M DENGAN TINEA
CORPORIS DI DUSUN LINGKUK WARU DESA MEKARSARI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS PENIMBUNG
Oleh :
NURLIANTI
020021090
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Hari/tanggal :
Tempat :
Mahasiswa
NURLIANTI
020021090
( ) ( )
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmatNya Asuhan Keperawatan Gerontik tentang “Tinea Corporis”
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tidak lupa pula, dalam
kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih pada teman –
teman yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini dan pada
pembimbing yang telah memberikan kami kesempatan untuk menyusun
asuhan keperawatan gerontik ini.
Mataram, 2020
Penyusun
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak
berambut (glabrous skin) kecuali telapak tangan, telapak kaki,
dan lipat paha (Verma dan Heffernan,2008).
Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton.
Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang
menginfeksi kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur
golongan dermatofita adalah tinea korporis (Verma dan
Heffernan,2008).
B. Etiologi
Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton.
Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang
menginfeksi kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur
golongan dermatofita adalah tinea korporis (Verma dan
Heffernan,2008).
C. Epidemiologi
Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia
diperkirakan menyerang 20-25% populasi dunia dan merupakan salah
satu bentuk infeksi kulit tersering (Rezvani dan Sefidgar,2010).
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia yang dapat menyerang semua
ras dan kelompok umur sehingga infeksi jamur superfisial ini
relatif sering terkena pada negara tropis (iklim panas dan
kelembaban yang tinggi) dan sering terjadi eksaserbasi
(Havlickova et al,2008).
Penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti
di Amerika Serikat penyebab terseringnya adalah Tricophyton
rubrum, Universitas Sumatera Utara Trycophyton mentagrophytes,
Microsporum canis dan Trycophyton tonsurans. Di Afrika penyebab
tersering tinea korporis adalah Tricophyton rubrum dan
Tricophyton mentagrophytes, sedangkan di Eropa penyebab
terseringnya adalah Tricophyton rubrum, sementara di Asia
penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Tricophyton
mentagropytes dan Tricophyton violaceum (Verma dan
Heffernan,2008).
Dilaporkan penyebab dermatofitosis yang dapat dibiakkan di
Jakarta adalah T. rubrum 57,6%, E. floccosum 17,5%, M. canis
9,2%, T.mentagrophytes var. granulare 9,0%, M. gypseum 3,2%, T.
concentricum 0,5% (Made,2001). ragi 19,1% (C. albicans 17,3%,
Candida lain 1,8%) (Made,2001).
D. Klasifikasi Ekologi
Menurut Arnold et al (1990) berdasarkan pada pejamunya, jamur
penyebab dermatofita diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,
dimana pembagian ini juga mempengaruhi cara penularan penyakit
akibat dermatofita ini. Pengelompokannya yaitu:
1. Geofilik yaitu transmisi dari tanah ke manusia
2. Zoofilik yaitu transmisi dari hewan ke manusia, contoh
Trycophyton simii (monyet), Trycophyton mentagrophytes
(tikus), Microsporum canis (kucing), Trycophyton equinum
(kuda) dan Microsporum nannum (babi).
3. Antrofilik yaitu transmisi dari manusia ke manusia.
Universitas Sumatera Utara
E. Patofisiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan
dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna
keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi
menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp, Microsporum spp, dan
Epidermophyton spp. Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan
tinea korporis, penyebab yang paling umum adalah Trichophyton
Rubrum dan Trichophyton Mentagrophytes.
Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama. Yang pertama
perlekatan ke keratinosit, jamur superfisial harus melewati
berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin di
antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora
normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan
asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat
fungistatik.
Yang kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah
terjadi perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum
korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses
deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase lipase
dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur.
Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan.
Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita juga bisa
menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru
muncul ketika m=begitu jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.
Langkah terakhir perkembangan respon host, derajat inflamasi
dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type
Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam
melawan dermatifita.pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi minimal
dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan
sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan
pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita
diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh
limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan
bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada
saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi dan barier epidermal
menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang
bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi
sembuh.
F. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan
tepi yang aktif dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak
bisa melebar dan akhirnya memberi gambaran yang
polisiklik,arsinar,dan sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan
lesi yang aktif yang ditandai dengan eritema, adanya papul atau
vesikel, sedangkan pada bagian Universitas Sumatera Utara tengah
lesi relatif lebih tenang.
Tinea korporis yang menahun, tandatanda aktif menjadi hilang
dan selanjutnya hanya meninggalkan daerah hiperpigmentasi saja
(Verma dan Heffernan,2008). Gejala subyektif yaitu gatal, dan
terutama jika berkeringat dan kadang-kadang terlihat erosi dan
krusta akibat garukan (Fransisca,2000). Tinea korporis biasanya
terjadi setelah kontak dengan individu atau dengan binatang
piaraan yang terinfeksi, tetapi kadang terjadi karena kontak
dengan mamalia liar atau tanah yang terkontaminasi. Penyebaran
juga mungkin terjadi melalui benda misalnya pakaian, perabot dan
sebagainya (M.Goedadi dan H.Suwito,2001).
G. Pemeriksaan Laboratorium
Selain dari gejala khas tinea korporis, diagnosis harus
dibantu dengan pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan
mikroskopis, kultur, pemeriksaan lampu wood, biopsi dan
histopatologi, pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan dengan
menggunakan PCR (Hay dan Moore,2004).
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat
langsung dari kerokan kulit, kemudian sediaan dituangi larutan
KOH 10%. Sesudah 15 menit atau sesudah dipanaskan dengan api
kecil, dilihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan ini memberikan
hasil positif hifa ditemukan hifa (benang-benang) yang bersepta
atau bercabang, selain itu tampak juga spora berupa bola kecil
sebesar 1-3µ (Hay dan Moore,2004).
Kultur dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar
(25- 30⁰C),kemudian satu minggu dilihat dan dinilai apakah ada
pertumbuhan jamur. Spesies jamur dapat ditentukan melalui bentuk
koloni, bentuk hifa dan bentuk spora (Hay dan Moore,2004).
Pemeriksaan lampu wood adalah pemeriksaan yang menggunakan
sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 365 nm. Sinar ini
tidak Universitas Sumatera Utara dapat dilihat. Bila sinar ini
diarahkan ke kulit yang mengalami infeksi oleh jamur dermatofita
tertentu, sinar ini akan berubah menjadi dapat dilihat dengan
memberi warna (fluoresensi). Beberapa jamur yang memberikan
fluoresensi yaitu M.canis, M.audouini, M.ferrugineum dan
T.schoenleinii. (Hay dan Moore2004).
H. Diagnosa Banding
Ada beberapa diagnosis banding tinea korporis, antara lain
eritema anulare sentrifugum, eksema numular, granuloma anulare,
psoriasis, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, liken planus
dan dermatitis kontak (Verma dan Heffernan,2008).
I. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium yaitu mikroskopis langsung dan kultur (Verma dan
Heffernan,2008).
J. Pengobatan
Pengobatan infeksi jamur dibedakan menjadi pengobatan non
medikamentosa dan pengobatan medikamentosa.
1. Non Medikamentosa
Menurut Badan POM RI (2011), dikatakan bahwa
penatalaksanaan non medikamentosa adalah sebagai berikut:
a. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang
terkena infeksi atau bagian yang terinfeksi dikeringkan
terakhir untuk mencegah penyebaran infeksi ke bagian tubuh
lainnya.
b. Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara
bergantian dengan orang yang terinfeksi.
c. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air
panas untuk mencegah penyebaran jamur tersebut. Universitas
Sumatera Utara
d. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran agar jamur tidak mudah
tumbuh.
e. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang
dapat menyebabkan kulit selalu basah seperti bahan wool dan
bahan sintetis yang dapat menghambat sirkulasi udara.
f. Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu
dan bersihkan debu-debu yang menempel pada sepatu.
g. Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi
jamur. Gunakan sandal yang terbuat dari bahan kayu dan karet
2. Medikamentosa
Pengobatan tinea korporis terdiri dari pengobatan lokal
dan pengobatan sistemik. Pada tinea korporis dengan lesi
terbatas,cukup diberikan obat topikal. Lama pengobatan
bervariasi antara 1-4 minggu bergantung jenis obat. Obat oral
atau kombinasi obat oral dan topikal diperlukan pada lesi yang
luas atau kronik rekurens. Anti jamur topikal yang dapat
diberikan yaitu derivate imidazole, toksiklat, haloprogin dan
tolnaftat. Pengobatan lokal infeksi jamur pada lesi yang
meradang disertai vesikel dan eksudat terlebih dahulu
dilakukan dengan kompres basah secara terbuka (Vermam dan
Heffernan,2008).
Pada keadaan inflamasi menonjol dan rasa gatal berat,
kombinasi antijamur dengan kortikosteroid jangka pendek akan
mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan pasien
(Verma dan Heffernan,2008).
a. Pengobatan Topikal Pengobatan topikal merupakan pilihan
utama. Efektivitas obat topikal dipengaruhi oleh mekanisme
kerja,viskositas, hidrofobisitas dan asiditas formulasi obat
tersebut. Selain obat-obat klasik, obatobat derivate
imidazole dan alilamin dapat digunakan untuk mengatasi
masalah tinea korporis ini. Efektivitas obat yang
Universitas Sumatera Utara termasuk golongan imidaol kurang
lebih sama. Pemberian obat dianjurkan selama 3-4 minggu atau
sampai hasil kultur negative. Selanjutnya dianjurkan juga
untuk meneruskan pengobatan selama 7-10 hari setelah
penyembuhan klinis dan mikologis dengan maksud mengurangi
kekambuhan (Verma dan Heffernan,2008).
b. Pengobatan Sistemik Menurut Verma dan Heffernan (2008),
pengobatan sistemik yang dapat diberikan pada tinea korporis
adalah:
1) Griseofulvin Griseofulvin merupakan obat sistemik pilihan
pertama. Dosis untuk anak-anak 15-20 mg/kgBB/hari,
sedangkan dewasa 500-1000 mg/hari
2) Ketokonazol Ketokonazol digunakan untuk mengobati tinea
korporis yang resisten terhadap griseofulvin atau terapi
topikal. Dosisnya adalah 200 mg/hari selama 3 minggu.
3) Obat-obat yang relative baru seperti itrakonazol serta
terbinafin dikatakan cukuo memuaskan untuk pengobatan
tinea korporis.
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Tinea Corporis
A. Pengkajian
1. Pola Persepsi Kesehatan
a. Adanya riwayat infeksi sebelumya.
b. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
c. Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin;
jamu.
d. Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
e. Hygiene personal yang kurang.
f. Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
2. Pola Nutrisi Metabolik
a. Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa
kali sehari makan.
b. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
c. Jenis makanan yang disukai.
d. Napsu makan menurun.
e. Muntah-muntah.
f. Penurunan berat badan.
g. Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
h. Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal,
rasa terbakar atau perih
3. Pola Eliminasi
a. Sering berkeringat.
b. Tanyakan pola berkemih dan bowel.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
a. Pemenuhan sehari-hari terganggu.
b. Kelemahan umum, malaise.
c. Toleransi terhadap aktivitas rendah.
d. Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.
e. Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
5. Pola Tidur dan Istirahat
a. Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
b. Mimpi buruk
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
a. Perasaan tidak percaya diri atau minder.
b. Perasaan terisolasi.
7. Pola Reproduksi Seksualitas
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
b. Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
8. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
a. Emosi tidak stabil
b. Ansietas, takut akan penyakitnya
c. Disorientasi, gelisah
9. Pola Sistem Kepercayaan
a. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
b. Agama yang dianut
10. Pola Persepsi Kognitif
a. Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
b. Pengetahuan akan penyakitnya.
11. Pola Hubungan dengan Sesama
a. Hidup sendiri atau berkeluarga
b. Frekuensi interaksi berkurang
c. Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
B. Analisa Data
Data-data Etiologi Masalah
Ds:- Iritasi zat Gangguan
Do: Turgor kulit buruk, kimia, faktor integritas
kering, bersisik, pecah- mekanik, faktor kulit
pecah, perubahan warna nutrisi.
kulit, terdapat bercak-
bercak, gatal-gatal, rasa
terbakar, kurangya
personal hygiene,
lingkungan tidak sehat,
mengkonsumsi makanan
berminyak dan pedas.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait
penyakit ditandai dengan adanya gatal, rasa terbakar pada
kulit, ansietas, klien tampak gelisah, dan gangguan pola
tidur.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi zat
kimia, faktor mekanik, faktor nutrisiditandai dengan kerusakan
jaringan kulit (kulit bersisik, turgor kulit buruk, pecah-
pecah, bercak-bercak, gatal).
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik, penyakit,
dan perseptual ditandai dengan tidak percaya diri, minder,
perasaan terisolasi, interaksi berkurang.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
ditandai dengan klien gelisah, ketakutan, gangguan tidur,
sering berkeringat.
I. PENGKAJIAN
A. Data Biografi
Nama : Ny. M
Tempat & Tanggal Lahir : 60 Tahun Gol. Darah:-
(Usia)
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
TB/BB : -
Penampilan : Kulit hitam, penampilan
cukup rapi.
Alamat : Dusun Lingkuk Waru, Desa
Mekar Sari
Orang yang dekat : Tn. S
dihubungi
Hubungan dengan Usila : Suami klien
Alamat : Dusun Lingkuk Waru, Desa
Mekar Sari
B. Alasan Masuk
Saat dilakukan pengkajian Ny. M mengatakan kulit terasa gatal pada
tangan kanan awalnya seukuran koin, lama kelamaan meluas sudah
sejak 5 bulan yang lalu. Kemudian mucul gatal dileher sebelah
kanan sejak 1 bulan. Kulitnya kadang terasa gatal dan panas.
Semakin gatal jika terlalu lama terkena air dan berkeringat. Hasil
pemeriksaan: Tampak kerusakan integritas kulit pada bagian lengan
sebelah kanan dan leher sebelah kanan, kulit tampak memerah
karena digaruk dan berbatas tegas.
C. Analisa Data
NO Symptom Etiologi Problem
1 2 3 4
1. DS: Infeksi jamur Ganngguan
Klien mengatakan kulit integritas
terasa gatal pada tangan kulit
kanan awalnya seukuran pengeluaran
koin, lama kelamaan kreatinase
meluas sudah sejak 5
bulan yang lalu.
Kemudian mucul gatal merusak keratin
dileher sebelah kanan pada lapisan
sejak 1 bulan. Kulitnya stratum korneum
kadang terasa gatal dan
panas. Semakin gatal jika
terlalu lama terkena air
dan berkeringat.
reaksi antigen
DO : anibodi
Tampak kerusakan
integritas kulit pada
bagian lengan sebelah reaksi inflamasi
kanan dan leher sebelah
kanan, kulit tampak
memerah karena digaruk lesi kulit
dan berbatas tegas.
kerusakan
integritas kulit
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan timbulnya
lesi
E. Rencana Keperawatan
No Hari/tan Diagonsa Tujuan Intervensi Rasional
ggal keperawata
n
1. Jumat, Ganngguan Setelah 1) Kaji atau 1) Untuk
02/10/20 integritas dilakukan catat mengetahui
20 kulit tindakan ukuran, tingkat
berhubunga keperawatan warna, kerusakan
n dengan selama 1 x 8 keadaan kulit
timbulnya jam, luka / klien
lesi diharapkan kondisi
klien mampu sekitar
mengontrol luka.
kulit agar 2) Lakukan 2) Merupakan
tetap kering kompres tindakan
dengan basah dan protektif
kriteria sejuk yang dapat
hasil: mengurangi
Tidak nyeri.
terdapat
lesi pada 3) Inspeksi 3) Mencegah
kulit kondisi terjadinya
klien kulit dan resiko
Integritas ajarkan infeksi
kulit perawatan kulit
kembali luka
normal 4) Pertahankan 4) Untuk
agar daerah membantu
yang proses
terinfeksi penyembuha
tetap n.
bersih dan
kering.
5) Kolaborasi 5) Membantu
dengan dalam
dokter pengobatan
mengenai klien
pemberian
obat