d a s a r k a n atas f a k t o r -
makan setinggi 250 m g % dan pasien memperlihatkan faktor yang muncul oleh perubahan proses menuanya
a d a n y a r e t i n o p a t i d i a b e t i k atau m i k r o a l b u m i n u r i a . sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain perubahan
Lain halnya dengan pendapat dari Edelman & Chau komposisi tubuh, menurunnya aktivitas fisik, perubahan
indikasi pengobatan diabetes pada usia lanjut memakai /(/e-sfy/e,faktor perubahan neuro-hormonal khususnya
dasar kriteria ADA {American Diabetes Association) penurunan konsentrasi DHES dan IGF-1 plasma, serta
Mengingat farmakokinetik dan farmakodinamik obat meningkatnya stres oksidatif. Pada usia lanjut diduga
pada usia lanjut mengalami perubahan, serta terjadinya terjadi age related metabolic adaptation, oleh karena
perubahan komposisi t u b u h , maka dianjurkan dosis itu munculnya diabetes pada usia lanjut kemungkinan
obat yang diberikan 'JImulai dengan dosis rendah dan karena age related insulin resistance atau age related
kenaikannya d'" .ukan secara lambat baik mengenai insulin inefficiency sebagai hasil dari preserved insulin
dosis m a u p u n w a k t u {start low go slow). Pemilihan action despite age. Berdasarkan hal tersebut maka pada
obat didasarkan atas kasus perkasus, bisa dengan guar diabetes usia lanjut tidak harus diketemukan adanya
gum (belum beredar di Indonesia), alpha glucosidase resistensi insulin, sehingga seorang usia lanjut sehat
inhibitor (acarbose), bisa dengan biguanide (metformin) merupakan contoh model gaya hidup dari successful
dan dapat j u g a d e n g a n s u l f o n i l u r e a . A c a r b o s e dan metabolic aging. Dasar diagnosis diabetes usia lanjut
metformin umumnya diberikan bersama dengan perlu dikembangkan, serta perlu modifikasi terapi dari
konsensus-konsensus yang telah ada.
DIABETES MELITUS PADA USIA LANJUT 2425

REFERENSI Heiffner SM, Valdez RA,. Endogenous sex hormones: impact on


lipids, l i p o p r o t e i i « and insulin. A m J Med 1995;98 (Suppl.
Aguilar-Salinas CA,Garcia-Garcia E, Lerman-Garber I, Perez FJG, l A ) : 40S-47S.
Rull JA. Making Things Easier Is Not So Easy. The 1997 Hall DA. Theory of Ageing, The Biomedical Basic of Gerontology,
American Diabetes Association Criteria and Glucose Tolerance. 1984:18-47
Diabetes Care 1998;21:1027-8. Harmon D. Aging: A theory based on free radical and radiation
Askandar Tjokropawiro, Diabetes Mellitus: Kapita Selekta-1999A chemistry. J Gerontol, 1956;11:298.
(DM-Praktis dan O H O dalam Menyongsong Milenium Baru). Hart RW, and Setlow RB. Correlation between deoxyribonucleic
Kumpulan Naskah Lengkap Simposium Diabetes Mellitus acid excision repair and lifespan in a number of mammalian
1999;l-45 species. Proc Natl Acad Sci USA, 1974;71:2169.
Barbieri M, Rizzo MR, Manzella D, Paulisso G. Age-related insulin Hastie N D , Dempster M, Dunlop M G . Telomere reduction in
resistance: is it an obligatory finding? The lesson from healthy human colorectal carcinoma and with ageing . Nature,
centerians. Diabetes Metab Res Rev 2001;17:19-26. 1990;346:866.
Brocklehurst JC & Allen SC. Theory on the nature of aging. Dalam Katz P; Dube D. and Calkins E . Aging and Disease. Dalam Calkin
Geriatric Medicine for Student, 3rd ed. London Nev^ York: E, Davis PJ, and Ford A B (Eds.) The Practice of Geriatrics.
Churchill Livingstone; 1987: 3-12. Philadelphia London Toronto: W B Saunders Company;
Broughton D L , Taylor R. Deterioration of Glucose Tolerance 1986.p.l-2.
with Age: The Role of Insulin Resistance. Age and Ageing, Kramer A M & Schrier RW. Demographic, Social, and Economic
1991:20:221-225. Issues. D a l a m R. W. Schrier (Ed.) Geriatric Medicine.
Carter RJM. Energy metabolism, nutrition and ageing. Congress of Philadelphia London Toronto: W. B. Saunders Company;
Gerontology. Austr J Ageing (Suppl), 1997;17 (l):56-9. 1990.p.l-10.
Chechade JM and Mooradian A D . Drug therapy: Current and Meneilly GS. Pathophysiology of Diabetes in the Elderly in Sinclair
Emerging Agents, in Sinclair AJ & Finucane P (Eds.) Diabetes AJ & Finucane P (Eds.) Diabetes in Old Age, 2nd ed. New York
in Old Age, 2nd ed. John Wiley & Son L T D Chichester New Singapore: John Wiley & Son L T D Chichester; 2001.p.l7-23.
York Singapore, 2001:199-214. Merriman A . Handbook of International Geriatric Medicine.
Cox H G . Later Life. The Reality of aging. 2nd ed. New Yersey: Singapore Hongkong New Delhi Boston Auckland: P G
Prentice-Hall, Englewood Cliffs; 1988.p. 1-21. Publishing; 1989.p.ll7-123.
Cox G H , Cortright R N , Dohm G L , et al. Effect of aging on response Morrow L A and Halter JB. Treatment of the Elderly with Diabetes
to exercise training in humans: Skeletal muscle G L U T - 4 and Mellitus dalam C R Kahn & C G Weir (Eds.) Joslin's Diabetes
insulin sensitivity. J Appl Physiol 1999;86: 2019-25. Mellitus 13th ed. Philadelphia London Tokyo: Lea & Febriger,
Cusi K, De Fronzo R A . Treatment of N I D D M , I D D M and other A Waverly Company; 1994.p.552-559.
insulin resistant state with IGF-1. Physiological and clinical Miller R A . The biology of aging and longevity. In: Hazzard
considerations. Diabetes Rev 1995;3: 206-36. WR, Bierman E L , Blass JP, Ettinger Jr. W H , Halter JB (eds.)
Davidson, MB. The effect of aging on carbohydrate metabolism. Principle of Geriatric Medicine and Gerontology, 3rd ed. New
A. review of the English literature and a practical approach York: McGraw-Hill Inc; 1994.p.3-18.
to the diagnosis of diabetes mellitus in elderly. Metabolism O'Sullivan, J.B. & Mahan, C. Relationship of age to diagnostic blood
1979;28: 688-705. glucose level. Diabetes 1969; 28:1039-1042.
Davidson, MB. Diabetes Mellitus Diagnosis and Treatment. New Orimo H . Management of diabetes mellitus in the elderly. Asian
York Brisbane Toronto: A Wiley Medical Publication John & Med. J. 1997:40(6):310-315.
Sons; 1981.p. 3-24. Ramachandran A, Snehalatha C, Syiamak P, Vijay V & Viswanathan
deFronzo RA. Glucose intolerance and aging: evidence for tissue M. High prevalence of N I D D M & I G T in an Elderly South
insensitivity to insulin. Diabetes, 1979; 28:1095-101. Indian population with low rates of Obesity. Diabetes Care,
Dimitriadis G, Parry-Billing M, Bevan S, et al. Effect of insulin 1994,Oct.; 17(10):1190-2.
like growth factor 1 on the rates of glucose transport and Razay G & Wilcock GK. Hyperinsulinemia and Alzheimer Disease.
utilisation in rat skeletal muscle in vitro. Biochem J 1992, Age and Ageing, 1994;Sep.23(5):396-9.
285:269-74. Sell DR, Monnier V M . End-stage renal disease and diabetes
E b e l i n g P, K o l v i s t o P A . P h y s i o l o g i c a l i m p o r t a n c e of catalyze the formation of a pentose-derived cross-link from
dehydroepiandrosterone. Lancet 1994;343:1479-81. aging human collagen. J Clin Invest 1990;85:380.
Edelman SV and Chau D. Clinical Management of Diabetes in the Sinha B and Nattras SS. Efficacy of New Drug Therapies for Diabetes
Elderly. Clinical Diabetes 2001;19(4):172-75. in Elderly. Annals of Long-Term Care 2001;9(6):23-9.
Fink R.I. Mechanism of insulin resistance on aging. J. Clin. Invest. Walker M. Obesity, Insulin Resistance and its link to Non Insulin
1983: 71:1523-1535 Dependent Diabetes Mellitus. Metabolism, 1995:Sep. 44 (9
Finucane P & Popplewell P. Diabetes Mellitus and Impaired Suppl.3):18-20.
Glucose Regulation in O l d Age: The Scale of the Problem. Wasilah-Rochmah. Hubungan antara Konsentrasi Insulin dan
In Sinclair AJ, Finucane P (Eds.) Diabetes in Old Age, 2nd Kadar Glukosa Plasma Darah pada Golongan Lanjut usia,
ed. New York Singapoe Toronto: John Wiley & Sons, L T D Laporan penelitian DPP UGM.1994.
Chichester; 2001.p. 3-14. Wasilah-Rochmah. Gangguan toleransi glukosa pada usia lanjut
Goldberg, A P & C o o n PJ. Diabetes Mellitus and G l u c o s e laki-laki: Kajian pengaruh pembebanan glukosa terhadap
Metabolism in the Elderly dalam W. R. H a z z a r d , E . L . sekresi insulin dan peran insulin dalam ambilan glukosa oleh
Bierman, J. P. Blass, W. H . Ettinger Jr., J. B. Halter (Eds.), sel jaringan sasaran (in vivo). Desertasi Universitas Gadjah
R. Andres (Ed.Em.) Principle of Geriatric Medicine and Mada, 2002.
Gerontology, 3rd ed. International E d . New York Paris W H O Diabetes Mellitus. Report of a W H O Study Group. W H O
Sydney Tokyo: McGraw-Hill, Inc; 1994.p. 825-43. Technical Report Series 727.1985.
Haffner SM, Valdez RA, Mykkanen I, et al. Decreased testosteron Williams DP, Boyden T W , Pamenter R W , et al. Relationship
and dehydroepiandrosterone sulfate cocentrations are of b o d y fat p e r c e n t a g e a n d fat d i s t r i b u t i o n w i t h
associated with increased insulin and glucose concentrations dehydroepiandrosterone sulfat in premenopausal women.
in nondiabetic men. Metabolism 1994,43: 599-603. J Clin Endocrinol Metab 1993;77: 80-5.
317
DIABETES MELITUS GESTASIONAL
J o h n M.F. A d a m , D y a h P u r n a m a s a r i

PENDAHULUAN s e b e l u m n y a dan kemudian menjadi hamil (Diabetes


Melitus Hamil/ DMH/ DM pragestasional) dan 2) DM yang
Publikasi pertama mengenai diabetes melitus dan kehamilan baru ditemukan saat hamil (Diabetes Melitus Gestasional/
dilaporkan oleh Duncan pada tahun 1982 yang melaporkan DMG). Diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagai
sebanyak 22 wanita diabetes melitus hamil. Peel dkk pada suatu intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali
tahun 1909 mengumpulkan 66 kasus diabetes melitus ditemukan pada saat hamil. Definisi ini berlaku dengan
hamil, dimana 22% di antaranya meninggal saat hamil tidak memandang apakah pasien diabetes melitus hamil
atau 1-2 minggu setelah persalinan. Seperdelapan dari yang mendapat terapi insulin atau diet saja, juga apabila
kehamilan berakhir dengan abortus, sedang sepertiga dari pada pasca persalinan keadaan intoleransi glukosa masih
kehamilan aterm melahirkan bayi yang mati. Kecenderungan menetap. Demikian pula ada kemungkinan pasien tersebut
kematian ibu dan janin yang tinggi berkurang setelah sebelum hamil sudah terjadi intoleransi glukosa. Meskipun
ditemukan insulin pada tahun 1922. Setelah era insulin memiliki perbedaan pada awal perjalanan penyakitnya, baik
angka kematian ibu menurun dengan mencolok, dari 4 5 % penyandang DM tipe 1 dan 2 yang hamil maupun DMG
menurun sampai hanya 2% (gambarl). Namun demikian memiliki penatalaksanaan yang kurang lebih sama.
angka kematian perinatal menurun sangat lambat, dari Prevalensi d i a b e t e s m e l i t u s g e s t a s i o n a l s a n g a t
angka kematian sekitar 80% menurun sampai mencapai bervariasi dari 1-14%, tergantung dari subyek yang diteliti
sekitar 3-5% di sentra yang maju. dan terutama dari kriteria diagnosis yang digunakan.
Menurunnya angka kematian perinatal disebabkan Dengan menggunakan kriteria yang sama yaitu yang
karena penatalaksanaan diabetes melitus yang semakin digunakan oleh American Diabetes Association prevalensi
baik, antara lain melalui penatalaksanaan terpadu, adanya berkisar antara 2-3%. Penelitian di Makassar menggunakan
insulin jenis baru, dan diperkenalkannya cara memantau kriteria yang sedikit berbeda melaporkan angka prevalensi
g l u k o s a d a r a h sendiri oleh pasien untuk m e n c a p a i sebesar 2,0%. Ksanti melakukan studi retrospektif pada
kendali glikemik y a n g ketat. Pada saat ini di sentra 37 wanita hamil yang dikelola sebagai DMG di RSUPN
yang maju pasien diabetes melitus hamil diperlakukan Dr. Cipto Mangunkusumo dalam rentang tahun 2000-
sebagai kehamilan dengan risiko tinggi, karena itu perlu 2003. DMG lebih banyak didapatkan pada usia di atas 32
penatalaksanaan terpadu antara ahli penyakit dalam/ tahun dan lebih dari 50% memiliki riwayat keluarga DM.
endokrinologis, ahli obstetri-ginekologi, dan ahli gizi. Pada kelompok DMG dengan hasil pemeriksaan TTGO
Dengan penatalaksanaan diabetes melitus yang semakin menunjukkan TGT (3 dari 37 subyek), semuanya dapat
baik, komplikasi perinatal akan lebih ditentukan oleh terkendali dengan pengaturan diet saja. Sedangkan pada
keadaan normoglikemi sebelum dan selama hamil. kelompok yang memenuhi kriteria DM pada pemeriksaan
awal (18 dari 37 subyek), sebanyak 70% mendapat terapi
insulin. Sedangkan pada kelompok DMG yang meragukan
DEFINISI DAN PREVALENSI (tidak memenuhi kriteria diagnosis ADA 1997 maupun
Perkeni 2002 untuk DMG), sebanyak 80% dikelola dengan
Secara umum, DM pada kehamilan dibagi menjadi dua pengaturan diet saja. Tidak ada pemakaian insulin analog
kelompok yaitu 1) DM yang memang sudah diketahui pada periode tersebut.

2426
1900 05 10 15 '20 75 30 35 '40 45 '50 55 '60 '65 '70 '75 '80 85 1900 '05 '10 '15 '20 '25 '30 '35 '40 '45 50 55 '60 65 70 '75 '80 '85 90 '95

Tahun Tahun

Gambar 1. Gambar A memperlihatkan penurunan kematian ibu yang tajam setelah era insulin, dan gambar B tampak penurunan
kematian perinatal yang lebih lambat setelah era insulin dibandingkan dengan kematian ibu

PATOFISIOLOGI Pada saat ini terdapat dua kriteria diagnosis yaitu yang
banyak dipakai diperkenalkan oleh American Diabetes
Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat Association dan umumnya digunakan di negara Amerika
peningkatan hormon-hormon kehamilan (human placental Utara, dan kriteria diagnosis dari WHO yang banyak
lactogen/HPi, progesterone, kortisol, prolaktin) yang digunakan di luar Amerika Utara.
mencapai puncaknya pada trimester ketiga kehamilan.
Tidak berbeda pada patofisiologi DM tipe 2, pada DMG Kriteria American Diabetes Association
juga terjadi gangguan sekresi sel beta pankreas. Kegagalan American Diabetes Association menggunakan skrining
sel beta ini dipikirkan karena beberapa hal diantaranya: 1) diabetes melitus gestasional melalui pemeriksaan glukosa
autoimun, 2) kelainan genetik dan 3) resistensi insulin darah dua tahap. Tahap pertama dikenal dengan nama
kronik. Studi oleh Xiang melaporkan bahwa pada wanita tes tantangan glukosa yang merupakan tes skrining.
dengan DMG mengalami gangguan kompensasi produksi Pada semua wanita hamil yang datang di klinik diberikan
insulin oleh sel beta sebesar 67% dibandingkan kehamilan minum glukosa sebanyak 50 gram kemudian diambil
normal. Ada sebagian kecil populasi wanita ini yang contoh darah satu j a m kemudian. Hasil glukosa darah
anti-body isclet cell (1,6-3,8%). Sedangkan sekitar 5% dari (umumnya contoh darah adalah plasma vena) > 140 mg/dl
populasi DMG diketahui memiliki gangguan sel beta akibat disebut tes tantangan positif dan harus dilanjutkan dengan
defek pada sel beta seperti mutasi pada glukokinase. tahap kedua yaitu tes toleransi glukosa oral. Untuk tes
Resistensi insulin s e l a m a k e h a m i l a n m e r u p a k a n toleransi glukosa oral harus dipersiapkan sama dengan
mekanisme adaptif tubuh untuk menjaga asupan nutrisi pada pemeriksaan bukan pada wanita hamil. Perlu diingat
ke janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi sebelum apabila pada pemeriksaan awal ditemukan konsentrasi
kehamilan pada ibu-ibu dengan obesitas. Kebanyakan glukosa plasma puasa >126 mg/dl atau glukosa plasma
wanita dengan DMG memiliki kedua jenis resistensi insulin sewaktu >200 mg/dl, maka mereka hanya dilakukan
ini yaitu kronik dan fisiologis sehingga resistensi insulinnya pengulangan tes darah, apabila hasilnya sama maka
biasanya lebih berat dibandingkan kehamilan normal. diagnosis diabetes melitus sudah dapat ditegakkan dan
Kondisi ini akan membaik segera setelah partus dan akan tidak diperlukan lagi pemeriksaan tes toleransi glukosa
kembali ke kondisi awal setelah selesai masa nifas, dimana oral.
konsentrasi HPL sudah kembali seperti awal. Untuk tes toleransi glukosa oral American Diabetes
Association mengusulkan dua jenis tes yaitu yang disebut
tes toleransi glukosa oral tiga j a m , dan tes toleransi
PENJARINGAN DAN DIAGNOSIS glukosa oral dua jam. Perbedaan utama iaIah jumlah beban
glukosa, yaitu pada yang tiga j a m menggunakan beban
Berbeda dengan diabetes melitus yang sudah mempunyai glukosa 100 gram sedang yang pada dua j a m hanya 75
keseragaman kriteria diagnosis, diabetes melitus gram (Gambar 2).
gestasional sampai saat ini belum ada kesepakatan Penilaian hasil tes toleransi glukosa oral untuk
mengenai kriteria diagnosis mana yang harus digunakan. menyatakan diabetes melitus gestasional, baik untuk tes

2427-
2428 DIABETES MILITUS

toleransi glukosa tiga j a m maupun yang hanya dua j a m


Tabel 2. NIlai Glukosa Plasma Puasa dan Tes Toleransi
berlaku sama yaitu ditemukannya dua atau lebih angka Glukosa Oral dengan Beban Glukosa 75 Gram
yang abnormal (Tabel 1).
Glukosa plasma puasa
Normal <110 mg/dl
Glukosa puasa terganggu >110 mg/dl - <126 mg/dl
Wanita hamil
Diabetes melitus >126 mg/dl

Glukosa plasma 2 jam setelah pemberian 75 gram


Glukosa 50 gr
glukosa oral
Normal < 140 mg/dl
< 1 4 0 mg% > 140 m g %
Toleransi glukosa terganggu >l140 mg/dl-<200 mg/dl
i sedang puasa <126 mg/dl
T T G O - 2 jam Diabetes melitus >.200 mg/dl
Normal
100 (75) gr glukosa
I . Dinyatakan diabetes melitus gestasional bila glukosa plasma
I puasa > 126 mg/dl dan/atau 2 jam setelah beban glukosa > 200
DMG
Normal mg. atau toleransi glukosa terganggu. Definition, Diagnosis and
classification of diabetes mellitus and its complications. Report
Gambar 2, Tes toleransi glukosa oral 2 jam dengan beban of a WHO Consultation. World Health Organization, Geneva
1999 (Tech Rep Ser 894)
glukosa 75 g

Tabel 1. Penilaian Hasil Tes Toleransi Glukosa Oral 3 Jam S i a p a y a n g H a r u s Disl<rining d a n K a p a n H a r u s


dengan Beban Glukosa 100 g, dan 2 Jam dengan Beban Diskrining
Glukosa 75 gr Wanita dengan diabetes melitus gestasional hampir tidak
Hasil tes toleransi glukosa Hasil tes toleransi glukosa pernah memberikan keluhan, sehingga perlu dilakukan
oral 3 jam dengan beban oral 2 jam dengan beban skrining. Oleh karena hanya sekitar 3-4% dari wanita
glukosa 100 gr (mg/dl) glukosa 100 gr (mg/dl)
hamil yang menjadi diabetes melitus gestasional, menjadi
Puasa 95 Puasa 95 pertanyaan apakah semua wanita hamil harus dilakukan
1 -jam 180 1 -jam 180 skrining untuk diabetes melitus gestasional atau hanya
pada mereka yang dikelompokkan sebagai risiko tinggi.
2 - jam 155 2 -jam 155
Penelitian di Makassar oleh A d a m dari 2074 wanita
3 -jam 140
hamil yang diskrining ditemukan prevalensi 3,0% pada
Diagnosis diabetes melitus gestasional ditegakkan apabila
mereka yang berisiko tinggi dan hanya 1,2% pada mereka
ditemukan dua atau lebih angka yang abnormal
yang tanpa risiko. Sebaiknya semua wanita hamil harus
dilakukan skrining untuk diabetes melitus gestasional.
Beberapa klinik menganjurkan skrining diabetes melitus
Kriteria D i a g n o s i s M e n u r u t W H O
gestasional hanya dilakukan pada mereka dengan risiko
WHO dalam buku Diagnosis and classification of diabetes
tinggi diabetes melitus gestasional. Pada mereka dengan
mellitus t a h u n 1999 m e n g a n j u r k a n untuk d i a g n o s i s
risiko tinggi, skrining sebaiknya sudah dimulai pada saat
diabetes melitus gestasional harus dilakukan tes toleransi
pertama kali datang ke klinik tanpa memandang umur
glukosa oral dengan beban glukosa 75 gram. Kriteria
kehamilan. Apabila hasil tes normal, maka perlu dilakukan
diagnosis sama dengan yang bukan wanita hamil yaitu
tes ulangan pada minggu kehamilan antara 24-28 minggu.
puasa >126 mg/dl dan dua j a m pasca beban >200 mg/
Sedang pada mereka yang tidak berisiko tinggi tidak perlu
dl, dengan tambahan mereka yang tergolong toleransi
dilakukan skrining.
glukosa terganggu didiagnosis j u g a sebagai diabetes
melitus gestasional. (Tabel 2). Faktor risiko DMG yang dikenal adalah:
Dinyatakan diabetes melitus gestasional bila glukosa a. Faktor risiko obstetri
plasma puasa >126 mg/dl dan/atau 2 j a m setelah beban Riwayat keguguran beberapa kali
glukosa >200 mg. atau toleransi glukosa terganggu. Riwayat melahirkan bayi meninggal tanpa sebab
Definition, Diagnosis and classification of diabetes jelas
mellitus and its complications. Report of a WHO Consultation. Riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan
World Health Organization, Geneva 1999 (Tech Rep Ser Riwayat melahirkan bayi >4000 gram
894). Riwayat pre ekiamsia
Polihidramnion
DIABTES MELITUS GESTASIONAL 2429

b. Riwayat umum Penatalaksanaan harus dimulai dengan terapi nutrisi


Usia saat hamil >30 tahun medik yang diatur oleh ahli gizi. Secara umum, pada
Riwayat DM dalam keluarga trimester pertama tidak diperlukan penambahan asupan
Riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya kalori. Sedangkan pada ibu hamil dengan berat badan
Infeksi saluran kemih berulang saat hamil normal secara umum memerlukan tambahan 300 kcal
pada trimester kedua dan ketiga. Jumlah kalori yang
Di Indonesia, untuk dapat meningkatkan diagnosis
dianjurkan adalah 30 kcal/berat badan saat hamil. Pada
lebih baik, Perkeni m e n y a r a n k a n untuk melakukan
mereka yang obes dengan indeks massa tubuh >30 kg/
penapisan pada semua ibu hamil pada pertemuan pertama
m^ maka pembatasan kalori perlu dilakukan yaitu jumlah
dan mengulanginya pada usia kehamilan 26-28 minggu
kalori hanya 25 kcal/ kg berat badan. Asupan karbohidrat
apabila hasilnya negatif
s e b a i k n y a t e r b a g i s e p a n j a n g hari untuk m e n c e g a h
Perkeni memodifikasi cara yang dianjurkan W H O
ketonemia yang berdampak pada perkembangan kognitif
dengan menganjurkan pemeriksaan TTGO menggunakan
bayi.
75 gram glukosa dan penegakan diagnosis cukup melihat
Aktivitas fisik selama kehamilan sempat menjadi
hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan
topik yang kontroversial karena beberapa tipe olah raga
glukosa. Seperti yang tercantum pada consensus Perkeni
seperti sepeda ergometer, senam erobik dan treadmill
2006, persiapan TTGO adalah sebagai berikut:
dapat memicu kontraksi uterus. Para ahli menyarankan
Tiga hah sebelum pemeriksaan tetap makan seperti
pada setiap ibu hamil yang sedang berolah raga untuk
kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang
meraba perut selama berolah raga agar dapat mendeteksi
cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti
kontraksi subklinis dan bila ada segera menghentikan olah
biasa.
raganya. Namun, mengingat dampak positif yang didapat
Berpuasa paling sedikit delapan j a m (mulai malam
dengan berolah raga (penurunan A l e , glukosa puasadan 1
hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa
j a m post prandial), ADA menyarankan untuk melanjutkan
gula tetap diperbolehkan.
aktifits fisik sedang pada ibu hamil tanpa kontraindikasi
Diberikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam 250
medis maupun obstetrik.
ml air dan diminum dalam waktu lima menit.
Sasaran glukosa darah yang ingin dicapai adalah
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah
konsentrasi glukosa plasma puasa puasa <105 mg/dl
untuk pemeriksaan dua j a m setelah minum larutan
dan dua j a m setelah makan <120 mg/dl. Apabila sasaran
glukosa selesai
tersebut tidak tercapai maka perlu ditambahkan insulin.
Diperiksa konsentrasi glukosa darah 2 j a m sesudah
Beberapa klinik menganjurkan apabila konsentrasi glukosa
beban glukosa
plasma puasa >130 mg/dl dapat segera dimulai dengan
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa
insulin (Gambar 3).
tetap beristirahat dan tidak merokok.
Jenis insulin yang dipakai adalah insulin human. Insulin
Hasil pemeriksan TTGO dibagi menjadi 3 yaitu: analog belum dianjurkan untuk wanita hamil mengingat
Glukosa darah 2 j a m <140 mg/dL = normal struktur asam aminonya berbeda dengan insulin human.
Glukosa darah 2 j a m 140 - <200 mg/dL = TGT Perbedaan struktur ini menimbulkan perbedaan afinitas
Glukosa darah 2 jam >200 mg/dL = DM antara insulin analog dan insulin human terhadap reseptor

Pada kehamilan, subyek dengan hasil pemeriksaan


TTGO menunjukkan TGT akan dikelola sebagai DMG.
[DMG]
I 1
* G D P < 130 mg/dl G D P > 130 mg/dL
PENATALAKSANAAN DAN TARGET PENGENDALIAN
i
Perencanaan
Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara Makan 1 minggu
terpadu oleh spesialis penyakit dalam, spesialis
obstetric ginekologi, ahli gizi dan spesialis anak. Tujuan
G D P < 105 dan G D 2 jam G D P > 105 dan G D 2 jam
p e n a t a l a k s a n a a n a d a l a h untuk m e n u r u n k a n a n g k a setelah makan < 130 setelah makan > 130
kesakitan dan kematian ibu, kesakitan dan kematian
perinatal. Penggunaan obat hipoglikemi oral sejauh ini
Teruskan Perencanaan makan
tidak d i r e k o m e n d a s i k a n . Beberapa ahli tidak mutlak perencanaan makan + insulin
m e l a r a n g p e n g g u n a a n O H O pada k e h a m i l a n untuk
daerah-daerah terpencil dengan fasilitas kurang dan Gambar 3. Bagan penatalaksanaan diabetes melitus
belum ada insulin. gestasional
2430 DIABETES MILITUS

insulin dan reseptor I G F - 1 . Mengingat kerja Human PEMANTAUAN PASCA PERSALINAN


Placental Lactogen (HPL) melalui reseptor IGF-1, maka
perubahan afinitas ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi M e s t m a n et al (1972) meneliti k e k e r a p a n kejadian
janin atau kehamilan. Beberapa studi tentang pemakaian gangguan toleransi glukosa pasca persalinan sampai
insulin lispro menunjukkan dapat memperbaiki profil dengan lima tahun kemudian pada 360 wanita hamil. Pada
glikemia dengan episode hipoglikemia yang lebih sedikit, masa kehamilan, sebanyak 51 subyek (14,2%) memiliki
pada usia k e h a m i l a n 14-32 m i n g g u . N a m u n dirasa peningkatan glukosa darah puasa, 181 subyek (50,3%)
masih perlu penelitian j a n g k a penjang untuk menilai memiliki hasil pemeriksaan TTGO abnormal, 90 subyek
keamanannya pada kehamilan dan FDA mengkategorikan (25%) memiliki hasil positif pada Prednisolone Glucose
keamanannya di tingkat B. Tolerance Test (PGTT) dan 38 subyek (10,5%) sisanya
Dosis d a n f r e k u e n s i p e m b e r i a n i n s u l i n s a n g a t normal. Pada kelompok dengan GDP meningkat, hanya
tergantung dari karakteristik rerata konsentrasi glukosa 2% yang menunjukkan pemeriksaan GDP, TTGO dan PGTT
darah setiap pasien. Berbeda dengan diabetes hamil normal selama pemantauan post partum hingga 5 tahun
pragestasional, pemberian insulin pada diabetes melitus kemudian. Sedangkan pada kelompok TTGO abnormal,
gestasional selain dosis yang lebih rendah juga frekuensi PGTT positif dan normal, pada periode pemantauan,
pemberian lebih sederhana. Pemberian insulin kombinasi sebanyak 22,6%; 47,7% dan 8 9 % tetap menunjukkan hasil
kerja singkat dan kerja sedang seperti Mixtard (Novo- normal. Ini menunjukkan tingginya kekerapan gangguan
Nordik) atau Humulin 30-70 (Eli Lilly) dilaporkan sangat toleransi glukosa pasca m e l a h i r k a n pada kelompok
berhasil. wanita hamil dengan gangguan toleransi glukosa selama
Kendali glikemik ketat sangat dibutuhkan pada semua kehamilan. Hasil studi t e r s e b u t m e n y a r a n k a n untuk
wanita diabetes melitus dengan kehamilan. Penting sekali mengulang pemeriksaan skrining TTGO pada 6 minggu
memantau glukosa darah sendiri oleh pasien di rumah, post partum dan setiap tahun setelahnya. Studi di Ujung
terutama pada mereka yang mendapat suntikan insulin. Pandang dengan lama pemantauan selama 6 tahun pada
Pasien perlu dibekali dengan alat meter {Reflectance 46 wanita pasca DMG melaporkan angka kejadian DM tipe
meter) u n t u k m e m a n t a u g l u k o s a d a r a h s e n d i r i di 2 dan toleransi glukosa terganggu sebesar 56,6%.
rumah. Penggunaan H b A l c sebagai pemantauan belum Mengingat diabetes melitus gestasional mempunyai
menunjukkan dampak yang signifikan dalam kendali risiko t i n g g i u n t u k m e n d a p a t d i a b e t e s m e l i t u s di
glukosa darah. kemudian hari, maka disepakati a g a r e n a m minggu pasca
persalinan harus dilakukan tes toleransi glukosa oral
untuk mendeteksi adanya diabetes melitus, glukosa puasa
KOMPLIKASI PADA IBU D A N A N A K terganggu, atau toleransi glukosa terganggu. Apabila hasil
tes toleransi glukosa oral normal, maka dianjurkan untuk
Dibandingkan dengan diabetes melitus pragestasional, tes ulangan setiap tiga tahun. Bagi mereka dengan glukosa
komplikasi pada ibu hamil diabetes melitus gestasional puasa terganggu dan toleransi glukosa terganggu harus
sangat kurang. Komplikasi dapat mengenai baik ibu dilakukan tes ulangan setiap tahun. Perlu dilakukan studi
maupun bayinya. Komplikasi yang dapat ditemukan pada epidemiologis untuk menghitung kekerapan kejadian TGT
ibu antara lain preeklamsi, infeksi saluran kemih, persalinan dan DM tipe 2 pada subyek DMG dan faktor-faktor yang
seksio sesaria, dan trauma persalinan akibat bayi besar. dapat dijadikan prediktornya, mengingat ras Asia memiliki
Hasil penelitiain di Ujung Pandang dari 40 pasien diabetes risiko kejadian DMG lebih tinggi dibandingkan ras kaukasia
melitus gestasional yang dipantau selama 3,5 tahun, seksio dan perubahan gaya hidup yang mengarah ke sedenter
sesaria dilakukan sebanyak 17,5%. pada dekade terakhir.
K o m p l i k a s i pada bayi a n t a r a lain m a k r o s o m i a ,
hambatan pertumbuhan janin, cacat bawaan, hipoglikemia,
hipokalsemia dan hipomagnesemia, hiperbilirubinemia, REFERENSI
polisitemia hiperviskositas, sindrom gawat napas
neonatal. Komplikasi yang paling sering adalah terjadinya Adam JMF. Diabetes melitus gestasional: inseidens, karakteristik
ibu dan hasil perinatal. Penelitian Universitas Hasanuddin,
makrosomia, hal ini mungkin karena pada umumnya
1989.
diabetes melitus gestasional didiagnosis agak terlambat American Diabetes Association. Clinical practice recommendations.
terutama di negara kita. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes
Care 2004; 27 (suppl 1): S5-S10.
Selain komplikasi jangka pendek, juga terdapat komplikasi
Buchanan T. Gestational diabetes mellitus. Therapy for diabetes
jangka panjang. Pada anak, dapat terjadi gangguan toleransi mellitus and related disorders 4th ed. Lebovitz H E (ed),
glukosa, diabetes dan obesitas, sedangkan pada ibu adalah 1992: 20-8.
gangguan toleransi glukosa sampai DM. Konsensus diagnosis dan penatalaksanaan diabetes melitus
gestasional. Persatuan Endokrinologi Indonesia, 1997.
DIABTES MELITUS GESTASIONAL 2431

Metzger B E , Coustan D R (Eds): Proceedings of the fourth


international workshop - conference on gestational diabetes
mellitus. Daibetes Care 1998; 21 (suppl 2): B l - B167.
Reece E A . The history of diabetes mellitus. Diabetes mellitus in
pregnancy 2nd ed. Reece E A , Coustan DR, 1995; 1 - 10.
Report of a W H O Consultation. World Health Organization,
Geneva 1999 (Tech Rep Ser 894)
Weiss P A M . Gestational diabetes: a survey and the graz approach
to diagnosis and therapy. Weiss P A M , Coustan DR (eds).
Gestational Diabetes 1988; 1 - 55.
Mestman JH, Anderson G V , Guadalupe V. Follow up study of
360 subjects with abnormal carbohydrate metabolism during
pregnancy. Obstetric Gynecology 1972; 39 (3): 421-5.
Retnakaran R, Hanley AJG, Connely PW, Sermer M, Zinman B.
Ethnicity modifies the effect of obesity on insulin resistance
in pregnancy: A comparison of Asian, South Asian and
Caucasian women. J Clin Endocrinol Metab 2006; 91:93-7.
Setji T L , Brown AJ, Feinglos M N . Gestational Diabetes Mellitus.
Clinical diabetes 2005; 23:17-24.
318
DIABETES MELITUS DALAM PEMBEDAHAN
Supartondo

PENDAHULUAN TINDAKAN BEDAH MAYOR DAN MINOR

Dengan bertambahnya jumlah penduduk berusia lanjut Tindakan bedah mayor menimbulkan reaksi stres yang
di seluruh dunia, jumlah pengidap diabetes melitus tipe besar, mengakibatkan penghentian makan dan biasanya
2 yang terutama ditemukan pada usia dewasa tua juga berarti membuka rongga perut, dada dan tengkorak.
bertambah. Tindakan bedah minor biasanya menggunakan bius
Hal ini terungkap pada survei di Amerika Serikat yang setempat atau endoskopi dan biasanya kesempatan makan
menghasilkan kenaikan prevalensi DM tipe 2 dari 8,9% tidak terlalu lama mundurnya. Sekarang tindakan dengan
(1976-1980) ke 12,3% (1988-1990). rawat siang kurang dari 14 jam juga termasuk jenis minor
Walaupun menggunakan batas umur yang berbeda, Penggolongan tindakan seperti ini berakibat cara kerja
s u r v e i e p i d e m i o l o g i di J a k a r t a j u g a menemukan yang kurang ketat tentang penilaian pra bedah.
peningkatan dari 1,7% ke 5,7% dalam kurun waktu 10 Sebaiknya tindakan dianggap "berisiko tinggi" dan
tahun (1992-1993 dan 2001-2002). "rendah", bergantung pada tingkat pengendalian glukosa
Peran pengetahuan tentang patofisiologi yang makin darah, jenis komplikasi yang ada dan sifat tindakan.
lengkap serta penggunaan obat antidiabetes yang baru
seperti analog insulin (insulin lispro, insulin glargine)
dan repaglinid, troglitason di samping obat lama, telah PENILAIAN PRA BEDAH
berhasil memperpanjang umur pengidap diabetes. Di
antaranya mungkin bertambah jumlah pasien yang pada Jenis D i a b e t e s d a n T i n g k a t P e n g e n d a l i a n G l u k o s a
suatu saat perlu mengalami pembedahan. DM tipe 1 perlu insulin. Pada DM tipe 2 insulin kadang-
Tanpa maksud mengecilkan segi persiapan mental kadang dapat ditangguhkan sesudah tindakan singkat
pada seseorang yang akan mengalami pembedahan, selesai.
tulisan ini mendahulukan aspek klinis operasi. Periksalah catatan konsentrasi glukosa darah,
Tetap perlu diingatkan bahwa petunjuk yang konsentrasi glukosa sewaktu, fruktosamin (pengendalian
diterima oleh pasien yang akan menjalani tindakan di 2-3 minggu sebelumnya), HbAIC (pengendalian 2-3 bulan
klinik siang seperti endoskopi usus (tumor ganas?), sebelumnya). Catatan glukosa darah sebaiknya berupa
a n g i o g r a f i koroner, p e m a s a n g a n s t e n t , umumnya konsentrasi puasa, postprandial dan sebelum makan.
m e n y e b u t k a n supaya pasien datang dalam keadaan Bila pengendalian tidak baik, pembedahan mungkin
puasa, menghentikan semua obat (termasuk insulin!). perlu diundur untuk menetapkan dosis baru insulin atau
Dengan sendirinya timbul hiperglikemia sesudah dosis insulin sesudah beralih dari obat hipoglikemiaa oral
tindakan yang disebut tadi, suatu akibat yang tidak (OHO).
perlu. O H O kerja p a n j a n g s e p e r t i k l o r p r o p a m i d dan
Segi persiapan mental akan membahas perlunya glibenklamid harus diganti dengan OHO kerja pendek
menghubungi dokter primer yang biasa menangani pasien tanpa metabolit yang bersifat hipoglikemiaa seperti glipizid,
diabetes ini. gliklazid, atau OHO kerja sangat singkat seperti repaglinid.

2432
DIABTES MELITUS DALAM PEMBEDAHAN 2433

Komplikasi Diabetes C a r a P e m b e r i a n Insulin


Pada tindakan ringan harus dipastikan penyakit jantung Para ahli mencatat 4 cara pemberian insulin pada anestesia
iskemia, hipertensi, nefropati, infeksi saluran kemih dan dan pembedahan.
neuropati. Pemeriksaan klinis rutin dilengkapi pemeriksaan Infus insulin dan glukosa terpisah.
laboratorium sederhana termasuk EKG, tes fungsi ginjal Infus glukosa - insulin - kalium kombinasi.
dan elektrolit. Secara intermiten bolus insulin kerja pendek i.v. atau
Perlu diingat kemungkinan iskemia otak dan hipotensi subkutan.
posturnal serta gangguan sirkulasi kaki. Pada tindakan Kombinasi insulin kerja pendek dan intermediet
bedah mayor seperti cangkok ginjal dan bedah vaskular, subkutan dengan dosis 30-50% di bawah dosis sehari-
pemeriksaan jantung harus lebih lengkap seperti isotope hari bila pasien makan.
exercise test untuk menyingkirkan penyakit jantung iskemia
Cara dengan infus lebih sering dipakai dan terutama
dan gated isotope heart scan atau USG jantung (ECHO)
cara infus terpisah lebih luwes.
untuk menilai fungsi miokard.
Pada bedah pintas j a n t u n g atau bedah vaskular
dengan risiko hipotensi pemeriksaan Doppler ultrasound Tabel 1. Pedoman Pengelolaan Diabetes Perioperasi
pembuluh darah leher juga perlu. dengan Infus Insulin
Insulin regular 25 U dalam 250 ml NaCI 0,9% (IV/10 ml)
Insulin diberikan dalam infus i.v.
PENGENDALIAN METABOLISME SELAMA 50 ml diguyurkan ke dalam tabung infus sebelum di-
sambungkan pada pasien. Infus insulin ini bermuara di
PEMBEDAHAN infus cairan perioperasi.
Infus cairan perioperasi harus berisi glukosa 5% (laju 100
Pengobatan ml/jam).
Yang memerlukan insulin. Glukosa darah (GD) ditetapkan tiap jam selama operasi.
Semua pasien yang menggunakan insulin
sebelum pembedahan perlu meneruskan insulin GD (mg/dl)
U/jam ml/jam
selama tindakan.
<80 0,0 0,0
Pasien DM tipe 2 dengan diit dan O H O dan
81-100 0,5 5,0
glukosa darah puasa >180 mg/dl, HbAIC >10%.
Yang kadang-kadang perlu insulin. Pasien DM tipe 101-140 1,0 10

2 dengan diit dan OHO, glukosa darah puasa <180 141-180 1,5 15
mg/dl, HbAIC <10% lama pembedahan <2jam ruang 181-220 2,0 20
tubuh tidak dibuka boleh makan sesudah operasi 221-260 2,5 25
M e t f o r m i n harus d i h e n t i k a n 2-3 hari s e b e l u m 261-300 3,0 30
pembedahan untuk mencegah asidosis laktat dan 301-340 4,0 40
dapat diganti dengan sulfonilurea sementara.
>341 5,0 50

Pemantauan Glukosa GD <80 mg/dl: hentikan insulin, bolus glukosa 50% i.v. (25
Selama pembedahan konsentrasi glukosa harus ditetapkan: ml). Sesudah GD >80 mg, infus insulin mulai lagi. Mungkin
1). Sebelum induksi anestesia; 2). 30 menit sesudah perlu penyesuaian pedoman ini selanjutnya.
Kebutuhan insulin berkurang: pasien dengan diit saja,
induksi; 3). Setiap 45 menit selama tindakan; 4). Pada akhir
OHO atau insulin
tindakan; 5). 30 menit sesudah sadar; 6). Setiap j a m selama • 50 U sehari, penyakit endokrin lain.
6 j a m atau sampai boleh makan. Kebutuhan insulin naik: obesitas, sepsis, terapi steroid,
Pemeriksaan glukosa lebih sering (tiap 30 menit) bila cangkok ginjal, pintas koroner jantung.
glukosa >200 mg/dl dan tiap 15 menit jika <80 mg/dl
selama anestesia.
PEMBEDAHAN RAWAT JALAN
Infus G l u k o s a
Tujuannya iaIah pengendalian konsentrasi glukosa dan Cara ini dapat menguntungkan pasien, karena ia dapat
pencegahan hipoglikemiaa. Juga sebagai pemasok pulang sesudah tindakan bedah selesai. Walaupun tindakan
energi untuk menekan pembentukan gliserol dan asam termasuk bedah minor, ada kemungkinan diperlukan
lemak serta mengurangi katabolisme protein, yang dapat anestesia umum. Dalam hal ini insulin perlu digunakan dan
menghambat pemulihan. Laju infus 0,07-0,1 g glukosa/ cara infus insulin sebaiknya dipakai. Jika anestesia umum
kg/jam ternyata memadai. tidak diperlukan, pasien sebaiknya mendapat giliran sepagi
2434 DIABETES MILITUS

mungkin, jadi sebelum atau sesudah makan pagi. Kalau ia PERSIAPAN PASIEN SECARA PSIKOLOGIS
harus menunggu lama, penggunaan insulin lalu memakai
cara infus insulin. Pedoman untuk tindakan bedah minor Keadaan sakit merupakan sesuatu yang memberatkan
tertera di bawah ini. pasien apalagi jika ia perlu menjalani pembedahan.
Warga masyarakat yang sudah maju dengan mudah
m e n d a p a t p e n g e t a h u a n berbagai bidang dan akan
ASUHAN PASCA-BEDAH meminta penjelasan tentang perlunya p e m b e d a h a n .
P e n g e t a h u a n a k a n m e n a m b a h k e k u a t a n ke a r a h
Infus glukosa dan insulin dilanjutkan sampai pasien dapat positif, kata Maslow, seorang psikolog dan mengurangi
makan lagi dan kemudian kembali ke cara pengobatan kemungkinan perjalanan pascabedah yang buruk.
sebelumnya. Informed Consent (izin berdasarkan pemahaman) dari
Bila infus insulin akan dihentikan, insulin subkutan pasien membuka 3 jalan:
harus segera disuntikkan, karena insulin i.v. tidak berperan pembahasan risiko dan manfaat tindakan bedah
lagi sejak 30 menit penghentian infus. Bagaimana kita menolong pasien mempersiapkan dirinya secara
mulai dengan terapi insulin pasca bedah? emosional menghadapi "serangan" terhadap
tubuhnya.
Gavin memakai cara berikut:
pengetahuan tentang kejadian pasca bedah yang
Hitung jumlah insulin selama 24 j a m ( = dosis lama)
dapat diperkirakan, menambah rasa mampu kendali
Dosis baru iaIah 80-100%jumlah ini, diberikan sebagai
pasien.
insulin reguler sebelum makan pagi (25%), sebelum
penjelasan t e n t a n g tugas dokter dan k a r y a w a n
makan siang (25%) sebelum makan malam (25%),
rumah sakit selama masa pasca bedah dapat
sebelum tidur (25%) sebagai NPH.
memberikan gambaran tentang pertolongan yang
• Tujuan: GD 120-220 mg/dl.
dapat diharapkan.
Diteruskan untuk mendapat dosis insulin tepat, atau
dosis sebelum pembedahan.

PROSES PENJAJAGAN PERSETUJUAN


Tabel 2. Pedoman untuk Tindakan Bedah Minor dan
Tindakan Pemeriksaan Invasif pada Pasien Diabetes
Diabetes melitus sudah sering ditemukan di Indonesia
Pasien dengan insulin Pasien dengan OHO seperti dijelaskan sebelum ini. Pasien tanpa komplikasi
DM tipe 1 dan DM tipe Hentikan OHO pagi biasanya dikelola oleh dokter u m u m atau spesialis
2 Infus insulin
penyakit dalam.
GD diperiksa tiap 2-4 Periksa GD sebelum dan
Bila timbul komplikasi akut dokter umum merujuk
jam sesudah tindakan
DM tipe 2 (<50 U/hari) Berikan OHO petang pasien ke spesialis penyakit d a l a m . Jika masalahnya
Hentikan insulin inter- Jarang perlu insulin perlu p e m b e d a h a n rujukan d i t e r u s k a n ke s p e s i a l i s
mediet pagi, ganti Bila perlu berikan sesuai bedah sesudah penjelasan awal disampaikan. Kerja sama
dengan insulin reguler pedoman ini : antara ke tiga unsur: pasien - dokter primer (dokter
Insulin reguler (U) umum atau spesialis penyakit dalam) - dokter konsulen
GD (mg/dl)
(subkutan tiap 6 jam) ( s p e s i a l i s b e d a h ) akan m e m p e r m u d a h tercapainya
<120 0 persetujuan.
1 2 0 - 160 4
161 - 2 0 0 6
201 - 240 8 Tabel 4. Butir-butir informed consent
>240 10 1. Arti dan tujuan tindakan akan ditentukan dan dijelaskan
dalam bahasa awam.
2. Risiko, kendala, budaya dan masalah masa pemulihan
Tabel 3. Pengelolaan Pasca-Bedah Pasien Diabetes akan dibeberkan sehingga semua keterangan yang
GD sebelum makan Dosis baru diperlukan untuk penetapan keputusan oleh orang
(mg/dl) (insulin reguler) wajar, disampaikan.
3. Kemungkinan cara pengobatan lain akan dijelaskan.
<80 Kurangi 4 U
4. Semua pertanyaan pasien dijawab.
81-120 Kurangi 3 U
121-180 Dosis lama 5. Barulah, persetujuan tanpa tekanan dapat diberikan.
181 - 2 4 0 Ditambah2U Rockwell, 1979
241 - 300 Ditambah 3 U
>300 Ditambah 4 U
DIABTES MELITUS DALAM PEMBEDAHAN 2435

KESIMPULAN

Prevalensi diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) meningkat


di seluruh dunia, juga di Indonesia.
Penggunaan obat baru antara lain generasi ke 2 dan
ke 3 sulfonilurea, repaglinid, troglitazon berhasil mengatur
konsentrasi glukosa darah. Penambahan umur pasien
diabetes menambah kemungkinan perlunya tindakan
bedah karena suatu sebab suatu saat.
Cara pengelolaan diabetes pada tahap pra bedah,
selama pembedahan dan pasca bedah dijelaskan.
Kerja sama antara pasien, dokter primer (dokter
umum, spesialis penyakit dalam) dan dokter konsulen
(spesialis bedah, anestetis) sangat penting.

REFERENSI

Colagiuri S. Diabetes and surgery - theory and practice. In Baba


S et al (eds) Diabetes 1994. Proceedings 15th I D F Congress,
Kobe 1994. A 'dam: Elsevier, 1995. p. 649-52.
Diabetes towards the new Millennium (abstract), 3rd IDF Western
Pacific reg. Congress 1996 Hongkong; 1996. p. 90-4.
G a v i n LA.Perioperative management of the diabetic patient.
Endocrin Metab Clin North A m 1992;21:457-73.
Kidson W. Surgery, Anesthesia and Diagnostic Procedures in
Diabetes. In Diabetes in the New Millennium, Endocrin Diab
Res Found, Univ Sydney 1999. p. 495-504.
N H A N E S II, Diabetes 1987; 36:523-534. b. N H A N E S III, Diabetes
Care 1998;21:518-24.
Rockwell D A and Papitone - Rockwell F. The emotional impact of
surgery and the value of informed consent. Med Clin North
A m 1979; 63 :1341-52.

Anda mungkin juga menyukai