Anda di halaman 1dari 11

Dakwah Rasulullah SAW di Madinah

Nama kelompok :

1. Fitria ulfa sari


2. Nadia ninna salsabila
3. Chindy alvionita
4. Jovannie winardi
5. Rahma dina
6. M alghyffari irdian
7. Sera julianti
8. Sabda fachri zagarino basri
SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH

1.  Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah
         Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama
hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan diridai-Nya.
           Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu
umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki
kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu,
berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan
beribadah.
            Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam,
yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah,
bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
         Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke Yastrib
(negeri Islam) adalah:

 Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafri
Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah
untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum
Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
 Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah,
sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT,
untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam)

    Artinya: “Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami
akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. dan Sesungguhnya pahala di
akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan
hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.” (Q.S. An-Nahl, 16: 41-42)

  2.    Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah


       Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni
dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya
Rasulullah SAW, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
     Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran
Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam
yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapaun ajaran Islam
periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
      Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang
yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang
belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota
Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
     Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk
seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
           Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat   bagi
semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya’, 21: 107)
     Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam
(umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di
Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah
SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud
persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah.
       Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam
bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-
ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa
beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
   Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji,
menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan
kemauan dan kesadarn sendiri. namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak
bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam
dan juga berusaha melenyapkan agama Isla dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti
kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
    Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah
Al-Hajj, 22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya
menusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat
dihindarkan lagi
                      Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39)
         Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:190)
   Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu
tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan pernag, tetapi
bertujuan untuk:

 Membela diri, kehormatan, dan harta.


 Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak
menganutnya.
 Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan
Romawi.

 Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negar yang
merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan
memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga
keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan
mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk
menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa
Romawi Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga
terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu :

Perang Mut’ah
     Peperangan Mu’tah terjadi sebelah utara lazirah Arab. Pasukan Islam mendapat
kesulitan menghadapi tentara Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi. Beberapa
pahlawan gugur melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. Melihat
kenyataanyang tidak berimbang ini, Khalid ibn Walid, yang sudah masuk Islam, mengambil
alih komando dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri dan kembali ke Madinah.
     Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah
menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh
Jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam.
     Hal ini membuat orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata
menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu, secara sepihak
orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut.
Perang Tabuk
     Melihat kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab,
Syria, yang merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung
Bani Ghassan dan Bani Lachmides.
     Untuk menghadapi pasukan Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan
diri siap berperang bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula. Melihat
besarnya pasukaDi sini beliau membuat beberapa perjanjian dengan penduduk setempat.
Dengan demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam. Perang
Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.

       Peperangan lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW seperti:
Perang Badar
     Perang Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaum
musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari
serangkaian pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum
musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang
dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.
     Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata
sederhana yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi
Muhammad SAW dan semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai
pemenang. Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi
Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy,
dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur
sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (Q.S. 3: 123).
                    Artinya: “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, Padahal kamu
adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya
kamu mensyukuri-Nya.”(Q.S. Ali-Imran: 123).
     Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin.
Mereka memang tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka
dan Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.
     Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW
memutuskan untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-
masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari
orang-orang Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan
dan kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
     Tidak lama setelah perang Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian
dengan suku Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan
melihat kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
     Sesudah perang Badar, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi
Madinah yang berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi
itu ke Suriah.

Perang Uhud
     Bagi kaum Quraisy Mekah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan
pukulan berat. Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka
berangkat menuju Madinah membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta,
200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka
memakai baju besi.
     Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000
(seribu) orang. Namun, baru saja melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay, seorang munafik
dengan 300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar perjanjian
dan disiplin perang.
     Meskipun demikian, dengan 700 pasukan yang tertinggal Nabi melanjutkan
perjalanan. Beberapa kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan
bertemu. Perang dahsyat pun berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit Islam dapat memukul
mundur tentaramusuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Khalid ibn
Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah Islam. Dengan disiplin yang tinggi dan
strategi perang yang jitu, pasukan yang lebih kecil itu ternyata mampu mengalahkan pasukan
yang lebihbesar.
     Kemenangan yang sudah diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta
peninggalan musuh. Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa
menghiraukan gerakan musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang telah
diperingatkan Nabi agar tidak meninggalkan posnya.
     Kelengahan kaum muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin
Walid berhasil melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang tadinya
sudah kabur berbalik menyerang. Pasukan Islam menjadi porak poranda dan tak mampu
menangkis serangan tersebut. Satu persatu pahlawan Islam gugur, bahkan Nabi sendiri
terkena serangan musuh. Perang ini berakhir dengan70 orang pejuang Islam syahid di medan
laga.
     Pengkhianatan Abdullah ibn Ubay dan pasukan Yahudi diganjar dengan tindakan
tegas. Bani Nadir, satu dari dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengan Abdullah
ibn Ubay, diusir ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar. Sedangkan suku
Yahudi lainnya, yaitu Bani Quraizah, Masih tetap di Madinah.

Perang Khandaq
     Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin
Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu
dengan masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu
beberapa suku).
  Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat
Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-
bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang
berarti parit.
    Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tersebut mengepung Madinah dengan
mendirikan perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup
membuat masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar
menjadi terputus. Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi
Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
    Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah
sebulan mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara
itu pada malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan
menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka
terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
    Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
              Artinya: “Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang Keadaan mereka penuh
kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh Keuntungan apapun. dan Allah menghindarkan
orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa. Dan
Dia menurunkan orang-orang ahli kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan
yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memesukkan rasa takut ke dalam hati
mereka. sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan.” (Q.S. Al-
Ahzâb: 25-26)

Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk
mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang
kaum muslimin berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya
perang. Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya
untuk menjaga diri, bukan untuk berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer
dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan
menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya
antara lain:
1.   Selama sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata antara kaum Quraisy penduduk Mekah
dan umat Islam penuduk Madinah
2.   Orang Islam dari kaum Quraisy yang datang kepada umat Islam, tanpa seizin walinya
hendaklah ditolak oleh umat Islam
3.   Kaum Quraisy, tidak akan menolak orang-orang Islam yang kembali dan bergabung degan
mereka
4.   Tiap kabilah yang ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy, atau dengan kaum
Muslimin dibolehkan dan tidak akan mendapat rintangan
5.   Kaum Muslimin tidak jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka harus kembali ke Madinah,
dan boleh mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan persyaratan:

 Kaum Muslimin memasuki kota Mekah setelah penduduknya untuk sementara keluar
dari kota Mekah
 Kaum Muslimin memasuki kota Mekah, tidak boleh membawa senjata
 Kaum Muslimin tidak boleh berada di dalm kota Mekah lebih dari tiga hari-tiga malam.

     Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tersebut sebenarnya adalah berusaha merebut
dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
     Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini :

1. Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi
bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
2. Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang
besar, karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di
kalangan bangsa Arab.

     Kaum kafir Quraisy mengetahui, bahwa perjanjian Hudaibiyah itu sangat
menguntungkan kaum Muslimin. Umat Islam semakin kuat, karena hampir seluruh
semenanjung Arab, termasuk suku-suku bagsa Arab yang paling selatan telah
menggabungkan diri kepada Islam. Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah yang berada di bawah
perlindungan Islam. Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah mereka bunuh dan selebihnya
mereka cerai-beraikan. Bani Khuza’ah segera mengadu kepada Rasulullah SAW dan mohon
keadilan.
     Mendapat pengaduan seperti itu kemudian Rasulullah SAW dengan 10.000 bala
tentaranya berangkat menuju kota Mekah untuk membebaskan kota Mekah dari para
penguasa kafir yang zalim, yang telah melakukan pembunuhan secara kejam terhadap umat
Islam dari Bani Khuza’ah.
     Rasulullah SAW sebenarnya tidak menginginkan terjadinya peperanagn, yang sudah
tentu akan menelan banyak korban jiwa. Untuk itu, Rasulullah SAW dan bala tentaranya
berkemah di pinggiran kota Mekah dengan maksud agar kaum kafir Quraisy melihat sendiri,
kekuatan besar dari bala entara kaum Muslimin.
     Taktik Rasulullah SAW seperi itu ternyata berhasil, sehingga dua orang pemimpin
Quraisy yaitu Abbas (paman Rasulullah SAW) dan Abu Sufyan (seorang bangsawan Quraisy
yang lahir tahun 567 M dan wafat tahun 652 M) datang menemui Rasulullah SAW dan
menyatakan diri masuk Islam.
     Dengan masuk Islamnya kedua orang pemimpin kaum kafir Quraisy itu, dan bala
tentaranya dapat memasuki kota Mekah dengan aman dan memebebaskan kota itu dari para
penguasa kaum kafir Quraisy yang zalim. Pembebasan kota Mekah ini terjadi pada tahun 8 H
secara damai tanpa adanya pertumpahan darah.
     Bahkan setelah itu kaum Quraisy berbondong-bondong menyatakan diri masuk Islam,
menerima ajakan Rasulullah dengan kerelaan hati. Kemudian bersama-sama bala tentara
Islam mereka membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala dan menghancurkan berhala-
berhala itu.
     Kaum Muslimin masih menghadapai kaum musyrikin, yang semula bersekutu dengan
kaum kafir Quraisy yang telah masuk Islam itu, yaitu: Bani Saqif, Bani Hawazin, Bani Nasr,
dan Bani Jusyam. Kaum musyrikin tersebut bersatu di bawah pimpinan Malik bin Auf (Bani
Nasr) berangkat menuju Mekah untuk menyerang kaum Muslimin, yang telah menghancurkan
behala-berhla yang mereka sembah.

Perang Hunain
     Mendengar berita bahwa kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam, Nabi
mengerahkan kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan
ini dipimpin langsung oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam
waktu yang tidak terlalu lama. Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Hawazin, seluruh
Jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan Nabi. Rasulullah dan umat Islam memperoleh
kemenangan  yang gilang-gemilang.
                      Artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu Lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima
taubat.” (Q.S. An-Nasr, 110: 1-3)

  3.    Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arabiah


       Rasulullah SAW menyeru umat manusia di luar Jazirah Arab agar memeluk agama
Islam, dengan jalan mengirim utusan untuk menyampaikan surat dakwah Rasulullah SAW
kepada para penguasa atau para pembesar mereka.
       Para penguasa atau para pembesar negar yang dikirimi surat dakwah Rasulullah SAW
itu seperti:
a.   Heraclius, Kaisar Romawi Timur
            Yang menerima surat dakwah Rasulullah, melalui utusannya Dihijah bin Khalifah.
Heraclius tidak menerima seruan dakwah Rasulullah itu, karena tidak mendapat persetujuan
dari para pembesar negara dan para pendeta. Namun surat dakwah itu dibalasnya dengan
tutur kata sopan, di samping mengirimkan hadiah untuk Rasulullah SAW.
b.   Muqauqis, Gubernur Romawi di Mesir
            Rasulullah SAW mengirim surat dakwah kepada Muqauqis melalui utusannya yang
bernama Hatib. Setelah surat itu dibaca Muqauqis belum bisa menerima seruan untuk masuk
Islam, namun dia menyampaikan surat balasan kepada Rasulullah SAW dan mengirim
hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita, kuda, keledai, dan pakaian-pakaian.
c.   Syahinsyah, Kaisar Persia
            Syahinsyah adalah penguasa yang lalim dan sombong. Karena kesombongannya surat
dakwah Rasulullah SAW itu dirobek-robeknya. Mengetahui surat dakwah itu dirobek-robek,
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Syahinsyah yang sombong itu akan dibunuh oleh
anaknya sendiri pada malam Selasa tanggal 10 Jumadil Awal tahun ke-7 hijriah. Apa yang
diucapkan Rasulullah SAW ternyata sesuai dengan kenyataan. Syahinsyah dibunuh oleh
anaknya sendiri Asy-Syirwaih karena kelalimannya.
            Kemudian surat dakwah Rasulullah SAW dikirimkan pula kepada An-Najasyi (Raja
Ethiophi), Al-Munzir bin Sawi (Raja Bahrain), Hudzah bin Ali (Raja Yamamah), dan Al-Haris
(Gubernur Romawi di Syam). Di antara. Penguasa-penguasa tersebut yang menerima seruan
dakwah Rasulullah SAW, hanyalah Al-Munzir bin Sawi penguasa Bahrain yang menyatakan
masuk Islam dan mengajak para pembesar negara dan rakyatnya agar masuk Islam.
  A.    STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah
adalah:
    1.    Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini
kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang berdakwah 
itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2.    Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-Nahl, 16: 12 
                         Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl, 16: 125)

    3.    Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk
Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104
                   Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-
orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran, 3: 104)

   4.    Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.

Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok
pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani
strategi Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam tau masyarakat madani di
Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran
Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang
baldatun tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai,
adil, dan makmur di bawah naungan rida Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut
adalah:
     a.    Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid Quba,
yang berjarak ± 5 km, sebelah barata daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12
Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi
Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid
Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan
Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan
batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni:
Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib k.w.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:

1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak
2. Masjid merupakan saran ibadah, khususnya salat lima waktu, salat Jumat, salat
Tarawih, salat Idul Fitri, dan Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber
kepada Al-Qur;an dan Hadis
4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama
Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat
penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak
menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tmpat pengobatan para
penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang
melawan orang-orang kafir. Sejarah mencata adanya seorang perawat wanita terkenal
pada masa Rasulullah SAW yang bernama “Rafidah”        Rasulullah SAW menjadikan
masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan para sahabatnya. Masalah-masalah
yang dimusyawarahkan antara lain: usaha-usaha untuk memajukan Islam, dan
strategi peperangan melawan musuh-musuh Islam agar memperoleh kemenangan.

     b.    Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar


Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke
Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang
memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang
mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh.
Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajrin mencari dan mengangkat seorang
dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena
Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abu Thalib sebagai
saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat
misalnya:

 Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani
bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian
dijadikan anak angkat Rasulullah SAW
 Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
 Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar)
 Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar)

 Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin
setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya
seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil
sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling
mencintai, saling menyayangi, hormay-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan
dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin berupa
tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak
diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat
hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin
Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian oleh
Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut Suffa dan
mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh
kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu anatara
lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada yang
lain. Sedangkan apabila terjadi perang anatara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka
ikut berperang.

     c.    Perjanjian Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-Islam
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga golongan,
yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-
orang Arab yang belum masuk Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk
akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di
dalamnya juga terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti
tidak mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain
itu, bagi kaum bukan Islam, mereka mestilah berkelakuan baik bagi melayakkan mereka
dilindungi oleh kerajaan Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah sama ada Islam atau bukan
Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil,
membangun serta digeruni oleh musuh-musuh Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang
dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara lain:
1)   Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan
dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan
hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang yang
mematuhi peraturan
2)    Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama
3)   Veluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan orang-
orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu dalam
bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk
Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah
4)   Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan
perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk
diadili sebagaimana mestinya

    d.    Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial yang Islami demi Terwujudnya
         Masyarakat Madani
Islam tidak hanya mengajarkan bidang akidah dan ibadah, tetapi mengajarkan juga
bidang politik, ekonomi, dan sosial, yang kesemuanya berumber pada Al-Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam, sehingga
masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan.
Rasulullah SAW selain sebagai seorang nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang kepala
negara (khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap sistem politik
Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil
rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh
seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari tuntutan
Al-Qur’an dan Hadis.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa, : 59).Dalam bidang ekonomi Rasulullah SAW telah meletakkan
dasar bahwa sistem ekonomi Islam itu harus dapat menjamin terwujudnya keadilan
sosial.Dalam bidang sosial kemasyarakatan, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar antara
lain adanya persamaan derajat di anatar semua individu, semua golongan, dan semua bangsa.
Sesuatau yang memebdakan derajat manusia ialah amal salehnya atau hidupnya yang
bermanfaat. firman Allah SWT: Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. “(Q.S. Al-Hujurat, 49: 13)
  B.    HAJI WADA’ DAN WAFATNYA RASULULLAH SAW
Dalam kesempatan menunaikan ibadah haji yang terakhir, haji wada’, tahun 10 H (631
M), Nabi saw menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain:
larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq dan larangan mengambil harta orang lain
dengan batil, karena nyawa dan harta benda adalah suci; larangan riba dan larangan
menganiaya; perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik dan lemah lembut dan
perintah menjauhi dosa; semua pertengkaran antara mereka di zaman Jahiliyah harus saling
dimaafkan; balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku di zaman Jahiliyah
tidak lagi dibenarkan; persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan;
hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan seperti apa yang dimakan
tuannya dan memakai seperti apa yang dipakai tuannya; dan yang terpenting adalah bahwa
umat Islam harus selalu berpegang kepada dua sumber yang tak pernah usang, Al-Qur’an dan
sunnah Nabi.
Isi khotbah ini merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam. Selanjutnya,
prinsip-prinsip itu bila disimpulkan adalah kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial,
keadilan ekonomi ,kebajikan dan solidaritas.
Wafatnya Rasulullah saw.
Setelah itu, Nabi saw segera kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat
kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para dai dikirim ke
berbagai daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan,
dan memungut zakat.
Dua bulan setelah itu, Nabi saw menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat
berkurang. Pada hari senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 H / 8 Juni 632 M, Rasulullah SAW
wafat di rumah istrinya Aisyah ra.
Dari perjalanan sejarah Nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW, di
samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan
administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau
berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.

Anda mungkin juga menyukai