Anda di halaman 1dari 8

NAMA : Rosita Sanni

PRODI : MPI

SEMESTER : V

BAB I

HAKIKAT ETIKA

A. Pengertian Etika
Kata “etika” berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu Ethos dan
ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos berarti susila,
keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik. (Lorens Bagus, 2000: 2017). Hal ini
berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang
baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain
atau dari satu generasi ke generasi yang lainnya. (Agus Arijanto, 2012: 5).
B. Etika dalam Islam
Etika dan moral dalam pemikiran Islam dikenal istilah akhlak (al-akhlaq). Kata
akhlak secara etimologi, dalam Alquran tidak diketemukan, kecuali bentuk tunggalnya
yaitu khuluq diartikan dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku dan
tabiat.(Asmaraman, 1992 : 1). Khuluq memiliki akar kata yang sama khalaqa yang
artinya menciptakan (to create) dan membentuk (to shape) atau memberi bentuk (to
give form). Kata yang akar katanya sama dengan itu pula adalah Al-Khaliq (Maha
Pencipta) dan makhluq (makhluk, ciptaan). Kata khuluq ditemui didalam Alquran,
diantaranya dalam surat Al- Qalam/52: 4 yang berbunyi:
C. Sejarah Etika
Adapun pertumbuhan dan perkembangan etika dalam masa kemasa akan dipaparkan
pada penjelasan berikut ini:
1. Etika Periode Yunani
2. Etika pada Abad pertengahan
3. Etika pada periode Bangsa Arab
4. Etika Periode Abad Modern
D. Objek Etika
Etika memiliki dua objek, yaitu: 1). Objek material, berupa tingkah laku atau perbuatan
manusia; dan 2). Objek formal, berupa kebaikan dan keburukan (bermoral dan tidak bermoral)
dari tindakan tersebut. Hal ini senda dengan apa yang dikemukakan oleh Juhaya S. Praja (2010:
60)

E. Fungsi dan Manfaat Etika

Etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap seuatu perbuatan
yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk,
mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika tersebut berperan
sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika
lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.

F. Macam-Macam Etika
Keraf. A. Sonny (1991: 23) menggolongkan etika kedalam dua macam yaitu:
a. Etika Deskriptif
BAB II

ETIKA HATI NURANI

A. Pengertian Hati Nurani


Hati adalah sesuatu yang ada didalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat
segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian (perasaan). (Depdiknas: 2013:
487). Sedangkan hati nurani diartikan sebagai: (1) hati yang telah mendapat cahaya atau
terang dari Tuhan, dan (2) perasaan hati yang murni dan sedalam-dalamnya.
(Depdiknas: 2013: 487). Sedangkan tuntutan atau larangan yang berasal dari hati nurani
disebut suara hati atau kata hati.
B. Konsep Hati Dalam Islam
Hati dalam arti fisik berarti segumpal daging (jantung) yang terletak di sebelah kiri
dada atau organ badan yang berwarna kemerah-merahan di bagian kanan atas rongga
perut, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan menghasilkan
empedu. (Depdiknas, 2013: 487). Sedangkan arti spiritual hati adalah pusat kearifan
dan pemahaman. Dalam dunia tasawuf, hati dipandang sebagai sumber kebaikan serta
kejahatan, sumber pemahaman tentang keagamaan, dan tempat hadirnya sang Ilahi.
C. Fungsi Hati Nurani dan Peranan Suara Hati
Fungsi hati nurani bermanfaat juga berfungsi sebagai pegangan, pedoman, atau
norma untuk menilai suatu tindakan, apakah tindakan itu baik atau buruk. Adapun
fungsi hati nurani adalah:
1. Hati nurani berfungsi sebagai pegangan atau praturan- peraturan konkret di dalam
kehidupan sehari-hari dan menyadarkan manusia akan nilai dan harga dirinya.
2. Sikap kita terhadap hati nurani adalah menghormati setiap suara hati yang keluar
dari hati nurani kita.
3. Mendengarkan dengan cermat dan teliti setiap bisikan hati nurani.
4. Mempertimbangkan secara masak dan dengan pikiran sehat apa yang dikatakan
hati nurani.
D. Hati Nurani Sebagai Fenomena Moral

Secara umum etika mengulas tentang hati nurani sebagai fenomena moral, dengan
maksud sebagai penghayatan tentang baik atau buruk yang berhubungan dengan tingkah
laku. Hati nurani diperintahkan hati nurani, berrati pelanggaran terhadap integritas diri
sendiri.
E. Macam-Macam Hati Nurani
K. Bertens (2007: 54-55) menjelaskan bahwa hati nurani dapat dibedakan menjadi
dua yakni hati nurani retrospektif dan hati nurani prospektif.
1. Hati nurani retrospektif
2. Hati Nurani Prospektif

F. Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif


Moralitas terkait dengan kualitas yang terkandung dalam perbuatan manusia, yang
dengannya kita dapat menilai perbuatan tersebut benar atau salah, baik atau jahat.
Moralitas dapat bersifat objektif atau subjektif. Moralitas objektif adalah moralitas yang
diterapkan pada perbuatan sebagai perbuatan, terlepas dari modifikasi kehendak
pelakunya. Sedangkan moralitas subjektif adalah moralitas yang memandang perbuatan
ditinjau dari kondisi pengetahuan dan pusat perhatian pelakunya, latar belakangnya,
training, stabilitas emosional, serta perilaku personal lainnya (E. Sumaryono, 1995:51).

G. Pembinaan Hati Nurani


Tujuan pokok pembinaan hati nurani adalah hati nurani yang secara subyektif dan
obyektif benar. Dengan hati nurani yang baik dan benar, seseorang akan selalu
terdorong untuk bertiandak melakukan kehendak Tuhan dan menuruti norma-norma
moral obyektif. Pembinaan hati nurani tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan seseorang tentang kebenaran dan nilai- nilai, ataupun kemapuan untuk
memecahkan dilema moral, tetapi juga harus memasukkan ke dalamnya pembinaan
karakter moral seseorang secara lebih penuh. Pembinaan hati nurani merupakan upaya
yang hakiki agar manusia lebih mampu hidup dan bertindak sesuai dengan bisikan hati.
hati nurani yang bisa dipertanggung jawabkan secara moral. Melalui pembinaan hati
nurani, manusia diharapkan bisa terhindar dari kesesatan dalam pengambilan keputusan
dan tindakan.
H. Mengembalikan Hati Nurani ke Fitrah
Selain cara-cara di atas, Ary Ginanjar Agustian (2006: 77-101) menjelaskan
tentang tata cara membina hati nurani dengan cara di kembalikan lagi ke fitrahnya, yaitu
dengan menghilangkan segala macam belenggu yang selama ini menghalangi hati
nurani bersuara sebagaimana mestinya. Ada beberapa hal yang membuat hati nurani
terbelenggu, yaitu: prasangka, prinsip-rinsip hidup, pengalaman, kepentingan dan
prioritas, sudut pandang, pembanding, dan literature.
BAB III

MORAL, AHLAK DAN KARAKTER

A. Moral dan Susila


Moral dan susila dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang amat
penting. Nilai-nilai moral dan susila sangat diperlukan bagi manusia, baik kapasitasnya
sebagai pribadi (individu) maupun sebagai anggota suatu kelompok (masyarakat dan
bangsa). Peradaban suatu bangsa dapat dinilai melalui karakter moral masyarakatnya.

1. Pengertian Moral dan Susiala


Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk
jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Pengertian moral
menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bisa diartikan sebagai ajaran tentang
baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya;
akhlak; budi pekerti; susila, atau kondisi mental yang membuat orang tetap berani,
bersemangat, bergairah, berdisiplin, dan sebagainya; isi hati atau keadaan perasaan
sebagaimana terungkap dalam perbuatan, serta dapat pula bermakna ajaran kesusilaan
yang dapat ditarik dari suatu cerita. (Depdiknas, 2013: 929).
2. Pengendalian Moral
Pengendalian moral termasuk dalam kesadaran moral yang dimana seseorang
mampu berperilaku jujur, bersyukur (ketika memperoleh sesuatu), bersabar (ketika
mendapat ujian hidup) dan berikhlas (ketika harus kehilangan). Sesungguhnya,
kesadaran moral itu selalu ada di dalam diri setiap orang. Hanya saja sering kali
terhalang oleh nafsu negatif yang mendorong suatu perbuatan dilakukan. Dalam
pengendalian moral, objek yang paling utama yang dilakukan untuk menghindari atau
mengatasi permasalahan yang terjadi di masyarakat yaitu perlu adanya pendidikan
terutama pendidikan moral. Karena pendidikan moral sangatlah penting untuk menjaga
diri dari sifat dan tingkah laku yang buruk.
3. Sumber-Sumber Ajaran Moral
Relevan dengan uraian mengenai pengendalian moral, maka disini dikemukakan
sumber-sumber moral, yaitu agama, hati nurani, dan adat istiadat/budaya (Muchson dan
Samsuri, 2013: 18-20).
4. Perubahan Moralitas dan Faktor yang Mempengaruhinya
Setiap manusia dalam hidupnya pasti mengalami perubahan atau perkembangan,
baik perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut perubahan fisik, maupun
perubahan yang bersifat abstrak atau perubahan yang berhubungan dengan aspek
psikologis. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari
dalam manusia (internal) atau yang berasal dari luar (eksternal). Faktor-faktor itulah
yang akan menentukan apakah proses perubahan manusia mengarah pada hal-hal yang
bersifat positif atau sebaliknya mengarah pada perubahan yang bersifat negative.
5. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Merosotnya Moral
Faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya moral dan etika generasi muda,
diantaranya:
a. Longgarnya pegangan terhadap agama

B. Akhlak
Akhlak merupakan dasar utama bagi kaedah-kaedah dalam kehidupan
kemasyarakatan. Dengan akhlak seseorang dapat hidup dengan bahagia dan harmonis
serta saling membantu dalam kebaikan dan ketakwaan. Dengan akhlak masyarakat
dapat maju dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan, serta mendapat ridha dari Allah
Swt. dan diridhai oleh semua pihak. Akhlak dalam Islam merupakan sekumpulan
prinsip dan kaerah yang mengandung perintah atau larangan dari Allah. Prinsip dan
kaedah itu dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam perkataan, perbuatan dan ketetapan
beliau.
Alquran dan sunnah merupakan sumber yang menjelaskan akhlak Islam dengan tepat
dan detail. Akhlak Islam adalah nilai yang utuh yang terdapat didalam Alquran dan As-
Sunnah yang ditujukan untuk kebaikan manusia baik didunia maupun diakhirat. Dengan
konsisten terhadap nilai-nilai akhlak yang terkandung didalam Alquran dan As-Sunnah
orang muslim akan mendapat kebaikan, sedangkan yang tidak konsisten akan mendapat
kesengsaraan hidup baik didunia maupun diakhirat.

1. Pengertian dan Objek Akhlak


Seperti yang telah diungkap pada Bab terdahulu bahwa kata akhlak berasal dari
bahasa arab, jama’ dari khuluqun (‫ )خلق‬yang berarti ibarat (sifat / keadaan) dari
perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, dari padanya tumbuh perbuatan-
perbuatan dengan mudah dan wajar tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan.
Dalam kamus Bahasa Indonesia kata akhlak berarti budi pekerti; kelakuan. (Depdiknas,
2013: 27).

C. Karakter
1. Defenisi Karakter dan Pendidikan Karakter
Kevin Ryan & Bohlin, K. E (1999: 5) menjelaskan bahwa secara etimologis, kata
karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang
berarti “to engrave”,. Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis,
memahatkan, atau menggoreskan. (M. John Echols, & Shadily, H. 1995: 214). Dalam
Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak.
Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan
pada layar dengan papan ketik. (Depdiknas, 2013: 623). Orang berkarakter berarti
orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak.
Doni Koesoema (2007: 80) menjelaskan bahwa dengan makna seperti itu berarti
karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri,
karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan
yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak
lahir. Seiring dengan pengertian ini, ada sekelompok orang yang berpendapat bahwa
baik buruknya karakter manusia sudah menjadi bawaan dari lahir. Jika bawaannya baik,
manusia itu akan berkarakter baik, dan sebaliknya jika bawaannya jelek, manusia itu
akan berkarakter jelek.

Anda mungkin juga menyukai