Anda di halaman 1dari 26

2.

1 Konsep Dasar Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi

World Health Organzation (WHO) dan The International Society of Hypertension

(ISH) menetapkan bahwa hipertensi merupakan kondisi ketika tekanan darah (TD) sistolik

lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Nilai ini

merupakan hasil rerata minimal dua kali pengukuran setelah melakukan dua kali atau lebih

kontak dengan petugas kesehatan. (Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2017)

Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan suatu peningkatan tekanan darah di dalam

arteri. Hiper artinya berlebihan, sedangkan tensi artinya tekanan atau tegangan. Untuk itu,

hipertensi merupakan tekanan darah atau denyut jantung yang lebih tinggi dibandingkan

dengan normal karena penyempitan pembuluh darah atau gangguan lainnya. Dimana terjadi

peningkatan tekanan sistolik 14 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau

lebih , dan tekanan darah berfluktuasi dalam batas tertentu tergantung pada posisi tubuh, usia

dan tingkat stress.(Asikin, Nuralamsyah, & Susaldi, 2016)

Menurut JNC hipertensi terjadi apabila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHd

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan darah secara abnormal dan terus

menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa

faktor risiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan

darah secara abnormal.(andra safery wijaya & Putri, 2013)

Hipertensi adalah adanya peningkatan tekanan darah sampai taraf yang memungkinkan

pasien mengalami peningkatan risiko kerusakan organ target di beberapa pembuluh darah,

termasuk retina, otak, jantung, ginjal, dan arteri besar (L.lin & Rypkema, 2010)
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi usia dewasa telah diklasifikasikan dalam Sixtth Report of The Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

(JNC VI) dalam (Yasmara et al., 2017). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa usia 18 tahun

Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


Kategori
(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 Dan <80
Normal <130 Dan/atau <85
Tinggi-normal 130-139 Dan/atau 85-89
Hipertensi derajat I 140-159 Dan/atau 90-99
Hipertensi derajat II 160-179 Dan/atau 100-109
Hipertensi derajat III ≥180 Dan/atau ≥110

Keterangan tabel 2.1 klasifikasi tekanan darah untuk dewasa usia 18 tahun:

1. Kategori normal dapat diterima jika individu tersebut tidak mengonsumsi obat

atau sedang sakit.

2. Jika TD sistolik atau diastolik jatuh ke kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah

kategori yang lebih tinggi. Misal: 160/92 diklasifikasikan sebagai hipertensi derajat 2;

174/120 diklasifikasikan sebagai hipertensi derajat 3

3. Hipertensi sistolik terisolasi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik >140

mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg

Misal: Tekanan darah 170/82 mmHg merupakan hipertensi sistolik terisolasi derajat

Berdasarkan penyebabnya hipertensi juga dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi

primer dan hipertensi sekunder. (Yasmara et al., 2017)

1. Hipertensi Primer
Hipertensi primer atau hipertensi esensial ini merupakan jenis hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya. Ini merupkan jenis hipertensi yang paling banyak yaitu sekitar

90–95% dari insidensi hipertensi secara keseluruhan. Hipertensi primer ini sering tidak

disertai dengan gejala dan biasanya gejala baru muncul saat hipertensi sudah berat atau

sudah menimbulkan komplikasi. Hal inilah yang kemudian menyebabkan hipertensi

dijuluki sebagai sillent killer.

2. Hipertensi Sekunder

Jumlah hipertensi sekunder hanya sekitar 5-10% dari kejadian hipertensi secara

keseluruhan. Hipertensi jenis ini merupakan dampak sekunder dari penyakit tertentu.

Berbagai kondisi yang bisa menyebabkan hipertensi antara lain penyempitan arteri renalis,

penyakit parenkim ginjal, hiperaldosteron maupun kehamilan. Selain itu, obat-obatan

tertentu bisa juga menjadi pemicu jenis hipertensi sekunder.

Hipertensi primer maupun sekunder memiliki potensi untuk berkembang menjadi

hipertensi berat atau dengan pula sebagai krisis hipertensi. Angka kejadian krisis

hipertensi ini di Amerika berkisar 2–7% pada populasi penderita hipertensi yang tidak

melakukan pengobatan secara teratur. Sedangkan seiring perbaikan penanganan yang

dilakukan, angka kejadiannya menurun hingga tinggal 1% saja. Sayangnya kejadian krisis

hipertensi di Indonesia hingga saat ini belum ada laporan mengenai hal tersebut.

2.2.3 Etiologi Hipertensi

1. Hipertensi Esensial

Penyebab hipertensi esensial atau hipertensi primer bersifat multifaktorial, yakni

sebagai hasil interaksi dari faktor-faktor tersebut. Beberapa faktor yang memicu timbulnya

hipertensi tersebut antara lain faktor risiko, aktivitas sistem saraf simpatik, keseimbangan

vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh darah, serta aktivitas sistem renin-angiotensin.


Beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko di antaranya usia, jenis kelamin, dan

faktor herediter atau keturunan. Selain itu pola hidup yang tidak sehat seperti

mengonsumsi alkohol, merokok, kurang olahraga, makanan berlemak dapat menjadi

pemicu hipertensi.

Seiring dengan pertambahan usia, elastisitas dinding pada dinding pembuluh darah

akan menyebabkan luka pembuluh darah semakin menurun. Demikian pula dengan jenis

kelamin, laki-laki memiliki risiko hipertensi lebih tinggi dibandingkan wanita. Hal ini

berkaitan dengan adanya hormon estrogen pada wanita yang berkontribusi darah sehingga

bisa menurunkan aliran darah. Penurunan produksi hormon estrogen pada usia menopause

membuat risiko pada wanita juga akan meningkat.

Faktor lain yang dapat memicu hipertensi adalah perangsangan sistem saraf simpatik.

Berbagai kondisi yang menimbulkan stresor baik secara fisik maupun psikologis dapat

memicu aktivitas saraf simpatik. Efek yang ditimbulkan dari perangsangan sistem saraf

simpatik adalah vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan denyut jantung. Kedua

hal ini akan menyebabkan peningkatan resistensi perifer pembuluh darah sistemik

sehingga sehingga memicu peningkatan tekanan darah. Selain itu perangsangan sistem

saraf simpatik memicu aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron yang berperan dalam

meningkatkan tekanan darah

Sistem renin-angiotensin-aldosteron sebenarnya bekerja secara otonom sebagai respons

terhadap kondisi tubuh. Saat terjadi syok, peningkatan sistem saraf simpatik, atau

penurunan kadar natrium, ginjal akan mengeluarkan renin yang mengubah

angiotensinogen menjadi angiotensin I. Selanjutnya atas bantuan Angiotensin converting

enzym (ACE) angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Keberadaan angiotensin II ini

akan memicu pengeluaran aldosterone oleh korteks adrenal. Keberadaan aldosteron ini
akan menarik air dan NaCl tetap di dalam tubulus sehingga meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yakni dalam pembuluh darah. Angiotensin II ini juga memicu vasokonstriksi

pembuluh darah. Kombinasi peningkatan volume pembuluh darah dan vasokonstriksi ini

menyebabkan peningkatan tekanan darah. (Yasmara et al., 2017)

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder merupakan dampak dari penyakit tertentu. Angka kejadiannya

berkisar antara 10-20% saja. Beberapa penyakit atau kelainan yang dapat menimbulkan

hipertensi sekunder antara lain:

1) Glomerulonefritis akut. Hipertensi terjadi secara tiba tiba dan memburuk dengan

cepat. Jika tidak segera ditangani maka dapat menyebabkan gagal jantung.

2) Sindrom nefrotik. Penyakit ini berlangsung lambat dan menimbulkan gejala klinis

sindrom nefrotik seperti proteinuria berat, hipoproteinemia, dan edema yang berat.

Meskipun pada tahap awal fungsi ginjal masih baik, namun lama kelamaan daya

filtrasi glomerulus semakin menurun, faal ginjal memburuk, dan terjadi kenaikan

tekanan darah.

3) Pielonefritis. Terdapat kaitan antara pielonefritis dan adanya hipertensi. Peradangan

pada ginjal ini sering disertai dengan kelainan struktur bawaan ginjal atau juga pada

batu ginjal. Diagnosis klinis sering sukar ditegakkan. Namun demikian terdapat

keluhan yang biasanya muncul yaitu nyeri pinggang, mudah lelah, dan rasa lemas

pada badan. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya proteinuria, piuria,

dan kadang-kadang disertai dengan hematuria.

4) Kimmelt Stiel-Wilson. Penyakit pada ginjal ini merupakan komplikasi dari penyakit

diabetes melitus yang berlangsung lama. Gejala yang timbul menyerupai


glomerulonefritis kronis dapat disertai dengan tekanan darah tinggi. Penyakit ini

memiliki prognosis yang buruk, penderita dapat meninggal akibat gangguan fungsi

ginjal atau gagal jantung.

5) Hipertensi renovaskular. Hipertensi ini disebabkan oleh adanya lesi pada arteri renalis.

Stenosis yang terjadi pada arteri renalis ini memicu pengeluaran renin yang

berlebihan. Meskipun kemudian mengalami penurunan, namun kadarnya tidak akan

mencapai tingkat terendah. Selain itu terdapat pula penambahan volume cairan tubuh

serta peningkatan curah jantung. (Yasmara et al., 2017)

2.2.4 Manifestasi Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah

yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan,

eksudat (Kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat,

edema pupil (edema pada diskus optikus).

Pada tahap awal perkembangan hipertensi tidak ada manifestasi yang dicatat

oleh klien atau praktisi kesehatan. Pada akhirnya tekanan darah akan naik dan jika

keadaan ini tidak “terdeteksi” selama pemeriksaan rutin, klien tetap tidak sadar bahwa

tekanan darahnya naik, jika kondisi ini tetap dibiarkan dan tidak terdiagnosis , tekanan

darah akan terus naik dan manifestasi klinis akan menjadi jelas dan klien akan

mengeluh sakit kepala terus menerus, kelelahan, pusing, berdebar-debar, sesak,

pandangan kabur atau penglihatan ganda, dan mimisan.(Black & Hwaks, 2014)

Gejala yang muncul akibat tidak disadarinya tentang kenaikan tekanan darah

dari klien juga akan menunjukkan gejala-gejala tertentu, apabila ada kerusakan

vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh

pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi

sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan
nitrogen  urea darah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat

menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai

paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan

(Brunner & Suddarth, 2005 dalam andra safery wijaya & Putri, 2013). 

Corwin (2000) dalam (andra safery wijaya & Putri, 2013) menyebutkan bahwa

sebagian besar gejala klinis timbul : 

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,

akibatpeningkatan tekanan darah intrakranial. 

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi 

3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat 

4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerplus 

5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

2.2.5 Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat

vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang

berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia

simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk

impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik

ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan

konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan


hipertensi sangat sensitive terhadap norepineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas

mengapa hal tersebut bias terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai

respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas

vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat

memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan

angiotensin I ysng kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang

pada gilirannya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada sistem

pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia

lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan

kemampuan distesi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar

berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung

(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan

perifer.
2.2.6 Pathway Hipertensi

Faktor predisposisi : Usia, jenis kelamin, merokok,


stress, kurang olahraga, genetik, alkohol, konsentrasi garam,
obesitas.

HIPERTENSI
Kerusakan vaskuler Tekanan
pembuluh darah Perubahan Sistemik
Situasi darah ↑
Perubahan struktur Defisiensi
Informasi yang pengetahuan Beban kerja
minim Ansietas jantung ↑
Penyumbatan
pembuluh darah Resistensi
pembuluh darah Nyeri Aliran darah makin
Vasokonstriksi otak ↑ Kepala cepat ke seluruh tubuh,
sedangkan nutrisi
dalam sel sudag
Gangguan Sirkulasi Otak mencukupi kebutuhan

Suplai O₂ ke
Krisis Situasional
otak↓
Resiko
ketidakefektifan Metode Koping
perfusi jaringan tidak efektif
otak
Ketidakefektifan
Koping

Ginjal Retina Pembuluh Darah

Vasokonstriksi
Spasme Arterio Sistemik Koroner
pembuluh darah
ginjal
Resiko Cedera Vasokonstriksi Iskemik
Blood Flow Miokard
Darah↓ Kelebihan Afterload↑
Volume Cairan
Nyeri
Respon RAA
Edema Fatigue

Merangsang
Aldosteron Retensi Na Intoleransi
Aktifitas

Gambar 2.1 Modifikasi Patofisiologi Hipertensi


2.2.7 Komplikasi Hipertensi

Beberapa komplikasi yang timbul dikarenakan Hipertensi menurut (Yasmara et

al., 2017) adalah :

1. Retinopati Hipertensif

Retinopati merupakan kondisi rusaknya retina yang disebabkan oleh tingginya

tekanan intraokular akibat hipertensi yang tidak terkontrol. Tekanan darah yang tinggi

merusak pembuluh darah kecil retina sehingga menyebabkan penebalan pada dinding

pembuluh darah. Penebalan tersebut menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah

yang berdampak pada penurunan aliran darah yang melaluinya. Akibatnya adalah

suplai darah ke retina berkurang sehingga terjadi kerusakan di berbagai area retina

tersebut. Gejala yang dapat dirasakan oleh penderita adalah penglihatan ganda,

penurunan daya lihat, nyeri kepala, hingga kebutaan. pembuluh darah yang berdampak

pada penurunan aliran darah yang melaluinya. Akibatnya adalah suplai darah ke retina

berkurang sehingga terjadi kerusakan di berbagai area retina tersebut. Gejala yang

dapat dirasakan oleh penderita adalah penglihatan ganda, penurunan daya lihat, nyeri

kepala, hingga kebutaan.

2. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Penyakit jantung yang sering timbul pada penderita hipertensi ini adalah penyakit

jantung koroner dan penyakit jantung hipertensif. Penyakit jantung koroner terkait

dengan berbagai gejala yang muncul akibat terganggunya suplai darah ke otot jantung

sehingga menimbulkan kerusakan, mulai dari iskemia, cedera, hingga kematian otot

jantung tersebut.

Peregangan yang berlebihan pada dinding pembuluh darah ini akan menyebabkan

luka kecil pada endotelium yang dikenal dengan luka mikroskopik. Meskipun
demikian, luka tersebut sudah dapat memicu respons pembekuan sehingga pada

akhirnya terbentuk trombus pada area tersebut. Jika trombus tersebut terkelupas, maka

akan menyisakan dinding pembuluh darah yang tipis. Seiring perjalanan waktu

penipisan dinding pembuluh darah tersebut dapat memicu aneurisma yaitu penonjolan

dinding pembuluh darah seperti kantong. Aneurisma ini sangat rentan untuk pecah yang

dapat berakibat fatal.

Selain itu tingginya resistensi sistemik pada hipertensi membuat jantung harus

bekerja lebih keras lagi supaya aliran darah dapat tetap terjaga. Jika hal ini berlangsung

lama, akan menyebabkan pembesaran otot jantung (hipertrofi miokard) yang

menyebabkan penurunan fungsi jantung itu sendiri.

3. Hipertensi Serebrovaskular

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko paling penting penyakit stroke baik

karena perdarahan maupun emboli. Risiko stroke akan semakin bertambah dengan.

semakin tingginya tekanan darah. Tingginya regangan pada dinding pembuluh darah

akan menyebabkan luka mikroskopik yang dapat menjadi pemicu terbentuknya trombus

pada area tersebut. Trombus yang terbentuk. menyebabkan penyempitan pada lumen

pembuluh darah sehingga menurunkan aliran darah serebral.Demikian pula ketika

trombus terlepas dan ikut bersama aliran darah, maka ia akan menimbulkan sumbatan

pada pembuluh darah dengan diameter yang lebih kecil. Penurunan aliran darah ini

akan menyebabkan iskemia hingga kematian sel-sel otak. Kondisi seperti ini dikenal

dengan stroke non-hemoragik.

Selain itu, luka akibat regangan pada dinding pembuluh darah atau luka bekas

dari trombus yang terlepas menyebabkan kelemahan pada lokasi dinding pembuluh

darah tersebut. Akibatnya daerah tersebut mudah mengalami aneurisma atau ruptur,
sehingga menimbulkan perdarahan di area otak. Perdarahan di otak yang menimbulkan

kerusakan pada sel-sel otak disebut stroke hemoragik.

4. Ensefalopati Hipertensi

Ensefalopati hipertensi merupakan sindrom yang ditandai oleh perubahan

neurologis secara mendadak akibat peningkatan tekanan darah arteri. Sindrom tersebut

akan hilang jika tekanan darah dapat diturunkan kembali. Gejala yang sering muncul

biasanya berupa nyeri kepala hebat, bingung, lamban, muntah, mual, dan gangguan.

penglihatan. Gejala ini umumnya bertambah berat dalam waktu 12-48 jam, , pasien

dapat mengalami kejang, penurunan kesadaran, hingga kebutaan. Kondisi ini sering

terjadi pada hipertensi maligna yang mengalami paninigkárán tekanan darah secara

cepat.

2.2.8 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk klien yang menderita

Hipertensi menurut (Yasmara et al., 2017)

1. Laboratorium 

1) Urinalisis: Dapat ditemukan protein, sel darah merah, atau sel darah putih

menandakan penyakit ginjal, atau glukosa yang menunjukkan diabetes melitus 

2) Kadar kalium serum <3,5 mEq/L (normal: 3,5– 5,0 mEq/L)2 menunjukkan

disfungsi adrenal (hiperaldosteronisme primer) 

3) Kadar nitrogen urea darah normal (normal = 5-25 mg/dL)2 atau meningkat >20

mg/dL dan kadar kreatinin serum normal (normal = 0,5-1,5 mg/ dL)2 atau >1,5

mg/dL menunjukkan penyakit ginjal.


2. Pencitraan 

1)  Foto toraks menunjukkan kardiomegali 

2) Arteriografi ginjal menunjukkan stenosis arteri ginjal

3. Prosedur diagnostik

1) Elekrtokardiografi (EKG) menunjukkan hipertrofi atau iskemia ventrikel kiri

2) Oftalmoskopi menunjukkan luka pada arteriovena, ensefalopati hipertensif, dan

edema

3) Pemeriksaan menggunakan kaptopril oral dapat dilakukan untuk menguji hipertensi

kardiovaskular.

2.2.9 Faktor Resiko Hipertensi

Hipertensi primer mencakup lebih dari 90% dari keseluruhan kasus hipertensi.

Kurang dari 5-8% klien hipertensi dewasa memiliki hipertensi sekunder; bagaimanapun

juga, terlepas dari jenisnya, hipertensi merupakan akibat dari serangkaian faktor-faktor

genetik dan lingkungan. Faktor-faktor risiko ini digolongkan menjadi yang dapat diubah

dan yang tidak dapat diubah. Edukasi dan perubahan gaya hidup ditujukan pada faktor-

faktor yang dapat diubah (Black & Hwaks, 2014)

1. Faktor-faktor yang tidak dapat di ubah

1) Riwayat Keluarga

Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu, pada seseorang dengan

riwayat hipertensi keluarga, beberapa gen  mungkin berinteraksi dengan yang lainnya

dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan tekanan darah naik dari waktu ke

waktu. Kecenderungan genetis yang membuat keluarga tertentu lebih rentan terhadap

hipertensi mungkin berhubungan dengan peningkatan kadar natrium intraselular dan


penurunan rasio kalsium-natrium, yang lebih sering ditemukan pada orang berkulit

hitam. Klien dengan orang tua yang memiliki hipertensi berada pada risiko hipertensi

yang lebih tinggi pada usia muda.

2) Usia

Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Peristiwa hipertensi

meningkat dengan usia: 50-60% klien yang berumur lebih dari 60 tahun memiliki

tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Penelitian epidemiologi. bagaimanapun juga

telah menunjukkan prognosis yang lebih buruk pada klien yang hipertensinya mulai

pada usia muda. Hipertensi sistolik terisolasi umumnya terjadi pada orang yang

berusia lebih dari 50 tahun, dengan hampir 24% dari semua orang terkena pada usia

80 tahun. Di antara orang dewasa, pembacaan TDS lebih baik dari pada TDD karena

merupakan prediktor yang lebih baik untuk kemungkinan kejadian di masa depan

seperti penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, dan penyakit ginjal.

3) Jenis Kelamin

Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada pria

dibandingkan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Risiko pada pria dan wanita

hampir sama antara usia 55 sampai 74 tahun; kemudian, setelah usia 74 tahun wanita

berisiko lebih besar.

4) Etnis

Statistik mortalitas mengindikasikan bahwa angka kematian pada wanita

berkulit putih dewasa dengan hipertensi lebih rendah pada angka 4,7%; pria berkulit
putih pada tingkat terendah berikutnya yaitu 6,3%, dan pria berkulit hitam pada

tingkat terendah berikutnya yaitu 22,5% angka kematian tertinggi pada wanita

berkulit hitam pada angka 29,3%. Alasan peningkatan prevalensi hipertensi di antara

orang berkulit hitam tidaklah jelas, akan tetapi peningkatannya dikaitkan dengan

kadar renin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap vasopresin,

tingginya asupan garam, dan tingginya stres lingkungan.

2. Faktor-faktor yang dapat di ubah

1) Diabetes

 Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dari dua kali lipat pada klien diabetes

menurut beberapa studi penelitian terkini.Diabetes mempercepat aterosklerosis dan

menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah besar. Oleh karena

itu hipertensi akan menjadi diagnosis yang lazim pada diabetes, meskipun diabetesnya

terkontrol dengan baik. Ketika seorang klien diabetes didiagnosis dengan hipertensi,

keputusan pengobatan dan perawatan tindak lanjut harus benar-benar individual dan

agresif.

2) Stres

Stres meningkatkan resistansi vaskular perifer dan curah jantung serta

menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis. Dari waktu ke waktu hipertensi dapat

berkembang. Stresor bisa banyak hal, mulai dari suara, infeksi, peradangan, nyeri,

berkurangnya suplai oksigen, panas, dingin, trauma, pengerahan tenaga

berkepanjangan, respons pada peristiwa kehidupan, obesitas, usia tua, obat-obatan,

penyakit, pembedahan dan pengobatan medis dapat memicu respons stres.

Rangsangan berbahaya ini dianggap oleh seseorang sebagai ancaman atau dapat

menyebabkan bahaya; kemudian, sebuah respons psikopatologis “melawan-atau-lari”


(fight or flight) diprakarsai di dalam tubuh. Jika respons stres menjadi berlebihan atau

berkepanjangan, disfungsi organ sasaran atau penyakit akan dihasilkan. Sebuah

laporan dari Lembaga Stress Amerika (American Institute of Stress) memperkirakan

60% sampai 90% dari seluruh kunjungan perawatan primer meliputi keluhan yang

berhubungan dengan stres. Oleh karena stres adalah permasalahan persepsi,

interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan banyak stresor dan respons

stres.

3) Obesitas

Obesitas, terutama pada tubuh bagian atas (tubuh berbentuk "apel”), dengan

meningkatnya jumlah lemak sekitar diafragma, pinggang, dan perut, dihubungkan

dengan pengembangan hipertensi. Orang dengan kelebihan berat badan tetapi

mempunyai kelebihan paling banyak di pantat, pinggul, dan paha (tubuh berbentuk

“pear”) berada pada risiko jauh lebih sedikit untuk pengembangan hipertensi

sekunder daripada peningkatan berat badan saja. Kombinasi obesitas dengan faktor-

faktor lain dapat ditandai dengan sindrom metabolis, yang juga meningkatkan risiko

hipertensi.

4) Nutrisi

Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan hipertensi

esensial. Paling tidak 40% dari klien yang akhirnya terkena hipertensi akan sensit

terhadap garam dan kelebihan dan garam dan kelebihan garam mungkin menjadi

penyebab pencentus hipertensi pada individu ini :Diet tinggi garam mungkin

menyebabkan pelepasan hormon natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara


tidak langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga menstimulasi

mekanisme vasopresor di dalam sistem saraf pusat (SSP). Penelitian juga

menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsium, kalium, dan magnesium dapat

berkontribusi dalam pengembangan hipertensi.

5) Penyalahgunaan Obat

Merokok sigaret, mengonsumsi banyak alkohol, dan beberapa penggunaan obat

terlarang merupakan faktor. faktor risiko hipertensi. Pada dosis tertentu nikotin dalam

rokok sigaret serta obat seperti kokain dapat menyebabkan naiknya tekanan darah

secara langsung; namun bagaimanapun juga, kebiasaan memakai zat ini telah turut

meningkatkan kejadian hipertensin dari waktu ke waktu. Kejadian hipertensi juga

tinggi di antara orang yang minum 3 ons etanol per hari. Pengaruh dari kafein adalah

kontroversial. Kafein meningkatkan tekanan darah akut tetapi tidak menghasilkan

efek berkelanjutan

2.2.10 Faktor Yang Mempengaruhi Kekambuhan Hipertensi

Penderita hipertensi yang tidak menjaga pola makan dan gaya hidup yang sehat

mempunyai risiko mengalami hipertensi berulang atau kekambuhan hipertensi.

Kekambuhan hipertensi pada lansia dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam

maupun dari luar lansia. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekambuhan

hipertensi antara lain faktor gaya hidup meliputi pola makan atau diet rendah garam,

pengobatan, olah raga, kontrol yang teratur dan manajemen stress.

Faktor stres seperti kurang tidur dapat memicu masalah hipertensi dan dapat

turun lagi pada saat tidur. Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi

stress berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang

sangat tinggi. Jika periode stress sering terjadi maka akan mengalami kerusakan pada
pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti yang menetap. Stres

merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi di mana hubungan antara stres

dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat

menaikkan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stres yang

berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini

belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi

dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stres

yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. (Senoaji & Umar, 2017)

Faktor yang mempengaruhi kekambuhan Hipertensi menurut (Puteh, 2015)

1. Gaya hidup Kebiasaan mengkonsumsi makanan dengan kandungan garam yang

tinggi memicu naiknya tekanan darah.

2. Stress Realitas kehidupan setiap hari yang tidak bisa dihindari, stress atau ketegaan

emosional dapat mempengaruhi system kardiovaskuler, khusus hipertensi, stress

dianggap sebagai faktor psikologis yang dapat meningkatkan tekanan darah.

3. Merokok Pada sistem kardiovaskuler, rokok menyebabkan peningkatan tekanan

darah. Merokok juga mengakibatkan dinding pembuluh darah menebal secara

bertahap yang dapat menyulitkan jantung untuk memompa darah. Kerja jantung

yamg lebih berat tentu dapat meningkatkan tekanan darah.

2.2.11 Pencegahan Hipertensi

Dalam rangka pencegahan atas hipertensi, segala kegiatan hidup haruslah dalam

proses pengawasan. Khususnya kegiatan sehari-hari keluarga, sehingga tidak sampai

harus melakukan berbagai hal yang terlalu serius. Karena pola kehidupan sehari-hari

jika mendapatkan perhatian serius dari keluarga, maka upaya preventif dalam

pencegahan hipertensi bias dilakukan dengan baik. Ada beberapa hal berikut ini nanti
yang bisa kita perhatikan dalam rangka mencegah hipertensi menurut (Muhammadun

AS, 2010)

1. Pencegahan hipertensi dengan olahraga yang cukup

2. Pencegahan hipertensi dengan tidak merokok

3. Pencegahan hipertensi dengan tidak minum alcohol

4. Pencegahan hipertensi dengan istirahat yang cukup

5. Pencegahan hipertensi dengan cara tradisional

6. Pencegahan hipertensi dengan mengatur pola makan

7. Pencegahan hipertensi dengan batasi garam, 1 sendok the perhari.

2.2.12 Penatalaksanaan Hipertensi

1. Terapi Non Farmakologi

1) Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi gaya hidup dianjurkan bagi semua pasien yang tekanan darahnya turun

dalam rentang pra-hipertensi (120-139/80-89) dan setiap orang yang menderita

hipertensi intermiten atau menetap. Modifikasi ini mencakup penurunan berat badan,

perubahan diet. pembatasan konsumsi alkohol dan merokok, peningkatan akvitas

fisik, dan penurunan stres (Kotak 32-2).

Gambar 2.2 Modifikasi Gaya Hidup untuk Hipertensi


1. Pertahankan berat badan normal; turunkan berat badan jika kelebihan berat. 
2. Lakukan modifikasi diet:

1) Makan diet kaya buah, sayuran, dan produk susu rendah lemak 

2) Mengurangi asupan natrium. 

3) Mengurangi asupan kolesterol, lemak total dan jenuh.

3. Batasi asupan alkohol tidak lebih dari 1 ons etanol (1/2 ons untuk wanita
dan orang berbobot lebih ringan) per hari. 
4. Ikut senam aerobik selama 30 menit setiap hari kerja (5 sampai 6 hari). 
5. Berhenti merokok.

2) Diet

Pendekatan diet untuk menangani hipertensi berfokus pada menurunkan asupan

natrium, mempertahankan asupan kalium dan kalsium yang cukup, dan mengurangi

asupan lemak total dan jenuh. Pembatasan natrium ringan hingga sedang (tidak ada

tambahan garam) menurunkan tekanan darah dan memperkuat efek obat-obatan anti-

hipertensi untuk sebagian besar pasien hipertensi. Diet DASH (Dietary Approaches to

Stop Hypertention) telah terbukti bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah. Diet

ini (Kotak 32–3) berfokus pada semua makanan daripada nutrisi itu sendiri. Diet ini

kaya buah dan sayuran (hingga 10 sajian per hari) dan rendah lemak total dan jenuh

(NHLBI, 2003 dalam Priscilla, Burke, & Bauldoff, 2015).

Penurunan berat badan dianjurkan untuk pasien yang obes. Penurunan seminimal

4,5 kg menurunkan tekanan darah pada banyak orang (NHBLI, 2004 dalam Priscilla

et al., 2015). Diet yang seimbang seperti diet DASH dianjurkan untuk penurunan

berat badan. 

Gambar 2.3 Anjuran Diet DASH

1. Gandum-tujuh sampai delapan sajian per hari 


2.  Sayuran-empat sampai lima sajian per hari 
3. Buah-empat sampai lima sajian per hari 
4. Produk susu tanpa-lemak/rendah-lemak-dua sampai tiga kali sajian per hari 
5. Daging, unggas, dan ikan-dua atau kurang 3 oz sajian per hari 
6. Kacang, biji-bijian, dan kacang kering-empat sampai lima sajian per minggu
Lemak dan minyak-dua sampai tiga sajian per hari 
7. Permen-lima sajian per minggu (harus rendah lemak)
3) Aktivitas Fisik

 Latihan fisik teratur (seperti berjalan, bersepeda, berlari, atau berenang)

menurunkan tekanan darah dan berperan pada penurunan berat badan, penurunan

stres, dan perasaan terhadap kesejahteraan keseluruhan.  Pasien yang sebelumnya

banyak duduk dianjurkan untuk ikut dalam senam aerobik selama 30 menit sampai

45 menit per hari setiap hari kerja (5 sampai 6 hari ). Latihan isometrik (seperti

latihan bobot) mungkin tidak tepat karena ini dapat meningkatkan tekanan darah

sistolik.

4) Pembatasan Pemakaian Alkohol dan Tembakau

konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol yang belerbihan

dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat mempunyai risiko mengalami

hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka yang tidak meminum alkohol.

Begitupula dengan merokok. Merokok memang tidak berhubungan secara langsung

dengan timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat meningkatkan risiko komplikasi

pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke. Nikotin dalam tembakau

membuat jantung bekerja lebih keras karena menyempitkan pembuluh darag dan

meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah.(andra safery wijaya &

Putri, 2013)

Anjuran  asupan alkohol untuk pasien hipertensi adalah tidak lebih dari satu ons

etanol atau dua kali minum per hari. Satu kali minum adalah 12 oz bir, 5 oz anggur,
atau 1.5oz dari 80 wiksi yang diperbolehkan. Wanita dan orang berbobot lebih ringan

harus mengurangi batasan ini menjadi separuhnya. Meskipun putus alkohol dapat

meningkat tekanan darah tetapi biasanya sementara dapat berkurang saat berpantang

atau pembatasan asupan dilanjutkan

Meskipun nikotin adalah suatu vasokonstriktor , data signifikan yang

menghubungkan merokok dengan hipertensi kurang. Meskipun begitu, terdapat

hubungan pasti antara merokok dan penyakit jantung. Pasien yang merokok berat

didesak untuk berhenti. Merokok juga menurunkan efek beberapa obat-obatan

antihipertensi seperti propanolol (Inderal). Alat bantu berhenti merokok seperti patch

nikotin dan permen karet mengandung jumlah nikotin rendah dan biasanya menaikkan

tekanan darah. (Priscilla et al., 2015)

5) Penurunan Stres

Stres menstimulasi sistem saraf simpatis, meningkatkan vasokonstriksi, resistensi

vaskular sistemik, curah jantung, dan tekanan darah. Latihan fisik sedang dan teratur

adalah penanganan pilihan untuk menurunkan stres pada pasien hipertensi. Teknik

relaksasi seperti umpan balik biologis, sentuhan terapi, yoga, dan meditasi untuk

menenangkan pikiran dan tubuh juga dapat menurunkan tekanan darah, meskipun

efeknya belum terbukti pada penatalaksanaan hipertensi. (Priscilla et al., 2015)

2. Terapi Farmakologi

Terapi farmakologik saat ini terhadap hipertensi melibatkan pemakaian satu kelas obat

atau lebih berikut: diuretik, penyekat beta-adrenergik, simpatolitik kerja pusat, vasodilator,

inhibitor angiotensin-converting enzyme (ACE), penyekat reseptor angiotensin II (ARB),

dan penyekat saluran kalsium. Untuk sebagian besar pasien, dua obat antihipertensi atau
lebih yang dipilih dari kelas obat yang berbeda diperlukan untuk mendapatkan kontrol yang

efektif. Kelas obat ini mempunyai tempat kerja yang berbeda. (Priscilla et al., 2015)

Beberapa golongan diuretik sudah tersedia, umumnya digolongkan berdasarkan tempat

kerjanya di ginjal. Tiazid dan diuretik mirip tiazid (misal, hidroklorotiazid, klortalidon)

menyekat reabsorpsi natrium terutama di tubulus kontortus distal. Diuretik loop (misal,

furosemid, bumetanid, asam etakrinat, dan torsemid) menyekat reabsorpsi natrium di ansa

henle asenden yang tebal dan merupakan agen yang efektif pada pasien dengan insufisiensi

ginjal (kreatinin >2,5 mg/dl). Spironolakton, agen hemat kalium, bekerja secara kompetitif

menghambat kerja aldosteron di ginjal. Triamteren dan amilorid adalah obat-obat hemat

kalium yang bekerja di tubulus kontortus distal untuk menghambat sekresi ion kalium.

Diuretik hemat kalium bila digunakan sendiri adalah agen yang lemah, karena itu, diuretik

ini sering digabung dengan tiazid untuk menambah potensinya (L.lin & Rypkema, 2010)

1) Kelas Obat

 Diuretik adalah terapi pilihan untuk hipertensi sistolik pada lansia. Diuretik

relatif aman  dan obat yang ditoleransi dengan baik, selain itu, sebagian besar relatif

murah. Diuretik tiazida, seperti seperti hidrokloro tiazida (HydroDIURIL), secara

luas digunakan. Pada beberapa studi klinis besar, terapi dengan diuretik tunggal

pengontrol tekanan darah pada sekitar 50% pasien dan penurunan kesakitan dan

kematian terkait hipertensi dikaitkan dengan penyakit jantung koroner. Diuretik

mengontrol hipertensi terutama dengan mencegah reabsorpsi natrium di tubulus

sehingga meningkatkan ekskresi natrium dan air dan menurunkan volume darah.

Diuretik tiazida juga menurunkan resistensi vaskular sistemik lewat mekanisme

yang tidak diketahui. Diuretik khususnya efektif pada orang Kulit Hitam dan pasien

yang kegemukan, lansia, atau yang mengalami kenaikan volume plasma dan

aktivitas renin rendah. Efek merugikan diuretik umumnya terkait dosis. Selain
hipokalamia, diuretik dapat memengaruhi kadar serum glukosa, trigliserida, asam

urat, lipoprotein densitas-rendah, dan insulin. 

Pasien gagal jantung, penyakit jantung koroner, atau diabetes pada awalnya

dapat diobati dengan penyekat beta. Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah,

tampak jelas dengan menurunnya resistensi vaskular perifer. Selain itu juga

mengurangi jumlah renin yang dilepaskan oleh ginjal dengan menghambat reseptor

beta, di ginjal. Penyekat beta menurunkan risiko komplikasi seperti gagal jantung 

dan stroke. Namun, obat ini relatif dikontraindikasikan untuk pasien asma atau

penyakit paru obstruktif kronik, karena meningkatkan konstriksi bronkial.

Inhibitor ACE dan ARB juga umum digunakan pada pengobatan awal hipertensi,

khususnya untuk pasien yang menderita diabetes atau menderita gagal jantung,

riwayat MI, atau penyakit ginjal kronik. Inhibitor ACE menghambat pembentukan

angiotensin II dengan menghambat kerja enzim pengubah angiotensin. Angiotensin

II adalah suatu konstriktor kuat yang juga menstimulasi pelepasan aldosteron dari

kelenjar adrenal; dengan menghambat kerjanya mencegah vasokonstriksi dan retensi

natrium dan air yang dihasilkan dari pelepasan aldosteron. ARB mempunyai efek

sangat mirip, meskipun kerjanya adalah menghambat reseptor angiotensin II,

sehingga mencegah vasokonstriksi dan efek perluasan volume.

Beberapa kelas obat bekerja lewat kemampuannya untuk meningkatkan

vasodilatasi dan menurunkan resistensi vaskular perifer. Penyekat alfa seperti

prazosin dan terazo sin menghambat stimulasi reseptor-al pada arteriol dan vena,

mencegah vasokonstriksi. Karena kemampuan untuk melebarkan baik arteriol

maupun vena, penyekat alfa dapat menyebabkan hipotensi ortostatik signifikan,

khususnya setelah dosis awal. Penyekat saluran kalsium meng hambat pelebaran

arteriol, pengatur utama resistensi vaskular perifer.


Obat-obatan ini dapat menyebabkan takikardia refleks. Sebagian penyekat

saluran kalsium, verapamil dan diltiazem khususnya, juga menekan fungsi jantung,

menurunkan isi sekuncup dan curah jantung. Takikardia refleks minimal dengan

penyekat saluran kalsium ini. Vasodilator kerja-langsung seperti hidralazin dan

minoksidil juga secara langsung memengaruhi arteriol, menurunkan resistensi

vaskular perifer. Obat-obatan ini mempunyai efek kecil pada vena, sehingga risiko

hipotensi ortostatik minimal. Namun, obat ini dikaitkan dengan takikardia refleks

dan retensi cairan, sehingga jarang diberikan sebagai regimen pengobatan obat

tunggal.

Faktor lain yang dipertimbangkan dalam memilih obat-obatan untuk mengobati

hipertensi mencakup karakteristik demografi pasien, kondisi penyerta, kualitas

hidup, biaya, dan kemungkinan interaksi di antara obat obatan yang diprogramkan.

Pada umumnya, diuretik dan penyekat beta adalah obat paling efektif untuk

mengobati hipertensi pada orang Kulit Hitam dibanding penyekat beta atau inhibitor

ACE. Penyekat beta dipilih untuk mengobati hipertensi dengan penyerta penyakit

jantung koroner dan angina, tetapi dikontraindikasikan bagi pasien yang menderita

asma atau depresi. Penyekat beta juga menurunkan toleransi latihan dan dapat

berpengaruh merugikan pada gaya hidup sebagian pasien.

2) Regimen Obat

Pengobatan biasanya dimulai menggunakan obat antihipertensi pada dosis

rendah. Kecuali diindikasikan sebaliknya, diuretik dianjurkan sebagai obat pilihan

awal. Dosis secara perlahan dinaikkan kecuali kontrol tekanan darah optimal

dicapai. Jika obat tidak secara efektif menurunkan tekanan darah atau mempunyai

efek samping yang menimbulkan masalah maka obat berbeda dari kelas obat

antihipertensi lain menggantikan. Di sisi lain, jika obat tersebut ditoleransi dengan
baik tetapi tidak dapat menurunkan tekanan darah ke tingkat yang diharapkan maka

obat kedua dari kelas lain dapat ditambahkan ke regimen terapi.

Penanganan pasien pada hipertensi derajat 2 umumnya lebih agresif untuk

menimimalkan risiko MI, gagal jantung, atau stroke. Ketika tekanan darah rata-rata

lebih dari 200/120, terapi segera dan perawatan di rumah sakit sangat diperlukan.

Setelah satu tahun kontrol hipertensi efektif, upaya untuk menurunkan dosis dan

jumlah obat-obatan dapat dilakukan. Ini dikenal sebagai terapi penurunan. Upaya ini

lebih berhasil pada pasien yang sudah melakukan modifikasi gaya hidup. Monitoring

tekanan darah yang saksama diperlukan selama dan setelah terapi penurunan karena

tekanan darah sering kali naik lagi ke tingka hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai