Anda di halaman 1dari 9

Nama : Muhammad Hadi Fauzi

NIM : 18843015
NO. ABSEN : 17
Mata kuliah : Pendidikan Inklusif

RANGKUMAN MATERI KELOMPOK 3


LANDASAN FILOSOFI PENDIDIKAN INKLUSIF

1. Landasan Filosofis Pendidikan Inklusif

Abdulrahman dalam Kemdikbud (2011) mengemukakan bahwa landasan


filosofis penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan
lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi,
yaitu Bhineka Tunggal Ika. Filsafat ini sebagai pengakuan wujud pengakuan
kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertikal maupun horizontal, yang mengemban
misi tunggal sebagai umat Tuhan di muka bumi. Kebhinekaan sastra dengan
kecerdasan, kecerdasan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, dll, sedangkan
kebinekaan diwarnai horizontal dengan perbedaan suku bangsa, bahasa, budaya,
agama, tempat tinggal, daerah, politik, dan sebagainya. Walaupun beragam namun
dengan suatu misi yang diemban di bumi ini, menjadi kewajiban untuk membangun
kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling membutuhkan.

2. Pendidikan sebagai Hak Asasi Manusia


Setiap anak adalah pribadi yang unik. Meskipun dalam proses
perkembangannya terdapat banyak kesamaan, namun tetap setiap anak akan memiliki
keunikan tersendiri yang berbeda-beda dengan anak yang lainnya. Walaupun anak
tersebut adalah anak kembar sekalipun. Keunikan tersebut dapat berasal dari faktor
genetis. Misalnya berbeda bentuk fisiknya, ataupun dapat berasal dari lingkungan.
Adanya keunikan yang dimiliki anak, seorang pendidik, baik guru maupun
orang tua hendaknya melakukan pendekatan individu atau kelompok. Sehingga,
keunikan anak dapat terakomodasi dengan baik. Misalnya, ada anak senang jika
diajak bernyanyi dan menari, tubuhnya sangat luwes dan mudah mengikuti irama
musik. Namun ada yang lebih suka diam sambal mencoret-coret dinding. Seorang
pendidik, harus peka melihat keunikan anak agar perkembangan anak dapat berjalan
dengan optimal sesuai dengan minat dan bakat yang mereka miliki.
Setiap anak mempunyai keunggulan baik dalam pengetahuan, keterampilan,
maupun perilaku. Anak yang berhasil meraih juara olimpiade matematika dikatakan
pandai. Ada lagi yang mahir menari juga termasuk anak yang pandai. bahkan ada
yang berhati baik, mau berbagi, dan mempunyai simpati yang lebih pada sesama, juga
dikatakan pandai. Ketiga anak tersebut semuanya bisa dikatakan pandai, hanya saja
kepandaian mereka berada dalam bidang yang berbeda. Sekali lagi, setiap anak bisa
saja unggul dalam pengetahuan, keterampilan, dan perilaku.
Dalam mengubah dan membina akhlak anak adalah saat ia masih dalam usia
kanak-kanak. Sebab, anak yang masih kecil dapat dengan mudah mematuhi dan
menjalani perintah orang tua dan para pembinanya, pada usia ini anak belum memiliki
kebiasaan untuk menentang dan melanggar perintah. Pada masa ini anak masih belum
memiliki keinginan yang kuat untuk menentang dan melanggar.

3. Anak-anak yang membutuhkan upaya perlindungan khusus


Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) adalah anak berumur
6 (enam) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah yang
mengalami situasi darurat, berasal dari kelompok minoritas dan terisolir, diekploitasi
secara ekonomi dan/atau secara seksual, diperdagangkan, menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza),
korban penculikan, penjualan, perdagangan, korban kekerasan baik fisik dan/atau
mental, yang menyandang disabilitas dan korban perlakuan salah dan penerlantaran,
atau terinfeksi HIV/AIDS.
Kriteria baku Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial untuk kategori Anak
yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) adalah :
1) Dalam situasi darurat dan berada dalam lingkungan yang buruk / diskriminatif
2) Korban perdagangan manusia
3) Korban kekerasan fisik dan/atau mental dan/atau seksual
4) Korban eksploitasi ekonomi atau seksual
5) Dari kelompok minoritas dan terisolir, serta dari komunitas adat terpencil
6) Menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif
lainnya (NAPZA)
7) Terinfeksi HIV/AIDS
Altenatif layanan yang paling baik untuk kepentingan mutu layanan adalah
Integrasi Antar Jenis. Keuntungan bagi penyelenggara (sekolah) dapat memberikan
layanan yang tervokus sesuai kebutuhan anak seirama perkembangan psikologis anak.
Keuntungan bagi anak, anak menerima layanan sesuai kebutuhan yang sebenarnya
karena sekolah mampu membedakan perlakuan karena memiliki fokus atas dasar
kepentingan anak pada jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.

Penyelenggaran pendidikan khusus saat ini masih banyak yang menggunakan


Integrasi antar jenjang (satu atap) bahkan digabung juga dengan integrasi antar jenis.
Pola ini hanya didasarkan pada effisiensi ekonomi padahal sebenarnya sangat
merugikan anak karena dalam praktiknya seorang guru yang mengajar di SDLB juga
mengajar di SMPLB dan SMALB. Jadi perlakuan yang diberikan kadang sama antara
kepada siswa SDLB, SMPLB dan SMALB. Secara kualitas materi pelajaran juga
kurang berkualitas apalagi secara psikologis karena tidak menghargai perbedaan
karakteristik rentang usia.

4. Anak Sebagai Individu Yang Unik

Menurut Bredekamp (1987) anak memiliki keunikan tersendiri seperti dalam


gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. Keunikan dimiliki oleh masing-
masing anak sesuai dengan bawaan, minat, kemampuan dan latar belakang budaya
kehidupan yang berbeda satu sama lain. Meskipun terdapat pola urutan umum dalam
perkembangan anak yang dapat diprediksi, namun pola perkembangan dan belajarnya
tetap memiliki perbedaan satu sama lain.

Anak berkembang secara unik dan holistik (menyeluruh). Secara unik,


dimaksudkan bahwa masing-masing anak berkembang dengan cara-cara tertentu
sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Sedangkan secara holistik
dimaksudkan bahwa anak berkembang secara menyeluruh, tidak hanya terjadi dalam
aspek tertentu saja, melainkan melibatkan keseluruhan aspek yang saling terjalin,
yaitu perkembangan biologis, kognitif dan psikososial. (Mahmudatul, Amani. 2015.
Kenali Anak sebagai Individu yang Unik

5. Keberagaman Sebagai Sesuatu Yang Alami


Keunikan atau keanekaragaman ini menjadikan setiap anak dan orang dewasa menjadi
individu yang unik. Secara luas, istilah keanekaragaman mencakup seumlah
persamaan dan juga perbedaan. Kategori yang bisa dipakai meliputi:
• Umur
• Jenis kelamin
• Latar belakang etnis dan suku
• Tingkat social-ekonomi
• Bahasa
• Kemampuan
Namun demikian, cangkupan masalh keaneka ragaman sangatlah luas
melebihi pengelompokan sederhana ini.
System keluarga, cara berkomunikasi, pilihan agama, pendidikan, tindakan
orang tua, dan nilai masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam membentuk
karakter anak yang unik. Semua factor ini juga mempengaruhi perasaan anak
mengenai identitasnya, atau konsep diri. Setiap pengalaman hidup membawa
pengaruh terhadap cara pandang anak terhadap dirinya. Oleh karena itu, kita harus
berusa menghindari asumsi yang disederhanakan dan generalisasi mengenai aspek
keanekaragaman karena sering terdapat banyak variasi dari tiap kategori

6. Konsep Hak Anak


Terdapat empat prinsip utama yang terkandung di dalam Konvensi Hak Anak,
prinsip-prinsip ini adalah yang kemudian diserap ke dalam Undang- Undang Nomor
23 Tahun 2002 yang disebutkan secara ringkas pada pasal 2. Secara lebih rinci
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1) Prinsip non diskriminasi.
Artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam Konvensi Hak
Anak harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun.
2) Prinsip yang terbaik bagi anak ( best interest of the child ).
Yaitu bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau badan
legislatif. Maka dari itu, kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi
pertimbangan utama (Pasal 3 ayat 1).
3) Prinsip atas hak hidup, kelangsungan dan perkembangan (the rights to life,
survival and development).
Yakni bahwa negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak
memiliki hak yang melekat atas juga bahwa negara-negara peserta akan
menjamin sampai batas maksimal kelangsungan hidup dan perkembangan
anak (Pasal 6 ayat 2).
4) Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the
child).
Maksudnya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal
yang mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap
pengambilan keputusan. Prinsip ini tertuang dalam Pasal 12 ayat 1 Konvensi
Hak Anak, yaitu:
Negara-negara peserta akan menjamin agar anak-anak yang
mempunyai pandangan sendiri akan memperoleh hak untuk menyatakan
pandangan-pandangannya secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi
anak, dan pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat usia dan
kematangan anak.

PERTANYAAN KE KELOMPOK 3

1) Bagaimana cara kita sebagai guru agar anak yang berkebutuhan


khusus tidak di anggap tabu oleh teman sekelasnya?
2) Diskriminasi anak berkebutuhan khusus masih sering terjadi di
kalangan masyarakat. Bagaimana kita men sosialisasikan bahwa anak
yang berkebutuhan khusus bukan suatu hal yang aneh untuk lingkungan
kehidupan sekarang!
RANGKUMAN MATERI KELOMPOK 4
DOKUMEN DOKUMEN KEBIJAKSANAAN INTERNASIONAL SEBAGAI
LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF

1. Dokumen-Dokumen Internasional
Dokumen-dokumen Internasional yang relevan dengan Pendidikan Inklusif, adalah
sebagai berikut:
a) 1948: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
b) 1989: Konvensi PBB tentang Hak Anak
c) 1990: Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua, Jomtien
d) 1993: Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi para Penyandang
Ketunaan

2. Pendidikan Untuk Semua (Jomtien, Thailand, 1990)


PASAL 3 : Universalisasi Akses dan Peningkatan Kesamaan Hak
a) Pendidikan dasar seyogyanya diberikan kepada semua anak, remaja dan orang
dewasa. Untuk mencapai tujuan ini, layanan pendidikan dasar yang berkualitas
seyogyanya diperluas dan upaya-upaya yang konsisten harus dilakukan untuk
nmengurangi kesenjangan.
b) Agar pendidikan dasar dapat diperoleh secara merata, semua anak, remaja dan
orang dewasa harus diberi kesempatan untuk mencapai dan mempertahankan
tingkat belajar yang wajar.
c) Prioritas yang paling mendesak adalah menjamin adanya akses ke pendidikan dan
meningkatkan kualitasnya bagi anak perempuan, dan menghilangkan setiap
hambatan yang merintangi partisipasi aktifnya. Semua bentuk diskriminasi gender
dalam pendidikan harus dihilangkan.
d) Suatu komitmen yang aktif harus ditunjukkan untuk menghilangkan kesenjangan
pendidikan. Kelompok-kelompok yang kurang terlayani: orang miskin; anak
jalanan dan anak yang bekerja; penduduk desa dan daerah terpencil; pengembara
dan pekerja migran; suku terasing; minoritas etnik, ras, dan linguistik; pengungsi;
mereka yang terusir oleh perang; dan penduduk yang berada di bawah penjajahan,
seyogyanya tidak memperoleh perlakuan diskriminasi dalam mendapatkan
kesempatan untuk belajar.
e) Kebutuhan belajar para penyandang cacat menuntut perhatian khusus. Langkah-
langkah perlu diambil untuk memberikan kesamaan akses pendidikan bagi setiap
kategori penyandang cacat sebagai bagian yang integral dari system pendidikan.
(Sue Stubbs,2002:121)
Jadi kesepakatan tentang pendidikan untuk semua (1990) menyatakan bahwa semua
berhak memperoleh akses pendidikan.
Poin-poin penting dari Peraturan Standar PBB di atas adalah:

1) Menekankan bahwa Negara harus bertanggung jawab atas pendidikan penyandang


ketunaan dan harus:

a) Mempunyai kebijakan yang jelas,


b) Mempunyai kurikulum yang fleksibel,
c) Memberikan materi yang berkualitas, menyelenggarakan pelatihan guru dan
memberikan bantuan yang berkelanjutan.
2) Inklusi didukung dengan beberapa kondisi utama yaitu, harusnya didukung dengan
sumber-sumber yang tepat dan dengan kualitas tinggi – bukan ‘pilihan yang murah’.
3) Program-program berbasis masyarakat dipandang sebagai dukungan yang penting
terhadap Pendidikan Inklusif.
4) Pendidikan luar biasa tidak boleh dikesampingkan di mana sistem pendidikan umum
harus memadai terutama untuk siswa tunarungu dan buta tuli.
Peraturan Konvensi PBB yang lainnya dapat dilihat dari: 1) Konvensi PBB
1948 tentang Hak Asasi Manusia Menyatakan bahwa setiap manusia berhak untuk
memperoleh akses kehidupan yang baik melalui pendidikan. 2) Konvensi PBB
tentang Hak Anak 1989, Menyatakan bahwa pendidikan merupakan hak dasar setiap
anak. 3) Aturan standar PBB 1990 tentang kesamaan hak bagi penyandang cacat,
Menyatakan bahwa orang-orang yang mengalami kecacatan memiliki kedudukan
yang sama untuk memperoleh pendidikan dan kehidupan sosial.

3. Pernyataan Salamanca Statement dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan


Kebutuhan Khusus

Peraturan Standar berakar pada gerakan Hak penyandang ketunaan dan


mencerminkan pengalaman berbagai kelompok penyandang ketunaan. Penyandang
tunanetra dan tunarungu memperoleh banyak keuntungan dari sistem pendidikan
segregasi. Tanpa SLB, mereka mungkin tidak memperoleh kesempatan pendidikan
karena mereka tidak dapat mengikuti kurikulum di sekolah reguler. Konferensi
Salamanca setahun kemudian didasarkan atas perspektif para profesional yang bekerja
di sekolah-sekolah, yang berusaha menemukan cara agar semua anak dapat belajar
bersama-sama. Perbedaan utamanya adalah bahwa Peraturan Standar membicarakan
tentang suatu kelompok tertentu (penyandang ketunaan) dan hak-haknya. Sedangkan
dalam Salamanca fokusnya terletak pada keberagaman karakteristik dan kebutuhan
pendidikan anak.

Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan


Khusus (1994) hingga saat ini masih merupakan dokumen internasional utama tentang
prinsip-prinsip dan praktek Pendidikan Inklusif. Dokumen ini mengemukakan beberapa
prinsip dasar inklusi yang fundamental, yang belum dibahas dalam dokumen-dokumen
sebelumnya.

Jadi pernyataan Salamanca 1994, tentang pendidikan kebutuhan khusus dan


pendidikan inklusif ramah anak, menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengatasi
diskriminasi dan pemisahan adalah dengan mengembangkan pendidikan yang
diskriminatif, inklusif dan ramah terhadap anak.

4. Konveksi Hak Penyandang Disabilitas


1. Kerangka aksi Dakar 1990, tentang pendidikan untuk semua menyatakan bahwa
pemerintah di satu negara untuk menyelenggarakan pendidikan dasar 9 tahun yang
berkualitas dan gratis.
2. Deklarasi Bandung 2004, tentang pendidikan inklusif ramah anak, menegakkan
bahwa Indonesia semenjak tahun 2004 menyatakan menuju pendidikan inklusif.
3. Deklarasi Bangkok 2004, menyatakan bahwa mutu pendidikan ditandai oleh 3
komponen yaitu: Inklusif, Responsive gender, Lingkungan belajar yang sehat dan
melindungi.
4. Rekomendasi Simposium Internasional Bukit Tinggi 2005, menyatakan bahwa
pendidikan inklusif ramah anak harus dipandangan sebagai pendekatan yang
menjamin bahwa penerapan pendidikan untuk semua benar-benar untuk semua.
5. Konvensi PBB 2006 tentang Hak Asasi bagi penyandang disabilitas yang telah
diratifikasi melalui UU No 19 tahun 2011, menyatakan bahwa semua bentuk layanan
(pendidikan, kesehatan, jaminan sosial) bagi penyandang cacat harus disediakan
sedapat mungkin secara inklusif.(Risna Utami).
PERTANYAAN

1) Dalam PASAL 3 : Universalisasi Akses dan Peningkatan Kesamaan Hak ,


Agar pendidikan dasar dapat diperoleh secara merata, semua anak, remaja
dan orang dewasa harus diberi kesempatan untuk mencapai dan
mempertahankan tingkat belajar yang wajar.
Dalam bentuk seperti apa tingkat belajar yang wajar tersebut?

2) Menekankan bahwa Negara harus bertanggung jawab atas pendidikan


penyandang ketunaan dan harus:
a. Mempunyai kebijakan yang jelas,
b. Mempunyai kurikulum yang fleksibel,
c. Memberikan materi yang berkualitas, menyelenggarakan pelatihan guru
dan memberikan bantuan yang berkelanjutan
Berikan sebuah kasus atau contoh permasalahan poin poin di atas !

Anda mungkin juga menyukai