Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, ternyata banyak orang yang tidak ingin benar-benar


membicarakan seks. “Tetapi ketika mereka muda dan tumbuh dan masalah ini
muncul pada keluarga mereka, semua orang menjadi tegang.” Apa yang harus
dikatakan dan kapan

Sex education/pendidikan seks sebenarnya berarti pendidikan seksualitas yaitu


suatu pendidikan mengenai seksualitas dalam arti luas. Seksualitas meliputi
berbagai aspek yang berkaitan dengan seks, yaitu aspek biologik, orientasi, nilai
sosiokultur dan moral, serta perilaku. Sesuai dengan kelompok usia berdasarkan
perkembangan hidup manusia, maka pendidikan sex dapat dibagi menjadi
pendidikan seks untuk anak prasekolah dan sekolah, pendidikan seks untuk
remaja, untuk dewasa pranikah serta menikah.

Sex education untuk anak-anak bertujuan agar anak mengerti identitas dirinya
dan terlindung dari masalah seksual yang dapat berakibat buruk bagi anak.
Pendidikan seks untuk anak pra sekolah lebih bersifat pemberian informasi
berdasarkan komunikasi yang benar antara orangtua dan anak. Sex education
untuk remaja bertujuan melindungi remaja dari berbagai akibat buruk karena
persepsi dan perilaku seksual yang keliru. Sementara pendidikan sex untuk
dewasa bertujuan agar dapat membina kehidupan sexual yang harmonis sebagai
pasangan suami istri.

Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan


biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan
seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-
nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan
akhlak dan moral juga. Ketika kita mendengar kata seks apa yang terpikir di
benak kita? Pornografi, vulgar, menjijikkan dll. Memang sebagian besar
masyarakat menganggap membicarakan seks itu adalah sesuatu hal yang tabu dan
tak layak dibicarakan. Ketika anak kita bertanya soal seksualitasnya pasti kita
dengan cepat akan mengalihkannya dan akan mengatakan “Hus…ga baik
ngomong gitu, masih kecil nanti kalo sudah besar kan tau sendiri”. Sikap seperti
itulah yang salah, karena anak memiliki rasa ingin tahu tentang banyak hal, bila
kita sebagai orang tua tidak bisa mengarahkan dengan baik, tidak bisa
memberikan informasi yang jelas cenderung mereka akan mencari informasi dari
orang lain dan teman-temannya, informasi tersebut belum tentulah informasi yang
baik.

Sedikit sekali masyarakat terutama orang tua yang peduli akan pendidikan
seks dan menempatkan bahwa seks adalah sesuatu yang penting. Bahkan banyak
orang tua yang tidak memberikan pendidikan seks pada anak, dengan alasan anak
akan tabu dengan sendirinya. Selama ini seks identik dengan orang dewasa saja.
"Pendidikan seks tidak selalu mengenai hubungan pasangan suami istri, tapi juga
mencakup hal-hal lain seperti pemberian pemahaman tentang perkembangan fisik
dan hormonal seorang anak serta memahami berbagai batasan sosial yang ada di
masyarakat," ujar Dra Dini Oktaufik dari yayasan ISADD (Intervention Service
for Autism and Developmental Delay).

Membahas masalah seks pada anak memang tidak mudah. Namun,


mengajarkan pendidikan seks pada anak harus diberikan agar anak tidak salah
melangkah dalam hidupnya. Pendidikan seks wajib diberikan orangtua pada
anaknya sedini mungkin. Tepatnya dimulai saat anak usia 3-4 tahun, karena pada
usia ini anak sudah bisa melakukan komunikasi dua arah dan dapat mengerti
mengenai organ tubuh mereka dan dapat pula dilanjutkan pengenalan organ tubuh
internal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian sex education pada anak?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian sex education pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Pendidikan Seks
Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan pemberian
informasi tentang masalah seksual. Informasi yang diberikan di antaranya
pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral,
etika, komitmen, agama agar tidak terjadi "penyalahgunaan" organ reproduksi
tersebut. Itu sebabnya, pendidikan seks dapat dikatakan sebagai cikal bakal
pendidikan kehidupan berkeluarga yang memiliki makna sangat penting. Para
ahli psikologi menganjurkan agar anak-anak sejak dini hendaknya mulai
dikenalkan dengan pendidikan seks yang sesuai dengan tahap perkembangan
kedewasaan mereka.
Pendidikan seks didefinisikan sebagai pendidikan mengenai anatomi
organ tubuh yang dapat dilanjutkan pada reproduksi seksualnya dan akibat-
akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat
istiadat, serta kesiapan mental dan material seseorang. Sementara dr. Warih A
Puspitosari, M.Sc, Sp.K.J. menjelaskan bahwa “Pendidikan seks usia dini
bukan berarti mengajarkan bagaimana cara melakukan seks. Namun
pendidikan seks pada usia dini menjelaskan tentang organ-organ yang dimiliki
manusia dan apa fungsinya”.

1.2 Tujuan Pendidikan Seks Pada Anak


Tujuan pendidikan seks sesuai usia perkembangan pun berbeda-beda.
Seperti pada usia balita, tujuannya adalah untuk memperkenalkan organ seks
yang dimiliki, seperti menjelaskan anggota tubuh lainnya, termasuk menjelas-
kan fungsi serta cara melindunginya. Jika tidak dilakukan lebih awal maka
ada kemungkinan anak akan mendapatkan banyak masalah seperti memiliki
kebiasaan suka memegang alat kemaluan sebelum tidur, suka memegang
payudara orang lain atau masalah lainnya.
Untuk usia sekolah mulai 6-10 tahun bertujuan memahami perbedaan jenis
kelamin (laki-laki dan perernpuan), menginformasikan asal-usul manusia,
membersihkan alat genital dengan benar agar terhindar dari kuman dan
penyakit. Sedangkan usia menjelang remaja, pendidikan seks bertujuan untuk
menerangkan masa pubertas dan karakteristiknya,serta menerima perubahan
dari bentuk tubuh. Pendidikan seks berguna untuk memberi penjelasan
mengenai perilaku seks yang merugikan (seperti seks bebas), menanamkan
moral dan prinsip "say no" untuk seks pra-nikah serta membangun
penerimaan terhadap diri sendiri. Bahkan, pendidikan seks juga penting
diberikan pada anak di usia pranikah untuk pembekalan pada pasangan yang
ingin menikah tentang hubungan seks yang sehat dan tepat.

1.3 Cara memberikan penjelasan pendidikan seks kepada anak sesuai


dengan umur mereka
1. Balita 1-5 tahun
Pada usia ini, Anda bisa mulai menanamkan pendidikan seks. Caranya
cukup mudah, yaitu dengan mulai memperkenalkan kepada si kecil organ-
organ seks miliknya secara singkat. Tidak perlu memberi penjelasan detail
karena rentang waktu atensi anak biasanya pendek. Misalnya saat
memandikan si kecil, Anda bisa memberitahu berbagai organ tubuh anak,
seperti rambut, kepala, tangan, kaki, perut, dan jangan lupa penis dan
vagina atau vulva. Lalu terangkan perbedaan alat kelamin dari lawan
jenisnya, misalnya jika si kecil memiliki adik yang berlawanan jenis.
Selain itu, tandaskan juga bahwa alat kelamin tersebut tidak boleh
dipertontonkan dengan sembarangan, dan terangkan juga jika ada yang
menyentuhnya tanpa diketahui orang tua, maka si kecil harus berteriak
keras-keras dan melapor kepada orang tuanya. Dengan demikian, anak-
anak Anda bisa dilindungi terhadap maraknya kasus kekerasan seksual
dan pelecehan seksual terhadap anak.
2. Umur 3-5 tahun
Pada rentang umur ini, mengajarkan mengenai organ tubuh dan fungsi
masing-masing organ tubuh, jangan ragu juga untuk memperkenalkan alat
kelamin si kecil. Saat yang paling tepat untuk mengajarkannya adalah di
saat Anda sedang memandikannya. Diharapkan untuk hindari penyebutan
yang dianggap tidak sopan di masyarakat untuk menyebut alat kelamin
yang dimilikinya. Misalkan seperti vagina atau penis, jangan diistilahkan
dengan kata lain seperti “apem” atau “burung”. Anda tidak perlu
membahas terlalu detail mengenai jenis kelamin anak Anda atau
mengajarkannya dalam kondisi belajar yang serius.
Pertanyaan yang sering dilontarkan anak pada usia ini, seperti “mama,
kita lahir dari mana?” Anda juga bisa memberikan penjelasan mengenai
darimana bayi berasal dengan menggunakan sebuah cerita agar si buah
hati bisa lebih memahami dan tertarik untuk mendengarkannya. Di usia ini
juga, seorang anak sudah bisa diajarkan apa itu perempuan dan laki-laki.
Jadi bila Anda memiliki dua anak yang berlawanan jenis, akan lebih
mudah untuk Anda menjelaskan perbedaan penis dan vagina kepadanya.
Ajarkan juga kepada anak bahwa seluruh tubuhnya, termasuk alat
kelaminnya, adalah milik pribadinya yang harus dijaga baik-baik. Dengan
demikian, anak harus diajarkan untuk tidak menunjukkan kelaminnya
secara sembarangan. Tekankan kepada mereka bahwa mereka memiliki
hak dan bisa saja menolak pelukan atau ciuman dan segala macam bentuk
kasih sayang yang dinyatakan melalui sentuhan fisik. Hal ini menjadi
penting, karena disukai atau tidak, banyak pelaku pelecehan seksual
adalah orang-orang yang dekat dengan kehidupan si anak. Orang tua juga
diharapkan untuk tidak memaksa seorang anak untuk memeluk atau
mencium orang lain jika dia tidak menginginkannya agar si anak bisa
belajar untuk menyatakan penolakannya.
3. Umur 6 - 9 tahun
Anak-anak sering sekali menjadi korban pelecehan dan kekerasan
seksual dari orang dewasa karena ketidakberdayaan dan ketidaktahuan
yang bisa dimanfaatkan dengan mudah oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggungjawab. Masalah utama dalam kasus pencabulan anak adalah
anak kecil tidak sadar bahwa dirinya telah mengalami pencabulan, baik
karena keluguan si anak atau karena pelaku berdalih bahwa hal yang
dilakukan adalah tanda “kasih sayang”.
Di rentang umur ini, si kecil diajarkan mengenai apa saja yang harus
dilakukan untuk melindungi dirinya sendiri. Orang tua bisa mengajarkan
anak menolak untuk membuka pakaian bahkan jika ada imbalan sekalipun
atau menolak diraba alat kelaminnya oleh temannya. Anak Anda harus
diajarkan untuk berteriak sekencang mungkin meminta pertolongan dan
melapor ke orang tua jika orang dewasa yang berada di sekitar mereka
mengancam untuk memberikan hukuman atau mengintimidasi mereka di
saat mereka menolak untuk melakukan hal-hal yang menurut anak tidak
nyaman untuk dilakukan.
Selain itu, di rentang umur ini, Anda bisa menggunakan hewan
tertentu yang tumbuh dengan cepat dan terlihat jelas perbedaan jenis
kelaminnya (seperti: anak ayam) di saat bertumbuh dewasa untuk
mengajarkan mengenai perkembangan alat reproduksi. Ajaklah anak anda
untuk turut mengamati perkembangannya. Jika mereka tidak terlalu
memperhatikan hingga detail terkecil, Anda bisa berikan informasi lebih
lanjut nanti sembari menekankan bahwa alat kelamin mereka juga akan
berubah seiring mereka bertumbuh dewasa nanti.
Orang tua harus memperhatikan suasana hati anak agar saat
menyampaikan materi seksualitas, si anak tidak merasa terpojokkan, malu,
bodoh, ataupun menjadi terlalu liar dalam menyikapi seks.
4. Umur 9 - 12 tahun
Berikan informasi lebih mendetail apa saja yang akan berubah dari
tubuh si anak saat menjelang masa puber yang cenderung untuk berbeda-
beda di setiap individu. Ajarkan kepada anak bagaimana menyikapi
menstruasi ataupun mimpi basah yang akan mereka alami nanti sebagai
bagian normal dari tahap perkembangan individu. Pada umur 10 tahun,
sebelum menjelang masa puber, Anda sudah bisa memulai topik mengenai
kesehatan alat kelamin. Pastikan juga pada anak Anda, jika dia mengikuti
semua peraturan kesehatan ini, maka mereka tak perlu banyak khawatir.
5. Umur 12 - 14 tahun
Data yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa 51 persen
remaja di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi telah berhubungan
seksual sebelum menikah. Penulis memang tidak mendapatkan angka pasti
untuk data di tahun 2012, tetapi dengan adanya berita di berbagai media
massa yang menyatakan adanya peningkatan dalam tingkat aktivitas
seksual remaja, maka tentunya harus ada pendidikan yang memadai untuk
menanggulangi hal ini.
Dorongan seksual di masa puber memang sangat meningkat, oleh
karena itu, orang tua sebaiknya mengajarkan apa itu sistem reproduksi dan
bagaimana caranya bekerja. Penekanan terhadap perbedaan antara
kematangan fisik dan emosional untuk hubungan seksual juga sangat
penting untuk diajarkan. Beritahukan kepada anak segala macam
konsekuensi yang ada dari segi biologis, psikologis, dan sosial jika mereka
melakukan hubungan seksual. Orang tua selain mengajarkan keterbukaan
komunikasi dengan anak terutama dalam membicarakan seksualitas, juga
perlu menambahkan keuntungan menghindari aktivitas seksual terlalu dini
sebelum mencapai masa dewasa.
Hindari penggunaan kata-kata yang menghakimi remaja agar ia tidak
merasa ragu, takut, enggan ataupun marah saat membicarakan pengalaman
seksual mereka. Jika orang tua merasa agak berat untuk membicarakan
topik-topik seksual dengan anak, orang tua bisa meminta bantuan psikolog
atau konselor untuk memberikan pendidikan seksual kepada anak dan
membantu orang tua merasa nyaman membicarakan topik ini.
6. Usia Menjelang Remaja
Saat anak semakin berkembang, mulai saatnya Anda menerangkan
mengenai haid, mimpi basah, dan juga perubahan-perubahan fisik yang
terjadi pada seorang remaja. Anda bisa terangkan bahwa si gadis kecil
akan mengalami perubahan bentuk payudara, atau terangkan akan adanya
tumbuh bulu-bulu di sekitar alat kelaminnya.
7. Usia Remaja
Pada saat ini, seorang remaja akan mengalami banyak perubahan
secara seksual. Anda perlu lebih intensif menanamkan nilai moral yang
baik kepadanya. Berikan penjelasan mengenai kerugian seks bebas seperti
penyakit yang ditularkan dan akibat-akibat secara emosi.
Diharapkan, pendidikan seks sejak dini akan menghindari kehamilan
di luar pernikahan saat anak-anak bertumbuh menjadi remaja dan saat
dewasa kelak. Tidak perlu tabu membicarakan seks dalam keluarga.
Karena anak Anda perlu mendapatkan informasi yang tepat dari orang
tuanya, bukan dari orang lain tentang seks.
Karena rasa ingin tahu yang besar, jika anak tidak dibekali pendidikan
seks, maka anak tersebut akan mencari jawaban dari orang lain, dan akan
lebih menakutkan jika informasi seks didapatkan dari teman sebaya atau
Internet yang informasinya bisa jadi salah. Karena itu, lindungi anak-anak
Anda sejak dini dengan membekali mereka pendidikan mengenai seks
dengan cara yang tepat.

1.4 Tips Cerdas Berbicara Seks pada Anak


Banyak orang tua bingung menyikapi pertanyaan anak mengenai masalah
seks. Berikut beberapa sikap yang disarankan dalam berbicara dengan anak
tentang seks:
1. Luangkan waktu untuk membuat dialog atau diskusi tentang seks
dengan anak.
2. Sikap terbuka, informatif, dan yakin atau tidak ragu-ragu.
3. Siapkan materi dan penyampaian disesuaikan dengan usia anak.
4. Gunakan media atau alat bantu konkret seperti boneka, gambar,
binatang, untuk memudahkan anak menyerap informasi.
5. Membekali diri dengan wawasan cukup untuk menjawab pertanyaan
anak.
6. Menjawab pertanyaan dengan jujur dan dengan bahasa yang lebih halus
7. Dalam memberikan pendidikan seks pada anak sebaiknya anak
mengenali bagian tubuh dirinya sendiri dan jangan pernah mengeksplor
tubuh orang lain.
8. Mendiskusikan kepada ahli atau psikolog apabila ada hal-hal yang masih
ragu atau bingung, terutama apabila terjadi hambatan dalam
memberikan informasi.
9. Menyakinkan diri bahwa pendidikan seks pada anak adalah penting dan
bermanfaat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pendidikan seks bukanlah tentang mendukung anak untuk melakukan
hubungan seksual, tapi menjelaskan fungsi alami seks sebagai bagian diri
mereka serta konsekuensinya jika disalah gunakan.
Orang tua merupakan aktor utama dalam hal pendidikan anak. Orang tua
sebagai wahana belajar utama bagi anak, karena orang tua lah yang paling
tepat untuk memberikan pendidikan seks pada usia dini. Orang tua tidak perlu
ragu lagi akan pentingnya pendidikan seks sejak dini. Hilangkan rasa
canggung yang ada dan mulailah membangun kepekaan akan kebutuhan
pendidikan seks pada anak.
Kurangnya pembekalan tentang seks dan apabila tidak dimulai sejak dini
maka akan lebih membahayakan apabila anak beranjak remaja. Para remaja
bisa mencari informasi yang berhubungan dengan seks melalui berbagai
sumber seperti buku, majalah, film, internet dengan mudah membuat anak
menjadi bingung dan bias sebab didapat dari narasumber yang tidak layak.
Padahal, informasi yang didapat belum tentu benar dan bahkan mungkin bisa
menjerumuskan atau menyesatkan. Hasil akhirnya pun tentu tidak sesuai
dengan harapan dan manfaat.
3.2 Saran
Pendidikan seks sangat penting untuk diberikan sedini mungkin kepada
anak. Namun hal ini tidak semata-mata menjadi beban dan tanggung jawab
bagi orang tua, namun juga meenjadi tanggung jawab guru sebagai orang tua
kedua bagi anak. Pandidikan seks ini dapat dibeikan sesuai dengan tingkat
perkembangan anak, mulai dari hal yang sifatnya sederhana hingga pada hal
yang sifatnya kompleks. Orang tua, guru, dan masyarakat memikul tanggung
jawab bersama dalam mendidik generasi muda agar mereka dapat
memperoleh penjelasan dan informasi tentang seks manusia serta menegakan
nilai-nilai manusiawi terhadap seks tersebut dan dapat dimanfaatkan
sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta:
Salemba
Supartini, Y. 2005. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai