Anda di halaman 1dari 22

STASE KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)
DI BANGSAL ALAMANDA 3 RSUD SLEMAN

Disusun Oleh:

NIKEN RATNA SARI


203203053

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XV


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN


DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)
DI BANGSAL ALAMANDA 3 RSUD SLEMAN

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

(…………………………….) (…………………………….) (…………………………….)


DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

A. Pengertian Dengue Hemorrhagic Fever


Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi yang
disebebakn oleh virus dengue. Dengue adalahj virus yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes Spp(Kemenkes RI, 2018).
DHF adalah penyakit yang ditandai dengan demam tinggi
mendadak dan tanpa sebab, berlangsung terus-menerus selama 2-7
hari (Kemenkes RI, 2011).
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemoragic
Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, tromb
ositopenia dan diatesis hemoragik. Pada demam berdarah dengue
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh
(Sudoyo dkk., 2009).
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk
Aedes Spp, ditandai dengan demam, nyeri sendi, ruam atau petekie.

B. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
temasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Dikenal 4
serotipe virus dengue yang saling tidak mempunyai imunitas
silang. Serotipe virus dengue tersebut yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-
3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue
atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di

1
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak (Depkes
RI, 2011).

C. Pathofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan Dengue Syock Syndrome
(DSS) adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang
ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan
penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume plasma
menurun lebih dari 20%, hal ini didukung penemuan post
mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemi Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus
dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang
selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7
hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik humoral
maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin
dan anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya
adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi
mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi
yang telah ada jadi meningkat Antibodi terhadap virus
dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari
ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga,
dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG
berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu
kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer
dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat
sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder
antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu
diagnose dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibody IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis
infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya

2
peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat (Candra,
2010).

3
D. Pathway
(Candra, 2010).

4
Gigitan Aedes Aegypti

 Hipertermi  Infeksi virus dengue

Demam akut Nyeri otot, tulang,  Stimulasi RES (Retikulo  Permeabilitas vaskular
sendi Endotel Sistem)

 Keringat  Kebocoran plasma


 Nyeri akut  Hepatomegali
 Trombositopenia  Penumpukan cairan
Output >>   Hematokrit
 Hepar mendesak rongga ekstra vaskuler
Viskositas darah
abdomen
 Fungsi trombosit &
 Defisit faktor koagulasi  Paru-paru
volume  Mual, muntah  Aliran darah <<
Mual
cairan
Efusi pleura 
Intake tidak adekuat  Suplai O2 << Risk. Perdarahan

Dipsnea 
 Risiko perubahan nutrisi  Risk. Gangguan perfusi
kurang dari kebutuhan jaringan cerebri
Pola napas tidak
efektif

5
E. Klasifikasi DHF
Klasifikasi DHF menurut Kemenkes RI (2011) ada 4 derajat, yaitu :
1. Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan (Uji
tourniquet positif).
2. Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan
lain.
3. Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah. Tekanan darah
menurun ( 20 mmHg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi)
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur.

F. Tanda dan Gejala


DHF ditandai dengan demam tinggi tanpa sebab yang
terus menerus selama 2-7 hari, terjadi perdarahan (petekie,
purpura, perdarahan konjungtiva, ekimosis, epitaksis,
melena, dan hematuri), uji tourniquet positif, trombositopeni,
terjadi peningkatan hemaktorit 20% atau lebih, bila status
lanjut dapat terjadi hepatomegaly (Wahyuningsih, 2014).
Gejala klinis DBD diawali dengan demam mendadak,
disertai dengan muka kemerahan (flushed face) dan gejala
klinis lain yang tidak khas, menyerupai gejala demam
dengue, seperti anoreksia, muntah, nyeri kepala, dan nyeri
pada otot dan sendi. Pada beberapa pasien mengeluh nyeri
tenggorokan dan pada pemeriksaan ditemukan faring
hiperemis. Gejala lain yaitu perasaan tidak enak di daerah
epigastrium, nyeri di bawah lengkungan iga kanan, kadang-
kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut. Gejala /

6
tanda utama DBD adalah sebagai berikut (Hadinegoro,
2006).
1. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang
mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik
turun tidak mempan dengan antipiretik. Kadang-
kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan
dapat terjadi kejang demam. Akhir fase demam
merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase
demam mulai cenderung menurun dan pasien tampak
seakan sembuh, hati-hati karena fase tersebut dapat
sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga
dari demam. Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang harus
dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi syok.
Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit
sangat rendah (<20.000/μl).
2. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah
vaskulopati, trombositopenia dan gangguan fungsi
trombosit, serta koagulasi intravaskular yang
menyeluruh. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah
perdarahan kulit seperti uji Torniquet (uji Rumple
Leed/uji bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis
dan perdarahan konjungtiva. Petekie dapat muncul
pada hari-hari pertama demam tetapi dapat pula
dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain
yaitu epistaksis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis. Tanda perdarahan ini tidak semua terjadi
pada seorang pasien DBD. Perdarahan paling ringan
adalah uji Torniquet positif berarti fragilitas kapiler
meningkat.

7
3. Hepatomegali
Hepatomegali pada umumnya dapat ditemukan
pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar
dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah
lengkungan iga kanan. Proses pembesaran hati, dari
tidak teraba menjadi teraba, dapat meramalkan
perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati
tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri
tekan pada daerah tepi hati, berhubungan dengan
adanya perdarahan. Pada sebagian kecil kasus dapat
dijumpai ikterus.

8
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan
gejala klinis menghilang setelah demam turun. Demam
turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, akral (ujung)
ekstremitas dingin, disertai dengan kongesti kulit.
Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan
sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang
dapat bersifat ringan atau sementara. Pasien biasanya
akan sembuh spontan dengan pemberian cairan dan
elektrolit. Pada kasus berat, keadaan umum atau
beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke 3-
7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba
dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki,
sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi
pasien tampak sangat lemah, dan sangat gelisah. Sesaat
sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut.
Syok ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau
kurang).
Syok merupakan tanda kegawatan yang harus
mendapat perhatian serius, oleh karena bila tidak
diatasi dengan sebaik-baiknya dan secepatnya dapat
menyebabkan kematian. Pasien dapat dengan cepat
masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound
shock), pada saat itu tekanan darah dan nadi tidak dapat
terukur lagi. Syok dapat terjadi dalam waktu yang
sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu
12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendapat
penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak
dapat segera diatasi dengan baik, akan terjadi

9
komplikasi yaitu asidosis metabolik, perdarahan
saluran cerna hebat atau perdarahan lain.

G. Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan Penunjang menurut (Kemenkes RI, 2011).
1. Pemeriksaan uji tourniquet atau rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan
kapiler darah pada penderita DHF. Uji rumpel leed
merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk
mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit.
Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae
dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan
termasuk lipatan siku
2. Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin
dikarenakan terjadi kebocoran atau perembesan
pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan
keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi.
Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100 ml
(Gandasoebrata,2009).
3. Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan
terjadinya hemokonsentrasi, yang merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini
lebih dari 20%. (Gandasoebrata,2009).
4. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama
kali pada saat pasien didiagnosa sebagai pasien DHF,
Pemeriksaan trombosit perlu diakukan pengulangan
sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut
normal atau menurun. Penurunan jumlah trombosit <

10
100.000 /µl atau kurang dari 1-2 trombosit/ lapang
pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang
pandang pada pemeriksaan hapusan darah tepi.
5. Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari
lekositosis ringan sampai lekopenia ringan.
6. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan
lebih memanjang menutup kebocoran dinding
pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit
dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah
trombosit dalam darah akan menyebabkan terjadinya
gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan dan
pembekuan menjadi memanjang.

11
7. Pemeriksaan Clothing time (CT )
Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan
terjadinya gangguan hemostatis
8. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)
Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit
atipik atau limfosit plasma biru ≥ 4 % dengan berbagai
macam bentuk : monositoid, plasmositoid dan blastoid.
Terdapat limfosit Monositoid mempunyai hubungan
dengan DHF derajat penyakit II dan IgG positif, dan
limfosit non monositoid (plasmositoid dan blastoid)
dengan derajat penyakit I dan IgM positif.
9. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot
Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder
dengue, dan IgM positif menandakan infeksi primer.
Tes ini mempunyai kelemahan karena sensitifitas pada
infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer
lebih rendah, dan harganya relatif lebih mahal

H. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Umur, jenis kelamin, tempat tinggal bisa menjadi
indicator terjadinya DHF
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang
Panas tinggi, nyeri otot, dan pegal, ruam, malaise,
muntah, mual, sakit kepala, sakit pada saat menelan,
lemah, nyeri pada efigastrik, penurunan nafsu
makan,perdarahan spontan.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Pernah menderita yang sama atau tidak

12
13
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama dan adanya penyakit herediter
(keturunan).
6. Pemeriksaan fisik
a. System pernapasan
Sesak, epistaksia, napas dangkal, pergerakan
dinding dada, perkusi, auskultasi
b. System cardivaskular
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji
tourniquet positif, trombositipeni.
Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi,
nadi cepat (tachycardia), penurunan tekanan darah
(hipotensi), cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari-jari.
Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah
tak dapat diukur.
c. System neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan
persendian. Pada grade III pasien gelisah dan
terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV
dapat terjadi DSS
d. System perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30
cc/jam, akan mengungkapkan nyeri saat kencing,
kencing berwarna merah
e. System pencernaan
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering,
kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesarn limpa, pembesaran pada hati
(hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa

14
diserta dengan ikterus, abdomen teregang,
penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat
menelan, dapat muntah darah (hematemesis),
berak darah (melena).

15
f. System integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit
kering, ruam makulopapular, pada grade I terdapat
positif pada uji tourniquet, terjadi bintik merah
seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit (petikie),
pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan
pada kulit.

I. Diagnosis Keperawatan
1. Hipertermia b.d penyakit
2. Risiko kekurangan volume cairan dengan factor risiko
kehilangan cairan aktif
3. Risiko perdarahan dengan factor risiko koagulopati
inheren: trombositopenia
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat

J. Rencana intervensi keperawatan

No. Dx NOC NIC

1 Setelah dilakukan tindakan ❖ Fever treatment


keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan suhu tubuh klien kembali 1. Monitor warna kulit
normal dengan kriteria hasil : dan suhu tubuh

❖ Thermoregulation 2. Kolaborasi pemberian


antipiretik
● Tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh dan kulit 3. Berikan teapi tapid
sponge sesuai
● Tidak terjadi perubahan warna kebutuhan
kulit
4. Kaji tanda-tanda vital
● Vital sign dalam rentan normal

2 Setelah dilakukan tindakan ❖ Fluid management

16
keperawatan selama 3x24 jam, 1. Catat intake dan output
diharapkan tidak terjadi kekurangan
volume cairan dengan kriteria hasil : 2. Monitor perubahan
hematocrit
❖ Fluid balance
3. Monitor vital sign
● Tekanan darah dalam bacaat
normal 4. Berikan terapi
intravena, sesua
● Nadi dalam batas normal kebutuhan

● Intake dan output seimbang 5. Berikan cairan sesuai


kebutuhan
● Hematokrit dalam batas normal
6. Monitor status hidrasi
● Turgor kulit elastis

● Membrane mukosa lembab

3 Setelah dilakukan tindakan ❖ Bleeding


keperawatan selama 3x24 jam, precaution
diharapkan tidak terjadi perdarahan
dengan kriteria hasil : 1. Monitor trombosit,
sesuai kebutuha
❖ Blood coagulation
2. Monitor ketat terkait
● Trombosit dalam batas normal perdarahan

● Hematocrit dalam batas normal 3. Kolaborase pemberian


obat, sesuai
● Tidak terdapat ekimosis kebutuhan
● Tidak terjadi epitaksis ❖ Bleeding reduction
● Uji peteqie negaif 4. Catat hematocrit klien
● Tidak terjadi melena dan
meaturia

4 Setelah dilakukan tindakan ❖ Nutrition


keperawatan selama 3x8 jam Management
diharapkan ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh 1. Kaji adanya alergi
klien teratasi dengan kriteria hasil: makanan

2. Kaji kemampuan
pasien untuk

17
❖ Nutritional Status: Food & mendapatkan nutrisi
Fluid Intake yang dibutuhkan

● Intake nutrisi adekuat 3. Berikan makanan yang


terpilih (sudah
● Asupan makanan dan minuman dikonsultasikan
adekuat dengan ahli gizi)
● Adanya energi 4. Berikan informasi
● Status hydrasi normal tentang kebutuhan
nutrisi

5. Kolaborasi dengan ahli


gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan pasien.

❖ Nutrition
monitoring

1. Timbang BB pasien

2. Monitor adanya
penurunan berat badan

3. Monitor tipe dan


jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan

4. Monitor interaksi anak


atau orangtua selama
makan

5. Monitor lingkungan
selama makan

6. Monitor kulit kering


dan perubahan
pigmentasi

7. Monitor turgor kulit

8. Monitor mual dan

18
muntah

9. Monitor kalori dan


intake nuntrisi

10. Kolaborasikan dengan


dokter pemberian obat
untuk mengurangi
mual

19
DAFTAR PUSTAKA

Candra, A. Demam berdarah dengue: epidemiologi, patogenesis,


dan faktor risiko penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2
Tahun 2010 : 110 –119
Gandasoebrata, R, 2009. Penuntun Laboratorium Klinik, Edisi 5,
Jakarta: Dian Rakyat
Kemenkes ri 2018. Pusat data dan informasi kementerian
kesehatan RI, situasi penyakit demam berdarah di
Indonesia tahun 2017.
Kemenkes, RI. 2011. Modul pengendalian demam berdarah
dengue. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan.
NANDA. 2018-2020. Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi. Edisi 10. Jakarta: EGC
Sudoyo dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi
V. Jakarta: Interna Publishing
Wahyuningsih, F. 2014. Analisis spasial kejadian demam berdarah
dengue di wilayah puskesma pengasinan kota bekasi
tahun 2012-2013. Skripsi UIN.

20

Anda mungkin juga menyukai