NIP : 199604182020122001
Kamus umum Bahasa Indonesia W. J. S. Poerwadinata menyatakan bahwa kata pgawi berarti
“orang yang bekerja pada pemerntah (perusahaan dan sebagainya)”. Sedangkan “negeri” berarti
“negara” atau “pemerintah”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pegawai negeri adalah orang yang
bekerja pada pemerintah suatu negara.
Terdapat peraturan perundang-undangan yang mendasari manajemen kerja Pegawai Negeri Sipil,
tercantum dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam
undang-undang ini, serta mengatur banyak hal.
Sasaran utama dari UU ASN adalah mwujudkan birokrasi yang professional, kompeten,
berintegritas, memberikan pelayanan terbaik pada rakyat.
Berdasarkan UU ASN, pegawai ASN terdiri atas dua bagian, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PNS sebagaimana yang dimaksud,
merupakan pegawai ASN yang diangkat sebaga pegawai tetap oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian (PPK) dan memiliki Nomor Induk Pegawai Nasional (NIP). Sedangkan PPPK
merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat
Pembina Kepegawaan (PPK) sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah dan ketentuan
perundang-undangan.
a. Jabatan ASN
Jabatan ASN terdiri atas Jabatan Administrasi, Jabatan Fungsional, dan Jabatan Pimpinan Tinggi.
Jabatanjabatan ini didapatkan melalui system seleksi yang dibuka dan terbuka untuk umum
dalam satu periode tahun tertentu, yang dirasa mampu dan memenuhi kualifikasi jabatan.
Dibentuk tim penyeleksi untuk men-design system seleksi, berikut transparansi data yang selalu di
update bersamaan dengan keberlangsungan seleksi.
a. Setia dan taat kpada Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah;
b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang;
d. Menaati ketentun peraturan perundangundangan;
e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan
tanggung jawab;
f. Menunjukkan integritas dan keteadanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan Tindakan
kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;
g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai
dengan ketentuan perundangundangan;
h. Bersedia ditemptkan di seluruh wilayah NKRI
C. Kelembagaan
Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi,
dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk menyelenggarakan kekuasaan yang
dimaksud, Presiden mendelegasikan kepada:
b. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berkaitan dengan kewenangan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN untuk menjamin perwujudan system merit
serta pengawasan terhadap penerapan asas kode etik dan kode perilaku ASN;
D. Manajemen ASN
Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan system merit, yang berdasarkan pada kualifikasi,
kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar, dan tanpa membedakan latar belakang politik, ras,
warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umum, dan kondisi kecacatan.
Meliputi Manajmen PNS dan Manajemen PPPK.
Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau okasi dalam 1 instansi pusat, antar instansi pusat, 1
instansi daerah, antar instansi daerah, antar instansi pusat dan daerah, dan ke perwakilan Negara
Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.
Mutasi PNS dalam satu instansi pusat atau daerah dilkukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian,
antar kabupaten/kota dalam satu provinsi oleh gubernur setelah memperoleh pertimbangan
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN); antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar
provinsi ditetapkan oleh Menteri PAN-RB setelah memberoleh pertimbangan kepala BKN.
F. pemberhentian
a. meninggal dunia
e. tidak cakap jasmani danatau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan
kewajiban.
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik
K. Ketentuan Peralihan
Pada Bab Peralihan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan, pada saat UU ini mulai
berlaku, terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan:
1. Jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian setara dengan jabatan
pimpinan tinggi utama;
2. Jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;
3. Jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;
4. Jabatan eselon III setara dengan jabatan administrator;
5. Jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan
6. Jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.
Diharapkan dari pelaksanaan sosialisasi UU ASN dapat menambah wawasan dan pengetahaun
seputar perubahan nomenklatur PNS menjadi ASN berikut hal-hal teknis lainnya sehingga dalam
implementasinya, semua aparatur sipil sudah siap untuk melaksanakan ketentuan perundang-
undangan tersebut, dimana salah satu tuntutan kinerja seseorang harus dibuktikan
dengan output pekerjaannya hal ini sangatlah penting untuk mewujudkan birokrasi yang
profesional, kompeten, berintegritas dan memberikan pelayanan terbaik pada rakyat.
2. Resume Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen ASN
Pemerintah pada tahun 2017 mengeluarkan sebuah produk hukum yang berhubungan dengan
Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Produk hukum ini adalah penjabaran dari Pasal-pasal
yang ada pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Seperti
halnya dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 yang memuat banyak idiom-idiom baru dalam tata kelola
pegawai negeri sipil, PP Nomor 11 Tahun 2017 juga menunjukkan beberapa perubahan yang
signifikan dalam Manajemen Aparatur Sipil Negara. Dengan terbitnya PP Nomor 11 Tahun 2017,
maka sudah ada dua PP pendukung UU nomor 5 Tahun 2014, yakni PP Nomor 70 Tahun 2015
mengenai Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian ASN, serta PP Nomor 11 tahun 2017
tentang Manajemen PNS. Adapaun isi keseluruhan dari PP Manajemen PNS adalah sebagai
berikut:
Bab I merupakan ketentuan umum PP Manajemen PNS;
Bab 2 mengenai penyusunan dan penetapan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS;
Bab 3 mengatur pengadaan PNS;
Bab 4 mengatur tentang pangkat dan jabatan PNS;
Bab 5 mengatur tentang manajemen karier PNS, pengembangan karier, pengembangan
kompetensi, pola karier, mutasi, dan promosi;
Bab 6 mengatur tentang penilaian kinerja dan disiplin PNS;
Bab 7 mengatur tentang penghargaan PNS;
Bab 8 mengatur tentang pemberhentian PNS;
Bab 9 mengatur tentang penggajian tunjangan dan fasilitas PNS;
Bab 10 mengatur tentang jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS;
Bab 11 mengatur tentang perlindungan PNS;
Bab 12 mengatur tentang cuti PNS;
Bab 13 mengatur tentang ketentuan lain-lain;
Bab 14 ketentuan peralihan;
Bab 15 ketentuan penutup.
B. Pengadaan PNS
Pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi kebutuhan Jabatan Administrasi
dan/atau Jabatan Fungsional dalam suatu Instansi Pemerintah. Pengadaan PNS di Instansi
Pemerintah dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri. Pada
pasal 19 sampai dengan pasal 45 dijelaskan secara rinci terkait tahapan pengadaan PNS.
Pengadaan PNS dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran,
seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS. Peserta
yang lolos seleksi diangkat menjadi calon PNS. Pengangkatan calon PNS ditetapkan dengan
keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian. Calon PNS wajib menjalani masa percobaan. Masa
percobaan dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi untuk membangun
integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi, nasionalisme dan kebangsaan, karakter
kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta
kompetensi bidang. Masa percobaan bagi calon PNS dilaksanakan selama 1 (satu) tahun. Instansi
pemerintah wajib memberikan pendidikan dan pelatihan kepada calon PNS selama masa
percobaan. Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi persyaratan lulus pendidikan
dan pelatihan dan sehat jasmani dan rohani.
F. Penghargaan
Penghargaan diberikan didasarkan atas kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran,
kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya. Pada pasal 232 sampai dengan 237
dijelaskan penghargaan dapat berupa pemberian sebagai berikut:
1. Tanda Kehormatan (diberikan kepada PNS sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan)
2. Kenaikan pangkat istimewa (diberikan berdasarkan pada penilaian kinerja
dan keahlian yang luar biasa dalam menjalankan tugas jabatan)
3. kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi (diberikan kepada
PNS yang mempunyai nilai prestasi kerja yang sangat baik, memiliki
dedikasi dan loyalitas yang tinggi pada organisasi)
4. kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara kenegaraan (diberikan
oleh PyB setelah mendapat pertimbangan tim penilai kinerja PNS atas usul
pimpinan unit kerja)
G. Pemberhentian PNS
Pemberhentian PNS didasari dari beberapa kondisi, dimana setiap kondisi dijabarkan
secara rinci pada peraturan ini. Penjelasan pemberhentian secara rinci dijelaskan pada pasal 238
sampai dengan pasal 302, adapun secara umum kondisi nya ialah sebagai berikut:
1. Pemberhentian atas permintaan sendiri
2. Pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun
3. Pemberhentian karena perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah
4. Pemberhentian karena tidak cakap jasmani dan/ atau rohani
5. Pemberhentian karena meninggal dunia, tewas, atau hilang
6. Pemberhentian karena melakukan tindak pidana/ penyelewengan
7. Pemberhentian karena pelanggaran disiplin
8. Pemberhentian karena mencalonkan menjadi pejabat negara yang dipilih
9. Pemberhentian karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik
10. Pemberhentian karena tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara
11. Pemberhentian karena hal lain.
Dalam Bab ini juga dijelaskan terkait pemberhentian sementara dan pengaktifan kembali PNS.
J. Perlindungan PNS
Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa jaminan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan bantuan hukum. Hal ini dijelaskan pada pasal 308.
Jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, dan jaminan kematian mencakup jaminan sosial yang
diberikan dalam program jaminan sosial nasional. Sedangkan pemberian bantuan hukum dalam
perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya. Ketentuan lebih lanjut akan
diatur dengan peraturan pemerintah.
K. Cuti PNS
Ketentuan cuti dijelaskan pada pasal 309 sampai dengan 341. Pada pasal 310 dijelaskan jenis Cuti
yaitu:
1. Cuti Tahunan
2. Cuti Besar
3. Cuti Sakit
4. Cuti Melahirkan
5. Cuti Karena Alasan Penting
6. Cuti Bersama
7. dan Cuti di Luar Tanggungan Negara
Jenis cuti yang diberikan kepada ASN ini tidak berbeda dengan produk hukum sejenis yang
sebelumnya. Namun ada ketentuan yang lebih rinci dan lebih memperhatikan hak-hak ASN untuk
mendapatkan cuti. Ketentuan cuti tahunan bagi ASN dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 ini
diberikan selama 12 hari dalam satu tahun. Dan bagi mereka yang terhalang dengan sistem
transportasi yang sulit karena ditugaskan di daerah terdepan, terpencil dan terluar diberikan cuti
tahunan tambahan paling lama sebanyak 12 hari kalender dari ketentuan 14 hari pada produk
hukum sebelumnya.
Peraturan khusus untuk ASN Guru pada sekolah dan atau dosen pada perguruan tinggi yang
mendapatkan liburan menurut peraturan perundang-undangan disamakan dengan PNS yang
telah menggunakan hak cuti tahunan. Selain ketentuan cuti tahunan, khusus untuk ASN
Perempuan yang gugur kandungan dalam Peraturan Pemerintah ini dapat diberikan cuti sakit
selama 1,5 (satu setengah bulan), tentunya dengan melampirkan surat keterangan dari dokter
atau bidan.
Ketentuan yang cukup berbeda dalam Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 ini adalah
tentang ketentuan Cuti Bersama yang tidak mengurangi hak cuti tahunan yang mana pada produk
hukum sebelumnya tidak diatur. Cuti bersama yang dimaksud adalah Cuti Bersama yang
ditetapkan melalui keputusan Presiden. Sebagai contoh adalah Cuti Bersama saat Pilkada tahun
2017 ini. Adapun tentang Cuti Bersama yang ditetapkan melalui SKB 3 Menteri tetap memotong
Cuti Tahunan yang jumlahnya 12 hari. Ketentuan Cuti tersebut tentunya memberikan hak-hak
yang lebih baik bagi Aparatur Sipil Negara.
L. Ketentuan Lain-Lain
Dalam ketentuan lain-lain ini dijelaskan bahwa:
1. Selama menjadi pejabat negara dan pimpinan atau anggota lembaga
nonstruktural, masa kerja sebagai pejabat negara dan pimpinan atau
anggota lembaga nonstruktural tidak diperhitungkan sebagai masa kerja
PNS.
2. PNS yang diangkat menjadi pejabat negara dan pimpinan atau anggota
lembaga nonstruktural berhak atas penghasilan sebagai pejabat negara dan
pimpinan atau anggota lembaga nonstruktural sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
3. PNS yang diangkat menjadi pejabat negara dan pimpinan atau anggota
lembaga nonstruktural tidak dibayarkan penghasilan sebagai PNS
4. PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun, sebelum diberhentikan
dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun, dapat mengambil masa
persiapan pensiun dan dibebaskan dari Jabatan ASN untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
5. Selama masa persiapan pensiun, PNS yang bersangkutan mendapat uang
masa persiapan pensiun setiap bulan sebesar 1 (satu) kali penghasilan PNS
terakhir yang diterima.
6. Dalam hal ada alasan kepentingan dinas mendesak, permohonan masa
persiapan pensiun PNS dapat ditolak atau ditangguhkan
7.
M. Ketentuan Peralihan
Dalam ketentuan peralihan disebutkan bahwa:
1. Calon PNS dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun dan belum mengikuti
pelatihan prajabatan sampai dengan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan,
wajib mengikuti pelatihan prajabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.
2. Pangkat dan golongan ruang PNS yang sudah ada pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku, tetap berlaku sampai dengan
diberlakukannya ketentuan mengenai gaji dan tunjangan berdasarkan
Peraturan Pemerintah mengenai gaji dan tunjangan sebagai pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
3. PNS yang berusia di atas 60 (enam puluh) tahun dan sedang menduduki JF
ahli madya, yang sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku Batas
Usia Pensiunnya ditetapkan 65 (enam puluh lima) tahun, Batas Usia
Pensiunnya tetap 65 (enam puluh lima) tahun.
4. PNS yang berusia di atas 58 (lima puluh delapan) tahun dan sedang
menduduki JF ahli pertama, JF ahli muda, dan JF penyelia, yang sebelum
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku Batas Usia Pensiunnya ditetapkan
60 (enam puluh) tahun, Batas Usia Pensiunnya tetap 60 (enam puluh)
tahun.
5. PNS yang telah menduduki JPT tetapi belum memenuhi persyaratan
jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, wajib memenuhi
persyaratan jabatan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.
6. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, PNS yang sedang
menjalani pemberhentian sementara yang ditahan karena menjadi
tersangka atau terdakwa tetap menerima penghasilan PNS sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan sampai dengan selesainya masa
pemberhentian sementara.
7. PNS yang sedang menjalankan cuti berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil sisa masa cutinya
berlaku sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
N. Ketentuan Penutup
Peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan Jabatan, pengembangan karier,
pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin,
pemberhentian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, dan perlindungan, dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
3. Resume Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
(PNS)
Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undngan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila
tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati
kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yng dilakukan di dalam
maupun di luar kerja.
1. Penundaan KGB selama 1 (satu ) tahun : tidak masuk selama 16 s.d 20 hari kerja
2. Penundaan kenaikan Pangkat selama 1 (satu ) tahun : tidak masuk selama 21 s.d 25 hari
kerja
3. Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu ) tahun : tidak masuk selama
26 s.d 30 hari kerja
1. Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah selama 3 ( tiga ) tahun : tidak masuk selama
31 s.d 35 hari kerja
2. Pemindahan dalam rangka Penurunan jabata setingkat lebih rendah : tidak masuk
selama 36 s.d 40 hari kerja
3. Pembebasan dari jabatan Strktural atau JFT : tidak masuk selama 41 s.d 45 hari kerja
4. Pemberhentian dengan hormat dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
Pemberhentian tidak dengan hormat : tidak masuk selama 46 hari kerja atau lebih
Pasal 14 : Pelanggaran Pasal 8, 9 dan 10 dihitung secara komulatif s.d akhir tahun
berjalan
Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung secara kumulatif dan dikonversi
7 ½ (tujuh setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk kerja;
2. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
8. memberikan dukungan kepada calon anggota DPD atau calon Kepala /Wakil Kepala
Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda
Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-
undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 14; dan
9. memberikan dukungan kepada calon Kepala /Wakil Kepala Daerah dengan cara
terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala/Wakil Kepala
Daerah serta mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap
pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa
kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf a dan huruf d.
11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD atau
DPRD dengan menjadi peserta dg menggunakan fasilitas negara, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 12 huruf d;
13. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan
cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye
dan/atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 angka 15 huruf b dan huruf c.
1. Sekretaris Daerah untuk semua jenih HD tingkat ringan, Sedang dan Berat
2. JFT pada jenjang Utama untuk semua jenih HD tingkat ringan, Sedang dan Berat
3. JFU pada golru IV/d dan IV/e semua jenih HD tingkat ringan, Sedang dan Berat huruf
a, huruf d dan huruf e.
4. Pejabat Struktural eselon II dan JFT jenjang Madya (IV/c) dan Penyelia (III/c dan III/d)
untuk semua jenih HD tingkat ringan, Sedang dan Berat;
5. JFU golru IV/a s.d IV/c untuk jeniS HD tingkat ringan, Sedang dan Berat huruf a, huruf
d dan huruf e ;
6. Pejabat Struktural eselon III kebawah dan JFT jenjang muda dan penyelia kebawah
untuk semua jenis HD tingkat Sedang dan Berat;
7. JFU golru III/d kebawah untuk jenis HD tingkat ringan, Sedang dan Berat huruf a,
huruf d dan huruf e ;
2. Pejabat struktural eselon III, JFT jenjang Muda ( III/c dan III/d Kesehatan ) dan
Penyelia (III/ c dan III/d non kesehatan), dan JFU golru III/c dan III/d, untuk semua
jenis HD ringan ;
3. Pejabat struktural eselon IV, JFT jenjang Pertama ( gol IIIa atau III/b non guru ) dan
Pelaksana Lanjutan ( III/a Kesehatan), dan JFU golru II/c s.d III/b untuk jenis HD
tingkat sedang huruf a dan b;
C. PEJABAT ESELON II
1. Pejabat struktural eselon III, JFT jenjang Muda ( III/c dan III/d Kesehatan ) dan
Penyelia ( III/c dan III/d non kesehatan ), dan JFU golru III/c dan III/d, untuk jenis
hukuman ringan
2. Pejabat struktural eselon IV, JFT jenjang Pertama dan Pelaksana Lanjutan, dan JFU
golru II/c
s.d III/b, untuk jenis hukuman disiplin sedang huruf a dan b;
1. Pejabat eselon IV, JFT jenjang Pertama ( gol IIIa atau III/b ) dan Pelaksana Lanjutan
( III/a Kesehatan) , dan JFU golru II/c s.d III/b, untuk jenis hukuman disiplin ringan;
dan
2. Pejabat eselon V, JFT jenjang Pelaksana dan Pelaksana Pemula, dan JFU golru II/a
dan II/b, untuk jenis HD sedang huruf a dan huruf b;
E. PEJABAT ESELON IV
Menetapkan penjatuhan HD bagi PNSD
1. Pejabat struktural eselon V, JFT jenjang Pelaksana(II/a sd II/d) dan Pelaksana Pemula
(II/a), dan JFU golru II/a dan II/b, untuk jenis HD ringan
2. JFU golru I/a s.d I/d, untuk HD tingkat sedang huruf a dan huruf b
4. Resume Permenkumham nomor 29 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Peraturan Kementerian Menteri Hukum dan HAM pada umumnya berisi tentang struktur
organisasi, tugas pokok, fungsi, dan ketentuan peralihan lain yang berkaitan dengan
struktur dan tata kerja di Kementerian Hukum dan HAM RI. Peraturan ini terdiri dari 1297
pasal dan 19 bab. Peraturan ini juga mengurusi tentang standar mutu dan kebijakan teknis
untuk sluruh lapisan unit, supporting unit¸ dan secretariat badan.
Bab pertama membahas mengenai kedudukan, tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan
HAM secara keseluruhan. Selain itu, bab I juga menjabarkan tentang kedudukan
Kementerian Hukum dan HAM RI.
Pasal 1
(1) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada presiden.
(2) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dipimpin oleh Menteri.
Pasal 2
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia untuk membantu presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara.
Bab II menyebutkan tentang Organisasi inti yang terletak di Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Diatur dalam pasal 4, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terdiri dari
Sekretariat Jendral, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum, Direktorat jenderal Pemasyarakatan, Direktorat
Jenderal Imigrasi, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Direktorat Jenderal Hak Asasi
Manusia, Inspektorat Jenderal, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Badan Penelitian dan
Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia, Staff Ahli Bidang Politik dan Keamanan, Staff Ahli
Bidang Ekonomi, Staff Ahli Bidang Sosial, Staff Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga, serta
Staff Ahli Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi.
Bab III menjelaskan serta memaparkan pengertian, tugas pokok, fungsi dan struktur
organisasi dari Sekretariat Jenderal. Didalamnya terdapat Biro Perencanaan, Biro
Kepegawaian, Biro Keuangan, Biro Pengelolaan Barang Milik Negara, Biro Hukum, Hubungan
Masyarakat dan Kerja Sama, serta Biro Umum., yang kesemuanya memiliki tugas pokok dan
fungsi masing-masing. Selain itu, bab ini juga berisi pasal yang memuat tentangtugas pokok
dan fungsi dari masingmasing subbagian sebagai penjabaran tugas dari masingmasing
bagian.
Pada bab ini, pun dijelaskan tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Peraturan
Perundang-Undangan, yaitu untuk menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang peraturan perundang-undangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. (pasal 140). Diikuti dengan fungsi-fungsinya di pasal 141.
Pada bagian kedua, bab ini menyebutkan susunan organisasi dai Direktorat jenderal itu
sendiri, yang mana berupa Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Perancangan
Peraturan Perundang-Undangan, Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan I,
Direktorat Jenderal Peraturan Prundang-Undangan II, Direktorat Fasilitasi Perancangan
Peraturan Daerah dan Pembinaan Perancang Peraturan Perundang-Undangan, serta
Direktorat Litigasi Peraturan Perundang-Undangan (pasal 142). Tentunya, setiap direktorat
ini memiliki tugas pokok dan fungsi masing masing yang dijabarkan mulai pada pasal 143,
dan memiliki bagian serta subbagiannya masing-masing.
Bab V menjelaskan tentang Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Pasal 282
menyebutkan:
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pelayanan administrasi hukum umum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Padal 283 menjabarkan fungsi dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282, Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang hukum pidana dan daktiloskopi, hukum internasional dan otoritas
pusat, hukum perdata, dan hukum tata negara, serta teknologi informasi dan komunikasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang hukum pidana dan daktiloskopi, hukum internasional dan
otoritas pusat, hukum perdata, dan hukum tata negara, serta teknologi informasi dan komunikasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang hukum pidana dan daktiloskopi, hukum
internasional dan otoritas pusat, hukum perdata, dan hukum tata negara, serta teknologi informasi
dan komunikasi;
d. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang hukum pidana dan daktiloskopi,
hukum internasional dan otoritas pusat, hukum perdata, dan hukum tata negara, serta teknologi
informasi dan komunikasi;
e. pelasanaan administrasi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum; dan f. pelaksanaan fungsi
lain yang diberikan oleh Menteri.
Susunan organisasi dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum disebutkan dalam pasal 284,
terdiri atas:
b. Direktorat Perdata;
c. Direktorat Pidana;
Bab VI peraturan ini menjelaskan tentang Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Sesuai pasal397,
direktorat ini memiliki tugas untuk menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang pemasyarakatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 397, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan menyelenggarakan fungsi:
c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang registrasi, pelayanan tahanan, pembinaan
narapidana, pembimbingan klien, pengentasan anak, pengelolaan benda sitaan dan barang
rampasan negara, keamanan dan ketertiban, kesehatan dan perawatan narapidana dan tahanan,
serta teknologi informasi pemasyarakatan;
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memiliki susunan organisasi yang disebutkan dan dijelaskan
pada pasal 399, antara lain:
d. Direktorat Pelayanan Tahanan dan Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara;
Bab VII memuat perihal Direktorat Jenderal Imigrasi. Pasal 547 ayat 1 dan 2 menjelaskan tentang
keterangan bahwa Direktorat Jnderal Imigrasi berada di bawah tanggung jawab Menteri, dan
dipimpin oleh Direktur Jenderal.
Pasal 548, Direktorat Jenderal Imigrasi mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 549, Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 548, Direktorat Jenderal
Imigrasi menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang penegakan hukum dan keamanan keimigrasian, pelayanan dan
fasilitas keimigrasian, perlintasan negara dan kerja sama luar negeri keimigrasian, dan teknologi
informasi keimigrasian;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang penegakan hukum dan keamanan keimigrasian, pelayanan dan
fasilitas keimigrasian, perlintasan negara dan kerja sama luar negeri keimigrasian, dan teknologi
informasi keimigrasian;
c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penegakan hukum dan keamanan
keimigrasian, pelayanan dan fasilitas keimigrasian, perlintasan negara dan kerja sama luar negeri
keimigrasian, dan teknologi informasi keimigrasian;
d. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penegakan hukum dan keamanan
keimigrasian, pelayanan dan fasilitas keimigrasian, perlintasan negara dan kerja sama luar negeri
keimigrasian, dan teknologi informasi keimigrasian;
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Imigrasi; dan f. pelaksanaan fungsi lain yang
diberikan oleh Menteri.
Bab VIII mengatur tentang Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pasal 691 dan 692
menyatan tugas dan fungsi dari direktorat Jenderal tersebut:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 691, Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual menyelenggarakan fungsi :
c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perlindungan hukum kekayaan intelektual,
penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa
dan pengaduan pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan intelektual, serta
teknologi informasi di bidang kekayaan intelektual;
c. Direktorat Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang;
Bab IX memaparan tugas dan fungsi dari Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia. Pasal 834 Direktorat
Jenderal Hak Asasi Manusia mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 835 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 835, Direktorat Jenderal
Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang pemajuan hak asasi manusia, pelayanan komunikasi masyarakat,
kerja sama, diseminasi, penguatan dan informasi hak asasi manusia, serta koordinasi penyusunan
indikator dan profil pembangunan hak asasi manusia;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pemajuan hak asasi manusia, pelayanan komunikasi masyarakat,
kerja sama, diseminasi, penguatan dan informasi hak asasi manusia, serta koordinasi penyusunan
indikator dan profil pembangunan hak asasi manusia;
c. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pemajuan hak asasi manusia, pelayanan
komunikasi masyarakat, kerja sama, diseminasi, penguatan dan informasi hak asasi manusia serta
koordinasi penyusunan indikator dan profil pembangunan hak asasi manusia;
d. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pemajuan hak asasi manusia,
pelayanan komunikasi masyarakat, kerja sama, diseminasi, penguatan, dan informasi hak asasi
manusia, serta koordinasi penyusunan indikator dan profil pembangunan hak asasi manusia;
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia; dan f. pelaksanaan fungsi lain
yang diberikan oleh Menteri.
Pasal 836 Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia terdiri atas:
Bab x dalam peraturan ini membahas mengenai Inspektorat Jenderal. Pasal 949 Inspektorat
Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan intern di Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
Pasal 950 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 949, Inspektorat Jenderal
menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis pengawasan intern di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia;
b. pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lainnya;
d. penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
e. pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal; dan f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh
Menteri.
b. Inspektorat Wilayah I;
g. Inspektorat Wilayah VI
Bab XI membahas mengenai Badan Pembinaan Hukum Nasional. Pasal 1005 Badan Pembinaan
Hukum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pembinaan hukum nasional sesuai dengan
peraturan perundang undangan.
Pasal 1006 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1005, Badan Pembinaan
Hukum Nasional menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan kebijakan teknis, program, dan anggaran di bidang pembinaan hukum nasional;
b. pelaksanaan analisis dan evaluasi hukum, perencanaan hukum, penyuluhan dan bantuan hukum,
serta dokumentasi dan jaringan informasi hukum;
c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan analisis dan evaluasi hukum, perencanaan
hukum, penyuluhan dan bantuan hukum, serta dokumentasi dan jaringan informasi hukum;
Susunan Organisasi Pasal 1007 Badan Pembinaan Hukum Nasional terdiri atas:
a. Sekretariat Badan;
Bab XII mmbahas mengenai Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pasal 1099 (1) Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia berada di bawah
dan bertanggungjawab kepada Menteri.
(2) Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia dipimpin oleh Kepala Badan.
Pasal 1100 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas
melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Pasal 1101
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1100, Badan Penelitian dan
Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis, program, dan anggaran, pengkajian, penelitian, dan pengembangan
di bidang hukum dan hak asasi manusia;
b. pelaksanaan pengkajian, penelitian, dan pengembangan di bidang hukum dan hak asasi manusia;
d. pelaksanaan administrasi Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia;
dan
Pasal 1102 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia terdiri atas:
a. Sekretariat Badan;
e. Pusat Pengembangan Data dan Informasi Penelitian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Bab XIII menjeaskan mengenai Badan Pengebangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM. Pasal
1191 Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas
melaksanakan pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Pasal 1192 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1191, Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis, program dan anggaran pengembangan sumber daya manusia di
bidang hukum dan hak asasi manusia;
b. pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia;
c. pelaksanaan penilaian kompetensi sumber daya manusia di lingkungan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia;
e. pelaksanaan administrasi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi
Manusia; dan
f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Pasal 1193 Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia terdiri atas:
a. Sekretariat Badan;
c. Pusat Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Fungsional dan Hak Asasi Manusia;
1. Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah
pedoman sikap, perilaku, perbuatan, tulisan dan ucapan pegawai dalam melaksanakan tugas dan
fungsi serta kegiatan seharihari.
2. Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pegawai adalah
Aparatur Sipil Negara dan tenaga lainnya yang bekerja di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
3. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah Kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia.
4. Pelanggaran adalah sikap, perilaku, perbuatan, tulisan dan ucapan pegawai yang bertentangan
dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.
Selanjutnya diterangkan mengenai NilaiNilai Organisasi yang terdapat dalam Pasal 2, menyangkut
nilai PASTI KEMENKUMHAM.
Pasal 5 menyebutkan kriteria kode etik dan kode perilaku yang terkait dengan nilai PASTI, dijabarkan
lebih lanjut mulai dari pasal 6 dan seterusnya. Kesemua penjabaran kode etik ini disertai dengan
penjabaran mengenai perilaku yang seharusnya tercermin.
Pasal 18 menerangkan mengenai Majelis Kode Etik dan Perilaku: (1) Majelis merupakan kelengkapan
organisasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang memiliki tugas melaksanakan
penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai;
(2) Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ad hoc.
(3) Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku dibentuk pada setiap Unit Eselon I dan Kantor Wilayah.
(4) Pembentukan Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Keputusan
Pimpinan Unit Eselon I dan Kepala Kantor Wilayah.
Berikut keanggotaannya yang diterangkan dalam pasal 20. Selain itu, peraturan ini juga menjelaskan
tentang tata cara pelaporan dan apa saja pelanggaran kode etik.
Pada pasal 23, dijelaskan mengenai sanksi moral dan Tindakan administrative. Sanksi ini diberikan
kpada Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusi Republik
Indonesia.