Penyusun:
Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional (Puskas BAZNAS)
Penyunting:
Anggota BAZNAS
Sekretaris BAZNAS
Direktur Utama BAZNAS
Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS
Direktur Operasi BAZNAS
Direktur Kepatuhan dan Audit Internal BAZNAS
Penerbit:
Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional (PUSKAS BAZNAS)
Jl. Matraman Raya No.134, Jakarta, Indonesia 13150
Phone +6221 3904555 Fax +6221 3913777 Mobile +62812-9862-3885
Email: puskas@baznas.go.id
www.baznas.go.id; www.puskasbaznas.com
ISBN: 978-602-5708-91-6
Penasihat : Prof. Dr. H. Bambang Sudibyo, MBA, CA
Dr. Zainulbahar Noor, SE, Mec
Prof. Dr. H. Mundzir Suparta, MA
drh. Emmy Hamidiyah, M.Si
Ir. Nana Mintarti, MP
Drs. Irsyadul Halim
Prof. Dr. KH. Ahmad Satori Ismail
Drs. Masdar Farid Mas’udi
Prof. Dr. H. Muhammadiyah Amin, M.Ag
Drs. Astera Primanto Bhakti, M.Tax
Drs. Nuryanto. MPA
M. Arifin Purwakananta
Drs. H. Jaja Jaelani, MM
Irfan Syauqi Beik, Ph.D
Wahyu Tantular Tunggul Kuncahyo
Drs. Mochammad Ichwan, Ak, MM, CA
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, karunia dan
hidayah-Nya, Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (PUSKAS BAZNAS) dapat
mempersembahkan buku “Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan
Organisasi Pengelola Zakat”.
Kehadiran buku ini diharapkan dapat menjadi salah panduan bagi OPZ dalam rangka
meningkatkan akuntanbilitas dan transparansi lembaga, khususnya pada aspek
keuangan dalam mengelola dana yang diamanahkan. Sehingga tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap OPZ pun turut meningkat dari waktu ke waktu.
Buku ini terdiri dari dua bagian, yaitu kajian pedoman akuntansi dan kajian pedoman
keuangan pada OPZ. Kami berharap bahwa buku ini dapat menjadi amal ibadah dan
sumbangsih nyata bagi perkembangan kontribusi dunia perzakatan Indonesia. Semoga
Allah SWT senantiasa melimpahkan taufik, hidayah, rahmat dan maghfirah-Nya kepada
kita semua. Amin.
Tim Penulis
Pusat Kajian Strategis BAZNAS
Zakat adalah salah satu pilar dalam rukun Islam, yang menunjukkan betapa agungnya posisi
Zakat dalam ajaran Islam. Hal ini juga menekankan pentingnya lembaga Zakat dalam mengatur
Zakat dengan profesional dan amanah, termasuk di dalam akuntabilitas dan transparansi
lembaga.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kita patut bersyukur dan menyambut baik kehadiran
buku Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat.
Publikasi buku ini langkah penting dalam mendorong akuntabilitas dan transparansi lembaga
pada aspek keuangan untuk mengatur dana Zakat. Akuntabilitas dan transparansi sendiri
adalah hal yang tidak dapat terpisah dari etika publik dalam membangun tata kelola institusi
Zakat yang sehat. Oleh karena itu, hadirnya buku ini juga menunjukan kerja nyata dan
perhatian BAZNAS dalam meningkatkan kualitas mutu pengelolaan Zakat di Indonesia.
Kedepannya, buku ini akan menjadi pedoman serta rujukan akuntansi dan keuangan bagi
institusi zakat di Indonesia agar pengelolaan keuangan atas amanah yang dipercayakan oleh
masyarakat bisa tertangani dengan maksimal. Sebagai bentuk pertanggungjawaban bersama,
kami secara terbuka menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk
menyempurnakan kajian ini.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat iii
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Bismillahirahmanirahim
Berdasarkan survei Indeks Literasi Zakat, secara nasional mayoritas responden sebanyak 60%
memilih untuk menyalurkan zakatnya melalui masjid atau langsung ke mustahik. Salah satu
faktor pemilihan penyaluran zakat tersebut adalah kredibilitas yang sebesar 32%. Dalam
meningkatkan kredibilitas lembaga zakat diperlukan suatu pengelolaan dan
pertanggungjawaban yang baik kepada masyarakat, termasuk dalam aspek akuntansi dan
keuangan. Hal ini diperlukan agar lembaga zakat yang mendapat amanah masyarakat dapat
selalu menjaga akuntabilitas lembaga dan menjaga kepercayaan masyarakat.
Kepercayaan ini diperlukan agar masyarakat semakin yakin untuk menyalurkan zakatnya ke
lembaga zakat. Penyaluran zakat melalui lembaga zakat dapat membuat dana tersebut lebih
bermanfaat melalui program pemberdayaan dari lembaga zakat. Dengan demikian,
dibutuhkan suatu kajian yang membahas akuntansi dan keuangan zakat agar pengelolaan
lembaga zakat lebih profesional.
Pusat Kajian Strategis BAZNAS sebagai think tank dari BAZNAS alhamdulillah telah berhasil
mengakomodasi hal tersebut dengan membuat Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan
Keuangan Organisasi Pengelola Zakat. Kajian ini membahas penyusunan laporan keuangan
serta penyusunan dan pengendalian anggaran OPZ berdasarkan peraturan nasional dan kaidah
syariah. Diharapkan adanya kajian ini dapat memperkaya kajian sebelumnya yang membahas
pengelolaan akuntansi dan keuangan OPZ serta meningkatkan daya banding laporan
keuangan antar OPZ.
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada junjungan kita, Rasulullah Muhammad dan kepada keluarga, kerabat, sahabat dan para
pengikutnya.
Tidak ada yang sempurna kecuali kesempurnaan-Nya, walaupun dalam penyusunan kajian ini
kami sudah mencurahkan seluruh kemampuan, akan tetapi kami menyadari bahwa hasil
penyusunan buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran
serta kritik yang membangun dari para pembaca. Sekian.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat vii
3.6. Analisis Laporan Keuangan OPZ ..................................................................................... 164
4. PENGENDALIAN ............................................................................................................................ 171
4.1. Pengendalian Anggaran ..................................................................................................... 171
4.2. Pengendalian Kas .................................................................................................................. 172
4.3. Pengendalian Uang Muka ................................................................................................. 174
4.4. Pengendalian Piutang dan Hutang Penyaluran......................................................... 174
4.5. Pengendalian Persediaan ................................................................................................... 175
4.6. Pengendalian Aset Tetap dan Aset Kelolaan .............................................................. 176
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 182
Bentuk akuntabilitas pengelolaan zakat oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) dapat dilakukan
melalui pengelolaan kauangan yang baik atas amanah dana yang diterima dari masyarakat.
Pengelolaan keuangan tersebut mencakup aspek akuntansi dan keuangan.
Aspek akuntansi terkait dengan proses pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan
laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Perlakuan
akuntansi zakat dan infak/sedekah pada OPZ mengacu pada PSAK 109 Akuntansi Zakat dan
Infak/Sedekah. Komponen laporan keuangan OPZ yang lengkap terdiri dari:
Aspek keuangan merupakan kemampuan OPZ dalam pengelolaan keuangan lembaga agar
keberlanjutan aktivitas OPZ tetap terjaga. Berdasarkan PERBAZNAS No. 5 Tahun 2018,
pengelolaan keuangan OPZ meliputi:
1) Penganggaran
2) Penerimaan dana;
3) Penyimpanan dana;
4) Pengeluaran dana;
5) Pembukuan dan pengarsipan; dan
6) Pengendalian.
Buku Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)
ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi OPZ dalam pengelolaan zakat yang efektif, efisien
dan dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel) kepada masyarakat.
Dari ayat ini terlihat jelas bahwa apa yang wajib dari harta kaum muslimin, baik itu berupa
zakat maupun yang lainnya, merupakan bagian tertentu yang telah jelas. Ini tentunya
membutuhkan akuntansi yang teliti terhadap harta zakat, sesuai dengan apa yang telah
ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang ukuran dari setiap jenisnya.
Inilah yang telah diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam secara nyata dalam
semua bidang yang terkait dengan pengelolaan negara Islam, termasuk bidang zakat.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menugaskan empat puluh delapan orang yang bertugas
sebagai pencatat, termasuk diantaranya Zubair bin al-Awwam dan Juhaim bin al-Shalt yang
khusus bertugas mencatat harta zakat.1
Hingga kini model pengelolaan zakat terus berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman dan tempat dalam rangka mengoptimalkan peran zakat di masyarakat, termasuk
diantaranya adalah zakat dikelola secara melembaga.
Organisasi Pengelola Zakat (selanjutnya disingkat OPZ) adalah lembaga yang dibentuk
oleh pemerintah atau masyarakat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan
zakat. OPZ terdiri dari Badan Amil Zakat nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
BAZNAS dibentuk oleh pemerintah dan berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional, sedangkan LAZ dibentuk oleh masyarakat dan bertugas membantu BAZNAS dalam
pengelolaan zakat.
Karakteristik OPZ berbeda dengan entitas bisnis syariah lainnya. Perbedaan utama yang
mendasar antara OPZ dengan entitas bisnis syariah terletak pada cara OPZ memperoleh
sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya. OPZ
memperoleh sumber daya dari pemberi sumber daya yang tidak mengharapkan pembayaran
a. cara manajemen melaksanakan tanggung jawab atas penggunaan sumber daya yang
dipercayakan kepada mereka; serta
b. informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang
bermanfaat dalam pembuatan keputusan ekonomik.
Kemampuan entitas syariah berorientasi nonlaba dalam menggunakan sumber daya tersebut
dikomunikasikan melalui laporan keuangan.
Tujuan Laporan Keuangan OPZ adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas dari aktivitas OPZ yang bermanfaat dalam
pengambilan keputusan. Selain itu, Laporan Keuangan juga menunjukkan apa yang telah
dilakukan manajemen (stewardship) atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya
yang dipercayakan kepadanya.
Suatu Laporan Keuangan bermanfaat apabila informasi yang disajikan dalam Laporan
Keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan. Akan tetapi,
perlu disadari pula bahwa Laporan Keuangan tidak menyediakan semua informasi yang
mungkin dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan OPZ karena secara umum
Laporan Keuangan hanya menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu.
Namun dalam beberapa hal, OPZ perlu menyediakan informasi yang mempunyai pengaruh
keuangan masa depan.
Transaksi syariah merupakan aktivitas yang sesuai dengan prinsip syariah baik berupa
aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun aktivitas sosial yang bersifat nonkomersial.
Transaksi syariah komersial dilakukan antara lain berupa : investasi untuk mendapatkan bagi
hasil, jual-beli barang untuk mendapatkan laba, dan atau pemberian layanan jasa untuk
mendapatkan imbalan. Sedang transaksi syariah nonkomersial dilakukan antara lain berupa
pemberian dana pinjaman atau talangan (qardh), penghimpunanan dan penyaluran dana sosial
seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hibah4.
Transaksi syariah berlandaskan pada paradigm dasar bahwa alam semesta dicipta oleh
Tuhan sebagai amanah (kepercayaan illahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat
manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah).
Paradigma dasar ini Menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas
dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak ssebagai parameter baik &
buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha. Sehingga Membentuk integritas yang membantu
terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market
discipline) yang baik.
Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang
berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertical denga Tuhan
maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum
dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan
stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang
berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesame makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling
menguntungkan, sinergi dan harmonis.
4 KDPPLKS, par 28 - 29
5 KDPPLKS, par 12 - 14
6 KDPPLKS, par 15 - 26
2) Prinsip keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan
memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai
posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah
yang melarang adanya unsur:
a. Unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun riba fadhl
(riba). Esensi riba adalah setiap tambahan pada jumlah piutang yang dipersyaratkan
dalam transaksi pinjam-meminjam uang serta derivasinya dan transaksi tidak tunai
lainnya, seperti murabahah tangguh; dan setiap tambahan yang dipersyaratkan
dalam transaksi pertukaran antar barang ribawi termasuk pertukaran uang (money
exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis secara
tidak tunai.
b. Unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (zalim). Esensi
zalim (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan
sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan
haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat
menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya
sebagian; atau membawa kemudharatan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak
yang melakukan transaksi.
c. Unsur judi dan sikap spekulatif (maysir). Esensi maysir adalah setiap transaksi yang
bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan produktivitas serta bersifat perjudian
(gambling).
d. Unsur ketidakjelasan (gharar). Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi
merugikan salah satu pihak karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi
dan eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-
bentuk gharar antara lain:
i. Tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan objek akad pada waktu
terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada maupun belum ada
ii. Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual
iii. Tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa
iv. Tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran
v. Tidak adanya ketegasan jenis dan objek akad
vi. Kondisi objek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan
dalam transaksi
5) Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk
semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras
dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus
memenuhi karakteritik dan persyaratan sebagai berikut :
1) Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridho paham dan
saling ridha;
2) Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
3) Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas;
4) Tidak mengandung unsur riba;
5) Tidak mengandung unsur kezaliman;
7 KDPPLKS, par 27
A. Tujuan
1) Membantu OPZ dalam menyusun Laporan Keuangan supaya sesuai dengan tujuan
Laporan Keuangan, yaitu menyediakan informasi posisi keuangan, kinerja keuangan, dan
laporan arus kas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan
keputusan. Dalam memenuhi tujuannya, laporan keuangan juga menunjukkan apa yang
telah dilakukan manajemen (stewardship) atau pertanggungjawaban manajemen atas
sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
2) Menciptakan keseragaman penerapan perlakuan akuntansi dan penyajian Laporan
Keuangan sehingga meningkatkan daya banding antara Laporan Keuangan OPZ.
3) Menjadi acuan minimum OPZ dalam menyusun Laporan Keuangan. Namun,
keseragaman penyajian sebagaimana diatur dalam kajian ini tidak menghalangi masing-
masing OPZ untuk memberikan informasi yang relevan bagi pengguna laporan sesuai
kondisi masing-masing OPZ.
4) Menambah khazanah keilmuan dibidang akuntansi syariah, khususnya akuntansi untuk
OPZ
B. Ruang Lingkup
Kajian ini berlaku bagi Organsasi Pengelola Zakat (OPZ) dalam menyusun Laporan
Keuangan, baik Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Kajian pedoman ini bersifat literature review, yaitu menggali informasi terkait topik
akuntansi zakat dari berbagai sumber referensi yang relevan. Acuan yang digunakan dalam
menyusun kajian pedoman ini didasarkan pada PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
dan PSAK lainnya yang relevan serta referensi lainnya. Berikut ini adalah urutan referensi yang
dijadikan acuan dalam penyusunan kajian pedoman ini:
1) PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/sedekah
2) PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah
3) SAK Umum sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah;
4) Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS)
5) Undang – Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat
6) Peraturan terkait pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama dan
BAZNAS;
7) Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia;
8) Buku – buku terkait akuntansi zakat
9) Praktik-praktik akuntansi yang berlaku umum, sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip Syariah
Untuk memastikan kajian ini sejalan dengan praktik di lapangan, dilakukan juga Focus
Grup Discussion (FGD) dengan pakar akuntansi BAZNAS sebanyak 5 kali pertemuan daring,
serta review tertulis oleh BAZNAS Provinsi Jawa Barat, BAZNAS Jakarta, dan BAZNAS
Kalimantan Selatan.
1) Kajian Pedoman ini bersifat kajian dan tidak bersifat mengikat bagi OPZ, pedoman resmi
akan diatur lebih lanjut melalui peraturan BAZNAS dan atau Surat Keputusan Ketua
BAZNAS
2) Ilustrasi jurnal yang digunakan dalam Pedoman ini hanya merupakan ilustrasi dan tidak
bersifat mengikat. OPZ dapat mengembangkan metode pencatatan dan pengakuan
sesuai sistem masing-masing sepanjang memberikan hasil yang tidak berbeda. Ilustrasi
jurnal yang dicantumkan dalam Kajian ini menggambarkan pencatatan akuntansi secara
manual.
3) Transaksi yang dicantumkan pada Pedoman ini diprioritaskan pada transaksi yang umum
terjadi pada setiap OPZ.
1) Manajemen internal
2) Pembayar zakat dan infak/sedekah.
3) Penerima zakat dan infak/sedekah
4) Otoritas pengawas
5) Pemerintah
6) Lembaga mitra
7) Karyawan (amil)
8) Masyarakat
1) Mata uang pelaporan adalah Rupiah. Apabila transaksi OPZ menggunakan mata uang
selain Rupiah, maka harus dijabarkan dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan
kurs laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2) Keuntungan atau kerugian dalam periode berjalan yang terkait dengan transaksi
dalam mata uang asing dinilai dengan menggunakan kurs laporan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
1) Laporan Keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan dan perubahan
posisi keuangan disertai pengungkapan yang diharuskan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2) Aset disajikan berdasarkan karakteristiknya menurut urutan likuiditas dan kewajiban
disajikan menurut urutan jatuh temponya.
3) Laporan perubahan dana menggambarkan penerimaan dan penyaluran dana zakat,
infak dan sedekah, serta dana Amil.
4) Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis dengan urutan
penyajian sesuai komponen utamanya yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari laporan keuangan. Informasi dalam catatan atas laporan keuangan
berkaitan dengan pos-pos dalam laporan posisi keuangan, laporan perubahan dana,
laporan perubahan aset kelolaan dan laporan arus kas yang sifatnya memberikan
penjelasan, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
5) Dalam catatan atas laporan keuangan tidak diperkenankan menggunakan ekspresi
kualitatif seperti kata “sebagian besar” untuk menggambarkan bagian dari suatu
jumlah tetapi harus dinyatakan dalam jumlah nominal atau persentase.
6) Pada setiap lembar laporan posisi keuangan, laporan perubahan dana, laporan
perubahan aset kelolaan, dan laporan arus kas harus diberi pernyataan bahwa
“Catatan atas laporan keuangan merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan
keuangan”
1) Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus
konsisten, kecuali:
a. Terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi OPZ (sepanjang
dimungkinkan oleh ketentuan yang berlaku);
b. Terjadi perubahan yang bertujuan menghasilkan penyajian yang lebih baik sesuai
kriteria pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi; atau
c. Dipersyaratkan oleh standar akuntansi keuangan.
2) Apabila penyajian atau klasifikasi pos-pos dalam Laporan Keuangan diubah, maka
penyajian periode sebelumnya perlu direklasifikasi untuk memastikan daya banding.
Selain itu, alasan reklasifikasi tersebut juga harus diungkapkan. Dalam hal reklasifikasi
dianggap tidak praktis maka cukup diungkapkan alasannya.
1. Jumlah aset dan kewajiban yang disajikan pada neraca tidak boleh disalinghapuskan
dengan kewajiban atau aset lain kecuali secara hukum dibenarkan dan saling hapus
tersebut mencerminkan prakiraan realisasi atau penyelesaian aset atau kewajiban.
2. Pos-pos pendapatan dan beban tidak boleh disalinghapuskan, kecuali aset dan
kewajiban yang disalinghapuskan sebagaimana dimaksud di atas.
1) Bersifat historis yang menunjukkan transaksi dan peristiwa yang telah lampau.
2) Bersifat umum, baik dari sisi informasi maupun manfaat bagi pihak pengguna.
Biasanya informasi khusus yang dibutuhkan oleh pihak tertentu tidak dapat secara
langsung dipenuhi semata-mata dari Laporan Keuangan saja.
3) Tidak luput dari penggunaan berbagai pertimbangan dan taksiran.
4) Menggunakan pertimbangan materialitas.
5) Lebih menekankan pada penyajian suatu peristiwa atau transaksi sesuai substansi dan
realitas ekonomi daripada bentuk hukumnya (formalitas).
6) Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan sehingga
menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber daya ekonomi dan tingkat
kesuksesan antar OPZ.
Pengakuan aset dalam laporan posisi keuangan kalau besar kemungkinan bahwa
manfaat ekonominya di masa depan diperoleh OPZ dan aset tersebut mempunyai nilai atau
biaya yang dapat diukur dengan andal18.
1) Biaya historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas ( atau setara kas) yang dibayar
atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk
memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
2) Nilai wajar. Jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak
yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi wajar.
OPZ menyajikan aset kedalam dua kelompok yaitu aset lancar dan aset tidak lancar.
Aset lancar yaitu aset yang memiliki masa manfaat kurang dari satu tahun. Pengklasifikasian
aset lancar sebagai berikut20 :
1) Diperkirakan akan dapat direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan, dalam
jangka waktu siklus operasi normal;
2) Dimiliki untuk diperdagangkan (diperjualbelikan);
3) Diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan setelah akhir periode
pelaporan.
4) Aset merupakan kas atau setara kas, kecuali aset tersebut dibatasi pertukarannya atau
penggunaannya.
Aset tidak lancar adalah aset yang masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi,
dimiliki serta digunakan dalam kegiatan operasional dengan kompensasi penggunaan
berupa biaya depresiasi (penyusutan).
17 KDPPLKS, par 71
18 KDPPLKS, par 116
19 KDPPLKS, par 128
20 PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah, par 70
B. Penjelasan
1) Dalam pengertian kas termasuk kas besar, kas kecil, kas dalam aplikasi tertentu/uang
eletronik (e-money) dan kas dalam perjalanan.
2) Mata uang rupiah yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran tidak berlaku sebagai
alat pembayaran yang sah sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku.
Mata uang dimaksud tidak termasuk dalam pengertian kas dan disajikan dalam aset
lain-lain.
3) Tidak termasuk dalam pengertian kas adalah emas batangan, uang logam yang
diterbitkan untuk memperingati peristiwa nasional (commemorative coins/notes) dan
mata uang emas.
C. Perlakuan Akuntansi
Penyajian
Kas disajikan pada urutan pertama dalam aset
D. Ilustrasi Jurnal
E. Pengungkapan
1) Menerima pembayaran zakat dari muzakki individu secara tunai sebesar Rp 120.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Kas 120
Penerimaan Zakat 120
Tgl Akun D K
Biaya Listrik 100
Kas 100
A. Definisi
Kas dalam Valuta Asing adalah mata uang kertas asing, uang logam asing dan
travellers cheque yang masih berlaku yang dimiliki OPZ.
B. Penjelasan
1) Kas dalam valuta asing yang dapat dimiliki oleh OPZ sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
2) OPZ dapat memiliki kas dalam valuta asing hanya dalam rangka penerimaan atau
penyaluran donasi dari atau ke luar negeri dan simpanan di Bank dalam bentuk valuta
asing21.
3) Saldo mata uang kertas dan logam asing yang sudah tidak dapat digunakan sebagai
alat tukar namun masih dapat ditukarkan ke bank sentral negara penerbit disajikan
dalam pos Aset Lain-lain sebesar nilai nominal dikurangi dengan taksiran biaya
repatriasi.
C. Perlakuan Akuntansi
21Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, BAB III Pasal 4
Penyajian
Kas dalam Valuta Asing disajikan dalam pos tersendiri.
D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat perolehan mata uang asing. Contoh penerimaan infak/sedekah dalam
bentuk USD
Db. Kas dalam Valuta Asing - USD
Kr. Penerimaan Infak/Sedekah
E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
1) Rincian mata uang asing.
2) Jumlah nominal masing-masing mata uang asing.
3) Jumlah selisih kurs pada akhir periode yang diakui ke masing-masing dana zakat, dana
infak/sedekah, dan dana Amil.
F. Contoh Transaksi
Transaksi kas valuta asing OPZ adalah sebagai berikut:
Tgl Akun D K
Kas USD 280
Penerimaan Infak/Sedekah 280
2) OPZ melakukan penukaran atas kas valuta asing yang dimiliki 10 USD (kurs Rp 14.200)
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Kas 142
Kas USD 140
Keuntungan selisih kurs valuta asing 2
3) OPZ tercatat memiliki 10 USD dengan nilai tercatat Rp 140.000, dan pada akhir
periode 31 Desember kurs USD Rp 13.500.
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Selisih kurs valuta asing 5
Kas USD 5
A. Definisi
Kas pada Bank adalah penempatan/tagihan atau simpanan milik OPZ pada Bank untuk
menunjang kelancaran aktivitas operasional, atau dalam rangka memperoleh keuntungan.
B. Penjelasan
1) Kas pada bank adalah penempatan dalam bentuk giro, tabungan, dan Deposito pada
bank syariah atau giro dan tabungan pada bank konvensional.
2) OPZ harus memisahkan antara rekening dana zakat, dana infak/sedekah, dan dana
amil.
3) Pada dasarnya OPZ harus melakukan penempatan dana pada bank syariah. Dalam hal
tidak terdapat bank syariah pada wilayah penerimaan zakat, maka OPZ dapat
membuka rekening pada bank konvensional sebagai rekening penampungan
sementara dalam rangka penghimpunan dana22, maka pendapatan bunga dan jasa
giro yang diterima dari bank konvensional, diakui sebagai penerimaan Dana TBDSP.
22 Dalam Perbaznas No. 8 tahun 2015 tentang Pengelolaan Keuangan Zakat pasal 4
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Transaksi penempatan pada bank diakui sebesar nilai nominal pada saat setoran atau
penarikan
2) Bonus dan/atau bagi hasil dari syariah diakui sebagai penambah dana zakat atau
infak/sedekah atau amil sebesar nilai nominal yang diterima pada saat diterima
3) Pendapatan bunga dari bank konvensional diakui sebagai liabilitas titipan Dana
TBDSP sebesar nilai nominal yang diterima
4) Biaya administrasi dan pajak bank diakui sebagai pengurang dana zakat, atau dana
infak/sedekah atau dana amil
Penyajian
Kas pada bank disajikan ke dalam kelompok aset lancar
D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat menempatkan dana pada bank
Db. Kas pada Bank – Bank Syariah X
Kr. Kas
3) Pada saat penerimaan pendapatan bagi hasil atau bonus dari bank syariah
Db. Kas pada Bank – Bank Syariah X
Kr. Penerimaan Zakat atau Infak/sedekah atau Amil – Bagi hasil atau bonus bank
E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkap antara lain :
1) Jenis bank, bank syariah atau bank konvensional
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal kas pada bank:
Jurnal transaksi:
Tgl Akun D K
BSM 200
Penerimaan Zakat 200
Jurnal transaksi:
Tgl Akun D K
Kas 1.500
BRI Syariah 1.500
Jurnal transaksi:
Tgl Akun D K
BNI Syariah 75
Penerimaan Bagi Hasil Bank –
Penerimaan Zakat atau 75
Infak/sedekah
Jurnal transaksi:
Tgl Akun D K
BRI 50
Penerimaan Bunga Bank – Titipan 50
Dana TBDSP
B. Penjelasan
1) Dalam hal mustahik yang sangat memerlukan kebutuhan dasarnya, misalnya fakir
miskin, sudah tidak ada lagi, dana zakat dapat diinvestasikan atau ditangguhkan untuk
tidak segera disalurkan24
2) Ketentuan hukum syariah terkait investasi dana zakat mengacu pada Fatwa MUI No.
4 Tahun 2003 tantang Penggunaan Dana Zakat untuk Istismar (Investasi) adalah
sebagai berikut 25:
a. Zakat mal harus dikeluarkan sesegera mungkin (fauriyah), baik dari muzakki
kepada amil maupun dari amil kepada mustahiq.
b. Penyaluran (tauzi’/distribusi) zakat mal dari amil kepada mustahiq, walaupun
pada dasarnya harus fauriyah, dapat di-ta’khir-kan apabila mustahiq-nya belum
ada atau ada kemaslahatan yang lebih besar.
c. Mashlahat ditentukan oleh pemerintah dengan berpegang pada aturan-aturan
kemashlahatan sehingga mashlahat tersebut merupakan mashlahah syar’iyah
d. Zakat yang di-ta’khir-kan boleh diinvestasikan (istitsmar) dengan syarat-syarat
sebagai berikut :
i. Harus disalurkan pada usaha yang dibenarkan oleh syariah dan peraturan
yang berlaku (althuruq al-masyru’ah).
ii. Diinvestasikan pada bidangbidang usaha yang diyakini akan memberikan
keuntungan atas dasar studi kelayakan.
iii. Dibina dan diawasi oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi.
iv. Dilakukan oleh institusi/lembaga yang professional dan dapat dipercaya
(amanah).
v. Izin investasi (istitsmar) harus diperoleh dari Pemerintah dan Pemerintah
harus menggantinya apabila terjadi kerugian atau pailit.
vi. Tidak ada fakir miskin yang kelaparan atau memerlukan biaya yang tidak bisa
ditunda pada saat harta zakat itu diinvestasikan.
vii. Pembagian zakat yang di-ta’khir-kan karena diinvestasikan harus dibatasi
waktunya.
23 Perlakuan akuntansi investasi pada surat berharga mengacu pada PSAK 110 Akuntansi Sukuk
24 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 09
25 Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 Tentang Penggunaan Dana Zakat Untuk Istitsmar (Investasi)
Sukuk
a. Sukuk merupakan sertifikat yang bernilai sama yang merefresentasikan hak
pemilik (investor) atas kepemilikan fisik aset, manfaat atas aset, proyek tertentu,
atau jasa tertentu.
b. Meski pada umumnya, sukuk memiliki jangka waktu panjang, namun terdapat
beberapa jenis sukuk jangka pendek, diantaranya adalah sukuk Negara seri
SPNS09072019 dengan tenor enam bulan.
c. Investasi pada sukuk dan surat berharga lain yang sejenis diklasifikasikan menjadi:
i. Diukur pada nilai wajar melalui laba rugi;
ii. Diukur pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain, dan
iii. Diukur pada biaya perolehan diamortisasi.
d. Sukuk diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan diamortisasi, jika :
i. Jika investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan
utama untuk memperoleh arus kas kotraktual
ii. Persyaratan kontraktual menentukan tanggal tertentu pembayaran pokok
dan/atau hasilnya.
e. Investasi diklasifikasikan sebagai diukur pada nilai wajar melalui penghasilan
komprehensif lain jika :
i. Investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan utama
untuk memperoleh arus kas kontraktual dan melakukan penjualan sukuk
ii. Persyaratan kontrak tual menentukan tanggal tertentu pembayaran pokok
dan/atau hasilnya
Reksadana Syariah
a. Investasi pada Reksadana Syariah diklasifikasikan menjadi:
i. Diukur pada nilai wajar melalui laba rugi (fair value through profit or
loss/FVTPL).
ii. Tersedia untuk dijual (available for sale/AFS).
b. Nilai wajar reksa dana ditentukan berdasarkan nilai aset bersih (NAB).
c. Reksadana yang dikelompokkan dalam klasifikasi tersedia untuk dijual, jika
terdapat indikasi penurunan nilai maka OPZ mengakui penurunan nilai.
Selanjutnya apabila terdapat pemulihan nilai maka jumlah terpulihkannya yaitu
jumlah yang akan diperoleh dari pengembalian pokok tanpa memperhitungkan
nilai kininya.
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
2) Reksadana Syariah
a. Kategori ‘diukur pada nilai wajar melalui laba rugi’
i. Pada pengakuan awal, reksadana Syariah diukur pada biaya perolehan yaitu
nilai wajarnya.
ii. Setelah pengakuan awal, reksadana Syariah diukur pada nilai wajar dan
perubahan nilai wajar diakui dalam perubahan dana.
Penyajian
1) Sukuk dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar’ disajikan sebesar nilai wajar, dengan
selisih nilai wajar disajikan dalam laporan perubahan dana.
2) Sukuk dalam kategori ‘diukur biaya perolehan’ disajikan sebesar biaya perolehan
setelah amortisasi.
3) Reksadana Syariah dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar melalui laba rugi’ disajikan
sebesar nilai wajar, dengan selisih nilai wajar disajikan dalam perubahan dana.
D. Ilustrasi Jurnal
Sukuk dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar’
c. Amortisasi diskonto
Db. Piutang bagi hasil/imbalan
Db. Investasi pada surat berharga – diskonto
Kr. Pendapatan investasi – Penerimaan dana
Reksadana syariah dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar melalui laba rugi’
Db. Bank
Db/Kr. Selisih nilai – Penyaluran/penerimaan dana
Kr. Investasi pada surat berharga
E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
2) Reksadana Syariah
a. Ikhtisar kebijakan akuntansi yang penting
b. Kategorisasi dan jumlah tercatat surat berharga, yaitu ‘diukur pada nilai wajar
melalui laba rugi’ dan ‘tersedia untuk dijual’.
c. Perubahan nilai wajar yang ‘diukur pada nilai wajar melalui laba rugi’.
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal investasi pada surat berharga syariah berupa
sukuk jangka pendek yang dilakukan oleh OPZ :
1) Pada tanggal 1 Oktober 20X9 OPZ membeli sukuk ijarah jangka pendek seharga Rp
105 juta dengan nominal Rp 100 juta, jangka waktu 6 bulan, dengan ujrah 10%
pertahun.
2) Biaya transaksi Rp 1 juta
3) Pada 31 Desember 20X9 nilai wajar sukuk Rp 106 juta
Tgl Akun D K
1/10 Pada saat pembelian
Sukuk 105.000
Beban Investasi 1.000
Kas 106.000
31/12 Pada saat pengukuran ulang
Sukuk 1.000
Perubahan nilai wajar – Penerimaan Dana 1.000
Pengakuan ujroh (akru)
Piutang ujroh sukuk 2.500
Ujroh sukuk 2.500
Tgl Akun D K
1/10 Pada saat pembelian
Sukuk - nominal 100.000
Sukuk – premium dan biaya transaksi 6.000
Kas 106.000
31/12 Pada saat akhir periode
Beban investasi 3.000
Sukuk – premium dan biaya transaksi 3.000
Piutang ujroh sukuk 2.500
Ujroh sukuk 2.500
Tgl Akun D K
1/10 Pada saat pembelian
Sukuk 105.000
Beban Investasi 1.000
Kas 106.000
31/12 Pada saat pengukuran ulang
Sukuk 1.000
Perubahan nilai wajar – Penerimaan Dana 1.000
Sukuk 1.000
A. Definisi
1) Pinjaman Bergulir adalah pemberian piutang kepada mustahik dalam bentuk piutang
qardh untuk membaiayai kegiatan usaha atau keperluan mustahik lainnya dengan
suatu akad dan jangka waktu tertentu26
2) Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada orang yang memerlukan tanpa
mengharapkan imbalan.
B. Penjelasan
1) Dalam rangka pendayagunaan fakir miskin, OPZ dapat menyalurkan dana dalam
bentuk program dana bergulir dengan skema akad qardh.
2) Dalam hal penerima dana bergulir mengalami penurunan kemampuan dalam
mengembalikan dana, maka OPZ membentuk penyisihan penurunan nilai
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Dana zakat yang diserahkan kepada mustahik nonamil dengan keharusan untuk
mengembalikanya kepada amil, belum diakui sebagai penyaluran27
2) Penyaluran dana infak/sedekah kepada penerima akhir dalam skema dana bergulir
dicatat sebagai piutang infak/sedekah dan tidak mengurangi dana infak/sedekah28
3) Penyisihan penurunan nilai dana bergulir diakui sebagai beban penyaluran dana
infak/sedekah atau dana zakat.
Penyajian
1) Piutang bergulir disajikan pada pos piutang bergulir secara terpisah dengan piutang
lainnya
2) Penyisihan Penurunan nilai piutang bergulir disajikan sebagai pos lawan (contra
account) piutang bergulir.
E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain rincian jumlah piutang bergulir
berdasarkan sumber dana, jenis penggunaan dan bidang pendayagunaan.
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi piutang bergulir pada OPZ :
1) OPZ menyalurkan dana bergulir yang bersumber dari dana infak/sedekah sebesar
Rp10.00.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Piutang Bergulir 10.000
Kas 10.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Kas 2.000
Piutang Bergulir 2.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penyaluran Infak/sedekah 1.000
Penyisihan Penurunan nilai Piutang Bergulir 1.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penyisihan Penurunan nilai Piutang Bergulir 1.000
Piutang Bergulir 1.000
A. Definisi
Piutang Penyaluran adalah penyaluran dana zakat dan infak/sedekah melalui amil lain
dimana amil lain dimaksud belum melaporkan pertanggungjawaban penyalurannya.
B. Penjelasan
1) Dalam rangka penyaluran dana zakat dan dana infak/sedekah, OPZ dapat
bekerjasama dengan OPZ lainnya
2) Dalam melaksanakan kerja sama di lingkungan Pengelola Zakat harus didasarkan atas
prinsip-prinsip29:
a. syariat Islam, artinya setiap pelaksanaan kerja sama wajib taat pada ketentuan
syariat Islam serta dilarang bertentangan dengan ajaran Islam.
b. bebas Maysir, Gharar, Haram, dan Riba, artinya setiap pelaksanaan kerja sama
bebas dari Maysir (judi), Gharar (ketidakpastian/spekulasi), Haram (barang yang
diharamkan dalam ajaran agama Islam), dan Riba (mendapatkan keuntungan
secara berlebihan dan merugikan pihak lain).
c. amanah, artinya masing-masing pihak menjalankan dengan sungguh-sungguh
setiap kesepakatan yang telah dibuat.
d. kemanfaatan, artinya memperoleh manfaat dan saling menguntungkan diantara
pihak-pihak yang bekerja sama serta mendukung efektivitas pengelolaan zakat.
e. kesetaraan, artinya diwujudkan atas dasar persamaan hak tanpa ada pemaksaan
kehendak.
29 PERBAZNAS No. 6 Tahun 2018 Pedoman Pelaksanaan Kerja Sama Di Lingkungan Pengelola Zakat, BAB
II
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Zakat telah disalurkan kepada mustahik nonamil jika sudah diterima oleh mustahik
nonamil tersebut. Zakat yang disalurkan melalui amil lain, tetapi belum diterima oleh
mustahik nonamil, diakui sebagai piutang penyaluran. Piutang penyaluran akan
berkurang, jika zakat telah disalurkan secara langsung kepada mustahik nonamil30.
2) Penyaluran infak/sedekah oleh amil kepada amil lain merupakan penyaluran yang
mengurangi dana infak/sedekah jika amil tidak akan menerima kembali aset
infak/sedekah yang disalurkan tersebut31
3) Ujroh atas kerjasama penyaluran dana dengan amil lain diakui sebagai pengurang
dana.
Penyajian
Piutang penyaluran disajikan kedalam kelompok piutang
D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat penyaluran dana melalui amil lain
Db. Piutang Penyaluran
Kr. Kas
2) Pada saat memberikan ujroh kepada amil lain
Db. Penyaluran Dana Amil
Kr. Kas
3) Pada saat amil lain melaporkan hasil penyaluran dana
Db. Penyaluran Dana Zakat atau Dana Infak/Sedekah
Kr. Piutang Penyaluran
E. Pengungkapan
Hal – hal yang harus diungkapkan, antara lain :
1) Rincian piutang penyaluran berdasarkan :
a. Sumber dana
b. Nama mitra
c. Jumlah
d. Tanggal kerjasama
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi piutang penyaluran pada OPZ :
1) OPZ menyalurkan dana zakat untuk fakir miskin melalui OPZ lain sebesar Rp
15.000.000, dengan ujroh sebesar Rp 1.500.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Piutang Penyaluran 15.000
Beban Ujroh 1.000
Kas 16.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penyaluran Zakat – Fakir Miskin 15.000
Piutang Penyaluran 15.000
A. Definisi
Persediaan adalah aset yang tersedia untuk disalurkan langsung kepada mustahik
dalam satu periode akuntansi. Persediaan pada OPZ dapat berbentuk aset bergerak
maupun aset tidak bergerak seperti bangunan, kendaraan, bahan sandang, pangan, dan
obat obatan.
B. Penjelasan
1) Persediaan yang dimiliki oleh OPZ dapat diperoleh dari penerimaan zakat atau
infak/sedekah berupa aset non-kas
2) Persediaan juga dapat diperoleh dari pembelian yang bersumber dari dana zakat atau
dana infak sedekah
3) Biaya perolehan meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang
timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk
disalurkan
4) Biaya pembelian persediaan meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali
yang kemudian dapat direstitusi kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya
penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada
perolehan barang jadi, bahan, dan jasa. Diskon dagang, potongan, dan lainnya yang
serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Persediaan yang diperoleh dari penerimaan zakat dan infak/sedekah berupa aset non-
kas diakui sebesar nilai wajar32
2) Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika
harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar
lainnya sesuai SAK yang relevan33
3) Persediaan yang diperoleh melalui pembelian atau pembuatan diakui sebesar biaya
perolehan.
4) Pada tanggal pelaporan persediaan diukur sebesar nilai wajar atau biaya perolehan
dan nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah
5) Jika terjadi penurunan nilai persediaan, maka jumlah Penurunan nilai yang ditanggung
diperlakukan sebagai pengurang dana zakat dan infak/sedekah atau pengurang dana
amil bergantung pada penyebab Penurunan nilai tersebut.
a. Jika disebabkan kelalaian amil, maka diakui sebagai pengurang dana amil
b. Jika bukan disebabkan kelalaian amil, maka diakui sebagai pengurang dana zakat
dan infak/sedekah34.
Penyajian
Persediaan disajikan sebesar nilai wajar atau biaya perolehan pada kelompok aset
lancar.
D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat perolehan
Db. Persediaan
Kr. Kas / Penerimaan Zakat / Penerimaan Infak/Sedekah
2) Pada saat pelaporan, jika terjadi penurunan nilai (jika ada)
Db. Penyaluran Zakat / Penyaluran Infak/Sedekah – Penurunan Nilai Persediaan
Kr. Persediaan
3) Pada saat disalurkan
Db. Penyaluran Zakat / Penyaluran Infak/sedekah
Kr. Persediaan
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi persediaan pada OPZ :
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Persediaan 5.000
Penerimaan Infak/Sedekah 5.000
2) Membeli paket sembako untuk program sosial fakir miskin seharga Rp 20.000.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Persediaan 20.000
Kas 20.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penyaluran Zakat – Fakir Miskin 20.000
Persediaan 20.000
4) Pada akhir periode pelaporan, nilai tercatat persediaan infak/ sedekah Rp 25.000.000,
setelah dinilai ulang, nilai realisasi neto persediaan Rp 23.000.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penurunan nilai 2.000
Persediaan 2.000
Uang Muka Kegiatan adalah sejumlah kas yang diperuntukan untuk pelaksanaan
kegiatan, yang wewenang pengelolaanya didelegasikan kepada orang/staf tertentu, sesuai
dengan tingkatan otorisasi organisasi, untuk keperluan dan jangka waktu yang telah
disetujui pada formulir pengajuannya. Uang muka kegiatan yang diberikan, kemudian akan
dibebankan diakui sebagai biaya kegiatan ketika uang muka tersebut
tersebutdipertanggungjawabkan oleh pemegang uang muka dan disetujui oleh unit
keuangan.
B. Penjelasan
1) Uang muka kegiatan digunakan oleh OPZ dalam rangka pengendalian atas dana yang
dikelola
2) Pengeluaran dana melalui unit program tertentu dalam organisasi pengelola zakat
belum diakui sebagai penyaluran sampai unit yang bersangkutan telah melaporkan
program tersebut dan mendapat approval dari unit keuangan.
3) Laporan pertanggungjawaban uang muka disusun berdasarkan ketentuan yang telah
diatur
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Uang muka kegiatan diakui pada saat kas dikeluarkan
2) Uang muka kegiatan diakui sebagai biaya atau penyaluran pada saat dilaporkan dan
mendapatkan approval dari Unit Keuangan.
Penyajian
Uang muka kegiatan disajikan pada kelompok aset lancar
D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat kas dikeluarkan untuk program
Db. Uang Muka Kegiatan
Kr. Kas/bank
2) Pada saat uang muka kegiatan dilaporkan, jika uang muka kegiatan sama dengan
laporan pertanggungjawaban
Db. Penyaluran Dana Zakat – Fakir Miskin
Kr. Uang Muka Kegiatan
4) Pada saat uang muka kegiatan dilaporkan, jika laporan pertanggungjawaban lebih
besar dari uang muka
Db. Penyaluran Dana Zakat – Fakir Miskin
Kr. Kas
Kr. Uang Muka Kegiatan
E. Pengungkapan
Hal-hal yang perlu diungkapkan, antara lain rincian uang muka kegiatan berdasarkan
sumber dana zakat, atau dana infak/sedekah, atau dana amil.
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi uang muka kegiatan :
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Uang Muka Kegiatan 5.000
Kas/bank 5.000
2) Menerima laporan realisasi program dari bagian program dengan realisasi anggaran
Rp 4.500.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penyaluran Infak/Sedekah 4.500
Kas/bank 500
Uang Muka Kegiatan 5.000
3) Menerima laporan realisasi program dari bagian program dengan realisasi anggaran
Rp 5.500.000
Tgl Akun D K
Penyaluran Infak/Sedekah 5.500
Kas/bank 500
Uang Muka Kegiatan 5.000
A. Definisi
Biaya Dibayar Dimuka adalah sejumlah dana yang telah dibayarkan kepada pihak lain
untuk memperoleh manfaat barang/jasa tertentu yang melebihi 12 bulan.
B. Penjelasan
1) Termasuk dalam kategori biaya-biaya dibayar dimuka, antara lain, adalah
a. Sewa Dibayar Dimuka
b. Asuransi Dibayar Dimuka, dan
c. Biaya Dibayar Dimuka Lainnya
2) Biaya Dibayar Dimuka diamortisasi sesuai dengan jangka waktu manfaat yang akan
diterima menggunakan metode garis lurus
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan pengukuran
1) Transaksi biaya dibayar dimuka diakui sebagai aset dan dicatat sebesar nilai nominal
yang dibayarkan
2) Amortisasi biaya dibayar dimuka dilakukan pada akhir periode pelaporan dan diakui
sebagai penyaluran dana
Penyajian
Biaya Dibayar Dimuka disajikan pada kelompok aset lancar
D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat pembayaran biaya dibayar dimuka, misal : biaya sewa
Db. Biaya Dibayar Dimuka
Kr. Kas
2) Pada saat diamortisasi pada akhir periode
Db. Biaya Sewa – Penyaluran Dana
Kr. Biaya Dibayar Dimuka
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi biaya dibayar dimuka pada OPZ:
Jurnal transaksi:
Tgl Akun D K
Biaya Dibayar Dimuka 24.000
Kas 24.000
Jurnal transaksi:
Tgl Akun D K
Biaya Sewa kantor 1.000
Biaya Dibayar Dimuka 1.000
A. Definisi
Aset Tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan
operasional lembaga, bukan merupakan aset kelolaan, dan digunakan selama lebih dari satu
periode.
B. Penjelasan
1) Aset Tetap dapat diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun terlebih dahulu
sampai siap pakai, atau dari transaksi sewa pembiayaan
35Perlakuan akuntansi aset tetap pada kajian ini mengacu pada PSAK 16 Aset Tetap dan PSAK 48
Penurunan Nilai Aset
5) Biaya yang bukan merupakan biaya perolehan Aset Tetap, antara lain:
a. Biaya pembukaan fasilitas baru;
b. Biaya promosi;
c. Biaya pelatihan;
d. Administrasi dan biaya overhead umum lain
6) Untuk Aset Tetap yang diperoleh secara gabungan, biaya perolehan dari masing-
masing Aset Tetap dilakukan secara proporsional atas nilai wajar dari masing-masing
Aset Tetap.
7) Dalam hal aset tetap diperoleh melalui pembelian secara tidak tunai, maka biaya
perolehan aset tetap adalah setara dengan nilai tunai pada saat tanggal pengakuan.
8) Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan yang ditujukan untuk kegiatan operasional
amil diakui sebagai bagian dari penerimaan dana amil.
9) Aset tetap yang diperoleh dari undian berhadiah diakui sebagai penerimaan dana
amil.
10) Aset tetap yang diperoleh melalui pertukaran dengan aset non-moneter lain, atau
kombinasi aset moneter dan aset non-moneter diukur sebesar:
a. Nilai wajar aset yang diterima atau nilai wajar aset yang diserahkan, jika pertukaran
mempunyai substansi komersial.
14) Jika lembaga mengubah kebijakan akuntansi dari model biaya ke model revaluasi
dalam pengukuran aset tetap, maka perubahan tersebut berlaku secara prospektif.
15) Penyusutan
a. Lembaga harus memilih metode penyusutan yang paling mencerminkan
ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut.
b. Lembaga harus melakukan telaah minimum setiap akhir tahun atas metode
penyusutan, umur manfaat, dan nilai residu dari Aset Tetap.
c. Berbagai metode yang dapat digunakan untuk penyusutan aset tetap antara lain:
i. Metode garis lurus. Metode penyusutan garis lurus menghasilkan
pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai residunya tidak
berubah.
ii. Metode saldo menurun. Metode saldo menurun menghasilkan pembebanan
yang menurun selama umur manfaat aset.
iii. Metode unit produksi. Metode unit produksi menghasilkan pembebanan
berdasarkan pada penggunaan atau output yang diperkirakan dari aset.
d. Perubahan metode penyusutan, umur manfaat, dan nilai residu diterapkan secara
prospektif.
e. Aset Tetap tanah tidak disusutkan, kecuali:
i. Kondisi kualitas tanah tidak layak lagi untuk digunakan dalam operasi utama.
ii. Prediksi manajemen atau kepastian bahwa perpanjangan atau pembaruan hak
kemungkinan besar atau pasti tidak diperoleh.
f. Tanah dan bangunan merupakan aset yang berbeda dan harus diperlakukan
sebagai aset yang terpisah, meskipun diperoleh sekaligus. Bangunan memiliki
umur manfaat yang terbatas, oleh karenanya harus disusutkan. Peningkatan nilai
C. Perlakuan Akuntansi
a. Model biaya
Aset Tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai.
b. Model revaluasi
i. Aset Tetap dicatat sebesar jumlah revaluasian
ii. Peningkatan jumlah tercatat aset diakui dalam penghasilan komprehensif lain
pada bagian surplus revaluasi penerimaan dana amil.
iii. Penurunan jumlah tercatat aset diakui dalam penyaluran dana amil.
c. Selisih nilai yang timbul dari penghentian pengakuan Aset Tetap harus diakui
dalam perubahan dana amil.
Penyajian
1) Aset Tetap disajikan sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan
penurunan nilai jika menggunakan model biaya.
2) Aset Tetap disajikan sebesar jumlah revaluasian dikurangi akumulasi penyusutan dan
penurunan nilai jika menggunakan model revaluasi.
D. Ilustrasi Jurnal
b. Model Revaluasi
i. Pengakuan beban penyusutan
Db. Beban penyusutan
Kr. Akumulasi penyusutan
ii. Peningkatan nilai wajar
Db. Aset Tetap
Kr. Surplus revaluasi – Penghasilan Komprehensif lain
iii. Penurunan nilai wajar
Db. penurunan nilai – Penyaluran dana amil
Kr. Aset Tetap
iv. Pemindahan surplus revaluasi
Db. Surplus revaluasi – penghasilan komprehensif lain
Kr. Saldo dana amil
E. Pengungkapan
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi aset tetap pada OPZ :
1) Membeli aset tetap berupa kendaraan dengan harga tunai kendaraan Rp 150.000.000
Jurnal transaksi:
Tgl Akun D K
Aset Tetap - Kendaraan 150.000
Kas/bank 150.000
Jurnal transaksi:
Tgl Akun D K
Beban Penyusutan Aset Tetap 1.250
Akum. Penyusutan Aset Tetap 1.250
Jurnal transaksi:
Tgl Akun D K
Kas 50.000
Akum. Penyusutan Aset Tetap 120.000
Aset Tetap 150.000
Penerimaan Amil 20.000
4) Lembaga melakukan revaluasi atas kelompok aset tetap tanah. Terdapat surplus
revaluasi aset tetap tanah sebesar Rp 50.000.000.
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Aset Tetap 50.000
Penghasilan Komprehensif Lain 50.000
A. Definisi
Aset tidak berwujud adalah aset non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik yang digunakan untuk operasional lembaga.
B. Penjelasan
1) Suatu aset dapat diidentifikasikan jika:
a. Dapat dipisahkan, yaitu kemampuannya untuk menjadi terpisah atau terbagi dari
lembaga dan dijual, dialihkan, dilisensikan, disewakan atau ditukarkan melalui
suatu kontrak terkait aset atau kewajiban secara individual atau secara bersama;
atau
b. Muncul dari hak kontraktual atau hak hukumnya lainnya, terlepas apakah hak
tersebut dapat dialihkan atau dapat dipisahkan dari lembaga atau dari hak dan
kewajiban lainnya
2) Aset tidak berwujud dapat diperoleh secara eksternal melalui perolehan secara
terpisah dan pertukaran aset, atau dihasilkan secara internal.
3) Aset tidak berwujud hanya dapat diakui jika berasal dari eksternal. Sedangkan biaya
penelitian dan pengembangan yang terkait dengan upaya menghasilkan aset tidak
36Perlakuan akuntansi aset tidak berwujud pada kajian ini mengacu pada PSAK 19 Aset Tidak Berwujud
dan PSAK 48 Penurunan Nilai Aset
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
Penyajian
Aset tidak berwujud disajikan sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi amortisasi
dan akumulasi penurunan nilai
D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat perolehan:
a. Perolehan secara terpisah
Db. Aset tidak berwujud
Kr. Kas
E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
1) Untuk setiap kelompok aset tidak berwujud:
a. Umur manfaat atau tarif amortisasi yang digunakan;
b. Metode amortisasi yang digunakan;
c. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi pada awal dan akhir periode;
d. Unsur pada laporan laba rugi yang di dalamnya terdapat amortisasi aset tidak
berwujud;
e. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan
penambahan, pelepasan, amortisasi dan perubahan lainnya secara terpisah.
2) Penjelasan, jumlah tercatat dan sisa periode amortisasi dari setiap aset tidak berwujud
yang material bagi laporan keuangan.
3) Keberadaan dan jumlah tercatat aset tidak berwujud yang hak penggunaannya
dibatasi dan jumlah tercatat aset tidak berwujud yang ditentukan sebagai jaminan
atas utang.
4) Jumlah komitmen untuk memperoleh aset tidak berwujud.
5) Jumlah pengeluaran biaya penelitian dan pengembangan yang diakui sebagai beban.
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Aset Tidak Berwujud 60.000
Kas 60.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Beban Amortisasi Aset Tidak Berwujud 500
Akum. Amortisasi Aset Tidak Berwujud 500
A. Definisi
Aset kelolaan adalah sarana dan/atau prasarana yang diadakan dari harta zakat dan
infak/sedekah dan secara fisik berada di dalam pengelolaan pengelola sebagai wakil
mustahiq zakat, sementara manfaatnya diperuntukkan bagi mustahiq zakat37.
B. Penjelasan
1) Hukum penyaluran harta zakat dalam bentuk aset kelolaan adalah boleh dengan
ketentuan sebagai berikut38:
a. Tidak ada kebutuhan mendesak bagi para mustahiq untuk menerima harta zakat.
b. Manfaat dari aset kelolaan hanya diperuntukkan bagi para mustahiq zakat.
c. Bagi selain mustahiq zakat dibolehkan memanfaatkan aset kelolaan yang
diperuntukkan bagi para mustahiq zakat dengan melakukan pembayaran secara
wajar untuk dijadikan sebagai dana kebajikan.
2) Aset kelolaan dapat berupa aset lancar dan aset tidak lancar
3) Aset lancar kelolaan dapat berupa investasi jangka pendek dan piutang bergulir
4) Aset tidak lancar kelolaan berupa aset tetap seperti tanah, bangunan, kendaraan, serta
peralatan lainnya.
5) Penjelasan mengenai penyusutan, penurunan nilai, dan penghentian-pengakuan Aset
Kelolaan mengacu pada penjelasan tentang Aset Tetap.
37 Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Penyaluran Harta Zakat Dalam Bentuk Aset Kelolaan
38 ibid
1) Dana zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan aset tetap (aset kelolaan),
misalnya rumah sakit, sekolah, mobil ambulan, dan fasilitas umum lain, diakui sebagai
39
:
a. Penyaluran zakat seluruhnya jika aset tersebut diserahkan untuk dikelola kepada
pihak lain yang tidak dikendalikan amil.
b. Penyaluran secara bertahap jika aset tetap tersebut masih dalam pengendalian
amil atau pihak lain yang dikendalikan amil. Penyaluran secara bertahap diukur
sebesar penyusutan aset tetap tersebut sesuai dengan pola
pemanfaatannyaPerlakuan akuntansi aset lancar kelolaan mengikuti ketentuan
akuntansi investasi pada surat berharga dan piutang bergulir
2) Aset tidak lancar yang diterima dan diamanahkan untuk dikelola oleh amil diukur
sebesar nilai wajar saat penerimaan dan diakui sebagai aset tidak lancar
infak/sedekah. Penyusutan dari aset tersebut diperlakukan sebagai pengurang dana
infak/sedekah terikat jika penggunaannya atau pengelolaan aset tersebut sudah
ditentukan oleh pemberi40.
3) Metode penyusutan aset kelolaan mengacu pada ketentuan akuntansi aset tetap dan
aset tetap tidak berwujud.
D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat perolehan aset kelolaan
Db. Aset Kelolaan
Kr. Kas
2) Pada saat penyusutan aset kelolaan
Db. Beban Penyusutan Aset Kelolaan – Penyaluran Dana
Kr. Akum. Penyusutan Aset Kelolaan
E. Pengungkapan
Hal – hal yang harus diungkapkan adalah sebagai berikut :
1) Sumber dana aset kelolaan
2) Jenis aset kelolaan
3) Hal-hal lain yang material untuk diungkapkan
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi aset kelolaan pada OPZ :
1) OPZ menyalurkan dana zakat dengan membeli kendaraan untuk ambulan senilai Rp
150.000.000
Tgl Akun D K
Aset Kelolaan 150.000
Kas 150.000
2) Penyusutan aset kelolaan Rp 1.250.000 per bulan (umur ekonomis 120 bulan)
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Beban Penyusutan Aset Kelolaan –
1.250
Penyaluran Zakat
Akum. Penyusutan Aset Kelolaan 1.250
A. Definisi
Aset lain-lain adalah pos-pos aset yang tidak dapat secara layak digolongkan dalam
kelompok pos aset yang ada dan tidak secara material untuk disajikan tersendiri.
B. Penjelasan
Komponen aset lain-lain, antara lain :
a. Jaminan
b. Mata uang kertas dan logam yang ditarik dari peredaran dan tidak dapat
digunakan sebagai alat pembayaran yang sah.
c. Aset dalam konstruksi
d. Aset lainnya
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Pada dasarnya aset lain-lain diakui pada saat terjadinya sebesar biaya perolehan.
2) Mata uang kertas dan logam yang ditarik dari peredaran dan masih dalam masa
tenggang diakui sebesar:
a. Rupiah: nilai nominal
b. Valuta asing: nilai nominal dikurangi biaya repatriasi
3) Mata uang kertas dan logam yang ditarik dari peredaran dan telah melampaui masa
tenggang serta tidak memiliki nilai dibebankan sekaligus sebagai kerugian.
Penyajian
Aset lain-lain disajikan secara gabungan, kecuali nilainya material maka wajib disajikan
tersendiri dalam neraca.
E. Pengungkapan
Rincian aset lain-lain yang material untuk diungkapkan
Pengakuan liabilitas pada laporan posisi keuangan kalau besar kemungkianan bahwa
pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk
menyelesaikan kewajiban (obligation) masa kini dan jumlah yang harus diselesaikan dapat
diukur dengan andal42.
1) Biaya historis. Liabilitas dicatat sebesar kas atau setara kas yang diterima atau sebesar
nilai wajar dari aset non kas yang diterima sebagai penukar dari kewajiban pada saat
terjadinya kewajiban
2) Nilai wajar. Jumlah yang dipakai untuk menyelesaikan suatu kewajiban antara pihak-
pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi
wajar.
OPZ menyajikan liabilitas ke dalam dua kelompok yaitu liabilitas jangka pendek dan
liabilitas jangka panjang. Pengklasifikasian liabilitas jangka pendek sebagai berikut :
Liabilitas yang tidak termasuk kategori aset lancar tersebut dikelompokkan ke dalam
aset tidak lancar.
41 KDPPLKS, par 71
42 KDPPLKS, par 118
B. Penjelasan
1) OPZ yang menerima amanah penyaluran dana zakat dari lembaga lain tidak
diperkenankan untuk mengambil bagian hak amil lagi dari dana zakat yang diterima
2) OPZ hanya diperkenankan untuk memperoleh ujroh atas jasa penyaluran dana zakat
sesuai kesepakatan
3) OPZ harus menyalurkan dana zakat yang diamanahkan sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku.
C. Perlakuan Akuntansi
1) Zakat yang diterima dari amil lain, tetapi belum disalurkan ke mustahik nonamil diakui
sebagai utang penyaluran sebesar jumlah yang diterima43.
2) Utang penyaluran akan berkurang ketikan zakat disalurkan secara langsung kepada
mustahik non-amil44.
3) Utang penyaluran disajikan kedalam kelompok liabilitas jangka pendek
D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat diterima dana zakat dan infak/sedekah dari amil lain
Db. Kas/bank
Kr. Hutang Penyaluran
2) Pada saat dana sudah disalurkan kepada mustahik dan dilaporkan kepada pemberi
amanat
Db. Hutang Penyaluran
Kr. Kas/bank
E. Pengungkapan
Hal – hal yang harus diungkapkan adalah :
1) Jenis dana
2) Nama lembaga pemberi amanah
3) Nominal
4) Estimasi penyaluran
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi Utang Penyaluran pada OPZ:
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Kas/bank 50.000
Utang Penyaluran 50.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Kas/bank 2.500
Ujroh Penyaluran – Penerimaan Amil 2.500
3) OPZ meyalurkan dana zakat dari OPZ lain kepada pihak yang berhak menerima
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Utang Penyaluran 50.000
Kas/bank 50.000
A. Definisi
Biaya yang masih harus dibayar adalah biaya yang sudah diakui sebagai beban pada
akhir periode, namun kas atau setara kas nya belum dibayarkan.
B. Penjelasan
1) Diantara bentuk biaya yang masih harus dibayarkan adalah utang gaji atau honor
2) Biaya yang manfaatnya telah diterima pada periode tertentu namun kas nya baru
dibayarkan pada periode berikutnya, maka pengakuan bebannya harus diakui pada
periode manfaatnya diperoleh.
C. Perlakuan Akuntansi
1) Biaya yang masih harus dibayar diakui sebesar kas atau setara kas yang harus
dibayarkan dan pengakuannya dihentikan pada saat dibayarkan.
2) Biaya yang masih harus dibayar disajikan pada pos liabilitas jangka pendek.
E. Pengungkapan
Rincian biaya yang masih harus dibayar.
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi biaya yang masih harus
dibayar:
1) Tanggal 30 Mei Gaji karyawan yang harus dibayarkan pada bulan Mei adalah sebesar
Rp 20.000.000, yang akan dibayarkan pada tanggal 1 Juni.
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Beban Gaji 20.000
Biaya Yang Masih Harus Dibayar – Utang Gaji 20.000
2) Tanggal 1 Juni OPZ melakukan pembayaran atas gaji karyawan bulan Mei.
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Biaya Yang Masih Harus Dibayar – Utang Gaji 20.000
Kas/bank 20.000
A. Definisi
Dana yang Tidak Boleh Diakui Sebagai Pendapatan yang selanjutnya disingkat Dana
TBDSP adalah dana yang diterima atau dikuasai oleh OPZ tetapi tidak boleh diakui sebagai
pendapatan atau kekayaannya.
C. Perlakuan Akuntansi
1) Penerimaan Dana TBDSP diakui sebagai kewajiban dan diakui sebagai pengurang
kewajiban ketika disalurkan.
2) Dana TBDSP disajikan sebagai kewajiban paling likuid.
45Fatwa DSN-MUI Nomor 123 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Dana Yang Tidak Boleh Diakui Sebagai
Pendapatan Bagi Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga Bisnis Syariah Dan Lembaga Perekonomian
Syariah
E. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan antara lain :
1) Sumber penerimaan Dana TBDSP
2) Kebijakan penyaluran Dana TBDSP
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi Titipan Dana TBDSP pada OPZ:
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
BCA 500
Titipan Dana TBDSP 500
2) OPZ menerima penyaluran dana denda dari bank BSM sebesar Rp 50.000.000 untuk
program pembangunan WC Umum pada daerah yang terkena bencana alam.
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
BSM 50.000
Titipan Dana TBDSP 50.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Titipan Dana TBDSP 25.000
BSM 25.000
B. Penjelasan
1) OPZ sebagai lembaga nirlaba tidak memiliki kewajiban pajak atas kegiatannya
2) Kewajiban pajak yang timbul adalah atas pemotongan pajak yang dilakukan oleh OPZ
sebagai pemberi kerja atau pemberi penghasilan terhadap wajib pajak, seperti pajak
penghasilan (PPh) pasal 21 dan PPh pasal 23.
3) PPh 21
a. PPh Pasal 21 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi
dalam negeri, yaitu penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, serta
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
b. Pemotong PPh Pasal 21 adalah pihak yang memberikan penghasilan kepada
wajib pajak orang pribadi dalam negeri terkait pekerjaan. Contohnya adalah
perusahaan pemberi lapangan kerja yang memotong gaji yang diterima karyawan
c. Tarif pajak PPh 21 bersifat progresif sesuai dengan jumlah penghasilan. Berikut
tarif pajak PPh 21 berdasarkan Tarif Pasal 17 Undang-undang (UU) PPh:
i. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000,-,
kena 5%
ii. Di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- kena tarif 15%
iii. Di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- sebesar 25%
iv. Di atas Rp500.000.000,-, tarif yang dipungut sebesar 30%
d. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) per tahun berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah sebagai berikut:
i. Rp54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
ii. Rp4.500.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
iii. Rp54.000.000,- tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami;
iv. Rp4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap
keluarga
4) PPh 23
a. Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada
penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain
yang telah dipotong PPh Pasal 23.
b. Umumnya yang terjadi pada OPZ adalah pajak yang sehubungan dengan jasa
seperti jasa manajemen, jasa konsultasi, jasa akuntan, jasa hokum, dan jasa
C. Perlakuan Akuntansi
1) Utang pajak diakui pada saat dilakukan pemotongan sebesar kewajiban pajak yang
harus dibayarkan oleh wajib pajak dan pengakuannya dihentikan pada saat
dibayarkan ke kas Negara.
2) Utang pajak disajikan kedalam pos liabilitas jangka pendek
D. Ilustrasi Jurnal
1. Pada saat memotong pajak 21 atas gaji karyawan
Db. Beban Gaji
Kr. Utang Pajak PPh 21
2. Pada saat kewajiban pajak disetorkan ke kas penerimaan Negara
Db. Utang Pajak PPh 21
Kr. Kas atau bank
E. Pengungkapan
Hal-hal yang perlu diungkapkan antara lain adalah rincian jenis utang pajak
F. Contoh Transaksi
Berikut adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi utang pajak pada OPZ :
Tn. Ahmad berstatus kawin berkerja sebagai amil di salah satu OPZ telah ber NPWP
memperoleh penghasilan setiap bulan sebesar Rp7.000.000. Kewajiban setiap bulan
yang harus dibayar Tn Ahmad adalah Iuran pensiun sebesar Rp 50.000. Maka
perhitungan PPh 21 yang harus dipotong OPZ adalah sebagai berikut:
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Beban Gaji 7.000.000
Titipan Iuran pension 50.000
Utang Pajak PPh 21 86.250
Kas/bank 6.863.750
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Utang Pajak PPh 21 86.250
Kas/bank 86.250
A. Definisi
Utang Pihak Ketiga adalah kewajiban yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga atas
sumber daya yang diterima.
B. Penjelasan
1) Utang pihak ketiga dapat berupa pembiayaan bank, leasing, dan utang lembaga
lainnya
2) Pendanaan OPZ melalui pihak ketiga harus menggunakan skema yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
3) OPZ tidak diperkenankan untuk menjadikan aset zakat dan infak/sedekah untuk
dijadikan jaminan atas utang pihak ketiga.
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Utang pihak ketiga diakui sebesar jumlah dana yang diterima pada saat terjadinya.
2) Imbalan yang diberikan kepada pemberi dana diakui sebagai pengurang dana amil
Penyajian
Utang pihak ketiga disajikan sesuai dengan karakteristiknya pada pos liabilitas jangka
pendek atau liabilitas jangka Panjang.
E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan adalah :
Rincian fasilitas pembiayaan yang diterima terdiri dari :
1) Nama lembaga
2) Tujuan / peruntukan dana
3) Nominal
4) Jangka waktu
5) Angsuran perbulan
6) Dan lainnya
F. Contoh Transaksi
Berikut adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi utang pihak ketiga pada OPZ:
1) OPZ menerima pembiayaan dari bank syariah untuk membeli kendaraan operasional
dengan menggunakan akad murabahah, dengan rincian :
a. Harga perolehan Rp 200.000.000
b. Margin Rp 40.000.000
c. Harga jual Rp 240.000.000
d. Jangka waktu 48 bulan
e. Angsuran per bulan Rp 5.000.000 (Margin Rp 833.333.333)
Tgl Akun D K
Aset Tetap - kendaraan 200.000
Beban Margin Tangguhan 40.000
Utang Pihak Ketiga – Bank Syariah 240.000
Tgl Akun D K
Utang Pihak Ketiga – Bank Syariah 5.000
Kas/bank 5.000
Beban Margin Pembiayaan 8,3
Beban Margin tangguhan 8,3
A. Definisi
1) Imbalan Kerja adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan OPZ atas jasa yang
diberikan oleh pekerja
2) Kewajiban Imbalan Kerja adalah kewajiban yang timbul dari imbalan kerja.
B. Penjelasan
1) Kewajiban imbalan kerja terdiri dari:
a. Kewajiban imbalan kerja jangka pendek.
b. Kewajiban imbalan pascakerja.
c. Kewajiban imbalan kerja jangka panjang lainnya.
d. Kewajiban pesangon pemutusan kerja.
2) Kewajiban imbalan kerja jangka pendek
a. Kewajiban imbalan kerja jangka pendek adalah kewajiban imbalan kerja (selain
pesangon) yang diharapkan akan diselesaikan seluruhnya sebelum dua belas
bulan setelah akhir periode pelaporan tahunan di mana pekerja memberikan jasa
terkait.
b. Contoh imbalan kerja jangka pendek mencakup hal-hal seperti:
i. Upah, gaji dan iuran jaminan sosial.
ii. Cuti tahunan berbayar dan cuti sakit berbayar.
iii. Bagi laba dan bonus terutang.
iv. Imbalan non-moneter untuk pekerja, seperti imbalan kesehatan, rumah,
mobil dan barang atau jasa yang diberikan secara cuma-cuma atau melalui
subsidi
3) Kewajiban imbalan pascakerja
a. Kewajiban imbalan pascakerja adalah kewajiban imbalan kerja (selain pesangon
pemutusan kerja) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan masa kerjanya.
b. Contoh imbalan pascakerja:
i. Imbalan pensiun.
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Kewajiban imbalan kerja diakui pada saat pegawai telah memberikan jasanya kepada
lembaga dalam suatu periode tertentu.
2) Kewajiban imbalan kerja berkurang pada saat dibayarkan.
3) Kewajiban imbalan kerja jangka pendek diakui sebesar jumlah tidak didiskonto
(undiscounted amount).
4) Kewajiban imbalan kerja jangka panjang diakui sebesar jumlah telah diskonto
(discounted amount).
Penyajian
1) Kewajiban imbalan kerja jangka pendek disajikan dalam pos Kewajiban Segera sebesar
jumlah yang terutang dan tidak didiskontokan.
2) Kewajiban imbalan kerja jangka panjang disajikan dalam pos tersendiri sebesar jumlah
yang didiskontokan.
D. Ilustrasi Jurnal
1) Kewajiban imbalan kerja jangka pendek
a. Pada saat terjadinya kewajiban:
Db. Beban pegawai
Kr. Kewajiban segera – Imbalan kerja
b. Pada saat kewajiban dibayarkan:
Db. Kewajiban segera – Imbalan kerja
Kr. Kas/Bank
2) Kewajiban imbalan pascakerja
a. Pada saat pengakuan kewajiban:
Db. Beban imbalan kerja
Kr. Kewajiban imbalan kerja – Jangka panjang
b. Pada saat pengukuran kembali imbalan pascakerja
Db. Penghasilan komprehensif lain
Kr. Liabilitas Imbalan Kerja
E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
1) Imbalan pascakerja
a. Imbalan pascakerja iuran pasti Jumlah yang diakui sebagai beban pada periode
berjalan.
b. Imbalan pascakerja manfaat pasti
i. Penjelasan umum jenis program, termasuk kebijakan pendanaan.
ii. Kebijakan akuntansi lembaga untuk mengakui keuntungan dan kerugian
aktuarial (dalam laporan perubahan dana) dan jumlah atas keuntungan dan
kerugian aktuarial yang diakui selama periode berjalan.
iii. Penjelasan naratif jika lembaga menggunakan penyederhanaan dalam
mengukur kewajiban imbalan pasti.
iv. Tanggal penilaian aktuarial.
v. Rekonsiliasi saldo awal dan saldo akhir kewajiban imbalan pasti yang
menunjukkan keuntungan atau kerugian aktuarial.
vi. Rekonsiliasi saldo awal dan saldo akhir aset program.
vii. Total biaya yang terkait dengan program imbalan pasti.
viii. Pengembalian aktual aset program.
ix. Asumsi aktuarial utama
2) Imbalan kerja jangka panjang lainnya
a. Sifat imbalan.
b. Jumlah kewajiban dan status pendanaan pada tanggal neraca.
3) Imbalan pesangon pemutusan kerja
a. Sifat imbalan.
b. Kebijakan akuntansi.
c. Jumlah kewajiban dan status pendanaan pada tanggal neraca
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi imbalan kerja jangka panjang
pada OPZ:
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Beban Imbalan Kerja 10.000
Kewajiban Imbalan Kerja 10.000
2) Pada akhir periode dilakukan pengukuran kembali imbalan pasca kerja, diketahui nilai
aktuaria sebesar Rp 12.000.000 dan nilai tercatat Rp10.000.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penghasilan komprehensif lain 2.000
Kewajiban Imbalan Kerja 2.000
3) Terdapat satu karyawan yang akan pensiun pada bulan depan dengan dana pensiun
yang harus ditanggung OPZ Rp5.000.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Kewajiban Imbalan Kerja 5.000
Biaya Yang Masih Harus Dibayar – Utang Gaji 5.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Biaya Yang Masih Harus Dibayar – Utang Gaji 5.000
Kas/bank 5.000
Saldo dana adalah akumulasi selisih penerimaan dana dan penyaluran dana.
B. Penjelasan
1) Saldo dana terdiri dari dana zakat, dana infak/sedekah, dana amil, dan dana lainya
seperti dana sosial keagamaan lainnya, dana hibah, dan dana APBN/D (jika ada)
2) Dana Zakat
a. Penerimaan dana zakat bersumber dari zakat entitas dan zakat individual.
b. Zakat disalurkan kepada mustahik yang terdiri dari 8 golongan sesuai dengan
ketentuan syariat Islam.
3) Dana Infak/Sedekah
a. Penerimaan dana Infak/sedekah dapat bersumber dari seseorang atau badan
usaha, baik ditentukan maupun tidak ditentukan peruntukannya oleh pemberi
dana infak/sedekah.
b. Penyaluran dana infak/sedekah untuk program-program kemashlahatan umat.
4) Dana Amil
a. Penerimaan dana amil diperoleh dari bagian atas penerimaan dana zakat, dana
infak/sedekah, dan penerimaan lainnya yang diperkenankan oleh perundang-
undangan.
b. Penyaluran dana amil diperuntukan untuk membiayai operasional OPZ, seperti
gaji pengelola dan biaya operasional lainnya.
5) Dana Sosial Keagamaan Lainnya (DSKL)
a. Penerimaan dana DSKL bersumber dari penerimaan dana sosial keagamaan selain
zakat dan infak/sedekah
b. Penyaluran dana DSKL sesuai dengan peruntukan dari pemberi dana
6) Dana APBN/D
a. Penerimaan dana APBN/D diperoleh dari anggaran pendapatan belanja Negara
atau daerah yang dialokasikan untuk BAZNAS
b. Penggunaan dana APBN/D harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
7) Perlakuan akuntansi, ilustrasi jurnal dan pengungkapan saldo dana mengikuti
ketentuan pada Bagian 6 Laporan Perubahan Dana
1) Zakat adalah Harta wajib dikeluarkan oleh muzakki sesuai dengan ketentuan syariah
untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahik)
2) Dana zakat adalah dana yang berasal dari penerimaan zakat
3) Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.
4) Muzakki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan
zakat
5) Nishab adalah batas minimum harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.
B. Penjelasan
1) Zakat merupakan kewajiban syariah yang harus diserahkan oleh muzakki kepada
mustahik, baik melalui amil maupun secara langsung. Ketentuan zakat mengatur
mengenai persyaratan nishab, haul periodeik maupun tidak periodik, tarif zakat
(qadar), dan peruntukannya47.
2) Zakat meliputi zakat maal dan zakat fitrah
3) Zakat Maal
Zakat mal merupakan zakat atas harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau
badan usaha yang meliputi48 :
a. Emas, perak, dan logam mulia lainnya.
Nishab zakat emas dan logam mulia adalah 85 gram emas, sedang untuk nishab
zakat perak sebesar 595 gram perak. Tarif zakat emas, perak dan logam mulai
2,5% dan berlaku haul.
b. Uang dan surat berharga lainnya.
Nishab zakat uang dan surat berharga adalah senilai 85 gram emas dengan tarif
2,5% dan berlaku haul
c. Perniagaan.
Nishab zakat perdagangan 85 gram emas, tarif 2,5% dan berlaku haul. Zakat
perniagaan dihitung dari aset lancar dikurangi dengan kewajiban lancar.
d. Pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
Nishab zakat pertanian, perkebunan, dan kehutanan adalah senilai 653 kg gabah
dan/atau 524 kg beras dengan tarif 10% jika tadah hujan atau 5% jika
menggunakan irigasi dan perawatan lainnya dan dikeluarkan pada saat panen.
e. Peternakan dan perikanan
Zakat peternakan dikenakan pada hewan ternak yang digembalakan di tempat
penggembalaan umum, sedang hewan ternak dipelihara di dalam kandang
4) Zakat Fitrah
Zakat fitrah ditunaikan dalam bentuk beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau
3,5 liter per jiwa. Kualitas beras atau makanan pokok yang dizakatkan sesuai dengan
kualitas beras atau makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari. Beras atau makanan
pokok dapat diganti dalam bentuk uang senilai 2,5 kg atau 3,5 liter beras. Zakat fitrah
ditunaikan sejak awal Ramadhan dan paling lambat sebelum pelaksanaan Shalat Idul
Fitri.
5) Mustahik terdiri dari49:
a. Fakir
b. Miskin
c. Amil
d. Muallaf
e. Riqab
f. Gharim
g. Fisabilillah
h. Ibnu sabil
6) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir
miskin dan peningkatan kualitas umat. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif
dilakukan dengan syarat50:
a. apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi;
b. memenuhi ketentuan syariah;
c. menghasilkan nilai tambah ekonomi untuk mustahik; dan
d. mustahik berdomisili di wilayah kerja lembaga pengelola zakat.
C. Perlakuan Akuntansi51
Penyaluran Zakat
1) Zakat yang disalurkan kepada mustahik, termasuk amil, diakui sebagai pengurang
dana zakat sebesar :
a. Jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas
b. Jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset nonkas
2) Efektifitas dan efisiensi pengelolaan zakat bergantung pada profesionalisme amil.
Dalam konteks ini, amil berhak mengambil bagian dari zakat untuk menutup biaya
operasional dalam rangka melaksanakan fungsinya sesuai dengan kaidah atau prinsip
syariah dan tata kelola organisasi yang baik.
3) Penentuan jumlah atau presentase bagian untuk masing-masing mustahik ditentukan
oleh amil sesuai dengan prinsip syariah, kewajaran, etika, dan ketentuan yang berlaku
yang dituangkan dalam bentuk kebijakan amil.
4) Beban penghimpunan dan penyaluran zakat harus diambil dari porsi amil. Amil
dimungkinkan untuk meminjam dana zakat dalam rangka menghimpun zakat.
Pinjaman ini sifatnya jangka pendek dan tidak boleh melebihi satu periode (haul).
51 Mengacu pada PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak Sedekah, par 10 - 23
Penyajian
1) Saldo dana zakat disajikan secara terpisah dengan dana lainnya pada komponen saldo
dana
2) Zakat yang diterima dalam bentuk aset nonkas disajikan dalam kelompok aset lancar
jika OPZ berkewajiban untuk menyalurkannya secara langsung, dan disajikan kedalam
kelompok aset tidak lancar jika aset nonkas tersebut dikelola oleh OPZ.
3) Zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan aset tetap yang dikelola oleh OPZ
disajikan kedalam kelompok aset tidak lancar.
4) Zakat yang diserahkan kepada mustahik nonamil dengan keharusan untuk
mengembalikanya kepada amil, disajikan sebagai piutang bergulir.
5) Zakat yang disalurkan melalui amil lain disajikan sebagai piutang penyaluran sampai
amil lain melaporkan program penyalurannya.
D. Ilustrasi Jurnal
E. Pengungkapan
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi zakat pada OPZ :
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Kas/bank 25.000
Penerimaan Zakat 25.000
2) Penerimaan zakat fitrah berupa beras seberat 1 ton, dengan nilai wajar Rp 12.000.000
(1 kg = Rp 12.000)
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Persediaan Zakat Fitrah 12.000
Penerimaan Zakat 12.000
3) Sebelum disalurkan persediaan zakat mengalami penurunan nilai yang bukan karena
kelalaian amil sebesar Rp 500.000.
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penurunan Nilai – Penyaluran Dana Zakat 500
Persediaan Zakat 5.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penyaluran Zakat – Fakir Miskin 11.500
Persediaan Zakat 11.500
5) Penyaluran zakat melalui OPZ lain untuk program muallaf sebesar Rp 5.000.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Piutang Penyaluran 5.000
Kas/bank 5.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penyaluran Zakat - Muallaf 5.000
Piutang Penyaluran 5.000
7) Menyalurkan zakat untuk program dana bergulir untuk fakir miskin sebesar Rp
2.500.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Piutang Bergulir 5.000
Kas/bank 5.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Aset Kelolaan - kendaraan 50.000
Kas/bank 50.000
A. Definisi
1) Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat
untuk kemaslahatan umum
2) Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan
usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum
3) Dana infak/sedekah adalah dana yang berasal dari penerimaan infak/sedekah.
B. Penjelasan
C. Perlakuan Akuntansi52
Penyajian
1) Dana infak/sedekah disajikan secara terpisah dengan dana lainnya pada kelompok
saldo dana
2) Penerimaan Dana infak/sedekah yang terikat dan yang tidak terikat disajikan secara
terpisah
3) Infak/sedekah yang diterima dalam bentuk aset nonkas disajikan dalam kelompok
aset lancar jika OPZ berkewajiban untuk menyalurkannya secara langsung, dan
disajikan kedalam kelompok aset tidak lancar jika aset nonkas tersebut dikelola oleh
OPZ.
D. Ilustrasi Jurnal
E. Pengungkapan
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi infak/sedekah pada OPZ :
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Kas 5.000
Penerimaan Infak/Sedekah Tidak Terikat 5.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Kas 2.000
Penerimaan Infak/Sedekah Terikat 2.000
Tgl Akun D K
Persediaan 10.000
Penerimaan Infak/Sedekah Terikat 10.000
4) Karena satu dan lain hal yang bukan disebabkan kelalaian Amil, 20 paket sembako
mengalami penurunan nilai karena rusak sebelum didistribusikan kepada korban
banjir.
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Kerugian Penurunan Nilai Persediaan 2.000
Infak/Sedekah
Persediaan 2.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penyaluran Infak/Sedekah Terikat 8.000
Persediaan 8.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Depostio BNI Syariah 50.000
Kas 50.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
BNI Syariah 250
Bagi Hasil Penempatan Dana Infak/Sedekah 250
Tgl Akun D K
Penyaluran Infak/Sedekah Tidak Terikat 20.000
Kas 20.000
A. Definisi
1) Amil adalah entitas pengelola zakat yang pembentukanya dan atau pengukuhannya
diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan
untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah.
2) Dana amil adalah bagian amil atas dana zakat dan infak/sedekah serta dana lain yang
oleh pemberinya diperuntukan bagi amil. Dana amil digunakan untuk pengelolaan
amil.
B. Penjelasan
1) Penerimaan dana amil berasal dari hak amil dari dana zakat dan infak/sedekah serta
penerimaan lainnya.
2) Yang termasuk amil resmi adalah BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten, Unit
Pengumpul Zakat (UPZ), dan Lembaga Amil Zakat (LAZ)
3) Organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah adalah Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di Ibu Kota Negara dan merupakan lembaga
pemerinta nonstructural yang bersifat mandiri dan bertanggungjawab kepada
Presiden melalui Menteri.
4) BAZNAS merupakan lembaga amil yang berwenang melakukan tugas pengelolaan
zakat secara nasional
5) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan
kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
6) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
7) Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ)
8) Biaya operasional BAZNAS dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
negara dan Hak Amil
9) Biaya operasional BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja daerah dan Hak Amil
10) Biaya operasional LAZ dibebankan pada Hak Amil
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Penerimaan dana amil diakui pada saat kas atau aset nonkas diterima
2) Bagian dana zakat yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah dana amil
3) Bagian dana infak/sedekah yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah dana
amil
4) Amil dapat memperoleh ujroh atas penyaluran dana zakat dan infak/sedekah dari amil
lain dan diakui sebagai penambah dana amil pada saat diterima.
5) Penyaluran dana amil untuk biaya operasional amil diakui sebagai pengurang dana
amil pada saat terjadinya
Penyajian
Dana amil disajikan secara terpisah dari dana lainnya pada pos saldo dana
D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat penerimaan dana amil dari bagian dana zakat
Db. Penyaluran Zakat – Hak Amil
Kr. Bagian Amil dari Dana Zakat
2) Pada saat penerimaan dana amil dari bagian dana infak/sedekah
Db. Penyaluran Infak/Sedekah – Hak Amil
Kr. Bagian Amil dari Dana Infak/Sedekah
3) Pada saat penerimaan ujroh dari Amil lain
Db. Kas
Kr. Penerimaan Ujroh
4) Pada saat penyaluran dana amil untuk biaya operasional
Db. Penyaluran Dana Amil – Biaya Operasional
Kr. Kas/bank
E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
1) Amil mengungkapkan sumber-sumber penerimaan dana amil
2) Amil mengungkapkan kebijakan penentuan atau persentase hak amil dari dana
zakat dan dana infak/sedekah
3) Kebijakan penyaluran dana amil yang bersumber dari dana zakat dan
infak/sedekah untuk operasional amil
4) Kebijakan penggunaan dana amil yang bersumber dari pemerintah
5) Penggunaan dana amil untuk pembelian aset tetap, diungkapkan jumlah dan
jenisnya
Jurnal transaksi:
Tgl Akun D K
Penyaluran Zakat – Hak Amil 10.000
Hak Amil dari Dana Zakat 10.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penyaluran Infak/Sedekah – Hak Amil 15.000
Hak Amil dari Dana Infak/Sedekah 15.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penyaluran Amil – Beban Gaji 20.000
Kas 20.000
A. Definisi
Dana Sosial Keagamaan Lainnya adalah dana sosial keagamaan dalam Islam antara
lain harta nazar, harta amanah atau titipan, harta pusaka yang tidak memiliki ahli waris,
kurban, kafarat, fidyah, hibah, dan harta sitaan serta biaya administrasi peradilan di
pengadilan agama53.
B. Penjelasan
1) Selain menerima dana zakat dan infak/sedekah, OPZ juga dapat menerima dana sosial
keagamaan lainnya.
2) Dana sosial keagamaan lainnya antara lain berupa :
a. Harta nazar
b. Harta amanah atau titipan
c. Harta pusaka yang tidak memiliki ahli waris
d. Qurban
C. Perlakuan Akuntansi
2) Penyaluran Dana Sosial Keagamaan Lainnya diakui sebesar nominal kas yang
dikeluarkan
Penyajian
Dana Sosial Keagamaan Lainnya disajikan secara terpisah dari dana lainnya pada pos
saldo dana
D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat penerimaan dana sosial keagamaan lainnya
Db. Kas/bank/ Aset Nonkas
Kr. Penerimaan DSKL
2) Pada saat penyaluran dana sosial keagamaan lainnya
Db. Kas
Kr. Penyaluran DSKL
E. Pengungkapan
Hal-hal yang perlu diungkapkan sebagai berikut:
1) Jenis dana sosial keagamaan lainnya yang diterima
2) Kebijakan penyaluran dana sosial keagamaan lainnya
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi DSKL :
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Kas 20.000
Penerimaan DSKL - Hibah 20.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Penyaluran DSKL - Hibah 15.000
Kas 15.000
A. Definisi
Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Daerah (APBN/D) adalah penerimaan
OPZ dari anggaran belanja negara/daerah.
B. Penjelasan
1) Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan APBN dan Hak Amil
2) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
dibiayai dengan APBD dan Hak Amil.
3) Selain pembiayaan APBD, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dapat
dibiayai dengan APBN.
C. Perlakuan Akuntansi
Penyajian
Dana APBN/D disajikan secara terpisah dari dana lainnya
D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat penerimaan dana APBN/D
Db. Kas/Bank
Kr. Penerimaan APBN/D
2) Pada saat penggunaan dana APBN/D
Db. Penggunaan APBN/D
Kr. Kas/Bank
E. Pengungkapan
Hal – hal yang perlu diungkapkan berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku
untuk penerima APBN/D.
1) Menerima dana APBD untuk keperluan biaya operasional OPZ sebesar Rp 100.000.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Kas/bank 100.000
Penerimaan Dana APBD 100.000
Jurnal transaksi :
Tgl Akun D K
Belanja Dana APBD 20.000
Kas/bank 20.000
A. Definisi
Unit Pengumpul Zakat (UPZ) adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS,
BAZNAS Provinsi, atau BAZNAS Kabupaten/Kota untuk membantu mengumpulkan zakat.
Satuan organisasi ini dapat berbentuk; 1) kepengurusan/kepanitiaan (non badan hukum)
yang terdiri dari namun tidak terbatas pada Penasehat, Ketua, Sekretaris dan Bendahara;
dan 2) organisasi berbadan hukum seperti Yayasan dan lainnya. UPZ non badan hukum
dapat diperlakukan sebagai entititas internal atau bagian dari BAZNAS, sedangkan UPZ
berbadan hukum dapat diperlakukan sebagai entitas eksternal di luar BAZNAS.
B. Penjelasan
1) Seluruh hasil pengumpulan dana UPZ wajib disetorkan kepada BAZNAS sesuai
dengan tingkatannya.
2) UPZ dapat melakukan tugas pembantuan pendistribusian dan pendayagunaan zakat
paling banyak sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari dana yang dikumpulkan oleh
UPZ.
3) UPZ masjid negara, masjid raya, masjid, mushalla, langgar, surau, atau nama lainnya,
atau masjid institusi dapat melakukan tugas pembantuan pendistribusian dan
pendayagunaan dana zakat sebesar 100% (seratus persen).
C. Perlakuan Akuntansi
Penyajian
Titipan penerimaan dan titipan penyaluran disajikan ke dalam kelompok liabilitas lancar.
Pembukuan BAZNAS
a. Pada saat penerimaan zakat hasil pengumpulan UPZ
Db. Kas / Bank (100)
Kr. Penerimaan Zakat (100)
b. Pada saat penyaluran hak amil BAZNAS dan penyaluran melalui UPZ*
UPZ Non Badan Hukum
Db. Penyaluran Zakat - Amil (12,5% dari 30)
Db. Uang Muka Penyaluran (70)
Kr. Hak Amil BAZNAS dari Dana Zakat (12,5% dari 30)
Kr. Kas / Bank (70)
*Note:
BAZNAS mencatat sebagai uang muka atau sebagai penyaluran langsung dengan
kewajiban konsolidasi/pemantauan di akhir periode.
Pembukuan BAZNAS
a. Pada saat penerimaan zakat hasil pengumpulan UPZ
Db. Kas / Bank (100)
Kr. Penerimaan Zakat (100)
F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi UPZ non badan hukum dan
BAZNAS:
1) Pada tanggal 25 Januari 2010, total pengumpulan zakat oleh UPZ BAZNAS sebesar
Rp200.000.000 dan disetorkan seluruhnya kepada BAZNAS
2) Pada tanggal 30 Januari 2010, BAZNAS melakukan penyaluran melalui UPZ sebesar
70% dari Rp200.000.000
3) Pada tanggal 20 Februari 2020, UPZ menyalurkan zakat kepada mustahik dan
membuat laporan penyaluran ke BAZNAS.
Tgl Akun D K
25/01 Pada saat pengumpulan
Kas / Bank 200
Titipan penerimaan zakat 200
Tgl Akun D K
25/01 Pada saat penerimaan setoran zakat dari UPZ
Kas / Bank 200
Penerimaan zakat 200
B. Penjelasan
1) Laporan Perubahan Dana mencakup perubahan dana zakat, dana infak/sedekah, dana
dana amil dan dana lainnya.
2) Penyajian laporan perubahan dana mengacu pada PSAK 101 Penyajian Laporan
Keuangan Syariah, sedangn perlakuan akuntansi untuk transaksi zakat dan
infak/sedekah mengacu pada PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah.
3) Perubahan dana zakat mencakup pos-pos berikut ini :
a. Penerimaan dana zakat
i. Zakat entitas
ii. Zakat individual
b. Penyaluran dana zakat
i. Amil
ii. Mustahiq non amil
c. Saldo awal dana zakat
d. Saldo akhir dana zakat
B. Penjelasan
B. Penjelasan
Catatan atas laporan keuangan adalah informasi tambahan atas apa yang disajikan
dalam laporan posisi keuangan, laporan perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan,
dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan memberikan deskripsi atau pemisahan
pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pos-pos
yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan tersebut.
B. Penjelasan
1) Catatan atas laporan keuangan merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan
keuangan lembaga. Catatan atas laporan keuangan memuat penjelasan mengenai
gambaran umum lembaga, ikhtisar kebijakan akuntansi, penjelasan pos-pos laporan
keuangan dan informasi penting lainnya.
2) Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam
Laporan Posisi Keuangan, laporan perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan,
dan laporan arus kas harus berkaitan dengan informasi yang ada dalam catatan atas
laporan keuangan.
3) Secara umum, catatan atas laporan keuangan mengungkapkan:
a. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi
yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting;
b. Informasi yang diwajibkan dalam SAK tetapi tidak disajikan dalam Laporan Posisi
Keuangan, laporan perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan, dan
laporan arus kas misalnya subklasifikasi pos-pos tertentu
c. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan, laporan
perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan, dan laporan arus kas tetapi
diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar;
d. Untuk pos-pos yang nilainya material, harus dirinci dan dijelaskan dalam catatan
atas laporan keuangan. Sedangkan untuk pos-pos yang bersifat khusus harus
dirinci dan dijelaskan pada catatan atas laporan keuangan tanpa
mempertimbangkan materialitasnya;
e. Untuk pos yang merupakan hasil penggabungan beberapa pos sejenis dirinci dan
dijelaskan sifat dari unsur utamanya dalam catatan atas laporan keuangan.
C. Unsur - Unsur
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 101
f. Aset kelolaan dan penyusutannya
g. Pengakuan penerimaan dan penyaluran dana zakat
h. Pengakuan penerimaan dan penyaluran dana infak/sedekah
i. Pengakuan penerimaan dan penggunaan dana amil
j. Imbalan kerja.
DAFTAR ISI
Halaman
Laporan Posisi Keuangan ................................................................................................ 1-2
Laporan Perubahan Dana .............................................................................................. 3-4
Laporan Peubahan Aset Kelolaan ............................................................................... 5
Laporan Arus Kas ............................................................................................................ 6
Catatan atas Laporan Keuangan ................................................................................ 7-17
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 105
ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN POSISI KEUANGAN
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)
ASET
ASET LANCAR
Kas dan Setara Kas 3.1 xxx xxx
Investasi 3.2 xxx xxx
Piutang Bergulir 3.3 xxx xxx
Piutang Penyaluran 3.4 xxx xxx
Persediaaan 3.5 xxx xxx
Uang Muka Kegiatan 3.6 xxx xxx
Biaya Dibayar Dimuka 3.7 xxx xxx
JUMLAH ASET LANCAR xxx xxx
LIABILITAS
LIABILITAS JANGKA PENDEK
Utang Penyaluran 3.12 xxx xxx
Biaya yang Masih Harus Dibayar 3.13 xxx xxx
Titipan Dana TBDSP 3.14
Utang Pajak 3.15
JUMLAH LIABILITAS JANGKA PENDEK xxx xxx
SALDO DANA
Dana Zakat xxx xxx
Dana Infak/Sedekah xxx xxx
Saldo Amil xxx xxx
Dana Sosial Keagamaan Lainnya xxx xxx
Dana APBN/D xxx xxx
JUMLAH SALDO DANA XXX XXX
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 107
ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN PERUBAHAN DANA
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)
DANA INFAK/SEDEKAH
Penerimaan 3.21
Infak/Sedekah Terikat (Muqayyadah) xxx xxx
Infak/Sedekah Tidak Terikat (Muthlaqah) xxx xxx
Penerimaan lainnya xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Penyaluran 3.22
Infak/Sedekah Terikat (Muqayyadah) xxx xxx
Infak/Sedekah Tidak Terikat (Muthlaqah) xxx xxx
Penyaluran lainnya xxx xxx
Jumlah xxx xxx
DANA APBN/D
Penerimaan 3.27
Penerimaan APBN xxx xxx
Penerimaan APBD xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Penyaluran 3.27
Belanja APBN xxx xxx
Belanja APBD xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Surplus (defisit) xxx xxx
Saldo Awal xxx xxx
Saldo Akhir xxx xxx
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 109
ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN PERUBAHAN ASET KELOLAAN
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)
20X9
Akumulasi Akumulasi Saldo
Saldo Awal Penambahan Pengurangan
Penyusutan Penyisihan Akhir
DANA INFAK/SEDEKAH
Aset Lancar Kelolaan -
Piutang Bergulir xxx xxx (xxx) - (xxx) xxx
Aset Tidak Lancar Kelolaan -
Kendaraan xxx xxx (xxx) (xxx) - xxx
DANA ZAKAT
Aset Lancar Kelolaan -
Persediaan xxx xxx (xxx) - (xxx) xxx
Aset Tidak Lancar Kelolaan -
Tanah xxx xxx (xxx) - - xxx
Bangunan xxx xxx (xxx) (xxx) - xxx
Saldo per 31 Desember 20X9 xxx xxx xxx xxx xxx xxx
20X9 20X8
ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI
Penerimaan Zakat Entitas xxx xxx
Penerimaan Zakat Individual xxx xxx
Penerimaan Hasil Penempatan Dana Zakat xxx xxx
Penerimaan Infak/Sedekah Terikat (muqayyadah) xxx xxx
Penerimaan Infak/sedekah Tida Terikat (muthlaqah) xxx xxx
Penerimaan Hasil Penempatan Dana Infak/Sedekah xxx xxx
Penerimaan Dana Sosial Keagamaan Lainnya xxx xxx
Penerimaan Piutang Bergulir xxx xxx
Penerimaan lain xxx xxx
Penyaluran Zakat (xxx) (xxx)
Penyaluran Infak/Sedekah Terikat (muqayyadah) (xxx) (xxx)
Penyaluran Infak/Sedekah Tidak Terikat (muthlaqah) (xxx) (xxx)
Penyaluran Dana Sosial Keagamaan Lainnya (xxx) (xxx)
Pencairan piutang bergulir (xxx) (xxx)
Pembayaran Pajak (xxx) (xxx)
Pengeluaran Beban Pegawai (xxx) (xxx)
Pengeluaran Beban Sosialisasi dan Eduaksi (xxx) (xxx)
Pengeluaran Beban Umum dan Administrasi (xxx) (xxx)
Pengeluaran beban lain (xxx) (xxx)
Kas Bersih Dari Aktivitas Operasi xxx xxx
Lihat catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 111
ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN ARUS KAS (Metode Tidak Langsung)
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)
20X9 2018
ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI
Kenaikan saldo dana :
Dana Zakat xxx xxx
Dana Infak/Sedekah xxx xxx
Dana Amil xxx xxx
Penyesuaian untuk :
Penyusutan aset tetap xxx xxx
Penyusutan aset tetap kelolaan xxx xxx
Saldo dana sebelum perubahan dana
Penurunan (kenaikan) :
Piutang Bergulir xxx xxx
Piutang Penyaluran xxx xxx
Persediaaan xxx xxx
Uang Muka Kegiatan xxx xxx
Biaya Dibayar Dimuka xxx xxx
Kenaikan (penurunan) :
Utang Penyaluran xxx xxx
Biaya yang Masih Harus Dibayar xxx xxx
Titipan Dana TBDSP xxx xxx
Utang Pajak xxx xxx
Kas Bersih Dari Aktivitas Operasi xxx xxx
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 113
ENTITAS AMIL ABC
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)
1. UMUM
Entitas Amil ABC (selanjutnya disebut "Entitas") didirikan berdasarkan Akta Nomor xxx
tanggal xx Januari 20X7 yang dibuat dihadapan Notaris xxxx, S.H notaris di Jakarta.
Anggaran Dasar telah mengalami beberapa kali peruaban dan Perubahan Anggaran
Dasar terakhir dilakukan berdasarkan akta nomor xx tangga xxx Februari 20X9 dihadapan
notari xxx, S.H notaris di Jakarta dan mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan
HAM No. xxx. Entitas sebagai Lembaga Zakat telah mendapatkan pengukuhan pada
tanggal xx Maret 20X7 dari Menteri Agama RI melalui surat No xxx. Entitas berkedudukan
di Jln xxx.
Berdasarkan pasal 2 Anggaran Dasar Entitas, maksud dan tujuan entitas yaitu dibidang
xxx
Susunan Pembina, Pengurus, dan Pengawas Entitas pada tahun 20X9 dan 20X8 adalah
sebagai berikut :
Dewan Pembina
Ketua : xxx
Anggota : xxx
Anggota : xxx
Dewan Pengurus
Ketua : xxx
Anggota : xxx
Anggota : xxx
Dewan Pengawas :
Ketua : xxx
Anggota : xxx
Jumlah karyawan/ pengelolan Entitas pada tanggal 31 Desember 20X9 dan 20X8 adalah
xxx orang dan xxx orang
a. Pernyataan Kepatuhan
Laporan keuangan disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan di
Indonesia yaitu PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah dan PSAK yang
relevan lainnya.
b. Dasar Penyusunan Laporan Keuangan
Laporan keuangan, kecuali untuk laporan arus kas, disusun berdasarkan pada
saat terjadinya (accrual basis) dengan konsep biaya perolehan (historical cost).
Berdasarkan PSAK 101, laporan keuangan untuk Entitas Amil terdiri dari
komponen-komponen berikut ini:
i. Laporan Posisi Keuangan
ii. Laporan Perubahan Dana
iii. Laporan Perubahan Aset Kelolaan
iv. Laporan Arus Kas
v. Catatan Atas laporan Keuangan
Mata uang pelaporan yang digunakan dalam laporan keuangan adalah mata
uang Rupiah Indonesia.
c. Mata Uang Pelaporan, Transaksi Dan Saldo Dalam Mata Uang Asing
Transaksi dalam mata uang asing dicatat berdasarkan kurs yang berlaku pada
saat transaksi dilakukan. Pada tanggal neraca, aset dan kewajiban moneter
dalam mata uang asing disesuaikan untuk mencerminkan kurs yang berlaku
pada tanggal tersebut dan laba atau rugi kurs yang terjadi dikredit atau
dibebankan pada operasi tahun berjalan.
e. Piutang
Piutang disajikan sebesar jumlah tagihan.
f. Persediaan
Persediaan diakui sebesar nilai terendah antara biaya perolehan dengan nilai
realisasi neto.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 115
g. Biaya Dibayar Dimuka
h. Aset Tetap
Aset tetap dinyatakan sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan
(kecuali tanah yang tidak disusutkan). Revaluasi asset tetap tidak diperkenankan,
kecuali dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah. Penyusutan dimulai pada
saat asset tetap tersedia untuk digunakan dan berhenti ketika aset tetap
dihapuskan.
b. Kas di Bank
Giro
Bank A (IDR) xxx xxx
Bank B (USD) xxx xxx
Tabungan
Bank C (IDR) xxx xxx
Bank D (USD) xxx xxx
Deposito
Bank E (IDR) xxx xxx
Jumlah kas di bank xxx xxx
2. Surat Berharga
20X9 20X8
Penerbit Jenis Jangka Waktu Nominal Nominal
PT. A Sukuk Korporasi 2 Tahun xxx xxx
PT. B Reksadana 6 Bulan xxx xxx
Negara Sukuk Negara 3 Tahun xxx xxx
Jumlah Surat Berharga xxx xxx
3. Piutang Bergulir
20X9 20X8
Program Ekonomi xxx xxx
Jumlah Pembiayaan xxx xxx
Penyisihan Kerugian Piutang Bergulir (xxx) (xxx)
Bersih xxx xxx
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 117
4. Piutang Penyaluran
20X9 20X8
Lembaga A xxx xxx
Lembaga C xxx xxx
Jumlah Piutang Penyaluran xxx xxx
5. Persediaan
20X9 20X8
Persediaan Sandang xxx xxx
Persediaan Pangan xxx xxx
Persediaan Obat-obatan xxx xxx
Persediaan Lainnya xxx xxx
Jumlah Persediaan xxx xxx
Saldo Saldo
Penambahan Pengurangan
Tahun 20X8 awal akhir
Nilai Perolehan :
Tanah xxx xxx xxx xxx
Bangunan xxx xxx xxx xxx
Kendaraan xxx xxx xxx xxx
Peralatan Kantor xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
Akumulasi Penyusutan :
Bangunan xxx xxx xxx xxx
Kendaraan xxx xxx xxx xxx
Peralatan Kantor xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
Penyusutan
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 119
Software ABC xxx xxx
Aplikasi XYZ xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Nilai Bersih xxx xxx
Plafon : xxxxxxxxxxxxxxx
Jenis : xxxxxxxxxxxxxxx
Tujuan : xxxxxxxxxxxxxxx
Jangka Waktu : xxxxxxxxxxxxxxx
Akad : xxxxxxxxxxxxxxx
Margin : xxxxxxxxxxxxxxx
Angsuran/bulan : xxxxxxxxxxxxxxx
Jaminan : xxxxxxxxxxxxxxx
Beban imbalan kerja yang diakui pada tangal 31 Desember 20X9 dan 20X8 adalah
sebagai berikut :
20X9 20X8
Biaya jasa kini xxx xxx
Biaya bunga xxx xxx
Biaya aktuaria yang diakui xxx xxx
Biaya jasa lalu yang belum diakui xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 121
Liabilitas imbalan kerja yang termasuk ke dalam laporan posisi keuangan adalah
sebagai berikut :
20X9 20X8
Nilai kini liabilitas xxx xxx
Mutasi liabilitas imbalan kerja untuk tahun yang berakhir 31 Desember 20X9 dan
2oX8 adalah sebagai berikut :
20X9 20X8
Saldo awal tahun xxx xxx
Beban tahun berjalan xxx xxx
Manfaat yang dibayarkan (xxx) (xxx)
Jumlah xxx xxx
Penyaluran Lainnya
Penyusutan Aset Kelolaan xxx xxx
Selisih Kurs Valuta Asing xxx xxx
Selisih Penjualan Aset Kelolaan xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Penerimaan Lainnya
Hasil Penempatan Dana xxx xxx
Keuntungan Kurs Valuta Asing xxx xxx
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 123
Keuntungan Penjualan Aset Kelolaan xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 125
25. Penerimaan Dana Sosial Keagamaan Lainnya
20X9 20X8
Penerimaan Dana Sosial Keagamaan Lainnya
Harta Nadzar xxx xxx
Harta Amanah atau Titipan xxx xxx
Harta Pusaka xxx xxx
Dana Qurban xxx xxx
Kafarat xxx xxx
Fidyah xxx xxx
Hibah xxx xxx
Harta Sitaan xxx xxx
Jumlah xxx xxx
27. APBN/D
Pada tahun 20X9 Lembaga menerima APBN/D dengan rincian…..
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 129
AFTAR CHART OF ACCOUNT (COA)
ORGANISASI PENGELOLAN ZAKAT
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 131
AFTAR CHART OF ACCOUNT (COA)
ORGANISASI PENGELOLAN ZAKAT
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 133
AFTAR CHART OF ACCOUNT (COA)
ORGANISASI PENGELOLAN ZAKAT
2 Penerimaan Zakat -Aset Non (D) Aset Non Kas - Nilai Paragraf 10 Paragraf 11
Kas Wajar Penerimaan zakat diakui pada saat Zakat yang diterima dari muzaki diakui
(K) Dana Zakat kas atau aset non kas diterima sebagai penambah Dana Zakat sebesar:
(a) jumlah yang diterima jika
dalam bentuk kas
(b) nilai wajar jika dalam bentuk
aset nonkas
Paragraf 12
Penentuan nilai wajar aset non kas
yang diterima menggunakan harga
pasar. Jika harga pasar tidak tersedia,
maka dapat menggunakan metode
penentuan nilai wajar lainnya sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan
yang relevan.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 137
ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
4 Penurunan Nilai Aset Zakat (D) Dana Amil Paragraf 15 Paragraf 14
Non Kas (K) Aset Non Kas Penurunan Nilai Aset Zakat Jika terjadi penurunan nilai Aset Non
diakui sebagai : Kas, maka jumlah kerugian yang
(disebabkan oleh kelalaian (c) Pengurang Dana Zakat, ditanggung diperlakukan sebagai
Amil) jika tidak disebabkan pengurang Dana Zakat atau
oleh kelalaian Amil pengurang Dana Amil bergantung
(d) Kerugian dan pengurang pada penyebab kerugian tersebut.
Dana Amil, jika disebakan
oleh kelalaian Amil.
Paragraf 19
Beban penghimpunan dan penyaluran
zakat harus diambil dari porsi Amil.
Amil dimungkinkan untuk meminjam
Dana Zakat dalam rangka menghimpun
Zakat. Pinjaman ini sifatnya jangka
pendiek dan tidak boleh melebihi satu
periode (haul)
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 139
ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
7 Penyaluran Zakat_Aset Non (D) Dana Zakat – Amil Paragraf 16 Paragraf 23
Kas (D) Dana Zakat – Non Amil Zakat yang disalurkan kepada Dana Zakat yang disalurkan dalam
Sesuai jumlah tercatat bukan (K) Aset Non Kas mustahik, termasuk Amil, diakui bentuk perolehan Aset tetap (Aset
berdasar harga pasar. sebagai pengurang Dana Zakat Kelolaan) misalnya Rumah Sakit,
sebesar : Sekolah, Mobil Ambulan dan fasilitas
(c) Jumlah yang diserahkan, jika umum lain, diakui sebagai:
dalam bentuk kas (a) Penyaluran zakat seluruhnya jika
Jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset tetap tersebut diserahkan untuk
aset non Kas dikelola kepada pihak lain yang tidak
dikendalikan amil.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 141
ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
sebagai liabilitas penyaluran.
Piutang penyaluran dan liabilitas
penyaluran tersebut akan
berkurang ketika zakat disalurkan
secara langsung kepada
mustahik nonamil.
2 Penerimaan Zakat -Aset Non (D) Aset Tidak lancar- Paragraf 26 Infak/Sedekah yang Paragraf 27
Kas Infak/sedekah diterima dapat berupa kas atau Aset tidak lancar yang diterima dan
aset nonkas. Aset Non Kas dapat diamanahkan untuk dikelola oleh Amil
(K) Dana Infak/Sedekah berupa aset lancar atau tidak diukur sebesar nilai wajar saat
lancar. penerimaan dan diakui sebagai aset tidak
lancar infak/sedekah.
Penyusutan dari aset tersebut
diperlakukan sebagai pengurang
dana infak/sedekah terikat jika
penggunaan atau pengelolaan aset
tersebut sudah ditentukan oleh
pemberi.
Paragraf 28
Amil dapat pula meneriima aset nonkas
yang dimaksudkan oleh pemberi untuk
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 143
ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI INFAK/SEDEKAH PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
segera disalurkan. Aset seperti ini diakui
sebagai aset lancar. Aset ini dapat
berupa bahan habis pakai, seperti
makanan, atau aset yang memiliki umur
ekonomi panjang seperti mobil untuk
ambulan.
Paragraf 36
Penyaluran infak/sedekah oleh amil
kepada amil lain merupakan penyaluran
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 145
ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI INFAK/SEDEKAH PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
yang mengurangi dana infak/sedekah
jika amil tidak akan menerima kembali
aset infak/sedekah yang disalurkan
tersebut.
Peragraf 37
Penyaluran infak/sedekah kepada
penerima akhir dalam skema dana
bergulir dicatat sebagai piutang
infak/sedekah dan tidak mengurangi
dana infak/sedekah.
Proses penganggaran merupakan sebuah proses yang penting bagi semua organisasi,
termasuk organisasi pengelola zakat (OPZ). Anggaran adalah pernyataan mengenai estimasi
kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
finansial (Mardiasmo, 2018). Sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk
mempersiapkan anggaran tersebut. Organisasi sosial berkeinginan untuk dapat
memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Tetapi, keinginan tersebut
sering kali terkendala oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Di sini, penggaran
memiliki fungsi dan peran penting dapat melakukan pengalokasian sumber daya yang
terbatas sehingga dapat semaksimal mungkin melayani masyarakat dengan baik.
Penyusunana anggaran adalah suatu proses yang berkelanjutan. Pada organisasi non
laba seperti OPZ, penyusunan anggaran umumnya melewati 5 tahapan yang disebut
sebagai siklus anggaran. Siklus ini merupakan jangka waktu/masa mulai direncanakannya
suatu anggaran hingga saat perhitungan anggaran. Perencanaan ini ditetapkan oleh
pimpinan Lembaga yang disertai dengan adanya dokumentasi lengkap mengenai
pencapaian angaraan, sumber daya yang dmiliki, dan hal-hal lain yang dianggap perlu untuk
menetapkan besaran maksimum yang diserap oleh organisasi.
a. Tahap persiapan
Tahapan ini dimulai dengan pemberian arahan berdasarkan Rencana Strategis
(Renstra) Organisasi. Kemudian ditindaklanjuti oleh unit kerja/program melalui
pengajuan disain program kerja yang dilengkapi dengan estimasi biaya yang
diperlukan. Selain itu, dibutuhkan juga indikator pencapaian untuk memudahkan
proses monitoring dan evaluasi.
d. Tahap pelaporan
Pelaporan dialukan pada akhir-akhir periode atau pada waktu-waktu tertentu yang
ditetapkan oleh sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses akuntansi yang
telah berlangsung selama proses pelaksanaan.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 149
2.3. Pendekatan Penyusunan Anggaran
Terdapat 6 jenis pendekatan dalam penyunan anggaran yang dapat digunakan oleh
organisasi sektor publik, termasuk OPZ, yaitu pendekatan tradisional (Line Item Budgeting),
pendekatan kinerja, pendekatan sistem perencanaan, program, dan anggaran terpadu
(Planning, Programming, and Budgeting System-PPBS), pendekatan Zero Based Budgeting
(ZBB), Incremental Budgeting dan Medium Term Budgeting Framework54.
Pertama, pendekatan tradisional atau disebut juga Line Item Budgeting adalah konsep
pembuatan anggaran menggunakan paradigma sederhana yang berorientasi pada
pengendalian setiap biaya. Pendekatan ini sering disebut pendekatan inkremental. Konsep
inkremental ini mengandung pengertian bahwa penentuan setiap jenis dan jumlah biaya
yang ada pada anggaran belanja dari suatu periode anggaran tertentu didasarkan pada
persentase kenaikan tertentu dari setiap jenis dan jumlah biaya yang sama dengan tahun
anggaran sebelumnya.
Kedua, pendekatan kinerja adalah jenis metode pembuatan anggaran yang lebih
memperhatikan aspek pencapaian kinerja dibanding penghematan biaya semata.
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang dibuat untuk menanggulangi kelemahan
pendekatan tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak
ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pelayanan publik. Pendekatan ini banyak digunakan oleh organisasi pemerintahan atau
sector publik.
Ciri-ciri pendekatan PPBS adalah; 1) PPBS merupakan satu kesatuan dengan tahap
perencanaan, 2) pendekatan ini dirumuskan dalam bentuk program atau aktivitas yang
diderivasikan dari visi misi dan tujuan yang terdapat dalam dokumen perencanaan, 3)
indikator kinerja disusun dan dikembangkan secara terintegrasi dengan sasaran strategis
yang ada di dokumen perencanaan, dan 4) pendekatan ini memperhitungkan kebutuhan
biaya dalam jangka menengah sebagai upaya konsistensi dengan sasaran strategis.
54Nordiawan, D., & Hertianti, A. (2010). Akuntansi Sektor Publik (Ed. 2). Jakarta: Salemba Empat dan
Bastian, I. (2015). Sistem Akuntansi Sektor Pulik; Suatu Pengantar (Ed. 27). Jakarta: Erlangga.
Keempat, pendekatan ZBB adalah setiap aktivitas atau program yang telah diadakan
di tahun-tahun sebelumnya tidak secara otomatis dapat dilanjutkan. Hal yang mendasar
dari pendekatan ini adalah bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan pada suatu tahun tidak
selalu harus dilanjutkan pada tahun berikutnya. Suatu rencana kegiatan ditentukan setiap
tahun setelah dilakukan pengkajian secara menyeluruh.
Kelima, Incremental Budgeting adalah sistem anggaran belanja dan pendapatan yang
memungkinkan revisi selama tahun berjalan, sekaligus sebagai dasar penentuan usulan
anggaran periode tahun yang akan datang. Angka di pos pengeluaran merupakan
pembanding (kenaikan) dari angka periode sebelumnya. Permasalahan yang harus
diputuskan bersama adalah metode kenaikan/penurunan (incremental) dari angka
anggaran tahun sebelumnya. Logika sistem anggaran ini adalah bahwa seluruh kegiatan
yang dilaksanakan merupakan kelanjutan kegiatan dari tahun sebelumnya.
Keenam, Medium Term Budgeting Framework (MTBF) adalah suatu kerangka startegis
kebijakan pemerintah tentang anggaran belanja untuk departemen dan lembaga
pemerintah non departemen. Kerangka ini memberikan tanggung jawab yang lebih besar
kepada departemen untuk menetapkan alokasi dan penggunaan sumber dana
pembangunan. Keberhasilan MTBF tergantung pada mekanisme pengambilan keputusan
anggaran secara agregat yang didasarkan pada skala prioritas.
Karakteristik ini memenuhi kriteri pendekatan PPBS. Pelaksanaan konsep ini pada OPZ
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Planning.
Proses planning dilakukan oleh OPZ saat menyusun rencana strategis. Dalam
pembuatan rencana strategis ini ditentukan visi dan misi organisasi, lalu OPZ
melakukan analisis SWOT. Dari analisis SWOT ini, OPZ membuat strategi selama 5
tahun beserta dengan indikator keberhasilannya. Visi dan misi dijabarkan ke dalam
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 151
tujuan organisasi. Tujuan organisasi ini merupakan pernyataan yang lebih teknikal
dibandingkan dengan pernyataan misi.
b. Programing.
Proses programming dilakukan setiap tahun. Pada saat proses pembuatan RKAT
dimulai, masing-masing divisi membuat evaluasi terhadap program kerja tahun
sebelumnya, melakukan analisis SWOT untuk satu tahun ke depan, dan membuat
program kerja yang terdiri dari nama program kerja, tujuan kegiatan, indikator
keberhasilan dan rincian kegiatan. OPZ harus menyelaraskan program kerja tahunan
dengan rencana strategis dengan membuat kebijakan umum. Kebijakan umum ini jika
dilihat merupakan penafsiran badan pengurus terhadap indikator-indikator
keberhasilan yang harus dicapai pada tahun tersebut dan arahan yang lebih spesifik
untuk pembuatan RKAT.
c. Budgeting.
Tahap ini adalah tahap dimana organisasi mengalokasikan sumberdaya yang
dimilikinya. Sumber daya yang dimiliki oleh OPZ terbagi menjadi tiga jenis yaitu dana
zakat dan infak/sedekah serta dana operasional. Berdasarkan pembagian ini, maka
OPZ membuat dua macam anggaran yaitu Anggaran Penyaluran yang berisi program-
program penyaluran dana zakat dan infak/sedekah, dan Anggaran Amil/Operasional
yang berisi rencana penggunaan dana amil/operasional.
Untuk mengakomodir hal tersebut, OPZ memiliki beberapa jenis dana dalam sistem
akuntansinya. Penerimaan dana OPZ diklasifikasikan ke dalam dana-dana tersebut untuk
tujuan dan maksud tertentu. Sistem dana ini dimaksudkan sebagai alat kontrol apakah suatu
dana tertentu telah digunakan sesuai dengan tujuannya, sekaligus untuk menjamin ketaatan
terhadap ketentuan dalam penggunaan dana-dana tersebut. Sistem akuntansi ini dikenal
dengan akuntansi dana (fund accounting).
OPZ setidaknya memiliki 3 jenis dana, yaitu dana Zakat, dana Infak/sedekah dan dana
Amil. Dana zakat adalah dana yang berasal dari penerimaan zakat. Dana infak/sedekah
adalah dana yang berasal dari penerimaan infak sedekah. Terakhir, dana amil adalah bagian
amil dari dana zakat dan dana infak/sedekah serta dana lain yang oleh pemberinya
diperuntukkan bagi amil. Dana amil digunakan untuk pengelolaan amil.
Penerimaan dana dapat berasal dari Zakat, Infak/Sedekah, Dana Sosial Keagamaan
Lainnya (DSKL), dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana corporate social responsibility (CSR), dana bagi
hasil, jasa giro, dan dana lain yang tidak bertentangan dengan Syariat Islam dan peraturan
perundang-undangan. Penerimaan dana dapat dilakukan secara:
Penerimaan dana tidak langsung dilakukan melalui perbankan syariah. Dalam hal
tidak terdapat perbankan syariah pada wilayah penerimaan dana Zakat, maka penerimaan
dana Zakat dapat dilakukan melalui perbankan konvensional.
OPZ menganut konsep akuntansi dana. Oleh karena itu, proses verifikasi dan validasi
penerimaan dana harus meliputi identifikasi klasifikasi dana yang diterima. Penerimaan dana
wajib dipisahkan sesuai dengan jenis penerimaan dana. Penerimaan dana Zakat wajib diikuti
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 153
dengan do’a oleh Amil Zakat kepada pemberi dana secara langsung maupun tidak
langsung.
Penerimaan dana dapat berupa uang atau barang. Penerimaan dana berupa uang
dapat dilakukan dalam bentuk uang tunai, cek, atau giro. Penerimaan dana berupa barang
dapat dilakukan dalam bentuk emas, permata, hasil pertanian dalam arti luas, kendaraan,
dan aset lainnya. Penerimaan dana berupa barang harus dituangkan dalam berita acara
serah terima penerimaan dana Zakat. Penerimaan dana berupa barang wajib dilakukan
penaksiran nilai dalam bentuk rupiah berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar, dalam waktu
paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya barang.
Penerimaan dana Zakat berupa uang disetorkan pada hari penerimaan dana Zakat
oleh Amil Zakat ke rekening bank penerimaan sesuai dengan jenis penerimaan dana Zakat
dalam jumlah bruto. Apabila tidak dapat disetorkan pada hari penerimaan dana Zakat,
penyetoran dana Zakat dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya dana
Zakat.
Apabila dana Zakat yang diterima dalam bentuk mata uang asing, Amil Zakat
menyetorkan sesuai dengan hasil konversi ke mata uang rupiah berdasarkan nilai tukar yang
wajar pada hari penyetoran. Setiap penerimaan dana Zakat dalam bentuk uang baik melalui
loket penerimaan dana Zakat maupun melalui elektronik diterbitkan bukti setor. Bukti setor
penerimaan dana Zakat melalui loket memuat:
Sedangkan bukti setor penerimaan dana Zakat melalui elektronik paling sedikit
memuat:
a. Nama donatur;
b. Jenis setoran dana; dan
c. Jumlah setoran.
Amil Zakat yang melaksanakan tugas dan fungsi penerimaan dana Zakat wajib
membuat laporan rekapitulasi penerimaan dana Zakat. Laporan disampaikan kepada bagian
keuangan Pengelola Zakat setiap hari dengan melampirkan surat tanda setor ke bank
dan/atau bukti penerimaan lainnya yang sah.
3.2.1.Ketentuan Umum
Dana zakat dan infak/sedekah dalam bentuk uang wajib disimpan di tempat yang
memiliki sistem pengamanan yang memadai dengan penanggung jawab yang jelas.
Penyimpanan dana zakat, infak/sedekah dan dana operasional dalam bentuk uang tunai
dilakukan oleh pemegang kas yang ditetapkan oleh pimpinan OPZ. Sedangkan dana zakat
dan infak/sedekah dalam bentuk barang diinventarisasi dan disimpan pada tempat yang
aman dan memadai dengan penanggung jawab yang jelas.
3.2.2.Pengelolaan Rekening
a. Rekening penerimaan
Rekening penerimaan adalah rekening yang digunakan untuk menampung uang
penerimaan dari muzaki dan donatur. Paling sedikit terdiri dari rekening penerimaan
dana zakat dan rekening penerimaan infak/sedekah.
b. Rekening penyaluran
Rekening penyaluran adalah rekening yang digunakan untuk menampung dana salur
zakat dan infak/sedekah yang akan digunakan untuk keperluan kepada para mustahik
dan dhuafa. Paling sedikit terdiri dari rekening dana salur zakat dan rekening dana
salur infak/sedekah.
c. Rekening lainnya
Rekening lainnya adalah rekening yang dipergunakan untuk menampung dana di luar
penerimaan dan dana salur zakat dan infak/sedekah. Paling sedikit terdiri dari
rekening penerimaan amil dan rekening operasional amil.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 155
Penamaan Rekening dapat disingkat dengan menggunakan singkatan nomenklatur
kantor yang berlaku umum serta menyesuaikan ketersediaan jumlah karakter pada bank.
Penandatangan specimen rekening bank atas nama Pimpinan OPZ. Bunga/nisbah dan/atau
jasa giro atas dana pada rekening diperlakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pendebitan Rekening milik Satuan Kerja dilakukan dengan menggunakan:
Layanan Perbankan Secara Elektronik berupa Kartu Debit dikecualikan untuk Rekening
Penerimaan. Pimpinan OPZ dapat menutup rekening bank paling lambat 1 tahun sejak
rekening dikategorikan sebagai Rekening pasif. Rekening pasif merupakan Rekening yang
tidak terdapat transaksi pendebitan ataupun pengkreditan Rekening selama 1 tahun sejak
tanggal transaksi terakhir.
55Oni, S., Suharsono, M., Setiawati, A., & Setiawan, A. (2018). Fiqh Zakat KOntemporer. Jakarta: Rajawali
Press.
Sekalipun diperbolehkan dengan syarat dan batasan di atas, OPZ tetap disarankan
untuk hanya memiliki rekening simpanan di perbankan Syariah sebagai bentuk edukasi dan
syiar dakwah keuangan Syariah kepada muzakki dan donatur termasuk mustahik untuk ikut
serta mendukung dan mengembangkan keuangan Syariah.
Penyimpanan kas operasional harian dapat terdiri atas kas besar dan kas kecil. Kas
besar untuk keperluan keseluruhan operasional harian OPZ. Kas kecil untuk keperluan
operasional tertentu dalam jumlah kecil dan sering terjadi, dengan sistem dana tetap.
Jumlah kas besar dan kas kecil ditetapkan oleh pimpinan OPZ secara berjenjang. Pemegang
kas wajib membuat pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas.
Sistem dana tetap adalah metode pembukuan kas kecil di mana rekening kas kecil
jumlahnya selalu tetap. Setiap pengeluaran kas terjadi, pemegang kas kecil tidak langsung
mencatatnya, tetapi hanya sekedar mengumpulkan bukti transaksi pengeluarannya. Ciri-ciri
sistem dana tetap (imprest fund system), 1) bukti-bukti penggunaan dana kas kecil
dikumpulkan oleh pengelola kas kecil. 2) Pengisian dana kas kecil dilakukan dengan
penarikan cek yang sama jumlahnya dengan dana kas kecil yang telah digunakan sehingga
jumlah dana kas kecil kembali kepada jumlah yang ditetapkan semula.
a. Pembentukan dana kas kecil di mana pemegang kas kecil diberi sejumlah uang tunai
yang nantinya untuk pembayaran atas pengeluaran yang diperkirakan bisa memenuhi
kebutuhan dalam waktu tertentu.
b. Dana kas kecil dipergunakan untuk pembayaran transaksi pengeluaran.
c. Setelah dana kas kecil habis/hampir habis, kasir membentuk kembali dana kas kecil,
mengisinya sebesar jumlah nominal pengeluaran yang terjadi.
Sedangkan kekurangan dari metode dana tetap adalah: 1) Saldo tidak selalu diketahui
karena pencatatan baru dilakukan ketika hendak mengisi kembali kas kecil, maka saldo kas
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 157
kecil tidak dapat diketahui setiap waktu. Saldo baru bisa diketahui ketika pemegang kas
kecil menghitung manual atau melakukan perkiraan atas pengeluaran yang dilakukan. 2)
Tidak dapat mengisi kembali setiap waktu karena saldo kas kecil tidak selalu ter-update atau
tidak diketahui setiap saat, pengisian juga tidak dapat dilakukan setiap waktu. Pengisian
dilakukan setelah melakukan penghitungan jumlah dana atau perkiraan dana yang tersisa.
Apabila permohonan pengeluaran dana belum tercantum dalam RKAT, maka harus
mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang. Jenjang otorisasi pengeluaran
dana ditetapkan dengan keputusan pimpinan OPZ. Setiap pengeluaran dana zakat, dana
infak/sedekah dan dana operasional harus didukung dengan bukti yang cukup dan sah.
Pengeluaran dana zakat untuk pendistribusian dan pendayagunaan zakat dilakukan dengan
cara non tunai. Apabila mustahik merupakan orang perseorangan dan tidak memiliki
rekening bank, pengeluaran dana zakat dapat dilakukan secara tunai.
Penyaluran OPZ setidaknya bersumber dari dana zakat dan dana infak/sedekah. Dana
zakat disalurkan kepada mustahik 8 ashnaf, yaitu Fakir, Miskin, Amil, Riqab, Gharimin,
Muallaf, Fi Sabilillah, dan Ibnu Sabil. Penyaluran kepada mustahik harus memperhatikan had
kifayah, yaitu batas minimal untuk menetapkan seseorang/keluarga menjadi mustahik atau
penerima zakat. Penyaluran zakat melalui Amil/OPZ lain belum dianggap sebagai
penyaluran zakat hingga harta zakat tersebut disalurkan dan disampaikan kepada para
mustahik. Manajemen OPZ harus membuat daftar kriteria masing-masing ashnaf agar
mudah dalam menentukan kelompok ashnaf Ketika pembukuan. Dana zakat dan
infak/sedekah di luar bagian amil, harus dimanfaatkan seluruhnya untuk kepentingan
mustahik dan dhuafa.
Setiap transaksi pengelolaan dana zakat dibukukan sesuai dengan pedoman dan
standar akuntansi yang berlaku, yaitu PSAK 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah.
Pembukuan atas transaksi pengelolaan dana Zakat dilakukan sejak 1 Januari sampai dengan
31 Desember. Pembukuan pengelolaan dana zakat dilakukan sesuai dengan jenis
penerimaan dan pengeluaran dana zakat.
Pembukuan penerimaan dana Zakat dilaksanakan oleh unit yang melaksanakan tugas
dan fungsi di bidang akuntansi dan keuangan. Unit tersebut mempunyai tugas:
a. Membuat buku rekapitulasi penerimaan dana secara terpisah sesuai dengan jenis
dana; dan
b. Mencatat transaksi jurnal penerimaan dana setiap terjadi transaksi penerimaan dana.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 159
Pembukuan dapat dilakukan secara manual atau elektronik dengan sistem
pembukuan berbasis teknologi informasi. Dalam melakukan pembukuan pengeluaran dana
melampirkan:
a. Kuitansi;
b. Nota debit;
c. Bukti permintaan pengeluaran; dan
d. Bukti transaksi pengeluaran kas.
Pembukuan pengeluaran dana zakat dan dana infak/sedekah dilaksanakan oleh unit
yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang akuntansi dan keuangan, yaitu:
a. Membuat buku rekapitulasi pengeluaran per sumber dana setiap akhir bulan
berdasarkan buku rekapitulasi pengeluaran atau berdasarkan bukti permintaan
pembayaran atau pertanggungjawaban uang muka; dan
b. Mencatat jurnal transaksi pengeluaran dana setiap terjadinya transaksi pengeluaran
dana.
Peralatan yang dapat digunakan oleh OPZ untuk menyimpan arsip terdiri dari:
a. Map arsip/folder, adalah lipatan kertas/ plastik tebal untuk menyimpanan arsip.
Macam-macam map arsip/ folder meliputi:
i. Stofmap folio (map berdaun)
ii. Snelhechter (map berpenjepit)
iii. Brief Ordner (map besar berpenjepit)
iv. Portapel (map bertali)
v. Hanging Folder (map gantung)
b. Sekat petunjuk/guide, adalah alat yang terbuat dari karton/ plastik tebal yang
berfungsi sebagai penunjuk, pembatas atau penyangga deretan folder.
c. Almari arsip/filing cabinet, adalah alat yang digunakan untuk menyimpan arsip dalam
bentuk lemari yang terbuat dari kayu, alumunium atau besi baja tahan karat/api.
d. Rak arsip, adalah alamari tanpa daun pintu atau dinding pembatas untuk menyimpan
arsip yang terlebih dahulu dimasukkan dalam ordner atau kotak arsip.
Beberapa tata cara yang dapat dilakukan dalam penyimpanan arsip adalah:
a. Horizontal filing (flat filing), yaitu penyimpanan arsip dengan cara arsip dimasukkan
dalam stofmap atau snelhechter kemudian ditumpuk ke atas dalam alamari arsip
(disusun secara mendatar/ horizontal dari bawah ke atas).
b. Vertikal filing, yaitu penyimpanan arsip dengan cara arsip dimasukkan dalam folder/
map arsip kemudian diletakkan berdiri/ tegak memanjang (sisi panjang arsip sejajar
dengan lipatan folder/ map) dan disusun berurutan dari depan ke belakang.
c. Lateral filling, yaitu penyimpanan arsip dengan cara arsip dimasukkan dalam
snelhechter atau brief ordner kemudian diletakkan berdiri dengan punggung di
depan.
a. Meneliti tanda pada lembar disposisi apakah surat tersebut sudah boleh untuk
disimpan (meneliti tanda pelepas surat/release mark). Tanda pelepas surat biasanya
berupa disposisi deponeren yang menunjukkan perintah untuk menyimpanan surat.
b. Mengindeks atau memberi kode surat tersebut. Indeks/ kode surat dibuat sesuai
sistem penyimpanan arsip yang dipergunakan dan dibuat untuk memudahkan
penyimpanan dan penemuan kembali surat.
c. Menyortir atau memisah-misahkan surat sesuai dengan bagian, masalah atau tujuan
surat. Kegiatan menyortir/ memisah-misahkan surat sebelum disimpan biasanya
dilakukan dengan menggunakan rak/ kotak sortir.
d. Menyimpan surat ke dalam map (folder). Penyimpanan surat ke dalam map/ folder
dapat menggunakan stofmap folio, snelhechter, brief ordner, portapel ataui folder
gantung kemudian dimasukkan ke dalam almari arsip/ filing cabinet atau alat
penyimpanan arsip yang lain.
e. Menata arsip dengan baik sesuai dengan sistem yang dipergunakan. Penyimpanan
arsip dapat menggunakan sistem penyimpanan arsip sebagai berikut:
i. Sistem abjad (Alphabetic filing system)
ii. Sistem tanggal (Chronological filing system)
iii. Sistem nomor (Numeric filing system)
iv. Sistem wilayah (Geographic filing system)
v. Sistem subyek/Pokok Masalah (Subject filing system)
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 161
Secara periodik, Manajemen OPZ harus menentukan masa keaktifan dari arsip. Arsip
yang tidak aktif/Inaktif harus dipisahkan dan dipindahkan ke penyimpanan tersendiri
dengan tetap memperhatikan bentuk dan media arsip. Pemindahan Arsip Inaktif ini
dilaksanakan melalui kegiatan:
3.4.4.Kode Rekening
Kode rekening adalah suatu daftar yang berisi macam-macam akun yang disusun
sedemikian rupa untuk memudahkan penyusunan laporan keuangan. Oleh karena itu,
penyusunan kode rekening harus berdasarkan laporan-laporan tersebut, yaitu berdasark
urutan-urutan pos dalam laporan posisi keuangan dan laporan perubahan dana. Dalam
sistem pengolahan data akuntansi, kode rekening bertujuan untuk: 1) menidentifikasi data
akuntansi secara unik, 2) Meringkas data, 3) mengklasifikasikan rekening atau transaksi, dan
4) menyampaikan makna tertentu.
a. Kerangka kode harus secara logis memenuhi kebutuhan pemakai dan metode
pengolahan data yang digunakan,
b. Setiap kode harus mewakili secara unik unsur yang diberi kode, dan
c. Desain kode harus mudah disesuaikan dengan tuntutan perubahan agar tidak
memakan biaya dan waktu sera tidak membingungkan pemakai.
Unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang akuntansi dan keuangan
menyusun laporan keuangan setiap 6 (enam) bulan dan akhir tahun, paling sedikit memuat:
Penyajian laporan keuangan OPZ mengacu pada PSAK Syariah 101 tentang Penyajian
Laporan Keuangan Syariah. Perlakuan akuntansi atas transaksi zakat dan infak/sedekah
mengacu pada PSAK 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah. Sedangkan perlakuan
akuntansi di luar transaksi zakat dan infak/sedekah, mengacu pada SAK yang relevan. OPZ
dapat memilih penggunaan SAK relevan tertentu selama penerapannya konsisten dan tidak
membebani proses administrasi pelaporan keuangan, sehingga OPZ tetap bisa fokus pada
program dan pelayanan kepada mustahik.
Laporan kinerja dan pengelolaan zakat mengacu pada format laporan yang terdapat
dalam Perbaznas No. 4 tahun 2018. Selain itu, penyampaian laporan kinerja dan
pengelolaan zakat oleh BAZNAS dan LAZ dapat dilakukan melalui portal website
simba.baznas.go.id. Laporan kinerja disusun dengan sistematika sebagai berikut:
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 163
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada aspek
strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issued) yang sedang dihadapi
organisasi.
Bab IV Penutup
Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta Langkah
di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.
Analisis laporan keuangan mengacu pada “Rasio Keuangan OPZ; Teori dan Konsep”
yang dikeluarkan oleh Puskas BAZNAS pada Tahun 2019, terdiri dari 5 kategori yaitu rasio
aktivitas, rasio efisiensi, rasio dana amil, rasio likuiditas, dan rasio pertumbuhan. Pada bagian
ini, lima kategori rasio tersebut tidak akan dibahas secara lengkap. Beberapa rasio keuangan
yang dianggap paling penting (financial highlight ratios) akan dijabarkan sebagai berikut:
I. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas merupakan rasio yang mengukur efektivitas penyaluran dana zakat dan
infak/sedekah. Pengukuran rasio ini penting dikarenakan: (1) sesuai dengan pendapat
jumhur ulama dan pedoman zakat core principles bahwa zakat yang diterima pada suatu
tahun juga disalurkan pada tahun yang sama. Rasio ini membantu untuk mengukur
seberapa besar dana zakat yang telah disalurkan pada tahun tersebut; (2) penghitungan
rasio ini dapat membantu untuk meningkatkan reputasi OPZ dengan menunjukkan kepada
para muzakki bahwa dana-dana yang diterima oleh OPZ telah disalurkan kepada para
mustahik.
Terdapat 6 rasio yang penting untuk diperhatikan oleh Manajemen OPZ, yaitu:
Rasio gross ACR ini menghitung saldo penghimpunan dan penyaluran ZIS pada suatu
periode ditambah dengan saldo dana ZIS yang dari tahun sebelumnya belum dapat
disalurkan pada periode berikutnya. Hal ini untuk melihat sejauh mana penyalurannya dana
Rasio Net ACR ini hanya memperhitungkan penghimpunan dan penyaluran yang
dikeluarkan dalam satu periode saja tanpa memperhitungkan sisa saldo dana ZIS dari
periode sebelumnya.
Zakah allocation ratio (rasio penyaluran dana zakat) khusus digunakan untuk
mengukur sejauh mana dana zakat yang dihimpun oleh OPZ dapat disalurkan kepada para
mustahik.
Rasio penyaluran dana infak dan sedekah khusus digunakan untuk mengukur sejauh
mana dana infak dan sedekah yang dihimpun oleh OPZ dapat disalurkan dengan kepada
para mustahik.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 165
e. Rasio Piutang Penyaluran
Rasio ini digunakan untuk melihat bagaimana proporsi piutang penyaluran terhadap
total penyaluran.
Rasio ini mengindikasikan bahwa OPZ telah menyalurkan dana melalui amil/pihak lain
tetapi belum bisa diakui dan dicatat sebagai penyaluran disebabkan belum ada laporan dari
amil/pihak tersebut. Jika piutang penyaluran terus meningkat mengindikasikan kurang
optimalnya OPZ dalam mengontrol piutang penyaluran. Adapun nilai rasio piutang
penyaluran dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
i. Jika nilai rasio piutang penyaluran ≤ 10%, maka dapat dikatakan baik. OPZ
sudah optimal dalam mengontrol piutang penyaluran.
ii. Jika nilai rasio piutang penyaluran > 10%, maka dapat dikatakan tidak baik.
OPZ tidak optimal dalam mengontrol piutang penyaluran.
Uang muka kegiatan yaitu persekot atau uang muka yang diberikan untuk
penanggung jawab kegiatan dan akan dipertanggungjawabkan saat pelaksanaan kegiatan
telah dilaksanakan. Uang muka kegiatan akan diakui sebagai penyaluran jika telah
dipertanggungjawabkan pada akhir periode. Rumus Rasio uang muka kegiatan:
𝑈𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑢𝑘𝑎 𝐾𝑒𝑔𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛
Rasio ini mengindikasikan bahwa OPZ telah menyalurkan dana melalui kegiatan yang
dilakukan tetapi belum dapat diakui dan dicatat sebagai penyaluran disebabkan belum ada
laporan dari kegiatan tersebut. Jika uang muka kegiatan nilainya terus meningkat maka
dapat mengindikasikan bahwa kurang optimalnya OPZ dalam menyalurkan dana yang telah
terhimpun. Adapun interpretasi nilai dari rasio ini adalah sebagai berikut:
i. R ≤ 10%, maka dapat dikatakan baik. OPZ sudah optimal dalam mengontrol
uang muka kegiatan.
ii. R > 10%, maka dapat dikatakan tidak baik. OPZ tidak optimal dalam
mengontrol uang muka kegiatan.
Rasio efisiensi yang akan dijelaskan di sini adalah rasio biaya operasional (operational
expenses ratio). Pengukuran rasio biaya operasional mencerminkan efisiensi dalam
mengatur proporsi pengeluaran dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.
Adapun beberapa jenis rasio biaya operasional yang dapat dilakukan di OPZ adalah:
Rasio biaya operasional terhadap hak amil dihitung untuk mengukur berapa besar
dana hak amil yang digunakan dalam proses operasional.
Dalam perhitungan rasio ini, batas wajar dari hak amil yaitu 12,5%, jika melebihi batas
ini maka OPZ dapat memberikan penjelasan tersendiri penyebab dari tingginya tingkat dana
amil yang dibutuhkan.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 167
Rumus Rasio Hak Amil atas ZIS:
Besaran rasio terkait hak amil adalah rerata dari tiga unsur yaitu rasio hak amil atas
zakat, rasio hak amil atas infak/sedekah dan rasio hak amil atas CSR dengan asumsi dan
interpretasi sebagai berikut:
CSR: 5%
CSR: 15%
Rasio Likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan lembaga zakat dalam
melunasi kewajiban jangka pendeknya. Di antara rasio likuiditas yang dapat digunakan
adalah current ratio, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan aset suatu
entitas dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya. Dalam lingkup pelaporan lembaga
zakat, kewajiban jangka pendek yang dimaksud memperhitungkan saldo dana zakat dan
infak/sedekah yang terhimpun. Sesuai kaidah syariah, jumlah dana zakat dan infak/sedekah
yang terhimpun merupakan kewajiban lembaga zakat untuk dapat segera disalurkan.
Sehingga formula current ratio pada lembaga zakat sebagai berikut:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
(𝑆𝑎𝑙𝑑𝑜 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 + 𝑆𝑎𝑙𝑑𝑜 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑑𝑒𝑘𝑎ℎ + 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑒𝑘)
−𝐴𝑠𝑒𝑡 𝐾𝑒𝑙𝑜𝑙𝑎𝑎𝑛)
Dengan ketentuan:
Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsi sebagai amil, OPZ diharapkan mampu
menjaga agar besaran current ratio pada nilai 1-1,5.
b. Growth of Allocation
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 169
Rasio pertumbuhan penyaluran mencerminkan pertumbuhan penyaluran dana zakat
tahun ini terhadap tahun sebelumnya. Pertumbuhan dana yang disalurkan akan
mencerminkan efisiensi lembaga zakat dalam menyalurkan dana yang terhimpun.
1) Anggaran
2) Penyampaian laporan keuangan tepat waktu
3) Kewajiban kepada pihak luar
4) Uang muka kegiatan dan program
5) Piutang operasional; dan
6) Pelaksanaan prosedur keuangan secara efektif dan efisien.
OPZ setiap tahunnya wajib menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT)
yang berisi realisasi dan evaluasi atas kegiatan dan anggaran tahun sebelumnya, serta
rencana kegiatan, program kerja dan anggaran tahun selanjutnya. RKAT merupakan
panduan kerja bagi OPZ untuk periode satu tahun mulai tanggal 1 januari sampai dengan
31 desember. Seluruh kegiatan dan realisasi anggaran yang dilakukan oleh OPZ harus
mengacu pada program kerja dan rencana anggaran yang terdapat dalam RKAT.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 171
4.2. Pengendalian Kas
4.2.1.Ketentuan Umum
Catatan kas terdiri dari dua jenis, yaitu (1) akun kas di buku besar umum dan (2)
laporan bank yang menunjukkan penerimaan dan pembayaran kas yang dilakukan melalui
bank. Kas dan Setara Kas terdiri dari uang kertas, uang logam dan rekening simpanan bank
yang dapat tersedia dengan segera dan diterima sebagai alat pembayaran. Saldo kas dan
setara kas dihasilkan dari pengaruh akumulatif berbagai siklus dalam organisasi yaitu siklus
penerimaan, siklus penyaluran, siklus pengeluaran/penggunaan. Oleh karena itu, volume
transaksi kas dan setara kas sangat tinggi, sehingga menyebabkan tingginya resiko bawaan
(inherent risk) akun kas dan setara kas. Selain itu, tingginya resiko bawaan juga disebabkan
sifat kas yang mudah dipindahtangankan sehingga lebih berpeluang dimanipulasi.
Tingginya resiko bawaan kas dan setara kas mengharuskan OPZ untuk
memprioritaskan atau memperluas struktur pengendalian internal siklus kas untuk
mencegah dan mendeteksi salah saji. Perluasan struktur pengendalian intern signifikan
mengurangi resiko pengendalian kas. Beberapa langkah pengendalian kas yang dapat
dilakukan adalah:
Pemeriksaan kas (cash opname) adalah pemeriksaan fisik pada uang kas tunai antara
saldo pada catatan akuntansi dengan uang kas yang ada di brankas/di tangan. Pemeriksaan
kas dimaksudkan untuk pengujian keberadaan fisik uang dengan catatan akuntansi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan kas adalah:
a. Melakukan perhitungan periodik dan secara mendadak oleh audit internal terhadap
semua dana kas dengan disaksikan oleh pejabat di atasnya. Buatkan berita acar
perhitungannya dan minta tanda tangan kasir yang bersangkutan.
b. Setelah dilakukan pemeriksaan/penghitungan, langkah berikutnya adalah
membandingkan jumlah dari hasil pemeriksaan dengan saldo kas yang terdapat di
buku besar.
Tujuan cash opname sebenarnya lebih kepada fungsi pengendalian kas namun jika
dijabarkan diantaranya adalah:
a. Untuk memeriksa apakah saldo kas yang ada di neraca adalah benar dimiliki oleh OPZ,
b. Untuk membuktikan apakah jumlah uang saldo kas kecil sesuai dengan catatan
pembukuannya,
c. Sebagai bentuk pertanggungjawaban semua pengeluaran dana oleh kasir kas,
d. Untuk menelusuri penyelewengan yang mungkin terjadi mengingat kas mudah
dipindahtangankan dan sulit dibuktikan kepemilikannya,
e. Untuk memeriksa internal control OPZ atas transaksi yang berhubungan dengan kas,
apakah sudah baik atau perlu perbaikan
f. Untuk memeriksa adanya batasan yang mungkin ada dalam penggunaan dana kas.
4.2.3.Rekonsilisasi Bank
Pembukaan rekening OPZ di bank bertujuan untuk mengendalikan kas secara umum.
Sekalipun demikian, OPZ harus memiliki catatan sendiri mengenai dana yang keluar atau
masuk, dan tidak sepenuhnya bergantung pada catatan dari bank. Hal ini karena sering
ditemukan selisih antara catatan internal dengan bank, karena adanya biaya-biaya yang
tidak diperhitungkan atau karena ada transaksi yang belum diposting. Misalnya biaya
administrasi bank, pembagian bunga, dan lain-lain. Untuk itu, OPZ perlu melakukan
rekonsiliasi bank secara rutin.
Rekonsiliasi bank adalah daftar dan jumlah transaksi yang menyebabkan saldo kas di
laporan bank berbeda dengan saldo kas pada pembukuan OPZ. Rekonsiliasi laporan bank
berguna untuk mengecek ketelitian pencatatan rekening kas bank dan kas OPZ serta
mengetahui penerimaan atau pengeluaran yang belum dicatat oleh OPZ. Perbedaan antara
saldo dalam catatan kas organisasi dengan saldo dalam laporan bank disebabkan oleh
beberapa hal sebagai berikut:
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 173
a. Transaksi yang sudah dicatat dalam laporan keuangan organisasi sebagai penerimaan
uang, tetapi transaksi tersebut belum dicatat oleh bank,
b. Transaksi-transaksi yang sudah dicatat sebagai penerimaan organisasi oleh bank,
tetapi belum dicatat oleh organisasi,
c. Transaksi-transaksi yang telah dicatat dalam laporan keuangan organisasi sebagai
pengeluaran, tetapi bank belum mencatatnya sebagai pengeluaran, dan
d. Transaksi-transaksi yang sudah dicatat oleh bank sebagai pengeluaran, tetapi belum
dicatat dalam laporan keuangan organisasi.
a. Pengajuan uang muka (advance) dilakukan saat kegiatan dan program akan dilakukan.
Artinya, jangka waktu pengajuan uang muka dengan waktu kegiatan tidak lama.
b. Pengajuan uang muka harus dilengkapi dengan dokumen pendukung dan
ditandatangani oleh pejabat di atasnya sebagai bentuk verifikasi dan otorisasi.
c. Pengajuan uang muka harus memiliki acuan program dan anggaran sebagaimana
tertuang dalam RKAT.
d. Pelaporan uang muka paling lama dilakukan 3 bulan setelah kegiatan selesai
dilaksanakan.
Piutang dan hutang penyaluran timbul akibat transaksi penyaluran zakat oleh amil
melalui amil lain. Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penarikan, Pemeliharaan dan
Penyaluran Harta Zakat secara tegas menyatakan bahwa penyaluran harta zakat dari amil
melalui amil lain belum dianggap sebagai penyaluran zakat hingga harta zakat tersebut
Oleh karena itu, piutang dan hutang penyaluran ini masuk kategori aset dan liabilitas
lancar (jangka pendek) yang harus segera diselesaikan dalam siklus operasi normal, yaitu
tidak melebihi satu tahun semenjak diakui. Banyaknya piutang penyaluran akibat amil lain
belum menyalurkan zakat kepada mustahik dapat mempengaruhi kinerja penyaluran amil,
sehingga langka pengendalian perlu dilakukan oleh amil agar transaksi ini dapat
diselesaikan.
a. Transaksi penyaluran zakat melalui amil lain harus dilengkapi dengan MOU atau
bentuk lain seperti lembar pernyataan komitmen penyaluran. Ruang lingkup
MOU/lembar pernyataan mencakup namun tidak terbatas pada penentuan
mustahik/program penyaluran, jangka waktu program, hak dan kewajiban kedua
belah pihak (termasuk ketentuan ujrah penyaluran), serta ketentuan pelaporan.
b. Amil lain sebagai pihak kedua berkomitemen untuk tidak menunda dan segera
menyalurkan zakat kepada mustahik sebagaimana tertuang dalam MOU/lembar
pernyataan. Jangka waktu penyaluran oleh amil lain tidak boleh melebihi satu tahun.
c. Pelaporan oleh amil lain harus disertai dengan bukti yang cukup dan memadai.
Persediaan pada OPZ adalah aset lancar dalam bentuk barang, baik karena pengadaan
atau penerimaan dalam bentuk non kas, yang dimaksudkan untuk disalurkan atau
diserahkan dalam rangka penyaluran zakat dan infak/sedekah. Yang termasuk dalam
kategori persediaan antara lain bahan habis pakai seperti persediaan pangan/bahan
makanan, persediaan sandang/pakaian, persediaan obat-obatan dan persediaan lainnya.
Persediaan disajikan pada laporan posisi keuangan berdasarkan nilai fisik persediaan per
tanggal laporan. Bila terdapat perbedaan nilai buku dengan nilai fisik, maka harus dilakukan
penyesuaian di akhir periode.
a. Persediaan tidak rusak/hilang. Persediaan yang rusak dan hilang jika disebabkan oleh
kelalaian OPZ, maka menjadi beban OPZ. Tetapi, apabila bukan karena kelalaian OPZ,
maka mengurangi nilai persediaan di laporan keuangan.
b. Mengontrol stok persediaan di gudang sesuai dengan kebutuhan
program/penyaluran agar tidak kekurangan atau berlebihan,
c. Memperoleh informasi yang akurat mengenai nilai dan jumlah persedian, kebutuhan
persediaan dan persediaan yang telah disalurkan kepada mustahik dan dhuafa.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 175
d. Persediaan tidak mengendap lama di Gudang dan segera disalurkan, sehigga biaya
pemeliharaan dan penyimpanan persedian menjadi rendah.
4.6.1.Ketentuan Umum
Ketentuan ini menjelaskan pengertian aset tetap dan aset kelolaan yang berada dalam
penguasaan OPZ. Pertama, menurut PSAK 16, aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki
dan digunakan dalam kegiatan operasi/usaha dan memiliki masa manfaat lebih dari satu
tahun. Aset tetap memiliki beberapa kriteria, yaitu:
Selain kriteria di atas, aset tetap pada OPZ bersumber dari dana amil, bukan dari dana
zakat dan infak/sedekah. Jika OPZ membeli aset tidak lancar seperti komputer tetapi tidak
digunakan dalam operasional, maka komputer tersebut tidak memenuhi kriteria aset tetap.
Komputer tersebut diakui sebagai aset tidak lancar lainnya dan tidak dilakukan perhitungan
penyusutan.
Kedua, merujuk pada fatwa MUI No. 15 tahun 2011, aset kelolaan adalah sarana
dan/atau prasarana yang diadakan dari harta zakat dan secara fisik berada dalam
pengelolaan pengelola (OPZ) sebagai wakil dari mustahik zakat, sementara manfaatnya
diperuntukkan bagi mustahik zakat. Sejalan dengan fatwa ini, PSAK 109 juga menjelaskan
aset kelolaan sebagai dana zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan aset tetap,
misalnya rumah sakit, sekolah, mobil ambulan, dan fasilitas umum lain yang dikendalikan
oleh amil atau pihak lain yang dikendalikan oleh amil.
Berdasarkan Fatwa MUI di atas dan PSAK 109, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
1) Aset kelolaan adalah aset tidak lancar berupa sarana dan/atau prasarana juga fasilitas
umum yang menjadi kebutuhan banyak orang,
2) Aset kelolaan bersumber dari dana zakat,
3) Aset kelolaan berada dalam pengelolaan dan pengendalian amil atau pihak lain yang
dikendalikan oleh amil,
OPZ harus memastikan bahwa aset kelolaan digunakan dan dimanfaatkan hanya
untuk kepentingan mustahik dan dhuafa, bukan untuk operasional. Jika dimanfaatkan bagi
selain mustahik zakat, maka OPZ dibolehkan menentukan pembayaran biaya pemanfaatan
secara wajar untuk dijadikan dana kebajikan.
Pada awalnya perolehan aset tetap OPZ dinilai sebesar jumlah biaya perolehannya.
Biaya perolehan aset tetap meliputi:
1) Harga beli, termasuk termasuk biaya hukum dan broker, bea impor dan pajak
pembelian yang tidak boleh dikreditkan, setelah dikurangi diskon pembelian dan
potongan lainnya.
2) Biaya-biaya yang dapat diatribusikan langsung untuk membawa aset ke lokasi dan
kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan maksud manajemen.
Biaya-biaya ini termasuk biaya penanganan dan penyerahan awal, biaya instalasi dan
perakitan, dan biaya pengujian fungsionalitas.
3) Estimasi awal biaya pembongkaran aset, biaya pemindahan aset dan biaya restorasi
lokasi.
Biaya-biaya berikut ini bukan merupakan biaya perolehan aset tetap dan harus diakui
sebagai beban ketika terjadi:
OPZ harus mengidentifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan ketika perolehan aset tetap
dan menentukan biaya yang dapat dikapitalisasi ke biaya perolehan dan biaya yang harus
dibebankan. Perolehan aset tetap tidak sebesar harga beli saja, tetapi termasuk biaya-biaya
yang dikeluarkan hingga aset tersebut siap digunakan. Sebagai contoh, biaya
pembongkaran/pemasangan AC baru dapat dikapitalisasi ke biaya perolehan peralatan AC.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 177
Setelah pengakuan awal, OPZ harus memilih antara pengukuran model biaya (cost
model) atau model revaluasian (revaluation model). Model biaya mengharuskan OPZ untuk
mencatat aset tetap di neraca sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai aset. Sedangkan, model revaluasian mengharuskan OPZ,
mencatat aset tetap sebesar nilai revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi,
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset yang terjadi
setelah tanggal revaluasi. Pilihan model ini harus disebutkan dalam kebijakan akuntansi OPZ
dan diterapkan secara konsisten untuk seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama,
termasuk aset kelolaan.
OPZ dapat memilih model biaya karena lebih mudah untuk diterapkan dan berbiaya
rendah. Model revaluasian mengharuskan OPZ untuk melakukan penilaian ulang atas
semua aset tetapnya setiap tahun dengan bantuan jasa appraisal. Dengan penerapan model
biaya, OPZ juga tetap dapat berfokus pada kegiatan utamanya yaitu penghimpunan,
pemeliharaan, penyaluran dan pendayagunaan zakat dan infak/sedekah, tanpa harus
terbebani dengan pembukuan dan administrasi/pelaporan aset tetap.
Pengeluaran OPZ setelah perolehan aset tetap, jika bertujuan untuk memperbaiki dan
memelihara aset tetap dan tidak memberikan manfaat di masa mendatang, maka diakui
sebagai beban pemeliharaan. Tetapi, jika pengelurannya untuk mengakuisisi aset tetap baru
atau menambah aset tetap baru, sehingga memiliki manfaat ekonomi di masa depan dan
nilainya dapat diukur dengan andal, maka pengeluaran tersebut dikapitalisasi ke aset tetap.
Aset tetap terdiri dari beberapa jenis yang dapat digolongkan menjadi tanah dan
bangunan, peralatan dan inventaris kantor dan kendaraan seperti berikut ini:
a. Ekspektasi daya pakai aset dengan merujuk pada ekspektasi kapasitas atau keluaran
fisik,
b. Ekspektasi tingkat keausan fisik aset, yang tergantung kepada faktor pengoperasian
seperti jumlah giliran penggunaan, program pemeliharaan dan perawatan, serta
perawatan dan pemeliharaan aset pada saat aset tidak digunakan,
c. Keusangan teknis dan keusangan komersial yang diakibatkan oleh perubahan atau
peningkatan produksi, atau perubahan permintaan pasar atas produk atau jasa yang
dihasilkan oleh aset tersebut, dan
Berbeda dengan PSAK 16, UU PPh hanya mengenal umur manfaat 4, 8, 16 atau 20
tahun untuk aset selain bangunan dan 10 dan 20 tahun untuk aset bangunan. Manajemen
diminta untuk melihat ketentuan dalam UU PPh dan menentukan aset yang dimiliki masuk
kelompok masa manfaat mana.
Tarif penyusutan
Masa sebagaimana dimaksud
Kelompok Harta Berwujud
Manfaat dalam
Ayat (1) Ayat (2)
Bukan bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 50%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 25%
Kelompok 4 20 tahun 5% 12,5%
Bangunan Permanen 20 tahun 5% 10%
Bangunan Tidak Permanen 10 tahun 10%
Dalam penentuan masa manfaat aset, OPZ dapat mengikuti ketentuan UU PPh di atas
dan/atau dapat menggunakan professional judgement untuk menentukan masa manfaat
sendiri yang dapat berbeda dengan masa manfaat yang telah ditentukan oleh UU PPh.
Penggolongan dan penentuan masa manfaat aset tetap ini juga dapat diterapkan untuk
aset kelolaan dalam rangka perhitungan angka penyusutan yang akan diakui sebagia
penyaluran dari aset kelolaan secara bertahap.
Berikut ini adalah contoh penggolongan dan masa manfaat aset tetap yang dapat
diterapkan oleh OPZ:
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 179
suatu aset tetap harus dialokasikan secara sistematis sepanjang masa manfaatnya. Metode
penyusutan yang digunakan harus mencerminkan ekspektasi pola pemakaian manfaat
ekonomik masa depan aset oleh entitas. Beban penyusutan pada setiap periode harus diakui
sebagai beban untuk periode yang bersangkutan, kecuali sudah termasuk dalam nilai
tercatat aset lain.
OPZ harus konsisten dalam menerapkan metode penyusutan aset tetap yang dimiliki.
Artinya, apabila dalam satu periode akuntansi sudah memilih metode garis lurus, maka
untuk periode akuntansi berikutnya juga harus menggunakan metode penyusutan yang
sama. Hal ini juga berlaku untuk penyusutan aset kelolaan. Jika OPZ menerapkan metode
garis lurus untuk perhitungan penyusutan aset tetap, maka OPZ juga harus menerapkan
metode garis lurus untuk menghitung penyusutan aset kelolaan.
Setidaknya, ada dua metode penyusutan yang dapat digunakan oleh OPZ, yaitu:
Metode ini adalah metode depresiasi aset tetap yang biaya penyusutannya tetap
sama setiap tahunnya hingga akhir usia ekonomis aset tetap tersebut. Metode ini digunakan
jika nilai ekonomis aset tetap terus sama setiap tahun. Fungsinya adalah untuk menyusutkan
aset-aset yang manfaatnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume jasa atau produk
yang diproduksi seperti peralatan kantor, kendaraan dan bangunan.
OPZ harus menentukan kapan penyusutan mulai dihitung dengan melihat tanggal
dari pembelian/perolehan aset tersebut. Bila aset tetap dibeli sebelum tanggal 15 bulan
tertentu, maka bulan itu dihitung sepenuhnya untuk penentuan besarnya depresiasi. Tetapi,
bila terjadi sesudah tanggal 15 bulan tertentu, maka bulan itu tidak diperhitungkan.
Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat pelepasan atau saat
tidak terdapat lagi manfaat ekonomi masa depan yang diekspektasikan dari penggunaan
atau pelepasannya. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian pengakuan
aset tetap ditentukan selisih antara jumlah hasil pelepasan neto (jika ada) dan jumlah
tercatatnya. Pengeluaran dan penghapusan aset tetap yang rusak berat, hilang dan sudah
habis manfaat ekonominya dari neraca OPZ harus didukung dengan formulir berita acara
penghapusan dan ditanda tangani oleh atasan terkait.
OPZ harus mempersiapkan daftar aset tetap yang dimiliki, desertai nomor/kode ID
aset dan lokasi atau keberadaan aset. Nomor/kode ID aset dibuat dengan pertimbangan
jenis aset dan tanggal perolehan atau bidang/bagian yang menggunakan aset tersebut.
Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan aset tetap, yaitu:
a. Fungsi akuntansi aset tetap harus terpisah dengan fungsi pemakaian untuk
mengawasi pemakian aset tetap,
b. Perubahan daftar aset tetap harus didasarkan pada bukti kas keluar yang dilampiri
dengan dokumen pendukung yang lengkap dan diotorisasi oleh pejabat yang
berwenang,
c. Pencocokan fisik aset tetap dengan daftar aset tetap secara periodik, missal per 3
bulan, per 6 bulan atau akhir tahun untuk mengetahui kondisi fisik aset tetap,
kelayakan penggunaan dan perlunya perbaikan serta pelacakan lokasi aset tetap,
d. Dasar penilaian aset tetap, penggolongan dan penentuan masa manfaat serta metode
penyusutannya harus diungkapkan dalam kebijakan akuntansi dan laporan keuangan
OPZ.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 181
Abdurahman, A., H. Sofyan, & S. A. Wibowo. (2018). Membangun Good Governance di
Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (LAZ): Pengalaman Dua LAZ Besar di
Indonesia. INFERENSI Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 12, (1): hal.45-64.
Ahmad , S., & dkk. (2006). Penswastaan Institusi Zakat dan Kesannya Terhadap Pembayaran
Secara Formal di Malaysia. International Journal of Management Studies, 13 (2).
Bank Indonesia. (2015). Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban
Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuan . Jakarta: Bank Indonesia.
Bastian, I. (2015). Sistem Akuntansi Sektor Pulik; Suatu Pengantar (Ed. 27). Jakarta: Erlangga.
BAZNAS. (20018). Peraturan BAZNAS Nomor 05 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan
Zakat. Jakarta: BAZNAS.
BAZNAS. (2016). Peraturan BAZNAS Nomor 01 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyusunan
Renana Kerja dan Anggaran Tahunan BAZNAS, BAZNAS Provinsi dan BAZNAS
Kabupaten/Kota. Jakarta: BAZNAS.
BAZNAS. (2018). Peraturan BAZNAS Nomor 04 Tahun 2018 Tentang Pelaporan Pelaksanaan
Pengelolaan Zakat. Jakarta : BAZNAS.
Chapra, M., Ahmed, H., & Terj, Ihwan , A. (2008). Corporate Governance Lembaga Keuangan
Syari'ah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
DSN-MUI. (2018). Fatwa DSN-MUI Nomor 123 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Dana Yang
Tidak Boleh Diakui Sebagai Pendapatan Bagi Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga
Bisnis Syariah Dan Lembaga Perekonomian Syariah. Jakarta: DSN-MUI.
Fahham, A. (2011). Paradigma Baru Pengelolaan Zakat di Indonesia. JUrnal Kesehatan Sosial
vol III.
Hermawan, Sigit, & Gian, A. (2010). Akuntansi Zakat dan Upaya Peningkatan Transparansi
dan Akuntabilitas Lembaga Amil ZakatUNiversitas MUhammaddiayah Gresik. Jurnal
Ekonomi Vol. 1 No. 2.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. Jakarta: IAI.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2014). PSAK 48 Penurunan Nilai Aset. Jakarta: IAI.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2015). PSAK 110 Akuntansi Sukuk. Jakarta: IAI.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2015). PSAK 19 Aset Tak Berwujud. Jakarta: IAI.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2019). PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Jakarta:
IAI.
Kustiawan, T., & dkk. (2012). Pedoman Akuntansi Amil Zakat (PAAZ) - Panduan Implementasi
Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis PSAK 109. Jakarta: Forum Zakat (FOZ).
Majelis Ilama Indonesia (MUI). (2011). Fatwa MUI Nomor : 14 Tahun 2011 tentang Penarikan,
Pemeliharaan dan Penyaluran Harta Zakat. Jakarta: Majelis Ilama Indonesia (MUI).
Majelis Ilama Indonesia (MUI). (2011). Fatwa MUI Nomor: 15 tahun 2011 tentang Penyaluran
Harta Zakat dalam Bentuk Aset Kelolaan. Jakarta: Majelis Ilama Indonesia (MUI).
Majelis Ilama Indonesia (MUI). (2011). Fatwa Nomor: 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat.
Jakarta: Majelis Ilama Indonesia (MUI).
Martani, D., Siregar, S., Wardhani, R., Farahmita , A., Tanujaya, E., & HIdayat, T. (2015).
Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK (Buku 1). Jakarta: Salemba Empat.
Martani, D., Siregar, S., Wardhani, R., Farahmita, A., Tanujaya, E., & HIdayat, T. (2015).
Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK (Buku 2). Jakarta: Salemba Empat.
Menteri Agama Republik Indonesia. (2014). PMA 52 Tahun 2014 tentang Syarat Dan Tata
Cara Penghitungan Zakat Mal Dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk
Usaha Produktif.
MUI. (1982). Fatwa MUI Nomor 15 Tahun 1982 Tentang Mentasharufkan Dana Zakat Untuk
Kegiatan Produktif Dan Kemaslahatan Umum. Jakarta: MUI.
MUI. (2003). Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 Tentang Penggunaan Dana Zakat Untuk
Istitsmar (Investasi). Jakarta: MUI.
MUI. (2011). Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Penyaluran Harta Zakat Dalam
Bentuk Aset Kelolaan. Jakarta: MUI.
Nordiawan, D., & Hertianti, A. (2010). Akuntansi Sektor Publik (Ed. 2). Jakarta: Salemba Empat.
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 183
Nurhasanah, S. (2018). Akuntabilitas Laporan Keuangan Lembaga Amil Zakat Dalam
Memaksimalkan Potensi Zakat Akuntabilitas:. JUrnal Ilmu Akintansi Vol. 11 (2), 327-
348.
Oni, S., Suharsono, M., Setiawati, A., & Setiawan, A. (2018). Fiqh Zakat Kontemporer. Jakarta:
Rajawali Press.
Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat.
PUSKAS BAZNAS. (2017). Panduan Praktik Menghitung Aset Zakat. Jakarta: PUSKAS BAZNAS.
PUSKAS BAZNAS. (2018). Panduan Penghitungan Zakat : Konsep, Aplikasi, dan Contoh Kasus
di Indonesia. Jakarta: PUSKAS BAZNAS.
Siswantoro. D. (2017). Prinsip-Prinsip Islam dalam Anggaran Sektor Publik APBN, APBD,
Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 185