LP DHF Niken
LP DHF Niken
LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)
DI BANGSAL ALAMANDA 3 RSUD SLEMAN
Disusun Oleh:
B. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
temasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Dikenal 4
serotipe virus dengue yang saling tidak mempunyai imunitas
silang. Serotipe virus dengue tersebut yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-
3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue
atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di
1
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak (Depkes
RI, 2011).
C. Pathofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan Dengue Syock Syndrome
(DSS) adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang
ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan
penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume plasma
menurun lebih dari 20%, hal ini didukung penemuan post
mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemi Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus
dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang
selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7
hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik humoral
maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin
dan anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya
adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi
mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi
yang telah ada jadi meningkat Antibodi terhadap virus
dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari
ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga,
dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG
berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu
kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer
dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat
sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder
antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu
diagnose dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibody IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis
infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya
2
peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat (Candra,
2010).
3
D. Pathway
(Candra, 2010).
4
Gigitan Aedes Aegypti
Demam akut Nyeri otot, tulang, Stimulasi RES (Retikulo Permeabilitas vaskular
sendi Endotel Sistem)
Dipsnea
Risiko perubahan nutrisi Risk. Gangguan perfusi
kurang dari kebutuhan jaringan cerebri
Pola napas tidak
efektif
5
E. Klasifikasi DHF
Klasifikasi DHF menurut Kemenkes RI (2011) ada 4 derajat, yaitu :
1. Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan (Uji
tourniquet positif).
2. Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan
lain.
3. Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah. Tekanan darah
menurun ( 20 mmHg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi)
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur.
6
tanda utama DBD adalah sebagai berikut (Hadinegoro,
2006).
1. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang
mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik
turun tidak mempan dengan antipiretik. Kadang-
kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan
dapat terjadi kejang demam. Akhir fase demam
merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase
demam mulai cenderung menurun dan pasien tampak
seakan sembuh, hati-hati karena fase tersebut dapat
sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga
dari demam. Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang harus
dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi syok.
Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit
sangat rendah (<20.000/μl).
2. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah
vaskulopati, trombositopenia dan gangguan fungsi
trombosit, serta koagulasi intravaskular yang
menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah
perdarahan kulit seperti uji Torniquet (uji Rumple
Leed/uji bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis
dan perdarahan konjungtiva. Petekie dapat muncul
pada hari-hari pertama demam tetapi dapat pula
dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain
yaitu epistaksis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis. Tanda perdarahan ini tidak semua terjadi
pada seorang pasien DBD. Perdarahan paling ringan
adalah uji Torniquet positif berarti fragilitas kapiler
meningkat.
7
3. Hepatomegali
Hepatomegali pada umumnya dapat ditemukan
pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar
dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah
lengkungan iga kanan. Proses pembesaran hati, dari
tidak teraba menjadi teraba, dapat meramalkan
perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati
tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri
tekan pada daerah tepi hati, berhubungan dengan
adanya perdarahan. Pada sebagian kecil kasus dapat
dijumpai ikterus.
8
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan
gejala klinis menghilang setelah demam turun. Demam
turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, akral (ujung)
ekstremitas dingin, disertai dengan kongesti kulit.
Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan
sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang
dapat bersifat ringan atau sementara. Pasien biasanya
akan sembuh spontan dengan pemberian cairan dan
elektrolit. Pada kasus berat, keadaan umum atau
beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke 3-
7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba
dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki,
sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi
pasien tampak sangat lemah, dan sangat gelisah. Sesaat
sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut.
Syok ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau
kurang).
Syok merupakan tanda kegawatan yang harus
mendapat perhatian serius, oleh karena bila tidak
diatasi dengan sebaik-baiknya dan secepatnya dapat
menyebabkan kematian. Pasien dapat dengan cepat
masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound
shock), pada saat itu tekanan darah dan nadi tidak dapat
terukur lagi. Syok dapat terjadi dalam waktu yang
sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu
12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendapat
penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak
dapat segera diatasi dengan baik, akan terjadi
9
komplikasi yaitu asidosis metabolik, perdarahan
saluran cerna hebat atau perdarahan lain.
G. Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan Penunjang menurut (Kemenkes RI, 2011).
1. Pemeriksaan uji tourniquet atau rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan
kapiler darah pada penderita DHF. Uji rumpel leed
merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk
mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit.
Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae
dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan
termasuk lipatan siku
2. Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin
dikarenakan terjadi kebocoran atau perembesan
pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan
keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi.
Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100 ml
(Gandasoebrata,2009).
3. Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan
terjadinya hemokonsentrasi, yang merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini
lebih dari 20%. (Gandasoebrata,2009).
4. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama
kali pada saat pasien didiagnosa sebagai pasien DHF,
Pemeriksaan trombosit perlu diakukan pengulangan
sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut
normal atau menurun. Penurunan jumlah trombosit <
10
100.000 /µl atau kurang dari 1-2 trombosit/ lapang
pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang
pandang pada pemeriksaan hapusan darah tepi.
5. Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari
lekositosis ringan sampai lekopenia ringan.
6. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan
lebih memanjang menutup kebocoran dinding
pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit
dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah
trombosit dalam darah akan menyebabkan terjadinya
gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan dan
pembekuan menjadi memanjang.
11
7. Pemeriksaan Clothing time (CT )
Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan
terjadinya gangguan hemostatis
8. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)
Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit
atipik atau limfosit plasma biru ≥ 4 % dengan berbagai
macam bentuk : monositoid, plasmositoid dan blastoid.
Terdapat limfosit Monositoid mempunyai hubungan
dengan DHF derajat penyakit II dan IgG positif, dan
limfosit non monositoid (plasmositoid dan blastoid)
dengan derajat penyakit I dan IgM positif.
9. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot
Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder
dengue, dan IgM positif menandakan infeksi primer.
Tes ini mempunyai kelemahan karena sensitifitas pada
infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer
lebih rendah, dan harganya relatif lebih mahal
H. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Umur, jenis kelamin, tempat tinggal bisa menjadi
indicator terjadinya DHF
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang
Panas tinggi, nyeri otot, dan pegal, ruam, malaise,
muntah, mual, sakit kepala, sakit pada saat menelan,
lemah, nyeri pada efigastrik, penurunan nafsu
makan,perdarahan spontan.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Pernah menderita yang sama atau tidak
12
13
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama dan adanya penyakit herediter
(keturunan).
6. Pemeriksaan fisik
a. System pernapasan
Sesak, epistaksia, napas dangkal, pergerakan
dinding dada, perkusi, auskultasi
b. System cardivaskular
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji
tourniquet positif, trombositipeni.
Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi,
nadi cepat (tachycardia), penurunan tekanan darah
(hipotensi), cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari-jari.
Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah
tak dapat diukur.
c. System neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan
persendian. Pada grade III pasien gelisah dan
terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV
dapat terjadi DSS
d. System perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30
cc/jam, akan mengungkapkan nyeri saat kencing,
kencing berwarna merah
e. System pencernaan
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering,
kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesarn limpa, pembesaran pada hati
(hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa
14
diserta dengan ikterus, abdomen teregang,
penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat
menelan, dapat muntah darah (hematemesis),
berak darah (melena).
15
f. System integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit
kering, ruam makulopapular, pada grade I terdapat
positif pada uji tourniquet, terjadi bintik merah
seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit (petikie),
pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan
pada kulit.
I. Diagnosis Keperawatan
1. Hipertermia b.d penyakit
2. Risiko kekurangan volume cairan dengan factor risiko
kehilangan cairan aktif
3. Risiko perdarahan dengan factor risiko koagulopati
inheren: trombositopenia
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat
16
keperawatan selama 3x24 jam, 1. Catat intake dan output
diharapkan tidak terjadi kekurangan
volume cairan dengan kriteria hasil : 2. Monitor perubahan
hematocrit
❖ Fluid balance
3. Monitor vital sign
● Tekanan darah dalam bacaat
normal 4. Berikan terapi
intravena, sesua
● Nadi dalam batas normal kebutuhan
2. Kaji kemampuan
pasien untuk
17
❖ Nutritional Status: Food & mendapatkan nutrisi
Fluid Intake yang dibutuhkan
❖ Nutrition
monitoring
1. Timbang BB pasien
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
5. Monitor lingkungan
selama makan
18
muntah
19
DAFTAR PUSTAKA
20