5 Pemfigoid Sikatrisial
2.5.1 Definisi
Pemfigoid sikatrisial adalah penyakit vesikulobulosa subepitel
kronis yang jarang terjadi yang dimediasi oleh imunitas kronis. Istilah
sikatrisial berasal dari kata 'cicatrix' yang berarti bekas luka,
penyembuhan berupa luka parut. Penyakit ini merupakan bagian dari
kelompok gangguan autoimun bulosa subepidermal/ subepitelial.
Pemfigoid sikatrisial paling sering melibatkan membran mukosa
rongga mulut & mata dalam jumlah kecil bisa menyerang mukosa
rongga hidung, faring, laring, kerongkongan & genitalia serta kulit
(Bhatia dkk, 2011)
2.5.2 Etiopatogenesis
Penyebab pemfigoid sikatrisial biasanya tidak diketahui namun
kadang dipicu oleh obat-obatan seperti clonidine, indomethacin, D-
penicillamine & beberapa obat topikal mata seperti pilocarpine, timolol.
(Bhatia dkk 2011 dan Rajaraman, 2013)
Faktor etiologi lain yang diduga adalah virus, sinar UV &
predisposisi genetik atau hubungan penyakit autoimun lainnya yang
ditandai dengan deposisi in vivo linier imunoglobulin, komplemen atau
keduanya, terutama IgG & C3 di sepanjang zona basal membran (basal
membrane zone / BMZ). Mungkin ada latar belakang imunogenetik &
hubungan dengan HLADQB1 * 0301, yang terutama menonjol pada
pemfigoid sikatrisial. HLA-DR2, HLA-DR4 dan DQw7 telah terbukti
dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya pemfigoid sikatrisial
(Bhatia dan Rajaraman).
Patogenesis pemfigoid sikatrisial mencakup induksi autoantibodi,
mediasi komplemen sequestrasi leukosit yang menghasilkan pelepasan
sitokin & leukosit yang menyebabkan pelepasan sel basal dari BMZ
( Bhatia)
2.5.3 Epidemiologi
Data dermatologis menunjukkan bahwa pemfigoid sikatrisial kira-kira
7 kali lebih jarang terjadi daripada pemfigoid bulosa akan tetapi 3 kali
lebih sering daripada pemfigus, yang memiliki kejadian tahunan 0,5
sampai 3,2 per 100.000 orang (Bathia). Tidak ada predileksi ras atau
geografis yang diketahui meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan
hubungan pemfigoid sikatrikial dengan beberapa haplotipe imunogenetik
seperti HLA-DQB1. Pemfigoid sikatrik biasanya terlihat pada usia lanjut,
antara 40-70 tahun, perempuan dilaporkan lebih sering terkena daripada
laki-laki dengan rasio 2: 1 (Raj )
2.5.4 Gejala Klinis
Keadaan umum penderita baik jarang mengalami remisi. Kelainan
mukosa yang tersering adalah rongga mulut (90%), mata (65%), hidung,
nasofaring, anogenital, kulit (20%-30%), laring (8% -9%), dan esofagus.
Pemulaan penyakit mengenai mukosa bukal dan gingiva, palatum mole
dan palatum durum, kadang-kadang lidah, uvula, tonsil dan bibir juga ikut
terserang. Bula umumnya tegang, lesi biasanya terlihat sebagai erosi (UI
dan Bathia)
Gambaran klinisnya adalah eritema gingiva & hilangnya penopang
ginggiva, meluas secara apikal dari margin gingiva ke mukosa alveolar.
Terdapat deskuamasi bervariasi dari bentukan patch kecil yang ringan
sampai eritema yang meluas dengan gambaran mengkilap.
Rasa sakit yang kronis sering terjadi, menjadi sangat parah saat makan
makanan asam. Waktu antara onset gejala dan diagnosis relatif singkat,
mungkin karena ketidaknyamanan pasien yang disebabkan oleh bula,
ulserasi & nyeri.Vesikel atau bula juga dapat terjadi di tempat lain pada
mukosa oral dan adanya tanda Nikolsky yang positif.
Bula tegang relatif pecah dengan cepat pada mulut, menyebabkan
pseudomembrane tertutup, erosi berbentuk tidak teratur, yang merupakan
manifestasi paling umum setelah deskuamatif gingivitis. Erosi memiliki
slough kekuningan dan dikelilingi oleh lingkaran inflamasi. Palatum mole,
palatum durum, mukosa bukal, rongga alveolar & lidah juga bisa
dilibatkan, sedangkan lesi bibir jarang terjadi.
Manifestasi okular cukup umum terjadi, berkisar antara 3-48% dan
bisa berujung kebutaan. Keterlibatan mata biasanya dimulai sebagai
konjungtivitis kronis dengan gejala rasa terbakar, iritasi dan air mata yang
berlebihan. Jaringan parut setelah terjadinya fibrosis berulang dapat
menyebabkan penyatuan sklera dan konjungtiva palpebral (symblepheron)
atau palpebra superior dan inferior (ankyloblepheron). Konjungtiva
berkontraksi & membalikkan kelopak mata (entropion) yang mengarah ke
pembalikan bulu mata ke permukaan kornea dan menyebabkan terjadinya
iritasi (trichiasis). Namun, jaringan parut kurang umum terjadi di rongga
mulut. Lesi kulit secara khas bersifat hemisfer & bula tegang yang
biasanya tidak bergejala sampai pecah. (Batia)
Mukosa hidung dapat terkena dan dapat mengakibatkan obstruksi
nasal. Jika faring terkena dapat mengakibatkan pembentukan jaringan
parut dan stenosis laring. Esofagus jarang terkena namun jika terkena akan
mengakibatkan adhesi dan penyempitan yang membutuhkan dilatasi. Lesi
pada penis dan vulva biasanya berupa bula atau erosi sehingga akan
menggangu aktivitas seksual. (UI)
Gambar 2. Multiple ulserasi pada mukosa bukal kanan (kiri), ulserasi pada
permukaan ventral dari lidah (kanan)
2.5.6 Imunologi
Pemeriksaan imunofluorensi langsung dari lesi atau perilesi pada kulit
atau mukosa menunjukkan adanya antibodi dan komplemen di daerah
membran basalis secara linier. Imunoglobulin yang umumnya terdapat
adalag IgG. IgG autoantibodi akan mengikat antigen yang kebanyakan
kasus merupakan BPAG2, yang terletak di bagian epidermal pada IM NaCl
split skin. (UI)
2.5.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik &
biopsi dengan pemeriksaan histologis dan direct immunofluorescent (DIF).
Area yang paling tepat untuk biopsi bukan ditempat erosi karena akan
menunjukkan hilangnya epitel yang ingin dipelajari, tapi pada vesikula atau
jaringan perilesi. (Bathia)
2.6.1 Definisi
2.6.2 Etiologi
Etiologinya adalah autoimun. Sering bergabung dengan penyakit
autoimun yang lain, misalnya penyakit Grave, vitiligo dan alopecia
areata. (Menaldi)
2.6.3 Epidemiologi
Studi untuk mengetahui epidemiologi pada pemfigoid gestationis
jarang dilakukan. Studi berbasis populasi melaporkan kejadian tahunan
berkisar antara 0,5 dan 2,0 kasus per 1 juta orang di Prancis, Kuwait
dan Jerman. Dalam studi retrospektif, pemfigoid gestationis ditemukan
pada 4,2% dari 505 pasien hamil yang dievaluasi di klinik dermatologis
kehamilan. Berdasarkan data epidemiologis saat ini pemfigoid
gestationis diperkirakan terjadi pada satu dari sekitar 40.000-50.000
kehamilan tanpa perbedaan distribusi rasial. Kasus tunggal telah
dilaporkan terkait dengan kehamilan mola dan tumor trofoblastik.
(Huilaja)
2.6.4 Patogenesis
Gambar 2. Urtikaria, papul dan plak biasanya muncul pertama kali di daerah
perut (A). lesi minor umbilikus pada PG (B). Vesikel (C) dan Bula
(D) mengikuti plak urtikaria. Lesi PG pada ekstremitas (E-G)
2.6.6 Histopatologi
Meskipun terdapat gambaran khas, namun tidak sepenuhnya dapat
menegakkan diagnosis. Terdapat sebukan sel radang di sekitar
pembuluh darah pada pleksus permukaan dan di dalam dermis, terdiri
atas histiosit, limfosit dan eosinofil. Berlawanan dengan dermatitis
herpetiformis, neutrofil jarang ditemukan. Bula yang banyak berisi
eosinofil terdapat pada lapisan subepidermal (Menaldi)
2.6.7 Diagnosis
Bathia, P dkk. 2011. Benign Mucous Membrane Pemphigoid Clinical Report. The
Journal of Ahmedabad Dental College and Hospital. 2(1): 48-54
Raj, P.R. dkk. 2016. Cicatricial Pemphigoid: The Rare Bullous Disease: A Report
of Two Cases. International Journal of Advanced Health Sciences. 2(9). 11-16
Menaldi, S.L.S.W. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh. Badan
Penerbit FK UI: Jakarta
Huilaja, L. Mäkikallio, K. Tasanen, K. 2014. Gestational pemphigoid. Orphanet
Journal of Rare Diseases. 9(36): 1-8