Anda di halaman 1dari 8

SINTESIS SENYAWA 1-BENZOYL-3-PHENYL-THIOUREA

SEBAGAI KANDIDAT ANTI KANKER

Ruswanto, Tresna Lestari


Prodi Farmasi, STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya
email : ruzhone@gmail.com

Abstract

Thiourea is one of the compounds that are useful in studies of new drug discovery. Some
thiourea derivatives have potent pharmacological activity as anticancer [1-9].
1-benzoyl-3–Phenylthiourea compound has been synthesized through acylation reaction
between benzoyl chloride with 1-Phenylthiourea using tetrahydrofuran as solvent and triethylamine
as catalyst by reflux and stirring for 6 hours . Synthesis results obtained percentage is 89 % . The
purity of the synthesis results indicated the presence of a single stain on TLC and narrow melting
range .
From the characterization by UV spectrophotometry , infrared spectroscopy, 1-HNMR
spectroscopy and mass spectroscopy can be concluded that the resulting compound is 1-benzoyl-3-
phenylthiourea structure. From the in vitro test obstained IC-50 of 1-benzoyl-3-phenyl thiourea on
HeLa cells at 702 g/ml, and IC-50 on MCF-7 cells at 398 g/ml.

Keyword : Thiourea, anticancer, HeLa cells, MCF-7 cells

1. PENDAHULUAN alkylating agent, anti-metabolite, inhibitor


Kanker merupakan penyebab kematian mitosis, inhibitor topoisomerase, anti tumor dan
kedua setelah penyakit kardiovaskular. Di antibiotic [13]. Metode khemoterapi umumnya
Amerika Serikat kanker merupakan penyebab dapat menyebabkan beberapa efek samping
utama kematian pada wanita antara 30 – 54 antara lain rambut rontok, mulut kering, diare,
tahun dan anak-anak antara 3 – 14 tahun [10]. mual dan muntah, kehilangan nafsu makan dan
Menurut World Health Organization (WHO), kelelahan [14]. Oleh karena itu, maka masih
setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia diperlukan penelitian-penelitian dalam rangka
berjumlah 625 juta orang dan dalam waktu 10 untuk menemukan obat anti kanker baru yang
tahun diperkirakan 9 juta orang akan meninggal lebih aktif, selektif dan efek samping minimal
setiap tahun akibat kanker, dua pertiga dari dari berbagai sumber, salah satunya yaitu
penderita kanker di dunia berada di Negara melalui sintesis obat anti kanker.
yang sedang berkembang [11]. Tiourea merupakan salah satu zat yang
Kanker adalah suatu penyakit yang terjadi berguna dalam penelitian-penelitian obat. Dari
pada pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang beberapa penelitian sebelumnya telah diteliti
tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. bahwa turunan tiourea memiliki aktivitas
Kanker dapat tumbuh di semua jaringan tubuh farmakologis yang poten seperti, anti-
seperti sel kulit, sel hati, sel darah, sel otak, sel HIV/antivirus [15], antitubercular [17],
lambung, sel usus, sel paru dan berbagai macam analgesik [16] dan sifat antikanker [1-9].
sel tubuh lainnya. Oleh karena, dikenal Dalam penelitiannya, Nakisah telah
bermacam-macam jenis kanker menurut sel membuktikan bahwa senyawa 2-[3-(2-Methyl-
atau jaringan asalnya [12]. benzoyl)-thioureido]-acetic acid dan 2-[3-(4-
Untuk pengobatan kanker, salah satu Methyl-benzoyl)-thioureido]-acetic acid
metoda yang umum digunakan adalah mempunyai aktivitas untuk melawan sel MCF-
khemoterapi, yaitu dengan menggunakan obat 7.
anti kanker untuk membunuh atau menghambat Pelin dan kawan-kawan juga telah
pertumbuhan sel kanker. Obat-obatan dalam melakukan penelitian dengan judul Synthesis
khemoterapi dapat dikelompokkan menjadi and evaluation of antiviral, antitubercular and
anticancer activities of some novel thioureas Uji Kemurnian hasil sintesis
derived from 4-aminobenzohydrazide Untuk menguji kemurnian dilakukan
hydrazones. Dari hasil penelitian ini dibuktikan dengan cara : (1) teknik kromatografi lapis tipis.
bahwa senyawa turunan tiourea yang disintesis (2) penentuan titik lebur.
mempunyai sifat sitotoksis pada sel HeLa.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka Karakterisasi Fisiko Kimia hasil sintesis
peneliti telah mensintesis senyawa 1-benzoil-3- Senyawa yang terbentuk selanjutnya
feniltiourea mengkarakterisasi dan menguji dianalisis dengan metode spektroskopi UV-vis,
sitotoksisitas terhadap kultur sel kanker secara IR, NMR, dan, MS untuk mendapatkan
in vitro sehingga akan dapat diketahui senyawa informasi mengenai struktur molekul senyawa
1-benzoil-3-feniltiourea dalam menghambat yang diperoleh.
pertumbuhan dan membunuh kultur sel kanker,
contohnya sel HeLa dan MCF-7. Uji secara in vitro senyawa 1-benzoil-3-
feniltiourea sebagai sebagai anti kanker
2. METODE PENELITIAN Uji Sitotoksik metode MTT (Microculture
Sintesis senyawa 1-Benzoyl-3-phenyl-thiourea Tetrazolium Salt).
Sebanyak 0,05 mol N-phenylthiourea Sel HeLa/MCF-7 disuspensikan dengan
dicampurkan dengan 25 mL pelarut kepadatan 3 x 104 sel / sumuran sebanyak 100
Tetrahidrofuran di dalam labu alas datar 250 μl kemudian sel dimasukkan pada mikroplate
ml. Tambahkan 3 ml Trietilamin sebagai 96 sumuran berbeda diinkubasikan dalam
katalis. Kemudian benzoil klorida sebanyak inkubator CO2 5 % pada suhu 37oC selama 24
0,025 mol dalam 15 ml tetrahidrofuran jam, sumuran-sumuran yang berisi suspensi sel
diteteskan menggunakan corong pisah ke dalam tersebut ditambahkan 100 μl larutan uji yaitu
campuran dalam labu alas datar pada suhu 80o – senyawa 1-benzoil-3-feniltiourea dalam
90oC sambil diaduk dengan magnetic stirrer medium tiap sumuran sehingga diperoleh kadar
selama 30 menit. Selanjutnya campuran di akhir sampel dengan variasi konsentrasi tertentu
refluks selama 5 jam. Kemudian hasil refluks (250 ; 125 ; 62,5 ; 31,25 ; 15,625) μg/ml tiap
diuapkan menggunakan evaporator sampai sumuran, sebagai kontrol digunakan sel tanpa
pelarut habis. penambahan larutan uji kemudian sel tersebut
Hasil reaksi yang telah didapat ditambah diinkubasikan pada inkubator CO2 5% pada
larutan Natrium bikarbonat jenuh sambil diaduk suhu 37oC selama 24 jam dan pada akhir
sampai tidak berbusa. Residu dicuci inkubasi medium masing-masing sumuran
menggunakan aquades sebanyak 100 mL, dibuang dan dicuci dengan FBS (Fetal Bovine
setelah itu disaring dengan corong Buchner. Serum) kemudian ditambahkan 100 μl media
Hasil reaksi diuji dengan Kromatografi Lapis baru dan 10 μl MTT 5 mg/ml dalam FBS (Fetal
Tipis (KLT) menggunakan eluen campuran Bovine Serum). Mikroplate diinkubasikan
metanol : etil asetat (3 : 1). Setelah dielusi, plat kembali selama 4 jam pada inkubator CO2 5%
dikeringkan dan dilihat nodanya pada lampu pada suhu 37oC. Sel hidup akan bereaksi
UV 254 nm kemudian dihitung Rf-nya [18]. dengan MTT membentuk formazan berwarna
Selanjutnya hasil sintesis direkristalisasi ungu dan untuk menghentikan reaksi antara sel
dengan cara menambahkan etanol 96% panas dengan MTT (Microculture Tetrazolium Salt)
kepada hasil sintesis hingga tepat larut, serta melarutkan formazan maka ditambahkan
kemudian disaring segera menggunakan corong 100 μl SDS (Sodium Dodecyl Sulphate) 10%
Buchner panas dengan bantuan penghisapan dalam 0,01 N HCl, diinkubasikan selama 24
pompa vakum. Filtrat yang diperoleh jam pada suhu kamar dan serapan dibaca
didinginkan hingga terbentuk kristal dalam dengan menggunakan ELISA reader pada
jumlah yang optimal, kemudian disaring. panjang gelombang 595 nm.
Kristal yang diperoleh dikeringkan dalam oven,
ditimbang, dan dihitung rendemennya [19].
Analisis data.
Nilai % kematian yang terjadi karena Tabel 2. Hasil Kromatografi Lapis Tipis
pemberian senyawa uji untuk setiap variasi Senyawa Hasil Sintesis
konsentrasi adalah jumlah sel mati dihitung No. Jenis Rf Jumlah Warna
dengan menggunakan rumus : Eluen Noda noda
1 Metanol : 0,750
% sel hidup = [(Absobansi sampel- Kloroform 0,750 1 Ungu
media)/(Absobansi sel – media)] x 100% (8:1) 0,750
% sel mati = 100% - % sel hidup 2 Metanol : 0,820
Etil Asetat 0,825 1 Ungu
IC50 adalah kadar yang menyebabkan (3:1) 0,825
kematian 50% populasi sel HeLa. IC50 dihitung 3 Etanol : n- 0,900
dengan persamaan y = a + bx, dengan y adalah Heksan 0,875 1 Ungu
% kematian sel dan x adalah kadar. (3:1) 0,875

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 3. Hasil Kromatografi Lapis Tipis


Organoleptis Senyawa 1-Feniltiourea
Pemeriksaan hasil reaksi dilakukan No. Jenis Rf Jumlah Warna
dengan cara mengamati ciri-ciri Eluen Noda Noda
organoleptisnya. Hasil pemeriksaan 1 Metanol :
organoleptis dapat dilihat pada tabel 1. Kloroform 0,900 1 Ungu
(8:1)
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Organoleptis 2 Metanol :
Senyawa Hasil Sintesis Etil Asetat 0,750 1 Ungu
Pemeriksaan Hasil Pengamatan (3:1)
Bentuk Kristal ringan 3 Etanol : n-
Warna putih Heksan 0,850 1 Ungu
Bau - (3:1)

Uji Kemurnian Berdasarkan hasil kromatografi lapis


Hasil Kromatografi Lapis Tipis tipis dengan tiga jenis eluen menunjukkan
Uji kemurnian dengan kromatografi bahwa senyawa hasil reaksi antara benzoil
lapis tipis dilakukan untuk mengetahui klorida dengan 1-feniltiourea adalah murni. Hal
kemurnian hasil reaksi antara benzoil klorida ini ditunjukkan dengan adanya noda tunggal
dengan 1-feniltiourea. Uji kemurnian dengan pada plat KLT di bawah lampu UV 254 nm.
kromatografi lapis tipis ini dilakukan dengan Berdasarkan hasil kromatografi lapis
menggunakan tiga macam eluen yang berbeda tipis diketahui bahwa senyawa hasil sintesis
tingkat kepolarannya yaitu metanol-kloroform memiliki nilai Rf yang berbeda dengan senyawa
(8:1), metanol-etil asetat (3:1) dan etanol-n- induknya yaitu 1-fenil tiourea, sehingga dapat
heksan (3:1). Uji kemurnian dengan disimpulkan bahwa reaksi sintesis telah
kromatografi lapis tipis dilakukan sebanyak tiga membentuk senyawa baru.
kali untuk masing-masing eluen.
Parameter kemurnian senyawa hasil Hasil Penentuan Jarak Lebur
sintesis dengan cara kromatografi lapis tipis Penentuan jarak lebur senyawa hasil
adalah adanya noda tunggal di bawah sinar sintesis dilakukan dengan menggunakan alat
ultraviolet 254 nm dan perbandingan nilai Rf penentu jarak lebur Electrothermal 9100.
senyawa hasil sintesis dengan nilai Rf senyawa Pengukuran jarak lebur dilakukan triplo yang
1-feniltiourea. Hasil uji kemurnian dengan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.
kromatografi lapis tipis dapat dilihat pada Tabel
2 dan Tabel 3.
Tabel 4. Hasil Pengukuran Jarak Lebur
Senyawa Hasil Sintesis
Replikasi Jarak Lebur (oC) O S

1 140-142 NH NH

2 140-142
3 140-142

Jarak lebur senyawa hasil sintesis


memiliki rentang yang sempit karena jaraknya
tidak lebih dari 2oC. Senyawa yang memiliki
jarak lebur yang sempit adalah senyawa yang
murni. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa senyawa hasil sintesis adalah senyawa Gambar 2. Spektrum Ultra Violet Senyawa
murni. Hasil Sintesis dalam pelarut etanol (λmaks =
307 nm)
Hasil Karakterisasi dan Identifikasi
Struktur Senyawa Hasil Sintesis Hasil Spektrofotometri Infra Merah
Hasil Spektrofotometri Ultra Violet Pembuktian terbentuknya senyawa baru
Karakterisasi dan identifikasi struktur dapat dibantu dengan data spektrofotometri
senyawa hasil sintesis menggunakan Infra merah. Berdasarkan hasil identifikasi
spektrofotometri Ultra Violet dilakukan untuk dengan spektrofotometri Infra merah diperoleh
mengetahui adanya gugus kromofor dan gugus-gugus fungsi penyusun senyawa hasil
pergeseran panjang gelombang dari senyawa sintesis yang dapat dilihat dari bilangan
hasil sintesis yang dibandingkan terhadap gelombang (cm-1) pada spektrum [20].
senyawa induk, yaitu senyawa 1-feniltiourea.
Spektrum ultra violet senyawa hasil sintesis dan
senyawa 1-feniltiourea dapat dilihat pada
Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.

Gambar 1. Spektrum Ultra Violet 1-feniltiourea Gambar 3. Hasil Spektrum Infra merah
dalam pelarut etanol (λmaks = 288,5 nm) Senyawa Hasil Sintesis
Tabel 5. Bilangan Gelombang Spektrun Infra teridentifikasi pada senyawa tersebut
Merah Senyawa Hasil Sintesis diantaranya gugus –NH, C=O dan C=S yang
Gugus Bilangan Gelombang Hasil terbukti ada pada senyawa hasil sintesis.
fungsi sintesis (cm-1) Dengan demikian diperkirakan 1-benzoil-3-
3370,96 feniltiourea terbentuk dari hasil sintesis.
Ulur –NH
3313,11
Ulur C=O 1673,91 Hasil Spektrofotometri Resonansi Magnet
Ulur C=S 1153,2 Inti (H-NMR)
Identifikasi lainnya dilakukan
Dari spektrum pada Gambar 4.3 menggunakan Spektrofotometri Resonansi
teridentifikasi gugus-gugus fungsional utama Magnet Proton (H-NMR).
yang terdapat pada senyawa 1-benzoil-3-
feniltiourea. Gugus fungsional yang

f h
O S
b f d c g h b

c g
N N
H H f
a e
d b

a e

Gambar 4. Hasil Spektrum Spektrofotometri 1H-NMR Senyawa Hasil Sintesis

Gambar 5. Hasil Spektrum Spektrofotometri Massa


Analisis Spektrum spektrofotometri 1H- Persen Hasil Sintesis
NMR dilakukan untuk mengetahui posisi atom Senyawa 1-benzoil-3-fenil tioure
H, jumlah atom H dan lingkungan sekitar atom disintesis berdasarkan reaksi asilasi antara
H. Dilihat dari hasil analisis spektrum di atas, senyawa benzoil klorida dan senyawa 1-
senyawa hasil sintesis mempunyai 12 atom H feniltiourea.
dengan posisi berbeda-beda yang ditandai
dengan pergeseran kimia yang berbeda dan O
S O S
multipisitas yang berbeda juga. Jumlah atom H Cl NH NH
+ H2N N + HCl
tersebut sama dengan jumlah atom H yang H

berada pada struktur senyawa 1-benzoil-3-


feniltiourea. benzoyl chloride 1-phenylthiourea 3-benzoyl-1-phenylthiourea

Hasil Spektrofotometri Massa


Gambar 6. Reaksi asilasi antara benzoil klorida
Selain itu untuk memperkuat dugaan
dan 1-feniltiourea
senyawa hasil sintesis maka dilakukan juga
identifikasi struktur dengan menggunakan
Dari hasil reaksi antara 0,025 mol
spektrofotometri massa untuk mengetahui berat
benzoil klorida dan 0,05 mol 1-fenil- tiourea
molekul sesungguhnya.
yang direaksikan, diperoleh Kristal putih
Berdasarkan hasil spektrum diatas
sebanyak 5,696 gram sehingga diperoleh persen
diperoleh satu berat molekul dengan puncak
hasil sintesis sebesar 89 % dari hasil teoritis,
tertinggi yaitu 257,0748. Pembacaan hasil
yaitu 6,4 gram.
spektrofotometri massa dilakukan dengan
menjumlahkan M+1 yaitu 256,07( BM hasil
Uji Aktivitas Sel Kanker
perhitungan) + 1 sehingga diperoleh 257,07
Untuk mengetahui aktivitas antikanker
mendekati 257,0748. Dengan demikian terbukti
dari senyawa 1-benzoil-3-fenil tiourea maka
bahwa senyawa hasil sintesis yaitu senyawa 1-
senyawa hasil sintesis diuji invitro dengan cara
benzoil-3-feniltiourea telah terbentuk dari
menguji sitotoksisitasnya menggunakan metoda
proses sintesis jika dilihat dari beberapa
MTT pada sel HeLa dan sel MCF-7 .
identifikasi menggunakan beberapa macam
spektrofotometer.

Tabel 6. Data absorbansi dan perhitungan % kematian sel HeLa


(samp - (sel -
Abs. Kontrol Kontrol % sel % sel
Konsentrasi media) media) A/B
sampel sel media hidup mati
A B
500 0,385 0,530 0,067 0,319 0,463 0,687 69 31
250 0,419 0,530 0,067 0,352 0,463 0,760 76 24
125 0,503 0,530 0,067 0,437 0,463 0,942 94 6
62,5 0,548 0,530 0,067 0,481 0,463 1,039 104 -4
31,25 0,537 0,530 0,067 0,471 0,463 1,016 102 -2
IC-50 702 g/ml
Tabel 7. Data absorbansi dan perhitungan % kematian sel MCF-7
(samp - (sel -
Abs. Kontrol Kontrol % sel % sel
Konsentrasi media) media) A/B
sampel sel media hidup mati
A B
250 0,272 0,372 0,096 0,176 0,276 0,638 64 36
125 0,279 0,372 0,096 0,184 0,276 0,665 66 34
62,5 0,321 0,372 0,096 0,225 0,276 0,815 82 18
31,25 0,298 0,372 0,096 0,202 0,276 0,732 73 27
15,625 0,332 0,372 0,096 0,236 0,276 0,854 85 15
IC-50 398 g/ml

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa


besarnya IC-50 senyawa 1-benzoil-3-fenil
tiourea pada sel HeLa sebesar 702 g/ml 5. UCAPAN TERIMA KASIH
sedangkan IC-50 pada sel MCF-7 sebesar 398 Penelitian ini dilaksanakan atas biaya
g/ml. Maka dari hasil tersebut dapat Program Hibah Penelitian Dikti Skema
disimpulkan bahwa senyawa 1-benzoil-3-fenil Penelitian Dosen Pemula Tahun Anggaran
tiourea mempunyai aktivitas anti kanker pada 2013.
sel MCF-7 lebih besar daripada sel HeLa.
6. REFERENSI
4. KESIMPULAN [1] Karakuş S, Küçükgüzel ŞG, Küçükgüzel İ,
Kesimpulan De Clercq E, Pannecouque C, Andrei G,
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat Snoeck R, Ş ahin F, Bayrak Ö F. 2009.
diambil kesimpulan bahwa senyawa 1-benzoil- Synthesis, antiviral and anticancer activity
3-fenil tiourea dapat disintesis dari reaksi antara of some novel thioureas derived from N-
benzoil klorida dengan 1-fenil tiourea. Dan (4-nitro-2-phenoxyphenyl)-methanesulfona
persen hasil yang diperoleh sebesar 89% (5,696 mide. Eur J Med Chem; 44(9): 3591-3595.
gram). Dari hasil karakterisasi dengan [2] Liu J, Song B, Fan H, Bhadury PS, Wan W,
spektrofotometri UV, spektroskopi infra merah, Yang S, Xu W, Wu J, Jin L, Wei X, Hu D,
spektroskopi 1HNMR dan spektroskopi massa Zeng S. 2010. Synthesis and in vitro study
juga dapat disimpulkan bahwa senyawa yang of pseudo-peptide thioureas containing α-
dihasilkan merupakan struktur dari senyawa 1- aminophosphonate moiety as potential
benzoil-3-fenil tiourea. Sedangkan dari uji antitumor agents. Eur J Med Chem ;
invitro dihasilkan besarnya IC-50 senyawa 1- 45(11): 5108-5112.
benzoil-3-fenil tiourea pada sel HeLa sebesar [3] Li HQ, Lv PC, Yan T, Zhu HL. 2009.
702 g/ml sedangkan IC-50 pada sel MCF-7 Urea/Thiourea derivatives as anticancer
sebesar 398 g/ml. agents. Anticancer Agents Med Chem.
China.
Saran [4] Nakisah, J. W. Tan, and Y.Mohd Shukri.
Untuk lebih meningkatkan aktivitas 2011. Anti-Cancer Activities of Several
senyawa 1-benzoil-3-fenil tiourea sebagai Synthetic Carbonylthiourea Compounds on
kandidat antikanker maka disarankan untuk MCF-7 Cells. UMTAS Malaysia.
memodifikasi struktur 1-benzoil-3-fenil tiourea, [5] Manjula, S.N., Noolvi, N.M., Parihar, K.V.,
mensintesis dan di uji invitro sehingga dapat Reddy, S.A.M., Ramani, V. & Gadad,
dihasilkan turunan senyawa 1-benzoil-3- A.K. 2009. Synthesis and antitumor
feniltiourea yang mempunyai aktivitas yang activity of optically active thiourea and
sangat baik sebagai kandidat antikanker. their 2-aminobenzothiazole derivatives: A
novel class of anticancer agents. European
Journal of Medicinal Chemistry 44: 2923– [15] Bell FW, Cantrell AS, Högberg M,
2929. Jaskunas SR, Johansson NG, Jordan CL,
[6] Furuta, T.; Sakai, T.; Senga, T.; Osawa, T.; Kinnick MD, Lind P, Morin JM, Noreen
Kubo, K.; Shimizu, T.;Suzuki, R.; R, Öberg B, Palkowitz JA, Parrish CA,
Yoshino, T.; Endo, M.; Miwa. 2006. A. Pranc P, Sahlberg C, Ternansky RJ,
Identification of potent and selective Vasileff RT, Vrong L, West SJ, Zhang H,
inhibitors of PDGF receptor Zhou XX. Phenethylthiazolethiourea
autophosphorylation. J. Med. Chem. (PETT) compounds, a new class of HIV-1
47(8), 2186-2192. reverse transcriptase inhibitors. 1.Synthesis
[7] Lee, J.; Lee, J.; Kang, M.; Shin, M.; Kim, and basic structure-activity relationship
J.M.; Kang, S.U.; Lim, J.O.; Choi ,H.K.; studies of PETT analogs. J Med Chem
Suh, Y.G.; Park, H.G.2003. N-(3-Acyloxy- 1995; 38(25): 4929-4936.
2-benzylpropyl)-N¢-[4-(methylsulfonyl [16] Sriram D, Yogeeswari P, Madhu K. 2006.
amino)benzyl]thiourea analogues : novel Synthesis and in vitro antitubercular
potent and high affinity antagonists and activity of some 1-[(4-sub)phenyl]-3-(4-
partial antagonistsof the vanilloid receptor. {1-[(pyridine-4-carbonyl) hydrazono]
J. Med. Chem. 46(14), 3116-3126. ethyl}phenyl) thiourea. Bioorg Med Chem
[8] Pelin Çıkla, Ş. Güniz Küçükgüze1, İlkay Lett. 16: 876–878.
Küçükgüze1, Sevim Rolla1, Erik De [17] Kesuma, Dini., Harry Santosa. 2009.
Clerc2, Christophe Pannecouqu2, Graciela Sintesis Senyawa 2,4-
Andre2, Robert Snoec2, Fikrettin Şahi3, diklorobenzoiltiourea dari 2,4-
Ömer Faruk Bayra3. 2010. Synthesis and diklorobenzoil klorida dan Tiourea Sebagai
evaluation of antiviral, antitubercular and Calon Obat Central Nervous System
anticancer activities of some novel Depressant Melalui Proses Refluks.
thioureas derived from 4- Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia,
aminobenzohydrazide hydrazones. SNTKI .
Marmara Pharmaceutical Journal. 14: 13- [18] Pudjono, et al. 2002. Sintesis Dibenzoil
20. Resorsinol dari Benzoil Klorida dan
[9] Huan-Qiu Li, Peng-Cheng Lv, Tao Yan and Resorsinol melalui Modifikasi Metode
Hai-Liang Zhu. 2009. Urea Derivatives as Schotten-Baumann. Sigma, Vol.5 No. 1 :
Anticancer Agents. Anti-Cancer Agents in 61-68.
Medicinal Chemistry. 9, 471-480. [19] Sitorus, Marham. 2009. Spektroskopi
[10] Nafrialdi, G.S. 1995. Farmakologi dan Elusidasi Struktur Molekul Organik.
Terapi. Edisi IV. Fakultas Kedokteran Yogyakarta : Graha Ilmu. Hal 35-36.
Universitas Indonesia, Jakarta. Hal. 686 –
690, 699.
[11] Ratna. Apa yang harus anda ketahui
tentang kanker. http://www.indosiar.co.id
/info medis. 9 Desember 2005.
[12] Dalimarta, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat
Indonesia Jilid II. Puspa Swara. Jakarta.
Hal. 145 – 147.
[13] Bhosle, J. & Hall, G. 2006. Principles of
cancer treatment by chemotherapy.
Surgery. 24: 66-69.
[14] Goldwein, J.W. & Vachani, C. 2006.
Chemotherapy: The basics. Oncolink
http://www.oncolink.org/treatment/article.
[accessed on August 17, 2009].

Anda mungkin juga menyukai