Anda di halaman 1dari 35

Nama/jabatan : Anisa Risqi Putri/Pengelola Pembinaan Bantuan

NIP : 199604182020122001

1. RESUME UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 2014 TENTANG ASN

Kamus umum Bahasa Indonesia W. J. S. Poerwadinata menyatakan bahwa kata pgawi berarti
“orang yang bekerja pada pemerntah (perusahaan dan sebagainya)”. Sedangkan “negeri” berarti
“negara” atau “pemerintah”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pegawai negeri adalah orang yang
bekerja pada pemerintah suatu negara.

Terdapat peraturan perundang-undangan yang mendasari manajemen kerja Pegawai Negeri Sipil,
tercantum dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam
undang-undang ini, serta mengatur banyak hal.

UU ASN memuat perubahan-perubahan dalam system manajemen kepegawaian secara


keseluruhan, mulai dari system perencanaan, pengadaan, pngembangan karier/promosi,
penggajian, sert system dan batas usia pension. Peraturan itu didasarkan pada system merit, yang
mengedepankan prinsip profesionalisme/kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi,
objektivitas, serta bebas dari intervensi politik dan KKN.

Sasaran utama dari UU ASN adalah mwujudkan birokrasi yang professional, kompeten,
berintegritas, memberikan pelayanan terbaik pada rakyat.

A. Jenis, status, dan kedudukan

Berdasarkan UU ASN, pegawai ASN terdiri atas dua bagian, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PNS sebagaimana yang dimaksud,
merupakan pegawai ASN yang diangkat sebaga pegawai tetap oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian (PPK) dan memiliki Nomor Induk Pegawai Nasional (NIP). Sedangkan PPPK
merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat
Pembina Kepegawaan (PPK) sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah dan ketentuan
perundang-undangan.

a. Jabatan ASN

Jabatan ASN terdiri atas Jabatan Administrasi, Jabatan Fungsional, dan Jabatan Pimpinan Tinggi.
Jabatanjabatan ini didapatkan melalui system seleksi yang dibuka dan terbuka untuk umum
dalam satu periode tahun tertentu, yang dirasa mampu dan memenuhi kualifikasi jabatan.
Dibentuk tim penyeleksi untuk men-design system seleksi, berikut transparansi data yang selalu di
update bersamaan dengan keberlangsungan seleksi.

b. Hak dan Kewajiban

Dalam UU no. 5 tahun 2014, PNS berhak untuk memperoleh:

a. Gaji, tunjangan dan fasilitas;


b. Cuti
c. Jaminan pension dan jaminan hari tua
d. Perlindungan;
e. Pengembangan kompetensi

Adapun PPPK berhak memperoleh:

a. Gaji dan tunjangan;


b. Cuti;
c. Perlindungan;
d. Pengembangan kompetensi

Sedangkan kewajiban ASN:

a. Setia dan taat kpada Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah;
b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang;
d. Menaati ketentun peraturan perundangundangan;
e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan
tanggung jawab;
f. Menunjukkan integritas dan keteadanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan Tindakan
kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;
g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai
dengan ketentuan perundangundangan;
h. Bersedia ditemptkan di seluruh wilayah NKRI

C. Kelembagaan

Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi,
dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk menyelenggarakan kekuasaan yang
dimaksud, Presiden mendelegasikan kepada:

a. Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB)


berkaitan dengan kewenangan perumusan dan penetapan kebjakan, koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan, serta pengawasan atas pelaksana kebijakan ASN;

b. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berkaitan dengan kewenangan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN untuk menjamin perwujudan system merit
serta pengawasan terhadap penerapan asas kode etik dan kode perilaku ASN;

c. Lembaga Administrasi Negara (LAN) berkaitan dengan kewenangan penelitian,


pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan ASN;
d. Badan Kepegawaian Negara (bkn) berkaitan dengan kewenangangan penyelenggaraan
Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian pelaksana norma, standar, prosedur, dan
kriteria Manajemen ASN.

D. Manajemen ASN

Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan system merit, yang berdasarkan pada kualifikasi,
kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar, dan tanpa membedakan latar belakang politik, ras,
warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umum, dan kondisi kecacatan.
Meliputi Manajmen PNS dan Manajemen PPPK.

E. Mutasi, Penggajian, dan Pemberhentian

Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau okasi dalam 1 instansi pusat, antar instansi pusat, 1
instansi daerah, antar instansi daerah, antar instansi pusat dan daerah, dan ke perwakilan Negara
Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.

Mutasi PNS dalam satu instansi pusat atau daerah dilkukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian,
antar kabupaten/kota dalam satu provinsi oleh gubernur setelah memperoleh pertimbangan
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN); antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar
provinsi ditetapkan oleh Menteri PAN-RB setelah memberoleh pertimbangan kepala BKN.

F. pemberhentian

PNS diberhentikan dengan hormat karena:

a. meninggal dunia

b. atas permintaan sendiri

c. mencapai batas usia pension

d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pension dini

e. tidak cakap jasmani danatau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan
kewajiban.

Adapun PNS diberhentikan secara tidak hormat karena:

a. Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945

b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik

d. dihukum penjara berdasarkan keputusan pengadilan yng telah memiliki kekuatan


hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan
pidana yang dilakukan dengan berencana.

G. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan,
pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga
negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di
kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain
yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan masdya sebagaimana dimaksud dilakukan pada
tingkat nasional,” bunyi Pasal 108 Ayat (2) UU tersebut.
Adapun pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan kompetitif di
kalangan PNS, yang dilakukan secara terbuka dan kompetitif pada tingkat nasional atau
antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.
Menurut UU No. 5/2014 ini, jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat berasald
ari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka
dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden.
Selain itu, jabatan pimpinan tinggi dapat pula diisi oleh prajurit TNI dan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri) setelah mengundurkan diri adari dinas aktif apabila dibutuhkan
dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.
Adapun untuk jabatan pimpinan tinggi di lingkungan Instansi Pemerintah tertentu dapat diisi oleh
prajurit TNI dan anggota Polri sesuai dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
“Pengisian jabatan pimpinan tinggi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih
dahulu membentuk panitia seleksi Instansi Pemerintah, yang terdiri dari unsur internal maupun
eksternal Instansi Pemerintah yang bersangkutan,” bunyi Pasal 110 Ayat (1,3) UU tersebut.
Dalam UU ini juga ditegaskan, dalam membentuk panitia seleksi pengisian jabatan pimpinan
tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian berkoordinasi dengan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN).
Ketentuan mengenai pengisian jabatan pimpinan tinggi ini dapat dikecualikan pada Instansi
Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan pegawai ASN dengan
persetujuan KASN. “Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan
Pegawai ASN, wajib melaporkan secara berkala kepada KASN untuk mendapatkan persetujuan
baru,” bunyi Pasal 111 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 itu.

H. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Pusat


Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan/atau madya, panitia seleksi Instansi
Pemerintah memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (sayu) lowongan jabatan. Tiga nama calon
pejabat yang ter[ilih disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Selanjutnya, Pejabat
Pembina Kepegawaian mengusulkan 3 (tiga) nama calon sebagaimana dimaksud kepada Presiden.
“Presiden memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan
sebagai pejabat pimpinan tinggi utama dan/atau madya,” bunyi Pasal 112 Ayat (4) UU ini.
Adapun untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Selanjutnya, panitia seleksi
memilih 3 (tiga) nama untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan yang disanpaikan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang (pejabat yang memiliki kewenangan
menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai ASN).
“Pejabat Pembina Kepegawaian lalu memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon yang diusulkan
dengan memperhatikan pertimbangan Pejabat yang Berwenang untuk ditetapan sebagai pejabat
pimpinan tinggi pratama,” bunyi Pasal 113 Ayat (4) UU No. 5/2014 itu.
Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat provinsi dilakukan oleh Pejabat
Pembina Kepegawian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi, yang selanjutnya
memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon itu
diserahkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk selanjutnya diusulkan kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Presiden akan memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga)
nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi madya.
Adapun pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Selanjutnya, panitia seleksi mengusulkan 3
(tiga) nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian melalui
Pejabat yang Berwenang. Pejabat Pembina Kepegawaian akan memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama
calon untuk ditetapkan dan dilantik sebagai pejabat pembina tinggi pratama.
“Khusus untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang memimpin sekretariat daerah
kabupaten/kota sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota dikoordinasikan dengan gubernur,”
bunyi Pasal 115 Ayat (5) UU ini.
UU ini menegaskan, Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti pejabat pimpinan tinggi
selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan pejabat pimpinan tinggi, kecuali pejabat
pimpinan tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi
memenuhi syarat jabatan tertentu. Selain itu, penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan
madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden.
“Jabatan pimpinan tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun, dan dapat
diperpanjang berdasarkan pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan
kebutuhan instansi setelah mendapat persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian dan
berkoordinasi dengan KASN,” bunyi Pasal 117 Ayat (1,2) UU No. 5/2014 itu.

I. Jadi Pejabat Negara


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan, pejabat
pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi
gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil walikota wajib menyatakan
pengunduran diri secara tertulis dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak mendaftar sebagai calon.
 
Adapun PNS yang diangkat menjadi: a. Ketua, Wakil Ketua; b. anggota Mahkamah Konstitusi, BPK,
Komisi Yudisial. KPK; c. Menteri dan setingkat menteri; d. Kepala Perwakilan RI di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; dan pejabat negara lainnya
yang ditentukan oleh Undang-Undang , menurut Pasal 123 Ayat (1) UU ini, diberhentikan
sementara dari jabatannya, dan tidak kehilangan status sebagai PNS.
“Pegawai ASN dari PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud
diaktifkan kembali sebagai PNS,” bunyi Pasal 123 Ayat (2) UU. No. 5/2014.
Adapun PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua,
wakil ketua, dan anggota DPR/DPRD; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil
bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak
mendaftar sebagai calon.
Menurut UU ini, PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud
pada Pasal 123 Ayat (1) dapat menduduki jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, atau
jabatan fungsional sepanjang tersedia lowongan jabatan.
“Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun PNS yang
bersangkutan diberhentikan dengan hormat,” bunyi Pasal 124 Ayat (2) UU No. 5/2014.

J. Organisasi dan Penyelesaian Sengketa


Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia, yang
memiliki tujuan menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN, dan mewujudkan
jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.
Sementara untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam
Manajemen ASN, menurut UU No. 5/2014 ini, diperlukan Sistem Informasi ASN, yang
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar-Instansi Pemerintah.
Sistem Informasi ASN memuat seluruh informasi dan data pegawai ASN, yang meliputi:
1. Data riwayat hidup;
2. Riwayat pendidikan formal dan non formal;
3. Riwajat jabatan dan kepangkatan;
4. Riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda kehormatan;
5. Riwayat pengalaman berorganisasi;
6. Riwayat gaji;
7. Riwayat pendidikan dan latihab;
8. Daftar penilaian prestasi kerja;
9. Surat keputusan; dan
10. Kompetensi.
Menurut UU ini, sengketa pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif, yang terdiri dari
keberatan dan banding administratif. Keberatan diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat
yang berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan, dan tembusannya disampaikan
kepada pejabat yang berwenang mengukum; adapun banding diajukan kepada badan
pertimbangan ASN.

K. Ketentuan Peralihan
Pada Bab Peralihan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan, pada saat UU ini mulai
berlaku, terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan:
1. Jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian setara dengan jabatan
pimpinan tinggi utama;
2. Jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;
3. Jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;
4. Jabatan eselon III setara dengan jabatan administrator;
5. Jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan
6. Jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.
Diharapkan dari pelaksanaan sosialisasi UU ASN dapat menambah wawasan dan pengetahaun
seputar perubahan nomenklatur PNS menjadi ASN berikut hal-hal teknis lainnya sehingga dalam
implementasinya, semua aparatur sipil sudah siap untuk melaksanakan ketentuan perundang-
undangan tersebut, dimana salah satu tuntutan kinerja seseorang harus dibuktikan
dengan output pekerjaannya hal ini sangatlah penting untuk mewujudkan birokrasi yang
profesional, kompeten, berintegritas dan memberikan pelayanan terbaik pada rakyat.
2. Resume Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen ASN

Pemerintah pada tahun 2017 mengeluarkan sebuah produk hukum yang berhubungan dengan
Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Produk hukum ini adalah penjabaran dari Pasal-pasal
yang ada pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Seperti
halnya dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 yang memuat banyak idiom-idiom baru dalam tata kelola
pegawai negeri sipil, PP Nomor 11 Tahun 2017 juga menunjukkan beberapa perubahan yang
signifikan dalam Manajemen Aparatur Sipil Negara. Dengan terbitnya PP Nomor 11 Tahun 2017,
maka sudah ada dua PP pendukung UU nomor 5 Tahun 2014, yakni PP Nomor 70 Tahun 2015
mengenai Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian ASN, serta PP Nomor 11 tahun 2017
tentang Manajemen PNS. Adapaun isi keseluruhan dari PP Manajemen PNS adalah sebagai
berikut:
 Bab I merupakan ketentuan umum PP Manajemen PNS;
 Bab 2 mengenai penyusunan dan penetapan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS;
 Bab 3 mengatur pengadaan PNS;
 Bab 4 mengatur tentang pangkat dan jabatan PNS;
 Bab 5 mengatur tentang manajemen karier PNS, pengembangan karier, pengembangan
kompetensi, pola karier, mutasi, dan promosi;
 Bab 6 mengatur tentang penilaian kinerja dan disiplin PNS;
 Bab 7 mengatur tentang penghargaan PNS;
 Bab 8 mengatur tentang pemberhentian PNS;
 Bab 9 mengatur tentang penggajian tunjangan dan fasilitas PNS;
 Bab 10 mengatur tentang jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS;
 Bab 11 mengatur tentang perlindungan PNS;
 Bab 12 mengatur tentang cuti PNS;
 Bab 13 mengatur tentang ketentuan lain-lain;
 Bab 14 ketentuan peralihan;
 Bab 15 ketentuan penutup.

A. penyusunan dan penetapan kebutuhan PNS


            Penyusunan dan penetapan kebutuhan PNS dilakukan oleh setiap instansi pemerintah.
Dijelaskan pada pasal pasal 5 sampai dengan pasal 11 terkait pelaksanaan penyusunan kebutuhan
PNS. Sedangkan terkait penetapan kebutuhan dijelaskan pada pasal 12 sampai dengan 14. Setiap
Instansi Pemerintah menyusun kebutuhan jenis jabatan dan jumlah PNS berdasarkan Analisis
Jabatan dan Analisis Beban Kerja, peta jabatan, dan ketersediaan pegawai. Kegiatan penyusunan
tersebut dilakukan untuk jangka waktu 5 tahun dan diperinci setiap tahun berdasarkan prioritas
kebutuhan rencana strategi. Penetapan kebutuhan PNS secara nasional setiap tahun anggaran
ditetapkan oleh Menteri PAN-RB, setelah memperhatikan pendapat Menteri Keuangan dan
pertimbangan teknis Kepala BKN.

B.  Pengadaan PNS
            Pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi kebutuhan Jabatan Administrasi
dan/atau Jabatan Fungsional dalam suatu Instansi Pemerintah. Pengadaan PNS di Instansi
Pemerintah dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri. Pada
pasal 19 sampai dengan pasal 45 dijelaskan secara rinci terkait tahapan pengadaan PNS.
Pengadaan PNS dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran,
seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS. Peserta
yang lolos seleksi diangkat menjadi calon PNS. Pengangkatan calon PNS ditetapkan dengan
keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian. Calon PNS wajib menjalani masa percobaan. Masa
percobaan dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi untuk membangun
integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi, nasionalisme dan kebangsaan, karakter
kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta
kompetensi bidang. Masa percobaan bagi calon PNS dilaksanakan selama 1 (satu) tahun. Instansi
pemerintah wajib memberikan pendidikan dan pelatihan kepada calon PNS selama masa
percobaan. Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi persyaratan lulus pendidikan
dan pelatihan dan sehat jasmani dan rohani.

 C. pangkat dan jabatan PNS


Terkait Pangkat dan Jabatan, menurut PP Manajemen PNS ini, pangkat merupakan kedudukan
yang menunjukkan tingkatan jabatan berdasarkan tingkat kesulitan, tanggung jawab, dampak,
dan persyaratan kualifikasi pekerjaan yang digunakan sebagai dasar penggajian.“Pangkat
sebagaimana dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai gaji,
tunjangan dan fasilitas bagi PNS,” begitu bunyi Pasal 46 ayat (2) PP tersebut.
Disebutkan pada pasal 47 bahwa Jabatan PNS terdiri atas: Jabatan Administrasi (JA), Jabatan
Fungsional (JF), dan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT). Nomenklatur Jabatan dan Pangkat JPT Utama
dan JPT Madya, menurut PP ini, ditetapkan oleh Presiden atas usul instansi Pemerintah terkait
setelah mendapat pertimbangan Menteri PAN-RB. Sementara nomenklatur Jabatan dan Pangkat
JPT Pratama, JA, dan JF untuk masing-masing satuan organisasi instansi pemerintah ditetapkan
oleh pimpinan instansi setelah mendapat persetujuan Menteri PAN-RB. Pengisian Jabatan
Pelaksana, JF keahlian jenjang ahli pertama, JF keterampilan jenjang pemula, dan JF keterampilan
jenjang terampil, menurut PP ini, dapat dilakukan melalui pengadaan PNS. Adapun pengisian
Jabatan administrator, Jabatan pengawas, JF keahlian jenjang ahli utama, JF keahlian jenjang ahli
madya, JF keahlian jenjang ahli muda, JF keterampilan jenjang penyelia, JF keterampilan jenjang
mahir, dan/atau JPT, dapat dilakukan dengan rekrutmen dan seleksi dari PNS yang tersedia, baik
yang berasal dari internal instansi pemerintah maupun PNS yang berasal dari instansi pemerintah
lain.
Jenjang JA dari yang paling tinggi ke yang paling rendah pada pasal 50 disebutkan terdiri atas:
Jabatan Administrator, Jabatan Pengawas, dan Jabatan Pelaksana. Setiap Jenjang Jabatan
memiliki persyaratan masing-masing agar dapat diangkat dalam jabatan tersebut yang dijelaskan
pada pasal 54 dan pasal 55. Pada pasal 67 sampai dengan pasal 100 menjelaskan terkait jabatan
fungsional. Peraturan ini menjelaskan bahwa pejabat fungsional berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab secara langsung kepada Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat
Administrator, atau Pejabat Pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF.
Kategori JF terdiri atas: JF keahlian dan JF keterampilan. Sedangkan jenjang JF keahlian terdiri
atas: Ahli utama, Ahli madya, Ahli muda, dan Ahli pertama. Jenjang JF keterampilan sebagaimana
dimaksud, terdiri atas: Penyelia, Mahir, Terampil, dan Pemula. Kriteria JF juga dijelaskan dalam
peraturan ini secara rinci. Selanjutnya juga disebutkan pada pasal 98 “Dalam rangka optimalisasi
pelaksanaan tugas dan pencapaian kinerja organisasi, pejabat fungsional dilarang rangkap
Jabatan dengan JA atau JPT, kecuali untuk JA atau JPT yang kompetensi dan bidang tugas
Jabatannya sama dan tidak dapat dipisahkan dengan kompetensi dan bidang tugas JF”.
Selanjutnya dijelaskan juga bahwa setiap JF yang telah ditetapkan wajib memiliki satu organisasi
profesi JF dalam jangka waktu paling lama lima tahun terhitung sejak tanggal penetapan JF, dan
setiap pejabat fungsional wajib menjadi anggota organisasi profesi JF. Selain itu pada manajemen
PNS terbaru ini dilakukan penyetaraan terhadap jabatan PNS yaitu:
 Jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian setara
dengan Jabatan Pimpinan Tinggi Utama;
 Jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan Jabatan Pimpinan Tinggi
madya;
 Jabatan eselon II setara dengan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama;
 Jabatan eselon III setara dengan Jabatan Administrator;
 Jabatan eselon IV setara dengan Jabatan Pengawas; dan
 Jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.
 
D. Manajemen Karier PNS
            Manajemen karier pada instansi pemerintah disebutkan pada pasal 162 dan 163 dilakukan
dengan menerapkan prinsip sistem merit untuk meningkatkan kompetensi, kinerja, dan
profesionalitas PNS. Setiap instansi pemerintah wajib memiliki Sistem Informasi Manajemen
Karier yang merupakan bagian terintegrasi dari Sistem Informasi ASN. Manajemen karier
menjelaskan mengenai pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola karier, promosi,
dan mutasi.
Pengembangan karier dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan
kebutuhan instansi pemerintah. Pengembangan karier PNS dijelaskan secara rinci pada pasal 176
sampai dengan pasal 187. Manajemen pengembangan dapat dilakukan melalui mutasi, dan/ atau
promosi atau penugasan khusus. Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam satu
instansi pusat, antar-instansi pusat, satu Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi
Pusat dan Instansi Daerah, dan ke perwakilan NKRI di luar negeri. Mutasi dilakukan oleh PPK
dalam wilayah kewenangannya. Perpindahan PNS antarkabupaten/kota dalam satu provinsi
ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan Kepala BKN. Mutasi PNS antar
provinsi ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala BKN.
Mutasi PNS daerah ke Instansi Pusat atau sebaliknya, ditetapkan oleh Pejabat yang Berwenang
setelah mendapatkan pertimbangan teknis dari Kepala BKN. Mutasi PNS antar Instansi Pusat
ditetapkan oleh Kepala BKN.Setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak yang sama untuk
dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi. Promosi Pejabat Administrasi dan Pejabat
Fungsional PNS dilakukan oleh PPK setelah mendapat pertimbangan Tim Penilai Kinerja PNS pada
instansi yang dibentuk oleh Pejabat yang berwenang (PyB). PNS dapat dipromosikan didalam
dan/atau antar JA dan JF keterampilan, JF ahli pertama, dan JF ahli muda sepanjang memenuhi
persyaratan jabatan, dengan memperhatikan kebutuhan organisasi. PNS yang menduduki Jabatan
administrator dan JF ahli madya dapat dipromosikan ke dalam JPT pratama sepanjang memenuhi
persyaratan jabatan, mengikuti, dan lulus seleksi terbuka, dengan memperhatikan kebutuhan
organisasi. PNS yang menduduki JF ahli utama dapat dipromosikan ke dalam JPT madya sepanjang
memenuhi persyaratan jabatan, mengikuti, dan lulus seleksi terbuka, dengan memperhatikan
kebutuhan organisasi.
Pengembangan kompetensi dijelaskan pada pasal 203 merupakan upaya untuk pemenuhan
kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan dan rencana pengembangan
karier. Selanjutnya pengembangan kompetensi secara rinci dijelaskan pada pasal 204 sampai
dengan pasal 225. Pengembangan kompetensi dilakukan pada tingkat instansi dan nasional.
Pengembangan kompetensi bagi setiap PNS dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran
dalam 1 (satu) tahun. Pengembangan kompetensi menjadi dasar pengembangan karier dan
menjadi salah satu dasar bagi pengangkatan jabatan. Pola karier merupakan pola dasar mengenai
urutan penempatan dan/ atau perpindahan PNS dalam dan antar posisi di setiap jenis Jabatan
secara berkesinambungan. Pola karier PNS terdiri atas pola karier instansi dan pola karier
nasional. Setiap Instansi Pemerintah menyusun pola karier instansi secara khusus sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan pola karier nasional sedangkan pola karier nasional disusun dan
ditetapkan oleh Menteri.

 E. Penilaian Kinerja Dan Disiplin PNS


            Penilaian kinerja dan disiplin PNS dijelaskan secara singkat pada pasal 228 sampai dengan
pasal 230. Penilaian kinerja menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan pada sistem
prestasi dan sistem karier. Penilaian kinerja berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat
individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memerhatikan target, capaian, hasil, manfaat
yang dicapai, dan perilaku PNS. Penilaian dilakukan secara obyektif, terukur, akuntabel,
partisipatif, dan transparan. Sedangkan disiplin menjamin terpeliharanya tata tertib dalam
kelancaran pelaksanaan tugas dan pelanggaran disiplin dijatuhkan hukuman disiplin. Ketentuan
lebih lanjut mengenai Penilaian kinerja dan disiplin PNS akan diatur kembali dengan peraturan
pemerintah.

F. Penghargaan
Penghargaan diberikan didasarkan atas kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran,
kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya. Pada pasal 232 sampai dengan 237
dijelaskan penghargaan dapat berupa pemberian sebagai berikut:
1. Tanda Kehormatan (diberikan kepada PNS sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan)
2. Kenaikan pangkat istimewa (diberikan berdasarkan pada penilaian kinerja
dan keahlian yang luar biasa dalam menjalankan tugas jabatan)
3. kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi (diberikan kepada
PNS yang mempunyai nilai prestasi kerja yang sangat baik, memiliki
dedikasi dan loyalitas yang tinggi pada organisasi)
4. kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara kenegaraan (diberikan
oleh PyB setelah mendapat pertimbangan tim penilai kinerja PNS atas usul
pimpinan unit kerja)
 
G. Pemberhentian PNS
            Pemberhentian PNS didasari dari beberapa kondisi, dimana setiap kondisi dijabarkan
secara rinci pada peraturan ini. Penjelasan pemberhentian secara rinci dijelaskan pada pasal 238
sampai dengan pasal 302, adapun secara umum kondisi nya ialah sebagai berikut:
1. Pemberhentian atas permintaan sendiri
2. Pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun
3. Pemberhentian karena perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah
4. Pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/ atau rohani
5. Pemberhentian karena meninggal dunia, tewas, atau hilang
6. Pemberhentian karena melakukan tindak pidana/ penyelewengan
7. Pemberhentian karena pelanggaran disiplin
8. Pemberhentian karena mencalonkan menjadi pejabat negara yang dipilih
9. Pemberhentian karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik
10. Pemberhentian karena tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara
11. Pemberhentian karena hal lain.
Dalam Bab ini juga dijelaskan terkait pemberhentian sementara dan pengaktifan kembali PNS.

H. Penggajian, Tunjangan, Dan Fasilitas PNS


            Pada Bab ini hanya menyebutkan 1 pasal yaitu pasal 303 bahwa PNS diberikan gaji,
tunjangan, dan fasilitas. Namun rincian terkait gaji, tunjangan, dan fasilitas tersebut akan diatur
tersendiri dalam sebuah peraturan pemerintah lainnya. Direncanakan tunjangan yang diberikan
ialah tunjangan kinerja dan tunjangan kemahalan.

I. Jaminan Pensiun Dan Jaminan Hari Tua PNS


            PNS yang berhenti bekerja berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sumber pembiayaan jaminan pensiun dan
jaminan hari tua PNS berasal dari pemerintah selaku pemberi kerja dan iuran PNS yang
bersangkutan. Pasal 305 menjelaskan bahwa jaminan pensiun PNS diberikan kepada:
1. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia;
2. PNS yang diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri apabila
telah berusia 45 (empat puluh lima) tahun dan masa kerja paling sedikit 2O
(dua puluh) tahun;
3. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena mencapai Batas Usia
Pensiun apabila telah memiliki masa kerja untuk pensiun paling sedikit 10
(sepuluh) tahun;
4. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena perampingan organisasi
atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini apabila telah
berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun dan masa kerja paling sedikit l0
(sepuluh) tahun;
5. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena dinyatakan tidak dapat
bekerja lagi dalam jabatan apapun karena keadaan jasmani dan/ atau
rohani yang disebabkan oleh dan karena menjalankan kewajiban jabatan
tanpa mempertimbangkan usia dan masa kerja; atau
6. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena dinyatakan tidak dapat
bekerja lagi dalam jabatan apapun karena keadaan jasmani dan/ atau
rohani yang tidak disebabkan oleh dan karena menjalankan kewajiban
jabatan apabila telah memiliki masa kerja untuk pensiun paling singkat 4
(empat) tahun.

J. Perlindungan PNS
            Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa jaminan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan bantuan hukum. Hal ini dijelaskan pada pasal 308.
Jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, dan jaminan kematian mencakup jaminan sosial yang
diberikan dalam program jaminan sosial nasional. Sedangkan pemberian bantuan hukum dalam
perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya. Ketentuan lebih lanjut akan
diatur dengan peraturan pemerintah.
 
K. Cuti PNS
Ketentuan cuti dijelaskan pada pasal 309 sampai dengan 341. Pada pasal 310 dijelaskan jenis Cuti
yaitu:
1. Cuti Tahunan
2. Cuti Besar
3. Cuti Sakit
4. Cuti Melahirkan
5. Cuti Karena Alasan Penting
6. Cuti Bersama
7. dan Cuti di Luar Tanggungan Negara
Jenis cuti yang diberikan kepada ASN ini tidak berbeda dengan produk hukum sejenis yang
sebelumnya. Namun ada ketentuan yang lebih rinci dan lebih memperhatikan hak-hak ASN untuk
mendapatkan cuti. Ketentuan cuti tahunan bagi ASN dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 ini
diberikan selama 12 hari dalam satu tahun. Dan bagi mereka yang terhalang dengan sistem
transportasi yang sulit karena ditugaskan di daerah terdepan, terpencil dan terluar diberikan cuti
tahunan tambahan paling lama sebanyak 12 hari kalender dari ketentuan 14 hari pada produk
hukum sebelumnya.
Peraturan khusus untuk ASN Guru pada sekolah dan atau dosen pada perguruan tinggi yang
mendapatkan liburan menurut peraturan perundang-undangan disamakan dengan PNS yang
telah menggunakan hak cuti tahunan. Selain ketentuan cuti tahunan, khusus untuk ASN
Perempuan yang gugur kandungan dalam Peraturan Pemerintah ini dapat diberikan cuti sakit
selama 1,5 (satu setengah bulan), tentunya dengan melampirkan surat keterangan dari dokter
atau bidan.
Ketentuan yang cukup berbeda dalam Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 ini adalah
tentang ketentuan Cuti Bersama yang tidak mengurangi hak cuti tahunan yang mana pada produk
hukum sebelumnya tidak diatur. Cuti bersama yang dimaksud adalah Cuti Bersama yang
ditetapkan melalui keputusan Presiden. Sebagai contoh adalah Cuti Bersama saat Pilkada tahun
2017 ini. Adapun tentang Cuti Bersama yang ditetapkan melalui SKB 3 Menteri tetap memotong
Cuti Tahunan yang jumlahnya 12 hari. Ketentuan Cuti tersebut tentunya memberikan hak-hak
yang lebih baik bagi Aparatur Sipil Negara.

L. Ketentuan Lain-Lain
            Dalam ketentuan lain-lain ini dijelaskan bahwa:
1. Selama menjadi pejabat negara dan pimpinan atau anggota lembaga
nonstruktural, masa kerja sebagai pejabat negara dan pimpinan atau
anggota lembaga nonstruktural tidak diperhitungkan sebagai masa kerja
PNS.
2. PNS yang diangkat menjadi pejabat negara dan pimpinan atau anggota
lembaga nonstruktural berhak atas penghasilan sebagai pejabat negara dan
pimpinan atau anggota lembaga nonstruktural sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
3. PNS yang diangkat menjadi pejabat negara dan pimpinan atau anggota
lembaga nonstruktural tidak dibayarkan penghasilan sebagai PNS
4. PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun, sebelum diberhentikan
dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun, dapat mengambil masa
persiapan pensiun dan dibebaskan dari Jabatan ASN untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
5. Selama masa persiapan pensiun, PNS yang bersangkutan mendapat uang
masa persiapan pensiun setiap bulan sebesar 1 (satu) kali penghasilan PNS
terakhir yang diterima.
6. Dalam hal ada alasan kepentingan dinas mendesak, permohonan masa
persiapan pensiun PNS dapat ditolak atau ditangguhkan
7.
M.  Ketentuan Peralihan
Dalam ketentuan peralihan disebutkan bahwa:
1. Calon PNS dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun dan belum mengikuti
pelatihan prajabatan sampai  dengan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan,
wajib mengikuti pelatihan prajabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.
2. Pangkat dan golongan ruang PNS yang sudah ada pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku, tetap berlaku sampai dengan
diberlakukannya ketentuan mengenai gaji dan tunjangan berdasarkan
Peraturan Pemerintah mengenai gaji dan tunjangan sebagai pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
3. PNS yang berusia di atas 60 (enam puluh) tahun dan sedang menduduki JF
ahli madya, yang sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku Batas
Usia Pensiunnya ditetapkan 65 (enam puluh lima) tahun, Batas Usia
Pensiunnya tetap 65 (enam puluh lima) tahun.
4. PNS yang berusia di atas 58 (lima puluh delapan) tahun dan sedang
menduduki JF ahli pertama, JF ahli muda, dan JF penyelia, yang sebelum
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku Batas Usia Pensiunnya ditetapkan
60 (enam puluh) tahun, Batas Usia Pensiunnya tetap 60 (enam puluh)
tahun.
5. PNS yang telah menduduki JPT tetapi belum memenuhi persyaratan
jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, wajib memenuhi
persyaratan jabatan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.
6. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, PNS yang sedang
menjalani pemberhentian sementara yang ditahan karena menjadi
tersangka atau terdakwa tetap menerima penghasilan PNS sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan sampai dengan selesainya masa
pemberhentian sementara.
7. PNS yang sedang menjalankan cuti berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil sisa masa cutinya
berlaku sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

N. Ketentuan Penutup
            Peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan Jabatan, pengembangan karier,
pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin,
pemberhentian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, dan perlindungan, dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
3. Resume Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
(PNS)

Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undngan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila
tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati
kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yng dilakukan di dalam
maupun di luar kerja.

A. Bentuk Hukuman Disiplin


a. hukuman disiplin ringan
b. hukuman disiplin sedang
c. hukuman disiplin berat

B. Jenis hukuman disiplin


1. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari:
a. teguran lisan
b. teguran tertulis
c. pernyataan tidak puas secara tertulis
2. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari:
a. Penundaan kenaikan gaji selama 1 tahun
b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun
c. Penundaan pangkat setingkat lebih rndah selama 1 tahun
3. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari:
a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun
b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rndah
c. pembebasan dari jabatan
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS
e. pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS

C. Hukuman Disipli Ringan ( pasal 8 )

1. Teguran Lisan : tidak masuk selama 5 hari kerja


2. Teguran Tertulis : tidak masuk selama 6 s.d 10 hari kerja
3. Pernyataan tidak puas scr tertulis : tidak masuk selama 11 s.d 15 hari kerja
D. Hukuman Disiplin Sedang ( pasal 9 )

1. Penundaan KGB selama 1 (satu ) tahun : tidak masuk selama 16 s.d 20 hari kerja
2. Penundaan kenaikan Pangkat selama 1 (satu ) tahun : tidak masuk selama 21 s.d 25 hari
kerja
3. Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu ) tahun : tidak masuk selama
26 s.d 30 hari kerja

E. Hukuman Disipliln Berat ( pasal 10 )

1. Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah selama 3 ( tiga ) tahun : tidak masuk selama
31 s.d 35 hari kerja
2. Pemindahan dalam rangka Penurunan jabata setingkat lebih rendah : tidak masuk
selama 36 s.d 40 hari kerja
3. Pembebasan dari jabatan Strktural atau JFT : tidak masuk selama 41 s.d 45 hari kerja
4. Pemberhentian dengan hormat dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
Pemberhentian tidak dengan hormat : tidak masuk selama 46 hari kerja atau lebih

Pasal 14 : Pelanggaran Pasal 8, 9 dan 10 dihitung secara komulatif s.d akhir tahun
berjalan

Penjelasan Pasal 3 angka 11 :

Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung secara kumulatif dan dikonversi
7 ½ (tujuh setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk kerja;

F. Jenis Hukuman Disiplin Untuk Pelanggaran Kampanye

A. BENTUK PELANGGARAN KAMPANYE :

1. ikut serta sebagai pelaksana kampanye;

2. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;

3. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau

4. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;

B. Hukuman Disiplin Sedang ( pasal 12 ) angka :

6. memberikan dukungan kepada capres/Cawapres, DPR, DPD, atau DPRD, dg menjadi


pelaksana/peserta kampanye dg gunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai
peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;

7. memberikan dukungan kepada capres/Cawapres dg mengadakan kegiatan yang


mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta
pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan,
himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit
kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 13 huruf b;

8. memberikan dukungan kepada calon anggota DPD atau calon Kepala /Wakil Kepala
Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda
Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-
undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 14; dan

9. memberikan dukungan kepada calon Kepala /Wakil Kepala Daerah dengan cara
terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala/Wakil Kepala
Daerah serta mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa
kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf a dan huruf d.

C. HUKUMAN DISPLIN BERAT (Pasal 13) angka :

11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD atau
DPRD dengan menjadi peserta dg menggunakan fasilitas negara, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf d;

12. memberikan dukungan kepada capres/cawapres dengan cara membuat keputusan


dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan
calon

13. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan
cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye
dan/atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf b dan huruf c.

G. Pejabat Yang Berwenang Menghukum

A. BUPATI ( pasal 20 ayat 1)

Menetapkan penjatuhan HD bagi PNSD :

1. Sekretaris Daerah untuk semua jenih HD tingkat ringan, Sedang dan Berat

2. JFT pada jenjang Utama untuk semua jenih HD tingkat ringan, Sedang dan Berat

3. JFU pada golru IV/d dan IV/e semua jenih HD tingkat ringan, Sedang dan Berat huruf
a, huruf d dan huruf e.

4. Pejabat Struktural eselon II dan JFT jenjang Madya (IV/c) dan Penyelia (III/c dan III/d)
untuk semua jenih HD tingkat ringan, Sedang dan Berat;
5. JFU golru IV/a s.d IV/c untuk jeniS HD tingkat ringan, Sedang dan Berat huruf a, huruf
d dan huruf e ;

6. Pejabat Struktural eselon III kebawah dan JFT jenjang muda dan penyelia kebawah
untuk semua jenis HD tingkat Sedang dan Berat;

7. JFU golru III/d kebawah untuk jenis HD tingkat ringan, Sedang dan Berat huruf a,
huruf d dan huruf e ;

B. SEKRETARIS DAERAH ( Pasal 20 ayat 2 )


Menetapkan penjatuhan HD bagi PNSD :
1. Pejabat struktural eselon II di lingkungannya, untuk jenis HD Tingkat ringan ;

2. Pejabat struktural eselon III, JFT jenjang Muda ( III/c dan III/d Kesehatan ) dan
Penyelia (III/ c dan III/d non kesehatan), dan JFU golru III/c dan III/d, untuk semua
jenis HD ringan ;

3. Pejabat struktural eselon IV, JFT jenjang Pertama ( gol IIIa atau III/b non guru ) dan
Pelaksana Lanjutan ( III/a Kesehatan), dan JFU golru II/c s.d III/b untuk jenis HD
tingkat sedang huruf a dan b;

4. PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan dilingkungannya yang menduduki


jabatan struktural eselon III dan JFU golru III/c dan III/d, untuk semua jenis HD ringan

C. PEJABAT ESELON II

Menetapkan penjatuhan HD bagi PNSD

1. Pejabat struktural eselon III, JFT jenjang Muda ( III/c dan III/d Kesehatan ) dan
Penyelia ( III/c dan III/d non kesehatan ), dan JFU golru III/c dan III/d, untuk jenis
hukuman ringan

2. Pejabat struktural eselon IV, JFT jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan JFU
golru II/c
s.d III/b, untuk jenis hukuman disiplin sedang huruf a dan b;

D. PEJABAT ESELON III


Menetapkan penjatuhan HD bagi PNSD

1. Pejabat eselon IV, JFT jenjang Pertama ( gol IIIa atau III/b ) dan Pelaksana Lanjutan
( III/a Kesehatan) , dan JFU golru II/c s.d III/b, untuk jenis hukuman disiplin ringan;
dan

2. Pejabat eselon V, JFT jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan JFU golru II/a
dan II/b, untuk jenis HD sedang huruf a dan huruf b;

E. PEJABAT ESELON IV
Menetapkan penjatuhan HD bagi PNSD

1. Pejabat struktural eselon V, JFT jenjang Pelaksana(II/a sd II/d) dan Pelaksana Pemula
(II/a), dan JFU golru II/a dan II/b, untuk jenis HD ringan

2. JFU golru I/a s.d I/d, untuk HD tingkat sedang huruf a dan huruf b
4. Resume Permenkumham nomor 29 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Peraturan Kementerian Menteri Hukum dan HAM pada umumnya berisi tentang struktur
organisasi, tugas pokok, fungsi, dan ketentuan peralihan lain yang berkaitan dengan
struktur dan tata kerja di Kementerian Hukum dan HAM RI. Peraturan ini terdiri dari 1297
pasal dan 19 bab. Peraturan ini juga mengurusi tentang standar mutu dan kebijakan teknis
untuk sluruh lapisan unit, supporting unit¸ dan secretariat badan.

Bab pertama membahas mengenai kedudukan, tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan
HAM secara keseluruhan. Selain itu, bab I juga menjabarkan tentang kedudukan
Kementerian Hukum dan HAM RI.

Pasal 1

(1) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada presiden.

(2) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dipimpin oleh Menteri.

Pasal 2

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia untuk membantu presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara.

Bab II menyebutkan tentang Organisasi inti yang terletak di Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Diatur dalam pasal 4, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terdiri dari
Sekretariat Jendral, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum, Direktorat jenderal Pemasyarakatan, Direktorat
Jenderal Imigrasi, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Direktorat Jenderal Hak Asasi
Manusia, Inspektorat Jenderal, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Badan Penelitian dan
Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia, Staff Ahli Bidang Politik dan Keamanan, Staff Ahli
Bidang Ekonomi, Staff Ahli Bidang Sosial, Staff Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga, serta
Staff Ahli Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi.

Bab III menjelaskan serta memaparkan pengertian, tugas pokok, fungsi dan struktur
organisasi dari Sekretariat Jenderal. Didalamnya terdapat Biro Perencanaan, Biro
Kepegawaian, Biro Keuangan, Biro Pengelolaan Barang Milik Negara, Biro Hukum, Hubungan
Masyarakat dan Kerja Sama, serta Biro Umum., yang kesemuanya memiliki tugas pokok dan
fungsi masing-masing. Selain itu, bab ini juga berisi pasal yang memuat tentangtugas pokok
dan fungsi dari masingmasing subbagian sebagai penjabaran tugas dari masingmasing
bagian.

Bab IV menjelaskan mengenai Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan. Pada


pasal 139 bab ini disebutkan:

(1) Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan berada di bawah dan bertanggung


jawab kepada Menteri,

(2) Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan dipimpin oleh Dirktur Jenderal.

Pada bab ini, pun dijelaskan tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Peraturan
Perundang-Undangan, yaitu untuk menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang peraturan perundang-undangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. (pasal 140). Diikuti dengan fungsi-fungsinya di pasal 141.

Pada bagian kedua, bab ini menyebutkan susunan organisasi dai Direktorat jenderal itu
sendiri, yang mana berupa Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Perancangan
Peraturan Perundang-Undangan, Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan I,
Direktorat Jenderal Peraturan Prundang-Undangan II, Direktorat Fasilitasi Perancangan
Peraturan Daerah dan Pembinaan Perancang Peraturan Perundang-Undangan, serta
Direktorat Litigasi Peraturan Perundang-Undangan (pasal 142). Tentunya, setiap direktorat
ini memiliki tugas pokok dan fungsi masing masing yang dijabarkan mulai pada pasal 143,
dan memiliki bagian serta subbagiannya masing-masing.

Bab V menjelaskan tentang Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Pasal 282
menyebutkan:
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pelayanan administrasi hukum umum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Padal 283 menjabarkan fungsi dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum:

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282, Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang hukum pidana dan daktiloskopi, hukum internasional dan otoritas
pusat, hukum perdata, dan hukum tata negara, serta teknologi informasi dan komunikasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang hukum pidana dan daktiloskopi, hukum internasional dan
otoritas pusat, hukum perdata, dan hukum tata negara, serta teknologi informasi dan komunikasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang hukum pidana dan daktiloskopi, hukum
internasional dan otoritas pusat, hukum perdata, dan hukum tata negara, serta teknologi informasi
dan komunikasi;

d. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang hukum pidana dan daktiloskopi,
hukum internasional dan otoritas pusat, hukum perdata, dan hukum tata negara, serta teknologi
informasi dan komunikasi;

e. pelasanaan administrasi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum; dan f. pelaksanaan fungsi
lain yang diberikan oleh Menteri.

Susunan organisasi dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum disebutkan dalam pasal 284,
terdiri atas:

a. Sekretariat Direktorat Jenderal;

b. Direktorat Perdata;

c. Direktorat Pidana;

d. Direktorat Tata Negara;

e. Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional; dan

f. Direktorat Teknologi Informasi.


Kesemuanya memiliki bagian, subbagian, tugas pokok dan fungsi masing-masing direktorat yang
disebutkan dan dijelaskan mulai dari pasal 288 Permenkumham no. 29 tahun 2015.

Bab VI peraturan ini menjelaskan tentang Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Sesuai pasal397,
direktorat ini memiliki tugas untuk menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang pemasyarakatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun fungsinya menurut pasal 398 adalah:

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 397, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang registrasi, pelayanan tahanan, pembinaan narapidana,


pembimbingan klien, pengentasan anak, pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan negara,
keamanan dan ketertiban, kesehatan dan perawatan narapidana dan tahanan, serta teknologi
informasi pemasyarakatan;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang registrasi, pelayanan tahanan, pembinaan narapidana,


pembimbingan klien, pengentasan anak, pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan negara,
keamanan dan ketertiban, kesehatan dan perawatan narapidana dan tahanan, serta teknologi
informasi pemasyarakatan;

c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang registrasi, pelayanan tahanan, pembinaan
narapidana, pembimbingan klien, pengentasan anak, pengelolaan benda sitaan dan barang
rampasan negara, keamanan dan ketertiban, kesehatan dan perawatan narapidana dan tahanan,
serta teknologi informasi pemasyarakatan;

d. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang registrasi,pelayanan tahanan,


pembinaan narapidana, pembimbingan klien, pengentasan anak, pengelolaan benda sitaan dan
barang rampasan negara, keamanan dan ketertiban, kesehatan dan perawatan narapidana dan
tahanan, serta teknologi informasi pemasyarakatan;

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan; dan

f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memiliki susunan organisasi yang disebutkan dan dijelaskan
pada pasal 399, antara lain:

a. Sekretariat Direktorat Jenderal;

b. Direktorat Keamanandan Ketertiban;


c. Direktorat Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi;

d. Direktorat Pelayanan Tahanan dan Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara;

e. Direktorat Teknologi Informasi dan Kerja Sama;

f. Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak; dan

g. Direktorat Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi.

Bab VII memuat perihal Direktorat Jenderal Imigrasi. Pasal 547 ayat 1 dan 2 menjelaskan tentang
keterangan bahwa Direktorat Jnderal Imigrasi berada di bawah tanggung jawab Menteri, dan
dipimpin oleh Direktur Jenderal.

Pasal 548, Direktorat Jenderal Imigrasi mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 549, Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 548, Direktorat Jenderal
Imigrasi menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang penegakan hukum dan keamanan keimigrasian, pelayanan dan
fasilitas keimigrasian, perlintasan negara dan kerja sama luar negeri keimigrasian, dan teknologi
informasi keimigrasian;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang penegakan hukum dan keamanan keimigrasian, pelayanan dan
fasilitas keimigrasian, perlintasan negara dan kerja sama luar negeri keimigrasian, dan teknologi
informasi keimigrasian;

c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penegakan hukum dan keamanan
keimigrasian, pelayanan dan fasilitas keimigrasian, perlintasan negara dan kerja sama luar negeri
keimigrasian, dan teknologi informasi keimigrasian;

d. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penegakan hukum dan keamanan
keimigrasian, pelayanan dan fasilitas keimigrasian, perlintasan negara dan kerja sama luar negeri
keimigrasian, dan teknologi informasi keimigrasian;

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Imigrasi; dan f. pelaksanaan fungsi lain yang
diberikan oleh Menteri.

Pasal 550, Direktorat Jenderal Imigrasi terdiri atas:

a. Sekretariat Direktorat Jenderal;


b. Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian;

c. Direktorat Izin Tinggal Keimigrasian;

d. Direktorat Intelijen Keimigrasian;

e. Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian;

f. Direktorat Kerja Sama Keimigrasian; dan

g. Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian.

Bab VIII mengatur tentang Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pasal 691 dan 692
menyatan tugas dan fungsi dari direktorat Jenderal tersebut:

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan


pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan intektual sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 691, Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual menyelenggarakan fungsi :

a. perumusan kebijakan di bidang perlindungan hukum kekayaan intelektual, penyelesaian


permohonan pendaftaran kekayaan intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan
pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan intelektual, serta teknologi
informasi di bidang kekayaan intelektual;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan hukum kekayaan intelektual, penyelesaian


permohonan pendaftaran kekayaan intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan
pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan intelektual, serta teknologi
informasi di bidang kekayaan intelektual;

c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perlindungan hukum kekayaan intelektual,
penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa
dan pengaduan pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan intelektual, serta
teknologi informasi di bidang kekayaan intelektual;

d. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang perlindungan hukum kekayaan


intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan intelektual, penyidikan, penyelesaian
sengketa dan pengaduan pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan
intelektual, serta teknologi informasi di bidang kekayaan intelektual;
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual; dan f. pelaksanaan fungsi lain
yang diberikan oleh Menteri.

Pasal 693 menyebutkan susunan organisasi dari direktorat jenderal, yaitu:

a. Sekretariat Direktorat Jenderal;

b. Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri;

c. Direktorat Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang;

d. Direktorat Merek dan Indikasi Geografis;

e. Direktorat Kerja Sama dan Pemberdayaan Kekayaan Intelektual;

f. Direktorat Teknologi Informasi Kekayaan Intelektual; dan

g. Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa.

Bab IX memaparan tugas dan fungsi dari Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia. Pasal 834 Direktorat
Jenderal Hak Asasi Manusia mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 835 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 835, Direktorat Jenderal
Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang pemajuan hak asasi manusia, pelayanan komunikasi masyarakat,
kerja sama, diseminasi, penguatan dan informasi hak asasi manusia, serta koordinasi penyusunan
indikator dan profil pembangunan hak asasi manusia;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang pemajuan hak asasi manusia, pelayanan komunikasi masyarakat,
kerja sama, diseminasi, penguatan dan informasi hak asasi manusia, serta koordinasi penyusunan
indikator dan profil pembangunan hak asasi manusia;

c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pemajuan hak asasi manusia, pelayanan
komunikasi masyarakat, kerja sama, diseminasi, penguatan dan informasi hak asasi manusia serta
koordinasi penyusunan indikator dan profil pembangunan hak asasi manusia;

d. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pemajuan hak asasi manusia,
pelayanan komunikasi masyarakat, kerja sama, diseminasi, penguatan, dan informasi hak asasi
manusia, serta koordinasi penyusunan indikator dan profil pembangunan hak asasi manusia;

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia; dan f. pelaksanaan fungsi lain
yang diberikan oleh Menteri.
Pasal 836 Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia terdiri atas:

a. Sekretariat Direktorat Jenderal;

b. Direktorat Pelayanan Komunikasi Masyarakat;

c. Direktorat Kerja Sama Hak Asasi Manusia;

d. Direktorat Diseminasi dan Penguatan Hak Asasi Manusia;

e. Direktorat Instrumen Hak Asasi Manusia; dan

f. Direktorat Informasi Hak Asasi Manusia.

Bab x dalam peraturan ini membahas mengenai Inspektorat Jenderal. Pasal 949 Inspektorat
Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan intern di Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.

Pasal 950 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 949, Inspektorat Jenderal
menyelenggarakan fungsi:

a. penyusunan kebijakan teknis pengawasan intern di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia;

b. pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lainnya;

c. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri;

d. penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

e. pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal; dan f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh
Menteri.

Pasal 951 Inspektorat Jenderal terdiri atas :

a. Sekretariat Inspektorat Jenderal;

b. Inspektorat Wilayah I;

c. Inspektorat Wilayah II;

d. Inspektorat Wilayah III;

e. Inspektorat Wilayah IV;


f. Inspektorat Wilayah V; dan

g. Inspektorat Wilayah VI

Bab XI membahas mengenai Badan Pembinaan Hukum Nasional. Pasal 1005 Badan Pembinaan
Hukum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pembinaan hukum nasional sesuai dengan
peraturan perundang undangan.

Pasal 1006 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1005, Badan Pembinaan
Hukum Nasional menyelenggarakan fungsi :

a. penyusunan kebijakan teknis, program, dan anggaran di bidang pembinaan hukum nasional;

b. pelaksanaan analisis dan evaluasi hukum, perencanaan hukum, penyuluhan dan bantuan hukum,
serta dokumentasi dan jaringan informasi hukum;

c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan analisis dan evaluasi hukum, perencanaan
hukum, penyuluhan dan bantuan hukum, serta dokumentasi dan jaringan informasi hukum;

d. pelaksanaan administrasi Badan Pembinaan Hukum Nasional;dan

e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Susunan Organisasi Pasal 1007 Badan Pembinaan Hukum Nasional terdiri atas:

a. Sekretariat Badan;

b. Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional;

c. Pusat Perencanaan Hukum Nasional;

d. Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum; dan

e. Pusat Dokumentasi dan Jaringan Informasi Hukum Nasional.

Bab XII mmbahas mengenai Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pasal 1099 (1) Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia berada di bawah
dan bertanggungjawab kepada Menteri.

(2) Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia dipimpin oleh Kepala Badan.

Pasal 1100 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas
melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Pasal 1101
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1100, Badan Penelitian dan
Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis, program, dan anggaran, pengkajian, penelitian, dan pengembangan
di bidang hukum dan hak asasi manusia;

b. pelaksanaan pengkajian, penelitian, dan pengembangan di bidang hukum dan hak asasi manusia;

c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pengkajian, penelitian, dan pengembangan di


bidang hukum dan hak asasi manusia;

d. pelaksanaan administrasi Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia;
dan

e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri

Pasal 1102 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia terdiri atas:

a. Sekretariat Badan;

b. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum;

c. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia;

d. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan; dan

e. Pusat Pengembangan Data dan Informasi Penelitian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Bab XIII menjeaskan mengenai Badan Pengebangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM. Pasal
1191 Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas
melaksanakan pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Pasal 1192 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1191, Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi:

a. penyusunan kebijakan teknis, program dan anggaran pengembangan sumber daya manusia di
bidang hukum dan hak asasi manusia;

b. pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia;

c. pelaksanaan penilaian kompetensi sumber daya manusia di lingkungan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia;

d. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di


bidang hukum dan hak asasi manusia;

e. pelaksanaan administrasi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi
Manusia; dan
f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Pasal 1193 Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia terdiri atas:

a. Sekretariat Badan;

b. Pusat Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Kepemimpinan;

c. Pusat Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Fungsional dan Hak Asasi Manusia;

d. Pusat Penilaian Kompetensi;


5. Resume Peraturan Kementerian Hukum dan HAM nomor 20 tahun 2017 tentang Kode Etik dan
Kode Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Pada ketentuan umum pasal 1, dijelaskan maksud dari:

1. Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah
pedoman sikap, perilaku, perbuatan, tulisan dan ucapan pegawai dalam melaksanakan tugas dan
fungsi serta kegiatan seharihari.

2. Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pegawai adalah
Aparatur Sipil Negara dan tenaga lainnya yang bekerja di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.

3. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah Kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia.

4. Pelanggaran adalah sikap, perilaku, perbuatan, tulisan dan ucapan pegawai yang bertentangan
dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

Selanjutnya diterangkan mengenai NilaiNilai Organisasi yang terdapat dalam Pasal 2, menyangkut
nilai PASTI KEMENKUMHAM.

Unsur dari nilai PASTI diterangkan dalam pasal 4:

a. profesional meliputi perilaku: 1) terpuji; 2) berkompeten; dan 3) berintegritas.

b. akuntabel meliputi perilaku: 1) bertanggung jawab; 2) berkinerja tinggi; dan 3) berkesinambungan.

c. sinergi meliputi perilaku: 1) bekerjasama; 2) bermitra; dan 3) solutif.

d. transparan meliputi perilaku: 1) informatif; dan 2) aksesibilitas.

e. inovatif meliputi perilaku: 1) inisiatif; 2) kreatif; dan 3) pembaharuan

Pasal 5 menyebutkan kriteria kode etik dan kode perilaku yang terkait dengan nilai PASTI, dijabarkan
lebih lanjut mulai dari pasal 6 dan seterusnya. Kesemua penjabaran kode etik ini disertai dengan
penjabaran mengenai perilaku yang seharusnya tercermin.

Pasal 18 menerangkan mengenai Majelis Kode Etik dan Perilaku: (1) Majelis merupakan kelengkapan
organisasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang memiliki tugas melaksanakan
penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai;
(2) Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ad hoc.

(3) Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku dibentuk pada setiap Unit Eselon I dan Kantor Wilayah.

(4) Pembentukan Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Keputusan
Pimpinan Unit Eselon I dan Kepala Kantor Wilayah.

Berikut keanggotaannya yang diterangkan dalam pasal 20. Selain itu, peraturan ini juga menjelaskan
tentang tata cara pelaporan dan apa saja pelanggaran kode etik.

Pada pasal 23, dijelaskan mengenai sanksi moral dan Tindakan administrative. Sanksi ini diberikan
kpada Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusi Republik
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai