Anda di halaman 1dari 196

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan

Organisasi Pengelola Zakat


Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional

Kata Pengantar Penulis:


Tim Penulis

Kata Pengantar Ketua BAZNAS:


Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA., CA.

Kata Pengantar Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS:


Irfan Syauqi Beik, Ph.D

Kata Pengantar Direktur Pusat Kajian Strategis BAZNAS:


Muhammad Hasbi Zaenal, Ph.D

Penyusun:
Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional (Puskas BAZNAS)

Penyunting:
Anggota BAZNAS
Sekretaris BAZNAS
Direktur Utama BAZNAS
Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS
Direktur Operasi BAZNAS
Direktur Kepatuhan dan Audit Internal BAZNAS

Penerbit:
Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional (PUSKAS BAZNAS)
Jl. Matraman Raya No.134, Jakarta, Indonesia 13150
Phone +6221 3904555 Fax +6221 3913777 Mobile +62812-9862-3885
Email: puskas@baznas.go.id
www.baznas.go.id; www.puskasbaznas.com

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dengan bentuk dan cara apapun tanpa izin
tertulis dari penerbit

ISBN: 978-602-5708-91-6
Penasihat : Prof. Dr. H. Bambang Sudibyo, MBA, CA
Dr. Zainulbahar Noor, SE, Mec
Prof. Dr. H. Mundzir Suparta, MA
drh. Emmy Hamidiyah, M.Si
Ir. Nana Mintarti, MP
Drs. Irsyadul Halim
Prof. Dr. KH. Ahmad Satori Ismail
Drs. Masdar Farid Mas’udi
Prof. Dr. H. Muhammadiyah Amin, M.Ag
Drs. Astera Primanto Bhakti, M.Tax
Drs. Nuryanto. MPA
M. Arifin Purwakananta
Drs. H. Jaja Jaelani, MM
Irfan Syauqi Beik, Ph.D
Wahyu Tantular Tunggul Kuncahyo
Drs. Mochammad Ichwan, Ak, MM, CA

Ketua : Muhammad Hasbi Zaenal, Ph.D


Wakil Ketua : Gustani, SEI.,M.Ak.,SAS

Anggota : Ahmad Baehaqi, SEI.,M.Ak.,SAS


Dyah R. Andayani, CA
Dr. Rini, SE. Ak.,M.Si.
Muhammad Choirin, Ph.D
Ali Chamani Al Anshory, M.Sc
Siti Maulida Adhiningsih, S.IP.
Muhammad Indra Saputra, S.E.
Huzaifah Hanum
Chairani Nelma, S.E.
Drs. H. Gusti Mahfudz, Ak, CA, CPA, CPI,
Dr. Sri Fadilah, S.E., M.Si., Ak.CA
Rini Suprihartanti, SE, M.Si.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat i


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim.

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, karunia dan
hidayah-Nya, Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (PUSKAS BAZNAS) dapat
mempersembahkan buku “Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan
Organisasi Pengelola Zakat”.

Kehadiran buku ini diharapkan dapat menjadi salah panduan bagi OPZ dalam rangka
meningkatkan akuntanbilitas dan transparansi lembaga, khususnya pada aspek
keuangan dalam mengelola dana yang diamanahkan. Sehingga tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap OPZ pun turut meningkat dari waktu ke waktu.

Buku ini terdiri dari dua bagian, yaitu kajian pedoman akuntansi dan kajian pedoman
keuangan pada OPZ. Kami berharap bahwa buku ini dapat menjadi amal ibadah dan
sumbangsih nyata bagi perkembangan kontribusi dunia perzakatan Indonesia. Semoga
Allah SWT senantiasa melimpahkan taufik, hidayah, rahmat dan maghfirah-Nya kepada
kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, November 2020

Tim Penulis
Pusat Kajian Strategis BAZNAS

Pusat Kajian Strategis BAZNAS ii


Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Bismillahirahmanirahim

Zakat adalah salah satu pilar dalam rukun Islam, yang menunjukkan betapa agungnya posisi
Zakat dalam ajaran Islam. Hal ini juga menekankan pentingnya lembaga Zakat dalam mengatur
Zakat dengan profesional dan amanah, termasuk di dalam akuntabilitas dan transparansi
lembaga.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kita patut bersyukur dan menyambut baik kehadiran
buku Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat.
Publikasi buku ini langkah penting dalam mendorong akuntabilitas dan transparansi lembaga
pada aspek keuangan untuk mengatur dana Zakat. Akuntabilitas dan transparansi sendiri
adalah hal yang tidak dapat terpisah dari etika publik dalam membangun tata kelola institusi
Zakat yang sehat. Oleh karena itu, hadirnya buku ini juga menunjukan kerja nyata dan
perhatian BAZNAS dalam meningkatkan kualitas mutu pengelolaan Zakat di Indonesia.

Kedepannya, buku ini akan menjadi pedoman serta rujukan akuntansi dan keuangan bagi
institusi zakat di Indonesia agar pengelolaan keuangan atas amanah yang dipercayakan oleh
masyarakat bisa tertangani dengan maksimal. Sebagai bentuk pertanggungjawaban bersama,
kami secara terbuka menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk
menyempurnakan kajian ini.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, November 2020

Prof. Dr. H. Bambang Sudibyo, MBA., CA


Ketua Badan Amil Zakat Nasional

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat iii
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Bismillahirahmanirahim

Berdasarkan survei Indeks Literasi Zakat, secara nasional mayoritas responden sebanyak 60%
memilih untuk menyalurkan zakatnya melalui masjid atau langsung ke mustahik. Salah satu
faktor pemilihan penyaluran zakat tersebut adalah kredibilitas yang sebesar 32%. Dalam
meningkatkan kredibilitas lembaga zakat diperlukan suatu pengelolaan dan
pertanggungjawaban yang baik kepada masyarakat, termasuk dalam aspek akuntansi dan
keuangan. Hal ini diperlukan agar lembaga zakat yang mendapat amanah masyarakat dapat
selalu menjaga akuntabilitas lembaga dan menjaga kepercayaan masyarakat.

Kepercayaan ini diperlukan agar masyarakat semakin yakin untuk menyalurkan zakatnya ke
lembaga zakat. Penyaluran zakat melalui lembaga zakat dapat membuat dana tersebut lebih
bermanfaat melalui program pemberdayaan dari lembaga zakat. Dengan demikian,
dibutuhkan suatu kajian yang membahas akuntansi dan keuangan zakat agar pengelolaan
lembaga zakat lebih profesional.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS sebagai think tank dari BAZNAS alhamdulillah telah berhasil
mengakomodasi hal tersebut dengan membuat Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan
Keuangan Organisasi Pengelola Zakat. Kajian ini membahas penyusunan laporan keuangan
serta penyusunan dan pengendalian anggaran OPZ berdasarkan peraturan nasional dan kaidah
syariah. Diharapkan adanya kajian ini dapat memperkaya kajian sebelumnya yang membahas
pengelolaan akuntansi dan keuangan OPZ serta meningkatkan daya banding laporan
keuangan antar OPZ.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh


Jakarta, November 2020

Irfan Syauqi Beik, Ph.D


Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan - BAZNAS

Pusat Kajian Strategis BAZNAS iv


Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Bismillahirahmanirahim

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada junjungan kita, Rasulullah Muhammad dan kepada keluarga, kerabat, sahabat dan para
pengikutnya.

Perkembangan lembaga zakat di Indonesia menunjukan perkembangan yang signifikan dari


tahun ke tahun. Dalam rangka meningkatkan kepercayaan atas tata kelola dana zakat di
Indonesia, Pusat Kajian Strategis BAZNAS melakukan Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi
dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat. Kajian ini dapat digunakan untuk memandu dan
mengembangkan secara berkala oleh para lembaga zakat di Indonesia. Sehingga kajian ini
dapat meningkatkan kinerja akuntabilitas dan transparansi lembaga di dalam mengatur dana
zakat.

Tidak ada yang sempurna kecuali kesempurnaan-Nya, walaupun dalam penyusunan kajian ini
kami sudah mencurahkan seluruh kemampuan, akan tetapi kami menyadari bahwa hasil
penyusunan buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran
serta kritik yang membangun dari para pembaca. Sekian.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Jakarta, November 2020

Muhammad Hasbi Zaenal, Ph.D


Direktur Pusat Kajian Strategis – BAZNAS

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat v


TIM PENYUSUN ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR PENULIS ............................................................................................ ii
KATA PENGANTAR KETUA BAZNAS ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR DIREKTUR PENDISTRIBUSIAN DAN PENDAYAGUNAAN
BAZNAS .............................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR DIREKTUR PUSAT KAJIAN STRATEGIS BAZNAS .......................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... vi
RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................................... 1

BAGIAN 1 PEDOMAN AKUNTANSI.................................................................................. 2


BAHASAN 1 PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................................ 3
1.2. Transaksi Syariah ................................................................................................................... 5
1.3. Tujuan dan Ruang Lingkup ............................................................................................... 8
1.4. Metodologi Penyusunan Kajian....................................................................................... 9
1.5. Keterbatasan Kajian.............................................................................................................. 9
BAHASAN 2 LAPORAN KEUANGAN ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT (OPZ) ........................ 11
2.1. Tujuan Laporan Keuangan................................................................................................. 11
2.2. Pengguna Laporan Keuangan .......................................................................................... 11
2.3. Tanggungjawab atas Laporan Keuangan .................................................................... 11
2.4. Komponen Laporan Keuangan ........................................................................................ 12
2.5. Bahasa Laporan Keuangan ................................................................................................ 12
2.6. Mata Uang Pelaporan ......................................................................................................... 12
2.7. Kebijakan Akuntansi............................................................................................................. 12
2.8. Penyajian .................................................................................................................................. 13
2.9. Perubahan Estimasi dan Kebijakan Akuntansi ........................................................... 13
2.10. Konsistensi Penyajian......................................................................................................... 14
2.11. Materialitas dan agregasi ................................................................................................. 14
2.12. Saling Hapus ......................................................................................................................... 15
2.13. Periode pelaporan .............................................................................................................. 15
2.14. Informasi Komparatif ......................................................................................................... 15
2.15. Keterbatasan Laporan Keuangan .................................................................................. 16
BAHASAN 3 AKUNTANSI ASET .................................................................................................................. 17
3.1. Pendahuluan ........................................................................................................................... 17
3.2. Akuntansi Kas ......................................................................................................................... 18
3.3. Akuntansi Kas dalam Valuta Asing ................................................................................. 19
3.4. Akuntansi Kas pada Bank ................................................................................................... 21
3.5. Akuntansi Investasi pada Surat Berharga .................................................................... 24
3.6. Akuntansi Piutang Bergulir ................................................................................................ 31
3.7. Akuntansi Piutang Penyaluran ......................................................................................... 33

Pusat Kajian Strategis BAZNAS vi


3.8. Akuntansi Persediaan .......................................................................................................... 35
3.9. Akuntansi Uang Muka Kegiatan ...................................................................................... 38
3.10. Akuntansi Biaya Dibayar Dimuka .................................................................................. 40
3.11. Akuntansi Aset Tetap ......................................................................................................... 41
3.12. Akuntansi Aset Tidak Berwujud ..................................................................................... 48
3.13. Akuntansi Aset Kelolaan ................................................................................................... 51
3.14. Akuntansi Aset Lain - Lain................................................................................................ 53
BAHASAN 4 AKUNTANSI LIABILITAS DAN SALDO DANA ............................................................... 55
4.1. Pendahuluan ........................................................................................................................... 55
4.2. Akuntansi Utang Penyaluran ............................................................................................ 56
4.3. Akuntansi Biaya yang Masih Harus Dibayar ............................................................... 57
4.4. Akuntansi Titipan Dana TBDSP ........................................................................................ 58
4.5. Akuntansi Utang Pajak ........................................................................................................ 61
4.6. Akuntansi Utang Pihak Ketiga .......................................................................................... 63
4.7. Akuntansi Liabilitas Imbalan Kerja .................................................................................. 65
BAHASAN 5 AKUNTANSI SALDO DANA ................................................................................................ 70
5.1. Akuntansi Zakat ..................................................................................................................... 71
5.2. Akuntansi Infak/Sedekah ................................................................................................... 78
5.3. Akuntansi Amil ....................................................................................................................... 84
5.4. Akuntansi Dana Sosial Keagamaan Lainnya (DSKL) ................................................. 86
5.5. Akuntansi APBN/D................................................................................................................ 88
5.6. Akuntansi UPZ BAZNAS...................................................................................................... 89
BAHASAN 6 LAPORAN PERUBAHAN DANA ......................................................................................... 95
BAHASAN 7 LAPORAN PERUBAHAN ASET KELOLAAN .................................................................... 97
BAHASAN 8 LAPORAN ARUS KAS ............................................................................................................ 98
BAHASAN 9 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN ........................................................................ 100
BAHASAN 10 FORMAT LAPORAN KEUANGAN ................................................................................... 103
BAHASAN 11 DAFTAR CHART OF ACCOUNT (COA) ......................................................................... 127
RINGKASAN PSAK 109 ...................................................................................................... 135
BAGIAN 2 PEDOMAN KEUANGAN .................................................................................. 147
1. PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 148
2. PENGANGGARAN ......................................................................................................................... 148
2.1. Konsep Penganggaran ........................................................................................................ 148
2.2. Siklus Anggaran ..................................................................................................................... 149
2.3. Pendekatan Penyusunan Anggaran ............................................................................... 150
2.4. Penyusunan Anggaran OPZ .............................................................................................. 151
3. PELAPORAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN ................................................................ 153
3.1. Penerimaan Dana .................................................................................................................. 153
3.2. Penyimpanan Dana .............................................................................................................. 155
3.3. Pengeluaran Dana ................................................................................................................ 158
3.4. Pembukuan dan Pengarsipan .......................................................................................... 159
3.5. Penyusunan Laporan Keuangan ...................................................................................... 163

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat vii
3.6. Analisis Laporan Keuangan OPZ ..................................................................................... 164
4. PENGENDALIAN ............................................................................................................................ 171
4.1. Pengendalian Anggaran ..................................................................................................... 171
4.2. Pengendalian Kas .................................................................................................................. 172
4.3. Pengendalian Uang Muka ................................................................................................. 174
4.4. Pengendalian Piutang dan Hutang Penyaluran......................................................... 174
4.5. Pengendalian Persediaan ................................................................................................... 175
4.6. Pengendalian Aset Tetap dan Aset Kelolaan .............................................................. 176
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 182

Pusat Kajian Strategis BAZNAS viii


Salah satu asas dalam pengelolaan zakat yang efektif dan efisien adalah akuntabilitas, yaitu
pengelolaan zakat yang dapat dipertanggungjawabkan dan diakses oleh masyarakat secara
luas.

Bentuk akuntabilitas pengelolaan zakat oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) dapat dilakukan
melalui pengelolaan kauangan yang baik atas amanah dana yang diterima dari masyarakat.
Pengelolaan keuangan tersebut mencakup aspek akuntansi dan keuangan.

Aspek akuntansi terkait dengan proses pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan
laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Perlakuan
akuntansi zakat dan infak/sedekah pada OPZ mengacu pada PSAK 109 Akuntansi Zakat dan
Infak/Sedekah. Komponen laporan keuangan OPZ yang lengkap terdiri dari:

1) Laporan Posisi Keuangan


2) Laporan Perubahan Dana
3) Laporan Perubahan Aset Kelolaan
4) Laporan Arus Kas
5) Catatan Atas Laporan Keuangan

Aspek keuangan merupakan kemampuan OPZ dalam pengelolaan keuangan lembaga agar
keberlanjutan aktivitas OPZ tetap terjaga. Berdasarkan PERBAZNAS No. 5 Tahun 2018,
pengelolaan keuangan OPZ meliputi:

1) Penganggaran
2) Penerimaan dana;
3) Penyimpanan dana;
4) Pengeluaran dana;
5) Pembukuan dan pengarsipan; dan
6) Pengendalian.

Buku Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)
ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi OPZ dalam pengelolaan zakat yang efektif, efisien
dan dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel) kepada masyarakat.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 1


Pusat Kajian Strategis BAZNAS 2
Allah SWT telah menetapkan bagian tertentu dalam harta yang dimiliki oleh seorang
muslim untuk orang lain dalam bentuk kewajiban zakat. Sebagaimana Allah berfirman:
ۡ ٓ َّ ِّ ُ ٌّ َ ۡۤۡ َ ۡ َّ َ
)٢٥(‫لسا ِٕٮ ِل َوال َم ۡح ُر ۡوم‬ ‫) ل‬٢٤( ‫ف ا ۡم َو ِال ِه ۡم َحق َّم ۡعل ۡوم‬ ِ ‫وال ِذين‬
Artinya: “dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. bagi orang (miskin)
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).
(QS Al Ma’arij : 24 – 25).

Dari ayat ini terlihat jelas bahwa apa yang wajib dari harta kaum muslimin, baik itu berupa
zakat maupun yang lainnya, merupakan bagian tertentu yang telah jelas. Ini tentunya
membutuhkan akuntansi yang teliti terhadap harta zakat, sesuai dengan apa yang telah
ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang ukuran dari setiap jenisnya.
Inilah yang telah diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam secara nyata dalam
semua bidang yang terkait dengan pengelolaan negara Islam, termasuk bidang zakat.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menugaskan empat puluh delapan orang yang bertugas
sebagai pencatat, termasuk diantaranya Zubair bin al-Awwam dan Juhaim bin al-Shalt yang
khusus bertugas mencatat harta zakat.1

Hingga kini model pengelolaan zakat terus berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman dan tempat dalam rangka mengoptimalkan peran zakat di masyarakat, termasuk
diantaranya adalah zakat dikelola secara melembaga.

Organisasi Pengelola Zakat (selanjutnya disingkat OPZ) adalah lembaga yang dibentuk
oleh pemerintah atau masyarakat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan
zakat. OPZ terdiri dari Badan Amil Zakat nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
BAZNAS dibentuk oleh pemerintah dan berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional, sedangkan LAZ dibentuk oleh masyarakat dan bertugas membantu BAZNAS dalam
pengelolaan zakat.

Karakteristik OPZ berbeda dengan entitas bisnis syariah lainnya. Perbedaan utama yang
mendasar antara OPZ dengan entitas bisnis syariah terletak pada cara OPZ memperoleh
sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya. OPZ
memperoleh sumber daya dari pemberi sumber daya yang tidak mengharapkan pembayaran

1 PUSKAS BAZNAS, Panduan Praktis Menghitung Aset Zakat

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 3


kembali atau manfaat ekonomik yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
Pengguna laporan keuangan OPZ umumnya memiliki kepentingan untuk menilai:

a. cara manajemen melaksanakan tanggung jawab atas penggunaan sumber daya yang
dipercayakan kepada mereka; serta

b. informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang
bermanfaat dalam pembuatan keputusan ekonomik.

Kemampuan entitas syariah berorientasi nonlaba dalam menggunakan sumber daya tersebut
dikomunikasikan melalui laporan keuangan.

Tujuan Laporan Keuangan OPZ adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas dari aktivitas OPZ yang bermanfaat dalam
pengambilan keputusan. Selain itu, Laporan Keuangan juga menunjukkan apa yang telah
dilakukan manajemen (stewardship) atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya
yang dipercayakan kepadanya.

Suatu Laporan Keuangan bermanfaat apabila informasi yang disajikan dalam Laporan
Keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan. Akan tetapi,
perlu disadari pula bahwa Laporan Keuangan tidak menyediakan semua informasi yang
mungkin dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan OPZ karena secara umum
Laporan Keuangan hanya menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu.
Namun dalam beberapa hal, OPZ perlu menyediakan informasi yang mempunyai pengaruh
keuangan masa depan.

Pengelolaan zakat melalui OPZ bertujuan2:


a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan.

Fungsi OPZ adalah melakukan tugas pengelolaan zakat yang meliputi3:


a. Pengumpulan
OPZ dapat mengumpulkan dana zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya dari masyarakat
b. Pendistribusian
OPZ wajib mendistribusikan dana zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya sesuai dengan ketentuan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan
yang diikrarkan oleh pemberi
c. Pendayagunaan
OPZ dapat melakukan pendayagunaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan
kualitas umat

2 Undang – Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 3


3 Undang – Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 4


d. Pelaporan dan pertanggungjawaban
OPZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan
sosial keagamaan lainnya kepada pihak yang berwenang sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Transaksi syariah merupakan aktivitas yang sesuai dengan prinsip syariah baik berupa
aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun aktivitas sosial yang bersifat nonkomersial.
Transaksi syariah komersial dilakukan antara lain berupa : investasi untuk mendapatkan bagi
hasil, jual-beli barang untuk mendapatkan laba, dan atau pemberian layanan jasa untuk
mendapatkan imbalan. Sedang transaksi syariah nonkomersial dilakukan antara lain berupa
pemberian dana pinjaman atau talangan (qardh), penghimpunanan dan penyaluran dana sosial
seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hibah4.

A. Paradigma Transaksi Syariah5

Transaksi syariah berlandaskan pada paradigm dasar bahwa alam semesta dicipta oleh
Tuhan sebagai amanah (kepercayaan illahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat
manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah).

Paradigma dasar ini Menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas
dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak ssebagai parameter baik &
buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha. Sehingga Membentuk integritas yang membantu
terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market
discipline) yang baik.

Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang
berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertical denga Tuhan
maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum
dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan
stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang
berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesame makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling
menguntungkan, sinergi dan harmonis.

B. Asas Transaksi Syariah6

Transaksi Syariah berasaskan pada prinsip persaudaraan (ukhuwah), keadilan (‘adalah),


kemashlahatan (mashlahah), keseimbangan (tawazun), dan universalisme (syumuliyah).

1) Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata


interaksi dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum
dengan semangat saling menolong. Transaksi Syariah menjunjung tinggi nilai

4 KDPPLKS, par 28 - 29
5 KDPPLKS, par 12 - 14
6 KDPPLKS, par 15 - 26

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 5


kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak
boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi
Syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling
menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).

2) Prinsip keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan
memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai
posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah
yang melarang adanya unsur:

a. Unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun riba fadhl
(riba). Esensi riba adalah setiap tambahan pada jumlah piutang yang dipersyaratkan
dalam transaksi pinjam-meminjam uang serta derivasinya dan transaksi tidak tunai
lainnya, seperti murabahah tangguh; dan setiap tambahan yang dipersyaratkan
dalam transaksi pertukaran antar barang ribawi termasuk pertukaran uang (money
exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis secara
tidak tunai.
b. Unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (zalim). Esensi
zalim (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan
sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan
haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat
menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya
sebagian; atau membawa kemudharatan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak
yang melakukan transaksi.
c. Unsur judi dan sikap spekulatif (maysir). Esensi maysir adalah setiap transaksi yang
bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan produktivitas serta bersifat perjudian
(gambling).
d. Unsur ketidakjelasan (gharar). Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi
merugikan salah satu pihak karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi
dan eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-
bentuk gharar antara lain:

i. Tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan objek akad pada waktu
terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada maupun belum ada
ii. Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual
iii. Tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa
iv. Tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran
v. Tidak adanya ketegasan jenis dan objek akad
vi. Kondisi objek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan
dalam transaksi

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 6


vii. Adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau
dimanipulasi dan ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan
viii. Unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang
terkait (haram). Esensi haram adalah segala unsur yang dilarang secara tegas
dalam Al Quran dan As Sunah.

3) Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan


manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual
dan kolektif. Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan
Syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek
secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudharatan. Transaksi Syariah yang
dianggap bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi
tujuan ketetapan Syariah (maqasid syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap:

a. akidah, keimanan dan ketakwaan (dien);


b. akal (‘aql);
c. keturunan (nasl);
d. jiwa dan keselamatan (nafs); dan
e. harta benda (mal)

4) Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan


spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan
keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi Syariah tidak hanya
menekankan pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan
pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada
pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya
suatu kegiatan ekonomi.

5) Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk
semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras
dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

C. Karakteristik Transaksi Syariah7

Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus
memenuhi karakteritik dan persyaratan sebagai berikut :

1) Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridho paham dan
saling ridha;
2) Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
3) Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas;
4) Tidak mengandung unsur riba;
5) Tidak mengandung unsur kezaliman;

7 KDPPLKS, par 27

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 7


6) Tidak mengandung unsur maysir;
7) Tidak mengandung unsur gharar;
8) Tidak mengandung unsur haram;
9) Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan
yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan
usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without
accompanying risk);
10) Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk
keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan
menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunakan dua
transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam satu akad;
11) Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa
penawaran (ihtikar); dan
12) Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).

A. Tujuan

Tujuan dari penyusunan kajian pedoman akuntansi OPZ antara lain :

1) Membantu OPZ dalam menyusun Laporan Keuangan supaya sesuai dengan tujuan
Laporan Keuangan, yaitu menyediakan informasi posisi keuangan, kinerja keuangan, dan
laporan arus kas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan
keputusan. Dalam memenuhi tujuannya, laporan keuangan juga menunjukkan apa yang
telah dilakukan manajemen (stewardship) atau pertanggungjawaban manajemen atas
sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
2) Menciptakan keseragaman penerapan perlakuan akuntansi dan penyajian Laporan
Keuangan sehingga meningkatkan daya banding antara Laporan Keuangan OPZ.
3) Menjadi acuan minimum OPZ dalam menyusun Laporan Keuangan. Namun,
keseragaman penyajian sebagaimana diatur dalam kajian ini tidak menghalangi masing-
masing OPZ untuk memberikan informasi yang relevan bagi pengguna laporan sesuai
kondisi masing-masing OPZ.
4) Menambah khazanah keilmuan dibidang akuntansi syariah, khususnya akuntansi untuk
OPZ

B. Ruang Lingkup

Kajian ini berlaku bagi Organsasi Pengelola Zakat (OPZ) dalam menyusun Laporan
Keuangan, baik Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 8


Kajian ini juga mengatur transaksi pada OPZ yang bersifat khas OPZ dan transaksi umum pada
OPZ.

Kajian pedoman ini bersifat literature review, yaitu menggali informasi terkait topik
akuntansi zakat dari berbagai sumber referensi yang relevan. Acuan yang digunakan dalam
menyusun kajian pedoman ini didasarkan pada PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah
dan PSAK lainnya yang relevan serta referensi lainnya. Berikut ini adalah urutan referensi yang
dijadikan acuan dalam penyusunan kajian pedoman ini:
1) PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/sedekah
2) PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah
3) SAK Umum sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah;
4) Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS)
5) Undang – Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat
6) Peraturan terkait pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama dan
BAZNAS;
7) Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia;
8) Buku – buku terkait akuntansi zakat
9) Praktik-praktik akuntansi yang berlaku umum, sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip Syariah

Untuk memastikan kajian ini sejalan dengan praktik di lapangan, dilakukan juga Focus
Grup Discussion (FGD) dengan pakar akuntansi BAZNAS sebanyak 5 kali pertemuan daring,
serta review tertulis oleh BAZNAS Provinsi Jawa Barat, BAZNAS Jakarta, dan BAZNAS
Kalimantan Selatan.

1) Kajian Pedoman ini bersifat kajian dan tidak bersifat mengikat bagi OPZ, pedoman resmi
akan diatur lebih lanjut melalui peraturan BAZNAS dan atau Surat Keputusan Ketua
BAZNAS
2) Ilustrasi jurnal yang digunakan dalam Pedoman ini hanya merupakan ilustrasi dan tidak
bersifat mengikat. OPZ dapat mengembangkan metode pencatatan dan pengakuan
sesuai sistem masing-masing sepanjang memberikan hasil yang tidak berbeda. Ilustrasi
jurnal yang dicantumkan dalam Kajian ini menggambarkan pencatatan akuntansi secara
manual.
3) Transaksi yang dicantumkan pada Pedoman ini diprioritaskan pada transaksi yang umum
terjadi pada setiap OPZ.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 9


4) Kajian Pedoman ini secara periodik akan dievaluasi dan disesuaikan dengan
perkembangan OPZ di Indonesia, ketentuan SAK, ketentuan regulasi, dan ketentuan
lainnya yang terkait dengan OPZ di Indonesia.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 10


Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja
keuangan suatu entitas syariah8. Tujuan laporan keuangan OPZ adalah :

1) Memberikan informasi mengenai posisi keuangan, dan kinerja keuangan dan


perubahan posisi keuangan serta informasi lainnya yang bermanfaat bagi pengguna
Laporan Keuangan dalam rangka membuat keputusan.
2) Menunjukkan pertanggungjawaban manajemen OPZ atas penggunaan sumber daya
yang dipercayakan kepada manajemen;
3) Meningkatkan kepatuhan terhadap pemenuhan prinsip Syariah dalam semua
kegiatan OPZ;

Pengguna laporan keuangan OPZ meliputi :

1) Manajemen internal
2) Pembayar zakat dan infak/sedekah.
3) Penerima zakat dan infak/sedekah
4) Otoritas pengawas
5) Pemerintah
6) Lembaga mitra
7) Karyawan (amil)
8) Masyarakat

Manajemen OPZ bertanggungjawab atas penyusunan dan penyajian Laporan


Keuangan9.

8 PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah, par 09


9 PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah, par 17

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 11


Komponen laporan keuangan OPZ yang lengkap terdiri dari 10:

1) Laporan Posisi Keuangan


2) Laporan Perubahan Dana
3) Laporan Perubahan Aset Kelolaan
4) Laporan Arus Kas
5) Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan Keuangan disusun dalam Bahasa Indonesia.

1) Mata uang pelaporan adalah Rupiah. Apabila transaksi OPZ menggunakan mata uang
selain Rupiah, maka harus dijabarkan dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan
kurs laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2) Keuntungan atau kerugian dalam periode berjalan yang terkait dengan transaksi
dalam mata uang asing dinilai dengan menggunakan kurs laporan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.

1) Kebijakan akuntansi harus mencerminkan prinsip kehati – hatian dan mencakup


semua hal yang material dan sesuai dengan ketentuan dalam standar akuntansi
keuangan yang berlaku
2) Dalam hal standar akuntansi keuangan belum mengatur masalah pengakuan,
pengukuran, penyajian atau pengungkapan dari suatu transaksi atau peristiwa, maka
manajemen harus menetapkan kebijakan untuk memastikan bahwa Laporan
Keuangan menyajikan informasi yang:
a. Relevan terhadap kebutuhan pengguna laporan dalam pengambilan keputusan;
b. Dapat diandalkan, dengan pengertian:
i. mencerminkan kejujuran penyajian kinerja dan posisi keuangan OPZ;
ii. menggambarkan substansi ekonomi dari suatu kejadian atau transaksi dan
tidak semata-mata bentuk hukumnya;
iii. netral, yaitu bebas dari keberpihakan;
iv. mencerminkan kehati-hatian; dan
v. mencakup semua hal yang material.
3) Dalam menetapkan kebijakan akuntansi tersebut, maka harus mempertimbangkan:

10 PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah, Lampiran C

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 12


a. Persyaratan dan panduan dalam standar akuntansi keuangan yang berhubungan
dengan hal yang serupa dan terkait.
b. Definisi, kriteria pengakuan dan konsep pengukuran aset, kewajiban, pendapatan,
dan beban dalam prinsip pervasif (yang mempunyai dampak manfaat luas bagi
pihak-pihak yang berkepentingan).
c. Persyaratan dan panduan dalam standar akuntansi keuangan yang berhubungan
dengan hal yang serupa dan terkait.

1) Laporan Keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan dan perubahan
posisi keuangan disertai pengungkapan yang diharuskan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2) Aset disajikan berdasarkan karakteristiknya menurut urutan likuiditas dan kewajiban
disajikan menurut urutan jatuh temponya.
3) Laporan perubahan dana menggambarkan penerimaan dan penyaluran dana zakat,
infak dan sedekah, serta dana Amil.
4) Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis dengan urutan
penyajian sesuai komponen utamanya yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari laporan keuangan. Informasi dalam catatan atas laporan keuangan
berkaitan dengan pos-pos dalam laporan posisi keuangan, laporan perubahan dana,
laporan perubahan aset kelolaan dan laporan arus kas yang sifatnya memberikan
penjelasan, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
5) Dalam catatan atas laporan keuangan tidak diperkenankan menggunakan ekspresi
kualitatif seperti kata “sebagian besar” untuk menggambarkan bagian dari suatu
jumlah tetapi harus dinyatakan dalam jumlah nominal atau persentase.
6) Pada setiap lembar laporan posisi keuangan, laporan perubahan dana, laporan
perubahan aset kelolaan, dan laporan arus kas harus diberi pernyataan bahwa
“Catatan atas laporan keuangan merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan
keuangan”

1) Perubahan estimasi akuntansi


a. Estimasi akuntansi dapat diubah apabila terdapat perubahan jumlah tercatat aset
dan kewajiban atau jumlah pemanfaatan periodik aset yang berasal dari pengujian
status saat ini dan ekspektasi manfaat akan datang dari aset dan kewajiban.
b. Perubahan estimasi akuntansi diterapkan secara prospektif.
2) Perubahan kebijakan akuntansi
a. Kebijakan akuntansi dapat diubah apabila:

11 PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 13


i. Dipersyaratkan oleh SAK
a) Dampak perubahan kebijakan akuntansi harus mengikuti ketentuan
transisi dalam SAK.
b) Dalam hal tidak diatur ketentuan transisi dalam SAK, maka dampak
perubahan kebijakan akuntansi diterapkan secara retrospektif; atau
ii. Akan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan andal. Dampak
perubahan kebijakan akuntansi diterapkan secara retrospektif.
b. Dampak retrospektif perubahan kebijakan akuntansi dilakukan dengan
menyajikan ulang seluruh periode sajian dan melaporkan dampaknya terhadap
masa sebelum periode sajian. Periode sajian adalah periode yang wajib disajikan
dalam penyusunan laporan keuangan yang umumnya meliputi 2 (dua) periode
laporan keuangan terakhir secara komparatif.
c. Dalam hal perlakuan secara retrospektif tidak praktis (setelah melakukan semua
usaha yang wajar/rasional) maka perubahan kebijakan akuntansi tersebut
diterapkan pada tanggal kebijakan tersebut dimungkinkan dapat diberlakukan.
3) Kesalahan periode lalu
Koreksi kesalahan periode lalu dilakukan secara retrospektif dengan melakukan
penyajian ulang seluruh periode sajian dan melaporkan dampaknya terhadap masa
sebelum periode sajian.

1) Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus
konsisten, kecuali:
a. Terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi OPZ (sepanjang
dimungkinkan oleh ketentuan yang berlaku);
b. Terjadi perubahan yang bertujuan menghasilkan penyajian yang lebih baik sesuai
kriteria pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi; atau
c. Dipersyaratkan oleh standar akuntansi keuangan.

2) Apabila penyajian atau klasifikasi pos-pos dalam Laporan Keuangan diubah, maka
penyajian periode sebelumnya perlu direklasifikasi untuk memastikan daya banding.
Selain itu, alasan reklasifikasi tersebut juga harus diungkapkan. Dalam hal reklasifikasi
dianggap tidak praktis maka cukup diungkapkan alasannya.

1) Penyajian Laporan Keuangan didasarkan pada konsep materialitas.

12 PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah, par 49


13 PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah, par 28

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 14


2) Pos-pos yang jumlahnya material disajikan tersendiri dalam Laporan Keuangan,
sedangkan yang jumlahnya tidak material dapat digabungkan sepanjang memiliki
sifat atau fungsi yang sejenis.
3) Informasi dianggap material apabila kelalaian untuk mencantumkan (ommission) atau
kesalahan dalam mencatat (misstatement) informasi tersebut dapat mempengaruhi
keputusan yang diambil.

1. Jumlah aset dan kewajiban yang disajikan pada neraca tidak boleh disalinghapuskan
dengan kewajiban atau aset lain kecuali secara hukum dibenarkan dan saling hapus
tersebut mencerminkan prakiraan realisasi atau penyelesaian aset atau kewajiban.
2. Pos-pos pendapatan dan beban tidak boleh disalinghapuskan, kecuali aset dan
kewajiban yang disalinghapuskan sebagaimana dimaksud di atas.

1) Laporan Keuangan wajib disajikan secara tahunan berdasarkan tahun takwim.


2) Dalam hal OPZ baru berdiri, Laporan Keuangan dapat disajikan untuk periode yang
lebih pendek dari satu tahun takwim. Selain itu, untuk kepentingan pihak lainnya, OPZ
dapat membuat dua laporan yaitu dalam tahun takwim dan periode efektif dengan
mencantumkan:
a. Alasan penggunaan periode pelaporan selain periode satu tahunan;
b. Fakta bahwa jumlah yang tercantum dalam Laporan Posisi Keuangan, Laporan
Perubahan Dana, Laporan Perubahan Aset Kelolaan, Laporan Arus Kas, dan
Catatan Atas Laporan Keuangan tidak dapat dibandingkan.

1) Laporan keuangan tahunan harus disajikan secara komparatif dengan periode


sebelumnya.
2) Informasi komparatif yang bersifat naratif dan deskriptif dari laporan keuangan
periode sebelumnya wajib diungkapkan kembali apabila relevan untuk pemahaman
laporan keuangan periode berjalan.

14 PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah, par 31


15 PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah, par 35
16 PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Sayriah, par 37

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 15


Laporan Keuangan memiliki keterbatasan, antara lain:

1) Bersifat historis yang menunjukkan transaksi dan peristiwa yang telah lampau.
2) Bersifat umum, baik dari sisi informasi maupun manfaat bagi pihak pengguna.
Biasanya informasi khusus yang dibutuhkan oleh pihak tertentu tidak dapat secara
langsung dipenuhi semata-mata dari Laporan Keuangan saja.
3) Tidak luput dari penggunaan berbagai pertimbangan dan taksiran.
4) Menggunakan pertimbangan materialitas.
5) Lebih menekankan pada penyajian suatu peristiwa atau transaksi sesuai substansi dan
realitas ekonomi daripada bentuk hukumnya (formalitas).
6) Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan sehingga
menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber daya ekonomi dan tingkat
kesuksesan antar OPZ.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 16


Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh OPZ sebagai akibat dari peristiwa masa
lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh OPZ17.

Pengakuan aset dalam laporan posisi keuangan kalau besar kemungkinan bahwa
manfaat ekonominya di masa depan diperoleh OPZ dan aset tersebut mempunyai nilai atau
biaya yang dapat diukur dengan andal18.

Pengukuran aset dapat menggunakan dasar pengukuran berikut ini19 :

1) Biaya historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas ( atau setara kas) yang dibayar
atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk
memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
2) Nilai wajar. Jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak
yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi wajar.

OPZ menyajikan aset kedalam dua kelompok yaitu aset lancar dan aset tidak lancar.
Aset lancar yaitu aset yang memiliki masa manfaat kurang dari satu tahun. Pengklasifikasian
aset lancar sebagai berikut20 :

1) Diperkirakan akan dapat direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan, dalam
jangka waktu siklus operasi normal;
2) Dimiliki untuk diperdagangkan (diperjualbelikan);
3) Diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan setelah akhir periode
pelaporan.
4) Aset merupakan kas atau setara kas, kecuali aset tersebut dibatasi pertukarannya atau
penggunaannya.

Aset tidak lancar adalah aset yang masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi,
dimiliki serta digunakan dalam kegiatan operasional dengan kompensasi penggunaan
berupa biaya depresiasi (penyusutan).

17 KDPPLKS, par 71
18 KDPPLKS, par 116
19 KDPPLKS, par 128
20 PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah, par 70

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 17


A. Definisi
Kas adalah mata uang kertas dan logam baik Rupiah maupun valuta asing yang masih
berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.

B. Penjelasan

1) Dalam pengertian kas termasuk kas besar, kas kecil, kas dalam aplikasi tertentu/uang
eletronik (e-money) dan kas dalam perjalanan.
2) Mata uang rupiah yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran tidak berlaku sebagai
alat pembayaran yang sah sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku.
Mata uang dimaksud tidak termasuk dalam pengertian kas dan disajikan dalam aset
lain-lain.
3) Tidak termasuk dalam pengertian kas adalah emas batangan, uang logam yang
diterbitkan untuk memperingati peristiwa nasional (commemorative coins/notes) dan
mata uang emas.

C. Perlakuan Akuntansi

Pengakuan dan Pengukuran


Transaksi kas diakui sebesar nilai nominal yang diterima atau dibayarkan

Penyajian
Kas disajikan pada urutan pertama dalam aset

D. Ilustrasi Jurnal

1) Pada saat penerimaan kas. Contoh : Penerimaan Zakat


Db. Kas
Kr. Penerimaan Zakat
2) Pada saat pengeluran kas. Contoh : Penyaluran Zakat
Db. Penyaluran Zakat – Fakir Miskin
Kr. Kas
3) Pada saat mata uang rupiah ditarik dan dicabut dari peredaraannya
Db. Aset Lain-Lain
Kr. Kas

E. Pengungkapan

Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:


1) Rincian jumlah kas.
2) Jumlah kas dalam bentuk kas elektronik.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 18


F. Contoh Transaksi

Transaksi kas pada OPZ adalah sebagai berikut :

1) Menerima pembayaran zakat dari muzakki individu secara tunai sebesar Rp 120.000
Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kas 120
Penerimaan Zakat 120

2) Mengeluarkan kas tunai untuk biaya listrik Rp 100.000


Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Biaya Listrik 100
Kas 100

A. Definisi
Kas dalam Valuta Asing adalah mata uang kertas asing, uang logam asing dan
travellers cheque yang masih berlaku yang dimiliki OPZ.

B. Penjelasan
1) Kas dalam valuta asing yang dapat dimiliki oleh OPZ sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
2) OPZ dapat memiliki kas dalam valuta asing hanya dalam rangka penerimaan atau
penyaluran donasi dari atau ke luar negeri dan simpanan di Bank dalam bentuk valuta
asing21.
3) Saldo mata uang kertas dan logam asing yang sudah tidak dapat digunakan sebagai
alat tukar namun masih dapat ditukarkan ke bank sentral negara penerbit disajikan
dalam pos Aset Lain-lain sebesar nilai nominal dikurangi dengan taksiran biaya
repatriasi.

C. Perlakuan Akuntansi

Pengakuan dan Pengukuran


1) Mata uang asing diakui sebesar kurs transaksi yang berlaku pada tanggal perolehan.
2) Pada setiap tanggal pelaporan mata uang asing harus dilaporkan sesuai dengan kurs
tengah Bank Indonesia yang berlaku pada tanggal pelaporan. Kurs tengah adalah kurs
transaksi jual ditambah kurs transaksi beli mata uang asing Bank Indonesia dibagi dua.

21Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, BAB III Pasal 4

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 19


3) Selisih antara nilai tercatat mata uang asing berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia
pada tanggal pelaporan dengan nilai tercatat sebelumnya diakui sebagai penambah
atau pengurang dana zakat atau infak/sedekah atau amil sesuai dengan jenis dananya.

Penyajian
Kas dalam Valuta Asing disajikan dalam pos tersendiri.

D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat perolehan mata uang asing. Contoh penerimaan infak/sedekah dalam
bentuk USD
Db. Kas dalam Valuta Asing - USD
Kr. Penerimaan Infak/Sedekah

2) Pada saat penukaran kas dalam valuta asing


Db. Kas
Kr. Kas dalam Valuta Asing – USD
Db/Kr. Selisih kurs valuta asing

3) Pada saat penilaian akhir periode pelaporan - Surplus


Db. Kas dalam Valuta Asing
Kr. Penerimaan Zakat / Infak Sedekah / Amil – Keuntungan Selisih Kurs Valuta
Asing

4) Pada saat penilaian akhir periode pelaporan – Defisit


Db. Penyaluran Zakat / Infak Sedekah / Amil – Selisih Kurs Valuta Asing
Kr. Kas dalam Valuta Asing

E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
1) Rincian mata uang asing.
2) Jumlah nominal masing-masing mata uang asing.
3) Jumlah selisih kurs pada akhir periode yang diakui ke masing-masing dana zakat, dana
infak/sedekah, dan dana Amil.

F. Contoh Transaksi
Transaksi kas valuta asing OPZ adalah sebagai berikut:

1) Menerima pembayaran infak/sedekah dalam bentuk valuta asing sebesar 20 USD


(kurs Rp 14.000)

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 20


Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kas USD 280
Penerimaan Infak/Sedekah 280

2) OPZ melakukan penukaran atas kas valuta asing yang dimiliki 10 USD (kurs Rp 14.200)

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kas 142
Kas USD 140
Keuntungan selisih kurs valuta asing 2

3) OPZ tercatat memiliki 10 USD dengan nilai tercatat Rp 140.000, dan pada akhir
periode 31 Desember kurs USD Rp 13.500.

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Selisih kurs valuta asing 5
Kas USD 5

A. Definisi
Kas pada Bank adalah penempatan/tagihan atau simpanan milik OPZ pada Bank untuk
menunjang kelancaran aktivitas operasional, atau dalam rangka memperoleh keuntungan.

B. Penjelasan
1) Kas pada bank adalah penempatan dalam bentuk giro, tabungan, dan Deposito pada
bank syariah atau giro dan tabungan pada bank konvensional.
2) OPZ harus memisahkan antara rekening dana zakat, dana infak/sedekah, dan dana
amil.
3) Pada dasarnya OPZ harus melakukan penempatan dana pada bank syariah. Dalam hal
tidak terdapat bank syariah pada wilayah penerimaan zakat, maka OPZ dapat
membuka rekening pada bank konvensional sebagai rekening penampungan
sementara dalam rangka penghimpunan dana22, maka pendapatan bunga dan jasa
giro yang diterima dari bank konvensional, diakui sebagai penerimaan Dana TBDSP.

22 Dalam Perbaznas No. 8 tahun 2015 tentang Pengelolaan Keuangan Zakat pasal 4

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 21


4) Bagi hasil dan bonus yang diterima dari bank syariah sebagai penambah dana zakat
atau infak/sedekah atau amil.

C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Transaksi penempatan pada bank diakui sebesar nilai nominal pada saat setoran atau
penarikan
2) Bonus dan/atau bagi hasil dari syariah diakui sebagai penambah dana zakat atau
infak/sedekah atau amil sebesar nilai nominal yang diterima pada saat diterima
3) Pendapatan bunga dari bank konvensional diakui sebagai liabilitas titipan Dana
TBDSP sebesar nilai nominal yang diterima
4) Biaya administrasi dan pajak bank diakui sebagai pengurang dana zakat, atau dana
infak/sedekah atau dana amil

Penyajian
Kas pada bank disajikan ke dalam kelompok aset lancar

D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat menempatkan dana pada bank
Db. Kas pada Bank – Bank Syariah X
Kr. Kas

2) Pada saat melakukan penarikan dana pada bank


Db. Kas
Kr. Kas pada Bank – Bank Syariah X

3) Pada saat penerimaan pendapatan bagi hasil atau bonus dari bank syariah
Db. Kas pada Bank – Bank Syariah X
Kr. Penerimaan Zakat atau Infak/sedekah atau Amil – Bagi hasil atau bonus bank

4) Pada saat penerimaan pendapatan bunga dari bank konvensional


Db. Kas pada Bank – Bank Syariah X
Kr. Titipan Dana TBDSP

5) Pada saat pengakuan biaya administrasi bank dan pajak


Db. Penyaluran dana zakat atau dana infak/sedekah atau dana amil – Beban
administrasi dan pajak bank
Kr. Kas pada Bank – Bank Syariah X

E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkap antara lain :
1) Jenis bank, bank syariah atau bank konvensional

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 22


2) Jenis produk yang digunakan, produk giro atau tabungan
3) Jumlah dana yang ditempatkan
4) Jumlah dana pada bank yang diblokir dan alasannya (jika ada)
5) Jumlah dana yang tidak dapat dicairkan pada bank bermasalah (jika ada)

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal kas pada bank:

1) Penerimaan zakat melalui rek bank BSM sebesar Rp 200.000

Jurnal transaksi:

Tgl Akun D K
BSM 200
Penerimaan Zakat 200

2) Penarikan kas pada bank BRI Syariah Rp 1.500.000

Jurnal transaksi:

Tgl Akun D K
Kas 1.500
BRI Syariah 1.500

3) Menerima Bagi-Hasil dari bank BNI Syariah Rp 75.000

Jurnal transaksi:

Tgl Akun D K
BNI Syariah 75
Penerimaan Bagi Hasil Bank –
Penerimaan Zakat atau 75
Infak/sedekah

4) Menerima bunga dari bank BRI Rp 50.000

Jurnal transaksi:

Tgl Akun D K
BRI 50
Penerimaan Bunga Bank – Titipan 50
Dana TBDSP

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 23


A. Definisi
Investasi pada surat berharga adalah investasi yang ditanamkan pada surat berharga
syariah komersial seperti sukuk dan reksadana syariah dengan jangka waktu tidak lebih dari
12 bulan.

B. Penjelasan
1) Dalam hal mustahik yang sangat memerlukan kebutuhan dasarnya, misalnya fakir
miskin, sudah tidak ada lagi, dana zakat dapat diinvestasikan atau ditangguhkan untuk
tidak segera disalurkan24
2) Ketentuan hukum syariah terkait investasi dana zakat mengacu pada Fatwa MUI No.
4 Tahun 2003 tantang Penggunaan Dana Zakat untuk Istismar (Investasi) adalah
sebagai berikut 25:

a. Zakat mal harus dikeluarkan sesegera mungkin (fauriyah), baik dari muzakki
kepada amil maupun dari amil kepada mustahiq.
b. Penyaluran (tauzi’/distribusi) zakat mal dari amil kepada mustahiq, walaupun
pada dasarnya harus fauriyah, dapat di-ta’khir-kan apabila mustahiq-nya belum
ada atau ada kemaslahatan yang lebih besar.
c. Mashlahat ditentukan oleh pemerintah dengan berpegang pada aturan-aturan
kemashlahatan sehingga mashlahat tersebut merupakan mashlahah syar’iyah
d. Zakat yang di-ta’khir-kan boleh diinvestasikan (istitsmar) dengan syarat-syarat
sebagai berikut :
i. Harus disalurkan pada usaha yang dibenarkan oleh syariah dan peraturan
yang berlaku (althuruq al-masyru’ah).
ii. Diinvestasikan pada bidangbidang usaha yang diyakini akan memberikan
keuntungan atas dasar studi kelayakan.
iii. Dibina dan diawasi oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi.
iv. Dilakukan oleh institusi/lembaga yang professional dan dapat dipercaya
(amanah).
v. Izin investasi (istitsmar) harus diperoleh dari Pemerintah dan Pemerintah
harus menggantinya apabila terjadi kerugian atau pailit.
vi. Tidak ada fakir miskin yang kelaparan atau memerlukan biaya yang tidak bisa
ditunda pada saat harta zakat itu diinvestasikan.
vii. Pembagian zakat yang di-ta’khir-kan karena diinvestasikan harus dibatasi
waktunya.

e. Keputusan investasi OPZ harus terlebih dahulu memperoleh pertimbangan dari


Pengawas Syariah

23 Perlakuan akuntansi investasi pada surat berharga mengacu pada PSAK 110 Akuntansi Sukuk
24 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 09
25 Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 Tentang Penggunaan Dana Zakat Untuk Istitsmar (Investasi)

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 24


f. Diantara bentuk investasi dana zakat dan infak/sedekah berupa surat berharga
syariah jangka pendek adalah sukuk dan reksadana syariah.

Sukuk
a. Sukuk merupakan sertifikat yang bernilai sama yang merefresentasikan hak
pemilik (investor) atas kepemilikan fisik aset, manfaat atas aset, proyek tertentu,
atau jasa tertentu.
b. Meski pada umumnya, sukuk memiliki jangka waktu panjang, namun terdapat
beberapa jenis sukuk jangka pendek, diantaranya adalah sukuk Negara seri
SPNS09072019 dengan tenor enam bulan.
c. Investasi pada sukuk dan surat berharga lain yang sejenis diklasifikasikan menjadi:
i. Diukur pada nilai wajar melalui laba rugi;
ii. Diukur pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain, dan
iii. Diukur pada biaya perolehan diamortisasi.
d. Sukuk diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan diamortisasi, jika :
i. Jika investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan
utama untuk memperoleh arus kas kotraktual
ii. Persyaratan kontraktual menentukan tanggal tertentu pembayaran pokok
dan/atau hasilnya.
e. Investasi diklasifikasikan sebagai diukur pada nilai wajar melalui penghasilan
komprehensif lain jika :
i. Investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan utama
untuk memperoleh arus kas kontraktual dan melakukan penjualan sukuk
ii. Persyaratan kontrak tual menentukan tanggal tertentu pembayaran pokok
dan/atau hasilnya

Reksadana Syariah
a. Investasi pada Reksadana Syariah diklasifikasikan menjadi:
i. Diukur pada nilai wajar melalui laba rugi (fair value through profit or
loss/FVTPL).
ii. Tersedia untuk dijual (available for sale/AFS).
b. Nilai wajar reksa dana ditentukan berdasarkan nilai aset bersih (NAB).
c. Reksadana yang dikelompokkan dalam klasifikasi tersedia untuk dijual, jika
terdapat indikasi penurunan nilai maka OPZ mengakui penurunan nilai.
Selanjutnya apabila terdapat pemulihan nilai maka jumlah terpulihkannya yaitu
jumlah yang akan diperoleh dari pengembalian pokok tanpa memperhitungkan
nilai kininya.
C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran

1) Sukuk dan investasi sejenis


a. Kategori ‘diukur pada nilai wajar melalui laba rugi’

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 25


i. Pada pengakuan awal, sukuk diukur pada biaya perolehan yaitu nilai wajarnya
sedangkan untuk biaya transaksi diakui secara terpisah sebagai biaya
investasi.
ii. Setelah pengakuan awal, sukuk diukur pada nilai wajar dan perubahan nilai
wajar diakui dalam laporan perubahan dana.

b. Sukuk ‘diukur pada nilai perolehan’


i. Pada pengakuan awal, sukuk diukur pada biaya perolehan yaitu nilai wajar
ditambah biaya transaksi.
ii. Setelah pengakuan awal, selisih antara biaya perolehan dan nilai nominal
diamortisasi secara garis lurus selama jangka waktu sukuk.
iii. Perubahan nilai wajar diakui dalam penghasilan komprehensif lain.

c. Sukuk ‘diukur pada nilai perolehan’


i. Pada pengakuan awal, sukuk diukur pada biaya perolehan yaitu nilai wajar
ditambah biaya transaksi.
ii. Setelah pengakuan awal, selisih antara biaya perolehan dan nilai nominal
diamortisasi secara garis lurus selama jangka waktu sukuk.
iii. Penurunan nilai diakui dalam laporan perubahan dana tahun berjalan.

2) Reksadana Syariah
a. Kategori ‘diukur pada nilai wajar melalui laba rugi’
i. Pada pengakuan awal, reksadana Syariah diukur pada biaya perolehan yaitu
nilai wajarnya.
ii. Setelah pengakuan awal, reksadana Syariah diukur pada nilai wajar dan
perubahan nilai wajar diakui dalam perubahan dana.

b. Kategori ‘tersedia untuk dijual’


i. Pada pengakuan awal, reksadana Syariah diukur pada biaya perolehan yaitu
nilai wajar ditambah biaya transaksi.
ii. Setelah pengakuan awal, reksadana Syariah diukur pada nilai dan perubahan
nilai wajar diakui dalam penghasilan komprehensif lain.
iii. Penurunan nilai diakui dalam perubahan dana tahun berjalan

Penyajian
1) Sukuk dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar’ disajikan sebesar nilai wajar, dengan
selisih nilai wajar disajikan dalam laporan perubahan dana.
2) Sukuk dalam kategori ‘diukur biaya perolehan’ disajikan sebesar biaya perolehan
setelah amortisasi.
3) Reksadana Syariah dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar melalui laba rugi’ disajikan
sebesar nilai wajar, dengan selisih nilai wajar disajikan dalam perubahan dana.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 26


4) Reksadana Syariah dalam kategori ‘tersedia untuk dijual’ disajikan sebesar nilai wajar,
dengan selisih nilai wajar disajikan dalam penghasilan komprehensif lain.

D. Ilustrasi Jurnal
Sukuk dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar’

1) Pada saat pengakuan awal


Db. Investasi pada surat berharga
Db. Beban investasi – Penyaluran dana
Kr. Kas/Bank

2) Pada akhir periode pelaporan


a. Pengakuan bagi hasil/imbalan
Db. Piutang bagi hasil/imbalan
Kr. Pendapatan investasi – Penerimaan dana
b. Jika nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat
Db. Investasi pada surat berharga
Kr. Penyesuaian nilai wajar investasi – Penerimaan dana
c. Jika nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat
Db. Penyesuaian nilai wajar investasi – Penyaluran dana
Kr. Investasi pada surat berharga

3) Pada saat penjualan


Db. Bank
Db/Kr. Selisih nilai– Penyaluran/penerimaan dana
Kr. Investasi pada surat berharga

Sukuk dalam kategori ‘diukur biaya perolehan’


1) Pada saat pengakuan awal
a. Untuk transaksi premium
Db. Investasi pada surat berharga – nominal
Db. Investasi pada surat berharga – premium dan biaya transaksi
Kr. Bank

b. Untuk transaksi diskonto


Db. Investasi pada surat berharga – nominal
Kr. Investasi pada surat berharga – diskonto
Kr. Bank
2) Pada akhir periode pelaporan
a. Pengakuan bagi hasil/imbalan
Db. Piutang bagi hasil/imbalan
Kr. Pendapatan investasi – Penerimaan dana

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 27


b. Amortisasi premium
Db. Piutang bagi hasil/imbalan
Kr. Investasi pada surat berharga – premium dan biaya transaksi
Kr. Pendapatan investasi – Penerimaan dana

c. Amortisasi diskonto
Db. Piutang bagi hasil/imbalan
Db. Investasi pada surat berharga – diskonto
Kr. Pendapatan investasi – Penerimaan dana

3) Pada saat terjadi penurunan nilai


Db. Penurunan nilai – Penyaluran dana
Kr. Cadangan Penurunan Nilai

4) Pada saat terjadi pemulihan penurunan nilai


Db. Cadangan Penurunan Nilai
Kr. Keuntungan pemulihan nilai – Penerimaan dana

5) Pada saat jatuh tempo


Db. Bank
Kr. Investasi pada surat berharga – nominal

Reksadana syariah dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar melalui laba rugi’

1) Pada saat pengakuan awal

Db. Investasi pada surat berharga


Db. Beban investasi – Penyaluran dana
Kr. Bank

2) Pada akhir periode pelaporan

a. Jika nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat


Db. Investasi pada surat berharga
Kr. Keuntungan investasi – Penerimaan dana
b. Jika nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat
Db. Investasi – Penyaluran dana
Kr. Investasi pada surat berharga

3) Pada saat penjualan

Db. Bank
Db/Kr. Selisih nilai – Penyaluran/penerimaan dana
Kr. Investasi pada surat berharga

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 28


Reksadana syariah dalam kaegori ‘tersedia untuk dijual’

1) Pada saat pengakuan awal


Db. Investasi pada surat berharga
Kr. Bank

2) Pada akhir periode pelaporan


a. Jika nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat
Db. Investasi pada surat berharga
Kr. Penghasilan komprehensif lain
b. Jika nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat
Db. Penghasilan komprehensif lain
Kr. Investasi pada surat berharga

3) Pada saat penjualan


Db. Bank
Db/Kr. Penghasilan komprehensif lain
Db/Kr. Selisih nilai – Penyaluran/penerimaan dana
Kr. Investasi pada surat berharga

E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:

1) Sukuk dan Surat Berharga Lain yang Sejenis


a. Klasifikasi berdasarkan jumlah;
b. Tujuan model usaha yang digunakan;
c. Jumlah yang direklasifikasi, jika ada, dan penyebabnya; dan
d. Nilai wajar untuk investasi yang diukur pada biaya perolehan.

2) Reksadana Syariah
a. Ikhtisar kebijakan akuntansi yang penting
b. Kategorisasi dan jumlah tercatat surat berharga, yaitu ‘diukur pada nilai wajar
melalui laba rugi’ dan ‘tersedia untuk dijual’.
c. Perubahan nilai wajar yang ‘diukur pada nilai wajar melalui laba rugi’.

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal investasi pada surat berharga syariah berupa
sukuk jangka pendek yang dilakukan oleh OPZ :

1) Pada tanggal 1 Oktober 20X9 OPZ membeli sukuk ijarah jangka pendek seharga Rp
105 juta dengan nominal Rp 100 juta, jangka waktu 6 bulan, dengan ujrah 10%
pertahun.
2) Biaya transaksi Rp 1 juta
3) Pada 31 Desember 20X9 nilai wajar sukuk Rp 106 juta

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 29


Jurnal transaksi :

a. Metode Nilai Wajar Melalui Laba Rugi

Tgl Akun D K
1/10 Pada saat pembelian
Sukuk 105.000
Beban Investasi 1.000
Kas 106.000
31/12 Pada saat pengukuran ulang
Sukuk 1.000
Perubahan nilai wajar – Penerimaan Dana 1.000
Pengakuan ujroh (akru)
Piutang ujroh sukuk 2.500
Ujroh sukuk 2.500

b. Metode Biaya Perolehan Diamortisasi

Tgl Akun D K
1/10 Pada saat pembelian
Sukuk - nominal 100.000
Sukuk – premium dan biaya transaksi 6.000
Kas 106.000
31/12 Pada saat akhir periode
Beban investasi 3.000
Sukuk – premium dan biaya transaksi 3.000
Piutang ujroh sukuk 2.500
Ujroh sukuk 2.500

c. Metode Nilai Wajar Melalui Penghasilan Komprehensif Lain

Tgl Akun D K
1/10 Pada saat pembelian
Sukuk 105.000
Beban Investasi 1.000
Kas 106.000
31/12 Pada saat pengukuran ulang
Sukuk 1.000
Perubahan nilai wajar – Penerimaan Dana 1.000
Sukuk 1.000

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 30


Tgl Akun D K
Penghasilan Komprehensif lain 1.000
Piutang ujroh sukuk 2.500
Ujroh sukuk 2.500

A. Definisi
1) Pinjaman Bergulir adalah pemberian piutang kepada mustahik dalam bentuk piutang
qardh untuk membaiayai kegiatan usaha atau keperluan mustahik lainnya dengan
suatu akad dan jangka waktu tertentu26
2) Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada orang yang memerlukan tanpa
mengharapkan imbalan.

B. Penjelasan
1) Dalam rangka pendayagunaan fakir miskin, OPZ dapat menyalurkan dana dalam
bentuk program dana bergulir dengan skema akad qardh.
2) Dalam hal penerima dana bergulir mengalami penurunan kemampuan dalam
mengembalikan dana, maka OPZ membentuk penyisihan penurunan nilai

C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Dana zakat yang diserahkan kepada mustahik nonamil dengan keharusan untuk
mengembalikanya kepada amil, belum diakui sebagai penyaluran27
2) Penyaluran dana infak/sedekah kepada penerima akhir dalam skema dana bergulir
dicatat sebagai piutang infak/sedekah dan tidak mengurangi dana infak/sedekah28
3) Penyisihan penurunan nilai dana bergulir diakui sebagai beban penyaluran dana
infak/sedekah atau dana zakat.

Penyajian
1) Piutang bergulir disajikan pada pos piutang bergulir secara terpisah dengan piutang
lainnya
2) Penyisihan Penurunan nilai piutang bergulir disajikan sebagai pos lawan (contra
account) piutang bergulir.

26 Teten Kustiawan, dkk, Pedoman Akuntansi Amil Zakat (PAAZ), hlm. 46


27 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 22
28 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 27

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 31


D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat menyerahkan dana bergulir kepada mustahik
Db. Piutang Bergulir
Kr. Kas

2) Pada saat menerima pengembalian piutang bergulir


Db. Kas
Kr. Piutang Bergulir

3) Pada saat pembentukan penyisihan Penurunan nilai piutang bergulir


Db. Penyaluran Dana Infak/Sedekah – Beban Penyisihan Penurunan nilai Piutang
Bergulir
Kr. Penyisihan Penurunan nilai Piutang Bergulir

4) Pada saat piutang bergulir dihapusbukukan (write-off)


Db. Penyisihan Penurunan nilai Piutang Bergulir
Kr. Piutang Bergulir

E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain rincian jumlah piutang bergulir
berdasarkan sumber dana, jenis penggunaan dan bidang pendayagunaan.

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi piutang bergulir pada OPZ :

1) OPZ menyalurkan dana bergulir yang bersumber dari dana infak/sedekah sebesar
Rp10.00.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Piutang Bergulir 10.000
Kas 10.000

2) Menerima pengembalian dana bergulir Rp 2.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kas 2.000
Piutang Bergulir 2.000

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 32


3) Dibentuk cadangan penyisihan Penurunan nilai piutang bergulir sebesar Rp 1.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyaluran Infak/sedekah 1.000
Penyisihan Penurunan nilai Piutang Bergulir 1.000

4) Sisa piutang bergulir Rp 1.000.000 dihapusbukukan

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyisihan Penurunan nilai Piutang Bergulir 1.000
Piutang Bergulir 1.000

A. Definisi
Piutang Penyaluran adalah penyaluran dana zakat dan infak/sedekah melalui amil lain
dimana amil lain dimaksud belum melaporkan pertanggungjawaban penyalurannya.

B. Penjelasan
1) Dalam rangka penyaluran dana zakat dan dana infak/sedekah, OPZ dapat
bekerjasama dengan OPZ lainnya
2) Dalam melaksanakan kerja sama di lingkungan Pengelola Zakat harus didasarkan atas
prinsip-prinsip29:

a. syariat Islam, artinya setiap pelaksanaan kerja sama wajib taat pada ketentuan
syariat Islam serta dilarang bertentangan dengan ajaran Islam.
b. bebas Maysir, Gharar, Haram, dan Riba, artinya setiap pelaksanaan kerja sama
bebas dari Maysir (judi), Gharar (ketidakpastian/spekulasi), Haram (barang yang
diharamkan dalam ajaran agama Islam), dan Riba (mendapatkan keuntungan
secara berlebihan dan merugikan pihak lain).
c. amanah, artinya masing-masing pihak menjalankan dengan sungguh-sungguh
setiap kesepakatan yang telah dibuat.
d. kemanfaatan, artinya memperoleh manfaat dan saling menguntungkan diantara
pihak-pihak yang bekerja sama serta mendukung efektivitas pengelolaan zakat.
e. kesetaraan, artinya diwujudkan atas dasar persamaan hak tanpa ada pemaksaan
kehendak.

29 PERBAZNAS No. 6 Tahun 2018 Pedoman Pelaksanaan Kerja Sama Di Lingkungan Pengelola Zakat, BAB
II

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 33


f. kepastian hukum, artinya pelaksanaan kerja sama memberikan jaminan kepastian
kepada masing-masing pihak untuk melaksanakan kerja sama tanpa adanya
gugatan/gangguan dari pihak lain.
g. akuntabilitas, artinya setiap kerja sama yang dilakukan dapat terukur dan
dilaporkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Zakat telah disalurkan kepada mustahik nonamil jika sudah diterima oleh mustahik
nonamil tersebut. Zakat yang disalurkan melalui amil lain, tetapi belum diterima oleh
mustahik nonamil, diakui sebagai piutang penyaluran. Piutang penyaluran akan
berkurang, jika zakat telah disalurkan secara langsung kepada mustahik nonamil30.
2) Penyaluran infak/sedekah oleh amil kepada amil lain merupakan penyaluran yang
mengurangi dana infak/sedekah jika amil tidak akan menerima kembali aset
infak/sedekah yang disalurkan tersebut31
3) Ujroh atas kerjasama penyaluran dana dengan amil lain diakui sebagai pengurang
dana.

Penyajian
Piutang penyaluran disajikan kedalam kelompok piutang

D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat penyaluran dana melalui amil lain
Db. Piutang Penyaluran
Kr. Kas
2) Pada saat memberikan ujroh kepada amil lain
Db. Penyaluran Dana Amil
Kr. Kas
3) Pada saat amil lain melaporkan hasil penyaluran dana
Db. Penyaluran Dana Zakat atau Dana Infak/Sedekah
Kr. Piutang Penyaluran

E. Pengungkapan
Hal – hal yang harus diungkapkan, antara lain :
1) Rincian piutang penyaluran berdasarkan :
a. Sumber dana
b. Nama mitra
c. Jumlah
d. Tanggal kerjasama

30 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 21


31 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 36

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 34


2) Rincian piutang penyaluran kepada pihak berelasi

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi piutang penyaluran pada OPZ :

1) OPZ menyalurkan dana zakat untuk fakir miskin melalui OPZ lain sebesar Rp
15.000.000, dengan ujroh sebesar Rp 1.500.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Piutang Penyaluran 15.000
Beban Ujroh 1.000
Kas 16.000

2) Menerima laporan penyaluran dari OPZ lain

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyaluran Zakat – Fakir Miskin 15.000
Piutang Penyaluran 15.000

A. Definisi
Persediaan adalah aset yang tersedia untuk disalurkan langsung kepada mustahik
dalam satu periode akuntansi. Persediaan pada OPZ dapat berbentuk aset bergerak
maupun aset tidak bergerak seperti bangunan, kendaraan, bahan sandang, pangan, dan
obat obatan.

B. Penjelasan
1) Persediaan yang dimiliki oleh OPZ dapat diperoleh dari penerimaan zakat atau
infak/sedekah berupa aset non-kas
2) Persediaan juga dapat diperoleh dari pembelian yang bersumber dari dana zakat atau
dana infak sedekah
3) Biaya perolehan meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang
timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk
disalurkan
4) Biaya pembelian persediaan meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali
yang kemudian dapat direstitusi kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya
penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada
perolehan barang jadi, bahan, dan jasa. Diskon dagang, potongan, dan lainnya yang
serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 35


5) Persediaan diukur dengan menggunakan nilai terendah antara biaya perolehan dan
nilai wajar

C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Persediaan yang diperoleh dari penerimaan zakat dan infak/sedekah berupa aset non-
kas diakui sebesar nilai wajar32
2) Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika
harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar
lainnya sesuai SAK yang relevan33
3) Persediaan yang diperoleh melalui pembelian atau pembuatan diakui sebesar biaya
perolehan.
4) Pada tanggal pelaporan persediaan diukur sebesar nilai wajar atau biaya perolehan
dan nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah
5) Jika terjadi penurunan nilai persediaan, maka jumlah Penurunan nilai yang ditanggung
diperlakukan sebagai pengurang dana zakat dan infak/sedekah atau pengurang dana
amil bergantung pada penyebab Penurunan nilai tersebut.
a. Jika disebabkan kelalaian amil, maka diakui sebagai pengurang dana amil
b. Jika bukan disebabkan kelalaian amil, maka diakui sebagai pengurang dana zakat
dan infak/sedekah34.

Penyajian
Persediaan disajikan sebesar nilai wajar atau biaya perolehan pada kelompok aset
lancar.

D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat perolehan
Db. Persediaan
Kr. Kas / Penerimaan Zakat / Penerimaan Infak/Sedekah
2) Pada saat pelaporan, jika terjadi penurunan nilai (jika ada)
Db. Penyaluran Zakat / Penyaluran Infak/Sedekah – Penurunan Nilai Persediaan
Kr. Persediaan
3) Pada saat disalurkan
Db. Penyaluran Zakat / Penyaluran Infak/sedekah
Kr. Persediaan

32 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 11 & 24


33 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 12 & 25
34 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/sedekah par 14, 15, 30

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 36


E. Pengungkapan
Hal-hal yang perlu diungkapkan, antara lain :
1) Rincian persediaan zakat berdasarkan jenis dan harga perolehan
2) Rincian persediaan infak/sedekah berdasarkan jenis dan harga perolehan

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi persediaan pada OPZ :

1) Menerima donasi berupa paket sembako senilai Rp 5.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Persediaan 5.000
Penerimaan Infak/Sedekah 5.000

2) Membeli paket sembako untuk program sosial fakir miskin seharga Rp 20.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Persediaan 20.000
Kas 20.000

3) Paket sembako disalurkan kepada mustahik

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyaluran Zakat – Fakir Miskin 20.000
Persediaan 20.000

4) Pada akhir periode pelaporan, nilai tercatat persediaan infak/ sedekah Rp 25.000.000,
setelah dinilai ulang, nilai realisasi neto persediaan Rp 23.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penurunan nilai 2.000
Persediaan 2.000

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 37


A. Definisi

Uang Muka Kegiatan adalah sejumlah kas yang diperuntukan untuk pelaksanaan
kegiatan, yang wewenang pengelolaanya didelegasikan kepada orang/staf tertentu, sesuai
dengan tingkatan otorisasi organisasi, untuk keperluan dan jangka waktu yang telah
disetujui pada formulir pengajuannya. Uang muka kegiatan yang diberikan, kemudian akan
dibebankan diakui sebagai biaya kegiatan ketika uang muka tersebut
tersebutdipertanggungjawabkan oleh pemegang uang muka dan disetujui oleh unit
keuangan.

B. Penjelasan

1) Uang muka kegiatan digunakan oleh OPZ dalam rangka pengendalian atas dana yang
dikelola
2) Pengeluaran dana melalui unit program tertentu dalam organisasi pengelola zakat
belum diakui sebagai penyaluran sampai unit yang bersangkutan telah melaporkan
program tersebut dan mendapat approval dari unit keuangan.
3) Laporan pertanggungjawaban uang muka disusun berdasarkan ketentuan yang telah
diatur

C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Uang muka kegiatan diakui pada saat kas dikeluarkan
2) Uang muka kegiatan diakui sebagai biaya atau penyaluran pada saat dilaporkan dan
mendapatkan approval dari Unit Keuangan.

Penyajian
Uang muka kegiatan disajikan pada kelompok aset lancar

D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat kas dikeluarkan untuk program
Db. Uang Muka Kegiatan
Kr. Kas/bank

2) Pada saat uang muka kegiatan dilaporkan, jika uang muka kegiatan sama dengan
laporan pertanggungjawaban
Db. Penyaluran Dana Zakat – Fakir Miskin
Kr. Uang Muka Kegiatan

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 38


3) Pada saat uang muka kegiatan dilaporkan, jika laporan pertanggungjawaban lebih
kecil dari uang muka
Db. Penyaluran Dana Zakat – Fakir Miskin
Db. Kas
Kr. Uang Muka Kegiatan

4) Pada saat uang muka kegiatan dilaporkan, jika laporan pertanggungjawaban lebih
besar dari uang muka
Db. Penyaluran Dana Zakat – Fakir Miskin
Kr. Kas
Kr. Uang Muka Kegiatan

E. Pengungkapan
Hal-hal yang perlu diungkapkan, antara lain rincian uang muka kegiatan berdasarkan
sumber dana zakat, atau dana infak/sedekah, atau dana amil.

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi uang muka kegiatan :

1) Diserahkan dana infak/sedekah kepada bagian program untuk program


pemberdayaan fakir-miskin sebesar Rp 5.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Uang Muka Kegiatan 5.000
Kas/bank 5.000

2) Menerima laporan realisasi program dari bagian program dengan realisasi anggaran
Rp 4.500.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyaluran Infak/Sedekah 4.500
Kas/bank 500
Uang Muka Kegiatan 5.000

3) Menerima laporan realisasi program dari bagian program dengan realisasi anggaran
Rp 5.500.000

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 39


Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyaluran Infak/Sedekah 5.500
Kas/bank 500
Uang Muka Kegiatan 5.000

A. Definisi
Biaya Dibayar Dimuka adalah sejumlah dana yang telah dibayarkan kepada pihak lain
untuk memperoleh manfaat barang/jasa tertentu yang melebihi 12 bulan.

B. Penjelasan
1) Termasuk dalam kategori biaya-biaya dibayar dimuka, antara lain, adalah
a. Sewa Dibayar Dimuka
b. Asuransi Dibayar Dimuka, dan
c. Biaya Dibayar Dimuka Lainnya

2) Biaya Dibayar Dimuka diamortisasi sesuai dengan jangka waktu manfaat yang akan
diterima menggunakan metode garis lurus

C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan pengukuran
1) Transaksi biaya dibayar dimuka diakui sebagai aset dan dicatat sebesar nilai nominal
yang dibayarkan
2) Amortisasi biaya dibayar dimuka dilakukan pada akhir periode pelaporan dan diakui
sebagai penyaluran dana

Penyajian
Biaya Dibayar Dimuka disajikan pada kelompok aset lancar

D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat pembayaran biaya dibayar dimuka, misal : biaya sewa
Db. Biaya Dibayar Dimuka
Kr. Kas
2) Pada saat diamortisasi pada akhir periode
Db. Biaya Sewa – Penyaluran Dana
Kr. Biaya Dibayar Dimuka

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 40


E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan diantaranya adalah :
1. Jenis Biaya Dibayar Dimuka
2. Pihak terkait dalam perjanjian
3. Jangka waktu

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi biaya dibayar dimuka pada OPZ:

1) Dibayarkan uang sewa kantor untuk 2 tahun sebesar Rp 24.000.000

Jurnal transaksi:

Tgl Akun D K
Biaya Dibayar Dimuka 24.000
Kas 24.000

2) Amortisasi biaya sewa kantor Rp 1.000.000 per bulan

Jurnal transaksi:

Tgl Akun D K
Biaya Sewa kantor 1.000
Biaya Dibayar Dimuka 1.000

A. Definisi
Aset Tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan
operasional lembaga, bukan merupakan aset kelolaan, dan digunakan selama lebih dari satu
periode.

B. Penjelasan

1) Aset Tetap dapat diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun terlebih dahulu
sampai siap pakai, atau dari transaksi sewa pembiayaan

2) Aset tetap, antara lain, meliputi:


a. Tanah
b. Bangunan.
c. Inventaris (peralatan, perlengkapan dan kendaraan).

35Perlakuan akuntansi aset tetap pada kajian ini mengacu pada PSAK 16 Aset Tetap dan PSAK 48
Penurunan Nilai Aset

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 41


3) Biaya perolehan untuk Aset Tetap yang diperoleh melalui pembelian atau dibangun
sendiri meliputi:
a. Harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh
dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan lain;
b. Biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa Aset Tetap ke
lokasi dan kondisi yang diinginkan agar Aset Tetap siap digunakan sesuai dengan
keinginan dan maksud manajemen; dan
c. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan Aset Tetap dan restorasi
lokasi aset.
4) Biaya yang dapat diatribusikan secara langsung, antara lain adalah:
i. Biaya imbalan kerja yang timbul secara langsung dari pembangunan atau
perolehan Aset Tetap;
ii. Biaya penyiapan lahan untuk usaha;
iii. Biaya handling dan penyerahan awal;
iv. Biaya perakitan dan instalasi.
v. Biaya pengujian Aset Tetap apakah Aset Tetap berfungsi dengan baik.
vi. Komisi profesional, misalnya biaya arsitek.
vii. Biaya pengurusan awal hak legal atas tanah.

5) Biaya yang bukan merupakan biaya perolehan Aset Tetap, antara lain:
a. Biaya pembukaan fasilitas baru;
b. Biaya promosi;
c. Biaya pelatihan;
d. Administrasi dan biaya overhead umum lain

6) Untuk Aset Tetap yang diperoleh secara gabungan, biaya perolehan dari masing-
masing Aset Tetap dilakukan secara proporsional atas nilai wajar dari masing-masing
Aset Tetap.

7) Dalam hal aset tetap diperoleh melalui pembelian secara tidak tunai, maka biaya
perolehan aset tetap adalah setara dengan nilai tunai pada saat tanggal pengakuan.

8) Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan yang ditujukan untuk kegiatan operasional
amil diakui sebagai bagian dari penerimaan dana amil.

9) Aset tetap yang diperoleh dari undian berhadiah diakui sebagai penerimaan dana
amil.

10) Aset tetap yang diperoleh melalui pertukaran dengan aset non-moneter lain, atau
kombinasi aset moneter dan aset non-moneter diukur sebesar:
a. Nilai wajar aset yang diterima atau nilai wajar aset yang diserahkan, jika pertukaran
mempunyai substansi komersial.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 42


b. Nilai tercatat aset yang diserahkan, jika nilai wajar aset yang diterima atau aset yang
diserahkan tidak dapat diukur secara andal, atau pertukaran tidak mempunyai
substansi komersial.

11) Perolehan melalui sewa pembiayaan


a. Aset tetap yang diperoleh melalui sewa jika sewa tersebut merupakan sewa
pembiayaan.
b. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika memenuhi salah satu
syarat berikut ini:
i. Perjanjian sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada Lembaga pada akhir
masa sewa.
ii. Lembaga mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah
dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan,
sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi memang akan
dilaksanakan.
c. Biaya perolehan aset tetap yang diperoleh melalui sewa adalah nilai tunai dari
seluruh pembayaran sewa ditambah nilai residu (harga opsi) yang harus dibayar
pada akhir masa sewa.

12) Biaya Pengeluaran setelah pengakuan awal


a. Pengeluaran setelah perolehan (pengakuan awal) suatu aset tetap yang
memperpanjang umur manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat
ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk peningkatan standar kinerja,
harus ditambahkan pada jumlah tercatat aset tetap tersebut.
b. Biaya pemeliharaan dan reparasi sehari-hari (cost of dayto-day servicing) dari aset
tetap diakui sebagai pengurang dana amil.

13) Model Pengukuran


OPZ dapat memilih model biaya atau model revaluasi sebagai kebijakan akuntansinya
dan menerapkannya terhadap seluruh aset tetap dalam kelas yang sama.
a. Model Biaya
Aset Tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai aset.
b. Model Revaluasi
i. Aset Tetap diukur pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal
revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan
nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi dilakukan dengan
keteraturan yang cukup reguler sehingga jumlah tercatat Aset Tetap tidak
berbeda secara signifikan dengan nilai wajar.
ii. Revaluasi dapat dilakukan sekurang-kurangnya setiap tiga atau lima tahun.
iii. Jika suatu Aset Tetap direvaluasi, maka seluruh Aset Tetap dalam kelompok
yang sama harus direvaluasi.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 43


iv. Kenaikan nilai aset tetap akibat revaluasi (surplus revaluasi) diakui dalam
penghasilan komprehensif lain pada penerimaan dana amil. Jika sebelumnya
terjadi penurunan nilai yang telah diakui dalam penyaluran dana amil, maka
surplus revaluasi diakui dalam penyaluran dana amil maksimal sebesar
jumlah penurunan nilai yang telah diakui.
v. Penurunan nilai akibat revaluasi diakui sebagai penyaluran dana amil. Jika
sebelumnya terdapat surplus revaluasi, maka penurunan nilai tersebut
terlebih dahulu diakui sebagai pengurang surplus revaluasi maksimal sebesar
saldo surplus revaluasi.
vi. Jika Aset Tetap direvaluasi, maka akumulasi penyusutan pada tanggal
revaluasi diperlakukan dengan cara disajikan kembali secara proporsional
dengan perubahan dalam jumlah tercatat bruto aset sehingga jumlah
tercatat aset setelah revaluasi sama dengan jumlah revaluasiannya.

14) Jika lembaga mengubah kebijakan akuntansi dari model biaya ke model revaluasi
dalam pengukuran aset tetap, maka perubahan tersebut berlaku secara prospektif.

15) Penyusutan
a. Lembaga harus memilih metode penyusutan yang paling mencerminkan
ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut.
b. Lembaga harus melakukan telaah minimum setiap akhir tahun atas metode
penyusutan, umur manfaat, dan nilai residu dari Aset Tetap.
c. Berbagai metode yang dapat digunakan untuk penyusutan aset tetap antara lain:
i. Metode garis lurus. Metode penyusutan garis lurus menghasilkan
pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai residunya tidak
berubah.
ii. Metode saldo menurun. Metode saldo menurun menghasilkan pembebanan
yang menurun selama umur manfaat aset.
iii. Metode unit produksi. Metode unit produksi menghasilkan pembebanan
berdasarkan pada penggunaan atau output yang diperkirakan dari aset.
d. Perubahan metode penyusutan, umur manfaat, dan nilai residu diterapkan secara
prospektif.
e. Aset Tetap tanah tidak disusutkan, kecuali:
i. Kondisi kualitas tanah tidak layak lagi untuk digunakan dalam operasi utama.
ii. Prediksi manajemen atau kepastian bahwa perpanjangan atau pembaruan hak
kemungkinan besar atau pasti tidak diperoleh.
f. Tanah dan bangunan merupakan aset yang berbeda dan harus diperlakukan
sebagai aset yang terpisah, meskipun diperoleh sekaligus. Bangunan memiliki
umur manfaat yang terbatas, oleh karenanya harus disusutkan. Peningkatan nilai

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 44


tanah dimana di atasnya didirikan bangunan tidak mempengaruhi penentuan
jumlah yang dapat disusutkan dari bangunan tersebut.

16) Penghentian pengakuan:


a. Aset Tetap dihentikan pengakuannya pada saat dilepaskan, atau tidak ada
manfaat ekonomis masa depan yang diperkirakan dari penggunaan dan
pelepasan atas Aset Tetap tersebut.
b. Aset Tetap dihentikan pengakuannya pada saat direklasifikasi menjadi aset dimiliki
untuk dijual atau direklasifikasi ke pos aset lain.

C. Perlakuan Akuntansi

Pengakuan dan Pengukuran


1) Pada awal perolehan, aset tetap diakui sebesar biaya perolehan.
2) Setelah pengakuan awal, lembaga dapat mengakui dan mengukur Aset Tetap dengan
menggunakan:

a. Model biaya
Aset Tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai.

b. Model revaluasi
i. Aset Tetap dicatat sebesar jumlah revaluasian
ii. Peningkatan jumlah tercatat aset diakui dalam penghasilan komprehensif lain
pada bagian surplus revaluasi penerimaan dana amil.
iii. Penurunan jumlah tercatat aset diakui dalam penyaluran dana amil.

c. Selisih nilai yang timbul dari penghentian pengakuan Aset Tetap harus diakui
dalam perubahan dana amil.

Penyajian
1) Aset Tetap disajikan sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan
penurunan nilai jika menggunakan model biaya.
2) Aset Tetap disajikan sebesar jumlah revaluasian dikurangi akumulasi penyusutan dan
penurunan nilai jika menggunakan model revaluasi.

D. Ilustrasi Jurnal

1) Pada saat perolehan aset tetap:


a. Pembelian
Db. Aset tetap
Kr. Kas
b. Sewa pembiayaan
Db. Aset tetap – sewa pembiayaan
Kr. Pinjaman yang diterima – sewa pembiayaan
c. Sumbangan
Db. Aset tetap

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 45


Kr. Penerimaan amil

2) Pada saat setelah pengakuan awal


a. Model Biaya
i. Pengakuan beban penyusutan
Db. Beban penyusutan
Kr. Akumulasi penyusutan
ii. Terjadi penurunan nilai (jika ada)
Db. penurunan nilai
Kr. Cadangan Penurunan Nilai

b. Model Revaluasi
i. Pengakuan beban penyusutan
Db. Beban penyusutan
Kr. Akumulasi penyusutan
ii. Peningkatan nilai wajar
Db. Aset Tetap
Kr. Surplus revaluasi – Penghasilan Komprehensif lain
iii. Penurunan nilai wajar
Db. penurunan nilai – Penyaluran dana amil
Kr. Aset Tetap
iv. Pemindahan surplus revaluasi
Db. Surplus revaluasi – penghasilan komprehensif lain
Kr. Saldo dana amil

c. Pada saat penghentian pengakuan


Db. Kas/rekening
Db. Akumulasi penyusutan
Db/Kr. Selisih nilai – penyaluran/penerimaan amil
Kr. Aset Tetap

E. Pengungkapan

Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:


1) Ikhtisar kebijakan akuntansi yang signifikan
2) Untuk setiap kelompok Aset Tetap perlu diungkapkan:
a. Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat bruto.
b. Metode penyusutan yang digunakan
c. Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan.
d. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan Cadangan
Penurunan Nilai) pada awal dan akhir periode.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 46


e. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
i. penambahan;
ii. aset Tetap yang direklasifikasi ke aset dimiliki untuk dijual;
iii. perolehan melalui kombinasi bisnis;
iv. peningkatan atau penurunan akibat dari revaluasi serta dari penurunan nilai
yang diakui dalam penghasilan komprehensif lain;
v. penurunan nilai yang diakui dalam perubahan dana amil;
vi. penurunan nilai yang dijurnal balik dalam perubahan dana, jika ada;
vii. penyusutan;
viii. selisih nilai tukar neto yang timbul dalam penjabaran Laporan Keuangan dari
mata uang fungsional menjadi mata uang pelaporan yang berbeda; dan
ix. perubahan lain.
3) Keberadaan dan jumlah restriksi atas hak milik, dan Aset Tetap yang dijaminkan untuk
utang.
4) Jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat Aset Tetap yang sedang dalam
pembangunan.
5) Jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan Aset Tetap.
6) Jika Aset Tetap disajikan pada jumlah revaluasian, diungkapkan hal berikut:
a. Tanggal efektif revaluasi.
b. Apakah penilai independen dilibatkan.
c. Metode dan asumsi signifikan yang digunakan dalam mengestimasi nilai wajar
aset.
d. Penjelasan mengenai nilai wajar aset yang ditentukan secara langsung
berdasarkan harga yang dapat diobservasi dalam suatu pasar aktif atau transaksi
pasar terakhir yang wajar atau diestimasi menggunakan teknik penilaian lain.

F. Contoh Transaksi

Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi aset tetap pada OPZ :

1) Membeli aset tetap berupa kendaraan dengan harga tunai kendaraan Rp 150.000.000

Jurnal transaksi:

Tgl Akun D K
Aset Tetap - Kendaraan 150.000
Kas/bank 150.000

2) Penyusutan kendaraan Rp 1.250.000 (umur ekonomis 10 tahun)

Jurnal transaksi:

Tgl Akun D K
Beban Penyusutan Aset Tetap 1.250
Akum. Penyusutan Aset Tetap 1.250

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 47


3) Pada tahun ke 8, kendaraan dijual dengan dengan harga Rp 50.000.000 (nilai buku
tahun ke 8 Rp 30.000.000)

Jurnal transaksi:

Tgl Akun D K
Kas 50.000
Akum. Penyusutan Aset Tetap 120.000
Aset Tetap 150.000
Penerimaan Amil 20.000

4) Lembaga melakukan revaluasi atas kelompok aset tetap tanah. Terdapat surplus
revaluasi aset tetap tanah sebesar Rp 50.000.000.

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Aset Tetap 50.000
Penghasilan Komprehensif Lain 50.000

A. Definisi
Aset tidak berwujud adalah aset non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisik yang digunakan untuk operasional lembaga.

B. Penjelasan
1) Suatu aset dapat diidentifikasikan jika:
a. Dapat dipisahkan, yaitu kemampuannya untuk menjadi terpisah atau terbagi dari
lembaga dan dijual, dialihkan, dilisensikan, disewakan atau ditukarkan melalui
suatu kontrak terkait aset atau kewajiban secara individual atau secara bersama;
atau
b. Muncul dari hak kontraktual atau hak hukumnya lainnya, terlepas apakah hak
tersebut dapat dialihkan atau dapat dipisahkan dari lembaga atau dari hak dan
kewajiban lainnya

2) Aset tidak berwujud dapat diperoleh secara eksternal melalui perolehan secara
terpisah dan pertukaran aset, atau dihasilkan secara internal.
3) Aset tidak berwujud hanya dapat diakui jika berasal dari eksternal. Sedangkan biaya
penelitian dan pengembangan yang terkait dengan upaya menghasilkan aset tidak

36Perlakuan akuntansi aset tidak berwujud pada kajian ini mengacu pada PSAK 19 Aset Tidak Berwujud
dan PSAK 48 Penurunan Nilai Aset

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 48


berwujud secara internal tidak dapat diakui sebagai aset tidak berwujud, kecuali
merupakan bagian dari perolehan aset lain.
4) Umur manfaat aset tidak berwujud dapat terbatas dan tidak terbatas.
a. Umur manfaat tidak terbatas jika berdasarkan analisis dari seluruh factor relevan,
tidak ada batas yang terlihat pada saat ini atas periode aset diperkirakan
menghasilkan arus kas neto untuk lembaga.
b. Umur manfaat aset tidak berwujud yang berasal hak kontraktual/hukum maksimal
sama dengan periode hak kontraktual. Jika periode hak kontraktual/hukum dapat
diperbarui, maka umur manfaat meliputi periode pembaruan dengan syarat biaya
pembaruan tidak signifikan.

5) Penjelasan mengenai amortisasi, penurunan nilai, dan penghentian-pengakuan Aset


Tidak Berwujud mengacu pada penjelasan tentang Aset Tetap.

C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran

1) Aset tidak berwujud diakui sebesar biaya perolehan.


a. Biaya perolehan aset tidak berwujud yang diperoleh secara terpisah meliputi harga
beli dan biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung sehingga siap
digunakan.
b. Biaya perolehan aset tidak berwujud yang diperoleh melalui pertukaran aset
sebesar:
i. Nilai wajar aset yang diserahkan jika pertukaran memiliki substansi komersial.
ii. Nilai wajar aset yang diterima jika pertukaran memiliki substansi komersial dan
nilai wajar aset yang diserahkan tidak dapat diukur secara andal (atau nilai
wajar aset yang diterima lebih andal dibandingkan nilai wajar aset yang
diserahkan)
iii. Nilai tercatat aset yang diserahkan jika pertukaran tidak memiliki substansi
komersial atau nilai wajar aset yang diserahkan/diterima tidak dapat diukur
secara andal.
2) Aset tidak berwujud diamortisasi secara sistematis selama umur manfaatnya.
3) Penurunan nilai aset tidak berwujud diakui sebagai penurunan nilai periode terjadinya.

Penyajian

Aset tidak berwujud disajikan sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi amortisasi
dan akumulasi penurunan nilai

D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat perolehan:
a. Perolehan secara terpisah
Db. Aset tidak berwujud
Kr. Kas

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 49


b. Pertukaran aset
Db. Aset tidak berwujud
Db. Akumulasi amortisasi
Db/Kr. Selisih nilai
Kr. Aset tetap/aset tidak berwujud (lama)
2) Pada saat amortisasi:
Db. Beban amortisasi
Kr. Akumulasi amortisasi
3) Pada saat penurunan nilai (jika ada):
Db. Penurunan nilai
Kr. Akumulasi penurunan nilai
4) Pada saat penghentian-pengakuan:
Db. Kas atau setara kas/aset terkait (jika ada)
Db. Akumulasi amortisasi
Db. Akumulasi penurunan nilai (jika ada)
Db/Kr. Selisih nilai
Kr. Aset tidak berwujud

E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
1) Untuk setiap kelompok aset tidak berwujud:
a. Umur manfaat atau tarif amortisasi yang digunakan;
b. Metode amortisasi yang digunakan;
c. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi pada awal dan akhir periode;
d. Unsur pada laporan laba rugi yang di dalamnya terdapat amortisasi aset tidak
berwujud;
e. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan
penambahan, pelepasan, amortisasi dan perubahan lainnya secara terpisah.
2) Penjelasan, jumlah tercatat dan sisa periode amortisasi dari setiap aset tidak berwujud
yang material bagi laporan keuangan.
3) Keberadaan dan jumlah tercatat aset tidak berwujud yang hak penggunaannya
dibatasi dan jumlah tercatat aset tidak berwujud yang ditentukan sebagai jaminan
atas utang.
4) Jumlah komitmen untuk memperoleh aset tidak berwujud.
5) Jumlah pengeluaran biaya penelitian dan pengembangan yang diakui sebagai beban.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 50


F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi aset tetap pada OPZ :

1) OPZ membeli software system informasi OPZ senilai Rp 60.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Aset Tidak Berwujud 60.000
Kas 60.000

2) Amortisasi software Rp 500.000 perbulan (umur ekonomis 120 bulan)

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Beban Amortisasi Aset Tidak Berwujud 500
Akum. Amortisasi Aset Tidak Berwujud 500

A. Definisi
Aset kelolaan adalah sarana dan/atau prasarana yang diadakan dari harta zakat dan
infak/sedekah dan secara fisik berada di dalam pengelolaan pengelola sebagai wakil
mustahiq zakat, sementara manfaatnya diperuntukkan bagi mustahiq zakat37.

B. Penjelasan
1) Hukum penyaluran harta zakat dalam bentuk aset kelolaan adalah boleh dengan
ketentuan sebagai berikut38:

a. Tidak ada kebutuhan mendesak bagi para mustahiq untuk menerima harta zakat.
b. Manfaat dari aset kelolaan hanya diperuntukkan bagi para mustahiq zakat.
c. Bagi selain mustahiq zakat dibolehkan memanfaatkan aset kelolaan yang
diperuntukkan bagi para mustahiq zakat dengan melakukan pembayaran secara
wajar untuk dijadikan sebagai dana kebajikan.

2) Aset kelolaan dapat berupa aset lancar dan aset tidak lancar
3) Aset lancar kelolaan dapat berupa investasi jangka pendek dan piutang bergulir
4) Aset tidak lancar kelolaan berupa aset tetap seperti tanah, bangunan, kendaraan, serta
peralatan lainnya.
5) Penjelasan mengenai penyusutan, penurunan nilai, dan penghentian-pengakuan Aset
Kelolaan mengacu pada penjelasan tentang Aset Tetap.

37 Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Penyaluran Harta Zakat Dalam Bentuk Aset Kelolaan
38 ibid

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 51


C. Perlakuan Akuntansi

1) Dana zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan aset tetap (aset kelolaan),
misalnya rumah sakit, sekolah, mobil ambulan, dan fasilitas umum lain, diakui sebagai
39
:
a. Penyaluran zakat seluruhnya jika aset tersebut diserahkan untuk dikelola kepada
pihak lain yang tidak dikendalikan amil.
b. Penyaluran secara bertahap jika aset tetap tersebut masih dalam pengendalian
amil atau pihak lain yang dikendalikan amil. Penyaluran secara bertahap diukur
sebesar penyusutan aset tetap tersebut sesuai dengan pola
pemanfaatannyaPerlakuan akuntansi aset lancar kelolaan mengikuti ketentuan
akuntansi investasi pada surat berharga dan piutang bergulir
2) Aset tidak lancar yang diterima dan diamanahkan untuk dikelola oleh amil diukur
sebesar nilai wajar saat penerimaan dan diakui sebagai aset tidak lancar
infak/sedekah. Penyusutan dari aset tersebut diperlakukan sebagai pengurang dana
infak/sedekah terikat jika penggunaannya atau pengelolaan aset tersebut sudah
ditentukan oleh pemberi40.
3) Metode penyusutan aset kelolaan mengacu pada ketentuan akuntansi aset tetap dan
aset tetap tidak berwujud.

D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat perolehan aset kelolaan
Db. Aset Kelolaan
Kr. Kas
2) Pada saat penyusutan aset kelolaan
Db. Beban Penyusutan Aset Kelolaan – Penyaluran Dana
Kr. Akum. Penyusutan Aset Kelolaan

E. Pengungkapan
Hal – hal yang harus diungkapkan adalah sebagai berikut :
1) Sumber dana aset kelolaan
2) Jenis aset kelolaan
3) Hal-hal lain yang material untuk diungkapkan

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah transaksi dan jurnal transaksi aset kelolaan pada OPZ :
1) OPZ menyalurkan dana zakat dengan membeli kendaraan untuk ambulan senilai Rp
150.000.000

39 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 23


40 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 27

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 52


Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Aset Kelolaan 150.000
Kas 150.000

2) Penyusutan aset kelolaan Rp 1.250.000 per bulan (umur ekonomis 120 bulan)

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Beban Penyusutan Aset Kelolaan –
1.250
Penyaluran Zakat
Akum. Penyusutan Aset Kelolaan 1.250

A. Definisi
Aset lain-lain adalah pos-pos aset yang tidak dapat secara layak digolongkan dalam
kelompok pos aset yang ada dan tidak secara material untuk disajikan tersendiri.

B. Penjelasan
Komponen aset lain-lain, antara lain :
a. Jaminan
b. Mata uang kertas dan logam yang ditarik dari peredaran dan tidak dapat
digunakan sebagai alat pembayaran yang sah.
c. Aset dalam konstruksi
d. Aset lainnya

C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran

1) Pada dasarnya aset lain-lain diakui pada saat terjadinya sebesar biaya perolehan.
2) Mata uang kertas dan logam yang ditarik dari peredaran dan masih dalam masa
tenggang diakui sebesar:
a. Rupiah: nilai nominal
b. Valuta asing: nilai nominal dikurangi biaya repatriasi
3) Mata uang kertas dan logam yang ditarik dari peredaran dan telah melampaui masa
tenggang serta tidak memiliki nilai dibebankan sekaligus sebagai kerugian.

Penyajian

Aset lain-lain disajikan secara gabungan, kecuali nilainya material maka wajib disajikan
tersendiri dalam neraca.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 53


D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat pengakuan awal
Db. Aset Lain-Lain
Kr. Kas/pos lainnya
2) Pada saat penghentian pengakuan
Db. Kas
Kr. Aset Lain-Lain

E. Pengungkapan
Rincian aset lain-lain yang material untuk diungkapkan

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 54


Liabilitas adalah utang OPZ masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,
penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya OPZ yang
mengandung manfaat ekonomi41.

Pengakuan liabilitas pada laporan posisi keuangan kalau besar kemungkianan bahwa
pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk
menyelesaikan kewajiban (obligation) masa kini dan jumlah yang harus diselesaikan dapat
diukur dengan andal42.

Pengukuran Liabilitas dapat menggunakan dasar pengukuran berikut ini:

1) Biaya historis. Liabilitas dicatat sebesar kas atau setara kas yang diterima atau sebesar
nilai wajar dari aset non kas yang diterima sebagai penukar dari kewajiban pada saat
terjadinya kewajiban
2) Nilai wajar. Jumlah yang dipakai untuk menyelesaikan suatu kewajiban antara pihak-
pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi
wajar.

OPZ menyajikan liabilitas ke dalam dua kelompok yaitu liabilitas jangka pendek dan
liabilitas jangka panjang. Pengklasifikasian liabilitas jangka pendek sebagai berikut :

1) Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus operasi normal;


2) Liabilitas jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jangka waktu dua belas bulan setelah
periode pelaporan
3) OPZ memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian liabilitas selama
sekurang-kurangnya dua belas bulan setelah periode pelaporan.

Liabilitas yang tidak termasuk kategori aset lancar tersebut dikelompokkan ke dalam
aset tidak lancar.

41 KDPPLKS, par 71
42 KDPPLKS, par 118

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 55


A. Definisi
Utang penyaluran yaitu penerimaaan penyaluran dana zakat dari amil lain, tetapi
belum diterima oleh mustahik nonamil.

B. Penjelasan
1) OPZ yang menerima amanah penyaluran dana zakat dari lembaga lain tidak
diperkenankan untuk mengambil bagian hak amil lagi dari dana zakat yang diterima
2) OPZ hanya diperkenankan untuk memperoleh ujroh atas jasa penyaluran dana zakat
sesuai kesepakatan
3) OPZ harus menyalurkan dana zakat yang diamanahkan sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku.

C. Perlakuan Akuntansi
1) Zakat yang diterima dari amil lain, tetapi belum disalurkan ke mustahik nonamil diakui
sebagai utang penyaluran sebesar jumlah yang diterima43.
2) Utang penyaluran akan berkurang ketikan zakat disalurkan secara langsung kepada
mustahik non-amil44.
3) Utang penyaluran disajikan kedalam kelompok liabilitas jangka pendek

D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat diterima dana zakat dan infak/sedekah dari amil lain
Db. Kas/bank
Kr. Hutang Penyaluran
2) Pada saat dana sudah disalurkan kepada mustahik dan dilaporkan kepada pemberi
amanat
Db. Hutang Penyaluran
Kr. Kas/bank

E. Pengungkapan
Hal – hal yang harus diungkapkan adalah :
1) Jenis dana
2) Nama lembaga pemberi amanah
3) Nominal
4) Estimasi penyaluran

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi Utang Penyaluran pada OPZ:

43 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 21


44 ibid

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 56


1) OPZ menerima penyaluran dana zakat dari OPZ lain sebesar Rp 50.000.000 untuk
disalurkan ke program fi sabilillah.

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kas/bank 50.000
Utang Penyaluran 50.000

2) Atas penyaluran tersebut OPZ memperoleh ujroh sebesar Rp 2.500.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kas/bank 2.500
Ujroh Penyaluran – Penerimaan Amil 2.500

3) OPZ meyalurkan dana zakat dari OPZ lain kepada pihak yang berhak menerima

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Utang Penyaluran 50.000
Kas/bank 50.000

A. Definisi
Biaya yang masih harus dibayar adalah biaya yang sudah diakui sebagai beban pada
akhir periode, namun kas atau setara kas nya belum dibayarkan.

B. Penjelasan
1) Diantara bentuk biaya yang masih harus dibayarkan adalah utang gaji atau honor
2) Biaya yang manfaatnya telah diterima pada periode tertentu namun kas nya baru
dibayarkan pada periode berikutnya, maka pengakuan bebannya harus diakui pada
periode manfaatnya diperoleh.

C. Perlakuan Akuntansi
1) Biaya yang masih harus dibayar diakui sebesar kas atau setara kas yang harus
dibayarkan dan pengakuannya dihentikan pada saat dibayarkan.
2) Biaya yang masih harus dibayar disajikan pada pos liabilitas jangka pendek.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 57


D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat pengakuan biaya
Db. Beban Gaji
Kr. Biaya yang Masih Harus Dibayar
2) Pada saat kas atau setara kas dibayarkan
Db. Biaya yang Masih Harus Dibayar
Kr. Kas/bank

E. Pengungkapan
Rincian biaya yang masih harus dibayar.

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi biaya yang masih harus
dibayar:

1) Tanggal 30 Mei Gaji karyawan yang harus dibayarkan pada bulan Mei adalah sebesar
Rp 20.000.000, yang akan dibayarkan pada tanggal 1 Juni.

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Beban Gaji 20.000
Biaya Yang Masih Harus Dibayar – Utang Gaji 20.000

2) Tanggal 1 Juni OPZ melakukan pembayaran atas gaji karyawan bulan Mei.

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Biaya Yang Masih Harus Dibayar – Utang Gaji 20.000
Kas/bank 20.000

A. Definisi
Dana yang Tidak Boleh Diakui Sebagai Pendapatan yang selanjutnya disingkat Dana
TBDSP adalah dana yang diterima atau dikuasai oleh OPZ tetapi tidak boleh diakui sebagai
pendapatan atau kekayaannya.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 58


B. Penjelasan
1) Dana TBDSP dapat berasal antara lain dari 45 :
a. Transaksi tidak sesuai dengan prinsip syariah yang tidak dapat dihindarkan,
seperti bunga (riba) dari penempatan dana pada bank konvensional;
b. Transaksi syariah yang tidak terpenuhi ketentuan dan batasannya (rukun dan/
atau syaratnya)
c. Dana sanksi (denda) karena tidak memenuhi kewajiban sesuai kesepakatan
('adam al-wafa' bi al-iltizam); dan
d. Dana yang tidak diketahui pemiliknya, diketahui pemiliknya tetapi tidak
ditemukan, atau diketahui pemiliknya tetapi biaya pengembaliannya lebih besar
dari jumlah dana tersebut.
2) Dana TBDSP wajib digunakan dan disalurkan secara langsung untuk kemaslahatan
umat Islam dan kepentingan umum yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
3) Bentuk-bentuk penyaluran Dana TBDSP yang dibolehkan adalah untuk bantuan
sumbangan secara langsung untuk:
a. Penanggulangan korban bencana;
b. Sarana penunjang lembaga pendidikan Islam;
c. Masjid/musholla dan penunjangnya;
d. Pembangunan fasilitas umum yang berdampak sosial;
e. Sosialisasi, edukasi dan literasi ekonomi, keuangan dan bisnis syariah untuk
masyarakat umum;
f. Beasiswa untuk siswa/mahasiswa berprestasi dan/atat kurang mampu;
g. Kegiatan produktif bagi dhuafa';
h. Faqir-miskin;
i. Kegiatan sosial lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4) Dana TBDSP tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan antara lain dalam bentuk:
a. Promosi produk maupun iklan (branding) lembaga;
b. Pendidikan dan pelatihan untuk karyawan;
c. Pembayaran pajak, zakat & wakaf;
d. Pembayaran /pelunasan tunggakan nasabah/ end-user ;
e. Kegiatan yang bertentarugal dengan prinsip syariah.

C. Perlakuan Akuntansi
1) Penerimaan Dana TBDSP diakui sebagai kewajiban dan diakui sebagai pengurang
kewajiban ketika disalurkan.
2) Dana TBDSP disajikan sebagai kewajiban paling likuid.

45Fatwa DSN-MUI Nomor 123 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Dana Yang Tidak Boleh Diakui Sebagai
Pendapatan Bagi Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga Bisnis Syariah Dan Lembaga Perekonomian
Syariah

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 59


D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat penerimaan Dana TBDSP
Db. Kas/Bank
Kr. Titipan Dana TBDSP
2) Pada saat penyaluran Dana TBDSP
Db. Titipan Dana TBDSP
Kr. Kas/Bank

E. Pengungkapan
Hal-hal yang diungkapkan antara lain :
1) Sumber penerimaan Dana TBDSP
2) Kebijakan penyaluran Dana TBDSP

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi Titipan Dana TBDSP pada OPZ:

1) OPZ menerima Bunga Giro bank BCA sebesar Rp 500.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
BCA 500
Titipan Dana TBDSP 500

2) OPZ menerima penyaluran dana denda dari bank BSM sebesar Rp 50.000.000 untuk
program pembangunan WC Umum pada daerah yang terkena bencana alam.

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
BSM 50.000
Titipan Dana TBDSP 50.000

3) OPZ menyalurkan dana TBDSP untuk pembuatan WC Umum sebesar Rp 25.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Titipan Dana TBDSP 25.000
BSM 25.000

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 60


A. Definisi
Utang pajak adalah kewajiban pajak yang harus dibayarkan kepada kas negara.

B. Penjelasan
1) OPZ sebagai lembaga nirlaba tidak memiliki kewajiban pajak atas kegiatannya
2) Kewajiban pajak yang timbul adalah atas pemotongan pajak yang dilakukan oleh OPZ
sebagai pemberi kerja atau pemberi penghasilan terhadap wajib pajak, seperti pajak
penghasilan (PPh) pasal 21 dan PPh pasal 23.
3) PPh 21
a. PPh Pasal 21 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi
dalam negeri, yaitu penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, serta
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
b. Pemotong PPh Pasal 21 adalah pihak yang memberikan penghasilan kepada
wajib pajak orang pribadi dalam negeri terkait pekerjaan. Contohnya adalah
perusahaan pemberi lapangan kerja yang memotong gaji yang diterima karyawan
c. Tarif pajak PPh 21 bersifat progresif sesuai dengan jumlah penghasilan. Berikut
tarif pajak PPh 21 berdasarkan Tarif Pasal 17 Undang-undang (UU) PPh:
i. Wajib Pajak dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000,-,
kena 5%
ii. Di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- kena tarif 15%
iii. Di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- sebesar 25%
iv. Di atas Rp500.000.000,-, tarif yang dipungut sebesar 30%
d. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) per tahun berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah sebagai berikut:
i. Rp54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
ii. Rp4.500.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
iii. Rp54.000.000,- tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami;
iv. Rp4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap
keluarga
4) PPh 23
a. Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada
penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain
yang telah dipotong PPh Pasal 23.
b. Umumnya yang terjadi pada OPZ adalah pajak yang sehubungan dengan jasa
seperti jasa manajemen, jasa konsultasi, jasa akuntan, jasa hokum, dan jasa

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 61


lainnya selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 UU PPh
c. Tariff PPh 23 adalah 2% dari jumlah bruto imbalan jasa yang diberikan

C. Perlakuan Akuntansi
1) Utang pajak diakui pada saat dilakukan pemotongan sebesar kewajiban pajak yang
harus dibayarkan oleh wajib pajak dan pengakuannya dihentikan pada saat
dibayarkan ke kas Negara.
2) Utang pajak disajikan kedalam pos liabilitas jangka pendek

D. Ilustrasi Jurnal
1. Pada saat memotong pajak 21 atas gaji karyawan
Db. Beban Gaji
Kr. Utang Pajak PPh 21
2. Pada saat kewajiban pajak disetorkan ke kas penerimaan Negara
Db. Utang Pajak PPh 21
Kr. Kas atau bank

E. Pengungkapan
Hal-hal yang perlu diungkapkan antara lain adalah rincian jenis utang pajak

F. Contoh Transaksi
Berikut adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi utang pajak pada OPZ :

Tn. Ahmad berstatus kawin berkerja sebagai amil di salah satu OPZ telah ber NPWP
memperoleh penghasilan setiap bulan sebesar Rp7.000.000. Kewajiban setiap bulan
yang harus dibayar Tn Ahmad adalah Iuran pensiun sebesar Rp 50.000. Maka
perhitungan PPh 21 yang harus dipotong OPZ adalah sebagai berikut:

Gaji sebulan Rp7.000.000


Pengurangan:
1. Biaya jabatan 5% X Rp 7.000.000 Rp350.000
2. Iuran pensiun Rp50.000
Penghasilan neto sebulan Rp6.600.000
Penghasilan neto setahun Rp79.200.000
PTKP
1. Untuk Wajib Pajak Rp54.000.000
2. Untuk Status Kawin Rp4.500.000
Penghasilan Kena Pajak Rp20.700.000
PPh pasal 21 setahun 5% x Rp20.700.000 Rp1.035.000
PPh pasal 21 sebulan Rp86.250

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 62


1) Saat OPZ memotong PPh 21 atas gaji tuan Ahmad

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Beban Gaji 7.000.000
Titipan Iuran pension 50.000
Utang Pajak PPh 21 86.250
Kas/bank 6.863.750

2) OPZ membayarkan PPh 21 atas penghasilan karyawan kepada kas negara

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Utang Pajak PPh 21 86.250
Kas/bank 86.250

A. Definisi
Utang Pihak Ketiga adalah kewajiban yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga atas
sumber daya yang diterima.

B. Penjelasan
1) Utang pihak ketiga dapat berupa pembiayaan bank, leasing, dan utang lembaga
lainnya
2) Pendanaan OPZ melalui pihak ketiga harus menggunakan skema yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
3) OPZ tidak diperkenankan untuk menjadikan aset zakat dan infak/sedekah untuk
dijadikan jaminan atas utang pihak ketiga.

C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Utang pihak ketiga diakui sebesar jumlah dana yang diterima pada saat terjadinya.
2) Imbalan yang diberikan kepada pemberi dana diakui sebagai pengurang dana amil

Penyajian
Utang pihak ketiga disajikan sesuai dengan karakteristiknya pada pos liabilitas jangka
pendek atau liabilitas jangka Panjang.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 63


D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat penerimaan pendanaan dari bank
Db. Kas/Bank
Kr. Utang bank
2) Pada saat pembayaran imbalan
Db. Beban bagi hasil/margin bank (Penyaluran Dana Amil)
Kr. Kas/bank
3) Pada saat pembayaran cicilan / pelunasan
Db. Utang bank
Kr. Kas/bank

E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan adalah :
Rincian fasilitas pembiayaan yang diterima terdiri dari :
1) Nama lembaga
2) Tujuan / peruntukan dana
3) Nominal
4) Jangka waktu
5) Angsuran perbulan
6) Dan lainnya

F. Contoh Transaksi
Berikut adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi utang pihak ketiga pada OPZ:

1) OPZ menerima pembiayaan dari bank syariah untuk membeli kendaraan operasional
dengan menggunakan akad murabahah, dengan rincian :
a. Harga perolehan Rp 200.000.000
b. Margin Rp 40.000.000
c. Harga jual Rp 240.000.000
d. Jangka waktu 48 bulan
e. Angsuran per bulan Rp 5.000.000 (Margin Rp 833.333.333)

Jurnal transaksi saat akad murabahah :

Tgl Akun D K
Aset Tetap - kendaraan 200.000
Beban Margin Tangguhan 40.000
Utang Pihak Ketiga – Bank Syariah 240.000

2) OPZ melakukan pembayaran bulan pertama sebesar Rp 5.000.000

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 64


Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Utang Pihak Ketiga – Bank Syariah 5.000
Kas/bank 5.000
Beban Margin Pembiayaan 8,3
Beban Margin tangguhan 8,3

A. Definisi
1) Imbalan Kerja adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan OPZ atas jasa yang
diberikan oleh pekerja
2) Kewajiban Imbalan Kerja adalah kewajiban yang timbul dari imbalan kerja.

B. Penjelasan
1) Kewajiban imbalan kerja terdiri dari:
a. Kewajiban imbalan kerja jangka pendek.
b. Kewajiban imbalan pascakerja.
c. Kewajiban imbalan kerja jangka panjang lainnya.
d. Kewajiban pesangon pemutusan kerja.
2) Kewajiban imbalan kerja jangka pendek
a. Kewajiban imbalan kerja jangka pendek adalah kewajiban imbalan kerja (selain
pesangon) yang diharapkan akan diselesaikan seluruhnya sebelum dua belas
bulan setelah akhir periode pelaporan tahunan di mana pekerja memberikan jasa
terkait.
b. Contoh imbalan kerja jangka pendek mencakup hal-hal seperti:
i. Upah, gaji dan iuran jaminan sosial.
ii. Cuti tahunan berbayar dan cuti sakit berbayar.
iii. Bagi laba dan bonus terutang.
iv. Imbalan non-moneter untuk pekerja, seperti imbalan kesehatan, rumah,
mobil dan barang atau jasa yang diberikan secara cuma-cuma atau melalui
subsidi
3) Kewajiban imbalan pascakerja
a. Kewajiban imbalan pascakerja adalah kewajiban imbalan kerja (selain pesangon
pemutusan kerja) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan masa kerjanya.
b. Contoh imbalan pascakerja:
i. Imbalan pensiun.

46 Mengacu pada PSAK 24 Imbalan Kerja

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 65


ii. Imbalan pasca kerja lain seperti asuransi jiwa dan perawatan kesehatan pasca
kerja.
iii. Perjanjian yang dibuat entitas untuk memberikan imbalan pasca kerja sesuai
dengan yang diperjanjikan.
c. Program imbalan pascakerja dapat diklasifikasikan sebagai program iuran pasti
atau program manfaat pasti.
d. Dalam program iuran pasti:
i. Kewajiban lembaga terbatas pada jumlah yang disepakati sebagai iuran pada
entitas (dana) terpisah. Jadi, jumlah imbalan pascakerja yang diterima pekerja
tergantung jumlah iuran yang dibayarkan lembaga (dan mungkin juga boleh
pekerja) kepada program imbalan pasca kerja atau perusahaan asuransi,
ditambah hasil investasi iuran tersebut; dan
ii. Akibatnya, risiko aktuarial (yaitu imbalan yang diterima lebih kecil daripada
yang diperkirakan) dan risiko investasi (yaitu aset yang diinvestasikan tidak
cukup untuk memenuhi imbalan yang diperkirakan) ditanggung pekerja.
e. Dalam program manfaat pasti:
i. Kewajiban lembaga adalah menyediakan imbalan yang dijanjikan kepada
pekerja maupun mantan pekerja; dan
ii. Risiko aktuarial dan risiko investasi menjadi tanggungan lembaga.
4) Kewajiban imbalan kerja jangka panjang lainnya:
a. Kewajiban imbalan kerja jangka panjang lainnya adalah kewajiban imbalan kerja
(selain imbalan pascakerja dan pesangon pemutusan kerja) yang tidak seluruhnya
jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah pekerja memberikan
jasanya.
b. Contoh imbalan kerja jangka panjang lainnya:
i. Kompensasi cuti jangka panjang, seperti cuti pengabdian.
ii. Imbalan pengabdian.
iii. Imbalan cacat jangka panjang.
iv. Bagi hasil dan bonus yang terutang 12 (dua belas) bulan atau lebih.
v. Kompensasi yang ditunda yang dibayarkan 12 (dua belas) bulan atau lebih.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 66


5) Kewajiban pesangon pemutusan kerja Kewajiban pesangon pemutusan kerja adalah
kewajiban imbalan kerja yang terutang akibat:
a. Keputusan lembaga untuk memberhentikan pekerja sebelum usia pensiun
normal; atau
b. Keputusan pekerja menerima tawaran untuk mengundurkan diri secara sukarela
dengan imbalan tertentu.
6) Imbalan kerja termasuk imbalan kerja untuk pimpinan lembaga.
7) Pos Kewajiban Imbalan Kerja yang dimaksud tidak termasuk imbalan kerja jangka
pendek. Kewajiban imbalan kerja jangka pendek termasuk dalam kewajiban segera.

C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran

1) Kewajiban imbalan kerja diakui pada saat pegawai telah memberikan jasanya kepada
lembaga dalam suatu periode tertentu.
2) Kewajiban imbalan kerja berkurang pada saat dibayarkan.
3) Kewajiban imbalan kerja jangka pendek diakui sebesar jumlah tidak didiskonto
(undiscounted amount).
4) Kewajiban imbalan kerja jangka panjang diakui sebesar jumlah telah diskonto
(discounted amount).

Penyajian

1) Kewajiban imbalan kerja jangka pendek disajikan dalam pos Kewajiban Segera sebesar
jumlah yang terutang dan tidak didiskontokan.
2) Kewajiban imbalan kerja jangka panjang disajikan dalam pos tersendiri sebesar jumlah
yang didiskontokan.

D. Ilustrasi Jurnal
1) Kewajiban imbalan kerja jangka pendek
a. Pada saat terjadinya kewajiban:
Db. Beban pegawai
Kr. Kewajiban segera – Imbalan kerja
b. Pada saat kewajiban dibayarkan:
Db. Kewajiban segera – Imbalan kerja
Kr. Kas/Bank
2) Kewajiban imbalan pascakerja
a. Pada saat pengakuan kewajiban:
Db. Beban imbalan kerja
Kr. Kewajiban imbalan kerja – Jangka panjang
b. Pada saat pengukuran kembali imbalan pascakerja
Db. Penghasilan komprehensif lain
Kr. Liabilitas Imbalan Kerja

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 67


c. Pada saat reklasifikasi ke kewajiban segera:
Db. Kewajiban imbalan kerja – Jangka panjang
Kr. Kewajiban segera
d. Pada saat kewajiban dibayarkan:
Db. Kewajiban segera
Kr. Kas/Bank

E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:

1) Imbalan pascakerja
a. Imbalan pascakerja iuran pasti Jumlah yang diakui sebagai beban pada periode
berjalan.
b. Imbalan pascakerja manfaat pasti
i. Penjelasan umum jenis program, termasuk kebijakan pendanaan.
ii. Kebijakan akuntansi lembaga untuk mengakui keuntungan dan kerugian
aktuarial (dalam laporan perubahan dana) dan jumlah atas keuntungan dan
kerugian aktuarial yang diakui selama periode berjalan.
iii. Penjelasan naratif jika lembaga menggunakan penyederhanaan dalam
mengukur kewajiban imbalan pasti.
iv. Tanggal penilaian aktuarial.
v. Rekonsiliasi saldo awal dan saldo akhir kewajiban imbalan pasti yang
menunjukkan keuntungan atau kerugian aktuarial.
vi. Rekonsiliasi saldo awal dan saldo akhir aset program.
vii. Total biaya yang terkait dengan program imbalan pasti.
viii. Pengembalian aktual aset program.
ix. Asumsi aktuarial utama
2) Imbalan kerja jangka panjang lainnya
a. Sifat imbalan.
b. Jumlah kewajiban dan status pendanaan pada tanggal neraca.
3) Imbalan pesangon pemutusan kerja
a. Sifat imbalan.
b. Kebijakan akuntansi.
c. Jumlah kewajiban dan status pendanaan pada tanggal neraca

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi imbalan kerja jangka panjang
pada OPZ:

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 68


1) OPZ mencadangkan dana pensiun dan pesangon untuk karyawan sebesar
Rp10.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Beban Imbalan Kerja 10.000
Kewajiban Imbalan Kerja 10.000

2) Pada akhir periode dilakukan pengukuran kembali imbalan pasca kerja, diketahui nilai
aktuaria sebesar Rp 12.000.000 dan nilai tercatat Rp10.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penghasilan komprehensif lain 2.000
Kewajiban Imbalan Kerja 2.000

3) Terdapat satu karyawan yang akan pensiun pada bulan depan dengan dana pensiun
yang harus ditanggung OPZ Rp5.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kewajiban Imbalan Kerja 5.000
Biaya Yang Masih Harus Dibayar – Utang Gaji 5.000

4) OPZ membayarkan dana pensiun kepada karyawan yang pensiun Rp 25.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Biaya Yang Masih Harus Dibayar – Utang Gaji 5.000
Kas/bank 5.000

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 69


A. Definisi

Saldo dana adalah akumulasi selisih penerimaan dana dan penyaluran dana.

B. Penjelasan

1) Saldo dana terdiri dari dana zakat, dana infak/sedekah, dana amil, dan dana lainya
seperti dana sosial keagamaan lainnya, dana hibah, dan dana APBN/D (jika ada)
2) Dana Zakat
a. Penerimaan dana zakat bersumber dari zakat entitas dan zakat individual.
b. Zakat disalurkan kepada mustahik yang terdiri dari 8 golongan sesuai dengan
ketentuan syariat Islam.
3) Dana Infak/Sedekah
a. Penerimaan dana Infak/sedekah dapat bersumber dari seseorang atau badan
usaha, baik ditentukan maupun tidak ditentukan peruntukannya oleh pemberi
dana infak/sedekah.
b. Penyaluran dana infak/sedekah untuk program-program kemashlahatan umat.
4) Dana Amil
a. Penerimaan dana amil diperoleh dari bagian atas penerimaan dana zakat, dana
infak/sedekah, dan penerimaan lainnya yang diperkenankan oleh perundang-
undangan.
b. Penyaluran dana amil diperuntukan untuk membiayai operasional OPZ, seperti
gaji pengelola dan biaya operasional lainnya.
5) Dana Sosial Keagamaan Lainnya (DSKL)
a. Penerimaan dana DSKL bersumber dari penerimaan dana sosial keagamaan selain
zakat dan infak/sedekah
b. Penyaluran dana DSKL sesuai dengan peruntukan dari pemberi dana
6) Dana APBN/D
a. Penerimaan dana APBN/D diperoleh dari anggaran pendapatan belanja Negara
atau daerah yang dialokasikan untuk BAZNAS
b. Penggunaan dana APBN/D harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
7) Perlakuan akuntansi, ilustrasi jurnal dan pengungkapan saldo dana mengikuti
ketentuan pada Bagian 6 Laporan Perubahan Dana

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 70


A. Definisi

1) Zakat adalah Harta wajib dikeluarkan oleh muzakki sesuai dengan ketentuan syariah
untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahik)
2) Dana zakat adalah dana yang berasal dari penerimaan zakat
3) Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.
4) Muzakki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan
zakat
5) Nishab adalah batas minimum harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.

B. Penjelasan

1) Zakat merupakan kewajiban syariah yang harus diserahkan oleh muzakki kepada
mustahik, baik melalui amil maupun secara langsung. Ketentuan zakat mengatur
mengenai persyaratan nishab, haul periodeik maupun tidak periodik, tarif zakat
(qadar), dan peruntukannya47.
2) Zakat meliputi zakat maal dan zakat fitrah
3) Zakat Maal
Zakat mal merupakan zakat atas harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau
badan usaha yang meliputi48 :
a. Emas, perak, dan logam mulia lainnya.
Nishab zakat emas dan logam mulia adalah 85 gram emas, sedang untuk nishab
zakat perak sebesar 595 gram perak. Tarif zakat emas, perak dan logam mulai
2,5% dan berlaku haul.
b. Uang dan surat berharga lainnya.
Nishab zakat uang dan surat berharga adalah senilai 85 gram emas dengan tarif
2,5% dan berlaku haul
c. Perniagaan.
Nishab zakat perdagangan 85 gram emas, tarif 2,5% dan berlaku haul. Zakat
perniagaan dihitung dari aset lancar dikurangi dengan kewajiban lancar.
d. Pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
Nishab zakat pertanian, perkebunan, dan kehutanan adalah senilai 653 kg gabah
dan/atau 524 kg beras dengan tarif 10% jika tadah hujan atau 5% jika
menggunakan irigasi dan perawatan lainnya dan dikeluarkan pada saat panen.
e. Peternakan dan perikanan
Zakat peternakan dikenakan pada hewan ternak yang digembalakan di tempat
penggembalaan umum, sedang hewan ternak dipelihara di dalam kandang

47PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 06


48Mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan
PMA 69 tahun 2015 tentang Perubahan atas PMA 52 Tahun 2014 tentang Syarat Dan Tata Cara
Penghitungan Zakat Mal Dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 71


dikategorikan sebagai zakat perniagaan. Zakat hewan ternak meliputi unta,
sapi/kerbau, kuda dan kambing dengan ketentuan nishab dan tariff sebagai
berikut:
Tabel 1. Takaran Zakat Unta

Jumlah Nilai Zakat


5 – 24 Satu ekor kambing untuk setiap lima unta, mulai dari satu
sampai empat.
25 – 35 1 Bintu Makhadh (Unta betina yang usianya memasuki
tahun kedua)
36 – 45 1 Bintu Labun (Unta betina yang usianya memasuki tahun
ketiga)
46 – 60 1 Haqqah (Unta betina yang usianya memasuki tahun
keempat)
61 – 75 1 Jadza’ah (Unta betina yang usianya memasuki tahun
kelima)
76 – 90 2 Bintu Labun
Sumber : Panduan Praktis Menghitung Aset Zakat Puskas BAZNAS

Tabel 2. Takaran Zakat Sapi/Kerbau

Jumlah Nilai Zakat


30 – 39 1 Tabi’, yaitu yang berusia 1 tahun
40 – 59 1 Musinnah, yaitu yang berusia dua tahun
60 – 69 2 Tabi’
70 – 79 1 Musinnah + 1 Tabi’
80 – 89 2 Musinnah
90 – 99 3 Tabi’
Sumber : Panduan Praktis Menghitung Aset Zakat Puskas BAZNAS

Tabel 3. Zakat Domba/Kamping

Jumlah Nilai Zakat


40 – 120 Satu ekor kambing
121 – 200 Dua ekor kambing
201 – 299 Tiga ekor kambing
Setiap bertambah 100 Satu ekor kambing
Sumber : Panduan Praktis Menghitung Aset Zakat Puskas Baznas

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 72


Hasil perikanan yang dikenakan zakat mencakup hasil budidaya dan hasil
tangkapan ikan. Nishab zakat perikanan adalah senilai 85 gram emas dengan
tariff 2,5% dan ditunaikan pada saat panen.
f. Pertambangan
Nishab zakat pertambangan adalah senilai 85 gram emas dengan tariff 2,5% dan
ditunaikan saat mencapai haul.
g. Perindustrian
Ketentuan dan perhitungan zakat perindustrian mengikuti zakat perniagaan.
h. Pendapatan dan jasa
Nishab zakat pendapatan dan jasa dapat mengacu pada nishab zakat emas senilai
85 gram emas atau zakat pertanian senilai 653 kg gabah dengan tariff 2,5%.
i. Rikaz.
Zakat rikaz tidak berlaku nishab dan tarifnya 1/5 atau 20% serta ditunaikan pada
saat diperoleh.

4) Zakat Fitrah
Zakat fitrah ditunaikan dalam bentuk beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau
3,5 liter per jiwa. Kualitas beras atau makanan pokok yang dizakatkan sesuai dengan
kualitas beras atau makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari. Beras atau makanan
pokok dapat diganti dalam bentuk uang senilai 2,5 kg atau 3,5 liter beras. Zakat fitrah
ditunaikan sejak awal Ramadhan dan paling lambat sebelum pelaksanaan Shalat Idul
Fitri.
5) Mustahik terdiri dari49:
a. Fakir
b. Miskin
c. Amil
d. Muallaf
e. Riqab
f. Gharim
g. Fisabilillah
h. Ibnu sabil
6) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir
miskin dan peningkatan kualitas umat. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif
dilakukan dengan syarat50:
a. apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi;
b. memenuhi ketentuan syariah;
c. menghasilkan nilai tambah ekonomi untuk mustahik; dan
d. mustahik berdomisili di wilayah kerja lembaga pengelola zakat.

49Q.S At Taubah ayat 60


50PMA 69 tahun 2015 tentang Perubahan atas PMA 52 Tahun 2014 tentang Syarat Dan Tata Cara
Penghitungan Zakat Mal Dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 73


7) Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada OPZ dapat dikurangkan dari penghasilan
kena pajak.

C. Perlakuan Akuntansi51

Pengakuan dan Pengukuran


Penerimaan Zakat
1) Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset nonkas diterima.
2) Zakat yang diterima dari muzakki diakui sebagai penambah dana zakat sebesar :
a. Jumlah yang diterima, jika dalam bentuk kas
b. Nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas
3) Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika
harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar
lainnya sesuai dengan SAK yang relevan.
4) Jika muzaki menentukan mustahik yang menerima penyaluran zakat melalui amil,
maka tidak ada bagian amil atas zakat yang diterima. Amil dapat memperoleh ujrah
atas kegiatan penyaluran tersebut. Ujrah ini berasal dari muzaki, di luar dana zakat.
Ujrah tersebut diakui sebagai penambah dana amil.
5) Jika terjadi penurunan nilai aset zakat nonkas, maka jumlah kerugian yang ditanggung
diperlakukan sebagai pengurang dana zakat atau pengurang dana amil bergantung
pada penyebab kerugian tersebut.
6) Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai :
a. Pengurang dana zakat, jika tidak disebabkan oleh kelalaian amil
b. Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.

Penyaluran Zakat
1) Zakat yang disalurkan kepada mustahik, termasuk amil, diakui sebagai pengurang
dana zakat sebesar :
a. Jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas
b. Jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset nonkas
2) Efektifitas dan efisiensi pengelolaan zakat bergantung pada profesionalisme amil.
Dalam konteks ini, amil berhak mengambil bagian dari zakat untuk menutup biaya
operasional dalam rangka melaksanakan fungsinya sesuai dengan kaidah atau prinsip
syariah dan tata kelola organisasi yang baik.
3) Penentuan jumlah atau presentase bagian untuk masing-masing mustahik ditentukan
oleh amil sesuai dengan prinsip syariah, kewajaran, etika, dan ketentuan yang berlaku
yang dituangkan dalam bentuk kebijakan amil.
4) Beban penghimpunan dan penyaluran zakat harus diambil dari porsi amil. Amil
dimungkinkan untuk meminjam dana zakat dalam rangka menghimpun zakat.
Pinjaman ini sifatnya jangka pendek dan tidak boleh melebihi satu periode (haul).

51 Mengacu pada PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak Sedekah, par 10 - 23

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 74


5) Bagian dana zakat yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah dana amil
6) Zakat telah disalurkan kepada mustahik nonamil jika sudah diterima oleh mustahik
nonamil tersebut. Zakat yang disalurkan melalui amil lain, tetapi belum diterima oleh
mustahik nonamil, belum memenuhi pengertian zakat telah disalurkan. Amil tersebut
tidak berhak mengambil bagian dari dana zakat, namun dapat memperoleh ujrah dari
amil sebelumnya. Dalam keadaan tersebut, zakat yang disalurkan diakui sebagai
piutang penyaluran, sedangkan bagi amil yang menerima diakui sebagai liabilitas
penyaluran. Piutang penyaluran dan liabilitas penyaluran tersebut akan berkurang
ketika zakat disalurkan secara langsung kepada mustahik nonamil.
7) Dana zakat yang diserahkan kepada mustahik nonamil dengan keharusan untuk
mengembalikanya kepada amil, belum diakui sebagai penyaluran.
8) Dana zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan aset tetap (aset kelolaan),
misalnya rumah sakit, sekolah, mobil ambulan, dan fasilitas umum lain, diakui sebagai:
a. Penyaluran zakat seluruhnya jika aset tersebut diserahkan untuk dikelola kepada
pihak lain yang tidak dikendalikan amil.
b. Penyaluran secara bertahap jika aset tetap tersebut masih dalam pengendalian
amil atau pihak lain yang dikendalikan amil. Penyaluran secara bertahap diukur
sebesar penyusutan aset tetap tersebut sesuai dengan pola pemanfaatannya.

Penyajian

1) Saldo dana zakat disajikan secara terpisah dengan dana lainnya pada komponen saldo
dana
2) Zakat yang diterima dalam bentuk aset nonkas disajikan dalam kelompok aset lancar
jika OPZ berkewajiban untuk menyalurkannya secara langsung, dan disajikan kedalam
kelompok aset tidak lancar jika aset nonkas tersebut dikelola oleh OPZ.
3) Zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan aset tetap yang dikelola oleh OPZ
disajikan kedalam kelompok aset tidak lancar.
4) Zakat yang diserahkan kepada mustahik nonamil dengan keharusan untuk
mengembalikanya kepada amil, disajikan sebagai piutang bergulir.
5) Zakat yang disalurkan melalui amil lain disajikan sebagai piutang penyaluran sampai
amil lain melaporkan program penyalurannya.

D. Ilustrasi Jurnal

1) Pada saat OPZ menerima pembayaran zakat tunai


Db. Kas/bank
Kr. Penerimaan Zakat
2) Pada saat OPZ menerima pembayaran zakat nonkas
Db. Persediaan Zakat
Kr. Penerimaan Zakat

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 75


3) Pada saat aset nonkas zakat mengalami penurunan karena bukan kelalaian OPZ
Db. Penurunan Aset Zakat
Kr. Persediaan Zakat
4) Pada saat penyaluran zakat tunai
Db. Penyaluran Zakat
Kr. Kas/bank
5) Pada saat penyaluran melalui amil lain
Db. Piutang Penyaluran Zakat
Kr. Kas/bank
6) Pada saat amil lain melaporkan program penyaluran
Db. Penyaluran Zakat
Kr. Piutang Penyaluran Zakat
7) Pada saat penyaluran dengan keharusan pengembalian
Db. Piutang bergulir
Kr. Kas/bank
8) Pada saat penyaluran zakat untuk pembelian aset kelolaan
Db. Aset Kelolaan Zakat
Kr. Kas/bank
9) Pada saat penyusutan aset kelolaan zakat
Db. Penyaluran Zakat – Beban Penyusutan Aset Kelolaan Zakat
Kr. Akumulasi Penyusutan Aset Kelolaan Zakat

E. Pengungkapan

Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain :


1) Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran zakat dan
mustahik nonamil
2) Kebijakan penyaluran zakat untuk amil dan mustahik nonamil, seperti persentase
pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan.
3) Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa aset
nonkas.
4) Rincian jumlah penyaluran dana zakat untuk masing-masing mustahik
5) Penggunaan dana zakat dalam bentuk aset kelolaan yang masih dikendalikan oleh
amil atau pihak lain yang dikendalikan amil, jika ada, diungkapkan jumlah dan
persentase terhadap seluruh penyaluran dana zakat serta alasannya
6) Hubungan pihak-pihak berelasi antara amil dan mustahik yang meliputi :
a. Sifat hubungan
b. Jumlah dan jenis aset yang disalurkan

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 76


c. Presentase dari setiap aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran zakat
selama periode.

F. Contoh Transaksi

Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi zakat pada OPZ :

1) Menerima pembayaran zakat dari muzakki secara tunai sebesar Rp 25.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kas/bank 25.000
Penerimaan Zakat 25.000

2) Penerimaan zakat fitrah berupa beras seberat 1 ton, dengan nilai wajar Rp 12.000.000
(1 kg = Rp 12.000)

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Persediaan Zakat Fitrah 12.000
Penerimaan Zakat 12.000

3) Sebelum disalurkan persediaan zakat mengalami penurunan nilai yang bukan karena
kelalaian amil sebesar Rp 500.000.

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penurunan Nilai – Penyaluran Dana Zakat 500
Persediaan Zakat 5.000

4) Seluruh persediaan zakat fitrah disalurkan kepada fakir miskin

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyaluran Zakat – Fakir Miskin 11.500
Persediaan Zakat 11.500

5) Penyaluran zakat melalui OPZ lain untuk program muallaf sebesar Rp 5.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Piutang Penyaluran 5.000
Kas/bank 5.000

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 77


6) Menerima laporan penyaluran zakat dari OPZ lain sebesar Rp 5.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyaluran Zakat - Muallaf 5.000
Piutang Penyaluran 5.000

7) Menyalurkan zakat untuk program dana bergulir untuk fakir miskin sebesar Rp
2.500.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Piutang Bergulir 5.000
Kas/bank 5.000

8) Menyalurkan zakat untuk pembelian aset kelolaan berupa kendaraan Rp 50.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Aset Kelolaan - kendaraan 50.000
Kas/bank 50.000

A. Definisi

1) Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat
untuk kemaslahatan umum
2) Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan
usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum
3) Dana infak/sedekah adalah dana yang berasal dari penerimaan infak/sedekah.

B. Penjelasan

1) Infak/sedekah merupakan donasi sukarela, baik ditentukan maupun tidak ditentukan


peruntukannya oleh pemberi infak/sedekah.
2) Selain menerima zakat, OPZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 78


3) Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan
peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi
4) Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalam
pembukuan tersendiri yang terpisah dari dana zakat

C. Perlakuan Akuntansi52

Pengakuan dan Pengukuran


Penerimaan Infak/Sedekah
1) Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai penambah dana infak/sedekah terikat
atau tidak terikat sesuai dengan tujuan pemberi infak/sedekah sebesar:
a. Jumlah yang diterima, jika dalam bentuk kas
b. Nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas.
2) Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika
harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar
lainnya sesuai dengan SAK yang relevan.
3) Infak/sedekah yang diterima dapat berupa kas atau aset nonkas. Aset nonkas dapat
berupa aset lancar atau tidak lancar.
4) Aset tidak lancar yang diterima dan diamanahkan untuk dikelola oleh amil diukur
sebesar nilai wajar saat penerimaan dan diakui sebagai aset tidak lancar
infak/sedekah. Penyusutan dari aset tersebut diperlakukan sebagai pengurang dana
infak/sedekah terikat jika penggunaannya atau pengelolaan aset tersebut sudah
ditentukan oleh pemberi.
5) Amil dapat pula menerima aset nonkas yang dimaksudkan oleh pemberi untuk segera
disalurkan. Aset seperti ini diakui sebagai aset lancar. Aset ini dapat berupa bahan
habis pakai, seperti bahan makanan atau aset yang memiliki umur ekonomi panjang,
seperti mobil untuk ambulan.
6) Aset nonkas lancar dinilai sebesar nilai perolehan, sedangkan aset nonkas tidak lancar
dinilai sebesar nilai wajar sesuai SAK yang relevan.
7) Penurunan nilai aset infak/sedekah tidak lancar diakui sebagai :
a. Pengurang dana infak/sedekah, jika tidak disebabkan oleh kelalaian amil
b. Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.
8) Dalam hal amil menerima infak/sedekah dalam bentuk aset nonkas tidak lancar yang
dikelola oleh amil, maka aset tersebut dinilai sesuai dengan SAK yang relevan
9) Dana infak/sedekah sebelum disalurkan dapat dikelola dalam jangka waktu sementara
untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hasil dana pengelolaan diakui sebagai
penambah dana infak/sedekah.

52 Mengacu pada PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, par 24 - 37

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 79


Penyaluran Infak/Sedekah

1) Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurang dana infak/sedekah


sebesar:
a. Jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas
b. Nilai aset tercatat aset yang diserahkan, jika dalam bentuk aset nonkas
2) Bagian dana infak/sedekah yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah dana
amil
3) Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk para penerima infak/sedekah
ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah, kewajaran, dan etika yang
dituangkan dalam bentuk kebijakan amil
4) Penyaluran infak/sedekah oleh amil kepada amil lain merupakan penyaluran yang
mengurangi dana infak/sedekah jika amil tidak akan menerima kembali aset
infak/sedekah yang disalurkan tersebut.
5) Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir dalam skema dana bergulir dicatat
sebagai piutang infak/sedekah bergulir dan tidak mengurnagi dana infak/sedekah

Penyajian

1) Dana infak/sedekah disajikan secara terpisah dengan dana lainnya pada kelompok
saldo dana
2) Penerimaan Dana infak/sedekah yang terikat dan yang tidak terikat disajikan secara
terpisah
3) Infak/sedekah yang diterima dalam bentuk aset nonkas disajikan dalam kelompok
aset lancar jika OPZ berkewajiban untuk menyalurkannya secara langsung, dan
disajikan kedalam kelompok aset tidak lancar jika aset nonkas tersebut dikelola oleh
OPZ.

D. Ilustrasi Jurnal

1) Pada saat OPZ menerima pembayaran infak/Sedekah tunai


Db. Kas / Bank
Kr. Penerimaan Infak/Sedekah Terikat/Tidak Terikat
2) Pada saat OPZ menerima pembayaran infak/sedekah nonkas
Db. Persediaan Infak/Sedekah
Kr. Penerimaan Infak/Sedekah Terikat / Tidak Terikat
3) Pada saat aset nonkas infak/sedekah mengalami penurunan karena bukan kelalaian
OPZ
Db. Penyaluran Zakat - Kerugian Penurunan Aset Infak/Sedekah
Kr. Persediaan Infak/Sedekah

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 80


4) Pada saat dana infak/sedekah dikelola dalam jangka waktu sementara, contoh
investasi surat berharga syariah
Db. Surat Berharga Syariah
Kr. Kas / Bank
5) Pada saat menerima imbal hasil atas pengelolaan dan infak/sedekah
Db. Kas/bank
Kr. Penerimaan Infak/Sedekah Tidak Terikat
6) Pada saat penyaluran dana infak/sedekah tunai, contoh: Program Pendidikan
Db. Penyaluran Infak/Sedekah Terikat/Tidak Terikat – Program Pendidikan
Kr. Kas/bank
7) Pada saat penyaluran dana infak/sedekah non-kas, contoh : Program Kemanusiaan
Db. Penyaluran Infak/Sedekah Terikat/Tidak Terikat – Program Kemanusiaan
Kr. Persediaan Infak/Sedekah
8) Pada saat penyaluran melalui amil lain
Db. Piutang Penyaluran infak/sedekah
Kr. Kas/bank
9) Pada saat amil lain melaporkan program penyaluran infak/sedekah
Db. Penyaluran Infak/Sedekah Terikat/Tidak Terikat
Kr. Piutang Penyaluran Infak/Sedekah
10) Pada saat penyaluran dalam bentuk dana bergulir
Db. Piutang Dana Bergulir Infak/Sedekah
Kr. Kas/bank
11) Pada saat menerima pengembalian dana bergulir
Db. Kas/bank
Kr. Piutang Dana Bergulir Infak/Sedekah
12) Pada saat dana bergulir tidak kembali karena penurunan kemampuan penerima
Db. Penyaluran Infak/Sedekah Terikat/Tidak Terikat – Kerugian Dana Bergulir
Kr. Piutang Dana Bergulir Infak/Sedekah
13) Pada saat pengeluaran Infak/Sedekah untuk pembelian aset kelolaan
Db. Aset Kelolaan Infak/Sedekah
Kr. Kas/bank
14) Pada saat penyusutan aset kelolaan Infak/Sedekah
Db. Penyaluran Infak/Sedekah Terikat/Tidak Terikat – Beban Penyusutan Aset
Kelolaan Infak/Sedekah
Kr. Akumulasi Penyusutan Aset Kelolaan Infak/Sedekah

E. Pengungkapan

Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain :


1) Kebijakan penyaluran infak/sedekah, seperti penentuan skala prioritas penyaluran
infak/sedekah dan penerima infak/sedekah

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 81


2) Kebijakan penyaluran infak/sedekah untuk amil dan nonamil, seperti persentase
pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan.
3) Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan infak/sedekah
berupa aset nonkas.
4) Keberadaan dana infak/sedekah yang tidak langsung disalurkan tetapi dikelola
terlebih dahulu, jika ada, diungkapkan jumlah dan persentase dari seluruh penerimaan
infak/sedekah selama periode pelaporan serta alasannya
5) Hasil yang diperoleh dari pengelolaan yang dimaksud di huruf (d) diungkapkan secara
terpisah.
6) Penggunaan dana infak/sedekah menjadi aset kelolaan, jika ada, diungkapkan jumlah
dan persentase terhadap seluruh penggunaan dana infak/sedekah serta alasannya.
7) Rincian dana infak/sedekah berdasarkan peruntukkanya, terikat dan tidak terikat
8) Hubungan pihak-pihak berelasi antara amil dan penerima infak/sedekah yang
meliputi :
a. Sifat hubungan
b. Jumlah dan jenis aset yang disalurkan
c. Presentase dari setiap aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran
infak/sedekah selama periode.

F. Contoh Transaksi

Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi infak/sedekah pada OPZ :

1) Menerima pembayaran infak/sedekah tidak terikat sebesar Rp 5.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kas 5.000
Penerimaan Infak/Sedekah Tidak Terikat 5.000

2) Menerima pembayaran infak/sedekah terikat untuk program beasiswa sebesar Rp


2.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kas 2.000
Penerimaan Infak/Sedekah Terikat 2.000

3) Menerima pembayaran infak/sedekah dalam bentuk 100 paket sembako untuk


korban banjir, nilai 1 paket Rp 100.000.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 82


Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Persediaan 10.000
Penerimaan Infak/Sedekah Terikat 10.000

4) Karena satu dan lain hal yang bukan disebabkan kelalaian Amil, 20 paket sembako
mengalami penurunan nilai karena rusak sebelum didistribusikan kepada korban
banjir.

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kerugian Penurunan Nilai Persediaan 2.000
Infak/Sedekah
Persediaan 2.000

5) Penyaluran 80 paket sembako kepada korban banjir

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyaluran Infak/Sedekah Terikat 8.000
Persediaan 8.000

6) Sebelum didistribusikan, dana infak/sedekah sebesar Rp 50.000.000 di investasikan


pada deposito Bank BNI Syariah selama 3 bulan.

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Depostio BNI Syariah 50.000
Kas 50.000

7) Menerima bagi-hasil deposito BNI Syariah sebesar Rp 250.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
BNI Syariah 250
Bagi Hasil Penempatan Dana Infak/Sedekah 250

8. Penyaluran dana infak/sedekah tidak terikat untuk program kesehatan sebesar Rp


20.000.000

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 83


Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyaluran Infak/Sedekah Tidak Terikat 20.000
Kas 20.000

A. Definisi
1) Amil adalah entitas pengelola zakat yang pembentukanya dan atau pengukuhannya
diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan
untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah.
2) Dana amil adalah bagian amil atas dana zakat dan infak/sedekah serta dana lain yang
oleh pemberinya diperuntukan bagi amil. Dana amil digunakan untuk pengelolaan
amil.

B. Penjelasan
1) Penerimaan dana amil berasal dari hak amil dari dana zakat dan infak/sedekah serta
penerimaan lainnya.
2) Yang termasuk amil resmi adalah BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten, Unit
Pengumpul Zakat (UPZ), dan Lembaga Amil Zakat (LAZ)
3) Organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah adalah Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di Ibu Kota Negara dan merupakan lembaga
pemerinta nonstructural yang bersifat mandiri dan bertanggungjawab kepada
Presiden melalui Menteri.
4) BAZNAS merupakan lembaga amil yang berwenang melakukan tugas pengelolaan
zakat secara nasional
5) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan
kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
6) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
7) Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ)
8) Biaya operasional BAZNAS dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
negara dan Hak Amil
9) Biaya operasional BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja daerah dan Hak Amil
10) Biaya operasional LAZ dibebankan pada Hak Amil

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 84


11) Besaran Hak Amil yang dapat digunakan untuk biaya operasional ditetapkan sesuai
dengan syariat Islam dengan mempertimbangkan aspek produktivitas, efektivitas, dan
efisiensi dalam Pengelolaan Zakat

C. Perlakuan Akuntansi
Pengakuan dan Pengukuran
1) Penerimaan dana amil diakui pada saat kas atau aset nonkas diterima
2) Bagian dana zakat yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah dana amil
3) Bagian dana infak/sedekah yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah dana
amil
4) Amil dapat memperoleh ujroh atas penyaluran dana zakat dan infak/sedekah dari amil
lain dan diakui sebagai penambah dana amil pada saat diterima.
5) Penyaluran dana amil untuk biaya operasional amil diakui sebagai pengurang dana
amil pada saat terjadinya

Penyajian
Dana amil disajikan secara terpisah dari dana lainnya pada pos saldo dana

D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat penerimaan dana amil dari bagian dana zakat
Db. Penyaluran Zakat – Hak Amil
Kr. Bagian Amil dari Dana Zakat
2) Pada saat penerimaan dana amil dari bagian dana infak/sedekah
Db. Penyaluran Infak/Sedekah – Hak Amil
Kr. Bagian Amil dari Dana Infak/Sedekah
3) Pada saat penerimaan ujroh dari Amil lain
Db. Kas
Kr. Penerimaan Ujroh
4) Pada saat penyaluran dana amil untuk biaya operasional
Db. Penyaluran Dana Amil – Biaya Operasional
Kr. Kas/bank

E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
1) Amil mengungkapkan sumber-sumber penerimaan dana amil
2) Amil mengungkapkan kebijakan penentuan atau persentase hak amil dari dana
zakat dan dana infak/sedekah
3) Kebijakan penyaluran dana amil yang bersumber dari dana zakat dan
infak/sedekah untuk operasional amil
4) Kebijakan penggunaan dana amil yang bersumber dari pemerintah
5) Penggunaan dana amil untuk pembelian aset tetap, diungkapkan jumlah dan
jenisnya

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 85


F. Contoh Transaksi
Berikut adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi amil :

1) Penerimaan amil dari bagian dana zakat sebesar Rp 10.000.000

Jurnal transaksi:

Tgl Akun D K
Penyaluran Zakat – Hak Amil 10.000
Hak Amil dari Dana Zakat 10.000

2) Penerimaan amil dari bagian dana infak/sedekah sebesar Rp 15.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyaluran Infak/Sedekah – Hak Amil 15.000
Hak Amil dari Dana Infak/Sedekah 15.000

3) Penyaluran amil untuk biaya gaji OPZ sebesar Rp 20.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyaluran Amil – Beban Gaji 20.000
Kas 20.000

A. Definisi
Dana Sosial Keagamaan Lainnya adalah dana sosial keagamaan dalam Islam antara
lain harta nazar, harta amanah atau titipan, harta pusaka yang tidak memiliki ahli waris,
kurban, kafarat, fidyah, hibah, dan harta sitaan serta biaya administrasi peradilan di
pengadilan agama53.

B. Penjelasan
1) Selain menerima dana zakat dan infak/sedekah, OPZ juga dapat menerima dana sosial
keagamaan lainnya.
2) Dana sosial keagamaan lainnya antara lain berupa :
a. Harta nazar
b. Harta amanah atau titipan
c. Harta pusaka yang tidak memiliki ahli waris
d. Qurban

53 PERBAZNAS Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pendistribusianndan dan Pendayagunaan Zakat

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 86


e. Kafarat
f. Fidayah
g. Hibah
h. Harta sitaan
i. Biaya administrasi peradilan di pengadilan agama
3) Dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan
sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
4) Dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.

C. Perlakuan Akuntansi

Pengakuan dan Pengukuran


1) Penerimaan Dana Sosial Keagamaan Lainnya diakui pada saat diterima sebesar :
a. Jumlah yang diterima, jika dalam bentuk kas
b. Nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas

2) Penyaluran Dana Sosial Keagamaan Lainnya diakui sebesar nominal kas yang
dikeluarkan

Penyajian
Dana Sosial Keagamaan Lainnya disajikan secara terpisah dari dana lainnya pada pos
saldo dana

D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat penerimaan dana sosial keagamaan lainnya
Db. Kas/bank/ Aset Nonkas
Kr. Penerimaan DSKL
2) Pada saat penyaluran dana sosial keagamaan lainnya
Db. Kas
Kr. Penyaluran DSKL

E. Pengungkapan
Hal-hal yang perlu diungkapkan sebagai berikut:
1) Jenis dana sosial keagamaan lainnya yang diterima
2) Kebijakan penyaluran dana sosial keagamaan lainnya

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi DSKL :

1) Menerima dana hibah dari salah satu perusahaan sebesar Rp 20.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kas 20.000
Penerimaan DSKL - Hibah 20.000

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 87


2) Penyaluran dana hibah Rp 15.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Penyaluran DSKL - Hibah 15.000
Kas 15.000

A. Definisi
Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Daerah (APBN/D) adalah penerimaan
OPZ dari anggaran belanja negara/daerah.

B. Penjelasan
1) Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan APBN dan Hak Amil
2) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
dibiayai dengan APBD dan Hak Amil.
3) Selain pembiayaan APBD, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dapat
dibiayai dengan APBN.

C. Perlakuan Akuntansi

Pengakuan dan Pengukuran


1) Penerimaan dana APBN/D diakui pada saat diterima
2) Penggunaan APBN/D diakui pada saat dana dikeluarkan

Penyajian
Dana APBN/D disajikan secara terpisah dari dana lainnya

D. Ilustrasi Jurnal
1) Pada saat penerimaan dana APBN/D
Db. Kas/Bank
Kr. Penerimaan APBN/D
2) Pada saat penggunaan dana APBN/D
Db. Penggunaan APBN/D
Kr. Kas/Bank

E. Pengungkapan
Hal – hal yang perlu diungkapkan berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku
untuk penerima APBN/D.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 88


F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi dana APBN/D :

1) Menerima dana APBD untuk keperluan biaya operasional OPZ sebesar Rp 100.000.000

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Kas/bank 100.000
Penerimaan Dana APBD 100.000

2) Penyaluran dana APBD untuk operasional OPZ sebesar Rp 20.000.00

Jurnal transaksi :

Tgl Akun D K
Belanja Dana APBD 20.000
Kas/bank 20.000

A. Definisi
Unit Pengumpul Zakat (UPZ) adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS,
BAZNAS Provinsi, atau BAZNAS Kabupaten/Kota untuk membantu mengumpulkan zakat.
Satuan organisasi ini dapat berbentuk; 1) kepengurusan/kepanitiaan (non badan hukum)
yang terdiri dari namun tidak terbatas pada Penasehat, Ketua, Sekretaris dan Bendahara;
dan 2) organisasi berbadan hukum seperti Yayasan dan lainnya. UPZ non badan hukum
dapat diperlakukan sebagai entititas internal atau bagian dari BAZNAS, sedangkan UPZ
berbadan hukum dapat diperlakukan sebagai entitas eksternal di luar BAZNAS.

B. Penjelasan

1) Seluruh hasil pengumpulan dana UPZ wajib disetorkan kepada BAZNAS sesuai
dengan tingkatannya.
2) UPZ dapat melakukan tugas pembantuan pendistribusian dan pendayagunaan zakat
paling banyak sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari dana yang dikumpulkan oleh
UPZ.
3) UPZ masjid negara, masjid raya, masjid, mushalla, langgar, surau, atau nama lainnya,
atau masjid institusi dapat melakukan tugas pembantuan pendistribusian dan
pendayagunaan dana zakat sebesar 100% (seratus persen).

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 89


4) Dana zakat untuk tugas pembantuan pendistribusian dan pendayagunaan zakat
disalurkan kepada UPZ paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah dana pengumpulan
UPZ diterima di rekening BAZNAS sesuai dengan tingkatannya.
5) Apabila tugas pembantuan pendistribusian dan pendayagunaan zakat tidak dapat
terlaksana secara penuh dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran, seluruh sisa dana harus
diserahkan kembali kepada BAZNAS sesuai dengan tingkatannya.
6) UPZ mendapatkan bagian hak amil paling banyak 12,5% (dua belas koma lima persen)
dari realisasi tugas pembantuan pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
7) Apabila tugas pembantuan pendistribusian dan pendayagunaan zakat tidak
terlaksana secara penuh, maka bagian hak amil yang sudah dibayarkan BAZNAS
sesuai dengan tingkatannya kepada UPZ dikompensasi pada pembayaran bagian hak
amil periode berikutnya.
8) UPZ yang hanya melakukan tugas pengumpulan zakat dapat menggunakan dana
pengumpulan zakat paling banyak sebesar 5% (lima persen) dari hasil pengumpulan
untuk operasional UPZ.

C. Perlakuan Akuntansi

Pengakuan dan Pengukuran


1) Pengumpulan zakat diakui oleh UPZ sebagai titipan penerimaan sebesar jumlah dana
yang diterima dari muzaki dan akan berkurang setelah disetorkan ke BAZNAS sebesar
jumlah dana yang disetorkan.
2) Penyetoran zakat oleh UPZ diakui BAZNAS sebagai penerimaan zakat dan dikenakan
hak amil sebesar 12,5% dari 30% zakat yang diterima dari UPZ.
3) Tugas pembantuan pendistribusian dan pendayagunaan zakat oleh UPZ diakui
sebagai titipan penyaluran dan akan berkurang setelah disalurkan dan memberikan
laporan ke BAZNAS sebesar jumlah dana penyaluran (paling besar 70% dari zakat
yang dikumpulkan dan disetorkan ke BAZNAS).
4) UPZ mengambil hak amil sebesar 12,5% dari 70% zakat yang dikumpulkan dan
disetorkan ke BAZNAS.
5) Penyaluran zakat melalui UPZ diakui BAZNAS sebagai uang muka penyaluran dan
akan berkurang pada saat telah menerima laporan penyaluran dari UPZ sebesar
jumlah dana yang disalurkan.
6) UPZ yang hanya melakukan tugas pengumpulan mendapat dana operasional paling
banyak 5% dari dana zakat yang dikumpulkan dan disetorkan ke BAZNAS. Dana
operasional tersebut diakui sebagai penerimaan ujrah oleh UPZ dan beban ujroh di
dana amil oleh BAZNAS.

Penyajian
Titipan penerimaan dan titipan penyaluran disajikan ke dalam kelompok liabilitas lancar.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 90


D. Ilustrasi Jurnal

1) UPZ dengan tugas pembantuan pendistribusian dan pendayagunaan zakat

Pembukuan UPZ BAZNAS


a. Pada saat pengumpulan zakat
Db. Kas / Bank (100)
Kr. Titipan Penerimaan Zakat (100)

b. Pada saat penyetoran hasil pengumpulan zakat ke BAZNAS


Db. Titipan Penerimaan Zakat (100)
Kr. Kas / Bank (100)

c. Pada saat menerima mandat penyaluran zakat dari BAZNAS


UPZ Non Badan Hukum
Db. Kas / Bank (70)
Kr. Titipan Penyaluran Zakat (70)

UPZ Berbadan Hukum


Db. Kas / Bank (70)
Kr. Penerimaan Zakat (70)

d. Pada saat realisasi tugas penyaluran zakat dari BAZNAS


UPZ Non Badan Hukum
Db. Titipan Penyaluran Zakat (70)
Kr. Hak Amil UPZ dari Dana Zakat (12,5% dari 70)
Kr. Kas / Bank (87,5 % dari 70)

UPZ Berbadan Hukum


Db. Penyaluran Zakat – Mustahik (87,5 % dari 70)
Db. Penyaluran Zakat – Amil (12,5 % dari 70)
Kr. Kas / Bank (70)

Pembukuan BAZNAS
a. Pada saat penerimaan zakat hasil pengumpulan UPZ
Db. Kas / Bank (100)
Kr. Penerimaan Zakat (100)

b. Pada saat penyaluran hak amil BAZNAS dan penyaluran melalui UPZ*
UPZ Non Badan Hukum
Db. Penyaluran Zakat - Amil (12,5% dari 30)
Db. Uang Muka Penyaluran (70)
Kr. Hak Amil BAZNAS dari Dana Zakat (12,5% dari 30)
Kr. Kas / Bank (70)

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 91


UPZ Berbadan Hukum
Db. Penyaluran Zakat – Amil (12,5% dari 30)
Db. Penyaluran Zakat – Non Amil (70)
Kr. Hak Amil BAZNAS dari Dana Zakat (12,5% dari 30)
Kr. Kas / Bank (70)

c. Pada saat menerima laporan penyaluran zakat dari UPZ


UPZ Non Badan Hukum
Db. Penyaluran Zakat – Mustahik (70)
Kr. Uang Muka Penyaluran (70)

UPZ Berbadan Hukum


No Entries

*Note:
BAZNAS mencatat sebagai uang muka atau sebagai penyaluran langsung dengan
kewajiban konsolidasi/pemantauan di akhir periode.

2) UPZ yang hanya melakukan tugas pengumpulan zakat

Pembukuan UPZ BAZNAS


a. Pada saat pengumpulan zakat
Db. Kas / Bank (100)
Kr. Titipan Penerimaan Zakat (100)
b. Pada saat penyetoran hasil pengumpulan zakat ke BAZNAS
Db. Titipan Penerimaan Zakat (100)
Kr. Kas / Bank (100)
c. Pada saat penerimaan ujrah untuk operasional UPZ
Db. Kas / Bank (5% dari 100)
Kr. Penerimaan Ujrah UPZ (5% dari 100)

Pembukuan BAZNAS
a. Pada saat penerimaan zakat hasil pengumpulan UPZ
Db. Kas / Bank (100)
Kr. Penerimaan Zakat (100)

b. Pada saat penyaluran hak amil BAZNAS dan operasional UPZ


Db. Penyaluran Zakat - Amil (12,5% dari 100)
Kr. Hak amil BAZNAS dari Dana zakat (12,5% dari 100)

Db. Beban Ujrah UPZ (5% dari 100)


Kr. Kas / Bank (5% dari 100)

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 92


E. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan oleh OPZ BAZNAS namun tidak terbatas pada antara
lain:
1) Jumlah UPZ BAZNAS yang dibentuk dan namanya;
2) Jenis dana yang dikumpulkan UPZ dan nominalnya.

F. Contoh Transaksi
Berikut ini adalah contoh transaksi dan jurnal transaksi UPZ non badan hukum dan
BAZNAS:
1) Pada tanggal 25 Januari 2010, total pengumpulan zakat oleh UPZ BAZNAS sebesar
Rp200.000.000 dan disetorkan seluruhnya kepada BAZNAS
2) Pada tanggal 30 Januari 2010, BAZNAS melakukan penyaluran melalui UPZ sebesar
70% dari Rp200.000.000
3) Pada tanggal 20 Februari 2020, UPZ menyalurkan zakat kepada mustahik dan
membuat laporan penyaluran ke BAZNAS.

Jurnal Transaksi oleh UPZ BAZNAS:

Tgl Akun D K
25/01 Pada saat pengumpulan
Kas / Bank 200
Titipan penerimaan zakat 200

Pada saat penyetoran ke BAZNAS


Titipan penerimaan zakat 200
Kas / Bank 200

30/01 Pada saat menerima tugas penyaluran zakat


Kas / Bank 140
Titipan Penyaluran Zakat 140

20/02 Pada saat realisasi tugas penyaluran zakat


Titipan Penyaluran Zakat 140
Kas / Bank 122,5
Hak Amil UPZ dari Dana Zakat 17,5

Jurnal Transaksi oleh BAZNAS:

Tgl Akun D K
25/01 Pada saat penerimaan setoran zakat dari UPZ
Kas / Bank 200
Penerimaan zakat 200

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 93


Tgl Akun D K
30/01 Pada saat penyaluran hak amil BAZNAS dan
penyaluran melalui UPZ
Penyaluran zakat - amil 7,5
Uang muka penyaluran 140
Hak amil BAZNAS dari dana zakat 7,5
Kas / Bank 140

20/02 Pada saat terima laporan penyaluran zakat oleh


UPZ
Penyaluran zakat – mustahik 140
Uang muka penyaluran 140

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 94


A. Definisi

Laporan Perubahan Dana adalah laporan yang menunjukan penerimaan dan


penyaluran dana zakat, infak/sedekah, dan amil, serta dana lainnya selama periode
pelaporan tertentu, serta saldo dana yang belum disalurkan pada tanggal tertentu.

B. Penjelasan

1) Laporan Perubahan Dana mencakup perubahan dana zakat, dana infak/sedekah, dana
dana amil dan dana lainnya.
2) Penyajian laporan perubahan dana mengacu pada PSAK 101 Penyajian Laporan
Keuangan Syariah, sedangn perlakuan akuntansi untuk transaksi zakat dan
infak/sedekah mengacu pada PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah.
3) Perubahan dana zakat mencakup pos-pos berikut ini :
a. Penerimaan dana zakat
i. Zakat entitas
ii. Zakat individual
b. Penyaluran dana zakat
i. Amil
ii. Mustahiq non amil
c. Saldo awal dana zakat
d. Saldo akhir dana zakat

4) Perubahan dana infak/sedekah mencakup pos-pos berikut ini :


a. Penerimaan dana infak/sedekah
i. Infak/sedekah terikat (muqayyadah)
ii. Infak/sedekah tidak terikat (mutlaqah)
b. Penyaluran dana infak/sedekah
i. Infak/sedekah terikat (muqayyadah)
ii. Infak/sedekah tidak terikat (mutlaqah)
c. Saldo awal dana infak/sedekah
d. Saldo akhir dana infak/sedekah

5) Perubahan dana amil mencakup pos-pos berikut ini :


a. Penerimaan dana amil
i. Bagian amil dari dana zakat
ii. Bagian amil dari dana infak/sedekah
b. Penggunaan dana amil
c. Saldo awal dana amil
d. Saldo akhir dana amil

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 95


6) Perubahan dana lainnya, minimal mencakup pos-pos berikut ini :
a. Penerimaan dana lainnya
b. Penggunaan dana lainnya
c. Saldo awal dana lainnya
d. Saldo akhir dana lainnya

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 96


A. Definisi

1) Laporan Perubahaan Aset Kelolaan adalah laporan yang menggambarkan perubahan


dan saldo atas kuantitas dan nilai aset kelolaan, baik aset lancar kelolaan maupun aset
tidak lancar kelolaan untuk masing-masing jenis dana selama satu periode.
2) Aset kelolaan adalah aset zakat dan infak/sedekah yang pengelolaannya dikuasai oleh
amil
3) Aset lancar kelolaan adalah aset kelolaan yang dikuasai tidak melebihi 12 bulan
4) Aset tidak lancar kelolaan adalah aset kelolaan yang dikuasai melebihi 12 bulan

B. Penjelasan

1) Laporan perubahan aset kelolaan menggambarkan penurunan dan penambahan aset


kelolaan dana zakat dan infak/sedekah selama periode tertentu.
2) Aset kelolaan OPZ terdiri dari :
a. Aset kelolaan lancar seperti piutang bergulir, dan surat berharga syariah.
b. Aset kelolaan tidak lancar seperti tanah, rumah sakit, sekolah, dan kendaraan.
3) Amil menyajikan laporan perubahan aset kelolaan zakat dan infak/sedekah mencakup:
a. Aset kelolaan yang termasuk aset lancar dan akumulasi penyisihan
b. Aset kelolaan yang termasuk aset tidak lancar dan akumulasi penyusutan
c. Penambahan dan pengurangan
d. Saldo awal
e. Saldo akhir

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 97


A. Definisi

1) Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukkan penerimaan dan


pengeluaran kas lembaga selama periode tertentu yang dikelompokkan dalam
aktivitas operasi, investasi dan pendanaan.
2) Aktivitas operasi (operating) adalah aktivitas penghasil utama penerimaan lembaga
(principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan
aktivitas investasi dan pendanaan.
3) Aktivitas investasi (investing) adalah perolehan dan pelepasan aset jangka panjang
serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas.
4) Aktivitas pendanaan (financing) adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan
dalam jumlah serta komposisi pembiayaan atau pinjaman lembaga.
5) Kas adalah saldo kas dan rekening giro di bank.
6) Setara kas adalah penempatan dana dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
dan sangat likuid yang dimiliki untuk memenuhi komitmen kas jangka pendek.

B. Penjelasan

1) Kas terdiri atas:


a. Kas dan kas dalam valuta asing;
b. Giro pada bank;
c. Tabungan pada bank
2) Setara kas, antara lain deposito dengan jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
3) Laporan Arus Kas memberikan informasi historis mengenai perubahan kas dan setara
kas dengan mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi, dan
pendanaan selama suatu periode akuntansi
4) Arus kas dari aktivitas operasi
a. Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan utama lembaga dan aktivitas lain
yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.
b. Beberapa contoh arus kas dari aktivitas operasi adalah:
i. Penerimaan zakat dari muzakki entitas
ii. Penerimaan zakat dari muzakki individual
iii. Penyaluran zakat
iv. Penerimaan infak/sedekah terikat (muqayyadah)

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 98


v. Penerimaan infak/sedekah tidak terikat (muthlaqah)
vi. Penyaluran infak/sedekah terikat (muqayyadah)
vii. Penyaluran infak/sedekah tidak terikat (muthlaqah)
viii. Pembayaran kas kepada dan untuk kepentingan pengelola.
ix. Pembayaran kas atau restitusi pajak penghasilan, kecuali jika dapat
diidentifikasikan secara spesifik sebagai bagian dari aktivitas pendanaan dan
investasi.
5) Arus kas aktivitas investasi
a. Aktivitas investasi adalah aktivitas perolehan dan pelepasan aset jangka panjang
serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas.
b. Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan pengeluaran kas yang telah terjadi
untuk sumber daya yang dimaksudkan untuk menghasilkan penerimaan dan arus
kas masa depan.
c. Beberapa contoh arus kas dari aktivitas investasi adalah:
i. Pembayaran kas untuk membeli aset tetap, aset tak berwujud, aset kelolaan
dan aset tidak lancar lain.
ii. Penerimaan kas dari penjualan aset tetap, aset tak berwujud, aset kelolaan
dan aset tidak lancar lain.
6) Arus kas aktivitas pendanaan
a. Aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam
jumlah pembiayaan atau pinjaman yang diterima.
b. Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas pendanaan adalah:
i. Penerimaan kas dari pembiayaan atau pinjaman atau hutang lain
ii. Pembayaran kas untuk pembiayaan, pinjaman atau hutang lain

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 99


A. Definisi

Catatan atas laporan keuangan adalah informasi tambahan atas apa yang disajikan
dalam laporan posisi keuangan, laporan perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan,
dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan memberikan deskripsi atau pemisahan
pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pos-pos
yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan tersebut.

B. Penjelasan

1) Catatan atas laporan keuangan merupakan bagian tak terpisahkan dari laporan
keuangan lembaga. Catatan atas laporan keuangan memuat penjelasan mengenai
gambaran umum lembaga, ikhtisar kebijakan akuntansi, penjelasan pos-pos laporan
keuangan dan informasi penting lainnya.
2) Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam
Laporan Posisi Keuangan, laporan perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan,
dan laporan arus kas harus berkaitan dengan informasi yang ada dalam catatan atas
laporan keuangan.
3) Secara umum, catatan atas laporan keuangan mengungkapkan:
a. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi
yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting;
b. Informasi yang diwajibkan dalam SAK tetapi tidak disajikan dalam Laporan Posisi
Keuangan, laporan perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan, dan
laporan arus kas misalnya subklasifikasi pos-pos tertentu
c. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan, laporan
perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan, dan laporan arus kas tetapi
diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar;
d. Untuk pos-pos yang nilainya material, harus dirinci dan dijelaskan dalam catatan
atas laporan keuangan. Sedangkan untuk pos-pos yang bersifat khusus harus
dirinci dan dijelaskan pada catatan atas laporan keuangan tanpa
mempertimbangkan materialitasnya;
e. Untuk pos yang merupakan hasil penggabungan beberapa pos sejenis dirinci dan
dijelaskan sifat dari unsur utamanya dalam catatan atas laporan keuangan.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 100


4) Dalam rangka membantu pengguna laporan keuangan memahami dan
membandingkannya dengan laporan keuangan OPZ lain maka catatan atas laporan
keuangan umumnya disajikan dengan urutan sebagai berikut:
a. Pengungkapan mengenai dasar pengukuran dan kebijakan akuntansi yang
diterapkan.
b. Informasi pendukung pos-pos laporan keuangan sesuai urutan sebagaimana
pos-pos tersebut disajikan dalam laporan keuangan dan urutan penyajian
komponen laporan keuangan
c. Pengungkapan lain termasuk pengungkapan yang bersifat non-keuangan.

C. Unsur - Unsur

1) Gambaran umum lembaga


Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
a. Pendirian.
b. Riwayat ringkas.
c. Nomor dan tanggal legalitas dan perizinan OPZ.
d. Bidang usaha utama sesuai anggaran dasar dan kegiatan utama pada periode
pelaporan.
e. Tempat kedudukan dan lokasi utama kegiatan.
f. Tanggal mulai beroperasi. Apabila lembaga melakukan ekspansi atau penciutan
kegiatan secara signifikan pada periode laporan yang disajikan, maka harus
disebutkan saat dimulainya ekspansi atau penciutan kegiatan.
g. Nama – nama pimpinan lembaga
h. Jumlah karyawan pada akhir periode atau rata-rata jumlah karyawan selama
periode yang bersangkutan.

2) Ikhtisar Kebijakan Akuntansi


Dalam bagian ini harus diungkapkan hal-hal sebagai berikut:
a. Pernyataan bahwa lembaga menggunakan Standar Akuntansi Keuangan
b. Dasar pengukuran dan penyusunan laporan keuangan, antara lain.
i. Dasar pengukuran laporan keuangan yaitu berdasarkan biaya historis, biaya
kini, nilai realisasi, nilai sekarang dan nilai wajar.
ii. Dasar penyusunan laporan keuangan yaitu dasar akrual kecuali untuk laporan
arus kas dan perhitungan zakat.
iii. Kebijakan akuntansi tertentu.

3) Kebijakan akuntansi meliputi namun tidak terbatas pada hal-hal berikut:


a. Konsep dasar pengukuran.
b. Kas dan setara kas.
c. Piutang bergulir
d. Penyisihan penurunan nilai piutang bergulir
e. Aset tetap dan inventaris serta penyusutan.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 101
f. Aset kelolaan dan penyusutannya
g. Pengakuan penerimaan dan penyaluran dana zakat
h. Pengakuan penerimaan dan penyaluran dana infak/sedekah
i. Pengakuan penerimaan dan penggunaan dana amil
j. Imbalan kerja.

4) Penjelasan atas Pos-pos Laporan Keuangan


Penjelasan atas pos-pos laporan keuangan disusun dengan memperhatikan urutan
penyajian Laporan Posisi Keuangan, laporan perubahan dana, laporan perubahan aset
kelolaan, dan laporan arus kas serta informasi tambahan sesuai dengan ketentuan
pengungkapan pada setiap pos pada bagian yang terkait, ditambah dengan
pengungkapan:
a. Transaksi hubungan istimewa
b. Perubahan akuntansi dan koreksi kesalahan
c. Informasi penting lainnya
d. Peristiwa setelah tanggal neraca
e. Perkembangan terakhir SAK terkait
f. Reklasifikasi

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 102


Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 103
ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN KEUANGAN
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR
31 DESEMBER 20X9

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 104


ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN KEUANGAN
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 20X9

DAFTAR ISI

Halaman
Laporan Posisi Keuangan ................................................................................................ 1-2
Laporan Perubahan Dana .............................................................................................. 3-4
Laporan Peubahan Aset Kelolaan ............................................................................... 5
Laporan Arus Kas ............................................................................................................ 6
Catatan atas Laporan Keuangan ................................................................................ 7-17

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 105
ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN POSISI KEUANGAN
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)

Catatan 20X9 20X8

ASET
ASET LANCAR
Kas dan Setara Kas 3.1 xxx xxx
Investasi 3.2 xxx xxx
Piutang Bergulir 3.3 xxx xxx
Piutang Penyaluran 3.4 xxx xxx
Persediaaan 3.5 xxx xxx
Uang Muka Kegiatan 3.6 xxx xxx
Biaya Dibayar Dimuka 3.7 xxx xxx
JUMLAH ASET LANCAR xxx xxx

ASET TIDAK LANCAR


Aset Kelolaan - Bersih 3.8 xxx xxx
Aset Tetap - Bersih 3.9 xxx xxx
Aset Tetap Tidak Berwujud - Bersih 3.10 xxx xxx
Aset Lainnya 3.11 xxx xxx
JUMLAH ASET TIDAK LANCAR xxx xxx

JUMLAH ASET XXX XXX

Lihat catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan


bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 106


ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN POSISI KEUANGAN
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)

Catatan 20X9 20X8

LIABILITAS DAN SALDO DANA

LIABILITAS
LIABILITAS JANGKA PENDEK
Utang Penyaluran 3.12 xxx xxx
Biaya yang Masih Harus Dibayar 3.13 xxx xxx
Titipan Dana TBDSP 3.14
Utang Pajak 3.15
JUMLAH LIABILITAS JANGKA PENDEK xxx xxx

LIABILITAS JANGKA PANJANG


Utang Pihak Ketiga 3.16 xxx xxx
Liabilitas Imbalan Kerja 3.17 xxx xxx
Utang lain-lain 3.18 xxx xxx
JUMLAH LIABILITAS JANGKA PANJANG xxx xxx

JUMLAH LIABILITAS XXX XXX

SALDO DANA
Dana Zakat xxx xxx
Dana Infak/Sedekah xxx xxx
Saldo Amil xxx xxx
Dana Sosial Keagamaan Lainnya xxx xxx
Dana APBN/D xxx xxx
JUMLAH SALDO DANA XXX XXX

JUMLAH LIABILITAS DAN SALDO DANA XXX XXX

Lihat catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan


bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruh

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 107
ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN PERUBAHAN DANA
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)

Catatan 20X9 20X8


DANA ZAKAT
Penerimaan 3.19
Penerimaan Muzakki Entitas xxx xxx
Penerimaan Muzakki Individual xxx xxx
Penerimaan Lainnya xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Penyaluran 3.20 - -
Fakir Miskin xxx xxx
Riqab xxx xxx
Gharimin xxx xxx
Muallaf xxx xxx
Fi Sabilillah xxx xxx
Ibnu Sabil xxx xxx
Amil xxx xxx
Lainnya xxx xxx
Jumlah xxx xxx

Surplus (defisit) xxx xxx


Saldo awal xxx xxx
Saldo akhir xxx xxx

DANA INFAK/SEDEKAH
Penerimaan 3.21
Infak/Sedekah Terikat (Muqayyadah) xxx xxx
Infak/Sedekah Tidak Terikat (Muthlaqah) xxx xxx
Penerimaan lainnya xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Penyaluran 3.22
Infak/Sedekah Terikat (Muqayyadah) xxx xxx
Infak/Sedekah Tidak Terikat (Muthlaqah) xxx xxx
Penyaluran lainnya xxx xxx
Jumlah xxx xxx

Surplus (defisit) xxx xxx


Saldo awal xxx xxx
Saldo akhir xxx xxx

Lihat catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan


bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 108


ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN PERUBAHAN DANA (Lanjutan)
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)

Catatan 20X9 20X8


DANA AMIL
Penerimaan 3.23
Bagian Amil dari Dana Zakat xxx xxx
Bagian Amil dari Dana Infak/Sedekah xxx xxx
Penerimaan lainya xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Penyaluran 3.24
Beban Pegawai xxx xxx
Beban Sosialisasi, Kajian, dan Layanan Muzakki xxx xxx
Beban Perjalanan Dinas xxx xxx
Beban Umum dan Administrasi xxx xxx
Beban Penyusutan xxx xxx
Beban Non-operasional xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Surplus (defisit) xxx xxx
Saldo awal xxx xxx
Saldo akhir xxx xxx

DANA SOSIAL KEAGAMAAN LAINNYA


Penerimaan 3.25
Penerimaan Dana Sosial Keagamaan Lainnya xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Penyaluran 3.26
Penyaluran Dana Sosial Keagamaan Lainnya xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Surplus (defisit) xxx xxx
Saldo awal xxx xxx
Saldo akhir xxx xxx

DANA APBN/D
Penerimaan 3.27
Penerimaan APBN xxx xxx
Penerimaan APBD xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Penyaluran 3.27
Belanja APBN xxx xxx
Belanja APBD xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Surplus (defisit) xxx xxx
Saldo Awal xxx xxx
Saldo Akhir xxx xxx

Lihat catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan


bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 109
ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN PERUBAHAN ASET KELOLAAN
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)

20X9
Akumulasi Akumulasi Saldo
Saldo Awal Penambahan Pengurangan
Penyusutan Penyisihan Akhir
DANA INFAK/SEDEKAH
Aset Lancar Kelolaan -
Piutang Bergulir xxx xxx (xxx) - (xxx) xxx
Aset Tidak Lancar Kelolaan -
Kendaraan xxx xxx (xxx) (xxx) - xxx
DANA ZAKAT
Aset Lancar Kelolaan -
Persediaan xxx xxx (xxx) - (xxx) xxx
Aset Tidak Lancar Kelolaan -
Tanah xxx xxx (xxx) - - xxx
Bangunan xxx xxx (xxx) (xxx) - xxx
Saldo per 31 Desember 20X9 xxx xxx xxx xxx xxx xxx

Lihat catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan


bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 110


ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN ARUS KAS (Metode Langsung)
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)

20X9 20X8
ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI
Penerimaan Zakat Entitas xxx xxx
Penerimaan Zakat Individual xxx xxx
Penerimaan Hasil Penempatan Dana Zakat xxx xxx
Penerimaan Infak/Sedekah Terikat (muqayyadah) xxx xxx
Penerimaan Infak/sedekah Tida Terikat (muthlaqah) xxx xxx
Penerimaan Hasil Penempatan Dana Infak/Sedekah xxx xxx
Penerimaan Dana Sosial Keagamaan Lainnya xxx xxx
Penerimaan Piutang Bergulir xxx xxx
Penerimaan lain xxx xxx
Penyaluran Zakat (xxx) (xxx)
Penyaluran Infak/Sedekah Terikat (muqayyadah) (xxx) (xxx)
Penyaluran Infak/Sedekah Tidak Terikat (muthlaqah) (xxx) (xxx)
Penyaluran Dana Sosial Keagamaan Lainnya (xxx) (xxx)
Pencairan piutang bergulir (xxx) (xxx)
Pembayaran Pajak (xxx) (xxx)
Pengeluaran Beban Pegawai (xxx) (xxx)
Pengeluaran Beban Sosialisasi dan Eduaksi (xxx) (xxx)
Pengeluaran Beban Umum dan Administrasi (xxx) (xxx)
Pengeluaran beban lain (xxx) (xxx)
Kas Bersih Dari Aktivitas Operasi xxx xxx

ARUS KAS DARI (UNTUK) AKTIVITAS INVESTASI


Perolehan Aset Tetap (xxx) (xxx)
Perolehan Aset Tetap Kelolaan (xxx) (xxx)
Penempatan Investasi (xxx) (xxx)
Penjualan Aset Tetap xxx xxx
Penjualan Aset Tetap Kelolaan xxx xxx
Penarikan Surat Berharga xxx xxx
Penarikan Investasi xxx xxx
Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (xxx) (xxx)

ARUS KAS DARI (UNTUK) PENDANAAN


Penerimaan Utang Pihak Ketiga xxx xxx
Penerimaan APBN/D xxx xxx
Penggunaan APBN/D (xxx) (xxx)
Pembayaran Utang Pihak Ketiga (xxx) (xxx)
Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan xxx xxx

ARUS KAS BERSIH xxx xxx

SALDO KAS DAN SETARA KAS AWAL TAHUN xxx xxx

SALDO KAS DAN SETARA KAS AKHIR TAHUN xxx xxx

Lihat catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 111
ENTITAS AMIL ABC
LAPORAN ARUS KAS (Metode Tidak Langsung)
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)

20X9 2018
ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI
Kenaikan saldo dana :
Dana Zakat xxx xxx
Dana Infak/Sedekah xxx xxx
Dana Amil xxx xxx
Penyesuaian untuk :
Penyusutan aset tetap xxx xxx
Penyusutan aset tetap kelolaan xxx xxx
Saldo dana sebelum perubahan dana
Penurunan (kenaikan) :
Piutang Bergulir xxx xxx
Piutang Penyaluran xxx xxx
Persediaaan xxx xxx
Uang Muka Kegiatan xxx xxx
Biaya Dibayar Dimuka xxx xxx
Kenaikan (penurunan) :
Utang Penyaluran xxx xxx
Biaya yang Masih Harus Dibayar xxx xxx
Titipan Dana TBDSP xxx xxx
Utang Pajak xxx xxx
Kas Bersih Dari Aktivitas Operasi xxx xxx

ARUS KAS DARI (UNTUK) AKTIVITAS INVESTASI


Penyertaan dan Investasi (xxx) (xxx)
Aset Kelolaan - Bersih (xxx) (xxx)
Aset Tetap - Bersih (xxx) (xxx)
Aset Tetap Tidak Berwujud - Bersih (xxx) (xxx)
Aset Lainnya xxx xxx
Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (xxx) (xxx)

ARUS KAS DARI (UNTUK) PENDANAAN


Utang Pihak Ketiga xxx xxx
Liabilitas Imbalan Kerja xxx xxx
Utang lain-lain (xxx) (xxx)
Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan xxx xxx

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 112


ARUS KAS BERSIH xxx xxx
SALDO KAS DAN SETARA KAS AWAL TAHUN xxx xxx

SALDO KAS DAN SETARA KAS AKHIR TAHUN xxx xxx

Lihat catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan


bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 113
ENTITAS AMIL ABC
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)

1. UMUM

Entitas Amil ABC (selanjutnya disebut "Entitas") didirikan berdasarkan Akta Nomor xxx
tanggal xx Januari 20X7 yang dibuat dihadapan Notaris xxxx, S.H notaris di Jakarta.
Anggaran Dasar telah mengalami beberapa kali peruaban dan Perubahan Anggaran
Dasar terakhir dilakukan berdasarkan akta nomor xx tangga xxx Februari 20X9 dihadapan
notari xxx, S.H notaris di Jakarta dan mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan
HAM No. xxx. Entitas sebagai Lembaga Zakat telah mendapatkan pengukuhan pada
tanggal xx Maret 20X7 dari Menteri Agama RI melalui surat No xxx. Entitas berkedudukan
di Jln xxx.

Berdasarkan pasal 2 Anggaran Dasar Entitas, maksud dan tujuan entitas yaitu dibidang
xxx

Susunan Pembina, Pengurus, dan Pengawas Entitas pada tahun 20X9 dan 20X8 adalah
sebagai berikut :

Dewan Pembina
Ketua : xxx
Anggota : xxx
Anggota : xxx

Dewan Pengurus
Ketua : xxx
Anggota : xxx
Anggota : xxx

Dewan Pengawas :
Ketua : xxx
Anggota : xxx

Jumlah karyawan/ pengelolan Entitas pada tanggal 31 Desember 20X9 dan 20X8 adalah
xxx orang dan xxx orang

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 114


2. IKHTISAR KEBIJAKAN AKUNTANSI PENTING

a. Pernyataan Kepatuhan
Laporan keuangan disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan di
Indonesia yaitu PSAK 109 Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah dan PSAK yang
relevan lainnya.
b. Dasar Penyusunan Laporan Keuangan
Laporan keuangan, kecuali untuk laporan arus kas, disusun berdasarkan pada
saat terjadinya (accrual basis) dengan konsep biaya perolehan (historical cost).

Berdasarkan PSAK 101, laporan keuangan untuk Entitas Amil terdiri dari
komponen-komponen berikut ini:
i. Laporan Posisi Keuangan
ii. Laporan Perubahan Dana
iii. Laporan Perubahan Aset Kelolaan
iv. Laporan Arus Kas
v. Catatan Atas laporan Keuangan

Mata uang pelaporan yang digunakan dalam laporan keuangan adalah mata
uang Rupiah Indonesia.

c. Mata Uang Pelaporan, Transaksi Dan Saldo Dalam Mata Uang Asing
Transaksi dalam mata uang asing dicatat berdasarkan kurs yang berlaku pada
saat transaksi dilakukan. Pada tanggal neraca, aset dan kewajiban moneter
dalam mata uang asing disesuaikan untuk mencerminkan kurs yang berlaku
pada tanggal tersebut dan laba atau rugi kurs yang terjadi dikredit atau
dibebankan pada operasi tahun berjalan.

d. Kas dan Setara Kas


Kas dan setara kas terdiri dari kas, penempatan pada bank berupa giro,
tabungan, dan deposito berjangka dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan atau
kurang sejak tanggal penempatan dan tidak digunakan sebagai jaminan atas
hutang serta tidak dibatasi penggunaannya.

e. Piutang
Piutang disajikan sebesar jumlah tagihan.

f. Persediaan
Persediaan diakui sebesar nilai terendah antara biaya perolehan dengan nilai
realisasi neto.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 115
g. Biaya Dibayar Dimuka

Biaya dibayar di muka diamortisasi selama masa manfaat masing-masing biaya


dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line method)

h. Aset Tetap
Aset tetap dinyatakan sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan
(kecuali tanah yang tidak disusutkan). Revaluasi asset tetap tidak diperkenankan,
kecuali dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah. Penyusutan dimulai pada
saat asset tetap tersedia untuk digunakan dan berhenti ketika aset tetap
dihapuskan.

Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line


method), berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aset tetap sebagai
berikut:

Jenis Aset Tarif Masa


Tetap Penyusutan Manfaat
Gedung 5% 20
Kendaraan 12,5% 8
Inventaris 25% 4

i. Pengakuan Penerimaan dan Penyaluran


Penerimaan dana zakat dan infak/sedekah diakui pada saat kas atau aset nonkas
diterima. Penyaluran diakui pada saat dana telah diterima oleh mustahik atau
orang yang berhak.

j. Imbalan Pasca Kerja


Entitas mengakui dan mencatat kewajiban imbalan pasca kerja sebagaimana
diatur dalam PSAK 45 Imbalan Kerja. Pengakuan kewajiban Imbalan pasca kerja
didasarkan pada ketentuan undang-undang Ketenagakerjaan No. 13/2003.
Dalam ketentuan tersebut perusahaan diwajibkan untuk membayarkan imbalan
kerja kepada karyawannya pada saat mereka berhenti bekerja dalam hal
mengundurkan diri, pensiun normal, meninggal dunia, dan catat tetap. Besarnya
imbalan pasca kerja tersebut terutama berdasarkan lamanya masa kerja dan
kompensasi karyawan pada saat penyelesaian hubungan kerja. Pada dasarnya
imbalan kerja berdasarkan UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 adalah program
imbalan pasti.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 116


ENTITAS AMIL ABC
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
PERIODE 31 DESEMBER 20X9
(Disajikan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain)

3. INFORMASI YANG MENDUKUNG POS-POS LAPORAN KEUANGAN


1. Kas dan Setara Kas
20X9 20X8
a. Kas :
Kas dalam Rupiah xxx xxx
Kas dalam Dolar Amerika Serikat xxx xxx
Kas dalam Riyal Saudi xxx xxx
Jumlah kas xxx xxx

b. Kas di Bank
Giro
Bank A (IDR) xxx xxx
Bank B (USD) xxx xxx

Tabungan
Bank C (IDR) xxx xxx
Bank D (USD) xxx xxx

Deposito
Bank E (IDR) xxx xxx
Jumlah kas di bank xxx xxx

Jumlah Kas dan setara kas xxx xxx

2. Surat Berharga
20X9 20X8
Penerbit Jenis Jangka Waktu Nominal Nominal
PT. A Sukuk Korporasi 2 Tahun xxx xxx
PT. B Reksadana 6 Bulan xxx xxx
Negara Sukuk Negara 3 Tahun xxx xxx
Jumlah Surat Berharga xxx xxx

3. Piutang Bergulir
20X9 20X8
Program Ekonomi xxx xxx
Jumlah Pembiayaan xxx xxx
Penyisihan Kerugian Piutang Bergulir (xxx) (xxx)
Bersih xxx xxx

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 117
4. Piutang Penyaluran
20X9 20X8
Lembaga A xxx xxx
Lembaga C xxx xxx
Jumlah Piutang Penyaluran xxx xxx

5. Persediaan
20X9 20X8
Persediaan Sandang xxx xxx
Persediaan Pangan xxx xxx
Persediaan Obat-obatan xxx xxx
Persediaan Lainnya xxx xxx
Jumlah Persediaan xxx xxx

6. Uang Muka Kegiatan


20X9 20X8
Uang Muka Kegiatan A xxx xxx
Uang Muka Kegiatan B xxx xxx
Jumlah Uang Muka xxx xxx

7. Biaya Dibayar Dimuka


20X9 20X8
Sewa Dibayar Dimuka xxx xxx
Asuransi Dibayar Dimuka xxx xxx
Iklan Dibayar Dimuka xxx xxx
Biaya Dibayar Dimuka Lainnya xxx xxx
Jumlah Biaya Dibayar Dimuka xxx xxx

8. Aset Kelolaan Tidak Lancar


20X9 20X8
Nilai Perolehan
Bangunan xxx xxx
Kendaraan xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Penyusutan
Bangunan xxx xxx
Kendaraan xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Nilai Bersih xxx xxx
9. Aset Tetap

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 118


Saldo Saldo
Tahun 20X9 Penambahan Pengurangan
awal akhir
Nilai Perolehan :
Tanah xxx xxx xxx xxx
Bangunan xxx xxx xxx xxx
Kendaraan xxx xxx xxx xxx
Peralatan Kantor xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
Akumulasi Penyusutan :
Bangunan xxx xxx xxx xxx
Kendaraan xxx xxx xxx xxx
Peralatan Kantor xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
Nilai Buku xxx xxx

Saldo Saldo
Penambahan Pengurangan
Tahun 20X8 awal akhir
Nilai Perolehan :
Tanah xxx xxx xxx xxx
Bangunan xxx xxx xxx xxx
Kendaraan xxx xxx xxx xxx
Peralatan Kantor xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
Akumulasi Penyusutan :
Bangunan xxx xxx xxx xxx
Kendaraan xxx xxx xxx xxx
Peralatan Kantor xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx

Nilai Buku xxx xxx

10. Aset Tidak Berwujud


20X9 20X8
Nilai Perolehan
Software ABC xxx xxx
Aplikasi XYZ xxx xxx
Jumlah xxx xxx

Penyusutan

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 119
Software ABC xxx xxx
Aplikasi XYZ xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Nilai Bersih xxx xxx

11. Aset Lainnya


20X9 20X8
Aset lainnya A xxx xxx
Aset lainnya B xxx xxx
Jumlah xxx xxx

12. Utang Penyaluran


20X9 20X8
Lembaga A xxx xxx
Lembaga B xxx xxx
Lembaga C xxx xxx
Jumlah Utang Penyaluran xxx xxx
13. Biaya yang Masih Harus Dibayar
20X9 20X8
Utang Gaji xxx xxx
Utang Pajak - PPh 21 xxx xxx
Jumlah xxx xxx
14. Titipan Dana TBDSP
20X9 20X8
Bunga Bank xxx xxx
Dana TBDSP Lainnya xxx xxx
Jumlah xxx xxx
15. Utang Pajak
20X9 20X8
PPh 21 xxx xxx
PPh 23 xxx xxx
Jumlah xxx xxx
16. Utang Pihak Ketiga
20X9 20X8
Utang Bank xxx xxx
Utang Pembiayaan xxx xxx
PT. ABC xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Informasi Tambahan

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 120


Bank XXX
Lembaga pada tanggal xxx bulan xxx tahun xxx menerima fasilitas pembiayaan dari
bank syariah xxx dengan rincian sebagai berikut :

Plafon : xxxxxxxxxxxxxxx
Jenis : xxxxxxxxxxxxxxx
Tujuan : xxxxxxxxxxxxxxx
Jangka Waktu : xxxxxxxxxxxxxxx
Akad : xxxxxxxxxxxxxxx
Margin : xxxxxxxxxxxxxxx
Angsuran/bulan : xxxxxxxxxxxxxxx
Jaminan : xxxxxxxxxxxxxxx

17. Liabilitas Imbalan Kerja


Lembaga mempunyai program pensiun iuran pasti yang meliputi seluruh karyawan
tetap yang didanai melalui iuran tetap bulanan kepada Dana Pensiun Lembaga
Keuangan (DPLK) Bank XYZ. DPLK ini memperoleh pengesahan terakhir kali dari
Menteri Keuangan yang tertuang dalam Surat Keputusan No.xxxxx tanggal xxx xxx
20X1. Iuran program pensiun ini didanai oleh lembaga sebesar 10% dari gaji kotor
karyawan.
Iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun selama tahun yang berakhir pada
tanggal 31 Desember 20X9 dan 20X8 masing-masing adalah Rp xxx dan Rp xxx
Asumsi-asumsi dasar yang digunakan untuk menghitung liabilitas imbalan kerja
karyawan, sesuai Undang-Undang No.13/2003 pada tanggal 31 Desember 20X9 dan
20X8 adalah sebagai berikut:
20X9 20X8
Tingkat suku bunga diskonto x% per tahun x% per tahun
Kenaikan gaji x% per tahun x% per tahun
Usia pensiun 56 tahun 56 tahun

Beban imbalan kerja yang diakui pada tangal 31 Desember 20X9 dan 20X8 adalah
sebagai berikut :

20X9 20X8
Biaya jasa kini xxx xxx
Biaya bunga xxx xxx
Biaya aktuaria yang diakui xxx xxx
Biaya jasa lalu yang belum diakui xxx xxx
Jumlah xxx xxx

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 121
Liabilitas imbalan kerja yang termasuk ke dalam laporan posisi keuangan adalah
sebagai berikut :
20X9 20X8
Nilai kini liabilitas xxx xxx

Mutasi liabilitas imbalan kerja untuk tahun yang berakhir 31 Desember 20X9 dan
2oX8 adalah sebagai berikut :

20X9 20X8
Saldo awal tahun xxx xxx
Beban tahun berjalan xxx xxx
Manfaat yang dibayarkan (xxx) (xxx)
Jumlah xxx xxx

18. Utang Lain-lain


20X9 20X8
Utang Lainyya xxx xxx

19. Penerimaan Dana Zakat


20X9 20X8
Penerimaan Zakat
Zakat entitas xxx xxx
Zakat individual xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Penerimaan lainnya
Bagi Hasil / Bonus Penempatan pada Bank xxx xxx
Bagi Hasil Investasi xxx xxx
Keuntungan Kurs Valuta Asing xxx xxx
Keuntungan Penjualan Aset Kelolaan Zakat xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Jumlah Penerimaan Dana Zakat xxx xxx

20. Penyaluran Dana Zakat


20X9 20X8
Penyaluran Mustahik :
Fakir Miskin
Program A xxx xxx
Program B xxx xxx
Jumlah xxx xxx

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 122


Riqab
Program A xxx xxx
Program B xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Gharim
Program A xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Muallaf
Program A xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Fi Sabilillah
Program A xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Ibnu Sabil
Program A xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Amil
Hak Amil xxx xxx
Jumlah xxx xxx

Jumlah Penyaluran Mustahik xxx xxx

Penyaluran Lainnya
Penyusutan Aset Kelolaan xxx xxx
Selisih Kurs Valuta Asing xxx xxx
Selisih Penjualan Aset Kelolaan xxx xxx
Jumlah xxx xxx

Total Penyaluran Dana Zakat xxx xxx

21. Penerimaan Dana Infak/Sedekah


20X9 20X8
Infak/Sedekah Tidak Terikat (Muthlaqah)
Program A xxx xxx
Program B xxx xxx
Jumlah xxx xxx

Penerimaan Lainnya
Hasil Penempatan Dana xxx xxx
Keuntungan Kurs Valuta Asing xxx xxx

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 123
Keuntungan Penjualan Aset Kelolaan xxx xxx
Jumlah xxx xxx

Jumlah Penerimaan Dana Infak/Sedekah xxx xxx

22. Penyaluran Dana Infak/Sedekah


20X9 20X8
Infak/Sedekah Terikat (Muqayyadah)
Program A xxx xxx
Program B xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Infak/Sedekah Tidak Terikat (Muthlaqah)
Program A xxx xxx
Program B xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Penyaluran Lainnya
Penyusutan Aset Kelolaan xxx xxx
Selisih Kurs Valuta Asing xxx xxx
Selisih Penjualan Aset Kelolaan xxx xxx
Jumlah xxx xxx

Jumlah Penyaluran Dana Infak/Sedekah xxx xxx

23. Penerimaan Dana Amil


20X9 20X8
Bagian Amil dari Dana Zakat
Zakat Maal xxx xxx
Zakat Fitrah xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Bagian Amil dari Dana Infak/Sedekah
Infak/Sedekah Terikat (Muqayyadah) xxx xxx
Infak/Sedekah Tidak Terikat (Muthlaqah) xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Penerimaan lainnya
Ujrah xxx xxx
Hasil penempatan dana xxx xxx
Jumlah xxx xxx

Jumlah Penerimaan Dana Amil xxx xxx

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 124


24. Penggunaan Dana Amil
20X9 20X8
Beban Pegawai
Hak keuangan anggota/pengurus xxx xxx
Hak amil pokok xxx xxx
Hak amil tunjangan xxx xxx
Pengembangan SDM xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Beban Sosialisasi, Kajian, dan Layanan Muzakki
Beban Sosialisasi dan edukasi xxx xxx
Beban publikasi xxx xxx
Beban Layanan Muzakki xxx xxx
Beban Riset dan Pengembangan xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Beban Perjalanan Dinas
Beban perjalanan dinas dalam kota xxx xxx
Beban perjalanan dinas luar kota xxx xxx
Beban perjalanan dinas luar negeri xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Beban Umum dan Administrasi
Beban kantor xxx xxx
Beban bahan pakai habis xxx xxx
Beban cetak dan penggandaan xxx xxx
Beban rumah tangga xxx xxx
Beban administrasi xxx xxx
Beban pajak dan asuransi xxx xxx
Beban pemeliharaan xxx xxx
Beban sewa xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Beban Penyusutan
Beban penyusutan bangunan xxx xxx
Beban penyusutan kendaraan xxx xxx
Beban penyusutan peralatan kantor xxx xxx
Beban Amostisasi aset tetap tidak berwujud xxx xxx
Jumlah xxx xxx
Beban Non-operasional
Selisih penjualan aset tetap xxx xxx
Selisih kurs valuta asing xxx xxx
Jumlah xxx xxx

Jumlah Penggunaan Dana Amil xxx xxx

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 125
25. Penerimaan Dana Sosial Keagamaan Lainnya
20X9 20X8
Penerimaan Dana Sosial Keagamaan Lainnya
Harta Nadzar xxx xxx
Harta Amanah atau Titipan xxx xxx
Harta Pusaka xxx xxx
Dana Qurban xxx xxx
Kafarat xxx xxx
Fidyah xxx xxx
Hibah xxx xxx
Harta Sitaan xxx xxx
Jumlah xxx xxx

26. Penyaluran Dana Sosial Keagamaan Lainnya


20X9 20X8
Penyaluran Dana Sosial Keagamaan Lainnya
Harta Nadzar xxx xxx
Harta Amanah atau Titipan xxx xxx
Harta Pusaka xxx xxx
Dana Qurban xxx xxx
Kafarat xxx xxx
Fidyah xxx xxx
Hibah xxx xxx
Harta Sitaan xxx xxx
Jumlah xxx xxx

27. APBN/D
Pada tahun 20X9 Lembaga menerima APBN/D dengan rincian…..

28. TANGGUNGJAWAB MANAJEMEN ATAS LAPORAN KEUANGAN


Manajemen bertanggungjawab terhadap penyusunan Laporan Keuangan yang
diselesaikan pada tanggal 31 Januari 20X0.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 126


Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 127
AFTAR CHART OF ACCOUNT (COA)
ORGANISASI PENGELOLAN ZAKAT

NOMOR NAMA AKUN SALDO LEVEL LAPORAN


1.0.00.0 ASET D 1 Neraca
1.1.00.0 ASET LANCAR D 2 Neraca
1.1.01.0 Kas D 3 Neraca
1.1.01.1 Kas Kasir D 4 Neraca
1.1.01.2 Kas Konter D 4 Neraca
1.1.01.3 Kas Kecil D 4 Neraca
1.1.01.4 Kas Valuta Asing D 4 Neraca
1.1.01.5 Kas Elektronik (E-Money) D 4 Neraca
1.1.02.0 Bank D 3 Neraca
1.1.02.1 Giro Bank BSM D 4 Neraca
1.1.02.2 Giro Bank Mandiri D 4 Neraca
1.1.02.3 Tabungan BNI Syariah D 4 Neraca
1.1.02.4 Tabungan Bank Muamalat D 4 Neraca
1.1.02.5 Deposito BRI Syariah D 4 Neraca
1.1.03.0 Investasi D 3 Neraca
1.1.03.1 Sukuk D 4 Neraca
1.1.03.2 Reksadana D 4 Neraca
Penyisihan Kerugian Investasi Surat
1.1.03.3 K 4 Neraca
Berharga (-)
1.1.04.0 Piutang Bergulir D 3 Neraca
1.1.04.1 Piutang Bergulir Zakat D 4 Neraca
1.1.04.2 Piutang Bergulir Infak/Sedekah D 4 Neraca
1.1.04.3 Penyisihan Kerugian Piutang Bergulir (-) K 4 Neraca
1.1.05.0 Piutang Penyaluran D 3 Neraca
1.1.05.1 Piutang Penyaluran Zakat D 4 Neraca
1.1.05.2 Piutang Penyaluran Infak/sedekah D 4 Neraca
1.1.06.0 Persediaan D 3 Neraca
1.1.06.1 Bahan Sandang D 4 Neraca
1.1.06.2 Bahan Pangan D 4 Neraca
1.1.06.3 Bahan Obat-obatan D 4 Neraca
1.1.06.4 Persediaan Barang Berharga D 4 Neraca
1.1.07.0 Uang Muka Kegiatan D 3 Neraca
1.1.07.1 Uang Muka Program A D 4 Neraca
1.1.07.2 Uang Muka Program B D 4 Neraca
1.1.08.0 Biaya Dibayar Dimuka D 3 Neraca
1.1.08.1 Sewa Dibayar Dimuka D 4 Neraca

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 128


AFTAR CHART OF ACCOUNT (COA)
ORGANISASI PENGELOLAN ZAKAT

NOMOR NAMA AKUN SALDO LEVEL LAPORAN


1.1.08.2 Asuransi Dibayar Dimuka D 4 Neraca
1.2.00.0 ASET TIDAK LANCAR D 2 Neraca
1.2.01.0 Aset Tetap D 3 Neraca
1.2.01.1 Tanah D 4 Neraca
1.2.01.2 Bangunan D 4 Neraca
1.2.01.3 Akumulasi Penyusutan Bangunan (-) K 4 Neraca
1.2.01.4 Kendaraan D 4 Neraca
1.2.01.5 Akumulasi Penyusutan Kendaraan (-) K 4 Neraca
1.2.01.6 Peralatan Lainnya D 4 Neraca
1.2.01.7 Akumulasi Penyusutan Peralatan Lainnya (-) K 4 Neraca
1.2.02.0 Aset Kelolaan D 3 Neraca
1.2.02.1 Tanah D 4 Neraca
1.2.02.2 Bangunan D 4 Neraca
1.2.02.3 Akumulasi Penyusutan Bangunan (-) K 4 Neraca
1.2.02.4 Kendaraan D 4 Neraca
1.2.02.5 Akumulasi Penyusutan Kendaraan (-) K 4 Neraca
1.2.02.6 Peralatan lainnya D 4 Neraca
1.2.02.7 Akumulasi Penyusutan Peralatan Lainnya (-) K 4 Neraca
1.2.03.0 Aset Tetap Tidak Berwujud D 3 Neraca
1.2.03.1 Software Zakat D 4 Neraca
1.2.03.2 Amortisasi Software Zakat (-) K 4 Neraca
1.2.04.0 Aset Lainnya D 3 Neraca
1.2.04.1 Aset Lainnya D 4 Neraca
2.0.00.0 LIABILITAS K 1 Neraca
2.1.00.0 LIABILITAS JANGKA PENDEK K 2 Neraca
2.1.01.0 Utang Penyaluran K 3 Neraca
2.1.01.1 Utang Penyaluran Zakat K 4 Neraca
2.1.01.2 Utang Penyaluran Infak/Sedekah K 4 Neraca
2.1.02.0 Biaya Yang Masih Harus Dibayar K Neraca
2.1.02.1 Utang Gaji/Honor K Neraca
2.1.02.2 Utang Fee K Neraca
2.1.03.0 Titipan Dana TBDSP K Neraca
2.1.03.1 Bunga Bank K Neraca
2.1.03.2 Dana TBDSP Lainnya K Neraca
2.1.04.0 Utang Pajak K Neraca
2.1.04.1 Utang PPh 21 K Neraca
2.1.04.2 Utang PPh 23 K Neraca
2.2.00.0 LIABILITAS JANGKA PANJANG K Neraca

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 129
AFTAR CHART OF ACCOUNT (COA)
ORGANISASI PENGELOLAN ZAKAT

NOMOR NAMA AKUN SALDO LEVEL LAPORAN


2.2.01.0 Utang Bank / Pembiayaan K Neraca
2.2.01.1 Utang Bank A K Neraca
2.2.01.2 Utang Leasing B K Neraca
2.2.02.0 Utang Pihak Ketiga K Neraca
2.2.02.1 Utang PT A K Neraca
2.2.02.2 Utang CV B K Neraca
2.2.03.0 Liabilitas Imbalan Kerja K Neraca
2.2.03.1 Kewajiban Imbalan Pasca Kerja K Neraca
2.2.04.0 Liabilita Lainnya K Neraca
2.2.04.1 Liabilitas lainnya K Neraca
3.0.00.0 SALDO DANA K Neraca
3.1.00.0 Dana Zakat K Neraca
3.2.00.0 Dana Infak/Sedekah K Neraca
3.3.00.0 Dana Amil K Neraca
3.4.00.0 Dana Sosial Keagamaan Lainnya K Neraca
3.5.00.0 Dana APBN/D K Neraca
4.0.00.0 PENERIMAAN DANA K LPD
4.1.00.0 PENERIMAAN DANA ZAKAT K LPD
4.1.01.0 Penerimaan Zakat Entitas K LPD
4.1.01.1 Zakat Perusahaan K LPD
4.1.02.0 Penerimaan Zakat Individual K LPD
4.1.02.1 Zakat Maal K LPD
4.1.02.2 Zakat Fitrah K LPD
4.1.03.0 Penerimaan Lainnya K LPD
4.1.03.1 Imbal Hasil Penempatan Dana pada Bank K LPD
4.1.03.2 Imbal Hasil Investasi K LPD
Keuntungan penjualan/pertukaran aset
4.1.03.3 K LPD
kelolaan
4.1.03.4 Keuntungan Investasi K LPD
4.1.03.5 Keuntungan selisih kurs valuta asing K LPD
4.2.00.0 PENERIMAAN DANA INFAK/SEDEKAH K LPD
Penerimaan Infak/Sedekah Terikat
4.2.01.0 K LPD
(Muqayyadah)
4.2.01.1 Program A K LPD
4.2.01.2 Program B K LPD

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 130


AFTAR CHART OF ACCOUNT (COA)
ORGANISASI PENGELOLAN ZAKAT

NOMOR NAMA AKUN SALDO LEVEL LAPORAN


Penerimaan Infak/Sedekah Tidak Terikat
4.2.02.0 K LPD
(Muthlaqah)
4.2.02.1 Infak/Sedekah Umum K LPD
4.2.02.2 CSR Perusahaan K LPD
4.2.03.0 Penerimaan Lainnya K LPD
4.2.03.1 Imbal Hasil Penempatan Dana pada Bank K LPD
4.2.03.2 Imbal Hasil Investasi K LPD
Keuntungan penjualan/pertukaran aset
4.2.03.3 K LPD
kelolaan
4.2.03.4 Keuntungan Investasi K LPD
4.2.03.5 Keuntungan selisih kurs valuta asing K LPD
4.3.00.0 PENERIMAAN DANA AMIL K LPD
4.3.01.0 Bagian Amil dari Dana Zakat K LPD
4.3.01.1 Zakat Maal K LPD
4.3.01.2 Zakat Fitrah K LPD
4.3.02.0 Bagian Amil dari Dana Infak/Sedekah K LPD
4.3.02.1 Infak/sedekah Terikat K LPD
4.3.02.1 Infak/sedekah Tidak Terikat K LPD
4.3.03.0 Penerimaan Lainnya K LPD
4.3.03.1 Imbal Hasil Penempatan Dana K LPD
4.3.03.2 Imbal Hasil Investasi K LPD
4.3.03.3 Peneriman Ujroh K LPD
Keuntungan penjualan/pertukaran aset
4.3.03.4 K LPD
Tetap
PENERIMAAN DANA SOSIAL
4.4.00.0 K LPD
KEAGAMAAN LAINNYA
Penerimaan Dana Sosial Keagamaan
4.4.01.0 K LPD
Lainnya
4.4.01.1 Harta Nadzar K LPD
4.4.01.2 Harta Amanah atau Titipan K LPD
4.4.01.3 Harta Pusaka K LPD
4.4.01.4 Dana Qurban K LPD
4.4.01.5 Kafarat K LPD
4.4.01.6 Fidyah K LPD
4.4.01.7 Hibah K LPD
4.4.01.8 Harta Sitaan K LPD
4.5.00.0 PENERIMAAN DANA APBN/D K LPD
4.5.01.0 Penerimaan APBN K LPD

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 131
AFTAR CHART OF ACCOUNT (COA)
ORGANISASI PENGELOLAN ZAKAT

NOMOR NAMA AKUN SALDO LEVEL LAPORAN


4.5.01.1 APBN K LPD
4.5.02.0 Penerimaan APBD K LPD
4.5.02.1 APBD Prov/Kab/Kota …. K LPD
5.0.00.0 PENYALURAN DANA D LPD
5.1.00.0 PENYALURAN DANA ZAKAT D LPD
5.1.01.0 Penyaluran Mustahik D LPD
5.1.01.1 Fakir Miskin D LPD
5.1.01.2 Amil D LPD
5.1.01.3 Gharim D LPD
5.1.01.4 Muallaf D LPD
5.1.01.5 Riqah D LPD
5.1.01.6 Fi Sabilillah D LPD
5.1.01.7 Ibnu Sabil D LPD
5.1.02.0 Penyaluran lainnya D LPD
5.1.02.1 Beban Penyusutan Aset Kelolaan D LPD
5.1.02.2 Kerugian Selisih Kurs Valuta Asing D LPD
Kerugian Penjualan/Pertukaran Aset
5.1.02.3 D LPD
Kelolaan
5.2.00.0 PENYALURAN DANA INFAK/SEDEKAH D LPD
5.2.01.0 Penyaluran Infak/Sedekah Terikat D LPD
5.2.01.1 Program A D LPD
5.2.01.2 Program B D LPD
5.2.02.0 Penyaluran Infak/Sedekah Tidak Terikat D LPD
5.2.02.1 Program Ekonomi D LPD
5.2.02.2 Program Pendidikan D LPD
5.2.02.3 Program Kesehatan D LPD
5.2.02.4 Program Sosial D LPD
5.2.03.0 Penyaluran lainnya D LPD
5.2.03.1 Beban Penyusutan Aset Kelolaan D LPD
5.2.03.2 Kerugian Selisih Kurs Valuta Asing D LPD
Kerugian Penjualan/Pertukaran Aset
5.2.03.3 D LPD
Kelolaan
5.2.03.4 Beban Penyisihan Kerugian D LPD
5.3.00.0 PENGGUNAAN DANA AMIL D LPD
5.3.01.0 Beban Pegawai D LPD
5.3.01.1 Hak keuangan anggota/pengurus D LPD

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 132


AFTAR CHART OF ACCOUNT (COA)
ORGANISASI PENGELOLAN ZAKAT

NOMOR NAMA AKUN SALDO LEVEL LAPORAN


5.3.01.2 Hak amil pokok D LPD
5.3.01.3 Hak amil tunjangan D LPD
5.3.01.4 Pengembangan SDM D LPD
Beban Sosialisasi, Kajian, dan Layanan
5.3.02.0 D LPD
Muzakki
5.3.02.1 Beban Sosialisasi dan edukasi D LPD
5.3.02.2 Beban publikasi D LPD
5.3.02.3 Beban Layanan Muzakki D LPD
5.3.02.4 Beban Riset dan Pengembangan D LPD
5.3.03.0 Beban Perjalanan Dinas D LPD
5.3.03.1 Beban perjalanan dinas dalam kota D LPD
5.3.03.2 Beban perjalanan dinas luar kota D LPD
5.3.03.3 Beban perjalanan dinas luar negeri D LPD
5.3.04.0 Beban Umum dan Administrasi D LPD
5.3.04.1 Beban kantor D LPD
5.3.04.2 Beban bahan pakai habis D LPD
5.3.04.3 Beban cetak dan penggandaan D LPD
5.3.04.4 Beban rumah tangga D LPD
5.3.04.5 Beban administrasi D LPD
5.3.04.6 Beban pajak dan asuransi D LPD
5.3.04.7 Beban pemeliharaan D LPD
5.3.04.8 Beban sewa D LPD
5.3.05.0 Beban Penyusutan D LPD
5.3.05.1 Beban penyusutan bangunan D LPD
5.3.05.2 Beban penyusutan kendaraan D LPD
5.3.05.3 Beban penyusutan peralatan kantor D LPD
Beban Amostisasi aset tetap tidak
5.3.05.4 D LPD
berwujud
5.3.06.0 Beban Non-operasional D LPD
5.3.06.1 Kerugian penjualan aset tetap D LPD
5.3.06.2 Kerugaian kurs valuta asing D LPD
PENYALURAN DANA SOSIAL
5.4.00.0 D LPD
KEAGAMAAN LAINNYA
Penyaluran Dana Sosial Keagamaan
5.4.01.0 D LPD
Lainnya
5.4.01.1 Harta Nadzar D LPD
5.4.01.2 Harta Amanah atau Titipan D LPD
5.4.01.3 Harta Pusaka D LPD

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 133
AFTAR CHART OF ACCOUNT (COA)
ORGANISASI PENGELOLAN ZAKAT

NOMOR NAMA AKUN SALDO LEVEL LAPORAN


5.4.01.4 Dana Qurban D LPD
5.4.01.5 Kafarat D LPD
5.4.01.6 Fidyah D LPD
5.4.01.7 Hibah D LPD
5.4.01.8 Harta Sitaan D LPD
5.5.00.0 PENGGUNAAN DANA APBN/D D LPD
5.5.01.0 Penggunaan Dana APBN D LPD
5.5.01.1 Belanja APBN D LPD
5.5.02.0 Penggunaan Dana APBD D LPD
5.5.02.1 Belanja APBN D LPD

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 134


Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 135
ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
1 Penerimaan Zakat- Kas (D) Kas Paragraf 10 Paragraf 11
(K) Dana Zakat Penerimaan zakat diakui pada saat Zakat yang diterima dari muzaki diakui
kas atau aset non kas diterima sebagai penambah Dana Zakat sebesar:
(a) jumlah yang diterima jika
dalam bentuk kas
(b) nilai wajar jika dalam bentuk
aset non kas

2 Penerimaan Zakat -Aset Non (D) Aset Non Kas - Nilai Paragraf 10 Paragraf 11
Kas Wajar Penerimaan zakat diakui pada saat Zakat yang diterima dari muzaki diakui
(K) Dana Zakat kas atau aset non kas diterima sebagai penambah Dana Zakat sebesar:
(a) jumlah yang diterima jika
dalam bentuk kas
(b) nilai wajar jika dalam bentuk
aset nonkas

Paragraf 12
Penentuan nilai wajar aset non kas
yang diterima menggunakan harga
pasar. Jika harga pasar tidak tersedia,
maka dapat menggunakan metode
penentuan nilai wajar lainnya sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan
yang relevan.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 136


ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
Paragraf 13
Jika muzaki menentukan mustahik yang
menerima penyaluran zakat melalui
amil, maka tidak ada bagian amil atas
zakat yang diterima. Amil dapat
memperoleh ujroh atas kegiatan
penyaluran tersebut. Ujroh ini berasal
dari muzaki, diluar dana zakat, ujroh
tersebut diakui sebagai penambah
Dana Amil.
3 Penurunan Nilai Aset Zakat (D) Dana Zakat Paragraf 15 Paragraf 14
Non Kas (K) Aset Non Kas Penurunan Nilai Aset Zakat Jika terjadi penurunan nilai Aset Non
diakui sebagai : Kas, maka jumlah kerugian yang
(Tidak disebabkan oleh (a) Pengurang Dana Zakat, jika ditanggung diperlakukan sebagai
kelalaian Amil) tidak disebabkan oleh pengurang Dana Zakat atau pengurang
kelalaian Amil Dana Amil bergantung pada penyebab
(b) Kerugian dan pengurang kerugian tersebut.
Dana Amil, jika disebakan
oleh kelalaian Amil.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 137
ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
4 Penurunan Nilai Aset Zakat (D) Dana Amil Paragraf 15 Paragraf 14
Non Kas (K) Aset Non Kas Penurunan Nilai Aset Zakat Jika terjadi penurunan nilai Aset Non
diakui sebagai : Kas, maka jumlah kerugian yang
(disebabkan oleh kelalaian (c) Pengurang Dana Zakat, ditanggung diperlakukan sebagai
Amil) jika tidak disebabkan pengurang Dana Zakat atau
oleh kelalaian Amil pengurang Dana Amil bergantung
(d) Kerugian dan pengurang pada penyebab kerugian tersebut.
Dana Amil, jika disebakan
oleh kelalaian Amil.

5 Fee Penyaluran zakat (D) Kas Paragraf 13 Paragraf 20


(K) Dana Amil Jika muzaki menentukan Bagian Dana Zakat yang disalurkan
mustahik yang menerima untuk Amil diakui sebagai penambah
penyaluran zakat melalui amil, Dana Amil
maka tidak ada bagian amil atas
zakat yang diterima. Amil dapat
memperoleh ujroh atas kegiatan
penyaluran tersebut. Ujroh ini
berasal dari muzaki, diluar dana
zakat.ujroh tersebut diakui
sebagai penambah Dana Amil.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 138


ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
6 Penyaluran Zakat _ Kas (D) Dana Zakat- Amil Paragraf 16 Paragraf 17
(D) Dana Zakat- Non Amil Zakat yang disalurkan kepada Efektivitas dan efisiensi pengelolaan
(K) Kas mustahik, termasuk Amil, diakui zakat tergantung pada profesionalisme
sebagai pengurang Dana Zakat Amil. Dalam konteks ini, amil berhak
sebesar : mengambil bagian dari Zakat untuk
(a) Jumlah yang menutup biaya operasional dalam
diserahkan, jika dalam rangka melaksanakan fungsinya sesuai
bentuk kas kaidah atau prinsip syariah dan tata
(b) Jumlah tercatat, jika kelola organisasi yang baik
dalam bentuk aset non
Kas Paragraf 18
Penentuan jumlah atau presentasi
bagian untuk masing-masing nustahik
ditentukan oleh Amil sesuai Prinsip
Syaria, kewajaran, etika, dan ketentuan
yang berlaku yang dituangkan dalam
bentuk kebijakan Amil.

Paragraf 19
Beban penghimpunan dan penyaluran
zakat harus diambil dari porsi Amil.
Amil dimungkinkan untuk meminjam
Dana Zakat dalam rangka menghimpun
Zakat. Pinjaman ini sifatnya jangka
pendiek dan tidak boleh melebihi satu
periode (haul)

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 139
ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
7 Penyaluran Zakat_Aset Non (D) Dana Zakat – Amil Paragraf 16 Paragraf 23
Kas (D) Dana Zakat – Non Amil Zakat yang disalurkan kepada Dana Zakat yang disalurkan dalam
Sesuai jumlah tercatat bukan (K) Aset Non Kas mustahik, termasuk Amil, diakui bentuk perolehan Aset tetap (Aset
berdasar harga pasar. sebagai pengurang Dana Zakat Kelolaan) misalnya Rumah Sakit,
sebesar : Sekolah, Mobil Ambulan dan fasilitas
(c) Jumlah yang diserahkan, jika umum lain, diakui sebagai:
dalam bentuk kas (a) Penyaluran zakat seluruhnya jika
Jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset tetap tersebut diserahkan untuk
aset non Kas dikelola kepada pihak lain yang tidak
dikendalikan amil.

Penyaluran zakat secara bertahap jika


aset tetap tersebut masih dalam
pengendalian amil atau pihak lain
yang dikendalikan amil. Penyaluran
secara bertahap diukur sebesar
penyusutan aset tetap tersebut sesuai
dengan pola pemanfaatannya.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 140


ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
8 Beban Penghimpunan dan (D) Dana Amil Paragraf 19
penyaluran (K) Kas Beban penghimpunan dan
penyaluran zakat harus diambil
dari porsi Amil. Amil
dimungkinkan untuk meminjam
Dana Zakat dalam rangka
menghimpun Zakat. Pinjaman ini
sifatnya jangka pendek dan tidak
boleh melebihi satu periode
(haul).
9 Penyaluran Dana Zakat (D) Piutang Penyaluran Paragraf 21 Zakat telah Paragraf 22
melalui Amil Lain (K) Kas disalurkan kepada mustahik non Dana Zakat yang diserahkan kepada
amil jika sudah diterima oleh mustahik non amil dengan keharusan
mustahik non amil tersebut. untuk mengembalikannya kepada amil,
Zakat yang disalurkan melalui belum diakui sebagai penyaluran zakat.
amil lain, tetapi belum diterima
oleh mustahik nonamil, belum
memenuhi pengertian zakat,
namun dapat memperoleh ujroh
dari amil sebelumnya.

Dalam keadaan tersebut, zakat


yang disalurkan diakui sebagai
piutang penyaluran, sedangkan
bagi amil yang menerima diakui

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 141
ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI ZAKAT PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
sebagai liabilitas penyaluran.
Piutang penyaluran dan liabilitas
penyaluran tersebut akan
berkurang ketika zakat disalurkan
secara langsung kepada
mustahik nonamil.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 142


ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI INFAK/SEDEKAH PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
1 Penerimaan Infak/Sedekah - (D) Kas Paragraf 24 Infak/Sedekah yang Paragraf 25
Kas (K) Dana diterima diakui sebagai penambah Penentuan nilai wajar aset non kas yang
Infak/Sedekah dana infak/sedekah terikat atau diterima menggunakan harga pasar. Jika
tidak terikat sesuai dengan tujuan harga pasar tidak tersedia, maka dapat
pemberi infak/sedekah sebesar: menggunakan metode penentuan nilai
(a) jumlah yang diterima, jika wajar lainnya sesuai dengan Standar
dalam bentuk nonkas Akuntansi Keuangan yang relevan.
(b) nilai wajar, jika dalam
bentuk non kas

2 Penerimaan Zakat -Aset Non (D) Aset Tidak lancar- Paragraf 26 Infak/Sedekah yang Paragraf 27
Kas Infak/sedekah diterima dapat berupa kas atau Aset tidak lancar yang diterima dan
aset nonkas. Aset Non Kas dapat diamanahkan untuk dikelola oleh Amil
(K) Dana Infak/Sedekah berupa aset lancar atau tidak diukur sebesar nilai wajar saat
lancar. penerimaan dan diakui sebagai aset tidak
lancar infak/sedekah.
Penyusutan dari aset tersebut
diperlakukan sebagai pengurang
dana infak/sedekah terikat jika
penggunaan atau pengelolaan aset
tersebut sudah ditentukan oleh
pemberi.

Paragraf 28
Amil dapat pula meneriima aset nonkas
yang dimaksudkan oleh pemberi untuk

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 143
ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI INFAK/SEDEKAH PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
segera disalurkan. Aset seperti ini diakui
sebagai aset lancar. Aset ini dapat
berupa bahan habis pakai, seperti
makanan, atau aset yang memiliki umur
ekonomi panjang seperti mobil untuk
ambulan.

Paragraf 29 aset non kas lancar dinilai


sebesar nilai perolehan, sedangkan
aset nonkas tidak lancar dinilai sebesar
nilai wajar sesuai dengan SAK yang
relevan.

4 Penurunan Nilai Aset (D) Dana Amil Paragraf 30 Paragraf 32


Infak/sedekah tidak lancar Penurunan Nilai Aset tidak lancar- Dana infak/sedekah sebelum disalurkan
(K) Aset tidak lancar- infak/sedekah diakui sebagai : dapat dikelola dalam jangka waktu
(disebabkan oleh kelalaian infak/sedekah (a) Pengurang Dana sementara untuk mendapatkan hasil yang
Amil) infak/sedekah, jika tidak optimal. Hasil dana pengelolaan diakui
disebabkan oleh kelalaian sebagai penambah dana indak/sedekah.
Amil
(b) Kerugian dan
pengurang Dana Amil,
jika disebabkan oleh
kelalaian Amil.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 144


ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI INFAK/SEDEKAH PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
5 Penyaluran infak/sedekah (D) Dana infak/sedekah Paragraf 33 Penyaluran dana
(K) kas infak/sedekah diakui sebagai
pengurang dana infak/sedekah
sebesar:
a. Jumlah yang diserahkan,
jika dalam bentuk kas
b. Nilai tercatat aset yang
diserahkan, jika dalam
bentuk
aset non kas
6 Penyaluran infak/sedekah (D) Dana infak/sedekah Paragraf 33 Penyaluran dana Paragraf 34
untuk amil (K) Dana Amil infak/sedekah diakui sebagai Bagian Dana infak/sedekah yang
pengurang dana infak/sedekah disalurkan untuk Amil diakui sebagai
sebesar: penambah Dana Amil.
a. Jumlah yang diserahkan,
jika dalam bentuk kas Paragraf 35
b. Nilai tercatat aset yang Penentuan jumlah atau presentasi bagian
diserahkan, jika dalam untuk para penerima infak/sedekah
bentuk aset non kas ditentukan oleh Amil sesuai Prinsip Syaria,
kewajaran, etika, dan ketentuan yang
berlaku yang dituangkan dalam bentuk
kebijakan Amil.

Paragraf 36
Penyaluran infak/sedekah oleh amil
kepada amil lain merupakan penyaluran

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 145
ACCOUNTING TREATMENT
AKUNTANSI INFAK/SEDEKAH PSAK 109
NO. TRANSAKSI JURNAL PSAK 109 PENJELASAN
yang mengurangi dana infak/sedekah
jika amil tidak akan menerima kembali
aset infak/sedekah yang disalurkan
tersebut.

Peragraf 37
Penyaluran infak/sedekah kepada
penerima akhir dalam skema dana
bergulir dicatat sebagai piutang
infak/sedekah dan tidak mengurangi
dana infak/sedekah.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 146


Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 147
Pedoman ini merupakan pengembangan dari Peraturan BAZNAS No. 5 Tahun 2018
tentang Pengelolaan Keuangan Zakat. Pengembangan dilakukan setelah melalui telaah dan
kajian atas berbagai referensi baik peraturan perundang-undangan, peraturan BAZNAS,
standar akuntansi yang berterima umum, buku-buku teks akademik akuntansi, dan
dokumen RKAT BAZNAS. Pedoman ini dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu penganggaran,
akuntansi dan pelaporan keuangan, dan pengendalian. Penyusunan pedoman ini
diharapkan dapat menjadi acuan bagi OPZ dalam penyusunan kebijakan akuntansi dan
keuangan serta standar operasional prosedur (SOP).

2.1. Konsep Penganggaran

Proses penganggaran merupakan sebuah proses yang penting bagi semua organisasi,
termasuk organisasi pengelola zakat (OPZ). Anggaran adalah pernyataan mengenai estimasi
kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
finansial (Mardiasmo, 2018). Sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk
mempersiapkan anggaran tersebut. Organisasi sosial berkeinginan untuk dapat
memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Tetapi, keinginan tersebut
sering kali terkendala oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Di sini, penggaran
memiliki fungsi dan peran penting dapat melakukan pengalokasian sumber daya yang
terbatas sehingga dapat semaksimal mungkin melayani masyarakat dengan baik.

Dalam lingkup akuntansi, anggaran memiliki beberapa fungsi, yaitu:

a. Anggaran sebagai alat perencanaan. Dengan anggaran, organisasi dapat mengetahui


apa yang harus dilakukan dan ke arah mana kebijakan akan dibuat.
b. Anggaran sebagai alat pengendalian. Dengan anggaran, organisasi dapat
menghindari penggunaan dana yang tidak semestinya.
c. Anggaran sebagai alat kebijakan. Arah atas suatu kebijakan dapat ditentukan melalui
anggaran.
d. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi. Melalui dokumen anggaran yang
lengkap, suatu unit/bagian kerja dapat mengetahui apa harus dilakukan dan apa yang
akan dilakukan oleh bagian/unit kerja lain.
e. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja. Anggaran dapat menjadi ukuran untuk
menilai apakah suatu bagian/unit kerja telah memenuhi target, baik berupa
terlaksananya aktivitas maupun terpenuhinya efisiensi biaya.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 148


2.2. Siklus Anggaran

Penyusunana anggaran adalah suatu proses yang berkelanjutan. Pada organisasi non
laba seperti OPZ, penyusunan anggaran umumnya melewati 5 tahapan yang disebut
sebagai siklus anggaran. Siklus ini merupakan jangka waktu/masa mulai direncanakannya
suatu anggaran hingga saat perhitungan anggaran. Perencanaan ini ditetapkan oleh
pimpinan Lembaga yang disertai dengan adanya dokumentasi lengkap mengenai
pencapaian angaraan, sumber daya yang dmiliki, dan hal-hal lain yang dianggap perlu untuk
menetapkan besaran maksimum yang diserap oleh organisasi.

Tahapan-tahapan penyusunan anggaran tersebut terdiri dari:

a. Tahap persiapan
Tahapan ini dimulai dengan pemberian arahan berdasarkan Rencana Strategis
(Renstra) Organisasi. Kemudian ditindaklanjuti oleh unit kerja/program melalui
pengajuan disain program kerja yang dilengkapi dengan estimasi biaya yang
diperlukan. Selain itu, dibutuhkan juga indikator pencapaian untuk memudahkan
proses monitoring dan evaluasi.

b. Tahap ratifikasi dan persetujuan


Proses selanjutnya adalah pengumpulan/kompilasi seluruh usulan anggaran dan
mendiskusikannya Bersama agar tercipta sinkronisasi antar program satu sama lain.
Program kerja yang diajukan senantiasa harus memperhitungkan kepentingan
organisasi dan realitas yang ada di lapangan. Oleh karena itu pengategorian & skala
prioritas usulan anggaran penting dilakukan.

c. Tahap implementasi dan administrasi


Pelaksanaan anggaran meliputi pengumpulan penerimaan dana yang ditargetkan
maupun penyaluran dan pelaksanaan pengeluaran yang telah direncanakan.
Bersamaan dengan tahapan ini, dilakukan proses administrasi anggaran berupa
pencatatan penerimaan dan penyaluran dana yang terjadi.

d. Tahap pelaporan
Pelaporan dialukan pada akhir-akhir periode atau pada waktu-waktu tertentu yang
ditetapkan oleh sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses akuntansi yang
telah berlangsung selama proses pelaksanaan.

e. Tahap pengawasan & evaluasi


Laporan yang diberikan atas pelaksanaan anggaran akan diperiksa dan dievaluasi.
Hasil evaluasi akan menjadi masukan dan umpan balik (feedback) untuk proses
penyusunan anggaran pada periode berikutnya.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 149
2.3. Pendekatan Penyusunan Anggaran

Terdapat 6 jenis pendekatan dalam penyunan anggaran yang dapat digunakan oleh
organisasi sektor publik, termasuk OPZ, yaitu pendekatan tradisional (Line Item Budgeting),
pendekatan kinerja, pendekatan sistem perencanaan, program, dan anggaran terpadu
(Planning, Programming, and Budgeting System-PPBS), pendekatan Zero Based Budgeting
(ZBB), Incremental Budgeting dan Medium Term Budgeting Framework54.

Pertama, pendekatan tradisional atau disebut juga Line Item Budgeting adalah konsep
pembuatan anggaran menggunakan paradigma sederhana yang berorientasi pada
pengendalian setiap biaya. Pendekatan ini sering disebut pendekatan inkremental. Konsep
inkremental ini mengandung pengertian bahwa penentuan setiap jenis dan jumlah biaya
yang ada pada anggaran belanja dari suatu periode anggaran tertentu didasarkan pada
persentase kenaikan tertentu dari setiap jenis dan jumlah biaya yang sama dengan tahun
anggaran sebelumnya.

Kedua, pendekatan kinerja adalah jenis metode pembuatan anggaran yang lebih
memperhatikan aspek pencapaian kinerja dibanding penghematan biaya semata.
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang dibuat untuk menanggulangi kelemahan
pendekatan tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak
ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pelayanan publik. Pendekatan ini banyak digunakan oleh organisasi pemerintahan atau
sector publik.

Ketiga, PPBS merupakan konsep yang memandang bahwa penyusunan anggaran


tidak terpisahkan dari proses perencanaan dan perumusan program kegiatan. Pendekatan
ini merupakan pendekatan yang dibuat untuk mengatasi kekurangan pendekatan kinerja
yaitu hanya sedikit usaha yang dibuat untuk menghubungkan hasil dengan proses
perencanaan (tujuan dan sasaran) yang telah direncanakan di awal.

Ciri-ciri pendekatan PPBS adalah; 1) PPBS merupakan satu kesatuan dengan tahap
perencanaan, 2) pendekatan ini dirumuskan dalam bentuk program atau aktivitas yang
diderivasikan dari visi misi dan tujuan yang terdapat dalam dokumen perencanaan, 3)
indikator kinerja disusun dan dikembangkan secara terintegrasi dengan sasaran strategis
yang ada di dokumen perencanaan, dan 4) pendekatan ini memperhitungkan kebutuhan
biaya dalam jangka menengah sebagai upaya konsistensi dengan sasaran strategis.

Konsep PPBS merupakan gabungan dari rangkaian kegiatan yaitu Perencanaan


(Planning), Pemrograman (Programming), dan Penganggaran (Budgeting). Tahap planning
merupakan tahap pembuatan rencana keja masa depan, menspesifikan dan
mengelompokkan tujuan jangka panjang dan jangka menengah. Tahap programming
adalah tahap setelah penentuan misi, tujuaan, sasaran dan program secara umum. Tahap

54Nordiawan, D., & Hertianti, A. (2010). Akuntansi Sektor Publik (Ed. 2). Jakarta: Salemba Empat dan
Bastian, I. (2015). Sistem Akuntansi Sektor Pulik; Suatu Pengantar (Ed. 27). Jakarta: Erlangga.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 150


penganggaran terdiri dari 4 tahap yaitu spesifikasi dukungan keuangan, meninjau
permintaan anggaran, modifikasi anggaran, dan alokasi dana.

Keempat, pendekatan ZBB adalah setiap aktivitas atau program yang telah diadakan
di tahun-tahun sebelumnya tidak secara otomatis dapat dilanjutkan. Hal yang mendasar
dari pendekatan ini adalah bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan pada suatu tahun tidak
selalu harus dilanjutkan pada tahun berikutnya. Suatu rencana kegiatan ditentukan setiap
tahun setelah dilakukan pengkajian secara menyeluruh.

Kelima, Incremental Budgeting adalah sistem anggaran belanja dan pendapatan yang
memungkinkan revisi selama tahun berjalan, sekaligus sebagai dasar penentuan usulan
anggaran periode tahun yang akan datang. Angka di pos pengeluaran merupakan
pembanding (kenaikan) dari angka periode sebelumnya. Permasalahan yang harus
diputuskan bersama adalah metode kenaikan/penurunan (incremental) dari angka
anggaran tahun sebelumnya. Logika sistem anggaran ini adalah bahwa seluruh kegiatan
yang dilaksanakan merupakan kelanjutan kegiatan dari tahun sebelumnya.

Keenam, Medium Term Budgeting Framework (MTBF) adalah suatu kerangka startegis
kebijakan pemerintah tentang anggaran belanja untuk departemen dan lembaga
pemerintah non departemen. Kerangka ini memberikan tanggung jawab yang lebih besar
kepada departemen untuk menetapkan alokasi dan penggunaan sumber dana
pembangunan. Keberhasilan MTBF tergantung pada mekanisme pengambilan keputusan
anggaran secara agregat yang didasarkan pada skala prioritas.

2.4. Penyusunan Anggaran OPZ

Pengelola Zakat melakukan penyusunan anggaran dalam bentuk RKAT. Penyusunan


anggaran dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
peraturan BAZNAS Nomor: 1 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Tahunan (RKAT). Proses penyusunan anggaran di OPZ memiliki karakteristik yaitu
tidak terlepas dari proses perencanaan strategis organisasi. Anggaran OPZ memiliki kaitan
dengan program kerja yang terintegrasi dengan rencana strategis 5 tahunan. Rencana
strategis berisi visi dan misi yang dituangkan dalam bentuk strategis dan indikator-indikator
keberhasilan. Program kerja yang dibuat setiap tahunnya disesuaikan untuk mencapai
indikator-indikator keberhasilan tersebut. Kemudian, program kerja tersebut dibuatkan
anggaran setiap tahunnya.

Karakteristik ini memenuhi kriteri pendekatan PPBS. Pelaksanaan konsep ini pada OPZ
dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Planning.
Proses planning dilakukan oleh OPZ saat menyusun rencana strategis. Dalam
pembuatan rencana strategis ini ditentukan visi dan misi organisasi, lalu OPZ
melakukan analisis SWOT. Dari analisis SWOT ini, OPZ membuat strategi selama 5
tahun beserta dengan indikator keberhasilannya. Visi dan misi dijabarkan ke dalam

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 151
tujuan organisasi. Tujuan organisasi ini merupakan pernyataan yang lebih teknikal
dibandingkan dengan pernyataan misi.

b. Programing.
Proses programming dilakukan setiap tahun. Pada saat proses pembuatan RKAT
dimulai, masing-masing divisi membuat evaluasi terhadap program kerja tahun
sebelumnya, melakukan analisis SWOT untuk satu tahun ke depan, dan membuat
program kerja yang terdiri dari nama program kerja, tujuan kegiatan, indikator
keberhasilan dan rincian kegiatan. OPZ harus menyelaraskan program kerja tahunan
dengan rencana strategis dengan membuat kebijakan umum. Kebijakan umum ini jika
dilihat merupakan penafsiran badan pengurus terhadap indikator-indikator
keberhasilan yang harus dicapai pada tahun tersebut dan arahan yang lebih spesifik
untuk pembuatan RKAT.

c. Budgeting.
Tahap ini adalah tahap dimana organisasi mengalokasikan sumberdaya yang
dimilikinya. Sumber daya yang dimiliki oleh OPZ terbagi menjadi tiga jenis yaitu dana
zakat dan infak/sedekah serta dana operasional. Berdasarkan pembagian ini, maka
OPZ membuat dua macam anggaran yaitu Anggaran Penyaluran yang berisi program-
program penyaluran dana zakat dan infak/sedekah, dan Anggaran Amil/Operasional
yang berisi rencana penggunaan dana amil/operasional.

Selain pendekatan PPBS, karakteristik operasional OPZ juga sesuai dengan


pendekatan berbasis kinerja mengingat OPZ dituntut untuk lebih memperhatikan aspek
pencapaian kinerja penghimpunan dan penyaluran dana serta pelayanan terhadap
penerima manfaat dibanding penghematan biaya operasional. Efisiensi biaya operasional
tetap harus dilakukan oleh OPZ, tetapi jangan sampai mengurangi atau menurunkan kinerja
OPZ dalam penghimpunan dan penyaluran dana kepada mustahik.

Berdasarkan Peraturan BAZNAS Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan


RKAT, penganggaran dan RKAT, disusun secara sistematis dengan urutan sebagai berikut:
a. Pendahuluan
b. Lembar penetapan;
c. Indikator Kinerja Kunci;
d. Rencana penerimaan dana;
e. Rencana penyaluran berdasarkan asnaf;
f. Rencana penyaluran berdasarkan program;
g. Rencana penggalangan muzaki dan penerima manfaat;
h. Rencana penerimaan dan penggunaan besaran Hak Amil;
i. Rencana biaya operasional berdasarkan fungsi;
j. Rencana penggunaan dana APBN dan/atau APBD;
k. Rencana kegiatan berbasis Indikator Kinerja Kunci.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 152


OPZ memiliki kegiatan spesifik melakukan penghimpunan zakat dan infak/sedekah
dari muzaki dan donatur, juga pemeliharaan, penyaluran dan pendayagunaan dana tersebut
untuk kepentingan mustahik dan dhu’afa. Sumber daya keuangan (dana) yang digunakan
oleh OPZ memiliki ketentuan dan batasan penggunaan, sesuai dengan tujuan atau kegiatan
tertentu yang diatur oleh prinsip Syariah dan batasan yang diberikan oleh muzaki atau
donatur sebagai penyedia dana. Keterbatasan penggunaan dana memberikan implikasi
suatu kewajiban bagi OPZ untuk memberikan pertanggungjawaban kepada penyedia dana.

Untuk mengakomodir hal tersebut, OPZ memiliki beberapa jenis dana dalam sistem
akuntansinya. Penerimaan dana OPZ diklasifikasikan ke dalam dana-dana tersebut untuk
tujuan dan maksud tertentu. Sistem dana ini dimaksudkan sebagai alat kontrol apakah suatu
dana tertentu telah digunakan sesuai dengan tujuannya, sekaligus untuk menjamin ketaatan
terhadap ketentuan dalam penggunaan dana-dana tersebut. Sistem akuntansi ini dikenal
dengan akuntansi dana (fund accounting).

OPZ setidaknya memiliki 3 jenis dana, yaitu dana Zakat, dana Infak/sedekah dan dana
Amil. Dana zakat adalah dana yang berasal dari penerimaan zakat. Dana infak/sedekah
adalah dana yang berasal dari penerimaan infak sedekah. Terakhir, dana amil adalah bagian
amil dari dana zakat dan dana infak/sedekah serta dana lain yang oleh pemberinya
diperuntukkan bagi amil. Dana amil digunakan untuk pengelolaan amil.

3.1. Penerimaan Dana


3.1.1.Ketentuan Umum

Penerimaan dana dapat berasal dari Zakat, Infak/Sedekah, Dana Sosial Keagamaan
Lainnya (DSKL), dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana corporate social responsibility (CSR), dana bagi
hasil, jasa giro, dan dana lain yang tidak bertentangan dengan Syariat Islam dan peraturan
perundang-undangan. Penerimaan dana dapat dilakukan secara:

a. Langsung melalui loket Pengelola Zakat atau UPZ; atau


b. Tidak langsung melalui sistem pembayaran elektronik sesuai dengan syariat Islam dan
peraturan perundang-undangan.

Penerimaan dana tidak langsung dilakukan melalui perbankan syariah. Dalam hal
tidak terdapat perbankan syariah pada wilayah penerimaan dana Zakat, maka penerimaan
dana Zakat dapat dilakukan melalui perbankan konvensional.

3.1.2.Verifikasi dan Validasi Penerimaan Dana

OPZ menganut konsep akuntansi dana. Oleh karena itu, proses verifikasi dan validasi
penerimaan dana harus meliputi identifikasi klasifikasi dana yang diterima. Penerimaan dana
wajib dipisahkan sesuai dengan jenis penerimaan dana. Penerimaan dana Zakat wajib diikuti

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 153
dengan do’a oleh Amil Zakat kepada pemberi dana secara langsung maupun tidak
langsung.

Penerimaan dana dapat berupa uang atau barang. Penerimaan dana berupa uang
dapat dilakukan dalam bentuk uang tunai, cek, atau giro. Penerimaan dana berupa barang
dapat dilakukan dalam bentuk emas, permata, hasil pertanian dalam arti luas, kendaraan,
dan aset lainnya. Penerimaan dana berupa barang harus dituangkan dalam berita acara
serah terima penerimaan dana Zakat. Penerimaan dana berupa barang wajib dilakukan
penaksiran nilai dalam bentuk rupiah berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar, dalam waktu
paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya barang.

Penerimaan dana Zakat berupa uang disetorkan pada hari penerimaan dana Zakat
oleh Amil Zakat ke rekening bank penerimaan sesuai dengan jenis penerimaan dana Zakat
dalam jumlah bruto. Apabila tidak dapat disetorkan pada hari penerimaan dana Zakat,
penyetoran dana Zakat dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya dana
Zakat.

Apabila dana Zakat yang diterima dalam bentuk mata uang asing, Amil Zakat
menyetorkan sesuai dengan hasil konversi ke mata uang rupiah berdasarkan nilai tukar yang
wajar pada hari penyetoran. Setiap penerimaan dana Zakat dalam bentuk uang baik melalui
loket penerimaan dana Zakat maupun melalui elektronik diterbitkan bukti setor. Bukti setor
penerimaan dana Zakat melalui loket memuat:

a. Nama dan alamat Pengelola Zakat atau UPZ penerima;


b. Nama donator;
c. Alamat donatur;
d. Nomor pokok wajib zakat atau nomor register donatur;
e. Nomor pokok wajib pajak donatur;
f. Jenis setoran dana;
g. Jumlah setoran; dan
h. Nama dan tanda tangan Petugas Penerima.

Sedangkan bukti setor penerimaan dana Zakat melalui elektronik paling sedikit
memuat:
a. Nama donatur;
b. Jenis setoran dana; dan
c. Jumlah setoran.

Amil Zakat yang melaksanakan tugas dan fungsi penerimaan dana Zakat wajib
membuat laporan rekapitulasi penerimaan dana Zakat. Laporan disampaikan kepada bagian
keuangan Pengelola Zakat setiap hari dengan melampirkan surat tanda setor ke bank
dan/atau bukti penerimaan lainnya yang sah.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 154


3.2. Penyimpanan Dana

3.2.1.Ketentuan Umum

Dana zakat dan infak/sedekah dalam bentuk uang wajib disimpan di tempat yang
memiliki sistem pengamanan yang memadai dengan penanggung jawab yang jelas.
Penyimpanan dana zakat, infak/sedekah dan dana operasional dalam bentuk uang tunai
dilakukan oleh pemegang kas yang ditetapkan oleh pimpinan OPZ. Sedangkan dana zakat
dan infak/sedekah dalam bentuk barang diinventarisasi dan disimpan pada tempat yang
aman dan memadai dengan penanggung jawab yang jelas.

3.2.2.Pengelolaan Rekening

Pengelolaan rekening yang dimaksud terdiri dari pembukaan rekening, pemblokiran


rekening, penutupan rekening, pemerolehan informasi rekening, penggunaan layanan
rekening secara elektronik dan penandatangan spesimen. Jenis rekening yang dapat dibuka
oleh OPZ adalah;

a. Rekening penerimaan
Rekening penerimaan adalah rekening yang digunakan untuk menampung uang
penerimaan dari muzaki dan donatur. Paling sedikit terdiri dari rekening penerimaan
dana zakat dan rekening penerimaan infak/sedekah.
b. Rekening penyaluran
Rekening penyaluran adalah rekening yang digunakan untuk menampung dana salur
zakat dan infak/sedekah yang akan digunakan untuk keperluan kepada para mustahik
dan dhuafa. Paling sedikit terdiri dari rekening dana salur zakat dan rekening dana
salur infak/sedekah.
c. Rekening lainnya
Rekening lainnya adalah rekening yang dipergunakan untuk menampung dana di luar
penerimaan dan dana salur zakat dan infak/sedekah. Paling sedikit terdiri dari
rekening penerimaan amil dan rekening operasional amil.

Kewenangan untuk melakukan blokir, menutup, dan memperoleh informasi atas


Rekening dapat dilaksanakan oleh kuasa Pimpinan OPZ. Pembukaan rekening bank
dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Pimpinan OPZ. Fungsi Divisi Akuntansi
dan Keuangan mengajukan permohonan persetujuan pembukaan Rekening Penerimaan,
Rekening Pengeluaran, dan/atau Rekening Lainnya kepada Pimpinan OPZ. Surat
permohonan persetujuan dimaksud memuat:

a. Tujuan penggunaan rekening;


b. Sumber dana;
c. Mekanisme penyaluran dana; dan
d. Perlakuan terhadap bunga/nisbah dan/atau jasa giro.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 155
Penamaan Rekening dapat disingkat dengan menggunakan singkatan nomenklatur
kantor yang berlaku umum serta menyesuaikan ketersediaan jumlah karakter pada bank.
Penandatangan specimen rekening bank atas nama Pimpinan OPZ. Bunga/nisbah dan/atau
jasa giro atas dana pada rekening diperlakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pendebitan Rekening milik Satuan Kerja dilakukan dengan menggunakan:

a. Layanan Perbankan Secara Elektronik, berupa:


i. Internet Banking.
ii. Kartu Debit.
b. Cek/bilyet giro.

Layanan Perbankan Secara Elektronik berupa Kartu Debit dikecualikan untuk Rekening
Penerimaan. Pimpinan OPZ dapat menutup rekening bank paling lambat 1 tahun sejak
rekening dikategorikan sebagai Rekening pasif. Rekening pasif merupakan Rekening yang
tidak terdapat transaksi pendebitan ataupun pengkreditan Rekening selama 1 tahun sejak
tanggal transaksi terakhir.

3.2.3.Rekening Bank Konvensional

Pada prinsipnya, OPZ tidak boleh membuka rekening simpanan di perbankan


konvensional karena produk simpanan tersebut diharamkan. Pada saat yang sama, tindakan
tersebut juga telah memperkuat perbankan konvensional dengan pinjaman55, sekalipun
tidak mengharapkan dan/atau tidak mengambil bunganya. Jika dilakukan karena kebutuhan
(hajat syar’i) dan mashlahat, diperbolehkan dengan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Dibuat standing instruction, yaitu intruksi sistem pemindahbukuan secara otomatis


dari rekening penerimaan ZIS perbankan konvensional ke rekening perbankan Syariah
secara berkala dengan waktu minimal, sehingga dana ZIS tidak mengendap lama.
b. Setiap bunga/jasa yang didapatkan dari rekening perbankan konvensional
diperlakukan sebagai dana sosial kebajikan, bukan pendapatan atau bagian dari dana
ZIS dan dana Amil. Dana Tidak Boleh Diakui Sebagai Pendapatan (TBDSP) tersebut
tidak boleh dimanfaatkan oleh OPZ seperti digunakan untuk membayar pajak. Dana
TBDSP dapat dimanfaatkan dan disalurkan untuk fasilitas umum seperti
pembangunan jalan, jembatan dan MCK serta kebutuhan sosial lainnya. OPZ dapat
memperlakukan dana TBDSP sebagai penambah dan pengurang liabilitas/kewajiban
di laporan posisi keuangan ketika diterima dan disalurkan.
c. Diperbolehkan selama calon muzaki hanya berzakat melalui rekening perbankan
konvensional. Hal ini untuk optimalisasi penghimpunan ZIS oleh OPZ dan mengurangi
gap antara potensi dan realisasi penghimpunan ZIS serta untuk kepentingan manfaat
yang akan diterima oleh mustahik dan kaum dhu’afa secara luas. Namun, jika sudah
tersedia pilihan perbankan Syariah, maka tidak diperbolehkan lagi karena hajatnya

55Oni, S., Suharsono, M., Setiawati, A., & Setiawan, A. (2018). Fiqh Zakat KOntemporer. Jakarta: Rajawali
Press.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 156


telah hilang. Terlebih saat ini, telah banyak perbankan Syariah dan unit usaha Syariah
(UUS) perbankan konvensional yang telah beroperasi.
d. Rekening tersebut bukan berbentuk tabungan/kontra tertentu yang tidak
memungkinkan pengalihan dana ke rekening Syariah atau Tarik tunai berkala sesuai
dengan prinsip sad dzari’ah.

Sekalipun diperbolehkan dengan syarat dan batasan di atas, OPZ tetap disarankan
untuk hanya memiliki rekening simpanan di perbankan Syariah sebagai bentuk edukasi dan
syiar dakwah keuangan Syariah kepada muzakki dan donatur termasuk mustahik untuk ikut
serta mendukung dan mengembangkan keuangan Syariah.

3.2.4.Penyimpanan Kas Operasional Harian

Penyimpanan kas operasional harian dapat terdiri atas kas besar dan kas kecil. Kas
besar untuk keperluan keseluruhan operasional harian OPZ. Kas kecil untuk keperluan
operasional tertentu dalam jumlah kecil dan sering terjadi, dengan sistem dana tetap.
Jumlah kas besar dan kas kecil ditetapkan oleh pimpinan OPZ secara berjenjang. Pemegang
kas wajib membuat pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas.

Sistem dana tetap adalah metode pembukuan kas kecil di mana rekening kas kecil
jumlahnya selalu tetap. Setiap pengeluaran kas terjadi, pemegang kas kecil tidak langsung
mencatatnya, tetapi hanya sekedar mengumpulkan bukti transaksi pengeluarannya. Ciri-ciri
sistem dana tetap (imprest fund system), 1) bukti-bukti penggunaan dana kas kecil
dikumpulkan oleh pengelola kas kecil. 2) Pengisian dana kas kecil dilakukan dengan
penarikan cek yang sama jumlahnya dengan dana kas kecil yang telah digunakan sehingga
jumlah dana kas kecil kembali kepada jumlah yang ditetapkan semula.

Langkah-langkah operasional penerapan sistem dana tetap, yaitu:

a. Pembentukan dana kas kecil di mana pemegang kas kecil diberi sejumlah uang tunai
yang nantinya untuk pembayaran atas pengeluaran yang diperkirakan bisa memenuhi
kebutuhan dalam waktu tertentu.
b. Dana kas kecil dipergunakan untuk pembayaran transaksi pengeluaran.
c. Setelah dana kas kecil habis/hampir habis, kasir membentuk kembali dana kas kecil,
mengisinya sebesar jumlah nominal pengeluaran yang terjadi.

Sistem dana tetap memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah; 1)


Pengeluaran rinci; pengeluaran uang kas kecil dapat diketahui lebih rinci. Hal ini karena
pencatatan dilakukan berdasarkan pada pos-pos pengeluaran yang ada di pembukuan.
Juga dengan adanya bukti pengeluaran yang dilampirkan. 2) Menghemat waktu; pencatatan
metode tetap hanya dilakukan saat hendak melakukan pengisian kembali. Tidak perlu
dilakukan setiap ada pengeluaran.

Sedangkan kekurangan dari metode dana tetap adalah: 1) Saldo tidak selalu diketahui
karena pencatatan baru dilakukan ketika hendak mengisi kembali kas kecil, maka saldo kas

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 157
kecil tidak dapat diketahui setiap waktu. Saldo baru bisa diketahui ketika pemegang kas
kecil menghitung manual atau melakukan perkiraan atas pengeluaran yang dilakukan. 2)
Tidak dapat mengisi kembali setiap waktu karena saldo kas kecil tidak selalu ter-update atau
tidak diketahui setiap saat, pengisian juga tidak dapat dilakukan setiap waktu. Pengisian
dilakukan setelah melakukan penghitungan jumlah dana atau perkiraan dana yang tersisa.

3.3. Pengeluaran Dana


3.3.1.Ketentuan Umum

Pengeluaran dana zakat, dana infak/sedekah dan dana operasional dilakukan


berdasarkan:

a. Permohonan tertulis kepada pejabat yang berwenang;


b. Verifikasi terhadap permohonan sesuai dengan jenjang otorisasi pengeluaran dana;
dan
c. Tercantum dalam RKAT.

Apabila permohonan pengeluaran dana belum tercantum dalam RKAT, maka harus
mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang. Jenjang otorisasi pengeluaran
dana ditetapkan dengan keputusan pimpinan OPZ. Setiap pengeluaran dana zakat, dana
infak/sedekah dan dana operasional harus didukung dengan bukti yang cukup dan sah.
Pengeluaran dana zakat untuk pendistribusian dan pendayagunaan zakat dilakukan dengan
cara non tunai. Apabila mustahik merupakan orang perseorangan dan tidak memiliki
rekening bank, pengeluaran dana zakat dapat dilakukan secara tunai.

3.3.2.Penyaluran Dana Zakat dan Infak/Sedekah

Penyaluran OPZ setidaknya bersumber dari dana zakat dan dana infak/sedekah. Dana
zakat disalurkan kepada mustahik 8 ashnaf, yaitu Fakir, Miskin, Amil, Riqab, Gharimin,
Muallaf, Fi Sabilillah, dan Ibnu Sabil. Penyaluran kepada mustahik harus memperhatikan had
kifayah, yaitu batas minimal untuk menetapkan seseorang/keluarga menjadi mustahik atau
penerima zakat. Penyaluran zakat melalui Amil/OPZ lain belum dianggap sebagai
penyaluran zakat hingga harta zakat tersebut disalurkan dan disampaikan kepada para
mustahik. Manajemen OPZ harus membuat daftar kriteria masing-masing ashnaf agar
mudah dalam menentukan kelompok ashnaf Ketika pembukuan. Dana zakat dan
infak/sedekah di luar bagian amil, harus dimanfaatkan seluruhnya untuk kepentingan
mustahik dan dhuafa.

Berdasarkan Per-BAZNAS Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan RKAT,


BAB IV Besaran Hak Amil Pasal 8 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa bagian amil dari dana zakat
tidak boleh melebihi 12,5%, amil tidak mengambil bagian dari zakat terikat. Sedangkan
bagian amil dana infak/sedekah maksimal 20%, boleh dihitung dari infak/sedekah umum
dan terikat. Bagian amil dari dana zakat dan dana infak/sedekah dimaksudkan untuk

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 158


menutup operasional amil. Sebagaimana fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 tentang Amil
Zakat, apabila bagian amil di atas masih tidak mencukupi, amil boleh menggunakan bagian
fi sabilillah dalam batas kewajaran, atau menggunakan dana di luar dana zakat. Bagian amil
dari dana zakat dan dana infak/sedekah digunakan untuk biaya operasional pengelolaan
zakat, termasuk upah/gaji amil, biaya iklan, beban penghimpunan dan penyaluran zakat.

3.4. Pembukuan dan Pengarsipan

Setiap transaksi pengelolaan dana zakat dibukukan sesuai dengan pedoman dan
standar akuntansi yang berlaku, yaitu PSAK 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah.
Pembukuan atas transaksi pengelolaan dana Zakat dilakukan sejak 1 Januari sampai dengan
31 Desember. Pembukuan pengelolaan dana zakat dilakukan sesuai dengan jenis
penerimaan dan pengeluaran dana zakat.

3.4.1.Prosedur Pembukuan Penerimaan Dana

Prosedur pembukuan penerimaan dana dilakukan dengan tahapan:


a. Pengumpulan bukti transaksi penerimaan;
b. Pencatatan;
c. Pengikhtisaran; dan
d. Pelaporan keuangan penerimaan dana.

Pembukuan dapat dilakukan secara manual atau elektronik dengan sistem


pembukuan berbasis teknologi informasi. Dalam melakukan pembukuan penerimaan dana
melampirkan:
a. Bukti setoran Zakat
b. Bukti transfer
c. Nota kredit bank
d. Cek;
e. Bukti pembayaran elektronik; dan/atau
f. Bukti tanda terima berupa barang.

Pembukuan penerimaan dana Zakat dilaksanakan oleh unit yang melaksanakan tugas
dan fungsi di bidang akuntansi dan keuangan. Unit tersebut mempunyai tugas:
a. Membuat buku rekapitulasi penerimaan dana secara terpisah sesuai dengan jenis
dana; dan
b. Mencatat transaksi jurnal penerimaan dana setiap terjadi transaksi penerimaan dana.

3.4.2. Prosedur Pembukuan Pengeluaran Dana

Prosedur pembukuan pengeluaran dana dilakukan dengan tahapan:


a. Pengumpulan bukti transaksi pengeluaran;
b. Pencatatan;
c. Pengikhtisaran; dan
d. Pelaporan keuangan pengeluaran dana.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 159
Pembukuan dapat dilakukan secara manual atau elektronik dengan sistem
pembukuan berbasis teknologi informasi. Dalam melakukan pembukuan pengeluaran dana
melampirkan:

a. Kuitansi;
b. Nota debit;
c. Bukti permintaan pengeluaran; dan
d. Bukti transaksi pengeluaran kas.

Pembukuan pengeluaran dana zakat dan dana infak/sedekah dilaksanakan oleh unit
yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang akuntansi dan keuangan, yaitu:

a. Membuat buku rekapitulasi pengeluaran per sumber dana setiap akhir bulan
berdasarkan buku rekapitulasi pengeluaran atau berdasarkan bukti permintaan
pembayaran atau pertanggungjawaban uang muka; dan
b. Mencatat jurnal transaksi pengeluaran dana setiap terjadinya transaksi pengeluaran
dana.

3.4.3. Pengelolaan Arsip

Kearsipan memegang peranan bagi kelancaran jalannya organisasi, yaitu sebagai


sumber informasi. Penyimpanan arsip harus secara sistematis sehingga dapat diketemukan
dengan mudah dan cepat ketika dibutuhkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan dengan
prosedur yang baik dan benar didalam pengelolaan arsip, untuk menjaga daur hidup arsip
itu sendiri mulai dari tahap penciptaan, penggunaan, pemeliharaan dan pemidahan serta
pemusnahannya.

Peralatan yang dapat digunakan oleh OPZ untuk menyimpan arsip terdiri dari:

a. Map arsip/folder, adalah lipatan kertas/ plastik tebal untuk menyimpanan arsip.
Macam-macam map arsip/ folder meliputi:
i. Stofmap folio (map berdaun)
ii. Snelhechter (map berpenjepit)
iii. Brief Ordner (map besar berpenjepit)
iv. Portapel (map bertali)
v. Hanging Folder (map gantung)
b. Sekat petunjuk/guide, adalah alat yang terbuat dari karton/ plastik tebal yang
berfungsi sebagai penunjuk, pembatas atau penyangga deretan folder.
c. Almari arsip/filing cabinet, adalah alat yang digunakan untuk menyimpan arsip dalam
bentuk lemari yang terbuat dari kayu, alumunium atau besi baja tahan karat/api.
d. Rak arsip, adalah alamari tanpa daun pintu atau dinding pembatas untuk menyimpan
arsip yang terlebih dahulu dimasukkan dalam ordner atau kotak arsip.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 160


e. Kotak/almari kartu/card cabinet, adalah alat yang digunakan untuk menyimpan kartu
kendali, kartu indeks dan kartu-kartu lain yang penyimpanannya tidak boleh
sembarangan agar mudah untuk ditemukan kembali.
f. Berkas Peringatan/ Tickler File, adalah alat yang digunakan untuk menyimpan arsip/
kartu-kartu yang memiliki tanggal jatuh tempo.
g. Kotak Arsip/ File Box adalah alat yang digunakan untuk menyimpan arsip yang
terlebih dahulu dimasukkan ke dalam folder/ map arsip.
h. Rak Sortir, adalah alat yang digunakan untuk memisah-misahkan surat yang diterima,
diproses, dikirimkan atau untuk menggolong-golongkan arsip sebelum disimpan

Beberapa tata cara yang dapat dilakukan dalam penyimpanan arsip adalah:

a. Horizontal filing (flat filing), yaitu penyimpanan arsip dengan cara arsip dimasukkan
dalam stofmap atau snelhechter kemudian ditumpuk ke atas dalam alamari arsip
(disusun secara mendatar/ horizontal dari bawah ke atas).
b. Vertikal filing, yaitu penyimpanan arsip dengan cara arsip dimasukkan dalam folder/
map arsip kemudian diletakkan berdiri/ tegak memanjang (sisi panjang arsip sejajar
dengan lipatan folder/ map) dan disusun berurutan dari depan ke belakang.
c. Lateral filling, yaitu penyimpanan arsip dengan cara arsip dimasukkan dalam
snelhechter atau brief ordner kemudian diletakkan berdiri dengan punggung di
depan.

Adapun prosedur dalam penyimpanan arsip, yaitu:

a. Meneliti tanda pada lembar disposisi apakah surat tersebut sudah boleh untuk
disimpan (meneliti tanda pelepas surat/release mark). Tanda pelepas surat biasanya
berupa disposisi deponeren yang menunjukkan perintah untuk menyimpanan surat.
b. Mengindeks atau memberi kode surat tersebut. Indeks/ kode surat dibuat sesuai
sistem penyimpanan arsip yang dipergunakan dan dibuat untuk memudahkan
penyimpanan dan penemuan kembali surat.
c. Menyortir atau memisah-misahkan surat sesuai dengan bagian, masalah atau tujuan
surat. Kegiatan menyortir/ memisah-misahkan surat sebelum disimpan biasanya
dilakukan dengan menggunakan rak/ kotak sortir.
d. Menyimpan surat ke dalam map (folder). Penyimpanan surat ke dalam map/ folder
dapat menggunakan stofmap folio, snelhechter, brief ordner, portapel ataui folder
gantung kemudian dimasukkan ke dalam almari arsip/ filing cabinet atau alat
penyimpanan arsip yang lain.
e. Menata arsip dengan baik sesuai dengan sistem yang dipergunakan. Penyimpanan
arsip dapat menggunakan sistem penyimpanan arsip sebagai berikut:
i. Sistem abjad (Alphabetic filing system)
ii. Sistem tanggal (Chronological filing system)
iii. Sistem nomor (Numeric filing system)
iv. Sistem wilayah (Geographic filing system)
v. Sistem subyek/Pokok Masalah (Subject filing system)

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 161
Secara periodik, Manajemen OPZ harus menentukan masa keaktifan dari arsip. Arsip
yang tidak aktif/Inaktif harus dipisahkan dan dipindahkan ke penyimpanan tersendiri
dengan tetap memperhatikan bentuk dan media arsip. Pemindahan Arsip Inaktif ini
dilaksanakan melalui kegiatan:

a. Penyeleksian Arsip Inaktif;


b. Pembuatan daftar Arsip Inaktif yang akan dipindahkan; dan
c. Penataan Arsip Inaktif yang akan dipindahkan.

Terakhir, Manajemen OPZ secara periodik juga harus melakukan pemusnahan


terhadap arsip yang:

a. Tidak memiliki nilai guna yang ditentukan oleh Pencipta Arsip;


b. Telah habis retensinya dan berketerangan dimusnahkan berdasarkan penyortiran;
c. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang; dan
d. Tidak berkaitan dengan penyelesaian proses suatu perkara.

3.4.4.Kode Rekening

Kode rekening adalah suatu daftar yang berisi macam-macam akun yang disusun
sedemikian rupa untuk memudahkan penyusunan laporan keuangan. Oleh karena itu,
penyusunan kode rekening harus berdasarkan laporan-laporan tersebut, yaitu berdasark
urutan-urutan pos dalam laporan posisi keuangan dan laporan perubahan dana. Dalam
sistem pengolahan data akuntansi, kode rekening bertujuan untuk: 1) menidentifikasi data
akuntansi secara unik, 2) Meringkas data, 3) mengklasifikasikan rekening atau transaksi, dan
4) menyampaikan makna tertentu.

Dalam merancang kode rekening perlu diperhitungkan berbagai pertimbangan


berikut:

a. Kerangka kode harus secara logis memenuhi kebutuhan pemakai dan metode
pengolahan data yang digunakan,
b. Setiap kode harus mewakili secara unik unsur yang diberi kode, dan
c. Desain kode harus mudah disesuaikan dengan tuntutan perubahan agar tidak
memakan biaya dan waktu sera tidak membingungkan pemakai.

Pemberian kode umumnya didasarkan pada kerangka pemberian kode tertentu


sehingga pemakai dimudahkan dalam penggunaannya seperti kode angka urut (numerical
sequence code). Kode rekening yang digunakan oleh OPZ dalam menyusun laporan posisi
keuangan terdiri atas kode akun aset, kode akun kewajiban, dan kode akun saldo dana.
Sedangkan, kode rekening yang digunakan oleh OPZ dalam menyusun laporan perubahan
dana terdiri atas kode akun penerimaan dan kode akun penyaluran.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 162


3.5. Penyusunan Laporan Keuangan

Sesuai Perbaznas No. 4 tahun 2018 tentang Pelaporan Pelaksanaan Pengelolaan


Zakat, OPZ sebagai pengelola zakat baik, baik BAZNAS maupun LAZ, wajib membuat dan
menyampaikan laporan pengelolaan zakat setiap 6 bulan dan akhir tahun. Laporan tersebut
terdiri dari laporan keuangan, laporan kinerja dan laporan pengelolaan zakat nasional,
provinsi dan kabupaten/kota sesuai tingkatan BAZNAS. Untuk LAZ, hanya diharuskan untuk
membuat laporan keuangan dan laporan kinerja. Lapora tersebut disampaikan kepada
Kementerian Agama, Pemerintah Daerah dan BAZNAS atau LAZ sesuai tingkatan wilayah
OPZ.

Laporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Tujuan


umum pelaporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi
keuangan, kinerja dan arus kas dari suatu entitas yang berguna bagi sejumlah besar
pengguna (wide range users) dalam rangka membuat dan mengevaluasi keputusan
mengenai alokasi sumber yang dipakai oleh suatu entitas dalam mencapai tujuannya.
Laporan keuangan merupakan sarana pertanggungjawaban manajemen OPZ atas
penghimpunan, pemeliharaan dan penyaluran serta pendayagunaan dana zakat dan
infak/sedekah yang diamanahkan oleh muzaki dan donatur.

Unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang akuntansi dan keuangan
menyusun laporan keuangan setiap 6 (enam) bulan dan akhir tahun, paling sedikit memuat:

a. Laporan posisi keuangan,


b. Laporan perubahan dana,
c. Laporan perubahan aset kelolaan,
d. Laporan arus kas, dan
e. Catatan atas laporan keuangan.

Penyajian laporan keuangan OPZ mengacu pada PSAK Syariah 101 tentang Penyajian
Laporan Keuangan Syariah. Perlakuan akuntansi atas transaksi zakat dan infak/sedekah
mengacu pada PSAK 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah. Sedangkan perlakuan
akuntansi di luar transaksi zakat dan infak/sedekah, mengacu pada SAK yang relevan. OPZ
dapat memilih penggunaan SAK relevan tertentu selama penerapannya konsisten dan tidak
membebani proses administrasi pelaporan keuangan, sehingga OPZ tetap bisa fokus pada
program dan pelayanan kepada mustahik.

Laporan kinerja dan pengelolaan zakat mengacu pada format laporan yang terdapat
dalam Perbaznas No. 4 tahun 2018. Selain itu, penyampaian laporan kinerja dan
pengelolaan zakat oleh BAZNAS dan LAZ dapat dilakukan melalui portal website
simba.baznas.go.id. Laporan kinerja disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 163
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada aspek
strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issued) yang sedang dihadapi
organisasi.

Bab II Perencanaan Kinerja dan Realisasi Tahun Berjalan


Mengacu ke Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan ditambahkan kolom realisasi dan perbandingan
dengan target/anggaran.

Bab III Perbandingan Realisasi dengan tahun sebelumnya


Mengacu kepada Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, namun membandingkan antara realisasi tahun berjalan
dengan tahun sebelumnya.

Bab IV Penutup
Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta Langkah
di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.

3.6. Analisis Laporan Keuangan OPZ

Analisis laporan keuangan mengacu pada “Rasio Keuangan OPZ; Teori dan Konsep”
yang dikeluarkan oleh Puskas BAZNAS pada Tahun 2019, terdiri dari 5 kategori yaitu rasio
aktivitas, rasio efisiensi, rasio dana amil, rasio likuiditas, dan rasio pertumbuhan. Pada bagian
ini, lima kategori rasio tersebut tidak akan dibahas secara lengkap. Beberapa rasio keuangan
yang dianggap paling penting (financial highlight ratios) akan dijabarkan sebagai berikut:

I. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas merupakan rasio yang mengukur efektivitas penyaluran dana zakat dan
infak/sedekah. Pengukuran rasio ini penting dikarenakan: (1) sesuai dengan pendapat
jumhur ulama dan pedoman zakat core principles bahwa zakat yang diterima pada suatu
tahun juga disalurkan pada tahun yang sama. Rasio ini membantu untuk mengukur
seberapa besar dana zakat yang telah disalurkan pada tahun tersebut; (2) penghitungan
rasio ini dapat membantu untuk meningkatkan reputasi OPZ dengan menunjukkan kepada
para muzakki bahwa dana-dana yang diterima oleh OPZ telah disalurkan kepada para
mustahik.

Terdapat 6 rasio yang penting untuk diperhatikan oleh Manajemen OPZ, yaitu:

a. Rasio Penyaluran Kotor (Gross Allocation Ratio)

Rasio gross ACR ini menghitung saldo penghimpunan dan penyaluran ZIS pada suatu
periode ditambah dengan saldo dana ZIS yang dari tahun sebelumnya belum dapat
disalurkan pada periode berikutnya. Hal ini untuk melihat sejauh mana penyalurannya dana

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 164


ZIS baik yang terhimpun pada periode yang sama maupun saldo dari periode sebelumnya
dikarenakan masih terdapat kewajiban untuk menyalurkan dana yang diperoleh dari
periode sebelumnya.

Rumus Gross Allocation Ratio:

(𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 + 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑑𝑒𝑘𝑎ℎ)


𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 + 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑑𝑒𝑘𝑎ℎ) + (𝑆𝑎𝑙𝑑𝑜 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 𝑡−1 +
𝑆𝑎𝑙𝑑𝑜 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐼𝑛𝑓𝑎𝑘 𝑡−1

b. Rasio Penyaluran Bersih (Net Allocation Ratio)

Rasio Net ACR ini hanya memperhitungkan penghimpunan dan penyaluran yang
dikeluarkan dalam satu periode saja tanpa memperhitungkan sisa saldo dana ZIS dari
periode sebelumnya.

Rumus Net Allocation Ratio:

(𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 + 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑑𝑒𝑘𝑎ℎ


(𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 + 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑑𝑒𝑘𝑎ℎ

c. Rasio Penyaluran Dana Zakat (Allocation of Zakah)

Zakah allocation ratio (rasio penyaluran dana zakat) khusus digunakan untuk
mengukur sejauh mana dana zakat yang dihimpun oleh OPZ dapat disalurkan kepada para
mustahik.

Rumus Zakah allocation ratio:

(𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡

d. Rasio Penyaluran Dana Infak dan Sedekah (Allocation of Infaqh)

Rasio penyaluran dana infak dan sedekah khusus digunakan untuk mengukur sejauh
mana dana infak dan sedekah yang dihimpun oleh OPZ dapat disalurkan dengan kepada
para mustahik.

Rumus Infaq/Shodaqa Allocation Ratio:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑑𝑒𝑘𝑎ℎ


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑑𝑒𝑘𝑎ℎ

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 165
e. Rasio Piutang Penyaluran

Rasio ini digunakan untuk melihat bagaimana proporsi piutang penyaluran terhadap
total penyaluran.

Rumus Rasio piutang penyaluran:


𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛

Rasio ini mengindikasikan bahwa OPZ telah menyalurkan dana melalui amil/pihak lain
tetapi belum bisa diakui dan dicatat sebagai penyaluran disebabkan belum ada laporan dari
amil/pihak tersebut. Jika piutang penyaluran terus meningkat mengindikasikan kurang
optimalnya OPZ dalam mengontrol piutang penyaluran. Adapun nilai rasio piutang
penyaluran dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

i. Jika nilai rasio piutang penyaluran ≤ 10%, maka dapat dikatakan baik. OPZ
sudah optimal dalam mengontrol piutang penyaluran.
ii. Jika nilai rasio piutang penyaluran > 10%, maka dapat dikatakan tidak baik.
OPZ tidak optimal dalam mengontrol piutang penyaluran.

f. Rasio Uang Muka Kegiatan

Uang muka kegiatan yaitu persekot atau uang muka yang diberikan untuk
penanggung jawab kegiatan dan akan dipertanggungjawabkan saat pelaksanaan kegiatan
telah dilaksanakan. Uang muka kegiatan akan diakui sebagai penyaluran jika telah
dipertanggungjawabkan pada akhir periode. Rumus Rasio uang muka kegiatan:
𝑈𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑢𝑘𝑎 𝐾𝑒𝑔𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛

Rasio ini mengindikasikan bahwa OPZ telah menyalurkan dana melalui kegiatan yang
dilakukan tetapi belum dapat diakui dan dicatat sebagai penyaluran disebabkan belum ada
laporan dari kegiatan tersebut. Jika uang muka kegiatan nilainya terus meningkat maka
dapat mengindikasikan bahwa kurang optimalnya OPZ dalam menyalurkan dana yang telah
terhimpun. Adapun interpretasi nilai dari rasio ini adalah sebagai berikut:

i. R ≤ 10%, maka dapat dikatakan baik. OPZ sudah optimal dalam mengontrol
uang muka kegiatan.
ii. R > 10%, maka dapat dikatakan tidak baik. OPZ tidak optimal dalam
mengontrol uang muka kegiatan.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 166


II. Rasio Efisiensi

Rasio efisiensi yang akan dijelaskan di sini adalah rasio biaya operasional (operational
expenses ratio). Pengukuran rasio biaya operasional mencerminkan efisiensi dalam
mengatur proporsi pengeluaran dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.

Adapun beberapa jenis rasio biaya operasional yang dapat dilakukan di OPZ adalah:

a. Rasio Biaya Operasional Terhadap Total Hak Amil

Rasio biaya operasional terhadap hak amil dihitung untuk mengukur berapa besar
dana hak amil yang digunakan dalam proses operasional.

Rumus Rasio Biaya Operasional Terhadap Total Hak Amil

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑎𝑘 𝐴𝑚𝑖𝑙

Nilai rasio ini dapat diinterpretasikan dengan ketentuan sebagai berikut:


• R < 80% : efisien
• 80% < R < 90% : cukup efisien
• R > 90% : tidak efisien

b. Rasio Biaya Operasional Terhadap Total Penghimpunan

Rasio Biaya Operasional yang ketiga adalah perhitungan komposisi Biaya


Operasional terhadap total penghimpunan.

Rumus Rasio Biaya Operasional Terhadap Total Penghimpunan

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛

Adapun kategorisasi interpretasi nilai rasio ini adalah sebagai berikut:


• R < 12,5% : efisien
• 12,5% < R < 17,5% : cukup efisien
• R > 17,5% : tidak efisien

III. Rasio Dana Amil

Pengukuran efektivitas penggunaan dana amil dalam operasional lembaga zakat


dilakukan dalam rangka mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas dana amil yang
digunakan dalam kegiatan operasional penghimpunan dan penyaluran dana zakat,
infak/sedekah. Rasio dana amil yang dijelaskan di sini adalah Rasio Hak Amil atas ZIS.

Dalam perhitungan rasio ini, batas wajar dari hak amil yaitu 12,5%, jika melebihi batas
ini maka OPZ dapat memberikan penjelasan tersendiri penyebab dari tingginya tingkat dana
amil yang dibutuhkan.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 167
Rumus Rasio Hak Amil atas ZIS:

𝐵𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝐴𝑚𝑖𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑍𝐼𝑆


𝑥 100%
𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑍𝐼𝑆 − 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑔𝑖 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑍𝐼𝑆

Besaran rasio terkait hak amil adalah rerata dari tiga unsur yaitu rasio hak amil atas
zakat, rasio hak amil atas infak/sedekah dan rasio hak amil atas CSR dengan asumsi dan
interpretasi sebagai berikut:

Tabel 4. Rasio Dana Amil

Rasio Dana Amil Keterangan


R ≤13,8% Baik
R < 13,8% Tidak Baik
Asumsi Komposisi Dana ZIS
• Zakat: 80%
• Infak dan sedekah: 15%

CSR: 5%

Asumsi Hak Amil


• Zakat: 12,5%
• Infak dan sedekah: 20%

CSR: 15%

IV. Rasio Likuiditas

Rasio Likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan lembaga zakat dalam
melunasi kewajiban jangka pendeknya. Di antara rasio likuiditas yang dapat digunakan
adalah current ratio, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan aset suatu
entitas dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya. Dalam lingkup pelaporan lembaga
zakat, kewajiban jangka pendek yang dimaksud memperhitungkan saldo dana zakat dan
infak/sedekah yang terhimpun. Sesuai kaidah syariah, jumlah dana zakat dan infak/sedekah
yang terhimpun merupakan kewajiban lembaga zakat untuk dapat segera disalurkan.
Sehingga formula current ratio pada lembaga zakat sebagai berikut:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
(𝑆𝑎𝑙𝑑𝑜 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡 + 𝑆𝑎𝑙𝑑𝑜 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐼𝑛𝑓𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑑𝑒𝑘𝑎ℎ + 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑒𝑘)
−𝐴𝑠𝑒𝑡 𝐾𝑒𝑙𝑜𝑙𝑎𝑎𝑛)
Dengan ketentuan:

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 168


• R < 1, maka tidak baik karena aset lancar yang dimiliki oleh OPZ tidak dapat
memenuhi seluruh kewajiban jangka pendeknya termasuk kewajiban penyaluran
dana zakat, infak sedekah pada suatu periode.
• 1 ≤ R ≤ 1,5, maka baik karena aset lancar OPZ mampu memenuhi seluruh kewajiban
jangka pendeknya termasuk kewajiban penyaluran dana zakat, infak sedekah pada
suatu periode.
• R > 1,5, maka tidak baik karena mengindikasikan adanya dan mengendap pada OPZ
dalam bentuk piutang penyaluran yang merupakan kewajiban penyaluran dana
zakat, infak dan sedekah yang belum teraksana.

Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsi sebagai amil, OPZ diharapkan mampu
menjaga agar besaran current ratio pada nilai 1-1,5.

V. Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio)

a. Growth of zakah, Infaq, and Sadaqa

Pengukuran kapasitas rasio pertumbuhan penerimaan utama adalah untuk menilai


kemampuan lembaga zakat dalam meningkatkan dana zakatyang terhimpun dari tahun
sebelumnya. Semakin besar akan semakin baik. Rasio pertumbuhan penghimpunan dana
ini akan berdampak bagi perencanaan penyaluran dan ekspansi lembaga zakat.

Rumus Growth of zakat:


𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡𝑡 − 𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡𝑡−1
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑍𝑎𝑘𝑎𝑡𝑡−1

Rumus Growth of Infaq/Sadaqa


𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝐼𝑛𝑓𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑑𝑒𝑘𝑎ℎ𝑡 − 𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝐼𝑛𝑓𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑑𝑒𝑘𝑎ℎ𝑡−1
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝐼𝑛𝑓𝑎𝑘 𝑆𝑒𝑑𝑒𝑘𝑎ℎ𝑡−1

Rumus Growth of zakah, Infaq, Sadaqa


𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑍𝐼𝑆𝑡 − 𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑍𝐼𝑆𝑡−1
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑖𝑚𝑝𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑍𝐼𝑆𝑡−1

Adapun interpretasi dari rasio ini adalah:


• R > 130% : Baik Sekali
• 120% < R < 130% : Baik
• 100% < R < 120% : Cukup Baik
• R < 100% : Tidak Baik

b. Growth of Allocation

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 169
Rasio pertumbuhan penyaluran mencerminkan pertumbuhan penyaluran dana zakat
tahun ini terhadap tahun sebelumnya. Pertumbuhan dana yang disalurkan akan
mencerminkan efisiensi lembaga zakat dalam menyalurkan dana yang terhimpun.

Growth of Allocation digunakan untuk mengukur pertumbuhan penyaluran tahun ini


terhadap tahun sebelumnya. Namun, jika pertumbuhan penyaluran yang semakin tinggi
maka harus melakukan analisi lebih dalam apakah peningkatan tersebut berasal dari
penyaluran tahun berjalan saja atau termasuk sisa penyaluran dari tahun sebelumnya. Jika
yang terjadi adlah yang kedua maka tingginya pertumbuhan penyaluran mengindikasikan
adanya dana mengendap ditahun sebelumnya. Sama seperti dengan rasio pertumbuhan
ZIS, jika nilai rasio pertumbuhan penyaluran lebih dari 100% maka dapat dikatakan baik dan
jika pertumbuhan bernilai kurang dari 100% maka tidak baik.

Rumus Growth of Allocation:


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛𝑡 − 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛𝑡−1
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛𝑡−1

Adapun interpretasi nilai dari rasio pertumbuhan ini adalah:


• R > 130% : Baik Sekali
• 120% < R < 130% : Baik
• 100% < R < 120% : Cukup Baik
• R < 100% : Tidak Baik

c. Growth of Operational Expense

Rasio pertumbuhan biaya operasional mencerminkan pertumbuhan biaya yang


digunakan untuk operasional OPZ tahun ini terhadap tahun sebelumnya. Pertumbuhan
biaya operasional yang digunakan dapat mencerminkan seberapa efektif dan efisiensi suatu
OPZ dalam mengelola dana yang digunakan untuk kegiatan operasionalnya dalam
menyalurkan dana ZIS yang terhimpun.

Rumus Growth of Operational Expense:


𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛𝑡
𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑚𝑝𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑍𝐼𝑆 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛𝑡

Adapun interpretasi nilai dari rasio pertumbuhan biaya operasional ini:


• R ≤ 1 : Selaras
• R > 1 : Tidak Selaras

Dalam melaksanakan kegiatannya, OPZ harus mengevaluasi kinerjanya dengan


memperhatikan rasio-rasio keuangan di atas.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 170


Dalam melakukan pengelolaan dana zakat dan operasional, wajib dilakukan
pengendalian oleh unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang keuangan dan
akuntansi. Pengendalian dilakukan terhadap penerimaan dana zakat dan pengeluaran dana
zakat serta dan operasional. Pengendalian dilakukan terhadap:

1) Anggaran
2) Penyampaian laporan keuangan tepat waktu
3) Kewajiban kepada pihak luar
4) Uang muka kegiatan dan program
5) Piutang operasional; dan
6) Pelaksanaan prosedur keuangan secara efektif dan efisien.

4.1. Pengendalian Anggaran

Penyusunan anggaran memiliki kaitan erat dengan penyusunan rencana (planning),


pengkoordinasian kerja (coordinating) dan pengawasan kerja (controlling). Oleh karena itu,
anggaran berperan sebagai alat bagi manajemen OPZ dalam melaksanakan tiga fungsi
tersebut. Pengendalian atas organisasi untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran
dapat menggunakan anggaran sebagai alatnya. Untuk mencapai sasaran, organisasi harus
melakukan perencanaan, dan anggaran merupakan bagian dari perencanaan tersebut.

OPZ setiap tahunnya wajib menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT)
yang berisi realisasi dan evaluasi atas kegiatan dan anggaran tahun sebelumnya, serta
rencana kegiatan, program kerja dan anggaran tahun selanjutnya. RKAT merupakan
panduan kerja bagi OPZ untuk periode satu tahun mulai tanggal 1 januari sampai dengan
31 desember. Seluruh kegiatan dan realisasi anggaran yang dilakukan oleh OPZ harus
mengacu pada program kerja dan rencana anggaran yang terdapat dalam RKAT.

Pengawasan dan pengendalian anggaran tidak hanya fokus pada pengendalian


terhadap mata anggaran tetapi juga fokus pada pengendalian atas kinerja yang dihasilkan
dan manfaat yang dapat dinikmati oleh mustahik/stakeholders. RKAT juga menjadi acuan
untuk menilai kinerja dan pencapaian OPZ atas sasaran yang telah ditetapkan, terutama
terkait dengan target penghimpunan dan penyaluran dana zakat dan infak/sedekah juga
penggunaan anggaran. Pengendalian dilakukan dengan pengawasan terhadap suatu
kegiatan dan pengelolaan keuangan serta hubungannya dengan penggunaan anggaran.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 171
4.2. Pengendalian Kas

4.2.1.Ketentuan Umum

Catatan kas terdiri dari dua jenis, yaitu (1) akun kas di buku besar umum dan (2)
laporan bank yang menunjukkan penerimaan dan pembayaran kas yang dilakukan melalui
bank. Kas dan Setara Kas terdiri dari uang kertas, uang logam dan rekening simpanan bank
yang dapat tersedia dengan segera dan diterima sebagai alat pembayaran. Saldo kas dan
setara kas dihasilkan dari pengaruh akumulatif berbagai siklus dalam organisasi yaitu siklus
penerimaan, siklus penyaluran, siklus pengeluaran/penggunaan. Oleh karena itu, volume
transaksi kas dan setara kas sangat tinggi, sehingga menyebabkan tingginya resiko bawaan
(inherent risk) akun kas dan setara kas. Selain itu, tingginya resiko bawaan juga disebabkan
sifat kas yang mudah dipindahtangankan sehingga lebih berpeluang dimanipulasi.

Tingginya resiko bawaan kas dan setara kas mengharuskan OPZ untuk
memprioritaskan atau memperluas struktur pengendalian internal siklus kas untuk
mencegah dan mendeteksi salah saji. Perluasan struktur pengendalian intern signifikan
mengurangi resiko pengendalian kas. Beberapa langkah pengendalian kas yang dapat
dilakukan adalah:

a. Fungsi kas (kasir) harus terpisah dari fungsi akuntansi (pencatatan)


b. Perhitungan saldo kas di tangan (cash opname) harus dilakukan secara periodik dan
disaksikan oleh pejabat/atasan yang berwenang. Audit internal yang menjalankan
fungsi pengendalian internal juga perlu melakukan pemeriksaan kas secera
mendadak.
c. Jumlah kas yang diterima dari proses penerimaan harus disetor seluruhnya ke bank
dalam waktu 1 x 24 jam di hari yang sama dengan saat penerimaan.
d. Bukti kas keluar harus dilengkapi dengan dengan lampiran dokumen pendukung yang
sah dan diotorisasi oleh pejabat di atasnya.
e. Setiap pencatatan ke register bukti kas keluar harus didukung dengan bukti kas keluar
yang dilampiri dokumen pendukung yang lengkap dan sah.
f. Pengecekan secara independen terhadap posting ke dalam buku besar pembantu
penerimaan kas dan buku besar pembantu pengeluaran kas dengan akun kontrolnya
di buku besar kas
g. Penggunaan kwitansi/formulir yang bernomor urut cetak (prenumbered) dan
dipertanggungjawaban atas penggunaannya secara periodik.
h. Rekonsiliasi bank dibuat rutin dan harus ditelaah (direvieu) oleh pejabat di atasnya.
Rokonsiliasi minimal dilakukan sekali setiap akhir bulan dengan membandingkan
catatan buku organisasi dengan rekening korang bank.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 172


4.2.2.Pemeriksaan Kas

Pemeriksaan kas (cash opname) adalah pemeriksaan fisik pada uang kas tunai antara
saldo pada catatan akuntansi dengan uang kas yang ada di brankas/di tangan. Pemeriksaan
kas dimaksudkan untuk pengujian keberadaan fisik uang dengan catatan akuntansi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan kas adalah:

a. Melakukan perhitungan periodik dan secara mendadak oleh audit internal terhadap
semua dana kas dengan disaksikan oleh pejabat di atasnya. Buatkan berita acar
perhitungannya dan minta tanda tangan kasir yang bersangkutan.
b. Setelah dilakukan pemeriksaan/penghitungan, langkah berikutnya adalah
membandingkan jumlah dari hasil pemeriksaan dengan saldo kas yang terdapat di
buku besar.

Tujuan cash opname sebenarnya lebih kepada fungsi pengendalian kas namun jika
dijabarkan diantaranya adalah:

a. Untuk memeriksa apakah saldo kas yang ada di neraca adalah benar dimiliki oleh OPZ,
b. Untuk membuktikan apakah jumlah uang saldo kas kecil sesuai dengan catatan
pembukuannya,
c. Sebagai bentuk pertanggungjawaban semua pengeluaran dana oleh kasir kas,
d. Untuk menelusuri penyelewengan yang mungkin terjadi mengingat kas mudah
dipindahtangankan dan sulit dibuktikan kepemilikannya,
e. Untuk memeriksa internal control OPZ atas transaksi yang berhubungan dengan kas,
apakah sudah baik atau perlu perbaikan
f. Untuk memeriksa adanya batasan yang mungkin ada dalam penggunaan dana kas.

4.2.3.Rekonsilisasi Bank

Pembukaan rekening OPZ di bank bertujuan untuk mengendalikan kas secara umum.
Sekalipun demikian, OPZ harus memiliki catatan sendiri mengenai dana yang keluar atau
masuk, dan tidak sepenuhnya bergantung pada catatan dari bank. Hal ini karena sering
ditemukan selisih antara catatan internal dengan bank, karena adanya biaya-biaya yang
tidak diperhitungkan atau karena ada transaksi yang belum diposting. Misalnya biaya
administrasi bank, pembagian bunga, dan lain-lain. Untuk itu, OPZ perlu melakukan
rekonsiliasi bank secara rutin.

Rekonsiliasi bank adalah daftar dan jumlah transaksi yang menyebabkan saldo kas di
laporan bank berbeda dengan saldo kas pada pembukuan OPZ. Rekonsiliasi laporan bank
berguna untuk mengecek ketelitian pencatatan rekening kas bank dan kas OPZ serta
mengetahui penerimaan atau pengeluaran yang belum dicatat oleh OPZ. Perbedaan antara
saldo dalam catatan kas organisasi dengan saldo dalam laporan bank disebabkan oleh
beberapa hal sebagai berikut:

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 173
a. Transaksi yang sudah dicatat dalam laporan keuangan organisasi sebagai penerimaan
uang, tetapi transaksi tersebut belum dicatat oleh bank,
b. Transaksi-transaksi yang sudah dicatat sebagai penerimaan organisasi oleh bank,
tetapi belum dicatat oleh organisasi,
c. Transaksi-transaksi yang telah dicatat dalam laporan keuangan organisasi sebagai
pengeluaran, tetapi bank belum mencatatnya sebagai pengeluaran, dan
d. Transaksi-transaksi yang sudah dicatat oleh bank sebagai pengeluaran, tetapi belum
dicatat dalam laporan keuangan organisasi.

4.3. Pengendalian Uang Muka

Uang muka merupakan pengeluaran kas yang diperuntukkan untuk pelaksanaan


kegiatan, yang wewenang pengelolaannya didelegasikan kepada orang/staf tertentu, sesuai
dengan struktur otorisasi organisasi, untuk keperluan dan jangka waktu yang telah disetujui
pada formulir pengajuannya. Uang muka dapat dibagi menjadi dua, yaitu uang muka
program/penyaluran dan uang muka kegiatan/amil/operasional. Uang muka yang
diberikan, kemudian akan dibebankan menjadi biaya program/kegiatan ketika uang muka
tersebut dipertanggungjawabkan oleh pemegang uang muka.

Pertanggungjawaban uang muka dilakukan oleh pemegang uang muka dengan


menyusun laporan pertanggungjawaban uang muka. Laporan pertanggungjawaban ini
akan terdiri dari paling tidak: a) laporan rekap dan detil biaya yang terjadi, b) perbandingan
antara anggaran yang disetujui saat permohonan uang muka dilakukan dan realisasi biaya
seperti pada point a, dan c) perbandingan antara jumlah dana yang diterima dan jumlah
dana yang benar-benar dikeluarkan. Beberapa langkah pengendalian uang muka yang
dapat dilakukan adalah:

a. Pengajuan uang muka (advance) dilakukan saat kegiatan dan program akan dilakukan.
Artinya, jangka waktu pengajuan uang muka dengan waktu kegiatan tidak lama.
b. Pengajuan uang muka harus dilengkapi dengan dokumen pendukung dan
ditandatangani oleh pejabat di atasnya sebagai bentuk verifikasi dan otorisasi.
c. Pengajuan uang muka harus memiliki acuan program dan anggaran sebagaimana
tertuang dalam RKAT.
d. Pelaporan uang muka paling lama dilakukan 3 bulan setelah kegiatan selesai
dilaksanakan.

4.4. Pengendalian Piutang dan Hutang Penyaluran

Piutang dan hutang penyaluran timbul akibat transaksi penyaluran zakat oleh amil
melalui amil lain. Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penarikan, Pemeliharaan dan
Penyaluran Harta Zakat secara tegas menyatakan bahwa penyaluran harta zakat dari amil
melalui amil lain belum dianggap sebagai penyaluran zakat hingga harta zakat tersebut

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 174


sampai kepada para mustahik zakat. Di satu sisi, Berbagai fatwa MUI terkait zakat, secara
implisit menyampaikan agar amil segera menyalurkan dana zakat kepada mustahik setelah
menerimanya dari muzaki.

Oleh karena itu, piutang dan hutang penyaluran ini masuk kategori aset dan liabilitas
lancar (jangka pendek) yang harus segera diselesaikan dalam siklus operasi normal, yaitu
tidak melebihi satu tahun semenjak diakui. Banyaknya piutang penyaluran akibat amil lain
belum menyalurkan zakat kepada mustahik dapat mempengaruhi kinerja penyaluran amil,
sehingga langka pengendalian perlu dilakukan oleh amil agar transaksi ini dapat
diselesaikan.

Langkah-langkah pengendalian yang dapat diterapkan dalam transaksi ini adalah:

a. Transaksi penyaluran zakat melalui amil lain harus dilengkapi dengan MOU atau
bentuk lain seperti lembar pernyataan komitmen penyaluran. Ruang lingkup
MOU/lembar pernyataan mencakup namun tidak terbatas pada penentuan
mustahik/program penyaluran, jangka waktu program, hak dan kewajiban kedua
belah pihak (termasuk ketentuan ujrah penyaluran), serta ketentuan pelaporan.
b. Amil lain sebagai pihak kedua berkomitemen untuk tidak menunda dan segera
menyalurkan zakat kepada mustahik sebagaimana tertuang dalam MOU/lembar
pernyataan. Jangka waktu penyaluran oleh amil lain tidak boleh melebihi satu tahun.
c. Pelaporan oleh amil lain harus disertai dengan bukti yang cukup dan memadai.

4.5. Pengendalian Persediaan

Persediaan pada OPZ adalah aset lancar dalam bentuk barang, baik karena pengadaan
atau penerimaan dalam bentuk non kas, yang dimaksudkan untuk disalurkan atau
diserahkan dalam rangka penyaluran zakat dan infak/sedekah. Yang termasuk dalam
kategori persediaan antara lain bahan habis pakai seperti persediaan pangan/bahan
makanan, persediaan sandang/pakaian, persediaan obat-obatan dan persediaan lainnya.
Persediaan disajikan pada laporan posisi keuangan berdasarkan nilai fisik persediaan per
tanggal laporan. Bila terdapat perbedaan nilai buku dengan nilai fisik, maka harus dilakukan
penyesuaian di akhir periode.

OPZ Berkewajiban untuk melakukan pemeliharaan dan pengendalian terhadap


persediaan yang diterima dari muzaki dan donator. Pemeliharaan dan pegendalian
bertujuan agar;

a. Persediaan tidak rusak/hilang. Persediaan yang rusak dan hilang jika disebabkan oleh
kelalaian OPZ, maka menjadi beban OPZ. Tetapi, apabila bukan karena kelalaian OPZ,
maka mengurangi nilai persediaan di laporan keuangan.
b. Mengontrol stok persediaan di gudang sesuai dengan kebutuhan
program/penyaluran agar tidak kekurangan atau berlebihan,
c. Memperoleh informasi yang akurat mengenai nilai dan jumlah persedian, kebutuhan
persediaan dan persediaan yang telah disalurkan kepada mustahik dan dhuafa.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 175
d. Persediaan tidak mengendap lama di Gudang dan segera disalurkan, sehigga biaya
pemeliharaan dan penyimpanan persedian menjadi rendah.

Pengendalian terhadap persediaan dapat dilakukan melalui kartu catatan persediaan


dan stock opname persediaan secara periodik, terutama di akhir periode. Stock opname
dilakukan dengan tujuan mengetahui kesesuaian antara pencatatan persediaan dan jumlah
fisik persediaan yang disimpan di Gudang.

4.6. Pengendalian Aset Tetap dan Aset Kelolaan

4.6.1.Ketentuan Umum

Ketentuan ini menjelaskan pengertian aset tetap dan aset kelolaan yang berada dalam
penguasaan OPZ. Pertama, menurut PSAK 16, aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki
dan digunakan dalam kegiatan operasi/usaha dan memiliki masa manfaat lebih dari satu
tahun. Aset tetap memiliki beberapa kriteria, yaitu:

1) Memiliki wujud fisik,


2) Tidak ditujukan untuk dijual lagi,
3) Digunakan dalam kegiatan operasi/usaha,
4) Bersifat jangka panjang, masa manfaat lebih dari satu tahun dan dapat diukur secara
handal, dan
5) Memiliki nilai yang material/signifikan.

Selain kriteria di atas, aset tetap pada OPZ bersumber dari dana amil, bukan dari dana
zakat dan infak/sedekah. Jika OPZ membeli aset tidak lancar seperti komputer tetapi tidak
digunakan dalam operasional, maka komputer tersebut tidak memenuhi kriteria aset tetap.
Komputer tersebut diakui sebagai aset tidak lancar lainnya dan tidak dilakukan perhitungan
penyusutan.

Kedua, merujuk pada fatwa MUI No. 15 tahun 2011, aset kelolaan adalah sarana
dan/atau prasarana yang diadakan dari harta zakat dan secara fisik berada dalam
pengelolaan pengelola (OPZ) sebagai wakil dari mustahik zakat, sementara manfaatnya
diperuntukkan bagi mustahik zakat. Sejalan dengan fatwa ini, PSAK 109 juga menjelaskan
aset kelolaan sebagai dana zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan aset tetap,
misalnya rumah sakit, sekolah, mobil ambulan, dan fasilitas umum lain yang dikendalikan
oleh amil atau pihak lain yang dikendalikan oleh amil.

Berdasarkan Fatwa MUI di atas dan PSAK 109, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

1) Aset kelolaan adalah aset tidak lancar berupa sarana dan/atau prasarana juga fasilitas
umum yang menjadi kebutuhan banyak orang,
2) Aset kelolaan bersumber dari dana zakat,
3) Aset kelolaan berada dalam pengelolaan dan pengendalian amil atau pihak lain yang
dikendalikan oleh amil,

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 176


4) Aset kelolaan dimanfaatkan dan digunakan untuk memenuhi keperluan mustahik, dan
5) Aset kelolaan boleh dimanfaatkan oleh non mustahik dengan melakukan pembayaran
secara wajar dan menjadi dana kebajikan.
Penyaluran zakat atas aset kelolaan dilakukan secara bertahap yang diukur sebesar
penyusutan aset tersebut sesuai dengan pola pemanfaatannya. Selain dari dana zakat, aset
kelolaan juga dimungkinkan bersumber dari dana infak/sedekah. PSAK 109 menyebutkan
bahwa amil dapat menerima infak/sedekah dalam bentuk aset nonkas tidak lancar. Aset
tersebut adalah amanah yang diterima oleh amil untuk dikelola dan dimanfaatkan untuk
kepentingan dhuafa dan masyarakat yang membutuhkan. Penyaluran atas aset ini juga
dilakukan secara bertahap sebesar penyusutannya.

OPZ harus memastikan bahwa aset kelolaan digunakan dan dimanfaatkan hanya
untuk kepentingan mustahik dan dhuafa, bukan untuk operasional. Jika dimanfaatkan bagi
selain mustahik zakat, maka OPZ dibolehkan menentukan pembayaran biaya pemanfaatan
secara wajar untuk dijadikan dana kebajikan.

4.6.2.Perolehan Aset Tetap dan Aset Kelolaan

Pada awalnya perolehan aset tetap OPZ dinilai sebesar jumlah biaya perolehannya.
Biaya perolehan aset tetap meliputi:

1) Harga beli, termasuk termasuk biaya hukum dan broker, bea impor dan pajak
pembelian yang tidak boleh dikreditkan, setelah dikurangi diskon pembelian dan
potongan lainnya.
2) Biaya-biaya yang dapat diatribusikan langsung untuk membawa aset ke lokasi dan
kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan maksud manajemen.
Biaya-biaya ini termasuk biaya penanganan dan penyerahan awal, biaya instalasi dan
perakitan, dan biaya pengujian fungsionalitas.
3) Estimasi awal biaya pembongkaran aset, biaya pemindahan aset dan biaya restorasi
lokasi.

Biaya-biaya berikut ini bukan merupakan biaya perolehan aset tetap dan harus diakui
sebagai beban ketika terjadi:

1) Biaya pembukaan fasilitas baru.


2) Biaya pengenalan produk atau jasa baru (termasuk biaya aktivitas iklan dan promosi).
3) Biaya penyelenggaran bisnis di lokasi baru atau kelompok pelanggan baru (termasuk
biaya pelatihan staf).
4) Biaya administrasi dan overhead umum lainnya.

OPZ harus mengidentifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan ketika perolehan aset tetap
dan menentukan biaya yang dapat dikapitalisasi ke biaya perolehan dan biaya yang harus
dibebankan. Perolehan aset tetap tidak sebesar harga beli saja, tetapi termasuk biaya-biaya
yang dikeluarkan hingga aset tersebut siap digunakan. Sebagai contoh, biaya
pembongkaran/pemasangan AC baru dapat dikapitalisasi ke biaya perolehan peralatan AC.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 177
Setelah pengakuan awal, OPZ harus memilih antara pengukuran model biaya (cost
model) atau model revaluasian (revaluation model). Model biaya mengharuskan OPZ untuk
mencatat aset tetap di neraca sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai aset. Sedangkan, model revaluasian mengharuskan OPZ,
mencatat aset tetap sebesar nilai revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi,
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset yang terjadi
setelah tanggal revaluasi. Pilihan model ini harus disebutkan dalam kebijakan akuntansi OPZ
dan diterapkan secara konsisten untuk seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama,
termasuk aset kelolaan.

OPZ dapat memilih model biaya karena lebih mudah untuk diterapkan dan berbiaya
rendah. Model revaluasian mengharuskan OPZ untuk melakukan penilaian ulang atas
semua aset tetapnya setiap tahun dengan bantuan jasa appraisal. Dengan penerapan model
biaya, OPZ juga tetap dapat berfokus pada kegiatan utamanya yaitu penghimpunan,
pemeliharaan, penyaluran dan pendayagunaan zakat dan infak/sedekah, tanpa harus
terbebani dengan pembukuan dan administrasi/pelaporan aset tetap.

Pengeluaran OPZ setelah perolehan aset tetap, jika bertujuan untuk memperbaiki dan
memelihara aset tetap dan tidak memberikan manfaat di masa mendatang, maka diakui
sebagai beban pemeliharaan. Tetapi, jika pengelurannya untuk mengakuisisi aset tetap baru
atau menambah aset tetap baru, sehingga memiliki manfaat ekonomi di masa depan dan
nilainya dapat diukur dengan andal, maka pengeluaran tersebut dikapitalisasi ke aset tetap.

4.6.3.Penggolongan Aset Tetap dan Aset Kelolaan

Aset tetap terdiri dari beberapa jenis yang dapat digolongkan menjadi tanah dan
bangunan, peralatan dan inventaris kantor dan kendaraan seperti berikut ini:

a. Tanah dan bangunan: bangunan ruko/ kantor


b. Peralatan dan inventaris: AC, komputer/ laptop, infokus, furniture kantor dan lain-lain
c. Kendaraan: mobil operasional

Dalam penentuan masa manfaat, PSAK 16 menuntut professional judgement dari


manajemen untuk dapat menentukan sendiri umur ekonomis dari suatu aset dengan
memperhatikan empat kriteria berikut ini:

a. Ekspektasi daya pakai aset dengan merujuk pada ekspektasi kapasitas atau keluaran
fisik,
b. Ekspektasi tingkat keausan fisik aset, yang tergantung kepada faktor pengoperasian
seperti jumlah giliran penggunaan, program pemeliharaan dan perawatan, serta
perawatan dan pemeliharaan aset pada saat aset tidak digunakan,
c. Keusangan teknis dan keusangan komersial yang diakibatkan oleh perubahan atau
peningkatan produksi, atau perubahan permintaan pasar atas produk atau jasa yang
dihasilkan oleh aset tersebut, dan

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 178


d. Pembatasan penggunaan aset karena aspek hukum (misalnya karena sewa).

Berbeda dengan PSAK 16, UU PPh hanya mengenal umur manfaat 4, 8, 16 atau 20
tahun untuk aset selain bangunan dan 10 dan 20 tahun untuk aset bangunan. Manajemen
diminta untuk melihat ketentuan dalam UU PPh dan menentukan aset yang dimiliki masuk
kelompok masa manfaat mana.

Tabel 5. Tarif Penyusutan Harta Berwujud

Tarif penyusutan
Masa sebagaimana dimaksud
Kelompok Harta Berwujud
Manfaat dalam
Ayat (1) Ayat (2)
Bukan bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 50%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 25%
Kelompok 4 20 tahun 5% 12,5%
Bangunan Permanen 20 tahun 5% 10%
Bangunan Tidak Permanen 10 tahun 10%

Dalam penentuan masa manfaat aset, OPZ dapat mengikuti ketentuan UU PPh di atas
dan/atau dapat menggunakan professional judgement untuk menentukan masa manfaat
sendiri yang dapat berbeda dengan masa manfaat yang telah ditentukan oleh UU PPh.
Penggolongan dan penentuan masa manfaat aset tetap ini juga dapat diterapkan untuk
aset kelolaan dalam rangka perhitungan angka penyusutan yang akan diakui sebagia
penyaluran dari aset kelolaan secara bertahap.

Berikut ini adalah contoh penggolongan dan masa manfaat aset tetap yang dapat
diterapkan oleh OPZ:

Tabel 6. Jenis Aset Tetap

Jenis Aset Tetap Masa Manfaat


Bangunan (permanen) 20 tahun
Kendaraan 4 tahun
Peralatan dan Inventaris Kantor 4 tahun

4.6.4.Penyusutan Aset Tetap dan Aset Kelolaan

Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan (depreciable


amount) dari suatu aset selama umur manfaatnya (useful life). Jumlah yang disusutkan dari

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 179
suatu aset tetap harus dialokasikan secara sistematis sepanjang masa manfaatnya. Metode
penyusutan yang digunakan harus mencerminkan ekspektasi pola pemakaian manfaat
ekonomik masa depan aset oleh entitas. Beban penyusutan pada setiap periode harus diakui
sebagai beban untuk periode yang bersangkutan, kecuali sudah termasuk dalam nilai
tercatat aset lain.

OPZ harus konsisten dalam menerapkan metode penyusutan aset tetap yang dimiliki.
Artinya, apabila dalam satu periode akuntansi sudah memilih metode garis lurus, maka
untuk periode akuntansi berikutnya juga harus menggunakan metode penyusutan yang
sama. Hal ini juga berlaku untuk penyusutan aset kelolaan. Jika OPZ menerapkan metode
garis lurus untuk perhitungan penyusutan aset tetap, maka OPZ juga harus menerapkan
metode garis lurus untuk menghitung penyusutan aset kelolaan.

Setidaknya, ada dua metode penyusutan yang dapat digunakan oleh OPZ, yaitu:

1) Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

Metode ini adalah metode depresiasi aset tetap yang biaya penyusutannya tetap
sama setiap tahunnya hingga akhir usia ekonomis aset tetap tersebut. Metode ini digunakan
jika nilai ekonomis aset tetap terus sama setiap tahun. Fungsinya adalah untuk menyusutkan
aset-aset yang manfaatnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume jasa atau produk
yang diproduksi seperti peralatan kantor, kendaraan dan bangunan.

Ada dua cara menghitungnya, yaitu:


a. Menggunakan nilai sisa:
Depresiasi = (Harga Perolehan – Nilai Sisa) / Usia Ekonomis

b. Tanpa nilai sisa:


Depresiasi = Harga Perolehan / Umur Ekonomis

2) Metode Saldo Menurun Ganda (Double Declining Balance Method)

Metode saldo menurun adalah metode penyusutan aktiva tetap ditentukan


berdasarkan persentase tertentu dihitung dari harga buku pada tahun yang bersangkutan.
Menurut metode ini maka penyusutan aktiva tetap ditentukan berdasarkan persentase
tertentu yang dihitung dari harga buku pada tahun yang bersangkutan. Persentase
penyusutan besarnya dua kali persentase atau tarif penyusutan metode garis lurus.

Rumus penyusutan aktiva tetap metode menurun ganda adalah Penyusutan

= {2 x (100% / umur ekonomis)} x Harga buku aktiva tetap

OPZ harus menentukan kapan penyusutan mulai dihitung dengan melihat tanggal
dari pembelian/perolehan aset tersebut. Bila aset tetap dibeli sebelum tanggal 15 bulan
tertentu, maka bulan itu dihitung sepenuhnya untuk penentuan besarnya depresiasi. Tetapi,
bila terjadi sesudah tanggal 15 bulan tertentu, maka bulan itu tidak diperhitungkan.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 180


Perhitungan penyusutan dimulai pada saat aset tersebut siap digunakan. Penjelasan di atas,
aset tetap diasumsikan siap digunakan pada saat tanggal pembelian/perolehan.

4.6.5.Pelepasan Aset Tetap dan Aset Kelolaan

Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat pelepasan atau saat
tidak terdapat lagi manfaat ekonomi masa depan yang diekspektasikan dari penggunaan
atau pelepasannya. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian pengakuan
aset tetap ditentukan selisih antara jumlah hasil pelepasan neto (jika ada) dan jumlah
tercatatnya. Pengeluaran dan penghapusan aset tetap yang rusak berat, hilang dan sudah
habis manfaat ekonominya dari neraca OPZ harus didukung dengan formulir berita acara
penghapusan dan ditanda tangani oleh atasan terkait.

4.6.6.Pengelolaan Aset Tetap dan Aset Kelolaan

OPZ harus mempersiapkan daftar aset tetap yang dimiliki, desertai nomor/kode ID
aset dan lokasi atau keberadaan aset. Nomor/kode ID aset dibuat dengan pertimbangan
jenis aset dan tanggal perolehan atau bidang/bagian yang menggunakan aset tersebut.
Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan aset tetap, yaitu:

a. Fungsi akuntansi aset tetap harus terpisah dengan fungsi pemakaian untuk
mengawasi pemakian aset tetap,
b. Perubahan daftar aset tetap harus didasarkan pada bukti kas keluar yang dilampiri
dengan dokumen pendukung yang lengkap dan diotorisasi oleh pejabat yang
berwenang,
c. Pencocokan fisik aset tetap dengan daftar aset tetap secara periodik, missal per 3
bulan, per 6 bulan atau akhir tahun untuk mengetahui kondisi fisik aset tetap,
kelayakan penggunaan dan perlunya perbaikan serta pelacakan lokasi aset tetap,
d. Dasar penilaian aset tetap, penggolongan dan penentuan masa manfaat serta metode
penyusutannya harus diungkapkan dalam kebijakan akuntansi dan laporan keuangan
OPZ.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 181
Abdurahman, A., H. Sofyan, & S. A. Wibowo. (2018). Membangun Good Governance di
Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (LAZ): Pengalaman Dua LAZ Besar di
Indonesia. INFERENSI Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 12, (1): hal.45-64.

Ahmad , S., & dkk. (2006). Penswastaan Institusi Zakat dan Kesannya Terhadap Pembayaran
Secara Formal di Malaysia. International Journal of Management Studies, 13 (2).

Alam, A. (2018). Kota Se-Karesidenan Surakarta dengan Menggunakan Metode Data


Envelopment Analysis Dea. Iqtishoduna: Jurnal Ekonomi Islam 7 (2), hal. 262-290.

Bank Indonesia. (2015). Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban
Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuan . Jakarta: Bank Indonesia.

Bastian, I. (2015). Sistem Akuntansi Sektor Pulik; Suatu Pengantar (Ed. 27). Jakarta: Erlangga.

BAZNAS. (20018). Peraturan BAZNAS Nomor 05 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan
Zakat. Jakarta: BAZNAS.

BAZNAS. (2016). Peraturan BAZNAS Nomor 01 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyusunan
Renana Kerja dan Anggaran Tahunan BAZNAS, BAZNAS Provinsi dan BAZNAS
Kabupaten/Kota. Jakarta: BAZNAS.

BAZNAS. (2018). Peraturan BAZNAS Nomor 04 Tahun 2018 Tentang Pelaporan Pelaksanaan
Pengelolaan Zakat. Jakarta : BAZNAS.

BAZNAS. (2020). Laporan Kajian Revisi PSAK 109. Jakarta: BAZNAS.

Chapra, M., Ahmed, H., & Terj, Ihwan , A. (2008). Corporate Governance Lembaga Keuangan
Syari'ah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

DSN-MUI. (2018). Fatwa DSN-MUI Nomor 123 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Dana Yang
Tidak Boleh Diakui Sebagai Pendapatan Bagi Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga
Bisnis Syariah Dan Lembaga Perekonomian Syariah. Jakarta: DSN-MUI.

Fahham, A. (2011). Paradigma Baru Pengelolaan Zakat di Indonesia. JUrnal Kesehatan Sosial
vol III.

Hermawan, Sigit, & Gian, A. (2010). Akuntansi Zakat dan Upaya Peningkatan Transparansi
dan Akuntabilitas Lembaga Amil ZakatUNiversitas MUhammaddiayah Gresik. Jurnal
Ekonomi Vol. 1 No. 2.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. Jakarta: IAI.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). PSAK 25 : Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi


Akuntansi, dan Kesalahan (2009). Jakarta: IAI.

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 182


Ikatan Akuntan Indonesia. (2011). PSAK 109 Akunansi Zakat dan Infak/Sedekah. Jakarta: IAI.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2014). PSAK 48 Penurunan Nilai Aset. Jakarta: IAI.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2015). PSAK 110 Akuntansi Sukuk. Jakarta: IAI.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2015). PSAK 16 Aset Tetap. Jakarta: IAI.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2015). PSAK 19 Aset Tak Berwujud. Jakarta: IAI.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2016). PSAK 24 Imbalan Kerja . Jakarta: IAI.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2019). PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Jakarta:
IAI.

Kustiawan, T., & dkk. (2012). Pedoman Akuntansi Amil Zakat (PAAZ) - Panduan Implementasi
Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis PSAK 109. Jakarta: Forum Zakat (FOZ).

L., M. (2018). Implementasi Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas Organisasi Pengelola


Zakat melalui Penyediaan Informasi dan Internet Financial Reporting pada Website .
Jurnal MIddle East and Islamic Vol. 5 no.2.

Majelis Ilama Indonesia (MUI). (2011). Fatwa MUI Nomor : 14 Tahun 2011 tentang Penarikan,
Pemeliharaan dan Penyaluran Harta Zakat. Jakarta: Majelis Ilama Indonesia (MUI).

Majelis Ilama Indonesia (MUI). (2011). Fatwa MUI Nomor: 15 tahun 2011 tentang Penyaluran
Harta Zakat dalam Bentuk Aset Kelolaan. Jakarta: Majelis Ilama Indonesia (MUI).

Majelis Ilama Indonesia (MUI). (2011). Fatwa Nomor: 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat.
Jakarta: Majelis Ilama Indonesia (MUI).

Martani, D., Siregar, S., Wardhani, R., Farahmita , A., Tanujaya, E., & HIdayat, T. (2015).
Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK (Buku 1). Jakarta: Salemba Empat.

Martani, D., Siregar, S., Wardhani, R., Farahmita, A., Tanujaya, E., & HIdayat, T. (2015).
Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK (Buku 2). Jakarta: Salemba Empat.

Menteri Agama Republik Indonesia. (2014). PMA 52 Tahun 2014 tentang Syarat Dan Tata
Cara Penghitungan Zakat Mal Dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk
Usaha Produktif.

MUI. (1982). Fatwa MUI Nomor 15 Tahun 1982 Tentang Mentasharufkan Dana Zakat Untuk
Kegiatan Produktif Dan Kemaslahatan Umum. Jakarta: MUI.

MUI. (2003). Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 Tentang Penggunaan Dana Zakat Untuk
Istitsmar (Investasi). Jakarta: MUI.

MUI. (2011). Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Penyaluran Harta Zakat Dalam
Bentuk Aset Kelolaan. Jakarta: MUI.

Nordiawan, D., & Hertianti, A. (2010). Akuntansi Sektor Publik (Ed. 2). Jakarta: Salemba Empat.

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 183
Nurhasanah, S. (2018). Akuntabilitas Laporan Keuangan Lembaga Amil Zakat Dalam
Memaksimalkan Potensi Zakat Akuntabilitas:. JUrnal Ilmu Akintansi Vol. 11 (2), 327-
348.

Oni, S., Suharsono, M., Setiawati, A., & Setiawan, A. (2018). Fiqh Zakat Kontemporer. Jakarta:
Rajawali Press.

Pemerintah Republik Indonesia. (2011). Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat.

PUSKAS BAZNAS. (2017). Panduan Praktik Menghitung Aset Zakat. Jakarta: PUSKAS BAZNAS.

PUSKAS BAZNAS. (2018). Panduan Penghitungan Zakat : Konsep, Aplikasi, dan Contoh Kasus
di Indonesia. Jakarta: PUSKAS BAZNAS.

Siswantoro. D. (2017). Prinsip-Prinsip Islam dalam Anggaran Sektor Publik APBN, APBD,

Pusat Kajian Strategis BAZNAS 184


Pusat Kajian Strategis BAZNAS
Jalan Matraman Raya No.134, Kb Manggis, Kec. Matraman, Jakarta 13150
Telp: +6221 222 333 555
Email: puskas@baznas.go.id
www.baznas.go.id | www.puskasbaznas.com

Kajian Penyusunan Pedoman Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat 185

Anda mungkin juga menyukai