Transisi Epidemiologi merupakan suatu pola perubahan penyakit dalam masyarakat dimana akan terjadi pergeseran pola penyakit dan pola sebab kematian dalam masyarakat dengan menurunya angka penyakit menular tertentu dan meningkatnya angka berbagai penyakit tidak menular. Dengan semakin berkembangnya kehidupan sosial masyarakat, penyakit dan status kesehatan mulai dirasakan bukan lagi merupakan masalah perorangan atau keluarga, melainkan telah menjadi masalah yang erat hubungannya dengan kehidupan sosial masyarakat dan keadaan lingkungan, maka para pakar ilmu kemasyarakat lain secara bersama-sama mengembangkan suatu disiplin ilmu yang akhirnya terkenal dengan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Disiplin ilmu ini pada hakikatnya tetap mempelajari manusia beserta tingkat kesejahteraannya. Berbeda dengan ilmu kedokteran yang melihat manusia sebagai individu, dan Kesehatan Masyarakat melihat masyarakat sebagai suatu kesatuan yang menjadi objek formalnya. Ruang lingkup ilmu kesehatan masyarakt semakin berkembang dan tidak hanya meliputi sehat dan sakit dalam pengertian sempit, tetapi menyangkut kesejahteraan manusia dan masyarakat luas. Epidemiologi sebagai salah satu jurusan pokok dalam bidang kesehatan masyarakat telah berkembang sedemikian rupa sehingga dengan kemampuannya dalam analisis permasalahan, analisi faktor penyebab dan hubungan sebab akibat dalam proses timbulnya masalah serta gangguan kesehatan dalam masyarakat,telah digunakan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan dalam masyarakat dan telah berhasil mengangkat derajat kesehatan masyarakat ke tingkat yang lebih baik sekarang ini. Pendekatan global dalam bidang kesehatan pada akhir abad yang lalu telah menghasilkan suatu perubahan yang cukup besar baik secara intensif maupun ekstensif dalam perjalanan pembangunan kesehatan. Kemajuan serta peningkatan pengetahuan sebab-akibat terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan, kemajuan yang telah dicapai dibidang sanitasi maupun gizi, pengembangan vaksin serta berbagai jenis obat-obatan, pengembangan kerjasama dalam penggunaan fasilitasi dan tenaga kesehatan, perkembangan teknologi bidang kesehatan terutama bidang kedokteran serta kemajuan dalam bidang ekonomi kesehata maupun kebiasaan hidup sehat merupakan sebagian dari semua faktor yang secara radikal telah menghasilkan transformasi status kesehatan peda berbagai negara. Hasil yang telah dicapai dalam bidang kesehatan antara lain lebih banyak penduduk dunia yang dapat mengenyam keadaan sehat bila dibandingkan pada waktu sebelumnya. Namun demikian, kemajuan yang dicapai dalam bidang kesehatan menimbulkan berbagai masalah baru, disamping berbagai harapan masa depan. Dengan menurunya secara drastis angka penyakit dan angka kematian akibat infeksi, memberi kesempatan pada sejumlah besar penduduk untuk memasuki usia lanjut, berarti bertambahnya jumlah penduduk untuk memasuki penyakit menahun serta penyakit akibat kecelekaan. Demikian pula dengan ditekannya angka fertilitas dan mortalitas dapat mendorong meningkatnya proporsi penduduk usia lanjut dengan masalah kesehatn serta pelayanan kesehatan yang bersifat khusus. Dengan meningkatnya laju perkembangan industri yang disertai pula dengan urbanisasi dan moderenisasi menimbulkan berbagai dampak terhadap fasilitas dan sistem pelayanan kesehatan yang cenderung semakin mahal. Melihat keadaan kesehatan masyarakat di indonesia sekarang ini dan membandingkannya dengan masa sebelumnya maka jelas tampak adanya kemajuan dan peningatan pada berbagai bidang. Dan bila kita melihat kedepan, timbul pertanyaan bagaimana bentuk keadaan masyarakat pada masa yang akan datang. Masalah kesehatan masyarakat tidak hanya terkait dengan berbagai faktor yang berhubungan langsung dengan penyakit, tetapi jauh lebih luas dan hampir berkaitan erat dengan semua aspek kehidupan manusia. Dengan adanya kemajuan pembangunan diberbagi bidang yang cukup berpengaruh dalam kehidupan perorangan dan masyarakat yang disertai dengan timbulnya perubahan-perubahan pada berbagai sektor sebagai akibat daari hasil pembangunan telah memberikan pula pengaruh bagi masalah kesehatan masyarakat. Adanya perubahan yang terjadi pada berbagai aspek kehidupan masyarakat dapat memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sifat-sifat epidemiologis penyakit maupun gangguan kesehatan lainnya yang pada dasarnya memberikan bentuk masalah kesehatan masyarakat pada masa mendatang. Transisi epidemiologi pada negara berkembang bukanlah suatu proses yang dapat berlangsung dengan sendirinya dan juga tidaklah merupakan proses yang berdiri sendiri. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perbedaan umur harapan hidup antara berbagai negara berkembang. Di tahun 1988 masih terdapat 12 Negara Afrika bagian sub-sahara yang memiliki umur harapan hidup dibawah 50 tahun, sedangkan dilain pihak, jumlah negara yang sama di Amerika Latin dan Asia (termasuk cina) telah memiliki umur harapan hidup 70 tahun atau lebih. Selain itu didalam negara berkembang (dan juga negara maju) biasanya ada kesenjangan umur harapan hidup yang lebar antara golongan sosial maupun antara tempat yang berbeda. Frank dan kawan-kawan telah menyebut kesenjangan ini sebagai polarisasi epidemiologi atau stagnasi epidemiologi. Adanya perbedaan permasalahan ini tidak terbatas hanya penyakit menular pada bayi dan anak, tetapi juga termasuk penyakit tidak menular pada kelompok dewasa. Dengan bertolak dari aspek mortalitas dalam transisi demografi, Omran mengemukakan bahwa dengan perkembangan keadaan sosial ekonomi serta kemajuan teknologi kedokteran tidak hanya menimbulkan transisi angka kematian yang menurun, tetapi juga disertai dengan pergeseran sebab kematian dan pola dalam masyarakat. Pergeseran ini terjadi melalui tahap- tahap tertentu. 1. Tahap, the era of festilence and famine dengan angka harapan hidup yang sangat rendah. Sebab kematian terutama karena kelaparan, berbagi wabah penyakit infeksi serta sebab yang berhubungan dengan proses repsoduksi. 2. Tahap, the era of receding pandemic yang ditandai dengan menurunya peristiwa pandemi disertai angka kematian yang terus menurun, peristiwa endemi semakin jarang dan tidak bersifat fatal. Pada tahap ini angka harapan hidup meningkat, walaupun pola penyakit masih didominasi oleh penyakit infeksi dan kurang gizi. 3. Tahap, the era of degenerative and manmade disease yang ditandai dengan semakin meningkatnya berbagai penyakit dan gangguan kardiovaskular, kanker, diabetes serta berbagai penyakit degeneratif lainnya. Tahap ini, umur harapan hidup mencapai puncaknya disertai dengan angka kematian mencapai kondisi stabil pada tingkat yang rendah. Penyakit degeneratif dan berbagai penyakit akibat ulah manusia seperti kanker, penyakit jantung, dan AIDS akan merupakan sebab kematian utama. Pada masa yang akan datang, masyarakat kita akan mengalami dua macam gangguan atau ancaman penyakit secara bersamaan. Gangguan tersebut antara lain ; 1. Masih adanya berbagai kejadian penyakit menular di daerah pedesaan dan terpencil maupun di daerah pemukiman kumuh perkotaan, 2. Masih ditemukannya penyakit menular lama serta timbulnya penyakit menular baru merupakan masalah kesehatan yang masih memerlukan perhatian khusus. Dilain pihak dengan meningkatnya pencemaran air, pencemaran udara, dan berbagai penggunaan bahan kimia dalam makanan mendorong terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti penyakti-penyakit kanker, gangguan kejiwaan, kecelakaan lalu lintas serta berbagai penyakit dan kecelakaan berhubungan erat dengan pekerjaan. Disamping itu, kita akan menhadapi juga masalah gizi ganda. Masalah gizi yang berkaitan dengan penyakit infeksi dan kemiskinan akan tetap merupakan masalah yang masih mengancam penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Dipihak lain, karena meningkatnya pendapatan dan perubahan gaya hidup sebagai penduduk akibat keberhasilan pembangunan ekonomi dan pengaruh budaya global, maka masalah gizi lebih (over nutrition) akan mengacam kehidupan penduduk golongan menegah ke atas serta kelompo usia lanjut. Ancaman tersebut berupa makin meningkatnya risiko menderita penyakit tidak menular terutama dalam bentuk kegemukan, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan penyakit kanker. Dengan demikian masalah kesehatan masyarakt akan berahli dari masalah kesehatan pedesaan ke kesehatan perkotaan (urban health problems) yang disertai dengan perubahan pola penyakit seperti meningkatnya berbagai penyakit akibat kerja dan penyakit tidak menular lainnya. Perubahan pola hidup dan nilai sosial budaya dapat mendorong meningkatnya gangguan jiwa, kecanduan, dan penyakit akibat perubahan perilaku, serta kemungkinan timbulnya “penyakit canggih” baru dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil trend assessment bahwa beberapa penyakit menular tertentu telah menunjukan penurunan prevelensi yang cukup tajam seperti infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), diare, dipteri, batuk rejan serta campak pada bayi dan anak. Dipihak lain, penyakit hepatitis dan beberapa jenis penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual (Penyakit Kelamin) termasuk AIDS dan HIV akan meningkat sejalan dengan meningkatnya beberapa aspek kehidupan modern. Dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan komunikasi antarpulau memingkinkan berbagai penyakit menular endemins pada daerah tertentu yang dapat menyebar diberbagai daerah lain yang dapat mewabah pada daerah penduduk. Penyakit malaria, filaria, dan tuberkolosis yang hanya terbatas pada daerah tertentu atau pada kelompok penduduk tertentu dapat menyebar dengan cepat mengikuti mobilitas penduduk yang cukup aktif. Angka kematian bayi, balita, dan angka kematian umum menurun namun akan terjadi peningkatan angka kematian pada usia produktif dan pada usia lanjut. Dipihak lain, masih dijumpai berbagai daerah terpencil maupun gugus kepulauan yang masih belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan yang optimal. Meningkatnya biaya pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan swasta, mendorong masyarakat miskin mencari pelayanan tradisional yang dapat menimbulkan kantung- kantung penularan penyakit tertentu dalam masyarakat. Dalam keadaan seperti ini, pelayanan spesialistik akan semakin meningkat, sedangkan berbagai penyakit pada masyarakat miskin akan mendekam tanpa pelayanan yang sesuai. Dengan demikian, kita akan menghadapi dua kondisi yang tajam yakni penyakit menular yang akan tetap meningkat pada kelompok penduduk miskin yang setiap saat mengancam kesehatan masyarakat secara umum, disertai penyakit canggih yang mungkin muncul secara bersama-sama dengan meningkatnya berbagai penyakit tidak menular dan gangguan jiwa akan merupakan gangguan kesehatan pada periode yang akan datang. Meningkatnya umur harapan hidup rata-rata akan menimbulkan masalah kesehatan baru, yakni gangguan kesehatan pada masyarakat jompo, baik fisik, mental, maupun kehidupan sosial. Beberapa penyakit tidak menular akan mengalami peningkatan prevelensi seperti angka kecelakaan, kerancunan, dan penyakit akibat pencemaran lingkungan, gangguan metabolisme serta penyakit kardiovaskular, penyakit degenerative, penyakit kanker, disamping berbagai bentuk penyakit saraf dan gangguan jiwa. Kecenderungan bidang kesehatan, pola penyakit berubah dari penyakit menular yang lebih muda disembuhkan ke penyakit tidak menular yang bersifat menahun bahkan dapat seumur hidup sehingga akan menambah beban biaya pengobatan. Meningkatnya berbagai gangguan jiwa karena keadaan yang tidak menentu, disertai dengan penyakit akibat perubahan perilaku sehungga dapat menimbulkan penyakit canggih baru. Terjadi kesenjangan pelayanan kesehatan bagi yang mampu dengan yang miskin dan timbul kantung-kantung dengan masalah kesehatan tersendiri daerah kumuh di kota besar. Bagi pembuat kebijakan kesehatan ialah bahwa sebagian besar negara berkembang menghadapi permasalahan pre dan post transisi epidemiologi secara bersamaan. Dalam hal ini Foege dan Henderson telah menyimpulkan bahwa negara berkembang “tidak akan ada pilihan lain dalam masa transisi epidemiologi, mereka harus menangani dua macam masalah penyakit secara bersamaan pada permulaan abad ini”.
2.2.Transisi Epidemiologi dalam Bidang Gizi.
Epidemiologi gizi merupakan satu-satunya metode dalam Ilmu Gizi yang dapat memberikan informasi langsung tentang keterkaitan gizi/kesehatan pada populasi yang mempunyai asupan makanan dan zat gizi secara normal. Pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non-infeksi (degeneratif) adalah akibat terjadinya pergeseran pola makan dan pola hidup. Di sini terjadi pergeseran dari pola makan tradisional yang tinggi karbohidrat, tinggi serat, dan rendah lemak ke pola makan modern yang tinggi lemak, tapi rendah serat dan karbohidrat. Kurangnya mengonsumsi buah- buahan dan sayur-sayuran membuat tubuh kekurangan serat dan dapat berisiko meningkatkan kadar kolesterol tubuh. Di Indonesia transisi epidemiologi menyebabkan terjadinya pergeseran pola penyakit, di mana penyakit kronis degenerative sudah terjadi peningkatan. Penyakit degenerative merupakan penyakit tidak menular yang berlangsung kronis seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, kegemukan dan lainnya. Kontributor utama terjadinya penyakit kronis adalah pola hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, minum alkohol, pola makan dan obesitas, aktivitas fisik yang kurang, stres, dan pencemaran lingkungan. Sehingga Indonesia menanggung beban ganda penyakit di bidang kesehatan, yaitu penyakit infeksi masih merajalela dan ditambah lagi dengan penyakit-penyakit kronik degenerative. Bila kondisi ini tidak segera diperbaiki dengan pola makan yang benar dan baik, maka dapat berakibat timbulnya berbagai penyakit, terutama penyakit degeneratif (jantung, diabetes, bahkan kanker colon). Saat ini masyarakat kita mengarah pada masyarakat modern yang mempunyai kesibukan sangat tinggi, sehingga sangat wajar apabila terjadi perubahan pola makan di mana mereka tidak punya waktu untuk mengonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Meningkatnya masalah-masalah yang timbul akibat transisi epidemiologi di bidang gizi, pesatnya pertumbuhan industry pangan, jumlah dan tuntutan mutu institusi pelayanan gizi dan makanan disamping peningkatan prevalensi penyakit baik infeksi maupun degeneratif yang berakar pada kurang gizi sejak masa kehamilan, dan timbulnya masalah obesitas sejak usia dini meningkatkan beragam problematika gizi kini dan akan datang sehingga memerlukan penanganan yang professional. Transisi pola hidup berdampak pada perubahan pola konsumsi dan pola aktifitas, sehingga memengaruhi komposisi tubuh. Saat ini masyarakat cenderung lebih menyukai makanan cepat saji (fast food) yang tinggi lemak, protein, karbohidrat, dannatrium yang jika dikonsumsi secara terus menerus dengan porsi yang berlebihan akan berdampak meningkatnya kecenderungan kelebihan berat badan (over weight) yang merupakan salah satu faktor resiko kejadian penyakit degenerative.
2.3.Faktor – faktor yang mempengaruhi Transisi Epidemiologi Gizi
Berdasarkan analisis kecenderungan kesehatan secara nasional (Badan Litbangkes, 1996). Indonesia saat ini sedang mengalami transisi epidemiologi. Selain itu dikatakan pula oleh Wilopo (1995) bahwa Indonesia saat ini sedang mengalami polarisasi epidemiologi. Penyakit- penyakit degeneratif mulai menunjukkan peningkatannya. Penyebab kematian di daerah perkotaan dan pedesaan juga menunjukkan pola yang berbeda dominasi penyakit infeksi dan kelainan gizi yang mengakibatkan status gizi buruk sebagai penyebab kematian masih terlihat di daerah pedesaan. Sebaliknya penyakit pembuluh darah jantung, degeneratif, penyakit kronis dan kecelakaan menunjukkan angka yang cukup tinggi sebagai penyebab kematian di daerah perkotaan. 1. Peningkatan sosial-ekonomi, adanya persiapan untuk globalisasi dan pengaruh kemajuan teknologi menyebabkan banyaknya makanan kurang berserat dalam bentuk “fast food” yang menyerbu pasar Indonesia baik dikot kota besar maupun sekitarnya. Persiapan globalisasi dan pengaruh informasi menyebabkan peningkatan perilaku tidak sehat yang akan banyak berpengaruh pada manusia di masa mendatang terutama penduduk di perkotaan 2. Kesibukan kerja, stress dan kurang kesempatan berolahraga, lingkungan kerja yang kurang sehat akan mempengaruhi pula keadaan kesehatan pada calon pra lansia dan lansia. Dalam hubungan masalah gizi terdapat kecenderungan-kecenderungan yang perlu diperhatikan sebagai berikut; 1) Di Indonesia masalah kesehatan masalah xeropthalmia kekurangan vitamin A bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi. Sedangkan untuk masalah GAKI terutama di derita oleh penduduk di daerah pegunungan dan terisolir, walaupun sudah terjadi penurunan 37.2% (hasil surveo 1980-1982) menjadi 27.7% (hasil survey 1987-1990) masalah ini masih membutuhkan perhatian khusus. 2) Seiring dengan kemajuan social ekonomi masyarakat, masalah gizi lebih sebagai resiko timbulnya berbagai penyakit degeneratif sudah mulai muncul ke permukaan. Observasi pada 205 orang dewasa diatas 18 tahun (73 orang laki-laki dan 132 orang perempuan) pengunjung “konsultasi gizi” pada pameran hari pangan sedunia di Jakarta memberikan satu contoh situasi kecenderungan masalah “overweight” dikota besar seperti Jakarta. Hasil pengumpulan data berat badan, tinggi badan dan umur yang diterjemahkan ke body mass index (BMI) membuktikan bahwa prevalensi “overweight” pada wanita adalah 24% dan laki-laki 18%. Kecenderungan gizi lebih ini juga mulai dirasakan pada anak balita, obsErvasi yang dilakukan dengan menggunakan data susenas 1998 dan 1992, menyatakan adanya kecenderungan meningkatnya prevalensi gizi lebih pada laki-laki maupun pada perempuan. 3) Secara mutlak konsumsi total energy meningkat dari 1794 Kkal/orang/hari tahun 1980 menjadi 1901 Kkal/orang/hari pada tahun 1990. Kecenderungan-kecenderungan masalah gizi tersebut diatas dapat diduga dengan menganalisis berbagai factor baik yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap masalah gizi. Banyak ahli yang menyimpulkan bahwa factor-faktor tersebut antara lain adalah factor- faktor demografi, social ekonomi, perkembangan iptek dan hasil-hasil pembangunan tahap PJP 1 terutama bidang pangan dan gizi.
2.4.Dampak Transisi Epidemiologi dalam Bidang Gizi
Penyakit-penyakit gizi yang berhubungan dengan gizi, dapat dibagi dalam beberapa golongan: a. Penyakit Gizi Lebih (obesitas) Biasanya penyakit ini bersangkutan dengan kelebihan energi didalam hidangan yang dikonsumsi relatif terhadap kebutuhan atau penggunaannya (energi expenditure). Ada tiga zat makanan penghasil energi utama, ialah karbohidrat, lemak dan protein. kelebihan energi dalam tubuh diubah menjadi lemak dan ditimbun pada tempat-tempat tertentu. Jaringan lemak ini merupakan jaringan yang relatif inaktif, tidak langsung berperan serta dalam kegiatan kerja tubuh. Orang yang kelebihan berat badan, biasanya karena kelebihan jaringan lemak yang tidak aktif tersebut. Ada ahli gizi yang membandingkan kelebihan jaringan lemak pada orang yang kegemukan ini sebagai karung beras yang harus dipikul kemana-mana, tanpa mendapat mamfaat dari padanya. Ini akan meningkatkan beban kerja dari organ-organ tubuh, terutama kerja jantung. b. Penyakit Gizi Kurang (malnutrition, undernutrition) Penyakit ini sering dijadikan satu kelompok dan disebut penyakit gizi salah (malnutrition). Pada penyakit gizi salah, kesalahan pangan terutama terletak dalam ketidakseimbangan komposisi hidangan. Pada penyakit gizi lebih, susunan hidangan mungkin seimbang, hanya kuantum keseluruhannya tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Penyakit gizi salah diIndonesia yang terbanyak termasuk gizi kurang yang mencakup susunan hidangan yang dikonsumsi juga masih seimbang, hanya kuantum keseluruhannya tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Penyakit gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh pesat, ialah yang disebut kelompok anak BALITA (bawah lima tahun). Yang menonjol kurang pada kondisi ini, ialah kurang kalori dan kurang protein, sehingga disebut penyakit kurang kalori dan protein (KKP). Nama asingnya ialah protein calorie malnutrition (PCM) atau akhir-akhir ini disebut Protein Energi Malnutrition (PEM).