Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya kami
dapat menyusun laporan tentang asuhan keperawatn pada lansia dengan diabetes mellitus.
Laporan ini berisi mengenai teori tantang diabetes mellitus pada lansia dan teori tentang asuhan
keperawatannya yang akan mempermudah dalam penyusunan laporan kasus sesuai dengan
keadaan pasien. Selain itu laporan ini juga dapat digunakan sebagai acuan dalam pemberian
pelayanan asuhan keperawatan pada lansia dengan diabetes mellitus pada khususnya, dan pada
klien selain lansia pada umumnya. Tidak dipungkiri lagi, Ilmu keperawatan kini telah
berkembang sangat pesat, terhadap pelayanan keperawatan pada klien khususnya dengan
diabetes mellitus.
Penyusun menyadari bahwa penulisan laporan ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami
berharap atas kritik dan saran dari pembaca serta pembimbing.

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Diabetes Melitus (DM) berasal dari kata Yunani diabinein yang artinya tembus atau
pancuran air dan kata lain mellitus yang artinya rasa manisyang umum dikenal sebagai
kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula
darah) yang terus menerus dan bervariasi terutama setelah makan. Diabetes Melitus juga
merupakan suatu keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat
gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron.
Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau
penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan. Pada hal, setiap orang dapat mengidap
diabetes, baik tua maupun muda, termasuk saya sendiri dan anda. Sebagai dampak positif
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 60 tahun merdeka. Pola
penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan
kekurangan gizi berangsur turun, meskipun diakui bahwa angka penyakit infeksi ini masih
dipertanyakan dengan timbulnya penyakit baru seperti hepatitis B, AIDS, angka kesakitan TBC
yang masih tinggi, dan akhir-akhir ini flu burung, Demam Berdarah Dengue (DBD), antraks dan
polio melanda Negara kita yang kita cintai ini. Dilain pihak penyakit menahun yang disebabkan
oleh penyakit degeneratif, diantaranya diabetes meningkat dengan tajam. Perubahan pola
penyakit itu diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang berubah pola makan barat-baratan,
dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan
mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat pada makanan siap
santap yang akhir-akhir ini sangat digemari terutama oleh anak-anak muda. Disamping itu cara
hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi sampai sore bahkan kadang sampai malam
hari duduk dibelakang meja menyebabkan tidak adanya kesempatan untuk berkreasi atau
berolahraga, apalagi bagi para eksekutif hampir setiap hari harus lunch atau dinner dengan
para relasinya dengan menu makanan barat yang aduhai pola hidup beresiko seperti inilah
yang menyebabkan tingginya kekerapan Penyakit Jantung Koroner (PJK), hipertensi, diabetes.
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dalam jumlah penderita Diabetes Melitus
didunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia mengidap
diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia
meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 % yang sadar mengidapnya dan diantara

mereka baru sekitar 30 % yang datang berobat teratur. Hal ini mungkin disebabkan minimnya
informasi dimasyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.
Angka rawat inap bagi penderita Diabetes Melitus adalah 2,4 kali lebih besar pada orang dewasa
dan 5,3 kali lebih besar pada anak-anak bila dibandingkan dengan populasi umum separuh dari
keseluruhan penderita diabetes yang berusia lebih dari 65 tahun dirawat dirumah sakit setiap
tahunnya, komplikasi yang serius dan dapat membawa kematian sering turut menyebabkan
peningkatan angka rawat inap bagi para penderita diabetes, maka selama klien dirawat di rumah
sakit, perawat yang selama 24 jam berada disamping klien sangat diharapkan perannya, tidak
hanya terhadap keadaan fisik klien, tetapi juga psikologis klien dan memberi motivasi dan
edukasi kepada klien tentang pentingnya kepatuhan klien terhadap diet dengan tidak
mengesampingkan aspek asuhan keperawatan yang lain.

2. TUJUAN PENULISAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian diabetes melitus
2. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab terjadinya diabetes melitus
3. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi pada diabetes melitus
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala penyakit diabetes melitus
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan terjadinya diabetes melitus
6. Mahasiswa mampu menjelaskan Ppenatalaksanaan klien dengan diabetes melitus.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali tentang konsep asuhan keperawatan pada klien
lansia dengan diabetes mellitus.

BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau
retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa
dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia
kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan
kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan
hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)

2. Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia lebih dari
65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada panti lansia.

3. Etiologi
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi kalori
berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal
ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus
pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua golongan besar:
1. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi
pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
2. Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll.)

Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab terjadinya
diabetes mellitus.

Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala
diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada
malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang
mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa
hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.

4. Klasifikasi
1. Diabetes melitus tipe I:
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses
imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1. Mudah terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan harus dengan insulin
3. Onset akut
4. Biasanya kurus
5. Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6. Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7. Didapatkan antibodi sel islet
8. 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9. Sukar terjadi ketoasidosis
10. Pengobatan tidak harus dengan insulin
11. Onset lambat
12. Gemuk atau tidak gemuk
13. Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
14. Tidak berhubungan dengan HLA
15. Tidak ada antibodi sel islet
16. 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

17. 100% kembar identik terkena


2. Diabetes melitus tipe II:
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Karakteristik DM tipe II:

5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak ada.
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat
muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus
pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap
dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya
yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada
pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan
yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral

11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi

6. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke
dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang
dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam
darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien
diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan
autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap
sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

7. Pathway

8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :


1. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75% Karbohidrat
kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini
tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
1. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum latihan
sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti
program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya
hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk
para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi
fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan
emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
1. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara rutin. Selain itu,
perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang
dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
1. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif hanya untuk
penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar
glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit
yang membahayakan.
1. Pendidikan
1. Diet yang harus dikomsumsi
2. Latihan
3. Penggunaan insulin
4. Pemeriksaan Diagnostik
5. Glukosa darah sewaktu
6. Kadar glukosa darah puasa

7. Tes toleransi glukosa


Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

9. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk dalam
komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic
hyperosmolar nonketocic coma(HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah
retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
1. Komplikasi akut
1. Diabetes ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)

Komplikasi kronis:
1. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina. Terdapat pula bagian
iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini
adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga
mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan
ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
1. Nefropati diabetic

Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang nodular yang
tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular
dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson
ditemukan hanya pada DM.
1. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 70% individu DM. neuropati diabetic yang paling sering
ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
1. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
1. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau
proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.
Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati,
nepropati, dan penyakit makrovaskular.
1. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya
amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial
untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan
dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl, yang merupakan
komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada
pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?


1. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis
apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien
untuk menanggulangi penyakitnya.
1. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
1. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki
yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
1. Integritas Ego
Stress, ansietas
1. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
1. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
1. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada
otot,parestesia, gangguan penglihatan.
1. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

11. Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denganpeningkatan
metabolisme protein, lemak.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan
tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati
perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
4. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
6. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

3. Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denganpeningkatan
metabolisme protein, lemak.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat
terpenuhi.
Dengan Kriteria Hasil :

Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat

Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Tindakan / intervensi
Mandiri

Rasional

1. Timbang berat badan sesuai indikasi.

Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.

2. Tentukan program diet, pola makan, dan Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan
bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan
dari kebutuhan terapeutik.
klien.
3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri
abdomen atau perut kembung, mual, muntah dan
pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.

Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan


elektrolit menurunkan motilitas atau fungsi lambung
(distensi atau ileus paralitik).

4. Berikan makanan cair yang


mengandung nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya
memberikan makanan yang lebih padat.

Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan


pada klien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.

5. Identifikasi makanan yang disukai.

Kerja sama dalam perencanaan makanan.

6. Libatkan keluarga dalam perencanaan


makan.

Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi


informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan
nutrisi klien.

7. Observasi tanda hipoglikemia


(perubahan tingkat kesadaran, kulit lembap atau dingin,
denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala, pusing).

Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan


berkurang dan sementara tetap diberikan tetap
diberikan insulin, maka terjadi hipoglikemia terjadi
tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran.

Kolaborasi
8. Lakukan pemeriksaan gula darah
dengan finger stick.

Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih


akurat daripada memantau gula dalam urine.

9. Pantau pemeriksaan laboratorium


(glukosa darah, aseton, pH, HCO3)

Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan


cairan dan terapi insulin terkontrol sehingga glukosa
dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk
sumber kalori. Saat ini, kadaar aseton menurun dan
asidosis dapat dikoreksi.

10. Berikan pengobatan insulin secara teratur


melalui iv

Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan


cepat pula membantu memindahkan glukosa ke dalam
sel. Pemberian melalui IV karena absorpsi dari
jaringan subkutan sangat lambat.

11. Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah


salin normal).

Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan


cairan membawa gula darah sekitar 250 mg /dl.
Dengan metabolism karbohidrat mendekati normal,
perawatan diberikan untuk menghindari hipoglikemia.

12. Konsultasi dengan ahli gizi.

Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet


untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan


tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi pasien
terpenuhi
Dengan kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat
diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar
elektrolit dalam batas normal.
Tindakan / Intervensi

Rasional

Mandiri
1. Kaji riwayat klien sehubungan dengan
lamanya atau intensitas dari gejala seperti muntah dan
pengeluaran urine yang berlebihan.

Membantu memperkirakan kekurangan volume total.


Adanya proses infeksi mengakibatkan demam dan
keadaan hipermetabolik yang meningkatkan
kehilangan air.

2. Pantau tanda tanda vital, catat adanya


perubahan tekanan darah ortostatik.

Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan


takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemi saat

tekanan darah sistolik turun 10 mmHg dari posisi


berbaring ke duduk atau berdiri.

3. Pantau pola napas seperti adanya


Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui
pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau keton. pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis
respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Napas bau
aseton disebabkan pemecahan asam asetoasetat dan
harus berkurang bila ketosis terkoreksi.

4. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan
penggunaan otot bantu napas, adanya periode apnea dan frekuensi pernapasan normal. Akan tetapi peningkatan
sianosi.
kerja pernapasan, pernapasan dangkal dan cepat serta
sianosis merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan
atau kehilangan kemampuan melalui kompensasi pada
asidosis.`
5. Pantau suhu, warna kulit, atau
kelembapannya.

Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum


terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit
kemerahan, kering merupakan tanda dehidrasi.

6. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume
kulit, dan membrane mukosa.
sirkulasi yang adekuat.
7. Pantau masukan dan pengeluaran.

Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi


ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan.

8. Ukur berat badan setiap hari.

Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan


yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.

9. Pertahankan pemberian cairan minimal


2500 ml/hari.

Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.

10. Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa


nyaman. Selimuti klien dengan kain yang tipis.

Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap


klien lebih lanjut dapat menimbulkan kehilangan
cairan.

11. Kaji adanya perubahan mental atau sensori.

Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi


atau hipoglikemi, elektrolit abnormal, asidosis,
penurunan perfusi serebral, dan hipoksia. Penyebab
yang tidak tertangani, gangguan kesadaran menjadi
predisposisi aspirasi pada klien.

12. Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan


distensi lambung.

Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas


lambung sehingga sering menimbulkan muntah dan
secara potensial menimbulkan kekurangan cairan dan
elektrolit.

13. Observasi adanya perasaan kelelahan yang


meningkat, edema, peningkatan berat badan, nadi tidak
teratur, dan distensi vaskuler.

Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat


berpotensi menimbulkan kelebihan cairan dan gagal
jantung kronis.

Kolaborasi
14. Berikan terapi cairan sesuai indikasi:
11. Normal salin atau setengah normal salin
dengan atau tanpa dekstrosa.

12. Albumin, plasma, atau dekstran.

15. Pasang kateter urine.

Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat


kekurangan cairan dan respon klien secara individual.

Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika


mengancam jiwa atau tekanan darah sudah tidak dapa
kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah
dilakukan.
Memberikan pengukuran yang tepat terhadap
pengeluaran urine terutama jika neuropati otonom
menimbulkan retensi atau inkontinensia.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati


perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.


Dengan Kriteria Hasil :

menunjukan peningkatan integritas kulit

Menghindari cidera kulit

Tindakan / intervensi

Rasional

Mandiri
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat
warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.
menimbulkan infeksi

2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan


pada tonjolan tulang

Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan


iskemia

3. Pertahankan alas kering dan bebas lipatan Menurunkan iritasi dermal


4. Beri perawatan kulit seperti
penggunaan lotion

Menghilangkan kekeringan pada kulit dan robekan


pada kulit

5. Lakukan perawatan luka dengan teknik


aseptik

Mencegah terjadinya infeksi

6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena
tetap pendek
garukan
7. Motivasi klien untuk makan makanan
TKTP

Makanan TKTP dapat membantu penyembuhan


jaringan kulit yang rusak

4. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat teratasi.
Kriteria hasil klien dapat:

Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.

Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang mempengaruhi


toleransi aktivitas.

Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.

Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang


diinginkan.

Tindakan / intervensi

Rasional

Mandiri
1. Diskusikan kebutuhan akan aktivitas.
Buat jadwal perencanaan dan identifikasi aktivitas yang
menimbulkan kelelahan.

Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk


meningkatkan tingkat aktivitas meskipun klien sangat
lemah.

2. Diskusikan penyebab keletihan seperti Dengan mengetahui penyebab keletihan, dapat


nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur, peningkatan upaya menyusun jadwal aktivitas.
yang diperlukan untuk ADL.
3. Bantu mengidentivikasi pola energi dan Mengidentifikasi waktu puncak energi dan kelelahan
buat rentang keletihan. Skala 0-10 (0=tidak lelah, 10=
membantu dalam merencanakan akivitas untuk
sangat kelelahan)
memaksimalkan konserfasi energi dan produktivitas.
4. Berikan aktivitas alternatif dengan
periode istirahat yang cukup/ tanpa diganggu.

Mencegah kelelahan yang berlebih.

5. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta


tekanan darah sebelum dan seudah melakukan aktivitas.

Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat


ditoleransi secara fisiologis.

6. Tingkatkan partisipasi klien dalam


melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan.

Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang


positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.

7. Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan Membantu dalam mengantisipasi terjadinya keletihan
gejala yang menunjukkan peningkatan aktivitas penyakit yang berlebihan.
dan mengurangi aktivitas, seperti demam, penurunan
berat badan, keletihan makin memburuk.

5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Dengan Kriteria hasil :

Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.

Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Rencana / intervensi

Rasional

Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan
peradangan sperti demam, kemerahan, adanya pus pada
luka, sputum purulen, urine warna keruh atau berkabut.

Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya


telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat
mengalami infeksi nosokomial.

2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan


Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi
invasif.
meddia terbaik dalam pertumbuhan kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur
dan sungguh-sungguh, masase daerah tulang yang

Sirkulasi perifer bisa terganggu dan menempatkan


pasien pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan

tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap


kencang.

pada kulit.

5. Berikan tisue dan tempat sputum pada


tempat yang mudah dijangkau untuk penampungan
sputum atau secret yang lainnya.

Mengurangi penyebaran infeksi.

Kolaborasi
6. Lakukan pemeriksaan kultur dan
sensitifitas sesuai dengan indikasi.

Untuk mengidentifikasi adanya organisme sehingga


dapat memilih atau memberikan terapi antibiotik yang
terbaik.

7. Berikan obat antibiotik yang sesuai

Penanganan awal dapat mambantu mencegah


timbulnya sepsis.

6. Resiko terjadi injuri berhubungan dengan penurunan penglihatan.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injuri
Dengan Kriteria hasil :

Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk menurunkan faktor risiko dan
untuk melindungi diri dari cidera.

Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.

Rencana / Intervensi
Mandiri

Rasional

1. Hindarkan lantai yang licin.

Lantai licin dapat menyebabkan risiko jatuh pada


pasien.

2. Gunakan bed yang rendah.

Mempermudah pasien untuk naik dan turun dari


tempat tidur.

3. Orientasikan klien dengan ruangan.

Lansia daya ingatnya sudah menurun, sehingga


diperlukan orientasi ruangan agar lansia bisa
menyesuaikan diri terhadap ruangan.

4. Bantu klien dalam melakukan aktivitas


sehari-hari

Lansia sudah mengalami penurunan dalam fisik,


sehingga dalam melakukan aktivitas sehari diperlukan
bantuan dari orang lainsesuai dengan yang dapat
ditoleransi

5. Bantu pasien dalam ambulasi atau


perubahan posisi

Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi lansia.

4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Mencapai atau mempertahankan bersihan jalan nafas yang efektif, ventilasi, dan
oksigenasi otak
2. Tercapainya nilai gas darah normal dan bunyi nafas normal saat diauskultasi
3. Membersihkan dan membersihkan sekret
4. Tercapainya keseimbangan cairan dan elektrolit yang memuaskan
5. Memperlihatkan elektrolit serum dalam nilai normal
6. Menunjukkan tanda klinis dehidrasi dan kelebihan hidrasi
7. Mencapai status nutrisi yang adekuat
8. Terdapat kurang dari 50 cc isi lambung saat aspirasi sebelum pemberian makanan melalui
selang lambung
9. Bebas dari distensi lambung dan muntah
10. Memperlihatkan penurunan berat badan minimal
11. Menunjukkan perbaikan pola hidup
12. Menunjukkan perbaikkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
13. TTV stabil
14. Pasien dan anggota keluarga berpartisipasi dalam proses rehabilitasi sesuai indikasi
15. Melakukan peran aktif dalam mengidentifikasi tujuan rehabilitasi dan berpartisipasi dalam
menentukan aktivitas

16. Mempersiapkan keluarga untuk menerima pasien keluar dari rumah sakit
17. Tidak ada komplikasi
18. Mencegah edema partial / edema anasarka
19. Mencegah dekubitus

BAB IV
PEBUTUP

1. Kesimpulan
Diabetes Mellitus (DM) berasal dari kata Yunani diabinein yang artinya tembus atau
pancuran air dan kata lain mellitus yang artinya rasa manisyang umum dikenal sebagai
kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula
darah) yang terus menerus dan bervariasi terutama setelah makan.Diabetes mellitus merupakan
kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan
tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau
merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin
secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Etiologi DM meliputi: Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi
dengan baik), Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol,
dll.). Klasifikasi DM meliputi :Diabetes mellitus tipe I, Diabetes mellitus tipe II. Gejala-gejala
akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :Katarak, Glaukoma,Retinopati,Gatal
seluruh badan,Pruritus Vulvae,Infeksi bakteri kulit,Infeksi jamur di kulit,Dermatopati,Neuropati
perifer,Neuropati viseral,Amiotropi,Ulkus Neurotropik,Penyakit ginjal,Penyakit pembuluh
darahperifer,Penyakit koroner,Penyakit pembuluh darah otak,Hipertensi.

Penatalaksanaan DM adalah: Diet, Latihan, Pemantauan, Terapi (jika diperlukan), Pendidikan


(Diet yang harus dikomsumsi,Latihan,Penggunaan insulin), Pemeriksaan Diagnostik (Glukosa
darah sewaktu, Kadar glukosa darah puasa, Tes toleransi glukosa)
Komplikasi DM meliputi :Komplikasi akut (Diabetes ketoasidosis), Komplikasi
kronis(Retinopati diabetic,Nefropati diabetic, Neuropati)

1. Saran
Dari uraian diatas dapat kami sarankan sebaiknya para pembaca khususnya perawat dengan
kasus diabetes mellitus mengetahui tentang: penyebab diabetes millitus, tes laboratorium yang
perlu dilakukan dan asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes millitus, serta mampu
meningkatkan harapan hidup klien dengan diabetes mellitus agar mampu menatap hidup dengan
optimis. Perawat pada khususnya mampu meberi asuhan keperawatan yang holistic kepada klien
dengan diabetes millitus.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer Suzanne C, Bare Brendo G 2002 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner,
Suddarth, Edisi 8, vol 3, Jakarta: EGC
Corwin J.,Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi Jakarta : EGC
Doenges, ME and Moor House, Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ke 3, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai