Anda di halaman 1dari 2

NAMA : MADE SURYA DIATMIKA

NIM : 1680511043

MATA KULIAH : ARGUMENTASI HUKUM

1. Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa “Perjanjian yang mengikat hanyalah
perjanjian yang sah.” Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320
KUH Perdata. Oleh karena itu kedua pasal dalam KUH Perdata tersebut saling mempunyai
hubungan yang erat dalam perjanjian/perikatan.
Pasal 1320 KUH Perdata dalam analisis penalaran hukum perdata yakni syarat sahnya
perjanjian. Terdiri dari syarat subjektif berupa sepakat meraka yang mengikatkan diri dan
kecakapan untuk membuat perjanjian. Syarat objektif berupa suatu hal tertentu dan suatu
sebab yang halal. Kesepakatan yang menimbulkan akibat hukum hanyalah kesepakatan
yang tidak bercacat atau tidak terjadi kecacatan dalam kesepakatan itu yang dikenal
dengan tidak terdapat cacat kehendak, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1321 KUH
Perdata. Kecakapan untuk membuat perjanjian harus sesuai dengan sebagaimana diatur
dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Hal tertentu adalah menyangkut objek perjanjian, baik
berupa barang atau jasa yang dapat dinilai dengan uang sebagaimana diatur dalam Pasal
1322 KUH Perdata. Suatu sebab yang halal adalah sebab yang dibenarkan oleh undang-
undang, ketertiban umum, kebiasaan, kepatutan dan kesusilaan. Suatu perjanjian tanpa
sebab, atau dibuat karena sebab yang palsu, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1335
KUH Perdata, adalah termasuk ke dalam sebab yang tidak halal.

2. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUH Perdata yang
mengatakan bahwa ketentuan pidana menurut Undang-Undang itu harus ada terlebih
dahulu daripada perbuatannya, maka apabila perbuatan tersebut telah dilakukan orang
setelah suatu ketentuan pidana menurut Undang-Undang itu benar-benar berlaku,
pelakunya dapat dituntut dan dihukum berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam ketentuan pidana tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1
ayat (1) KUH Perdata, pada dasarnya terhadap pelaku tindakan yang terlarang itu harus
diberlakukan Undang-Undang Pidana atau harus diberlakukan ketentuan pidana menurut
undang-undnag yang lama (lex temporis delicti) dan bukan dengan Undang-Undang
Pidana atau ketentuan pidana menurut undang-undang yang baru. Akan tetapi, ketentuan
pidana seperti yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) KUH Perdata telah meniadakan dasar di
atas untuk kepentingan terdakwa. Keberadaan asas legalitas menjamin hak konstitusional
dari tersangka sebagai warga negara Indonesia untuk diperlakukan sama di depan hukum
(equality before the law) sehingga mendapatkan kepastian hukum. Sedangkan asas tidak
boleh berlaku surut (asas non retroaktif) menghindarkan tersangka dari perbuatan
sewenang-wenang oleh pengegak hukum yang menggolongkan suatu perbuatan tanpa ada
undang-undang yang mengaturnya sebagai tindak pidana.
3. Menurut Oppenheim, Hukum Tata Negara adalah sistem hukum di suatu negara dalam
keadaan berhenti, sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah peraturan-peraturan
hukum mengenai negara dalam keadaan bergerak. Hukum Tata Negara merupakan
kumpulan peraturan-peraturan hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan negara dan
memberikan kepadanya wewenang yang membagi-bagikan tugas pekerjaan dari
pemerintah modern antara bebeeapa alat perlengkapan negara di tingkat tinggi dan tingkat
rendah. Sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah sekumpulan peraturan-peraturan
hukum yang mengikat alat-alat perlengkapan yang tinggi maupun yang rendah dalam
menggunakan wewenangnya yang telah diberikan/ditetapkan dalam Hukum Tata Negara.
Dasar berpijaknya Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara jika terjadi kasus
melanggar hukum oleh penguasa yakni :
 Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 Selanjutnya sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945
tersebut diundangkanlah pada waktu itu Undang-Undang No.14 Tahun 1970
dimana sekarang ini telah dirubah dengan Undang-Undang No.4 Tahun 2004
tetang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
 Berdasarkan hal tersebut maka pada tanggal 14 Januari 1991 diundangkanlah
melalui peraturan pemerintah yang disebut dengan Undang-Undang No. 5 Tahun
1986 dan saat ini telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang No.9 Tahun
2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Anda mungkin juga menyukai