Oleh :
Preseptor :
Dr. dr. Hendriati, Sp.M(K)
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Ulkus
Kornea OS ec Suspek Jamur”. Shalawat beriring salam semoga disampaikan
kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan umat beliau. Makalah ini
merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Hendriati, Sp.M(K)
selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
1.4 Metode Penulisan 2
1.5 Manfaat Penulisan 2
BAB IV DISKUSI 28
DAFTAR PUSTAKA 30
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk dari berbagai literatur.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 2.1 Anatomi Mata
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:2,7
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan
sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden;
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamela yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai
15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblas terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio
atau sesudah trauma
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
4
Sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, satu lapis, heksagonal, tebal 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidosom dan
zonula okluden.
Befungsi sebagai jalur penyerapan nutrisi kornea dan pembuangan
sisa metabolisme serta mengatur hidrasi dan mempertahankan
transparansi kornea.
5
peran lebih penting dalam mekanisme dehidrasi sehingga cedera fisik atau
kimiawi pada endotel lebih berat.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh darah limbus, aquous
humour, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian
besar dari atmosfer. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya
seragam, avaskularits dan deturgensinya.8
6
2.4 Klasifikasi Ulkus Kornea7
Ulkus kornea dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Morfologi :
Lokasi, yaitu ulkus kornea sentral dan perifer
Purulensi, yaitu ulkus kornea purulen dan non-purulen
Hipopion, yaitu ulkus kornea sederhana dan hipopion
Kedalaman ulkus, yaitu ulkus kornea superfisial, profunda, impending
perforation dan perforasi
Pembentukan slough, yaitu ulkus kornea non-sloughing dan sloughing
Etiologi :
Infeksi, yaitu disebabkan bakterial, viral, fungal, chlamydial, potozoal dan
spirochaetal.
Non-infeksi, termasuk alergi, tropik, terkait penyakit kulit dan membran
mukosa, terkait kelainan sistemik kolagen vaskular, traumatik dan
idiopatik.
7
menimbulkan ulkus kornea yaitu Herpes Simplex Virus, Varicella Zoster Virus
dan Adenovirus.
c. Ulkus Kornea Protozoal6,7
Acanthamoeba, salah satu protozoa yang sering menyebabkan ulkus kornea,
merupakan protozoa yang hidup bebas dan terdapat dalam air tercemar yang
mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi Acanthamoeba biasanya
dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak lunak yang dipakai semalaman.
Selain itu, infeksi Acanthamoeba juga dapat ditemukan pada individu yang bukan
pemakai lensa kontak setelah terpapar air atau tanah yang tercemar.
d. Ulkus Kornea Fungal5,6,7,10
Ulkus kornea fungal secara epidemiologi lebih jarang daripada ulkus kornea
bakterial, sekitar 5-10% dari kasus infeksi kornea di Amerika
Serikat. Aspergillus, Fusarium dan Candida merupakan jamur yang sering
menyebabkan ulkus kornea. Infeksi pada ulkus kornea dapat disebabkan oleh
trauma material vegetatif (daun, ranting dan jerami), sekunder akibat kondisi
imunodefisiensi dan penggunaan antibiotik dan steroid yang berlebihan. Faktor
risiko lainnya berupa pemakaian lensa kontak, operasi kornea dan keratitis kronik.
Non-infeksi6,7
a. Autoimun
Kornea bagian perifer mendapat nutrisi dari kapiler limbus. Pada jalinan
kapiler limbus terdapat endapan kompleks imun yang dapat menimbulkan
penyakit imunologik sehingga kornea perifer sering terlibat penyakit autoimun.
b. Keratokunjungtivitis fliktenular
Keratokonjungtivitis fliktenular merupakan reaksi hipersensitivitas lambat
terhadap S. aureus atau bakteri lain yang berproliferasi di tepi palpebra pada
blefaritis.
c. Defisiensi vitamin A
Ulserasi terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan
absorpsi di saluran cerna dan gangguan pemanfaatan oleh tubuh.
8
d. Keratitis neurotropik
Disfungsi nervus trigeminus karena trauma, tindakan bedah, tumor atau
peradangan dapat menimbulkan anestesi kornea disertai hilangnya refleks kedip
(salah satu mekanisme pertahanan kornea) serta hilangnya faktor-faktor tropik
yang penting untuk fungsi epitel. Pada tahap awal keratitis neurotropik, terdapat
edema epitel bebercak difus. Kemudian terdapat daerah-daerah tanpa epitel (ulkus
neurotropik) yang dapat meluas mencakup sebagian besar kornea.
e. Pajanan (exposure)
Keratitis pajanan dapat timbul pada keadaan kornea yang tidak
cukup dibasahi dan dilindungi oleh palpebra. Kornea yang terbuka mudah
mengering selama waktu tidur. Keadaan ini dapat terjadi pada
eksoftalmus, ektropion, hilangnya sebagian palpebra akibat trauma dan
pada kedaan dimana palpebra tidak dapat menutup dengan baik. Faktor
penyebab terjadinya keratitis ini adalah karena kekeeringan kornea dan
pajanan terhadap trauma minor. Ulkus yang timbul umumnya terjadi
setelah trauma minor.
9
menimbulkan eksudat purulen pada kornea. Eksudasi akan menuju COA
melalui pembuluh darah iris dan korpus siliar dan menimbulkan hipopion.
Regresi
Regresi dipicu oleh produksi antibodi dan imunitas seluler serta respon
terapi yang baik. Di sekeliling ulkus terdapat garis demarkasi yang terdiri
dari leukosit dan fagosit yang menghambat perkembangan organisme dan
debris sel nekrotik. Proses tersebut didukung oleh vaskularisasi superfisial
yang meningkatkan imunitas humoral dan seluler. Ulkus mulai membaik
dan epitel mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.
Sikatrik
Proses penyembuhan pada stadium ini mulai berlanjut dengan membentuk
epitelisasi lapisan terluar secara permanen. Jaringan fibrous juga
membentuk fibroblas pada kornea dan sel endotel membentuk pembuluh
darah baru. Stroma akan menebal dan mengisi lapisan bawah epitel dan
mendorong epitel ke anterior. Bila ulkus hanya mengenai epitel saja, maka
ulkus tersebut akan sembuh tanpa ada kekaburan pada kornea. Apabila
ulkus mencapai membran Bowman dan sebagian lamela stroma, maka
jaringan parut akan terbentuk yang disebut dengan nebula. Jika ulkus
mengenai lebih dari 1/3 stroma, maka terbentuk makula dan leukoma.
10
2.7 Manifestasi Klinis1,7,12
Gejala :
a. Merah pada kelopak mata dan konjungtiva disertai nyeri
b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
d. Pandangan kabur dan fotofobia
e. Mata berair
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Tanda :
a. Edema palpebra
b. Injeksi siliar dan konjungtiva
c. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
d. Hipopion
e. Edema stromal dan inflamasi sekitar infiltrat
f. Peningkatan tekanan intraokuler pada kasus berat
Pasien dengan keratitis jamur cenderung muncul dengan gejala
inflamasi yang ringan selama periode inisial dibandingkan dengan pasien
keratitis bakteri. Manifestasi dari ulkusnya berupa infiltrat kelabu dengan
batas ireguler yang halus. Terkadang juga ditemukan infiltrat multifokal
atau satelit. Perluasan infeksi jamur ke COA sering ditemukan pada kasus
dengan inflamasi COA yang progresif. Jamur juga dapat menginvasi iris
dan COP sehingga dapat terjadi glaukoma sudut tertutup akibat blok pupil.
11
2.8 Diagnosis8,10,12
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan oftalmologi menggunakan slit lamp serta
pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis
a. Pemakaian lensa kontak, terutama ketika berenang, kontaminasi cairan lensa
kontak.
b. Riwayat trauma, riwayat benda asing masuk mata, seperti kelilipan.
c. Penggunaan kortikosteroid mata dalam jangka panjang.
d. Riwayat penyakit mata sebelumnya.
e. Riwayat sakit cacar atau herpes zoster, terutama lesi yang terdapat di sekitar
mata.
f. Riwayat penyakit sistemik seperti Diabetes Mellitus, AIDS, keganasan,
terapi imunosupresi khusus.
g. Semua obat dan bahan pengawet juga dapat menimbulkan dermatitis kontak
atau toksisitas kornea.
Pemeriksaan Oftalmologi
Pasien dengan gangguan kornea dan penurunan visus memerlukan
pemeriksaan khusus untuk menentukan apakah kehilangan pandangan
berasal dari astigmatisme iregular atau kerusakan stromal.
a. Pemeriksaan eksternal, dilakukan pemeriksaan luar pada adneksa okular
untuk melihat adanya lesi kulit, tanda-tanda inflamasi seperti edema, eritem,
dan panas. Selain itu juga dinilai posisi kelopak mata, siliar dan supersiliar.
b. Ketajaman penglihatan, pada ulkus kornea terjadi gangguan media refraksi
ditandai dengan penurunan ketajaman penglihatan.
c. Tes refraksi
d. Tes air mata, salah satu cara mengevaluasi produksi air mata yaitu basic
secretion test, dengan meletakkan strip thin filter-paper (lebar 5 mm,
panjang 30 mm) jika kurang dari 3 mm kertas yang basah setelah 5 menit
dengan anestesi tergolong Aqueous Tear Deficiency (ATD).
e. Pemeriksaan slitlamp, untuk memeriksa ulkus kornea diperlukan
pemeriksaan slitlamp dengan memperhatikan pantulan cahaya yang
12
bergerak ke arah kornea, jika terdapat kerusakan pada epitel, terlihat daerah
yang kasar.
f. Keratometri, pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea dan kekuatan sentral kornea. Terdapat 4 titik pada
daerah dari 2.8 – 4.0 mm. Perkiraan kekuatan sentral kornea berguna untuk
perhitungan tekanan intraocular lens.
g. Refleks pupil, pada ulkus kornea bisa terjadi iritis yang ditandai dengan
miosis pada pupil dan fotofobia.
h. Tes fluoresensi, dengan meneteskan fluoresensi topikal yang bersifat non-
toksik, water-soluble hydroxycxanthene yang pewarnaannya akan terdeteksi
cepat dengan filter cobalt-blue. Fluoresensi yang terkumpul pada defek
epitel akan berdifusi kedalam stroma kornea dan menyebabkan pewarnaan
hijau pada kamera okuli anterior. Tes fluoresensi dapat membuktikan
karakteristik ulkus dendritik pada infeksi HSV.
13
2.10 Diagnosis Diferensial6,8
Diagnosis diferensial ulkus kornea bisa di lihat di tabel 1:
Tabel 1 Diagnosis Diferensial Ulkus Kornea
Keratitis/ulkus Glaukoma
Penyakit Konjungtivitis Iritis akut
kornea akut
Sedang
Hebat dan
Sakit Kesat Sedang sampai
menyebar
hebat
Hanya refleks
Kotoran Sering purulen Ringan Tidak ada
epifora
Fotofobia Ringan Hebat Sedang
Kornea Jernih Fluoresen (+++) Presipitat Edema
Abu-abu
Iris Normal Muddy
kehijauan
Penglihatan N <N <N <N
Sekret (+) (-) (-) (-)
Tekanan N N <N >N
Injeksi Konjungtiva Siliaris Siliaris Episklera
Infeksi
Uji Bakteri Sensibilitas Tonometri
lokal
2.11 Tatalaksana1,8,10,13
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan
obat tetes mata yang mengandung antibiotik, antivirus, anti jamur,
sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien
dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat
sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik. Benda asing
dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea sekecil
apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtivitis,
dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga,
tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Terapi Medikamentosa
a. Midriatik dan sikloplegik
Bertujuan melebarkan pupil dan melumpuhkan otot akomodasi.
14
1. Sulfas atropine
Sediaan : larutan 0,5 – 3 %; salep 0,5% dan 1 %
Dosis : untuk refraksi anak, teteskan 1 tetes larutan 0,25 % - 0,5%
pada masing-masing mata dua kali sehari, 1-2 hari sebelum
pemeriksaan dan kemudian sejam sebelum pemeriksaan dan
ekmudian sejam sebelum pemeriksaan; salep, ¼ inci dua kali
sehari, sejak 2 hari sebelum pemeriksaan
Mulai dan lama kerja : mulai kerja dalam 30 -40 menit. Efek
maksimum tercapai kira-kira dalam 2jam. Efek obat bertahan
sampai 2 minggu pada mata normal, pada radang akut, obat harus
diteteskan dua atau tiga kali sehari untuk mempertahankan efeknya
Toksisitas : tetesan atropine harus dipakai dengan hati-hati untuk
menghindari reaksi toksik akibat absorpsi sistemik. Gelisah dan
perilaku penuh gairah, kulit muka kering dan kemerahan, mulut
kering, demam, kurang berkeringat, dan takikardi adalah gejala-
gejala toksik, khususnya pada anak
Catatan : atropine adalah sikloplegik yang efektif dan bekerja lama.
Selain sebagai sikloplegik pada anak, atropine dipakai secara
topical dua atau tiga kali sehari untuk mempertahankan pupil agar
tetap lebar setelah tindkaan operasi intraokular.
2. Anti jamur
Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin
> 10 mg/ml, golongan imidazole.
Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol.
Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol.
Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis antibiotik
15
Low risk for visual loss : antibiotik spektrum luas seperti
fluoroquinolon eyedrops selama 2 sampai 6 jam, tobramycin atau
ciprofloxacin salap mata 4 kali sehari.
Borderline risk : ulkus medium (diameter 1-1,5 mm) infiltrat perifer,
atau semua infiltrate kecil yang berhubungan dengan defek epitel,
discharge sedang : fluoroquinolone eyedrops setiap jam, tobramycin
atau ciprofloxacin salap mata 4 kali sehari
Vision threatening : ulkus besar (diameter > 1,5 mm ), infiltrat
perifer, infiltrat, discharge purulent, melibatkan visual axis :
tobramycin atau gentamicin fortified (15 mg/ml) setiap jam
Terapi Bedah
a. Flap Konjungtiva
Merupakan prosedur yang efektif untuk menangani inflamasi dan penyakit
kornea struktural ketika pengembalian penglihatan bukanlah suatu perhatian yang
utama. Saat ini telah jarang digunakan karena telah luasnya indikasi dari
penetrating keratoplasti, antibiotik yang lebih efektif, ketersediaan dari lensa
kontak dan kemajuan dari manajemen penyakit inflamasi kornea. Prosedur ini
tidak digunakan pada keratitis infeksi yang aktif atau perforasi kornea karena sisa
jaringan yang terinfeksi dapat berproliferasi di bawah flap. Penglihatan yang
berkurang dan terbentuknya barrier terhadap masuknya obat merupakan
kelemahan dari prosedur ini.
Indikasi :
Ulserasi kronik dari epitel dan stromal yang steril seperti HSV keratitis,
keratokonjungtivitis sicca, dan lain-lain.
Luka kornea yang tertutup tetapi tidak stabil.
Bullous keratopathy pada pasien yang tidak bisa dilakukan PK
b. Keratektomi superfisial
Merupakan eksisi dari lapisan superfisial dari kornea (epitel, lapisan
Bowman, atau stroma superfisial)l tanpa penggantian jaringan.
Indikasi:
16
Pembuangan dari jaringan yang hiperplastik atau nekrosis
Eksisi dari material asing di kornea
Eksisi jaringan kornea superfisial yang dysthropic
c. Transplantasi Kornea
Bedah penggantian dari kornea baik yang seluruhnya (Penetrating
Keratoplasty) ataupun bagian lamellar (Lamelar Keratoplasty). Penetrating
keratoplasty merupakan penggantian kornea seutuhnya sedangkan lamelar
keratoplasty merupakan penggantian sebagian ketebalan kornea untuk
mengganti kornea anterior dengan tebal stroma yang bervariasi. PK
mempunyai indikasi yang lebih luas daripada LK dikarenakan LK tidak
menggunakan penggantian endotel, hal inilah yang menyebabkan PK
masih digunakan sampai sekarang. Sementara itu LK mempunyai
beberapa keuntungan seperti rehabilitasi penglihatan yang lebih cepat,
persyaratan yang minimal untuk pendonor, mengurangi resiko penolakan
graft serta mengurangi resiko masuk ke dalam kamar anterior (mengurangi
resiko terjadinya glaucoma, katarak, perdarahan, endoftalmitis).
17
Jangan pernah menunda untuk merujuk pasien ke dokter spesialis mata
apabila pasien didiagnosis mengalami ulkus kornea
18
gentamycin hourly
If hourly drops is not possible, then a sub-
conjunctival injection can be considered.
19
Gambar 2.8 Early and Late Bacterial Ulcer
2.12 Komplikasi10
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat, kornea perforasi
dapat berlanjut menjadi endoftalmitis dan panoftalmitis, prolaps iris, sikatrik
kornea, katarak, glaukoma sekunder.
2.13 Prognosis8,10
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan
ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan
waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular.
Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan
serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan
obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi
pada penggunaan antibiotika, maka dapat menimbulkan resistensi.
20
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Telah diperiksa di poli RSUP M Djamil Padang pada tanggal 9
November 2018 seorang pasien dengan keluhan utama yaitu bagian hitam
mata kiri tampak memutih sejak 1 minggu yang lalu.
21
Sakit kepala ada
Mual dan muntal ada.
Riwayat trauma mata sebelumnya tidak ada
Riwayat memakai kontak lensa dan kaca mata tidak ada
Riwayat menetes air daun-daun tidak ada.
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah dapat obat tetes mata dari dokter Spesialis Mata.
Riwayat pemakaian steroid lama ada untuk pengobatan sakit pinggang.
22
Ekstremitas : Dalam batas normal
3.4 Status Oftalmikus
Status Opthalmikus OD OS
23
Coklat Coklat
Iris
Rugae (+) Rugae (+)
Bulat
Bulat
Pupil Refleks pupil +/+
Membayang bulat
Diameter 3 mm
Korpus vitreum Jernih Jernih
Lensa Keruh subkapsul post Keruh
Funduskopi :
Media Agak keruh
Papil optik Bulat, batas tegas,
c/d, 0,3-0,4
Pembuluh darah Aa : Vv = 2 : 3 Tidak dilakukan
Retina Perdarahan (-),
Eksudat (-)
Makula Refleks fovea (+)
Tekanan bulbus
Normal (palpasi) Normal (palpasi)
okuli
Posisi bulbus okuli Ortho Ortho
Gerakan bulbus
Bebas Bebas
okuli
24
3.7 Diagnosis Banding : Ulkus kornea sentral OS EC Susp Bakteri
3.8 Terapi :
25
26
27
28
BAB 4
DISKUSI
29
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi
pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa
sakit/ nyeri dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya
gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea. Penurunan
visus pada pasien ulkus kornea akibat perubahan bentuk dan kejernihan
kornea sehingga mengganggu pembentukan bayangan di retina.
Kelainan sekecil apapun di kornea dapat menimbulkan gangguan
penglihatan terutama jika letaknya didaerah pupil. Kornea bersifat
avaskuler, sehingga pertahanan pada saat peradangan tidak segera datang.
Badan kornea, wandering cell dan sel lainnya di dalam stroma kornea,
segera bekerja sebagai makrofag, disusul dengan dilatasi pembuluh darah
dan tampak sebagai injeksi perikornea, konjungtiva dan siliar. Sesudahnya
baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak
jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel
dan timbullah ulkus kornea.
Pengobatan pada pasien ini adalah inj Ceftriaxone 2 x 1 gr (IV),
Ceftriaxone fortified ed OS, Fluconazole ed OS, Fluconazole 1 x 150 mg,
SA ed 3 x 1 OS dan direncana graft AMT OS hari senin (12-11-2018).
Pasien diberikan antibiotik (Ceftriaxon dan Tetrasiklin) sistemik
berspektrum luas sebagai terapi empirik. Pasien juga diberikan antifungal
(Fluconazole) oral dan topikal karena kecurigaan jamur sebagai penyebab
ulkus berdasarkan riwayat trauma akibat bahan vegetative pada pasien.
Ceftriaxon dan LFX (mengandung levofloxacin) juga diberikan sebagai
antibiotik topikal (tetes mata). SA berperan dalam mengurangi nyeri dan
mencegah sinekia. Terapi definitive pada pasien ini adalah graft AMT
(Amniotic Membrane Transplant), AMT ini dapat memacu epitelisasi serta
mengurangi reaksi radang.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Tukak (Ulkus) Kornea. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2014. 159-167.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea. Dalam Ilmu
Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2.
Penerbit Sagung Seto. Jakarta. 2002.
3. WHO. Prevention of Blindness and Visual Impairment. 2017. Dari:
http://www.who.int/blindness/causes/en/. Diakses tanggal 11 November
2018.
4. Sirlan F, Agustian D, Rifada M. Survei kebutaan dan morbiditas mata di
Jawa Barat. 2015. Bandung. Dari:
http://www.dokumen.tips/documents/survei-kebutaan-dan-morbiditas-
mata. Diakses tanggal 11 November 2018.
5. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 2: Fundamentals and Principles of Ophthalmology. 2014-2015.
6. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 8: External Disease and Cornea. 2014-2015.
7. Khurana AK. Glaucoma in Ophthalmology. 4th ed. The Disease of Cornea.
New Age International Limited Publisher. New Delhi. 2007.
8. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds.
Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2011:
126-138.
31
9. Gupta N, Tandon R, Vashist P. Burden of corneal blindness in India. 2017.
New Delhi. Dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3831688/. Diakses tanggal
11 November 2018.
10. Borke J. Corneal ulcer and ulcerative keratitis in emergency medicine.
2017. Dari: http://www.emedicine.medscape.com/article/798100-
overview#a4. Diakses tanggal 11 November 2018.
11. Turbert D. Who is at risk for corneal ulcers? 2017. Dari:
http://www.aao.org/eye-health/diseases/corneal-ulcer-risk. Diakses tanggal
11 November 2018.
12. Getry S. 2011. Bahan Kuliah Kornea. FK Unand: Padang.
13. WHO. Guidelines for the Management of Corneal Ulcer at Primary,
Secondary, and Tertiary Care health facilities in the South-East Asian
Region. 2004.
32