Anda di halaman 1dari 13

METODE PEMBELAJARAN

BED SIDE TEACHING

Disusun Oleh :
Fatma Efendi Nasution,Am.Kep
201922038

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER B


STIKES BAITURRAHIM JAMBI
2020

i
A. Pengertian Bed Side Teaching
Bedside teaching adalah pembelajaran yang dilakukan langsung di depan
pasien. Dengan metode bedside teaching mahasiswa dapat menerapkan ilmu
pengetahuan, melaksanakan kemampuan komunikasi, keterampilan klinik dan
profesionalisme, menemukan seni pengobatan, mempelajari bagaimana
tingkah laku dan pendekatan dokter kepada pasien.
Bedside teaching merupakan suatu metode pembelajaran yang dilakukan
di samping tempat tidur klien, yang terdiri dari mengkaji kondisi klien dan
pemenuhan asuhan keperawatan (Nursalam & Ferry, 2008).
Menurut Snell (2008) bedside teaching merupakan sebuah pembelajaran
yang aktif yang melibatkan pasien. Dapat disimpulkan bahwa bediside
teaching merupakan metode pembelajaran yang dilakukan disamping tempat
tidur yang melibatkan pasien secara aktif.
Bedside teaching merupakan pembelajaran kontekstual dan interaktif yang
mendekatkan pembelajaran pada real clinical setting. Bedside teaching
merupakan metode pembelajaran yang peserta didiknya mengaplikasikan
kemampuan kognitif, psikomotor dan afektif secara terintegrasi. Sementara
itu, dosen bertindak sebagai fasilitator dan mitra pembelajaran yang siap untuk
memberikan bimbingan dan umpan balik kepada peserta didik. Di dalam
proses bedside teaching diperlukan kearifan fasilitator tentang kemungkinan
timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan sebagai akibat dari interaksi antara
peserta didik (mahasiswa kesehatan) dan pasien.
Bedside teaching merupakan suatu metode pembelajaran bidang
kesehatan yang dilakukan secara aktif dengan melibatkan peserta didik,
klien dan langsung difasilitasi oleh pembimbing klinik (preseptor).
Manfaat yang diperoleh peserta didik melalui metode bedside teaching
adalah kesempatan menggunakan pancaindera (penglihatan, pendengaran,
penghidu dan peraba) untuk mempelajari klien dan masalah
kesehatan yang dialaminya. Metode pembelajaran ini juga memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk terjadinya proses pendidikan

2
serealistis mungkin serta dapat mengembangkan empati peserta didik
terhadap klien.
Bedside teaching memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
dapat berhadapan langsung dengan klien. Oleh karena itu, peserta didik
dapat berlatih dan mengasah keterampilan klinik seperti anamnesa,
pemeriksaan fisik dan bahkan keterampilan melakukan tindakan medis
sederhana kepada klien.

B. Tujuan Bed Side Teaching


1. Peserta didik mampu menguasai keterampilan prosedural.
2. Menumbuhkan sikap profesional.
3. Mempelajari perkembangan biologis/fisik.
4. Melakukan komunikasi dengan pengamatan langsung.

Menurut McLeod dan Harden (1985):


1. Mengumpulkan dan merekam semua informasi tentang pasien secara
kompleks
2. Melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap dan teratur
3. Melakukan prosedur keterampilan
4. Menginterpretasikan data
5. Memecahkan masalah secara ilmiah dan professional
6. Memberikan informasi yang terpercaya
7. Mengembangkan keakraban dengan tim kesehatan lainnya
8. Mengembangkan sikap yang tepat untuk pasien dan petugas kesehatan
yang lain
9. Mengumpulkan pengetahuan kesehatan yang faktual
10. Memperoleh sikap positif untuk belajar mandiri

C. Prinsip Pelaksanaan Bed Side Teaching


Prinsip pelaksanaan Bedside Teaching antara lain menurut Ramani, S (2003)
dalam Dunn (2013) :

3
1. Sikap fisik maupun psikologis dari pembimbing klinik, peserta didik,
dan klien
2. Jumah peserta didik dibatasi, yakni 5-6 orang
3. Diskusi pada awal dan pasca demonstrasi didepan klien dilakukan
seminimal mungkin lanjutkan dengan demonstrasi ulang
4. Evaluasi pemahaman peserta didik sesegera mungkin terhadap apa yang
didapatkan saat itu
5. Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum pernah
diperoleh peserta didik sebelumnya ,atau apabila peserta didik menghadapi
kesulitan penerapannya.

D. Hal – Hal yang Harus Dimiliki Oleh Preseptor Klinik


1. Role Modeling (Panutan)
Menunjukan kemampuan pelayanan dengan komunikasi yang efektif dan
efisien.
2. Skill Building (Pembangun Kemampuan)
Mengembangkan sebuah pembelajaran sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi.
3. Critical Thinking (Pemikir yang Kritis)
Kemampuan untuk berpikir pada level yang kompleks dan menggunakan
proses analisis dan evaluasi. Berpikir kritis melibatkan keahlian berpikir
induktif seperti mengenali hubungan, manganalisis masalah yang bersifat
terbuka, menentukan sebab dan akibat, membuat kesimpulan dan mem-
perhitungkan data yang relevan. Sedang keahlian berpikir deduktif
melibatkan kemampuan memecahkan masalah yang bersifat spasial, logis
silogisme dan membedakan fakta dan opini.
4. Socialization (Sosialisasi)
Kemampuan untuk beradaptasi dan memiliki pemahaman tentang
berorientasi terhadap lingkungan preceptor
Menurut Gills (2003) preceptor harus memiliki dan mecerminkan hal-hal
berikut :
1. Mendorong mahasiswa untuk partisipasi aktif dalam kegiatan

4
2. Menekankan pembelajaran pada focus pemecahan masalah
3. Terintegrasi klinis dengan ilmu dasar
4. Batasi mahasiswa berdiskusi pada saat tindakan, jika ada pertanyaan
dapat dicurahkan di ruang diskusi
5. Menyediakan kesempatan yang cukup bagi mahasiswa untuk berlatih
keterampilan
6. Menjadi teladan yang baik bagi hubungan interpersonal dengan pasien
7. Mengajarkan kepada mahasiswa untuk tetap berorientasi terhadap kasus
penyakit pasien
8. Menunjukkan sikap positif terhadap ajaran

E. Kelebihan Bed Side Teaching


Beberapa kelebihan metode bed side teaching adalah sebagai berikut
(Nursalam, 2008) :
1. Mendapatkan kasus yang sesuai yang dapat memberikan kesempatan
2. kepada mahasiswa untuk menerapkan keterampilan teknik prosedural dan
interpersonal.
3. Menumbuhkan sikap profesional
4. Mempelajari perkembangan biologis/fisik dan melakukan komunikasi
melalui pengamatan langsung
Menurut McKimm (2010) keuntungan bedside teaching adalah:
1. Dapat melakukan pengamatan kepada role model secara langsung
2. Waktu yang tepat untuk melakukan anamnesis atau pemeriksaan
fisik pasien
3. Meningkatkan keterampilan komunikasi
4. Meningkatkan kerjasama tim
5. Meningkatkan pemahaman terhadap konteks yang dikaji

F. Kekurangan Bed Side Teaching


1. Gangguan (misalnya ada panggilan telepon/HP berdering).
2. Waktu rawat inap yang singkat.
3. Ruangan yang kecil sehingga padat dan sesak.
4. Tidak ada papan tulis.

5
5. Tidak dapat mengacu pada buku.
6. Pelajar lelah.

Beberapa kelemahan bedside teaching adalah sebagai berikut (Nursalam,


2008) :
1. Dosen/pembimbing klinik dan mahasiswa yang kurang persiapan
fisik, psikologis akan menimbulkan rasa tidak percaya dalam diri klien.
2. Dosen/pembimbing klinik dan mahasiswa yang tidak memiliki
menguasai bahan akan mengurangi efektifitas pembelajaran.

G. Langkah – Langkah Bed Side Teaching


Strategi/langkah-langkah pengajaran klinik menggunakan pendekatan bedside
teaching menurut Cox (1993) dalam Harden (2009) dan Affandi (2008)
adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pre-Round
Hal yang perlu dilakukan pada tahap ini, yaitu :
a. Perencanaan
Artinya preseptor terlebih dahulu menyiapkan pengetahuan dan
keterampilannya mengenai konsep pembelajaran yang akan
diberikan serta menentukan guide line, kemudian menyiapkan
mahasiswa sebelum bertemu dengan pasien, baik kognitif, afektif
dan psikomotorik mahasiswa (prior knowledge) serta menetapkan
tujuan pembelajaran.
b. Briefing/orientasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahapan ini antara lain :
1. Mendapatkan kasus penyakit yang spesifik dan pasien yang
sesuai dengan kriteria
2. Mahasiswa diberitahu hal-hal yang tidak boleh didiskususikan
selama berhadapan langsung dengan pasien.
3. Menghindari penggunaan alat komunikasi selama proses
bedside teaching.

6
4. Melakukan koordinasi sesama tim sebelum melakukan bedside
teaching, menjelaskan tujuan tujuan kegiatan
5. Mengalokasikan peran selama bedside teaching berlangsung

2. Tahap Round
Hal-hal yang harus dilakukan pada tahapan ini, yaitu :
a. Perkenalan atau pengantar
Mahasiswa didampingi oleh preceptor dalam melakukan interaksi
dengan pasien.
b. Interaksi
Mahasiswa didampingi preceptor melakukan interaksi dengan
pasien, focus pada pengalaman klinis (usahakan untuk tindak
menggunakan kalimat-kalimat yang mudah dipahami oleh pasien)
c. Observasi
Preseptor mengobservasi keterampilan yang dilakukan mahasiswa.
d. Instruksi
Preseptor memberikan instruksi pada mahasiwa tanpa membuat
mahasiswa malu dihadapan pasien.
e. Penyimpulan
Preseptor membantu mahasiswa menarik kesimpulan berdasarkan
hasil interaksi dengan pasien.
3. Tahap Post Round
Hal – hal yang dapat dilakukan pada tahap ini, yaitu :
a. Debriefing
Proses debriefing dimulai dengan meminta masukan dari pasien
dan mahasiswa, beberapa pertanyaan dari pasien dan mahasiswa,
preceptor dapat membicarakan pasien dan mahasiswa, preceptor
dapat membicarakan dengan mahasiswa sendirian jika
memerlukan feedback khusus.
b. Reflection dan feedback

7
Mahasiswa diberikan kesempatan untuk menilai dirinya/self
review, peer review kemudian diberikan umpan balik oleh
preceptor.
c. Working Knowledge and Education
Mahasiswa didampingi oleh preceptor untuk meningkatan
pembelajaran selanjutnya. Seperti melakukan analisis kasus yang telah
dijumpai oleh mahasiswa selama proses bedside teaching
berlangsung.
H. Pelaksanaan Bedside Teaching
Keterampilan bedside teaching dapat kita laksanakan namun sulit mencapai
kesempurnaan. Oleh karena itu perlu perencanaan yang matang agar berhasil
dan efektif. Persiapan sebelum pelaksanaan bedside teaching :
1. Persiapan
a. Tentukan tujuan dari setiap sesi pembelajaran.
b. Baca teori sebelum pelaksanaan.
2. Ingatkan mahasiswa akan tujuan pembelajaran :
a. Mendemonstrasikan pemeriksaan klinik.
b. Komunikasi dengan pasien.
c. Tingkah laku yang profesional.
3. Persiapan Pasien
a. Keadaan umum pasien baik.
b. Jelaskan pada pasien apa yang akan dilakukan.
4. Lingkungan/Keadaan
Pastikan keadaan ruangan nyaman untuk belajar :
a. Tarik gorden.
b. Tutup pintu.
c. Mintalah pasien untuk mematikan televisinya.
Pelaksanaan bedside teaching antara lain:
1. Membuat peraturan dasar
a. Pastikan setiap orang tahu apa yang diharapkan dari mereka.
b. Mencakup etika.
c. Batasi interupsi jika mungkin.

8
d. Batasi penggunaan istilah kedokteran saat di depan pasien.
2. Perkenalan
a. Perkenalkan seluruh anggota tim.
b. Jelaskan maksud kunjungan.
c. Biarkan pasien menolak dengan sopan.
d. Anggota keluarga diperkenankan boleh berada dalam ruangan jika
pasien mengizinkan.
e. Jelaskan pada pasien atau keluarga bahwa banyak yang akan
didiskusikan, mungkin tidak diterapkan langsung pada pasien.
f. Undang partisipasi pasien dan keluarga.
g. Posisikan pasien sewajarnya posisi tim di sekitar tempat tidur.
3. Anamnesa
a. Hindari pertanyaan tentang jenis kelamin atau ras.
b. Hindari duduk di atas tempat tidur pasien.
c. Izinkan interupsi oleh pasien dan pelajar untuk menyoroti hal penting
atau untuk memperjelas.
d. Jangan mempermalukan dokter yang merawat pasien.
4. Pemeriksaan fisik
a. Minta pelajar untuk memeriksa pasien.
b. Izinkan pasien untuk berpartisipasi (mendengarkan bising, meraba
hepar, dll).
c. Minta tim untuk mendemonstrasikan teknik yang tepat.
d. Berikan beberapa waktu agar pelajar dapat menilai hasil pemeriksaan
yang baru pertama kali ditemukan.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Jika mungkin tetap berada di samping tempat tidur.
b. Rongent, ECG bila mungkin.
c. Izinkan pasien untuk meninjau ulang dan berpartisipasi.
6. Diskusi
a. Ingatkan pasien bahwa tidak semua yang didiskusikan akan
dilaksanakan, biarkan pasien tahu kapan itu biasa dilaksanakan.

9
b. Hati-hati memberikan pertanyaan yang tidak dapat dijawab kepada
mahasiswa yang merawat pasien.
c. Berikan pertanyaan pertama kali pada tim yang paling junior.
d. “Saya tidak tahu” adalah jawaban yang tepat, setelah itu gunakan
kesempatan untuk mencari jawaban.
e. Hindari bicara yang tidak perlu.
f. Izinkan pasien untuk bertanya sebelum meninggalkan tempat tidur.
g. Minta pasien untuk menanggapi bedside teaching yang telah
dilakukan.
h. Ucapkan terima kasih pada pasien.

I. Hambatan Bedside Teaching


Dalam pelaksanaan bedside teaching, ada beberapa hambatan yang mungkin
timbul dalam pelaksanaan bedside teaching :
1. Gangguan (misalnya panggilan telepon).
2. Waktu rawat inap yang singkat.
3. Ruangan yang kecil sehingga padat dan sesak.
4. Tidak ada papan tulis.
5. Tidak dapat mengacu pada buku.
6. Pelajar lelah.
Adapun beberapa hambatan dari pasien :
1. Pasien merasa tidak nyaman.
2. Menyakiti pasien, terutama pada pasien yang kondisi fisiknya tidak stabil.
3. Pasien tidak ada di tempat.
4. Pasien salah pengertian dalam diskusi.
5. Pasien tidak terbuka.
6. Pasien tidak kooperatif atau marah.

J. Dua Belas Tips Melakukan Bedside Teching


Dua belas tips melakukan bedside teaching menurut Ramani, S. (2003) yaitu :
1. Persiapan
a. Persiapan pasien

10
b. Persiapan pengetahuan dan keterampilan preceptor terhadap kegiatan
yang akan diajarkan dengan cara mempelajari kasus, terutama dengan
menggunakan media CD-ROM, video, dan sebagainya.
c. Menggali pengetahuan actual dan keterampilan klinis mahasiswa
d. Persiapan pelatihan dari universitas/fakultas untuk meningkatkan
keterampilan klinis dan keterampilan mengajar.
2. Membuat guideline atas setiap rencana yang akan dilakukan seperti :
a. Pre round (pre BST)
- Perencanaan
- Orientasi
b. Round (BST)
- Interaksi
- Pengamatan/observasi
- Petunjuk
- Menyimpulkan
c. Post Round (post BST)
- Feedback
- Refleksi
- Persiapan BST selanjutnya
3. Mengarahkan
Mengarahkan mahasiswa untuk mencoba/latihan dengan cara
memberikan peran dari masing-masing mahasiswa, hal ini dilakukan untuk
mencegah kebosanan dari mahasiswa.
4. Perkenalan diri
Perkenalan diri preceptor dan mahasiswa kepada pasien, mengenai
tujuan kegiatan yang akan dilakukan serta mengarahkan pasien selama
proses bed side teaching berlangsung.
5. Peran model interaksi preceptor dan pasien
Pasien dapat melakukan sharing informasi dan pengetahuan secara
teoritis kepada preceptor dan mahasiswa selama kegiatan bedside teaching
berlangsung.

11
6. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan interaksi
kepada pasien. Mahasiswa melakukan komunikasi, anamnesis dan
pemeriksaan klinis. Pada tahap ini preceptor dapat menilai keterampilan,
pengetahuan dan sikap mahasiswa. Hal ini diperlukan untuk merancang
dan merencanaan kegiatan bedside teaching selanjutnya.
7. Preceptor memberikan koreksi/tanggapan didepan pasien untuk
meningkatkan profesionalisme mahasiswa.
8. Preceptor mengevaluasi singkat mahasiswa terhadap apa yang telah
mereka lakukan sebelum meninggalkan pasien. Preceptor meringkas apa
yang telah diajarkan dan dipelajari selama kegiatan.
9. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengklarifikasi atau
bertanya, guna mengatasi kebingungan dan dekompresi dari kegiatan
sebelumnya.
10. Beritahu apa yang telah baik/belum baik hal ini bertujuan meningkatkan
moral tim, memberikan kesempatan pada mahasiswa mengeksplorasikan
pengetahuan atau keterampilannya untuk mengubah atau memodifikasi
pengajaran.
11. Preceptor mengevaluasi dan merencanakan perubahan apa yang harus
dilakukan untuk kegiatan berikutnya.
12. Preceptor mulai mempersiapkan wawasan, pengetahuan, keterampilan
mengajar dan kualitas diri untuk melakukan kegiatan bedside teaching
selanjutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Affandi M. (2008) Bedside Teaching and Clinical Tutoril. repository.umy.ac.id. diakses


pada tanggal 31 Agustus 2019 pukul 15.00 WIB

Dunn, Andrew. Navneet Caturia. Paul Klotman. 2013. Essentials Of Hospital Medicine.
World Scientific.

Harden, R.M., & Dent, J.A. 2009. A Practical Guide for Medical Teachers. Edisi 3
Elsevier Limited.

McKimm, J., & Swanwick, T. 2010. Web‐based faculty development: e‐learning for
clinical teachers in the London Deanery. The clinical teacher, 7(1), 58-62.

Nursalam & Ferry Efendi. 2008. Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

M.Nurs, Nursalam. Manajemen Keperawatan. Jakarta. 2002. Salemba Medika

Swanburg,russel c. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan dan


Manajemen Keperawatan untuk Perawat Klinis. Jakarta. 1994. Penerbit buku
kedokteran EGC

13

Anda mungkin juga menyukai