Anda di halaman 1dari 12

BAB 9.

PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI


PERTANGGUNGJAWABAN DALAM PENILAIAN KINERJA MANAJER

DEFINISI PENILAIAN KINERJA


Adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi,
bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya.

TUJUAN POKOK PENILAIAN KINERJA


Untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam
mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar
membuahkan tindakan & hasil yang diinginkan.

MANFAAT PENILAIAN KINERJA


1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian
karyawan secara maksimum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan
seperti :promosi, transfer, dan pemberhentian.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.

TAHAP PENILAIAN KINERJA


Penilaian kinerja dilaksanakan dalam 2 tahap utama :
I. Tahap persiapan
II. Tahap Penilaian

I. Tahap persiapan terdiri dari 3 tahap rinci :


1. Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung
jawab.
2. Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja.
3. Pengukuran kinerja sesungguhnya.

Tahap persiapan 1 Penentuan daerah pertanggungjawaban &


manajer yang bertanggung jawab
Penilaian kinerja harus diawali dengan penetapan garis batas tanggung jawab
yang jelas bagi manajer yang akan dinilai kinerjanya.

Kriteria penetapan tanggung jawab yaitu :


 Tanggung jawab harus konsisten dengan wewenang yang
dimiliki.
 Batas tanggung jawab harus teliti dan adil.
 Daerah pertanggungjawaban harus dapat diukur
efektivitas dan efisiensinya.
 Kriteria penilaian kinerja harus sesuai dengan ruang
lingkup tanggung jawab yang dibebankan kepada manajer.

PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN
 adalah unit organisasi yang dipimpin oleh manajer yang bertanggung jawab,
 adalah sistem yang mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output).

1
PUSAT BIAYA
Adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diukur prestasinya atas
dasar biayanya (nilai inputnya).

Berdasarkan karakteristik hubungan antara input dan output, pusat biaya dibagi
menjadi :
1. Pusat biaya teknik (engineered expense center)
Pusat pertanggungjawaban yang sebagian besar inputnya mempunyai
hubungan yang nyata dan erat dengan outputnya.
Dengan demikian dapat dihitung ratio antara input & output, ratio ini
merupakan ukuran efisiensi pusat biaya teknik.
Contoh : departemen produksi
2. Pusat biaya kebijakan (discretinary expense center)
Pusat pertanggungjawaban yang sebagian besar inputnya mempunyai
hubungan tak langsung dengan outputnya.
Karena pada umumnya biaya-biaya yang terjadi dalam pusat pendapatan
merupakan biaya kebijakan, maka pusat pendapatan umumnya juga
merupakan pusat biaya kebijakan.
Pusat biaya kebijakan tidak dapat diukur prestasinya berdasarkan ukuran
efisiensi karena tidak adanya hubungan yang nyata antara input dan output
atau karena sering output pusat biaya kebijakan tidak dapat diukur secara
kuantitatif.
Contoh : departemen penelitian dan pengembangan, departemen akuntansi,
departemen personalia, departemen hubungan masyarakat, departemen
pemasaran.

PUSAT PENDAPATAN
Adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diberi wewenang
mengendalikan pendapatan (outputnya).
Contoh : departemen pemasaran  bertanggungjawab atas keberhasilan
perusahaan dalam mencapai penjualan tertentu.

Dalam pusat pendapatan, tidak berarti tidak ada pengeluaran biaya sama sekali,
namun biaya yang terjadi umumnya tidak menunjang secara langsung dengan
prestasi pendapatan yang dicapai.

PUSAT LABA
 Adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diberi
wewenang mengendalikan pendapatan dan biaya.
 Manajer pusat laba diukur kinerjanya berdasarkan laba
yang diperoleh dan investasi.
 Untuk menjadi pusat laba, suatu unit organisasi tidak
harus menjual produk/jasa keluar perusahaan, tapi dapat juga menjual
kepada bagian lain dalam perusahaan (Transfer pricing)
Contoh :
 Departemen produksi dapat menjadi pusat laba jika departemen
tersebut menjual outputnya pada departemen penjualan
 Departemen pemeliharaan dapat menjual jasanya kepada bagian
lain yang membutuhkan jasa tersebut.

PUSAT INVESTASI
 Adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diukur
prestasinya dengan menghubungkan laba yang diperoleh dengan investasi.

2
 Ukuran prestasi manajer pusat investasi :
1. Kembalian investasi (Return on investment=ROI)
2. Residual income
3. Produktivitas (Ratio antara output dengan input)
 Agar perusahaan dapat berkembang, maka perusahaan harus
menghasilkan laba dan mengembalikan asset yang dipakai.

Tahap persiapan 2  Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur


kinerja
Dalam menetapkan kriteria kinerja manajer, berbagai faktor berikut ini perlu
dipertimbangkan:
a. Dapat diukur atau tidaknya kriteria
 Tidak semua kinerja dapat diukur secara kuantitatif
Contoh : keunggulan produk di pasar, kekompakan tim dll
b. Rentang waktu sumber daya dan biaya
Contoh : Departemen LITBANG bertujuan mengembangkan produk,
kemungkinan akan menghasilkan manfaat beberapa tahun kemudian.
c. Bobot yang diperhitungkan atas criteria.
d. Tipe kriteria yang digunakan dan aspek perilaku yang ditimbulkan.

Tahap persiapan 3  Pengukuran kinerja sesungguhnya


Pengukuran hasil sesungguhnya bagian atau aktivitas yang menjadi daerah
wewenang manajer tersebut.
Tahap ini sering memicu timbulnya perilaku yang tidak semestinya dalam
pengukuran kinerja yaitu :
1) Perataan (Smoothing)
Adalah penyimpangan dengan cara mempercepat/menunda pesan yang
disampaikan kepada manajer atasannya.
Contoh : Agar kinerja penjualan periode ini terkesan meningkat maka
manajer penjualan memasukan kontrak-kontrak penjualan yad ke dalam
laporan penjualan periode ini.

2) Pencondongan (biasing)
Penyimpangan dengan cara memberikan gambaran yang paling
menguntungkan bagi kinerja manajer tersebut.
Contoh : Jika dimungkinkan untuk memilih, manajer cenderung akan
memilih metode akuntansi yang memberikan gambaran yang paling baik bagi
keinerjanya.

3) Permainan (gaming)
Manipulasi hasil kinerja yang dilaksanakan dengan memanfaatkan berbagai
aspek hubungan antara atasan dengan bawahannya.
Contoh : Manajer pembelian membeli bahan baku dengan kualitas rendah
demi mendapatkan selisih harga yang menguntungkan.

4) Penonjolan dan tindakan melanggar aturan (focusing & illegal


act)
Contoh : Untuk memberikan gambaran profitabilitas perusahaan kepada
calon kreditur dan investor, manajemen perusahaan memalsukan angka-
angka pendapatan dan biaya.

II. Tahap penilaian terdiri dari 3 tahap rinci :

3
1. Membandingkan kinerja sesungguhnya dengan sasaran dan membuat
laporan hasil penilaian.
2. Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari
yang ditetapkan dalam standar
3. Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk
mencegah perilaku yang tidak diinginkan.

UKURAN KINERJA
Terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
secara kuantitatif :

1. Ukuran criteria tunggal (single criterian)


 menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajer.
Contoh: Manajer produksi diukur kinerjanya hanya dari tercapainya target
kuantitas produk yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu, sehingga
kemungkinan mengabaikan factor-faktor penting lain seperti mutu, biaya,
pemeliharaan equipment, dan sumber daya manusia.

2. Ukuran criteria beragam (Multiple Criteria)


 menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja manajer.
Contoh : Seorang manajer diukur kinerjanya dari profitabilitas, pangsa
pasar, produktivitas dll.

3. Ukuran criteria gabungan (composite criteria)


 menggunakan berbagai macam ukuran, memperhitungkan bobot masing-
masing ukuran, dan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran menyeluruh
kinerja manajer.

Lihat gambar 9.3 hal 436 :


Nilai Bobot Nilai x Bobot
Profitabilitas 8 4 32
Pangsa pasar 6 6 36
Jumlah 10 68
Ukuran kriteria gabungan 6,8

PERAN INFORMASI AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN DALAM


PENILAIAN KINERJA PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN

1. PENILAIAN KINERJA PUSAT PENDAPATAN

Informasi akuntansi yang dipakai sebagai ukuran kinerja manajer pusat


pendapatan adalah pendapatan (baik penjualan produk/jasa keluar maupun
transfer produk/jasa kepada pusat pertanggungjawaban lain ).

Masalah akan timbul jika pusat pendapatan mentransfer produk atau jasanya
kepada pusat pertanggungjawaban lain dalam perusahaan, yaitu apakah
pendapatan dari transfer produk atau jasa ke pusat pertanggungjawaban lain
dalam perusahaan diperhitungkan sebagai pendapatan pusat laba dan pada
harga transfer berapa, harga diperhitungkan sebagai beban pusat
pertnggungjawaban yang menerima transfer.

Untuk pengukuran kinerja pusat pendapatan, seluruh pendapatan, baik yang


berasal dari transaksi penjualan produk / jasa kepada pusat

4
pertanggungjawaban lain dalam perusahaan, dipakai sebagai tolok ukur kinerja
manajer pusat pendapatan.

2. PENILAIAN KINERJA PUSAT BIAYA

Informasi akuntansi yang dipakai sebagai ukuran kinerja pusat biaya adalah
biaya.
Masalah yang timbul dalam penggunaan biaya sebagai ukuran kinerja pusat
biaya adalah :
a. Masalah perilaku biaya
Dalam menentukan terkendalikan atau tidaknya biaya, perlu dihubungkan
antara biaya tertentu dengan wewenang yang dimiliki oleh manajer pusat
biaya atas biaya tersebut.

b. Masalah hubungan biaya dengan pusat biaya


Dalam hubungannya dengan pusat biaya, biaya dapat dibagi menjadi dua
yaitu : biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung merupakan
biaya yang manfaatnya hanya dinikmati oleh pusat biaya tertentu. Biaya
tidak langsung merupakan biaya yang manfaatnya dinikmati oleh lebih dari
satu pusat biaya.

c. Masalah jangka waktu


Dalam jangka panjang semua biaya pada dasarnya dapat dikendalikan oleh
manajer tertentu dalam organisasi perusahaan. Biaya kebijakan merupakan
biaya terkendalikan dalam jangka pendek. Engineered variable cost dan
commited fixed costs merupakan biaya terkendalikan dalam jangka panjang
dan tidak terkendalikan dalam jangka pendek.

d. Masalah tanggung jawab ganda (dual responsibility)


Jika suatu biaya di bawah wewenang lebih dari satu manajer pusat biaya,
timbul masalah siapa yang mempertanggungjawabkan biaya tersebut.

3. PENILAIAN KINERJA PUSAT LABA

Laba yang merupakan selisih antara pendapatan dan biaya, tidak dapat berdiri
sendiri sebagai ukuran kinerja pusat laba, sehingga laba perlu dihubungkan
dengan investasi yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut.

Untuk mengukur kinerja pusat laba menggunakan 3 ukuran :


1) Kembalian investasi (Return on Investment = ROI )
2) Residual Income ( RI ).
3) Produktivitas.

1. RETURN ON INVESMENT = ROI

ROI = Laba
Investasi

ROI = Pendapatan x Laba


Investasi Pendapatan

Invesment Profit

5
Turnover margin

Invesment Turnover menunjukan produktivitas penggunaan investasi dalam


menghasilkan pendapatan.
Profit margin menunjukan produktivitas pendapatan dalam menghasilkan laba.

Lihat Contoh 1 hal 441 sbb :


Divisi kertas Divisi sepatu
20X1
Pendapatan penjualan Rp 30.000.000 Rp 120.000.000
Laba bersih usaha 3.000.000 4.000.000
Rata-rata aktiva (investasi) 15.000.000 20.000.000
Kembalian investasi 20% 20%

20X2
Pendapatan penjualan Rp 50.000.000 Rp 117.000.000
Laba bersih usaha 4.000.000 3.000.000
Rata-rata aktiva (investasi) 15.000.000 21.000.000
Kembalian investasi 26,7% 14,9%

Divisi kertas Divisi sepatu


20X1 20X2 20X1 20X2
Profit margin 10% 8% 3,3% 2,6%
Perputaran aktiva 2x 3,3x 6x 5,6x
Kembalian investasi 20% 26,7% 20% 14,9%
Residual income Rp1.500.000 Rp2.500.000 Rp2.000.000 Rp900.000

ROI DK Naik 6,7%


DS Turun 5,1%
Profit margin DK Turun 2%
DS Turun 0,7%
Invesment turnover DK Naik 1,3x
DS Turun 0,4x

Manfaat ROI sebagai pengukur kinerja :


1. ROI mendorong manajer pusat laba menaruh perhatian yang seksama
terhadap hubungan antara pendapatan penjualan, biaya dan investasi.
2. ROI mendorong manajer pusat laba melaksanakan efisiensi biaya.
3. ROI mencegah manajer pusat laba melakukan investasi yang berlebihan
dalam pusat laba yang dipimpinnya.

Lihat contoh 3,4 & 5 hal 449-450

Kelemahan ROI sebagai pengukur kinerja :


1. ROI tidak mendorong manajer pusat laba untuk melakukan investasi
dalam proyek yang akan berakibat menurunkan ROI pusat laba, meskipun
proyek tersebut menaikan profitabilitas perusahaan secara keseluruhan.
2. ROI mengakibatkan manajer pusat laba memusatkan perhatiannya pada
sasaran jangka pendek dengan mengorbankan sasaran jangka panjang.
3. ROI sebagai pengukur kinerja pusat laba sangat dipengaruhi oleh metode
depresiasi aktiva tetap.
Lihat Contoh 6 hal 450

6
2. RESIDUAL INCOME (RI)
Dihitung dengan mengurangi laba yang diperoleh pusat laba dengan beban
modal (capital charge).
Lihat contoh 8 hal 460 (data-data dari contoh 6)

Keunggulan RI
1. Penggunaan RI sebagai pengukur kinerja pusat laba mengakibatkan
semua pusat laba memiliki sasaran laba yang sama untuk investasi yang
sebanding.
2. RI dapat menggunakan tariff beban modal yang berbeda untuk aktiva
yang memilki resiko yang berbeda.

Kelemahan RI
1. ROI mengakibatkan manajer pusat laba memusatkan perhatiannya pada
sasaran jangka pendek dengan mengorbankan sasaran jangka panjang.
2. ROI sebagai pengukur kinerja pusat laba sangat dipengaruhi oleh metode
depresiasi aktiva tetap.
3. RI merupakan angka absolute yang tidak dapat digunakan untuk
membandingkan kemampuan berbagai pusat laba dalam menghasilkan laba.

3. PRODUKTIVITAS
Pusat pertanggungjawaban yang dapat diukur kinerjanya dengan menggunakan
ukuran produktivitas adalah pusat pertanggungjawabaan yang outputnya dapat
diukur secara kuantitatif.

Ratio Produktivitas = Keluaran (output)


Masukan (input)

Contoh : Pusat biaya teknik, pusat biaya kebijakan yang keluarannya dapat
diukur secara kuantitatif (departemen pemasaran), pusat laba dan pusat
investasi.
Pengukuran produktivitas dapat dilakukan untuk setiap masukan secara terpisah
(parsial) atau secara total untuk keseluruhan masukan yang digunakan untuk
menghasilkan keluaran.

PRODUKTIVITAS PARSIAL
Adalah pengukuran produktivitas untuk satu masukan pada suatu saat (partial
productivity measurement).

Produktivitas operasional (Operasional productivity measure).


Jika output dan inputnya dinyatakan dalam kuantitas fisik.

Produktivitas Keuangan (Financial productivity measure).


Jika output dan inputnya dinyatakan dalam rupiah.

Contoh 12 hal 467


Data divisi X pada tahun 20X1: Produksi 11.000 unit ; konsumsi sumber daya
1100 jam tenaga kerja ; harga jual produk Rp. 25 per unit ; upah tenaga kerja
Rp. 10 per jam.
 Produktivitas operasional = 11.000 / 1100 = 10 unit/jam
 Produktivitas keuangan = 11.000 x 25 = Rp. 25 /tkl
1100 x 10

7
Pengukuran Perubahan Produktivitas dengan Ukuran Produktivitas
Parsial

Ukuran produktivitas dalam contoh di atas tidak menyampaikan informasi


apapun jika hanya berdiri sendiri. Agar dapat bermakna, ukuran produktivitas
suatu periode harus dibandingkan dengan ukuran produktivitas periode
sebelumnya. Periode sebelumnya merupakan periode dasar yang ukuran
produktivitasnya dipakai sebagai standar untuk mengukur kenaikan atau
penurunan produktivitas yang terjadi dalam jangka waktu tertentu.

Contoh 13 hal 468

PRODUKTIVITAS TOTAL
Adalah pengukuran produktivitas untuk seluruh masukan pada suatu saat (Total
productivity measurement).

Produkivitas total muncul karena produktivitas parsial memiliki sejumlah


kelemahan, sehingga penggunaan produktivitas parsial secara terpisah sebagai
ukuran kinerja dapat menyesatkan.
Suatu penurunan produktivitas salah satu masukan kemungkinan diperlukan
untuk menaikan produktivitas masukan yang lain.

Pengukuran produktivitas total dapat dilakukan dalam 2 kondisi :


1) Tanpa adanya pertukaran (trade off) antar masukan
2) Dengan memperhitungkan pertukaran (trade off) antar masukan

1) Perubahan Produktivitas Tanpa Pertukaran Produktivitas


 Dalam memproduksi suatu produk, digunakan berbagai masukan
seperti bahan baku, tenaga kerja, modal, dan energi.
 Ukuran produktivitas total memperhitungkan semua jenis masukan
yang digunakan untuk menghasilkan keluaran.

Contoh 15 hal 469 :


Manajer divisi X melakukan analisis perubahan produktivitas yang terjadi dalam
tahun 20X2 dibandingkan dengan tahun 20X1, untuk mengetahui keberhasilan
program penyempurnaan proses produksi yang dilakukan sejak tahun 20X1.
data keluaran, masukan, dan harga per unitnya masing-masing adalah sebagai
berikut :
20X1 20X2
Jumlah produk yang dihasilkan 220.000 220.000
Jam tenaga kerja yang dipakai 22.000 20.000
Bahan baku yang dipakai (kg) 220.000 176.000
Harga jual produk per unit Rp. 25 Rp. 25
Upah tenaga kerja per jam Rp. 10 Rp. 10
Biaya per kg bahan baku Rp. 5 Rp. 5

20X1 20X2
Rasio produktivitas TK 220.000 / 22.000 = 10 220.000 / 20.000 = 11
Rasio produktivitas BB 220.000 / 220.000 = 1 220.000 / 176.000 = 1,25

8
Dari perbandingan rasio produktivitas setiap masukan, manajemen dapat
melakukan evaluasi terhadap perkembangan usaha peningkatan produktivitas
yang dilakukannya.

Ukuran Produktivitas yang Dihubungkan dengan Laba


 Salah satu cara untuk menilai perubahan produktivitas adalah
dengan menghitung dampak perubahan produktivitas terhadap laba tahun
kini. Ukuran ini disebut profit linked productivity.
 PLP membantu manajemen memberi informasi produktivitas
secara ekonomi.

Untuk menghubungkan perubahan produktivitas dengan laba tahun


kini diperlukan langkah berikut ini :
1. Menghitung kuantitas masukan tahun kini jika tidak ada perubahan
produktivitas yang terjadi, atau disebut kuantitas bebas perubahan
produktivitas ( productivity neutral quantity of input )
2. Menghitung kuantitas masukan yang dihitung pada langkah pertama
dikalikan dengan harga per satuan masukan.
3. Membandingkan hasil perhitungan pada langkah kedua dibandingkan dengan
hasil kali kuantitas masukan sesungguhnya tahun kini dengan harga per
satuan masukan sesungguhnya untuk menghitung produktivitas yang
dihubungkan dengan laba.

Contoh 16 hal 471


Perhitungan kuantitas perubahan produktivitas berdasarkan pada data contoh 15
atas :

Perhitungan kuantitas masukan tahun kini jika tidak ada perubahan produktivitas
Kuantitas Rasio Kuantitas bebas
produk produktivitas perubahan
tahun ini tahun lalu produktivitas
(1) (2) (1) : (2) = (3)
Tenaga kerja 220.000 10 22.000
Bahan baku 220.000 1 220.000

Perhitungan profit linked productivity :

KBPP KBPP x H KS KS x H PLP


(1) (2) (3) (4) (2) – (4)
Tenaga 22.000 Rp. 220.000 20.000 Rp. 200.000 Rp. 20.000
kerja 220.000 1.100.000 176.000 880.000 220.000
Bahan baku
Rp1.320.000 Rp1.080.000 Rp240.000

Keterangan :
KBPP = Kuantitas Bebas Perubahan Produktivitas
H = Harga masukan per unit
KS = Kuantitas sesungguhnya yang digunakan untuk menghasilkan
keluaran dalam tahun kini
PLP = Profit linked produktivity

Dari data di atas terlihat dampak perbaikan produktivitas tenaga kerja dan
bahan baku terhadap laba Divisi X dalam dua tahun tersebut yang menyebabkan
kenaikan laba sebesar Rp. 240.000. Dengan demikian profit linked productivity

9
mengukur dampak perubahan laba yang disebabkan oleh perubahan
produktivitas masukan.

2) Ukuran Produktivitas Total dengan Mempertimbangkan Pertukaran


( trade off )

Jika produktivitas suatu masukan dinaikkan dengan akibat penurunan


produktivitas masukan yang lain, manajemen memerlukan ukuran nilai
produktivitas total yang berupa profit linked productivity.

Contoh 17 hal 472 :


Divisi Z memproduksi berbgai macam produk. Data berikut ini mencerminkan
hasil perbaikan produktivitas proses produksi untuk menghasilkan salah satu
produknya. Pertukaran yang terjadi dalam dua tahun menunjukkan kenaikan
produktivitas tenaga kerja dan energi, sementara itu terjadi penurunan
produktivitas bahan baku :

20X1 20X2
Jumlah produk yang dihasilkan (unit) 110.000 120.000
Tenaga kerja yang dipakai (jam) 11.000 10.000
Bahan baku yang dipakai (kg) 110.000 125.000
Energi (kwh) 200.000 200.000
Produktivitas tenaga kerja 10 12
Produktivitas bahan baku 1 0,96
Produktivitas energi 0,55 0,60
Harga jual produk per unit Rp. 25 Rp. 25
Upah tenaga kerja per jam Rp. 10 Rp. 10
Biaya bahan baku per kg Rp. 5 Rp. 5
Biaya energi dan lain-lain per jam Rp. 6 Rp. 6

Perhitungan kuantitas masukan tahun kini jika tidak ada perubahan


produktivitas
Kuantitas Rasio Kuantitas Bebas
produk produktivitas Perubahan
tahun ini tahun lalu Produktivitas
(1) (2) (1) : (2) = (3)
Tenaga kerja 120.000 10 12.000
Bahan baku 120.000 1 120.000
Energi 120.000 0,55 218.182

Perhitungan profit linked productivity :

KBPP KBPP x H KS KS x H PLP


(1) (2) (3) (4) (2) – (4)
Tenaga kerja 12.000 Rp. 120.000 10.000 Rp. 100.000 Rp. 20.000
Bahan baku 120.000 600.000 125.000 625.000 (25.000)
Energi 218.182 1.309.092 200.000 1.200.000 109.092
Rp2.029.092 Rp1.925.000 Rp104.092

10
Price Recovery Component
Adalah perbedaan antara total perubahan laba dengan profit linked productivity
(PLP)

Contoh 18 hal 474 :


Dari contoh 17 di atas dihitung price Recovery component, perhitungan total
laba tahun 20X1 dan 20X2 adalah :

20X1 20X2
Pendapatan penjualan :
110.000 unit x Rp. 25 Rp 2.750.000
120.000 unit x Rp. 25 Rp.
3.000.000
Biaya Masukan :
 Tenaga Kerja :
11.000 jam x Rp. 10 110.000
10.000 jam x Rp. 10 100.000
 Bahan baku :
110.000 kg x Rp. 5 550.000
125.000 kg x Rp. 5 625.000
 Energi dan lain-lain :
200.000 jam x Rp. 6 1.200.000
200.000 jam x Rp. 6 1.200.000

Jumlah total biaya masukan Rp 1.860.000 Rp1.925.000

Total perubahan laba Rp 890.000 Rp1.075.000

Total perubahan laba dalam tahun 20X2 adalah :


1.075.000 – 890.000 = Rp. 185.000

Price Recovery component dihitung sebagai berikut :


Total perubahan laba Rp. 185.000
Profit linked productivity Rp. 104.092 -
Price recovery component Rp. 80.908

Price recovery component menunjukkan bahwa laba tahun 20X2 hanya akan
naik sebesar Rp. 80.908, jika tidak terjadi perbaikan produktivitas dalam tahun
tersebut.
Jika seandainya tidak ada perbaikan produktivitas, biaya masukan akan
mengalami kenaikan sebesar Rp. 169.092 ( Rp. 2.029.092 – Rp. 1.860.000 ),
sehingga kenaikan pendapatan sebesar Rp. 250.000 akan digunakan untuk
menutup kenaikan biaya masukan tersebut dan akan mengakibatkan kenaikan
laba hanya sebesar Rp. 80.908 ( Rp. 250.000 – Rp. 169.092 ).
Namun karena dalam tahun 20X2 terdapat perbaikan produktivitas tenaga kerja
dan energi, yang menyebabkan kenaikan laba sebesar Rp. 104.092 (dampak
perubahan produktivitas terhadap perubahan laba atau profit linked
productivity ),maka total perubahan laba dalam tahun 20X2 adalah sebesar Rp.
185.000 ( Rp. 104.092 + Rp. 80.908).

11
12

Anda mungkin juga menyukai