Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP PENCEGAHAN PENULARAN

SAAT PENANGANAN PASIEN COVID-19 DI RUANG INSTALASI


GAWAT DARURAT

Oleh :
Deni Ema Iswahyuni, S.Kep
NIM 192311101182

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
BAB I. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Potensi Penularan Coronavirus di Ruang IGD


1.1.1 Di ruang Triase
Potensi penularan diruang tirase IGD adalah melalui penularan face to face
yang mudah bertransmigrasi, sehingga pada screening awal di IGD belum di
ketahui diagnosa secara pasti disebabkan pasien bisa saja datang dari IGD tanpa
adanya gejala, dan ada potensi lain seperti kurangnya keterangan keadaan pasien
serta keluarga tentang riwayat pasien seperti kontak dengan pasien positif ataupun
riwayat perjalanan pasien (Yee Jane et, al. 2020).
Potensi penularan COVID-19 yang terjadi diruang IGD berasal dari
tindakan petugas kesehatan dimana mereka memiliki risiko penularan yang tinggi.
Tindakan tersebut merupakan tindakan yang mneghasilkan aerosol seperti suction,
intubasi, tes swab dan bronkoskopi, sehingga petugas kesehatan disarankan untuk
menggunakan APD lengkap, yang terdiri dari perlindungan mata, gaun sekali
pakai, sarung tangan dan masker N95 atau respirator pemurni udara, APD yang
lengkap untuk meminimalisir potensi penularan COVID-19 dengan dilakukannya
tes swab sebagai tes PCR COVID-19 yang saat ini sudah tersedia di Instalasi
Gawat Darurat rumah sakit. Tes ini digunakan untuk melihat pekerja layanan
kesehatan yang tidak sehat. Upaya lain yang dapat dilakukan dalam
meminimalisir terjadinya penularan yaitu dengan memisahkan pasien yang
berisiko kemudian dirawat atau ditempatkan diruang isolasi bertekanan negatif,
hal tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya penyebaran patogen infeksius
(Gan, Lim, & Koh, 2020).
Penularan coronavirus yang terjadi dilingkup pelayanan kesehatan
terutama di ruang instalasi gawat darurat (IGD) termasuk tempat penularan yang
sangat rentan terjadi pada pengunjung, petugas non medis dan bahkan petugas
medis. Mengingat penyebaran virus tersebut sangat cepat dan tanda gejala yang
timbul tidak pasti. Selain itu belum adanya penelitian terkait penyebab penularan
penyakit pada tenaga kerja (medis dan non-medis) di rumah sakit, namun WHO
(2020) menjelaskan bahwa penyebaran virus jenis SARS-CoV-2 memiliki
perasamaan dengan virus SARS-CoV. Penyebaran coronavirus diruang IGD
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Adanya paparan virus corona pada benda-benda mati
2. Kontak langsung dengan pasien dan memiliki tanda dan gejala nampak atau
tidak
3. Penggunaan APD yang tiidak sesuai dengan standart
4. Kejadian kecelakaan kerja
5. Daya imunitas yang turun mnyebabkan mudah terpapar virus
6. Terkena percikan cairan tubuh pasien atau droplet
7. Mempunyai penyakit penyerta (WHO, 2020)

1.1.2 Ruang Tindakan


a. Bentuk risiko dan potensi penularan COVID-19 pada tenaga kesehatan
khususnya di ruang IGD menurut Florendo, L., dan Rabajante, J.F., 2020
antara lain:
1) Jumlah rata – rata kunjungan pasien COVID-19, baik terkonfirmasi positif
atau tidak. Semakin sering pertemuan semakin tinggi risiko terinfeksi
2) Jumlah rata – rata kontak dengan pasien (orang yang rentan) pada waktu
tertentu, apakah terkonfirmasi atau tidak
3) Durasi shift kerja tenaga kesehatan (waktu pemaparan). Semakin lama durasi
semakin tinggi risiko infeksi
4) Seberapa sering ruangan kerja dilakukan desinfeksi
5) Kepadatan kerumunan, ada tidaknya penyekat dalam ruangan. Ada tidaknya
ruang untuk menerapkan radius minimum (2 meter)
6) Ketersediaan APD: bilikisolasi, masker N95, face shield dan goggles, alat
perlindungan untuk mengurangi paparan partikel aerosol bagi petugas yang
melakukan intubasi. APD yang tersedia idealnya memenuhi kebutuhan ketika
terdapat pasien COVID-19 masuk dalam waktu yang bersamaan dan dalam
jumlah yang banyak
b. Faktor risiko penularan COVID-19 pada tenaga kesehatan menurut
Kursumovic, E., dkk. 2020:
1) Keterlibatan petugas kesehatan dalam manajemen jalan napas yang
melibatkan prosedur penghasil aerosol, dianggap berisiko tinggi terhadap
infeksi
2) Pengambilan spesimen atau pemeriksaan dengan mengabaikan SOP
terbaru yang tersedia dalam memberikan layanan kesehatan

c. Hal yang dapat dilakukan ketika berada di ruang tindakan, menurut Zhao dkk,
2020:
1) Pengumpulan spesimen swab nasofaring merupakan metode deteksi
penyakit yang sederhana dan sering dilakukan, namun berisiko pajanan
karena menyebabkan bersin. Ini harus dilakukan sesuai dengan standar
APD dan SOP perlindungan
2) Pengambilan sampel dengan tatap muka harus dihindari sebisa mungkin.
Saran tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan meminta pasien
mengambil posisi duduk dengan petugas kesehatan berdiri di sisi pasien
3) Bila kepala terhuyung-huyung, berdiri melawan arah condong pasien, dan
mengamankan kepala pasien dengan satu tangan dan menggunakan
tangan lain untuk megambil sampel

d. Faktor risiko paparan lain dilihat dari pemakaian APD yang tidak sesuai
dengan pedoman karena kurangnya pelatihan mengenai pencegahan dan
pengendalian infeksi. Petugas layanan kesehatan berada pada risiko khusus
untuk infeksi karena potensi paparan merekaterhadap droplets atau aerosol
dari saluran pernapasan pasien. Idealnya saat pandemik ini semua petugas
layanan kesehatan direkomendasikan untuk menerima pelatihan pencegahan
dan pengendalian infeksi standar (IPC) dan memakai peralatan pelindung diri
(PPE) yang benar (masker medis seperti masker bedah/respirator N95).
Bergantung pada risiko pajanan, APD lain yang dapat digunakan antara lain
sepertiga unisolasi sekali pakai, sarung tangan pemeriksaan pasien sekali
pakai, penutup kepala, googgles atau faceshield, dan penutup sepatu (Zhao
dkk, 2020).

1.1.3 Pencegahan yang Dapat Dilakukan


Menurut CDC (2020), pencegahan yang dapat dilakukan oleh petugas
kesehatan dalam melindungi diri dan pasien selama triase antara lain:
1) Semua petugas kesehatan harus mematuhi kewaspadaan standar, yang
mencakup kebersihan tangan, pemilihan penilaian risiko berbasis alat
pelindung diri (APD), kebersihan pernafasan, kebersihan dan desinfeksi serta
praktik keselamatan injeksi.
2) Semua petugas kesehatan harus dilatih dan terbiasa dengan tindakan
pencegahan, misal tindakan pencegahan kontak dan droplet, kebersihan
tangan yang tepat, mengenakan dan melepas APD terkait dengan Covid-19.
3) Lakukan kebersihan tangan sesering mungkin dengan antiseptik berbasis
alkohol jika tangan tidak tampak kotor atau dengan sabun dan air jika tangan
kotor.
4) Petugas kesehatan yang melakukan kontak dengan pasien Covid-19 yang
diduga atau dikonfirmasi harus memakai APD yang sesuai:
a) Petugas kesehatan area triase yang melakukan skrining pendahuluan
memerlukan APD minimal masker bedah dan jaga jarak setidaknya satu
meter.
b) Petugas kesehatan menyediakan masker dan pelindung wajah atau
pengukur suhu dengan termometer infrared selama jarak spasial dapat
dipertahankan dengan aman.
c) Ketika jarak fisik tidak layak dan belum ada kontak langsung dengan
pasien, gunakan masker dan pelindung mata dan atau pelindung wajah.
d) Petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan fisik pasien dengan
gejala pernapasan harus mengenakan gaun, sarung tangan, masker bedah,
pelindung matadan atau pelindung wajah.
e) Petugas kebersihan area triase, tunggu dan pemeriksaan harus
mengenakan gaun, sarung tangan, masker bedah, pelindung mata jika
berisiko percikan bahan organik atau kimia, sepatu boots atau sepatu
kerja tertutup.
5) Petugas kesehatan yang mengalami gejala pernapasan harus tinggal di rumah.
6) Pastikan bahwa prosedur pembersihan dan desinfeksi lingkungan harus
dilakukan secara konsisten dan benar.

1.2 Standar Operasional Prosedur Alat Pelindung Diri


Alat pelindung diri (APD) merupakan perangkat alat yang dirancang sebagai
penghalang terhadap penetrasi zat, partiket padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari cedera atau penyebaran infeksi atau penyakit
(Kemenkes RI, 2020).
A. Penggunaan APD memerlukan 4 unsur yang harus
dipatuhi:
1. Tetapkan indikasi penggunaan APD dengan mempertimbangkan:
a. Risiko terpapar
Alat pelindung diri digunakan oleh orang yang berisiko terpajan
dengan pasien atau material infeksius seperti tenaga kesehatan,
petugas kebersihan, petugas instalasi sterilisasi, petugas laundry dan
petugas ambulans di fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Dinamika transmisi
1) Transmisi penularan Covid-19 adalah droplet dan
kontak APD yang digunakan antara lain:
a) Gaun/gown
b) Sarung tangan
c) Masker N95/bedah
d) Pelindung kepala
e) Pelindung mata/googles
f) Sepatu pelindung
*bisa ditambah dengan pelindung wajah (face shield)

2) Transmisi airborne bisa terjadi pada tindakan yang memicu


terjadinya aerosol seperti intubasi trakea, ventilasi non invasif,
trakeostomi, resusitasi jantung paru, ventilasi manual sebelum
intubasi, nebulasi dan bronkoskopi, pemeriksaan gigi seperti scaler
ultrasonici dan high- speed air driven, pemeriksaan hidung dan
tenggorokan, pengambilan swab. APD yang digunakan antara lain:

- Gaun/gown
- Sarung tangan
- Masker N95
- Pelindung kepala
- Pelindung mata/googles
- Pelindung wajah/face shield
- Sepatu pelindung
2. Cara memakai dengan benar
3. Cara melepas dengan benar
4. Cara mengumpulkan (disposal) setelah dipakai
APD yang dipakai untuk merawat pasien terduga atau terkonfirmasi Covid-
19 harus dikategorikan sebagai material infeksius. Tidak diperlukan prosedur
khusus dan penanganannya sama dengan linen infeksius yang lain. Semua APD
baik disposable atau reuseable harus dikemas secara terpisah (dimasukkan ke
dalam kantong plastik infeksius atau tempat tertutup) yang diberi label dan anti
bocor. Sebaiknya untuk menghindari melakukan hal-hal di bawah ini :

a. Meletakkan APD di lantai atau di permukaan benda lain (misal di atas


loker atau di atas meja).
b. Membongkar kembali APD yang sudah dimasukkan ke kantong
plastik infeksius atau tempat tertutup.
c. Mengisi kantong plastik infeksius atau tempat tertutup berisikan APD
terlalu penuh.
Rekomendasi APD untuk Departemen Darurat menurut Australian College for
Emergency Medicine (2020). Penggunaan APD untuk perawatan klinis yang
dicurigai (sesuai dengan kriteria epidemiologis dan klinis saat ini) atau pasien
COVID-19 yang dikonfirmasi. Staf klinis harus (Australian College for
Emergency Medicine, 2020) .:
1. Gunakan masker wajah bedah.
2. Kenakan pelindung mata (kacamata) atau pelindung wajah (pelindung
wajah) untuk menghindari kontaminasi selaput lendir.
3. Kenakan gaun bersih, tidak steril, lengan panjang.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Penggunaan sepatu bot, coverall,dan apron tidak diperlukan selama
perawatan rutin.
6. Pertimbangkan untuk menggunakan penutup rambut.
7. Lakukan donasi, doffing, dan pembuangan semua APD dan kebersihan
tangan yang tepat. Pengamat APD yang terlatih harus memeriksa teknik.

1.2.1 Ruang Triase


Alat pelindung diri yang digunakan pada ruang triase IGD adalah
apron/gown/coverall, penutup kepala dan masker bedah 1. Alat pelindung
diri(APD) adalah alat - alat atau perlengkapan yang wajib digunakan untuk
melindungi dan menjaga keselamatan pekerja saat melakukan pekerjaan yang
memiliki potensi bahaya atau resiko kecelakaan kerja. APD digunakan harus
sesuai dengan potensi bahaya dan resiko pekerjaan sehingga efektif melindungi
pekerja sebagai penggunanya(Halajur,2018). APD yang direkomendasikan kasus
covid-19 di ruang triase adalah masker bedah dan menjaga jarak 1 meter dengan
syarat tidak terjadi kontak langsung antara petugas dan pasien (Kemenkes RI,
2020).Masker bedahterdiridari 3 lapisan material dari bahan non woven (tidak di
jahit), loose - fitting dan sekali pakai untuk menciptakan penghalang fisik antara
mulut dan hidung pengguna dengan kontaminan potensial di lingkungan terdekat
sehingga efektif untuk memblokir percikan (droplet) dan tetesan dalam partikel
besar.

Tingkat Kelompok Lokasi/cakupan Jenis APD


perlindungan

Tingkat I Dokter atau Triase pra -masker bedah 3


perawat pemeriksaan,bagian ply
rawat jalan umum
-sarung tangan
karet sekali pakai

Pemasangan APD ruang triase IGD (Kemenkes RI,2020)


1. Cuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizier dengan 6 langkah
2. Ganti baju dengan baju kerja/srub suit
3. Masker bedah
4. Pasang sarung tangan

Pelepasan APD ruang triase IGD (Kemenkes RI, 2020)

1. Buka sarung tangan


2. Buka masker
3. Cuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer dengan 6 langkah
4. Mandi dan berganti pakaian biasa yang bersih
Alat Pelindung Diri COVID-19
di Ruang Triase: Tingkat Perlindungan 1

FKEP
UNIVERSITAS
JEMBER
Tanggal pelaksanaan Hari: Tanggal: Pukul:

1. PENGERTIAN Alat pelindung diri (APD) di ruang triasea dalah beberapa


protocol yang ditetapkanuntukmelindungidiri yang di sertai
dengan perangkat alat yang dirancang sebagai penghalang
terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari cedera atau penyebaran infeksi
atau penyakit di ruang triase.
2. TUJUAN 1. APD direkomendasikan selama wabah COVID-19,
sesuai tempat, petugas, dan jenis kegiatan
2. Memberikan acuan penggunaan APD dalam
menghadapi wabah COVID-19 di Ruang Triase
3. INDIKASI Memberikan pengetahuan terkait prinsip kewaspadaan
standar dan kwaspadaan isolasi kepada:
1. Manajemen fasilitas pelayanan kesehatan
2. Komite/Tim PPI
3. Tenaga Kesehatan
4. KONTRAINDIKASI -
5. PRINSIP 1. Harus dapat memberikan perlindungan terhadap bahaya
PEMILIHAN APD yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi
(Percikan, kontak langsung maupun tidak langsung)
2. Berat alat hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut
tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang
berlebihan.
3. Dapat dipakai secara fleksibel (reuse maupun
dispossible)
4. Tidak menimbulkan bahaya tambahan.
5. Tidak mudak rusak
6. Memenuhi ketentuan dari standar yang ada.
7. Pemeliharaan mudah.
8. Tidak membatasi gerak.
6. PERSIAPAN ALAT 1. Masker bedah 3ply
2. Sarung tangan karet sekali pakai

Unsur Yang Harus Dipatuhi :


1. Tetapkan indikasi penggunaan dengan
mempertimbangkan :
a) Risiko terpapar
b) Dinamika transmisi:
• Transmisi penularan Covid 19 ini adalah droplet
dan kontak: Gaun, sarung tangan, masker bedah,
penutup kepala, goggles, sepatu pelindung
• Transmisi airborne bisa terjadi pada tindakan yang
memicu terjadi nya aerosol : Gaun, sarung tangan,
masker, penutup kepala, goggles, sepatu pelindung
dan face shield
2. Cara "memakai" dengan BENAR
3. Cara "melepas" dengan BENAR
4. Cara mengumpulkan ("disposal") setelah dipakai.
7. CARA KERJA Pemakaian APD (Kemenkes, 2020) :
1. Cek APD untuk memastikan APD dalam keadaan
baik dan dapat digunakan
2. Bersihkan tangan menggunakan sabun dan air
mengalir atau gunakan handsanitizer dengan
menggunakan 6 langkah cuci tangan
3. Pasang masker bedah dengan cara meletakkan
masker bedah didepan hidung dan mulut dengan
memegang kedua sisi tali kemudian tali diikat
kebelakang
4. Pasang sarung tangan

Pelepasan APD (Kemenkes, 2020):


1. Membuka sarung tangan, saat membuka selalu
usahakan untuk tidak menyentuh bagian luar
sarung tangan lagi dan segera memasukkan ke
dalam tempat sampah infeksius
2. Lakukan disenfeksi tangan dengan hand sanitizer
dengan menggunakan 6 langkah cuci tangan
3. Lepaskan masker bedah dengan cara menarik tali
masker bedah perlahan kemudian dimasukkan ke
dalam tempat sampah infeksius
4. Lakukan disenfeksi tangan dengan hand sanitizer
dengan menggunakan 6 langkah cuci tangan
5. Lalu petugas harus mandi dan selanjutnya dapat
memakai baju biasa
8. HASIL

9. DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan


jam pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan
3. Catat respon pasien terhadap tindakan
4. Dokumentasi evaluasi tindakan : SOAP
5. Nama dan paraf perawat
10. REFERENSI Halajur,U.2018. PromosiKesehatan di TempatKerja.
Malang:WinekaMedika
Kemenkes RI. 2020. KMK RI Nomor
HK.01.07/MENKES/413/2020 Tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease
2019 (COVID-19). Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. [Online]
https://covid19.go.id/storage/app/media/Regulasi/K
MK%20No.%20HK.01.07-MENKES-413-
2020%20ttg%20Pedoman%20Pencegahan%20dan
%20Pengendalian%20COVID-19.pdf
World Health Organization. 2020. Penggunaan
Rasional Alat Perlindungan Diri untuk
Penyakit Coronavirus (COVID-19) dan
Pertimbangan Jika Ketersediaan Sangat
Terbatas. [Online]
https://www.who.int/docs/default-
source/searo/indonesia/covid19/who-2019-
penggunaan-rasional-alat-perlindungan-diri-untuk-
covid-19-dan-pertimbangan.pdf?sfvrsn=7eb7ebc7_2
Kemenkes RI.2020. Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19)
Revisi ke 3.Jakarta:Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)

1.2.2 Ruang Tindakan


Menurut WHO dalam Kemenkes RI (2020), perawat di ruang tindakan
IGD dalam memberikan perawatan pada pasien suspect atau terkonfirmasi Covid-
19 harus menggunakan APD antara lain pada tabel berikut:
Tabel . Level APD untuk area tindakan IGD
Lokasi Jenis Aktivitas Jenis APD Level APD

Ruang perawatan Merawat secara  Masker bedah Tingkat atau


pasien, IGD, langsung pasien  Gaun level II
kamar operasi Covid-19.  Sarung tangan
 Pelindung mata
 Pelindung wajah
 Pelindung kepala
 Sepatu pelindung
Tindakan yang  Masker N95 Tingkat atau
memicu terjadinya  Gaun (allcover) level III
aerosol seperti  Sarung tangan
intubasi trakea,  Pelindung mata
ventilasi non  Pelindung wajah
invansif, trakeostomi,
 Pelindung kepala
resusitasi jantung
 Apron
paru, ventilasi
 Sepatu pelindung
manual sebelum
intubasi, nebulasi dan
bronkoskopi,
pemeriksaan gigi
seperti scaler
ultrasonic dan high
speed air driven,
pemeriksaan hidung
dan tenggorokan
serta pengambilan
swab.

SOP Pemakaian dan Pelepasan

Alat Pelindung Diri Level II di Ruang Tindakan


a. Pengertian Alat pelindung diri (APD) merupakan alat yang dibuat sebagai
penghalang terhadap transmisi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi dari penyebaran infeksi atau penyakit.

b. Tujuan Meminimalisir risiko paparan melalui kontak, droplet, dan aerosol agen
infeksius serta penyebaran agen infeksius yang berbahaya bagi kesehatan
di ruang tindakan instalasi gawat darurat.

c. Indikasi Alat pelindung diri level 2 digunakan oleh orang yang berisiko terpapar
pasien atau material infeksius seperti tenaga kesehatan, petugas
kebersihan, petugas instalasi sterilisasi, petugas laundri dan petugas
transporter di instalasi gawat darurat.

d. Kontraindikasi/ Pelindung Pernapasain


Risiko dan
Efek Penggunaan masker N95 dapat menyebabkan penambahan beban pada
Penggunaan saat inspirasi sehingga tidak dapat dipakai oleh petugas yang mempunyai
APD gangguan fungsi paru berat serta harus digunakan secara hati-hati pada
petugas dengan gangguan fungsi paru ringan hingga sedang

Pelindung Mata

Petugas kesehatan menggunakan kacamata baca/kacamata resep maka


kacamata resep harus digunakan bersama dengan goggles; atau
digunakan dengan pelindung wajah ketika goggles tidak memungkinkan
digabungkan dengan kacamata baca/resep tersebut.

e. Prinsip yang 1) Melindungi bahaya pada saat pelaksanaan tindakan


harus dipenuhi 2) APD dibuat seringan mungkin, dan sehingga membuat kenyamanan
dalam
pada si pemakai.
pemilihan APD
3) Dapat dipakai secara reuseable maupun disposable
4) Tidak menimbulkan bahaya.
5) Tidak mudah rusak.
6) Sesuai dengan standart
7) Pemeliharaannya mudah.
8) Tidak membatasi gerak
f. Alat dan Bahan 1) Baju kerja (scrub suit)
2) Pelindung mata (google)
3) Penutup kepala
4) Masker bedah 3 lapis atau masker N95, jika ada tindakan
menimbulkan aerosol.
5) Gaun medis
6) Handscoen latex sekali pakai
7) Sepatu pelindung
8) Pelindung wajah (face shield)bukan keharusan namun dapat
ditambahkan
9) Apron, jika ada tindakan menimbulkan aerosol.
g. Hal yang perlu 1) Menggunakan baju kerja (scrub suit)
diingat 2) Tidak memakai perhiasan atau aksesoris.
3) Desinfeksi tangan dengan menggunakan prinsip 6 langkah cuci
tangan sebelum dan sesudah menggunakan APD
4) Menggunakan APD dan melepas APD di antero room
5) Petugas kesehatan diwajibkan mandi setelah selesai menggunakan
APD
h. Prosedur Pemasangan Alat Pelindung Diri (APD)

a. Lepaskan seluruh perhiasan dan aksesoris yang digunakan


b. Kenakan baju kerja (scrub suit) di antero room
c. Periksa keadaan alat pelindung diri (APD), pastikan APD dalam
keadan baik
d. Cuci tangan dengan menerapkan prinsip 6 langkah dengan sabun
atau hand sanitizer.
e. Kenakan sepatu pelindung (boots). Apabila telah menggunakan
sepatu jenis lainya seperti sepatu kets maka dapat menggunakan shoe
covers sebagai alternatif.
f. Kenakan gaun bersih sehingga menutupi bagian badan. Tali gaun
dipastikan terikat dengan baik.
g. Kenakan apron untuk melapisi luar gaun. (Apron hanya diperlukan
ketika melakukan tindakan yang menghasilkan aerosol (seperti
intubasi trakea, ventilasi non invasive, trakeostomi, resusitasi jantung
paru, ventilasi manual sebelum intubasi, nebulasi, bronskopi,
pengambilan swab, pemeriksaan gigi seperti scaler ultrasonic dan
high-speed air driven, pemeriksaan hidung dan tenggorokan dll)
pada pasien COVID-19
h. Pasang masker bedah dengan cara letakkan masker bedah didepan
hidung dan mulut dengan memegang ke dua sisi tali kemudian tali
diikat ke belakang. Selain itu dapat menggunakan masker N95 ketika
melakukan tindakan yang menghasilkan aerosol (seperti intubasi
trakea, ventilasi non invasive, trakeostomi, resusitasi jantung paru,
ventilasi manual sebelum intubasi, nebulasi dan bronskopi,
pemeriksaan gigi seperti scaler ultrasonic dan high-speed air driven,
pemeriksaan hidung dan tenggorokan, pengambilan swab,
pemeriksaan gigi seperti scaler ultrasonic dan highspeed air driven,
pemeriksaan hidung dan tenggorokan dll) pada pasien COVID-19
i. Kenakan pelindung mata (google).
j. Kenakan penutup kepala hingga menutupi seluruh bagian kepala dan
telinga.
k. Pasangkan pelindung wajah (faceshield) jika diperlukan
l. Pasang sarung tangan hingga menutupi bagain lengan gaun

Pelepasan Alat Pelindung Diri (APD)


1) Petugas kesehatan melepas APD diarea kotor
2) Lepaskan sarung tangan, usahakan tangan tidak menyentuh area
terluar secara langsung kemudian dimasukkan ke tempat sampah
infeksius
3) Lepaskan apron dengan membuka tali dibagian leher dan belakang,
lipat bagian luar apron ke dalam dan masukkan ke kotak tertutup.
4) Buka gown dengan merobek bagian belakang gown kemudian
melepas gown secara perlahan lalu lipat bagian luar gown ke dalam
dengan memegang sisi bagian dalam gown. Hindari menyentuh
bagian luar gown kemudian masukkan ke tempat sampah infeksius
5) Lakukan desinfeksi tangan dengan prinsip 6 langkah cuci tangan
menggunakan hand sanitizer
6) Buka face shield perlahan dengan memegang belakang face shield
lalu dilepaskan dan di masukkan ke dalam kotak tertutup
7) Buka pelindung kepala dengan cara memasukkan tangan ke sisi
bagian dalam pelindung kepala dan melipat area luar ke dalam dari
belakang menuju ke bagian depan kemudian masukkan ke tempat
sampah infeksius.
8) Lakukan desinfeksi tangan sebelum membuka pelindung mata
(goggles). Tundukkan sedikit kepala saar melepas goggles, kemudian
tarik dan lepas perlahan bagian kanan dan kiri secara bersamaan,
kemudian goggles di masukkan ke dalam kotak tertutup.
9) Lakukan desinfeksi tangan dengan prinsip 6 langkah cuci tangan
menggunakan hand sanitizer
10) Buka pelindung sepatu dengan cara memegang sisi bagian dalam
sambil melipat arah dalam dengan mempertahankan tangan berada di
sisi bagian dalam pelindung sepatu kemudian segera masukkan ke
tempat sampah infeksius.
11) Lakukan desinfeksi tangan dengan prinsip 6 langkah cuci tangan
menggunakan hand sanitizer
12) Lepaskan masker bedah kemudian dimasukkan ke tempat sampah
infeksius. Apabila petugas menggunakan Masker N95 maka buka
masker N95 dengan cara sedikit menundukkan kepala kemudian
menarik keluar tali dari belakang menuju atas kepala kemudian
dimasukkan ke tempat sampah infeksius.
13) Segera lepas scrub suit dan segera mandi dan petugas kesehatan
kembali memakai baju biasa
i. Hal-hal yang Hindari melakukan hal-hal di bawah ini :
perlu 1) Meletakkan APD di lantai atau di permukaan benda lain (misal di
diperhatikan atas loker atau di atas meja).
2) Membongkar kembali APD yang sudah dimasukkan ke kantong
plastik infeksius atau tempat tertutup.
3) Mengisi kantong plastik infeksius atau tempat tertutup berisikan
APD terlalu penuh.

Gambar . APD Level II

SOP Pemakaian dan Pelepasan

Alat Pelindung Diri Level III di Ruang Tindakan

a. Pengertian Alat pelindung diri (APD) merupakan alat yang dibuat sebagai
penghalang terhadap transmisi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi dari penyebaran infeksi atau penyakit.

b. Tujuan Meminimalisir risiko paparan melalui kontak, droplet, dan aerosol agen
infeksius serta penyebaran agen infeksius yang berbahaya bagi
kesehatan di ruang tindakan instalasi gawat darurat.

c. Indikasi Alat pelindung diri level 3 digunakan oleh orang yang berisiko terpapar
pasien atau material infeksius saat melakukan tindakan yang memicu
terjadinya aerosol seperti tenaga kesehatan.
d. Kontraindikasi/ Pelindung Pernapasain
Risiko dan
Efek Penggunaan masker N95 dapat menyebabkan penambahan beban pada
Penggunaan saat inspirasi sehingga tidak dapat dipakai oleh petugas yang
APD mempunyai gangguan fungsi paru berat serta harus digunakan secara
hati-hati pada petugas dengan gangguan fungsi paru ringan hingga
sedang

Pelindung Mata

Petugas kesehatan menggunakan kacamata baca/kacamata resep maka


kacamata resep harus digunakan bersama dengan goggles; atau
digunakan dengan pelindung wajah ketika goggles tidak
memungkinkan digabungkan dengan kacamata baca/resep tersebut.

e. Prinsip yang 1) Melindungi bahaya pada saat pelaksanaan tindakan


harus dipenuhi 2) APD dibuat seringan mungkin, dan sehingga membuat
dalam kenyamanan pada si pemakai.
pemilihan APD 3) Dapat dipakai secara reuseable maupun disposable
4) Tidak menimbulkan bahaya.
5) Tidak mudah rusak.
6) Sesuai dengan standart
7) Pemeliharaannya mudah.
8) Tidak membatasi gerak
f. Alat dan Bahan 1) Baju kerja (scrub suit)
2) Pelindung mata (google)
3) Penutup kepala
4) Masker N95
5) Gaun Coverall
6) Handscoen latex sekali pakai
7) Sepatu pelindung
8) Pelindung wajah (face shield)bukan keharusan namun dapat
ditambahkan
9) Apron
g. Hal yang perlu 1) Menggunakan baju kerja (scrub suit)
diingat 2) Tidak memakai perhiasan atau aksesoris.
3) Desinfeksi tangan dengan menggunakan prinsip 6 langkah cuci
tangan sebelum dan sesudah menggunakan APD
4) Menggunakan APD dan melepas APD di antero room
5) Petugas kesehatan diwajibkan mandi setelah selesai menggunakan
APD
h. Prosedur Pemasangan Alat Pelindung Diri (APD)

1) Lepaskan seluruh perhiasan dan aksesoris yang digunakan


2) Kenakan baju kerja (scrub suit) di antero room
3) Periksa keadaan alat pelindung diri (APD), pastikan APD dalam
keadan baik
4) Cuci tangan dengan menerapkan prinsip 6 langkah dengan sabun
atau hand sanitizer.
5) Kenakan sepatu pelindung (boots). Apabila telah menggunakan
sepatu jenis lainya seperti sepatu kets maka dapat menggunakan
shoe covers sebagai alternatif.
6) Pakai coverall bersih dengan zipper yang dilapisi kain berada
di bagian depan tubuh. Coverall menutupi area kaki sampai
leher dengan baik dengan cara memasukkan bagian kaki
terlebih dahulu, pasang bagian lengan dan rapatkan coverall
di bagian tubuh dengan menaikkan zipper sampai bagian
leher, hood atau pelindung kepada dari coverall dibiarkan
terbuka di belakang leher.
7) Kenakan apron untuk melapisi luar gaun. (Apron hanya diperlukan
ketika melakukan tindakan yang menghasilkan aerosol (seperti
intubasi trakea, ventilasi non invasive, trakeostomi, resusitasi
jantung paru, ventilasi manual sebelum intubasi, nebulasi,
bronskopi, pengambilan swab, pemeriksaan gigi seperti scaler
ultrasonic dan high-speed air driven, pemeriksaan hidung dan
tenggorokan dll) pada pasien COVID-19
8) Pasang masker N95 lalu rapatkan bagian atas hidung dan cek
apakah sudah menutupi hidung hingga dagu secara
keseluruhan.
9) Kenakan penutup kepala hingga menutupi seluruh bagian kepala
dan telinga.
10) Kenakan pelindung mata (google).
11) Pasangkan pelindung wajah (faceshield) jika diperlukan
12) Pasang sarung tangan hingga menutupi bagain lengan gaun

Pelepasan Alat Pelindung Diri (APD)


1) Petugas kesehatan melepas APD diarea kotor
2) Lepaskan apron dengan membuka tali dibagian leher dan belakang,
lipat bagian luar apron ke dalam dan masukkan ke kotak tertutup.
3) Buka hood atau pelindung kepala coverall dengan cara buka
pelindung kepala dimulai dari bagian sisi kepala, depan dan
kemudian perlahan manuju ke bagian belakang kepala sampai
terbuka.
4) Buka coverall perlahan dengan cara membuka zipper dari
atas ke bawah kemudian tangan memegang sisi dalam bagian
depan coverall sambil berusaha membuka perlahan dari
bagian depan tubuh, lengan dengan perlahan sambil
bersamaan membuka sarung tangan kemudian dilanjutkan ke
area yang menutupi bagian kaki dengan melipat bagian luar
ke dalam dan selama membuka coverall selalu usahakan
menjauh dari tubuh petugas kemudian setelah selesai,
coverall dimasukkan ke tempat sampah infeksius.
5) Lakukan desinfeksi tangan dengan prinsip 6 langkah cuci tangan
menggunakan hand sanitizer
6) Buka face shield perlahan dengan memegang belakang face shield
lalu dilepaskan dan di masukkan ke dalam kotak tertutup
7) Buka pelindung kepala dengan cara memasukkan tangan ke sisi
bagian dalam pelindung kepala dan melipat area luar ke dalam dari
belakang menuju ke bagian depan kemudian masukkan ke tempat
sampah infeksius.
8) Lakukan desinfeksi tangan sebelum membuka pelindung mata
(goggles). Tundukkan sedikit kepala saar melepas goggles,
kemudian tarik dan lepas perlahan bagian kanan dan kiri secara
bersamaan, kemudian goggles di masukkan ke dalam kotak
tertutup.
9) Lakukan desinfeksi tangan dengan prinsip 6 langkah cuci tangan
menggunakan hand sanitizer
10) Buka pelindung sepatu dengan cara memegang sisi bagian dalam
sambil melipat arah dalam dengan mempertahankan tangan berada
di sisi bagian dalam pelindung sepatu kemudian segera masukkan
ke tempat sampah infeksius.
11) Lakukan desinfeksi tangan dengan prinsip 6 langkah cuci tangan
menggunakan hand sanitizer
12) Lepaskan masker N95 dengan cara sedikit menundukkan kepala
kemudian menarik keluar tali dari belakang menuju atas kepala
kemudian dimasukkan ke tempat sampah infeksius. Segera lepas
scrub suit dan segera mandi dan petugas kesehatan kembali
memakai baju biasa
13) Lakukan desinfeksi tangan dengan hand sanitizer
menggunakan 6 langkah.
14) Setelah membuka scrub suit, petugas segera membersihkan
tubuh atau mandi untuk selanjutnya menggunakan kembali
baju biasa.
i. Hal-hal yang Hindari melakukan hal-hal di bawah ini :
perlu 1) Meletakkan APD di lantai atau di permukaan benda lain (misal di
diperhatikan atas loker atau di atas meja).
2) Membongkar kembali APD yang sudah dimasukkan ke kantong
plastik infeksius atau tempat tertutup.
3) Mengisi kantong plastik infeksius atau tempat tertutup berisikan
APD terlalu penuh.

Gambar . APD Level III


1.3 Bantuan Hidup Dasar pada Pasien Covid-19
1.3.1 Definisi Bantuan Hidup Dasar
Batuan Hidup Dasar (BHD) bisa dilakukan terhadap seorang korban yang
mengalami henti jantung sekaligus henti napas yaitu dengan Cardio Pulmonary
Resuscitation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP). Dalam masa pandemik
sekarang tentunya tenaga medis harus bisa mengenali dan mengontrol sumber
infeksi, berdasarkan tingkat infectivity dari coronavirus lebih tinggi dibandingkan
SARS dan MERS yang mana jalur penularan Covid-19 melalui droplet yang
mengandung virus ataupun aliran udara (aerosol) menjadi jalur utama yang
menyebabkan virus menyebar dan memiliki daya penularan tinggi (Atmojo, dkk.,
2020).

1.3.2 Tahap Bantuan Hidup Dasar


Pada pedoman AHA 2015 urutan melakukan BHD adalah dengan metode
C-A-B (Circulation Airway Breathing) meskipun menurut pedoman sebelumnya
adalah ABC(Airway Breathing Circulation). Berubahnya alur metode BHD
diupayakan agar tidak ada lagi penundaan saat dalam melakukan kompresi
dada/paru (AHA, 2015). Hal tersebut juga dilandasi dengan bukti-bukti bahwa
kompresi dada pada pertolongan pasien henti jantung sangatlah diutamakan
(Kurniati dkk., 2018).
Langkah yang dilakukan dalam melakukan BHD menurut AHA 2015
adalah sebagai berikut :
1. Penolong mengamankan lokasi kejadian
2. Cek respon korban (dengan memanggil korban atau menggoyangkan
bahu) dan segera panggil bantuan
3. Perhatikan pola napas korban dan periksa denyut nadi secara
bersamaan selama maksimal 10 detik
4. Bila napas normal dan denyut nadi ada pantau hingga petugas medis
tiba, bila napas tidak normal tetapi masih ada denyut nadi berikan
napas bantuan 1 kali setiap 5-6 detik serta periksa denyut nadi setiap 2
menit, bila napas dan nadi tidak ada lakukan RJP dengan siklus 30
pijatan dan 2 napas buatan
5. Jika ada AED gunakan AED
Hal yang perlu dilakukan dalam melakukan pertolongan BHD menurut AHA
2010 dan AHA 2015 :
1. Sirkulasi (C)
Pengecekan sirkulasi dilakukan pada nadi karotis selama kurang dari
10 detik. RJP dilakukan dengan posisi badan berada diatas tubuh
korban dengan tumpuan pada telapak tangan dan lutut sejajar dengan
bahu korban. Penempatan telapak tangan berda pada dada korban tepat
di mid sternum bagian bawah. Kecepatan kompresi dada adalah 100-
120x/menit dengan kedalaman 2 inci atau 5 cm dan recoil penuh pada
setiap kompresi. 1 siklus RJP adalah 30 kompresi dan 2 napas buatan
(1 napas buatan dilakukan lebih dari 1 detik).
2. Airway (A)
Airway adalah langkah dimana penolong memeriksa kepatenan jalan
napas korban. Bila penolong menemukan adanya sumbatan pada area
jalan napas pasien maka penolong harus membersihkan jalan napas
bila ada benda asing yang menyumbat atau membebaskan jalan napas
korban menggunakan teknik head tilt & chin lift dan jaw trust bila
tidak ada benda asing yang menyumbat. Membersihkan benda asing
dapat menggunakan jari dengan membuka mulut menggunakan cross
finger atau menyilangkan jari setelah itu di swab menggunakan jari
tangan satunya. Untuk membuka jalan napas yang bukan karena
sumbatan dapat menggunakan teknik head tilt & chin lift
(mengedangahkan dahi menggunakan telapak tangan agar dahi korban
ekstensi dan menahannya secara bersamaan) ataupun Jaw trust
(membuka jalan napas dengan menarik dagu kedepan dengan jari dan
ibu jari menahan rahang agar otot penahan lidah terangkat dan jalan
napas bebas)
3. Breathing (B)
Breathing adalah dimana penolong memastikan napas korban masih
ada atau tidak. Jika dalam pemeriksaan breathing masih ada maka
korban diposisikan pada posisi recovery dan memantau secara berkala
setiap 2 menit. Bila napas pasien tidak ada tetapi nadi ada maka
dilakukan bantuan napas 5-6 detik sekali dan dipantau berkala napas
dan nadinya setiap 2 menit. Bila nadi dan napas tidak ada maka
dilakukan RJP. Cara melakukan bantuan napas adalah dengan meniup
secara mouth to mouth dibarengi dengan menutup hidung dan melihat
adanya pengembangan dada.
4. Recovery Position
Bila pasien menunjukan tanda-tanda kehidupan adanya nadi dan napas
spontan maka pasien diposisikan miring ke samping dengan lengan
lebih rendah dibelakang punggung dan telapak tangan berada dibawah
dagu serta kaki difleksikan.
Langkah-langkah BHD

Langkah Penolong yang Penolong yang Penyedia Layanan


tidak terlatih terlatih Kesehatan
1. Memastikan tempat Memastikan tempat Memastikan tempat
kejadian aman kejadian aman untuk kejadian aman untuk
untuk penolong penolong serta penolong serta korban
serta korban korban
2. periksa respon periksa respon pasien periksa respon pasien
pasien
3. Mencari bantuanMencari bantuan Mencari bantuan serta
serta mengaktifkan serta mengaktifkan mengaktifkan sistem
sistem tanggapsistem tanggap tanggap darurat serta
darurat dengan alat darurat dengan alat memanggil Tim
yang tersedia yang tersedia serta resusistasi bila sudah
minta ambilkan AED dicek nadi dan
bila tersedia napasnya
4. Ikuti intruksi dari Cek pernapasan bila Periksa nadi dan napas
operator yang telah tidak ada napas pasien (secara
dihubungi segera lakukan RJP bersamaan). Aktifkan
AED bila tidak ada nadi
dan napas.
5. Ikuti petunjuk dari Ikuti instruksi dari Lakukan RJP dengan
operator yang operator yang menggunakan AED bila
mengarahkan mengarahkan tersedia.

1.3.3 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan


Ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan dalam melakukan
tindakan bantuan hidup dasar yaitu penolong harus selalu memastikan bahwa
resusitasi jantung paru (RJP) dilakukan dengan benar sampai penolong dari
petugas medis datang untuk memberikan perawatan lanjutan (Advance cardiac
support).

1.3.4 Komplikasi dalam BHD


Komplikasi yang dapat terjadi, pada saat melakukan kompresi pada korban
seperti patah tulang dada, pneumothorax, hematothorax, luka serta memar pada
daerah dada (paru-paru), luka pada hati serta limfa dan dapat terjadi distensi
abdomen terjadi bila penolong melakukan peniupan yang salah (Pro Emergency,
2011).

1.3.5 Prinsip Umum BHD pada Pasien Terduga/ Positif COVID-19


Adapun tata cara melakukan BHD di masa pandemi Covid-19 berdasarkan
status korban yang akan diberikan pertolongan :

a. Korban Mungkin Terinfeksi Covid-19


Resuscitation Council UK menyarankan :
1) Kenali serangan jantung, cari tanda-tanda kehidupan dan tanda pernafasan
normal. Jangan mendengarkan atau merasakan pernapasan dengan
mendekatkan telinga dan pipi ke bagian mulut pasien. Jika ragu untuk
memastikan henti jantung, lakukan kompresi dada sampai bantuan tiba.
2) Pastikan ambulans sedang dalam perjalanan. Jika curiga Covid-19 beri tahu
tim ambulan saat menelpon mereka.
3) Jika ada risiko infeksi yang dirasakan, tim penyelamat harus meletakkan kain
atau handuk di atas mulut dan hidung korban dan hanya melakukan RJP dan
defibrilasi awal sampai ambulans atau tim perawatan lanjutan tiba.
4) Gunakan defibrilator karena terbukti meningkatkan peluang bertahan hidup
dan tidak meningkatkan risiko infeksi.
5) Jika penyelamat memiliki APD maka harus dipakai.
6) Setelah melakukan RJP khusus kompresi, semua penolong harus mencuci
tangan dengan sabun dan air, gel tangan berbasis alkohol adalah alternatif.
Mereka juga harus menghubungi tim penanganan Covid-19 untuk meminta
saran.

b. Strategi RJP untuk Pertolongan di Luar Rumah Sakit


Lingkungan di luar rumah sakit seperti rumah tangga, unit kerja, area
publik sosial, dan area non-medis lainnya, langkah-langkah yang
direkomendasikan antara lain :
1) Kompresi dada dengan defibrilasi AED (bila perlu).
2) Kompresi dada dengan instrumen kompresi-dekompresi perut aktif dan AED
(bila perlu). Personil yang terlatih khusus dalam instrumen kompresi-
dekompresi perut aktif dapat menggunakan perangkat ini untuk membantu
pernapasan perut dalam menggantikan pernapasan dada, sampai kedatangan
profesional kesehatan.

c. Strategi RJP untuk Pertolongan di Rumah Sakit


Henti jantung pada pasien dengan pneumonia coronavirus terutama terjadi
pada pasien yang parah atau sakit kritis di ruang isolasi. Infektivitas penyakit yang
tinggi, lingkungan patogen konsentrasi tinggi, membuat tenaga medis harus
memiliki prinsip dan strategi berikut ini :
1) Tindakan perlindungan untuk penyakit menular kelas A: personil resusitasi
memakai perlindungan tiga tingkat, termasuk perlindungan wajah penuh
untuk respirasi.
2) Intubasi endotrakeal emergensi: dilakukan intubasi endotrakeal pasien di
bawah bimbingan fibrobronchoscope atau laringoskop visual dan dalam
keadaan sedatif.
3) Kompresi dada: RJP mekanik dapat digunakan untuk menggantikan
kompresi dada manual, terutama dalam kasus resusitasi yang tidak
memadai, untuk menghindari penurunan kualitas kompresi dada dan
peningkatan kemungkinan infeksi yang disebabkan oleh masuknya
keringat patogen secara tidak sengaja ke dalam konjungtiva dan mukosa
nasal-oral dari perawat RJP karena berkeringat.
4) RJP selama 30 menit: sesuai dengan penyebab henti jantung serta
mekanisme cedera penyakit (Fowler dkk., 2004; Torabi dkk.,2015; Kiiza
dkk., 2019; Song dkk., 2020).
Selain itu, menurut Indonesian Heart Association (2020), prinsip-prinsip
umum dalam melakukan RJP di masa pandemi Covid-19 dengan pasien yang
terduga atau terkonfirmasi Covid-19 diantaranya :

1) Sebelum memasuki tempat kejadian, seluruh penolong harus


menggunakan APD yang sesuai untuk kewaspadaan infeksi airborne
maupun droplet. Sesuaikan dengan rekomendasi APD setempat dengan
data epidemiologi terbaru serta ketersediaan APD di masing-masing
lokasi.
2) Batasi tenaga kesehatan di dalam ruangan atau di tempat kejadian,
sehingga hanya yang berkepentingan saja yang ada di tempat.
3) Pada kondisi dimana sudah ada protokol dan tersedia fasilitas,
pertimbangkan untuk mengganti kompresi dada manual dengan alat RJP
mekanik guna mengurangi jumlah penolong yang dibutuhkan pada kasus
henti jantung dewasa dan dewasa muda yang memenuhi kriteria tinggi dan
berat badan.
4) Komunikasikan dengan jelas status infeksi Covid-19 kepada penolong
baru sebelum mereka sampai di lokasi atau saat memindahkan pasien ke
lokasi yang baru.
5) Sambungkan penyaring High Efficiency Particle Filters (HEPA), jika
tersedia, ke ventilasi manual ataupun mekanis di bagian yang dilalui udara
ekshalasi sebelum memberikan bantuan nafas.
6) Setelah tenaga kesehatan menilai irama dan melakukan defibrilasi sesuai
indikasi, pasien henti jantung direkomendasikan untuk diintubasi
menggunakan pipa yang dilengkapi balon cuff segera mungkin.
Hubungkan pipa endotrakeal dengan ventilator yang memiliki penyaring
HEPA bila tersedia.
7) Minimalkan kemungkinan gagal intubasi dengan cara :
- Tugaskan tenaga kesehatan berpengalaman dan gunakan metode yang
memiliki peluang keberhasilan tinggi pada percobaan pertama intubasi
- Hentikan kompresi dada selama intubasi
8) Sebelum intubasi, gunakan bag-mask device (atau T-piece untuk neonatus)
dengan penyaring HEPA dan penyekat kedap udara jika tersedia; atau
untuk dewasa pertimbangkan penggunaan oksigenasi pasif dengan
nonrebreathing mask yang ditutupi dengan masker bedah.
9) Jika intubasi harus ditunda, pertimbangkan penggunaan ventilasi manual
dengan supraglottic airway atau bag-mask device yang dilengkapi
penyaring HEPA bila tersedia
10) Begitu sirkuit tertutup berhasil dipasang, minimalisir diskoneksi alat untuk
mengurangi aerosolisasi.
11) Diskusikan tujuan perawatan dengan pasien Covid-19 atau keluarga terkait
dengan potensi ditingkatkannya level perawatan
12) Sistem kesehatan dan petugas responden pertama/ IGD harus menyusun
peraturan untuk membantu petugas kesehatan di lini pertama dalam
menentukan kriteria memulai dan menghentikan RJP untuk pasien dengan
Covid-19, dengan mempertimbangkan faktor risiko pasien untuk
memperkirakan kemungkinan kesintasan. Stratifikasi risiko dan kebijakan
harus dikomunikasikan kepada pasien atau wali saat mendiskusikan tujuan
perawatan.
13) Data yang ada saat ini tidak mencukupi untuk mendukung resusitasi
jantung paru ekstrakorporeal (E-CPR) untuk pasien Covid-19.

Gambar 1. Algoritma BHD pada kasus henti jantung untuk pasien terduga atau
terkonfirmasi Covid-19
Gambar 2. Algoritma bantuan hidup jantung lanjut pada kasus henti jantung untuk
pasien terduga atau terkonfirmasi Covid-19
Gambar 3. Algoritma BHD pada kasus henti jantung pasien anak terduga atau
terkonfirmasi Covid-19 untuk 1 penolong
Gambar 4. Algoritma BHD pada kasus henti jantung anak terduga atau
terkonfirmasi Covid-19 untuk 2 penolong atau lebih
Gambar 5. Algoritma bantuan hidup jantung lanjut pada kasus henti jantung untuk
pasien anak terduga atau terkonfirmasi Covid-19
1.3.6 Henti Jantung di Luar Rumah Sakit
a. Penolong Awam (Indonesian Heart Association, 2020)
RJP oleh penolong yang ada di dekat pasien saat kejadian telah terbukti
meningkatkan sintasan pasien henti jantung di luar rumah sakit, dan angka
sintasan tersebut menurun dengan setiap menit ditundanya RJP dan defibrilasi.
1) Kompresi dada
- Untuk dewasa: penolong awam direkomendasikan melakukan RJP dengan
tangan saja (hands-only CPR) ketika menemukan kasus henti jantung, jika
bersedia dan mampu, terutama jika merekatinggal di rumah yang sama
dengan korban sehingga telah terpapar dengan korban sebelumnya.Masker
wajah atau penutup kain di area mulut dan hidung yang digunakan oleh
penolong dan/atau korban dapat menurunkan risiko penularan kepada
orang sekitar yang tidak tinggal di rumahtersebut.
- Untuk anak: penolong awam harus melakukan kompresi dada dan
mempertimbangkan ventilasi mulut ke mulut, jika bersedia dan mampu,
mengingat tingginya kejadian henti nafas pada anak, khususnya jika
penolong tinggal di rumah yang sama dengan korban sehingga telah
terpapar dengan korban sebelumnya. Masker wajah atau penutup kain di
area mulut dan hidung yang digunakan oleh penolong dan/ atau korban
dapat menurunkan risiko penularan kepada orang sekitar yang tidak
tinggal di rumah tersebut.
2) Defibrilasi
Karena defibrilasi bukanlah prosedur yang menghasilkan aerosol,
penolong awam dapat menggunakan automated external defibrillation
(AED) (jika ada) untuk menolong korban henti jantung di luar rumah
sakit.

b. Penolong Tenaga Medis (Indonesian Heart Association, 2020)


Telekomunikasi (dispatch)
1) Telekomunikator/ operator, sesuai dengan protokol lokal yang berlaku,
direkomendaikan melakukan skrining terhadap semua telepon yang masuk
terkait pasien dengan gejala Covid-19 (demam, batuk, sesak nafas) atau
telah diketahui positif Covid-19 atau memiliki kontak dekat dengan pasien
positif lainnya.
2) Untuk penolong awam, telekomunikator harus memberikan panduan
mengenai risiko paparan terhadap Covid-19 bagi penolong dan
memberikan instruksi untuk RJP dengan kompresi dada saja seperti di
atas.
3) Untuk penolong medis terlatih/ EMS, telekomunikator harus
mengingatkan tim untuk menggunakan APD jika mencurigai adanya
infeksi Covid-19.
- Transportasi
- Keluarga dan orang lain yang berkontak dengan pasien terduga atau
positif COVID-19 sebaiknya tidak naik dalam kendaraan yang sama.
- Jika kembalinya sirkulasi spontan tidak tercapai setelah upaya resusitasi
optimal telah dilakukan di lapangan, pertimbangkan untuk tidak
membawa pasien ke RS mengingat kemungkinan selamat yang rendah,
dan risiko peningkatan paparan tambahan terhadap tenaga kesehatan
lainnya.

1.3.7 Henti Jantung di Lingkungan Rumah Sakit


Gambar 6. Parameter Early Warning Score Screening Covid-19

A. Sebelum Henti Jantung (Indonesian Heart Association, 2020)


1. Diskusikan pelayanan lanjutan dan tujuan perawatan dengan semua pasien
(atau wali) yang terduga/ positif COVID-19 begitu sampai di rumah sakit dan
apa yang ingin dilakukan begitu ada perubahan yang signifikan pada klinis
pasien.
2. Monitor ketat tanda dan gejala perburukan klinis untuk meminimalkan
kebutuhan intubasi emergensi yang meningkatkan risiko bagi pasien dan
tenaga medis.
3. Jika pasien berisiko henti jantung, pertimbangkan untuk secara proaktif
memindahkan pasien ke ruangan bertekanan negatif bila ada, untuk
meminimalkan risiko paparan terhadap penolong selama resusitasi.
4. Tutup pintu jika memungkinkan untuk mencegah kontaminasi ruangan yang
berdekatan.

Untuk pasien yang terintubasi pada saat henti jantung


1. Pertimbangkan untuk memberikan pasien ventilator mekanik dengan penyaring
HEPA untuk mempertahankan sirkuit tertutup dan menurunkan aerosolisasi.
2. Sesuaikan pengaturan ventilator untuk memungkinkan ventilasi asinkron
(sesuaikan pengaturan waktu kompresi dada dengan ventilasi pada bayi baru
lahir). Pertimbangkan saran-saran berikut:
 Tingkatkan FIO2 ke 1.0;
 Ubah mode pengaturan menjadi Pressure Control Ventilation (Assist
Control) dan batasi tekanan sesuai kebutuhan untuk menghasilkan
pengembangan dada yang adekuat (target umumnya 6 mL/kg BB ideal
untuk dewasa dan 4-6 mL/kg untuk neonatus);
 Sesuaikan pemicu ke off untuk mencegah ventilator terpacu secara
otomatis saat dilakukan kompresi dada dan mencegah hiperventilasi serta
air trapping;
 Sesuaikan laju respirasi menjadi 10 kali per menit untuk dewasa dan anak,
dan 30 kali per menit untuk neonatus;
 Nilai kebutuhan untuk menyesuaikan positive end-expiratory pressure
untuk menyeimbangkan dengan volume paru dan aliran balik vena;
 Sesuaikan alarm untuk mencegah alarm fatigue;
 Pastikan pipa endotrakueal/ trakeostomi dan sirkuit ventilator aman untuk
mencegah ekstubasi yang tidak terencana;
 Jika sirkulasi spontan pasien kembali (ROSC), atur ventilator sesuai
dengan klinis pasien.

B. Pasien dengan Posisi Pronasi saat Henti Jantung (Indonesian Heart


Association, 2020)
1. Pada pasien terduga/ positif Covid-19 yang berada dalam posisi pronasi tanpa
alat bantu nafas lanjut (advanced airway), upayakan untuk reposisi pasien ke
dalam posisi supinasi untuk melanjutkan resusitasi.
2. Meskipun efektivitas RJP dalam posisi pronasi tidak diketahui secara pasti,
untuk pasien yang berada dalam posisi pronasi dengan alat bantu nafas lanjut
(advanced airway), hindari reposisi ke supinasi kecuali tidak ada risiko lepas
alat bantu nafas dan aerosolisasi. Pertimbangkan untuk menempatkan
bantalan defibrilasi pada posisi anterior-posterior dan berikan RJP dalam
posisi pronasi dengan tangan di posisi standar di atas korpus vertebra T7 atau
T10.

C. Pada Pasien Post Henti Jantung (Indonesian Heart Association, 2020)


Konsultasikan bagian pengendalian infeksi terkait transportasi pasca
resusitasi.
Pertimbangan Khusus untuk Ibu Hamil dan Neonatus
Resusitasi neonatus: Penolong terlatih harus ada dan siap melakukan resusitasi
pada seluruh bayi baru lahir terlepas dari status Covid-19. Meskipun tidak
diketahui secara pasti apakah bayi baru lahir terinfeksi atau berpotensi
menularkan ketika ibu terduga/ positif Covid-19, tenaga kesehatan harus
menggunakan APD yang adekuat. Ibu melahirkan adalah sumber aerosolisasi
potensial bagi tim perawatan neonatus.
a) Langkah awal: pelayanan neonatus rutin dan langkah awal resusitasi neonatus
kemungkinan besar tidak menghasilkan aerosol; diantaranya mengeringkan
bayi, stimulasi taktil, menempatkan bayi dalam balutan plastik, penilaian laju
detak jantung, serta pemasangan oksimetri dan lead EKG.
b) Suction: suction pada jalan nafas setelah lahir sebaiknya tidak dilakukan
secara rutin jika cairan amnion jernih atau terkontaminasi meconium.
Suctioning merupakan prosedur yang menghasilkan aerosol dan tidak
diindikasikan untuk persalinan normal.
c) Medikasi endotrakeal: pemberian obat-obatan secara endotrakeal, seperti
surfaktan atau epinefrin, merupakan prosedur yang menghasilkan aerosol,
terutama bila dilakukan dengan pipa endotrakeal tanpa cuff. Pemberian
epinefrin secara intravena dengan kateter vena umbilikus letak rendah (low-
lying umbilical venous catheter) merupakan rute administrasi pilihan pada
resusitasi neonatus
d) Inkubator tertutup: Pemindahan dan perawatan pasien dalam inkubator
tertutup (dengan pengaturan jarak yang sesuai) sebaiknya digunakan untuk
pasien neonatus yang menjalani rawat intensif jika memungkinkan, namun
hal ini tidak melindungi mereka dari aerosolisasi virus.

D. Henti Jantung pada Ibu Hamil(Indonesian Heart Association, 2020)


Prinsip henti jantung pada ibu hamil tidak berbeda untuk perempuan
terduga/ positif Covid-19.

1. Perubahan fisiologis jantung paru pada saat kehamilan berpotensi


meningkatkan risiko dekompensasi akut pada pasien hamil dengan Covid-19
yang jatuh kritis.
2. Persiapan untuk persalinan perimortem, setelah 4 menit resusitasi, perlu
dipertimbangkan lebih awal pada algoritma resusitasi guna memberi waktu
bagi tim obstetri dan neonatus untuk menggunakan APD, bahkan jika
sirkulasi spontan (ROSC) berhasil kembali dan persalinan perimortem tidak
lagi dibutuhkan.

E. PENGGUNAAN APD DI IGD


a. Petugas yang bertugas di triase
1) Apron/Gown/Cover all Jumpsuit
2) Penutup kepala (bila tidak menggunakan cover all jumpsuit)
3) Masker bedah
4) Menjaga jarak kontak minimal 1 meter
b. Petugas yang bertugas di IGD
1) Apron/Gown/Cover all Jumpsuit
2) Penutup kepala (bila tidak menggunakan cover all jumpsuit)
3) Sepatu tertutup/Shoes cover
4) Masker bedah
5) Googles/kacamata (ketika ada risiko percikan cairan tubuh)
6) Sarung tangan (dilepaskan segera setelah selesai tindakan) (RSCM,
2020).
c. SOP pemasangan APD
Langkah-langkah dalam pemakaian APD adopsi dari WHO
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020):
1) Lepaskan semua barang pribadi (perhiasan, jam tangan, telepon,
bulpoin)
2) Petugas Kesehatan masuk ke antero room, kemudian memakai scrub
suit dan sepatu bot di ruang ganti
3) Pindah ke area berih di titik unit isolasi
4) Cek APD dan pastikan APD dalam keadaan tidak rusak
5) Lakukan pemakaian APD dibaha panduan pengawasan petugas
terlatih (rekan kerja)
6) Cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer dengan 6 langkah
7) Pakai sarung tangan
8) Pakai coverall
9) Pasang masker bedah dengan meletakkan masker didepan mulut dan
hidung dan memegang kedua sisi tali lalu diikatkan kebelakang
10) Pasang pelindung mata (goggles) untuk menutupi mata
11) Pasang pelindung kepala dan leher untuk menutupi seluruh bagian
kepala
12) Pakai apron dengan kedap air dan sekali pakai
13) Pakai sarung tangan kedua dengan menutupi lengan gaun
d. SOP pemasangan APD
Langkah-langkah melepaskan APD adopsi dari WHO (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2020):
1) Selalu melepas APD di bawah pengawasan dan panduan petugas
terlatih. Pastika terdapat tempat sampah infeksius
2) Terapkan kebersihan tangan pada sarung tangan
3) Lepas apron dengan tubuh sedikit condong ke depan dan hindari
kontaminasi dengan tangan (robek bagian leher apron sekali pakai dan
gulung kebawah tanpa menyentuh area depan)
4) Terapkan kebersihan tangan pada sarung tangan
5) Lepaskan penutup kepala dan lehet dengan hati-hati dan hindari
kontaminasi dengan wajah dimulai dari bawah gulung dari bagian
dalam ke bagian luar
6) Terapkan kebersihan tanga pada sarung tangan
7) Lepaskan coverall dan sarun tangan luar. Buka seluruh coverall tanpa
menyentuh scrub, lepaskan dari atas kebawah
8) Terapkan kebersihan tangan pada sarung tangan
9) Lepaskan pelindung mata dengan menarik tali dari belakang kepala dan
buang dengan aman
10) Terapkan kebersihan tangan pada sarung tangan
11) Lepaskan seaptu bot karet tanpa menyentuhnya
12) Terapkan kebersihan tangan pada sarung tangan
13) Lepaskan masker dari belakang kepala
14) Terapkan kebersihan tangan pada sarung tangan
15) Lepaskan sarung tangan dalam dengan hati-hati dengan teknik yang
aman dan tepat
16) Terapkan kebersihan tangan dengan cuci tangan
17) Lepaskan scrub suit kemudian mandi selanjutnya menggunakan baju
biasa
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2015. Highlights of the 2015 american heart


association guidelines update for cpr and ecc. Available online: https://
www.heart.org

Atmojo, T.J., D. Arradini, Ernawati, A. Widiyanto, dan A.T. Darmayanti. 2020.


Resusitasi Jantung Paru di Era Pandemi Covid-19. Keperawatan. 12(3):
355-362.

Australian College for Emergency Medicine. 2020. Personal Protective Equipment


(PPE). [serial online] https://acem.org.au/Content-Sources/Advancing-
Emergency-Medicine/COVID-19/Resources/Clinical- Guidelines/Personal-
Protective-Equipment-(PPE). Diakses pada tanggal 8 juni 2020.

Center for Disease Control and Prevention. 2020. Standard Operating Procedure
(SOP) for Triage of Suspected COVID-19 Patients in non- US Healthcare
Settings: Early Identification and Prevention of Transmission during Triage.
[serial online] https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/non-us-
settings/sop- triage-prevent-transmission.html. Diakses pada tanggal 8 juni
2020.

Chavez, Summer., Long, Brith., Koyfman, Alex., dan Liang, Stephen Y. 2020.
Coronavirus Disease (COVID-19) : A primer for emergency physicians.
American Journal of Emergency Medicine. 1-10.
https://doi.org/10.1016/j.ajem.2020.03.036

CDC. 2020. Standard Operating Procedure (SOP) for Triage of Suspected


COVID-19 Patients in Non-US Healthcare Settings: Early Identification and
Prevention of Transmission during Triag.
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/non-us-settings/sop-triage-
prevent-transmission.html
DITJENYANKES. 2020. Petunjuk Teknik Alat Pelindung Diri (APD) Dalam
Menghadapi Wabah COVID-19. https://covid19.go.id/p/protokol/petunjuk-
teknis-penggunaan-alat-perlindungan-diri-apd-dalam-menghadapi-wabah-covid-
19

Emergency Nurse Association. 2020. Safe Airway Management for COVID - 19


Positive Patient. https://www.ena.org/practice-resources/covid-
19/images/default-source/covid-19-visual-abstracts/ppe-optimization?
itemIndex=2

Fowler, R. A., Guest, C.B., Lapinsky, S. E., Sibbald, W. J., Louie, M., Tang, P.,
Simor, A E.. Stewart, T E. 2004. Transmission of severe acute respiratory
syndrome during intubation and mechanical ventilation. American Journal
of Respiratory and Critical Care Medicine. doi: 10.1164/rccm.200305-
715oc.

Indonesian Heart Association. 2020. Interim guidance for basic and advanced life
support in adults, children, and neonates with suspected or confirmed
COVID-19. Circulation. Jakarta : Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia.

Nugroho, W. D., W. I. C, S. T. Alanish, N. Istiqomah, dan I. Cahyasari. 2020.


Literature review : transmisi covid-19 dari manusia ke manusia di asia.
Jurnal of Bionursing. 2(2):101–112.

Peraturan Menteri Kesehatan No.47. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan No. 47


Tahun 2018.

Halajur,U.2018. Promosi Kesehatan di Tempat Kerja. Malang:Wineka Medika

Kemenkes RI.2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus


Disease (Covid-19) Revisi ke 3.Jakarta:Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (P2P) BIBLIOGRAPHY
Kiiza, P. et al. 2019. Principles and Practices of Establishing a Hospital-Based
Ebola Treatment Unit. Critical Care Clinics. doi:
10.1016/j.ccc.2019.06.011.

Kurniati, A., Y. Trisyani, dan S. I. M. Theresia. 2018. Keperawatan Gawat


Darurat Dan Bencana Sheesy, Edisi Indonesia Pertama. singapore: Elsevier.

Kursumovic, E., Lennane, S., dan Cool, TM. 2020. Deaths in healthcare workers
due to COVID-19: the need for robust data and analysis. Anaesthesia.Vol.
75 (989 – 992).

Song, W., Liu, Y., Ouyang, Y., Chen, W., Li, M., Xianyu, S., and Yi, S. 2020.
Recommendations on cardiopulmonary resuscitation strategy and procedure
for novel coronavirus pneumonia. Resuscitation. doi: 10.1016/j.resus-
citation.2020.03.023.

Torabi-Parizi, P. Davey, R.T., Suffredini, A. F., and Chertow, D. S. 2015. Ethical


and practical considerations in providing critical care to patients with Ebola
virus disease. Chest. doi: 10.1378/chest.15-0278.

WHO. Infection prevention and control during health care when novel
coronavirus (nCoV) infection is suspected, interim guidance.
https://www.who.int/publications-detail/infection-prevention-and-control-
during-health-care-when-novel-coronavirus-(ncov)-infection-is-suspected-
20200125 [Diakses pada 3 Agustus 2020].

Yee Jane, et al. 2020. Novel corona virus 2019 (COVID-19): Emergence and
implications for emergencycare. Review Article Infectious Disease.
Division of Emergency Medicine,University of Utah School of Medicine,
Salt Lake City, Utah, USA

Zhao, Y., Cui, C., Zhang, K., Liu, J., Xu, J., Nisenbaum, Huang, Y., Qin, G.,
Chen, B., Hoffer, M., Blanton, S.H., Telischi, F., Hare, J.M., Daunert, S.,
Shukla, B., Pahwa, S.G., Jayaweera, G.T., Farmer, P.E., del Rio, C., dan
Shu, Y. 2020. COVID19: A Systematic Approach to Early Identification
and Healthcare Worker Protection. Frontiers in Public Health. Vol. 8.

Anda mungkin juga menyukai