Emfisema kutis
Kerusakan jaringan paru dan organ visceral
abdonimal
Infeksi local, empiema, osteomielitis
Edema paru dan hipotensi
Pendarahan local akibat laserasi a interkostalis
Penempatan kateter pada posisi yang salah
Alergi terhadap bahan anestesi
Kontusio paru karena hisapan kontinyu
Distres pernafasan akibat hisapan kontinyu pada
pneumotoraks dengan bronkopleural fistel yang
besar
INDIKASI PENGANGKATAN
SELANG WSD (CHEST TUBE)
Paru sudah mengembang / tidak kollaps
Drainage / cairan kurang 50 – 100 cc / 24 jam
2-3 hari pasca bedah Thorax
PERAWATAN PASCA
PEMASANGAN CHEST TUBE
Berikan posisi semifowler bila memungkinkan
Mobilisasi sedini mungkin
Latihan nafas dalam
Pemberian analgesic
Pertahankan kepatenan sistim drainage dengan cara angkat
selang WSD sesering mungkin untuk mengalirkan cairan ke
dalam botol penampung. Jangan meletakkan slang WSD /
botol penampung diatas dada karena drainage akan kembali
ke dada. Slang WSD jangan sampai tertekuk / awasi adanya
obstruksi selang WSD.
Observasi air pada segel botol / tabung sesuai yang
diindikasikan, observasi tekanan penghisap / continues
suction. Oleh karena itu perlu untk memeriksa seluruh
system terhadap adanya alat yang terlepas. Termasuk juga
observasi terhadap produksi cairan
PROSEDUR PEMASANGAN
1. Persiapan Alat
Anastesi local
Duk lubang steril
Kasa steril
Klem
Pisau untuk insisi
Trocar
Botol drainase + air steril
Kateter toraks
Pipa plastic dan penyambung
Pompa penghisap kontinyu
2. Persiapan Penderita
Pada insersi di daerah aksila, pasien
disandarkan dengan kemiringan 30 sampai 60
derajat. Tangan pada sisi dimana insersi akan
dilakukan, diletakkan di atas kepala. Penderita
dapat dibaringkan dengan tangan pada kedua
sisi badan jika insersi dilakukan pada interkosta
II mid clavicular line.
3. Penentuan Tempat Insersi
Ruang antar iga IV atau V, anterior dari mid
axillary line atau ruang antar iga II anterior,
midclavicular line.
4. Persiapan Operator
Operator mengunakan tutup kepala, tutup
mulut, skot plastic, alas kaki, dan sarung
tangan steril.
5. Disinfeksi
Menggunakan povidone iodine 10 %,
kemudian diulangi dengan alcohol 70 %.
Caranya dengan menggunakan kasa steril dan
pinset, dari dalam kea rah luar. Pasang duk
steril dengan lubnag pada tempat dimana
akan dilakukan insersi kateter.
6. Anestesi
Pada tempat dimana akan dilakukan insersi
kateter, diberikan anestesi local likodain 2 % 2-4
cc (40 – 80 mg) dengan spuit 5 cc steril.
Suntukkan bahan anastesi intradermal sampai
terjadi benjolan. Tunggu sesaat kemudian
anestesi dilanjutkan ke arah dalam sampai
mencapai pleura parietalis. Jarum dimasukkan ke
kavum pkeura dan dilakukan aspirasi. Jika tidak
ditemukan cairan atau udara, lokasi insersi dapat
diubah. Penyuntikan pada daerah interkosta ini
hendaknya menghindari daerah subkosta.
7. Insersi
Sebelum insersi dimulai, panajang kateter yang akan masuk ke rongga pleura
diperkirakan terlebih dahulu.
Insisi kulit sepanjang 2 sampai 4 cm, kemudian diperdalam secara tumpul
sampai pleura parietalis
Disiapkan jahitan matras mengelilingi kateter dengan menggunakan benang
sutera ukuran 0 atau 1-0
Satu tangan mendorong dan tangan lainnya mengfiksir trocar untuk
membatasi masuknya alat ke dalam rongga pleura. Setelah trocar masuk ke
rongga pleura, stilet dicabut dan lubang trocar ditutup dengan ibu jari.
Kateter yang sudah diklem pada ujung distalnya diinsersi secara cepat melalui
trocar ke dalam rongga pleura. Kateter diarahkan ke anteroapikal pada
pneumotoraks dan posterobastal pada cairan pleura / empiema. Trocar
dilepaskan dari dinding dada. Kateter diklem di antara dinding dada dan
trocar. Klem bagian distal dilepas dan trocar dikeluarkan
Kateter dihubungkan dengan botol WSD
Jahitan matras disimpul secara surgeon knot (ikatan
berputar ganda). Selanjutnya ujung bebas jahitan
matras ini dilingkarkan secara berulang pada
kateter sambil sekali-kali dibuat simpul surgeon
knot.
Dipasang kasa bentuk “Y” untuk menutupi luka,
kemudian ditempelkan plester lebar untuk
membantu fiksasi kateter.