Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak
sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia
serta mahkluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang
diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan pengendalian. Pelestarian kualitas air
merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi
alamiah. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran
air, yaitu dengan upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air memenuhi baku
mutu (Azwir, 2006)
Suatu sungai dikatakan tercemar jika kualitas airnya sudah tidak sesuai
dengan peruntukkannya. Kualitas air ini didasarkan pada baku mutu kualitas air
sesuai kelas sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Menurut Bahtiar (2007),
Lingkungan dapat dikatakan tercemar jika dimasuki atau kemasukan bahan pencemar
yang dapat mengakibatkan gangguan pada makhluk hidup yang ada didalamnya.
Sungai pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk membersihkan polutan
yang masuk secara alamiah yang disebut dengan Kapasitas Asimilasi (assimilative
cappacity). Kapasitas asimilasi setiap sungai tidak sama karena bergantung pada
karakteristik hidrologi sungainya masing-masing dan aktifitas penggunaan lahan di
sekitar sungai. Secara umum, kualitas air sungai sangat bergantung dengan kondisi
vegetasi pada catchment area, besaran dan jenis kegiatan yang akan bermuara ke
sumber air, serta kemampuan asimilasi sumber air terhadap input pencemar yang
diterimanya (Bangyou, et al 2011).
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya
2

makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan. Dan pada pasal 17 ayat 2 dijelaskan bahwa apabila daya dukung dan daya
tampung lingkungan telah terlampaui maka kebijakan, rencana dan program yang
memberikan tekanan terhadap lingkungan harus diperbaiki. Dengan demikian, jika
beban limbah yang masuk ke sungai telah melampaui daya tampung sungai, maka
pencegahan penurunan kualitas sungai harus dilakukan dengan strategi pengelolaan
yang baik. Penilaian terhadap kualitas badan air untuk suatu peruntukan didasarkan
kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003
tentang Pedoman penentuan status mutu air.
Pengelolaan sungai dimulai dari identifikasi aktifitas yang berpotensi
mencemari sungai, pengukuran kualitas air sungai, penetapan status mutu air sungai,
penentuan beban cemar sungai sesuai baku mutu, penentuan titik kritis yang memiliki
beban cemar tinggi, pengukuran kapasitas asimilasi sungai dan perumusan strategi
penurunan beban cemar dan konservasi sungai.
Sungai Kupang adalah bagian dari Satuan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
SWP DAS Pemali Comal. Luas wilayah Sungai Kupang seluas 18.022,193 Ha
di Provinsi Jawa Tengah bagian utara yang melintasi 3 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu
mulai dari yang terluas adalah Kabupaten Pekalongan sebesar 53,88 % (9.708,13 ha),
Kabupaten Batang 32,04 % (5.774,51 ha), Kota Pekalongan 14,06 % (2.533,221
ha), dan yang terkecil adalah Kabupaten Banjarnegara sebesar 0,04 % (6,332 ha)
(BPDAS Pemali-Jratun, 2013).
Sungai Kupang adalah salah satu sungai yang mengalir di Kota Pekalongan
yang menerima limbah, baik dari industri maupun domestik, Perkembangan industri
dan pemukiman di sepanjang aliran sungai Kupang telah mempengaruhi kualitas air
sungai. Penurunan kualitas air ditandai dengan perubahan warna air dan bau padahal
sebahagian masyarakat di pinggiran sungai masih memanfaatkan air Sungai Kupang
untuk kebutuhan sehari-hari.
3

Tata guna lahan merupakan bagian penting yang mempunyai pengaruh


pada kualitas air sungai. Kemampuan daya tampung air sungai yang telah ada
secara alamiah terhadap pencemaran perlu dipertahankan untuk meminimalkan
terjadinya penurunan kualitas air sungai (Marfai Aris, 2004). Daerah hulu dengan
pola pemanfaatan lahan yang relatif seragam, mempunyai kualitas air yang lebih baik
dari daerah hilir dengan pola penggunaan lahan yang beragam. Semakin kecil tutupan
hutan dalam sub DAS serta semakin beragamnya jenis penggunaan lahan dalam sub
DAS menyebabkan kondisi kualitas air sungai yang semakin buruk, terutama akibat
adanya aktivitas pertanian dan pemukiman (Supangat, 2008).
Penggunaan lahan di sepanjang Sungai Kupang yang dapat mempengaruhi
kualitas air sungai Kupang meliputi pertanian, permukiman dan industri. Kegiatan
pertanian tanaman semusim yang menggunakan pupuk dan pestisida diperkirakan
akan mempengaruhi kualitas air sungai melalui buangan dari lahan pertanian yang
masuk ke badan air. Disamping itu, kegiatan masyarakat yang menghasilkan buangan
air limbah domestik serta keberadaan industri tekstil dan batik yang membuang air
limbahnya ke sungai Kupang akan berpengaruh terhadap kualitas air.

1.2 Perumusan Masalah


Dari uraian latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang
melatarbelakangi penelitian ini adalah :
1. Apakah pengaruh sumber pencemar terhadap kualitas air Sungai Kupang
Pekalongan?
2. Bagaimana beban pencemaran dan status mutu air Sungai Kupang
Pekalongan?
3. Bagaimana strategi pengelolaan kualitas air Sungai Kupang Pekalongan?
4

1.3 Tujuan Penelitian


1. Menganalisis kualitas air Sungai Kupang Pekalongan
2. Menghitung beban pencemar Sungai Kupang dan menentukan Status Mutu
Air Sungai Kupang Pekalongan
3. Merekomendasi peruntukan kelas Sugai Kupang Kota Pekalongan
4. Menentukan upaya pengelolaan kualitas air Sungai Kupang Pekalongan

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan informasi tentang kondisi dari Sungai Kupang Pekalongan
b. Dapat menjadi referensi bagi penelitian sejenis tentang kualitas air sungai.

1.5 Orisinalitas Penelitian


Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai kualitas air Sungai Kupang
guna menentukan peruntukan ditinjau dari aspek lingkungan. Upaya pemantauan
kualitas air Sungai Kupang pernah dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi
Jawa Tengah. Namun dalam teknik analisa belum menggunakan indeks pencemaran
dan belum digunakan dalam menentukan peruntukan status mutu air Sungai Kupang.
Beberapa penelitian terdahulu tentang kualitas air sungai yang dijadikan referensi
dalam penelitian ini adalah;
5

Tabel 1.1 Penelitian terdahulu tentang kualitas air


No Nama Peneliti Judul Penelitian Tujuan Metode Kesimpulan
1 Wiwoho (2005) Model Identifikasi Daya 1. Mengidentifikasi daya tampung 1. Membagi Sungai Babon 1. Daya tampung beban cemaran Sungai Babon :
Tesis Tampung Beban Cemaran beban cemaran BOD dengan menjadi 8 ruas, dengan Km 0-5 melampaui kelas 1, Km 6-40 sudah
MIL Undip Sungai Dengan QUAL2E menggunakan metode Qual2e. parameter BOD; hidrologi, melampaui standar kelas 1, 2, 3, dan 4.
(Studi Kasus Sungai 2. Merekomendasikan kelas sungai debit dan penampang sungai. 2. Merekomendasikan klasifikasi kelas untuk
Babon Babon untuk pengendalian 2. Menghitungbeban pencemaran sungai Babon pada Km 0-5 dapat dimasukan ke
pencemaran sungai di masa yang 3. Membuat simulasi model kelas 2, Km 6-26 kelas 3 (dengan penurunan
akan datang. untuk kualitas mutu air sungai cemaran), dan Km 27-40 ke kelas 4 (dengan
Babon penurunan cemaran).
2 Yuliastuti (2011) Kajian Kualitas Air 1. Mengetahui tingkat beban 1. Uji parameter dan 1. Kondisi kualitas air Sungai Ngringo dari hulu ke
Tesis MIL Undip Sungai Ngringo dalam pencemaran Sungai Ngringo membandingkan dengan PP 82 hilir mengalami penurunan kualitas air, di
Upaya Pengendalian Kabupaten Karanganyar Tahun 2001 daerah hilir telah tercemar ringan.
Pencemaran Air 2. Mengkaji upaya pengendalian 2. Menentukan status mutu air 2. Beban pencemaran terbesar yaitu TSS sebesar
pencemaran air Kabupaten dengan Indeks Pencemaran 388,41 kg/hari yang dipengaruhi oleh 13
Karanganyar kegiatan/industry dengan industri yang dominan
adalah industri tekstil.
3 Azwir (2006) Analisa Pencemaran Air 1. Menentukan perkiraan daya Metode pengambilan sampel pada 1. Daya tampung sungai adalah BOD 17,13 dan
Tesis MIL Undip Sungai Tapung Kiri Oleh tampung sungai. 7 titik. COD 94,54 mg/L.
Limbah Industri Kelapa 2. Menentukan Indeks Pencemaran 2. Beban yang dibuang ke sungai melewati kriteria
Sawit PT. Peputra dan status mutu air sungai akibat mutu air kelas I dan II.
Masterindo di Kabupaten pengaruh limbah industri kelapa 3. Indeks Pencemaran Sungai Tapung Kiri
Kampar sawit termasuk kriteria cemar ringan
4 Rahmawati (2011) Pengaruh aktivitas industri 1. Menganalisis kualitas air Sungai Metode dengan pendekatan 1. Daya Tampung Beban Pencemaran dalam
Tesis MIL Undip terhadap kualitas air Diwak dengan indikator BOD, kuantitatif dari kondisi kualitas air kaitannya dengan daya pulih sungai pada musim
sungai Diwak Kab. COD, TSS, DO, suhu dan pH. sungai dan analisis rekomendasi penghujan.
Semarang dalam Upaya 2. Merekomendasikan strategi upaya pengendalian pencemaran air 2. Status Mutu Air Sungai Diwak di lokasi
Pengendalian Pencemaran pengendalian pencemaran air dengan metode SWOT. penelitian tergolong tercemar ringan hingga
air sungai Sungai Diwak sedang.
5 Purnomo (2010) Kajian Kualitas 1. Mengkaji kegiatan yang berpotensi Metode pengambilan sampel 1. Industri berpotensi mencemari Sungai
Tesis MIL Undip Perairan Sungai menimbulkan beban pencemaran dengan membagi menjadi 3 Sengkarang adalah: washing, tenun, konveksi,
Sengkarang dalam perairan ke Sungai Sengkarang. segmen, tekstil, pembatikan,bordir, printing sejumlah
Upaya Pengelolaan 2. Mengkaji kondisi kualitas Sungai 1. Stasiun I terletak di daerah hulu 110 buah, dengan limbah 304,469 m /hari.
Perairan DAS Sengkarang. sungai, 2. Kondisi Sungai Sengkarang dikategorikan
Sengkarang 3. Mengkaji pola pengelolaan DAS 2. Stasiun II terletak di tengah tercemar ringan.
Kabupaten Sengkarang sungai
Pekalongan. 3. Stasiun III terletak di hilir
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sungai
Sungai merupakan tempat berkumpulnya air dari lingkungan sekitarnya yang
mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sekitar sungai yang mensuplai air
ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga sungai.
Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kondisi sungai dan kondisi suplai air dari daerah
penyangga. Kondisi suplai air dari daerah penyangga dipengaruhi aktivitas dan
perilaku penghuninya. Pada umumnya daerah hulu mempunyai kualitas air yang lebih
baik daripada daerah hilir. Dari sudut pemanfaatan lahan, daerah hulu relatif
sederhana dan bersifat alami seperti hutan dan perkampungan kecil. Semakin ke arah
hilir keragaman pemanfaatan lahan menjadi meningkat. Sejalan dengan hal tersebut
suplai limbah cair dari daerah hulu yang menuju daerah hilirpun menjadi meningkat.
Pada akhirnya daerah hilir merupakan tempat akumulasi dari proses pembuangan
limbah cair yang di mulai dari hulu (wiwoho, 2005)
Menurut PP No. 82/2001tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air, air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang
banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan
kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai
kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat
mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan atau pengendalian.
Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar
kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya. Pelestarian kualitas air dilakukan pada
sumber air yang terdapat di hutan lindung. Sedangkan pengelolaan kualitas air pada
sumber air di luar hutan lindung dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran
air, yaitu upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu air.
Air sebagai komponen sumber daya alam yang sangat penting maka harus
8

dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti bahwa
penggunaan air untuk berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara
bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa depan.
Salah satu sumber air yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia dan makhluk hidup lainnya yaitu sungai. Sungai merupakan ekosistem
yang sangat penting bagi manusia, sungai juga menyediakan air bagi manusia baik
untuk berbagai kegiatan seperti pertanian, industri, maupun domestik (Siahaan dkk,
2010). Air sungai yang keluar dari mata air biasanya mempunyai kualitas yang sangat
baik. Namun dalam proses pengalirannya air tersebut akan menerima berbagai
macam bahan pencemar, baik berupa bahan alamiah maupun bahan-bahan hasil
buangan kegiatan manusia (Sofia dkk, 2010).
Jenis-jenis sungai berdasarkan debit airnya (Mulyanto, 2007) diklasifikasikan
menjadi :
1. Sungai permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif
tetap.
2. Sungai Periodik, yaitu sungai yang pada waktu musim penghujan debit airnya
besar, sedangkan pada musim kemarau debitnya kecil.
3. Sungai Episodik, yaitu sungai yang pada musim kemarau kering dan pada
waktu musim penghujan airnya banyak.
4. Sungai Ephemeral, yaitu sungai yang hanya ada airnya saat musim hujan dan
airnya belum tentu banyak.

2.2. Kualitas Air


Menurut Yuliastuti (2011), kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk
hidup, zat, energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga merupakan
istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan
tertentu, misalnya air minum, perikanan, perairan/irigasi, industri, rekreasi dan
sebagainya. Meningkatnya aktivitas domestik, pertanian dan industri akan
mempengaruhi dan memberikan dampak terhadap kondisi kualitas air sungai
9

terutama aktivitas domestik yang memberikan masukan konsentrasi BOD terbesar ke


badan sungai (priyambada, 2008).
Daerah hulu dengan pola pemanfaatan lahan yang relatif seragam, mempunyai
kualitas air yang lebih baik dari daerah hilir dengan pola penggunaan lahan yang
beragam. Semakin kecil tutupan hutan dalam sub DAS serta semakin beragamnya
jenis penggunaan lahan dalam sub DAS menyebabkan kondisi kualitas air sungai
yang semakin buruk, terutama akibat adanya aktivitas pertanian dan pemukiman
(Supangat, 2008).
Menurut Effendi (2003), Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi
mahluk hidup, sehingga komunitas tempat tinggal dimanapun baik di desa maupun
kota selalu ditemukan dekat dengan sumber air yaitu sungai, danau dan pantai.
Semakin bertambah jumlah penduduk, kebutuhan air menjadi semakin banyak. Dari
seluruh air yang berada dipermukaan bumi, 97,3% adalah air laut dan sisanya 2.7%
adalah air tawar dan dari komposisi wujud air tawar tersebut hanya kurang dari 1%
yang dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia. Dilain pihak jumlah penduduk
dimuka bumi semakin bertambah, sehingga kebutuhan air menjadi semakin banyak.
Bersamaan dengan bertambahnya jumlah penduduk, akan bertambah pula kegiatan
pembangunan yang akan mempunyai dampak terhadap keberadaan air yang ada,
sehingga kuantitas dan kualitas semakin menurun, yaitu masuknya bahan organik dan
anorganik ke dalam air.
Agar perairan dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya maka diperlukan
batas atau kadar maksimum pencemar yang dapat ditenggang keberadaannya dalam
perairan tersebut. Batas atau kadar maksimum itu disebut baku mutu air. Baku mutu
air dibedakan menjadi 2 jenis dimana dapat menentukan tindakan pengendalian yang
berbeda Effendi (2003):

 Baku mutu badan air : untuk kadar air sesuai dengan peruntukannya dalam
upaya pengendalian pencemaran
10

 Baku mutu limbah cair : untuk membatasi beban limbah dari sumber
pencemar

Menurut Effendi (2003), karakteristik limbah cair sangat dipengaruhi oleh sifat
substansinya yang terbagi menjadi 2 golongan berdasarkan sifatnya:
- Sifat konservatif : substansi yang relatif tidak berubah di alam, mis: logam
berat, pestisida yang waktu tinggal di alam sangat lama.
- Sifat non konservatif : substansi yang dapat berubah di alam, mis: bahan-
bahan organik yang mudah terurai, nitrogen dll.
Parameter-parameter kualitas air sungai dapat berubah berdasarkan kondisi
alami maupun adanya aktivitas antropogenik. Aktivitas antropogenik yang
mempengaruhi kualitas air sungai berasal dari perubahan pola pemanfaatan lahan,
kegiatan pertanian, permukiman serta industri. Kegiatan pertanian dan permukiman
pada dasarnya merubah bentang alam melalui pengolahan tanah, sehingga akan
mempengaruhi kualitas air sungai (Asdak, 2010).

2.3. Pencemaran Air


Menurut Wardhana (2001) dalam Agus (2011), Pencemaran air diartikan
sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam air yang menyebabkan
perubahan susunan (komposisi) air dari keadaan normalnya.
Pencemaran air dapat merupakan masalah, regional maupun lingkungan
global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan
tanah atau daratan. Pada saat udara yang tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan,
maka air tersebut sudah tercemar. Pengolahan tanah yang kurang baik akan dapat
menyebabkan erosi sehingga air permukaan tercemar dengan tanah endapan
(Darmono, 2001).
Menurut Warlina (2004), Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah
tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat
digolongkan menjadi :
11

1. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan


tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, dan adanya perubahan
warna, bau dan rasa.
2. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.
3. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Menurut Solihin dan Darsati (1993) pencemaran air dapat diklasifikasikan
menjadi tiga tipe yaitu;
1. Pencemaran kimia berupa senyawa karbon dan senyawa anorganik.
2. Pencemaran fisika yang dapat berupa materi terapung dan materi tersuspensi,
3. Pencemaran biologi yang dapat berupa mikroba phatogen, lumut dan tumbuh-
tumbuhan air.

2.3.1. Sumber Pencemar


Menurut Davis and Cornwell (1991), sumber bahan pencemar yang masuk ke
perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan;
1. Point source discharges (Sumber titik), yaitu sumber titik atau sumber
pencemar yang dapat diketahui secara pasti dapat berupa suatu lokasi seperti
air limbah industri maupun domestik serta saluran drainase.
2. Non point source (sebaran menyebar), berasal dari sumber yang tidak
diketahui secara pasti, pencemar masuk ke perairan melalui run off (limpasan)
dari wilayah pertanian, pemukiman dan perkotaan.
Pada sungai yang menampung air buangan terjadi proses penyerapan dan
pelepasan kembali oksigen yang berlangsung secara bersamaan. Selama air mengalir
terjadi proses penyerapan kembali oksigen dari udara dan digunakan untuk mengganti
DO yang telah dikonsumsi oleh BOD air buangan (Sukadi, 1999).
12

2.3.2. Beban Pencemar


Beban pencemar (polutan) adalah bahan – bahan yang bersifat asing bagi alam
atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem
sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut (Effendi, 2003). Sumber
pencemaran yang masuk ke badan perairan dibedakan atas pencemaran yang
disebabkan oleh alam (polutan alamiah) dan pencemaran karena kegiatan manusia
(polutan antropogenik). Air buangan industri adalah air buangan dari kegiatan
industri yang dapat diolah dan digunakan kembali dalam proses atau dibuang ke
badan air setelah diolah terlebih dahulu sehingga polutan tidak melebihi ambang
batas yang diijinkan. Menurut Sugiharto (1987) Air limbah didefinisikan sebagai
kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air
tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Pencemaran dan kerusakan lingkungan
dapat disebabkan karena kegiatan industri (Gunalan, 1993).
Limbah dari industri dapat membahayakan kesehatan manusia karena dapat
merupakan pembawa suatu penyakit (sebagai vehicle), merugikan segi ekonomi
karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan maupun tanam–tanaman
dan peternakan, dapat merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air
seperti ikan dan binatang peliharaan lainnya, dan dapat merusak keindahan
(aestetika), karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap dipandang terutama
di daerah hilir sungai yang merupakan daerah rekreasi (Sugiharto, 1987). Apabila
suatu limbah yang berupa bahan pencemar masuk ke suatu lokasi perairan sungai
maka akan terjadi perubahan padanya. Perubahan dapat terjadi pada organisme yang
hidup dilokasi tersebut juga pada lingkungan perairan itu sendiri yaitu berupa faktor
fisika dan kimianya (Suin, 1994).

2.3.3. Self Purifikasi


Self purifikasi adalah kemampuan sungai dalam memperbaiki dirinya dari
unsur pencemar. Menurunnya kandungan pencemar membuktikan bahwa swa
purifikasi sungai memang benar-benar terjadi di sungai. Hal yang perlu diperhatikan
13

adalah sesuai kaidah alam ada keterbatasan self purifikasi di dalam sungai sehingga
apabila masuk sejumlah bahan pencemar dalam jumlah banyak maka kemampuan
tersebut menjadi tidak terlalu berarti mengembalikan sungai dalam kondisi yang lebih
baik. Kemampuan alamiah sungai inilah yang membatasi daya tampung sungai
terhadap pencemar. Proses biologi dapat terjadi secara bakterial dimana bakteri
membantu merubah senyawa beracun menjadi senyawa tidak beracun. Keberadaan
tanaman air, perakaran tanaman yang berada di sekitar badan air, hewan perairan
memberi sumbangan dalam memperbaiki kualitas air sungai (Wiwoho, 2005).
Secara alamiah sistem perairan mampu melakukan proses self purification,
namun apabila kandungan senyawa organik sudah melampaui batas kemampuan self
purification, maka akumulasi bahan organik dan pembentukan senyawa-senyawa
toksik di perairan tidak dapat dikendalikan, sehingga menyebabkan menurunnya
kondisi kualitas air (Garno, 2004).
Menurut Ifabiyi (2008), kemampuan air sungai untuk membersihkan diri
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain; Temperatur, kecepatan aliran,
kandungan bahan-bahan organik dalam air dan juga jenis tumbuhan yang ada di
sungai tersebut.

2.3.4. Limbah
Yang dimaksud dengan limbah atau benda/zat buangan yang kotor adalah
benda/zat yang mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan
manusia atau hewan dan umumnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk
dari industrialisasi (Daryanto, 1995).
Limbah secara spesifik disamping dapat menimbulkan bau, perubahan warna
dan rasa, juga dapat mereduksi kadar oksigen terlarut dan meningkatkan BOD dalam
air (Benton dan Werner, 1976). Serta menyebabkan suhu yang akan mempengaruhi
aktivitas organisme akuatik dan kelarutan gas oksigen (Kaill dan Frey, 1973). Selain
itu, limbah dapat meningkatkan sejumlah besar zat organik dan anorganik yang
menghasilkan kekeruhan karena terjadinya proses dekomposisi (Mahida, 1984).
14

Menurut Daryanto (1995), biasanya air limbah dapat diperoleh dari berbagai
sumber, antara lain :
1. Air limbah rumah tangga
Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari
perumahan dan daerah perdagangan, sumber lainnya yang tidak kalah pentingnya
adalah daerah perkantoran atau lembaga serta fasilitas rekreasi. Air limbah rumah
tangga dapat dibedakan atas air limbah rumah tangga dari :
a) Daerah pemukiman penduduk
b) Daerah perdagangan/pasar/tempat usaha/hotel dan lain- lain
c) Daerah kelembagaan (kantor-kantor pemerintahan dan swasta)
d) Daerah rekreasi
2. Air limbah industri
Jumlah aliran limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari
jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat
penggunaan air, derajat pengolahan air limbah yang ada.
3. Air limbah rembesan dan tambahan
Apabila turun hujan di suatu daerah, maka air yang turun secara cepat akan
mengalir masuk ke dalam saluran pengering atau saluran air hujan. Apabila saluran
ini tidak mampu menampungnya, maka limpahan air hujan akan digabung dengan
saluran air limbah, dengan demikian akan merupakan tambahan yang sangat besar.

2.4. Kriteria Baku Mutu Air


Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhuk hidup, zat, energi atau
komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air (PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air). Baku mutu air digunakan sebagai
tolak ukur terjadinya pencemaran air. Selain itu dapat digunakan sebagai instrumen
untuk mengendalikan kegiatan yang membuang air limbahnya ke sungai agar
memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan sehingga kualitas air tetap terjaga pada
15

kondisi alamiahnya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang


Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air
digolongkan menjadi 4 (empat) kelas dimana pembagian kelas ini didasarkan pada
tingkatan baiknya mutu air dan kemungkinan kegunaannya bagi suatu peruntukkan
(designated beneficial water uses). Klasifikasi mutu air tersebut yaitu:
1. Kelas Satu : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air
minum dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2. Kelas Dua : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang sama
dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas Tiga : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk
pembudidayaaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukkan lain yang sama dengan
kegunaan tersebut.
4. Kelas Empat : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukkan lain yang sama dengan
kegunaan tersebut

2.5. Parameter Kualitas Air


 Temperatur
Menurut Effendi (2003), suhu dari suatu badan air dipengaruhi oleh musim,
lintang (latitute), ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara,
penutupan awan, dan aliran serta kedalaman. Kenaikan temperature atau suhu di
dalam badan air, dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut (DO atau
Dissolved Oxygen) air. (Suriawira, 2005).
Menurut Kristanto (2002), Naiknya suhu air akan menimbulkan akibat
sebagai berikut: (1) Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air, (2) Meningkatkan
16

kecepatan reaksi kimia, (3) Mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya, (4)
Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin
akan mati.
 Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid merupakan zat-zat padat yang ada dalam suspensi,
dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel tersuspensi koloid (partikel
koloid), partikel tersuspensi biasa (partikel tersuspensi). Total Suspended Solid (TSS)
yaitu jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang berada dalam air limbah setelah
mengalami proses penyaringan dengan membrane ukuran 0,45 µm. adanya padatan-
padatan ini menyebabkan kekeruhan air, padatan ini tidak terlarut dan tidak dapat
mengendap secara langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang
berat dan ukurannya yang lebih kecil dari pada sedimen, seperti bahan-bahan organik
tertentu, tanah liat, kikisan tanah yang ditimbulkan oleh erosi tanah (Agus, 2011).
Padatan tersuspensi bisa berasal dari aliran air atau masukan kedalam massa air oleh
sedimen didasar dengan pelarutan kembali (Connell, 1995).
Banyaknya padatan tersuspensi dalam perairan dapat menghalangi cahaya
matahari yang mencapai dasar perairan yang menyebabkan turunnya laju fotosintesa.
Menurunnya fotosintesa akan berdampak pada turunnya jumlah oksigen terlarut yang
diproduksi tanaman dalam air (Nasution, 2008).
 pH atau Derajat keasaman
pH atau yang disebut dengan derajat keasaman diduga sangat berpengaruh
terhadap daya racun bahan pencemaran dan kelarutan beberapa gas, serta menentukan
bentuk zat di dalam air. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan
mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar
kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam,
sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan
bahan buangan akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan
biota akuatik (Warlina, 2004).
17

 Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO)


Oksigen terlarut Dalam air sangat penting agar mikroorganisme dapat hidup.
Oksigen ini dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa oleh algae. Kelarutan
Oksigen jenuh dalam air pada 25oC dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L.
Menurut Yang Hon Jung (2007) konsentrasi DO yang rendah akan menurunkan
tingkat nitrifikasi sehingga nilai NO 3 - N pada air sungai menjadi rendah dengan TN
dan NH4+-N yang tinggi. Hal ini dapat menghalangi self purifikasi (pemurnian diri)
pada permukaan air, dengan mengurangi laju proses transformasi nitrifikasi–
denitrifikasi pada air. Menurut Holdgate (1979), DO merupakan gas yang tercampur
dengan air sedemikian rupa sehingga bagian yang terkecil molekuler. Daya larut
oksigen lebih rendah dalam air laut dibandingkan dengan daya larutnya dalam air
tawar, daya larut O2 dalam air limbah kurang dari 95% dibandingkan dengan daya
larut dalam air tawar (Setiaji, 1995).
 Biochemiycal Oxygen Demand (BOD)
BOD5 Adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam
lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada
dalam air menjadi karbondioksida dan air. Proses oksidasi bio-kimia ini berjalan
sangat lambat dan dianggap lengkap (95-96%) selama 20 hari. Tetapi penentuan
BOD5 selama 20 hari dianggap masih cukup lama sehingga penentuan BOD5
ditetapkan selama 5 hari inkubasi, maka biasa disebut BOD5. Dengan mengukur
BOD5 akan memperpendek waktu dan meminimumkan pengaruh oksidasi ammonia
yang juga menggunakan oksigen. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70%-
80% bahan organik telah mengalami oksidasi (Effendi, 2003).
BOD5 tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya
mengukur secara relatif jumlah O2 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan
buangan tersebut. Jika konsumsi O2 tinggi yang ditunjukkan dengan semakin
kecilnya O2 terlarut, maka berarti kandungan bahan–bahan buangan yang
membutuhkan O2 tinggi (Fardiaz, 1992). Semakin besar kadar BOD5, maka
merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar. Kadar maksimum BOD5
18

yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan


organisme akuatik adalah 3,0–6,0 mg/L.
 Chemical Oxygen Demand (COD).
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada
dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara
biologis maupun yang sukar didegradasi. COD dinyatakan sebagai mg O2/1000 mL
larutan sampel. Bahan buangan organik tersebut dioksidasi oleh kalium bichromat
dalam suasana asam yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent)
menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion chrom.
Reaksi yang terjadi pada metoda refluks sebagai berikut :

2-
CaH bOc + Cr2 O7 + H + → CO2 + H2O + Cr 3+
Bahan organik katalisator

Dalam pengukuran, nilai COD selalu lebih besar dari BOD karena senyawa
anorganik juga bisa ikut teroksidasi selama proses. Kenyataannya hampir semua zat
organik (95-100%) dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat
dalam suasana asam. Makin tinggi nilai COD berarti makin banyak O2 dibutuhkan
untuk mengoksidasi senyawa organik pencemar. Nilai COD pada perairan yang tidak
tercemar biasanya <20 mg/L. Kelebihan pengukuran COD dibandingkan dengan
BOD adalah dapat menguji air limbah yang beracun, yang tidak dapat diuji oleh BOD
karena bakteri akan mati serta membutuhkan waktu pengujian lebih singkat yaitu 3
jam (Yuliastuti, 2011).
 Fosfor (P)
Di perairan unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen,
melainkan dalam bentuk senyawa anorganik terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan
senyawa organik yang berupa partiikulat. Fosfor total menggambarkan jumlah total
fosfor, baik berupa partikulat maupun terlarut, anorganik maupun organik (Yuliastuti,
2011). Kandungan phosphat yang tinggi dalam perairan menyebabkan suburnya algae
19

dan organisme lainnya atau yang dikenal dengan eutrofikasi. Kesuburan tanaman air
akan menghalangi kelancaran arus air dan mengakibatkan berkurangnya oksigen
terlarut (Ginting, 2007).
 Chromium (Cr)
Chromium (Cr) merupakan salah satu logam berat yang beracun. Jika
keberadaannya melebihi ambang batas yang diperbolehkan dapat membahayakan
lingkungan, termasuk manusia. Akumulasi Chromium dapat menyebabkan kerusakan
terhadap organ respirasi, dan dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada
manusia (Suprapti, 2008 dalam Agus 2011).
Menurut Halija (2012), logam Cr dapat masuk ke dalam semua strata
lingkungan, apakah itu pada strata perairan, tanah ataupun udara (lapisan atmosfer).
Kromium yang masuk kedalam strata lingkungan dapat datang dari bermacam-
macam sumber. Tetapi sumber–sumber masukan logam Cr kedalam strata lingkungan
yang umum dan diduga paling banyak adalah dari kegiatan-kegiatan perindustrian,
kegiatan rumah tangga dan dari pembakaran serta mobilitas bahan-bahan bakar.

2.6. Status Mutu Air


Status mutu air merupakan tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan
kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan
membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan. Menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan
Status Mutu Air, penentuan status mutu air dengan menggunakan Metoda Indeks
Pencemaran.

2.6.1. Metode Indeks Pencemaran


Sumitomo dan Nemerow (1970) dalam Lampiran II Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup mengusulkan suatu indeks yang berkaitan dengan
senyawa pencemaran parameter yang bermakna untuk suatu peruntukan. Indeks ini
dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran yang digunakan untuk menentukan tingkat
20

pencemaran terhadap parameter kualitas air yang diizinkan.


Perhitungan tingkat pencemaran menggunakan Metode Indeks Pencemaran
seperti pada Kep-MENLH N0.115 tahun 2003. Indeks Pencemaran (IP) ditentukan
untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan
bagi seluruh badan air atau sebagaian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas
dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberikan masukan pada pengambilan
keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta
melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika penurunan kualitas akibat
kehadiran senyawa pencemar. Indeks pencemaran mencakup berbagai parameter
kualitas yang independen dan bermakna.
Definisi dari Indeks Pencemaran adalah apabila Lij menyatakan kosentrasi
parameter kualitas air yang tercantum dalam baku mutu peruntukan air (J), dan Ci
menyatakan kosentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari suatu badan air,
maka Pij adalah Indeks pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari
Ci/Lij. Tiap nilai Ci/Lij menunjukkan pencemaran relatif yang diakibatkan oleh
parameter kualitas air, nisbah ini tidak mempunyai satuan. Nilai Ci/Lij = 1,0 adalah
nilai yang kritis, karena nilai ini diharapkan untuk dipenuhi bagi suatu Baku Mutu
Peruntukan Air. Jika Ci/Lij > 1,0 untuk suatu parameter, maka kosentrasi parameter
ini harus dikurangi atau disisihkan, kalau badan air tersebut digunakan untuk
peruntukan (j). Jika parameter ini adalah parameter yang bermakna bagi peruntukan,
maka pengolahan mutlak harus dilakukan bagi air itu. Pada metode IP digunakan
berbagai parameter kualitas air, maka pada penggunaannya dibutuhkan nilai rerata
dari keseluruhan nilai Ci/Lij sebagai tolak ukur pencemaran, tetapi nilai ini tidak akan
bermakna jika salah satu nilai Ci/Lij bernilai >1. Jadi indeks ini harus mencakup nilai
Ci/Lij yang maksimum. Sungai akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j)
jika nilai (Ci/Lij R) atau (Ci/Lij M) adalah lebih besar dari 1,0. Jika nilai (Ci/Lij)M
dan atau nilai (Ci/Lij)R makin besar, maka tingkat pencemaran suatu badan air akan
semakin besar pula. Jadi rumus yang digunakan untuk mengetahui tingkat
pencemaran pada sungai digunakan rumus dibawah ini:
21

Pij(Ci / Lij ) 2 M (Ci / Lij ) 2 R ................................... (2.1)


2

Keterangan;
Lij = Kosentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam
baku mutu peruntukan air (J)
Ci = Kosentrasi parameter kualitas air dilapangan
Pij = Indeks pencemaran bagi peruntukan (J)
Ci/Lij)M = Nilai, Ci/Lij maksimum
(Ci/Lij)R = nilai, Ci/Lij rata-rata
Metode ini menghubungkan tingkat pencemaran suatu perairan yang dipakai
untuk peruntukan tertentu dengan nilai parameter – parameter tertentu, seperti
ditunjukkan pada Tabel. Berikut ini.
Tabel 2.1. Hubungan nilai IP dengan status mutu air
Nilai IP Mutu Perairan

0 – 1,0 Kondisi baik

1,1 – 5, 0 Cemar Ringan

5,0 - 10,0 Cemar sedang

>10,0 Cemar berat


Sumber : Kep-MENLH N0.115 tahun 2003

2.7. Daya Tampung Beban Pencemaran


Daya Tampung Beban Pencemaran Air Menurut KLH, (2003) daya tampung
beban pencemaran air adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima
masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar.
Menurut Kep-MenLH No. 110 Tahun 2003, ada tiga metode yang dapat
digunakan dalam menghitung daya tampung beban pencemaran, yaitu
22

2.7.1. Metode Neraca Massa


Penentuan daya tampung beban pencemaran dapat ditentukan dengan cara
sederhana yaitu dengan menggunakan metoda neraca massa. Model matematika yang
menggunakan perhitungan neraca massa dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi rata-rata aliran hilir (down stream) yang berasal dari sumber pencemar
point sources dan non point sources, perhitungan ini dapat pula dipakai untuk
menentukan persentase perubahan laju alir atau beban polutan.
Jika beberapa aliran bertemu menghasilkan aliran akhir, atau jika kuantitas air
dan massa konstituen dihitung secara terpisah, maka perlu dilakukan analisis neraca
massa untuk menentukan kualitas aliran akhir dengan perhitungan;

ΣCi Qi Σ Mi
CR = =
ΣQi ΣQi ................................................... (2.2)

Keterangan;
CR : konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabungan
Ci : konsentrasi konstituen pada aliran ke-i
Qi : laju alir aliran ke-i
Mi : massa konstituen pada aliran ke-i
Metoda neraca massa ini dapat juga digunakan untuk menentukan pengaruh
erosi terhadap kualitas air yang terjadi selama fasa konstruksi atau operasional suatu
proyek, dan dapat juga digunakan untuk suatu segmen aliran, suatu sel padadanau,
dan samudera. Tetapi metoda neraca massa ini hanya tepat digunakan untuk
komponen-komponen yang konservatif yaitu komponen yang tidak mengalami
perubahan (tidak terdegradasi, tidak hilang karena pengendapan, tidak hilang karena
penguapan, atau akibat aktivitas lainnya) selama proses pencampuran berlangsung
seperti misalnya garam-garam. Penggunaan neraca massa untuk komponen lain,
seperti DO, BOD5, dan NH3 – N, hanyalah merupakan pendekatan saja.
23

2.7.2. Metoda Streeter – Phelps


Pemodelan kualitas air sungai mengalami perkembangan yang berarti sejak
diperkenalkannya perangkat lunak DOSAG1 pada tahun 1970. Prinsip dasar dari
pemodelan tersebut adalah penerapan neraca massa pada sungai dengan asumsi
dimensi 1 dan kondisi tunak. Pertimbangan yang dipakai pada pemodelan tersebut
adalah kebutuhan oksigen pada kehidupan air tersebut (BOD) untuk mengukur
terjadinya pencemaran di badan air. Pemodelan sungai diperkenalkan oleh Streeter
dan Phelps pada tahun 1925 menggunakan persamaan kurva penurunan oksigen
(oxygen sag curve) di mana metoda pengelolaan kualitas air ditentukan atas dasar
defisit oksigen kritik Dc.
Pemodelan Streeter dan Phelps hanya terbatas pada dua fenomena yaitu proses
pengurangan oksigen terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam
mendegradasikan bahan organik yang ada dalam air dan proses peningkatan oksigen
terlarut (reaerasi) yang disebabkan turbulensi yang terjadi pada aliran sungai.
dL/dt = - K’.L…………..…………..(2.3)

Keterangan;
L : konsentrasi senyawa organik (mg/L)
t : waktu (hari)
K’ : konstanta reaksi orde satu (hari-1)
Jika konsentrasi awal senyawa organik sebagai BOD adalah Lo yang dinyatakan
sebagai BOD ultimate dan Lt adalah BOD pada saat t, maka persamaan
(2.3)dinyatakan sebagai
dL/dt = - K’.L………...……………………………………………….(2.4)
Hasil integrasi persamaan (2-2) selama masa deoksigenasi adalah :
Lt = Lo.e (K’.t) .....................................................................................(2.5)
Laju deoksigenasi akibat senyawa organik dapat dinyatakan dengan persamaan
berikut :
rD = - K’L.............................................................................................(2.6)
24

Keterangan;
K’ : konstanta laju reaksi orde pertama, hari -1
L : BOD ultimat pada titik yang diminta, mg/L

2.7.3. Metode Qual2E/Qual2Kw


Menurut Kep-menLH No.110 tahun (2003), QUAL2E merupakan program
pemodelan kualitas air sungai yang sangat komprehensif dan yang paling banyak
digunakan saat ini. QUAL2E dikembangkan oleh US Environmental Protecion
Agency. Tujuan penggunaan suatu pemodelan adalah menyederhanakan suatu
kejadian agar dapat diketahui kelakuan kejadian tersebut. Pada QUAL2E ini dapat
diketahui kondisi sepanjang sungai (DO dan BOD5), dengan begitu dapat dilakukan
tindakan selanjutnya seperti industri yang ada disepanjang sungai hanya
diperbolehkan membuang limbahnya pada beban tertentu.
Manfaat yang dapat diambil dari pemodelan QUAL2E adalah mengetahui
karakteristik sungai yang akan dimodelkan dengan;
1. Membandingkan data yang telah diambil langsung dari sungai tersebut.
2. Mengetahui kelakuan aliran sepanjang sungai bila terdapat penambahan beban
dari sumber-sumber pencemar baik yang tidak terdeteksi maupun yang
terdeteksi,
3. Dapat memperkirakan pada beban berapa limbah suatu industri dapat dibuang
ke sungai tersebut agar tidak membahayakan makhluk lainnya sesuai baku
mutu minimum
Model Qual2KW merupakan pengembangan dari model Qual2E dengan
menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic for Application (VBA) yang sudah
dapat dijalankan dengan program Microsoft Excel (Pelletier, G. Dan S. Chapra,
2008). Model Qual2Kw dikembangkan oleh US Environmental Protection Agency
(USEPA). Tujuan penggunaan suatu permodelan adalah untuk menyederhanakan
suatu kejadian agar dapat diketahui kelakuan kejadian tersebut.
25

Pemodelan Qual2Kw mengaplikasikan proses pengurangan oksigen terlarut


(deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam mendegrasikan bahan organik yang ada
dalam air dan proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi), Chapra (1997). Dalam
penelitian ini digunakan model Qual2KW versi 5.1. Model ini mampu mensimulasi
parameter kualitas air antara lain Temperatur, Conductivity, Inorganic Solids,
Dissolved Oxygen, CBODslow, CBODfast, Organic Nitrogen, NH4-Nitrogen, NO3-
Nitrogen, Organic Phosporus, Inorganic Phosporus (SRP), Phytoplankton, Detritus
(POM), Pathogen, Generic constituent, Alkalinity, pH. (Fatmawati, 2012)
Model kualitas air adalah alat yang efektif untuk menginvestigasi dan
menggambarkan status ekologis pada sistem sungai dan memudahkan kita untuk
meprediksi perubahan pada suatu daerah atau sejauh mana perubahn terjadi dari
kondisi awal. Dalam upaya untuk mengupayakan strategi konservasi dan
pengambalian kualitas sungai berdasarkan model yang baik, maka dibutuhkan
pemahaman mengenai hubungan antara kondisi lingkungan seperti fisik kimia,
hidromorfologi dan kehidupan organisme bakteriologis sungai (Holguin,et al 2013)
Metode komputerisasi merupakan metode simulasi dengan bantuan program
komputer. Metode ini lebih komprehensif dalam pemodelan kualitas air sungai. Pada
dasarnya model ini menerapkan teori streeter-phelps dengan mengakomodasi
banyaknya sumber pencemar yang masuk ke dalam sistem sungai, karakteristik
hidrolik sungai, dan kondisi klimatologi. Dijelaskan secara ringkas tentang model
Qual2E dan Model Qual2KW (Fatmawati, 2012).
Untuk menjalankan simulasi secara lengkap, model Qual2Kw memerlukan data
sebagai berikut :
1. Temperatur udara;
2. Tutupan awan;
3. Kecepatan angin;
4. Elevasi dan koordinat setiap ujung ruas sungai (reach);
5. Lebar sungai, kelerengan sungai dan tebing sungai (slope dan side slope);
6. Koefisien hambatan aliran sungai
26

7. Zona waktu (be rkaitan denngan lamanya penyinaran matahari)


8. Panjang dan debit aliran sungai utama;
9. Lokasi pemantauan kualitas air sungai (kilometer);
10. Rincian aliran sungai yang masuk dan keluar sungai utama beserta debit
aliran dan lokasi (kilometer)
11. Lokasi (kilometer) setiap sumber pencemaran beserta debit aliran dan
kualitas limbahnya;
12. Pemantauan kualitas air sungai dengan parameter : pH, temperatur,
konduktifitas, padatan inorganik, organik nitrogen, NH4-N, NO3-N,
BOD5, COD, DO, organik phosphor, inorganik phosphor, phytoplankton,
detritus, pathogen, dan alkalinitas. Selain itu dapat ditambahkan
parameter lain yang spesifik di tiap sungai;
13. Pemantauan kualitas air limbah dengan parameter yang sama dengan
parameter kualitas air namun pada tahap input data disesuaikan dengan
jenis sumber pencemarnya;
14. Nilai parameter-parameter global seperti kebutuhan O2 untuk oksidasi
karbon, kebutuhan O2 untuk nitrifikasi NH4, dan faktor koreksi
temperatur.

Model Qual2Kw dioperasikan dengan menggunakan MS–Excell (minimal


MS – Excell 2000), dimana terdiri atas beberapa sheet utama yang harus diisi oleh
pengguna, yaitu :
1. QUAL2K
2. Headwater
3. Reach
4. Air Temperature
5. Dew Point Temperature
6. Wind Speed
7. Cloud Cover
27

8. Shade
9. Point Source (jika perlu)
10. Diffuse Source (jika perlu)
11. Hydraulics Data
12. Temperature Data
13. WQ Data
Fasilitas lain yang disediakan untuk menjalankan model ini adalah tombol
Run yang ada di bagian atas pada 13 sheet tersebut. Tombol yang digunakan adalah
[Run VBA] yang di klik setelah semua data pada 13 sheet tersebut diisi. Karena
pengoperasian tombol [Run VBA] menggunakan Visual Basic, maka fasilitas macro
dari MS – Excell harus diaktifkan terlebih dahulu sebelum tombol ini dapat
digunakan (Wulandari,2013).

2.8. Pengendalian Pencemaran Air


Peraturan Menteri Lingkungan hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata
Laksana Pengendalian Pencemaran Air disebutkan definisi pengendalian pencemaran
air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan
kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air.
Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi: inventarisasi dan
identifikasi sumber pencemar air; penetapan daya tampung beban pencemaran air;
penetapan baku mutu air limbah; penetapan kebijakan pengendalian pencemaran air;
perizinan; pemantauan kualitas air; pembinaan dan pengawasan; dan penyediaan
informasi.
Usaha pengendalian dan pencegahan pencemaran lingkungan dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti pemanfaatan teknologi pencegahan dan penanggulangan
pencemaran, pendekatan hukum dan kelembagaan, pendekatan sosial ekonomi dan
budaya dengan penerapan pelaksanaan pengelolaan lingkungan (Brahmana et al,
2002). Sedangkan menurut PP 82/2001, Pengendalian Pencemaran Air dilakukan
untuk menjamin kualitas air sesuai dengan baku mutu melalui upaya pencegahan dan
28

penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas lingkungan.


Menurut Ginting (1992) pengendalian pencemaran adalah setiap usaha
pengelolaan limbah yang meliputi identifikasi sumber-sumber limbah, pemeriksaan
konsentrasi bahan pencemar yang terkandung didalamnya serta jenis-jenis bahan
pencemaran dan jangkauan serta tingkat bahaya pencemaran yang mungkin
ditimbulkan. Usaha pengendalian dan pencegahan pencemaran lingkungan dapat
dilakukan melalui berbagai cara seperti teknologi pencegahan dan penanggulangan,
pendekatan institusional, pendekatan ekonomi, pengelolaan lingkungan.
Penanggulangan limbah juga dapat dilakukan dengan pengolahan kembali
limbah yang dihasilkan sehingga mempunyai nilai ekonomis. Pengolahan kembali
(daur ulang) dapat menghemat biaya produksi, menghemat biaya pengendalian
pencemaran dan menghasilkan tambahan pendapatan. Selain itu penanggulangan
pencemaran dapat juga dengan melakukan perubahan proses yang lebih baik sehingga
zat pencemar yang terbuang lebih sedikit, substitusi bahan baku yang bersifat
berbahaya dan beracun dengan bahan lain yang lebih kecil resiko pencemarannya
atau dengan jenis teknologi tertentu yang mempunyai kadar buangan rendah
(Yuliastuti, 2011).
29

2.9. KERANGKA BERPIKIR

Penggunaan Lahan Sekitar


Sungai Kupang

Buangan Air Limbah

Penurunan kualitas air Sungai


Kupang Kota Pekalongan

Pengukuran parameter kualitas air Insitu dan analisa


laboratorium

- Metode Indeks
Pencemaran
Evaluasi dan - Beban Cemaran
Analisa Data - Metode Qual2Kw
- Daya Tampung Beban
Pencemaran

Mengkaji dan Merekomendasi


Kelas Sungai Kupang
Pekalongan

Upaya pengelolaan
Sungai Kupang Pekalongan

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian


30

BAB III
MATERI DAN METODE

3.1. Materi dan Metode Penelitian


Materi yang digunakan pada penelitian ini meliputi air Sungai Kupang
Pekalongan, sampel air digunakan untuk melihat konsentrasi kualitas air, sedangkan
parameter kualitas air yang diukur adalah Temperatur, TSS, pH, DO, BOD5, COD,
Kromium dan Phosphat. Pengukuran parameter TSS, BOD5, COD Phosphat dan
Kromium dilakukan di Laboratorium Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran
Industri (BBTPPI) Provinsi Jawa Tengah, sedangkan pengukuran suhu, DO, pH dan
debit dilakukan in situ, dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.

3.1.1. Alat dan Bahan


Peralatan yang diperlukan antara lain adalah alat pengambil sampel, alat ukur
parameter lapangan, dan alat penyimpan sampel air, antara lain; Water sampel,
Stopwatch, GPS, Cool box, Botol Sample, Aquadest, termometer, DO meter, pH
paper dll. Alat dan bahan untuk pemrosesan dan analisa data yaitu perangkat analisis
air di laboratorium, laptop, software Qual2Kw versi 5.1, software Microsoft Office,
dan Microsoft Excel.

3.2. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup yang diambil dalam penelitian ini adalah Sungai Kupang di
Kota Pekalongan yang merupakan bagian dari DAS Kupang.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah Kota Pekalongan, dan pengambilan sampel
air dilakukan di Sungai Kupang.
31

3.3.2. Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada tanggal 18 Juni 2015, pengambilan sampel air
sungai dilakukan satu kali pada 6 titik lokasi penelitian.

3.4. Penentuan Titik Pengambilan Sampel Air


Penentuan titik pengambilan sampel air menggunakan “sample survey
method”, yaitu metode pengambilan sampel dilakukan dengan membagi daerah
penelitian menjadi stasiun–stasiun yang diharapkan dapat mewakili populasi
penelitian. Pembagian titik pengambilan sampel didasarkan pada pola penggunaan
lahan yang ada dengan tetap memperhatikan kemudahan akses, biaya dan waktu
sehingga ditentukan titik yang mewakili kualitas air sungai. Pembagian titik sampling
sungai adalah sebagai berikut:
Berikut ini merupakan tabel titik lokasi pengambilan sampel air sungai Kupang yang
dibagi menjadi 3 segmen berdasarkan penggunaan lahan, yaitu;
Tabel 3.1. Titik lokasi dan penggunaan lahan Sungai Kupang Kota Pekalongan
Segmen Titik Lokasi dan Koordinat Penggunaan Lahan
Penelitian
Segmen I Titik 1 Pada bagian Hulu Sungai di
(6 55’ 5.35” S – 109o 40’
o
kelurahan Kuripan Lor (Daerah
26.94” T) pertanian)

Titik 2 Di kelurahan Kuripan Lor


(6o 54’ 40.46” S - 109o 40’ pekalongan selatan (daerah pertanian
27.00” T) dan sebelum daerah permukiman
penduduk)
Segmen Titik 3 Di kelurahan Landung Sari (daerah
II (6o 53’ 44.36” S - 109o 40’ permukiman penduduk)
37.32” T)

Titik 4 Di kelurahan Pesindon (daerah


(6o 52’ 46.18” S – 109o 40’ permukiman)
19.40” T)
32

Segmen Titik 5 Di kelurahan Krapyak Kidul (daerah


III (6o 52’ 46.18” S – 109o 40’ permukiman dan Industri Batik)
48.20” T)

Titik 6 Pada bagian hilir Sungai Kupang di


(6o 52’ 25.63” S – 109o 40’ kelurahan Panjang wetan (daerah
39.61” T) industri)

Gambar 3.1. Peta titik lokasi sampling

3.5. Metode pengukuran fisika dan kimia


Metode pengukuran parameter fisika dan kimia dalam penelitian ini mengacu
pada SNI Air dan Air Limbah.
33

 Temperatur
SNI 06-6989.23-2005, yang digunakan dalam pengukuran suhu air dengan
termometer air raksa.
 pH
SNI 06-6989.11-2004, Dalam pengukuran derajat keasaman (pH) dengan
menggunakan pH meter.
 Total suspended solid (TSS)
SNI 06-6989.3-2004, Metode yang digunakan untuk menentukan residu
tersuspensi dengan menggunakan gravimetri. Sampel air yang telah homogen
disaring dengan kertas saring yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada
saringan dikeringkan sampai mencapai berat konstan pada suhu 103oC sampai dengan
105oC. kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS).
 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut dihitung menggunakan DO meter yaitu dengan cara menekan
tombol on pada alat DO meter, lalu mencelupkan ujung DO meter pada perairan yang
sebelumnya dilakukan kalibrasi terlebih dahulu, setelah angka muncul pada alat lalu
dicatat hasilnya.
 Chemical Oxygen Demand (COD)
SNI 6989.2:2009 Metode ini digunakan untuk pengujian kebutuhan oksigen
kimiawi (COD) dalam air dan air limbah dengan reduksi Cr2O7 2- secara
spektrofotometri pada kisaran nilai COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L
pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 600 nm dan nilai COD lebih kecil
atau sama dengan 90 mg/L pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 420 nm.
 Biochemiycal Oxygen Demand (BOD5)
Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan Water sampler pada air
permukaan, Setelah itu, sampel air untuk parameter BOD5 yang ada di dalam Water
Sampler langsung dipindahkan ke dalam botol sampel berkapasitas 1 liter yang telah
diberi label nama tiap tiap stasiun pengamatan sehingga memudahkan proses
34

analisis. Botol sampel kemudian dimasukkan ke dalam cool box yang berisi dry ice.
Hal ini dimaksudkan untuk menghambat laju reaksi yang terjadi dalam sampel air
akibat aktivitas mikroorganisme maupun reaksi-reaksi kimia yang umumnya terjadi
pada perairan alami, sehingga kandungan parameter yang akan diukur tidak berubah.
SNI 6989.72:2009, untuk menentukan jumlah oksIgen terlarut yang di
butuhkan oleh mikroba aerobic untuk mengoksidasi bahan organik karbon dalam
contoh uji air limbah, efluen atau air yang tercemar yang tidak mengandung atau
yang telah di hilangkan zat-zat toksik dan zat-zat penggangu lainya. Pengujian
dilakukan pada suhu 200 C ± 1 0C selama 5 hari ± 6 jam.
 Fosfor (P)
SNI 06-6989.31-2005, Untuk pengukuran kadar Posfat pada sampel air dengan
menggunakan spektrofotometri. Dalam suasana asam, amonium molibdat dan kalium
antimonil tartrat bereaksi dengan ortofosfat membentuk senyawa asam fosfomolibdat
kemudian direduksi oleh asam askorbat menjadi kompleks biru molibden.
 Krom (Cr)
SNI 6989.65:2009, Untuk penentuan logam krom total, Cr-T dalam air dan air
limbah dengan menggunakan alat spektrofotometri serapan atom (SSA) nyala pada
kisaran kadar Cr 0,2 mg/L sampai dengan 5,0 mg/L dan panjang gelombang 357,9
nm.

3.6. Jenis dan Sumber Data


Jenis data dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah;
 Data primer; Hasil pengujian kualitas air sungai Kupang dengan parameter
BOD5, COD, TSS, Phosphat, Krom (Cr), DO, suhu, pH dan debit air
 Data sekunder; Peta dan Hasil pemantauan kualitas air sungai.
35

3.7. Pengumpulan Data


Data Primer diperoleh dengan Observasi lapangan dan pengukuran kualitas air
sungai. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan meminta informasi berupa
literatur, laporan, peta, dokumen lingkungan, dll dari studi pustaka, media internet
maupun dari intansi terkait seperti Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jateng.

3.8. Analisis Data


Analisis data adalah proses telaah dan pencarian makna dari data yang
diperoleh untuk menemukan jawaban dari masalah penelitian. Analisis data yang
dilakukan meliputi analisis kualitas air, analisis beban pencemaran dan identifikasi
kualitas air. Data parameter kualitas air dari hasil pengamatan lapangan dan
laboratorium, baik berupa parameter kimia dibandingkan terhadap baku mutu air
yang telah ditetapkan. Baku mutu air sungai yang digunakan berdasarkan Kep-
MENLH No.115/2003 Tentang Penentuan Status Mutu Air.

3.8.1. Analisis Beban Pencemaran Sungai


Analisis ini dilakukan dengan menghitung debit air sungai dan
memperkirakan beban pencemaran yang meliputi beban pencemaran sungai industri,
domestik dan pertanian.
- Perhitungan Debit, dihitung dengan menggunakan rumus :
Q = v x A........................................................... (3.1)

Keterangan : Q = debit air (m3/detik)


V = kecepatan arus (m/detik)
A = luas penampang sungai (m2)

- Beban Pencemaran Sungai, dihitung dengan menggunakan rumus :

BPS = (Cs)j x Qs x f.......................................(3.2)


36

Keterangan : BPS = Beban Pencemaran Sungai (kg/hr)


(Cs)j = kadar terukur sebenarnya unsur pencemar-j (mg/lt)
Qs = Debit air sungai (m3/hari)

3.8.2. Penentuan Status Mutu Air


Penentuan status mutu air menggunakan metode Indeks Pencemaran sesuai
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Lampiran II
tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Pada metode Indeks Pencemaran
digunakan berbagai parameter kualitas air, maka pada penggunaannya dibutuhkan
nilai rata dari keseluruhan nilai Ci/Lij sebagai tolak ukur pencemaran, tetapi nilai ini
tidak akan bermakna jika salah satu nilai Ci/Lij bernilai >1. Jadi indeks ini harus
mencakup nilai Ci/Lij yang maksimum. Sungai semakain tercemar untuk suatu
peruntukan (J) jika nilai (Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M adalah lebih besar dari 1,0 jika nilai
(Ci/Lij)R dan nilai (Ci/Lij)M makin besar , maka tingkat pencemaran suatu badan air
akan semakin besar pula. Jadi rumus yang digunakan untuk mengetahui tingkat
pencemaran pada sungai digunakan rumus dibawah ini :

Pij(Ci / Lij ) 2 M (Ci / Lij ) 2 R ............................................... (3.3)


2

Keterangan;
Lij = Kosentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu
peruntukan air (J)
Ci = Kosentrasi parameter kualitas air dilapangan
Pij = Indeks pencemaran bagi peruntukan (J)
(Ci/Lij)M = Nilai, Ci/Lij maksimum
(Ci/Lij)R = nilai, Ci/Lij rata-rata
Metode ini menghubungkan tingkat pencemaran suatu perairan yang dipakai untuk
peruntukan tertentu dengan nilai parameter – parameter tertentu, seperti ditunjukkan pada
Tabel 3.2 Berikut ini.
37

Tabel 3.2 Hubungan nilai IP dengan status mutu air


Nilai IP Mutu Perairan

0 – 1,0 Kondisi baik

1,1 – 5, 0 Cemar Ringan

5,0 - 10,0 Cemar sedang

>10,0 Cemar berat


Sumber : Kep-MENLH N0.115 tahun 2003

3.8.3. Perhitungan Model Qual2E/Qual2Kw


1. Input Data
Dilakukan input data pada aplikasi QUAL2Kw untuk simulasi TSS, BOD5 dan
COD Sungai Kupang. Yaitu;
- Pembagian penggalan sungai (Reach), jarak, serta batas atas dan batas bawah
pada setiap penggal .
- Letak geografis dan ketinggian point sources, withdrawal dan dam
- Klimatologis (temperatur udara, dew point, kecepatan angin, dan tutupan awan)
- Hidrologis koefisien kekasaran manning, side slope 1, side slope 2, lebar dasar
sungai, debit di headwater.
- Konsetrasi TSS, BOD5, COD, DO, pH dan temperatur air pada tiap titik
sampling.

2. Menjalankan Program
Setelah melakukan tahap pegisian data, maka program Qual2Kw dijalankan
(running). Program Qual2Kw membuat file output dan input secara otomatis. Untuk
melihat Output Tabuler dapat dilihat pada Worksheet WQ output, dan jika melihat
Output Grafik dapat dilihat pada Worksheet spatial chart (Ardhani, 2014).
38

3. Kalibrasi Model
Kalibrasi model dilakukan dengan kriteria statistik yaitu uji X2 (Kologorov-
Smirnov) dimana kriteria kinerja model adalah rata-rata kuadrat simpangan dari
residu (beda antara pengukuran lapangan dengan hasil model) yang dapat dijabarkan
dengan persamaan :

n (nilai observasi – nilai model)2


X 2 =Σ ----------------------------------............................................ (3.4)
r=1 nilai model

Keterangan;
X2 = Uji statistik rata-rata kuadrat dari simpangan
N = Jumlah sample
r = Sample ke n
Hasil dari perhitungan X2 ini kemudian dibandingkan dengan X2 dari tabel pada α =
95, bila :
X2 hitung > X2 tabel, maka model ditolak
X2 hitung < X2 tabel, maka model diterima

4. Simulasi Model
Setelah model dinyatakan diterima atau sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,
dilakukan simulasi untuk melihat kadar parameter pencemar disepanjang sungai.
Kadar parameter bahan pencemar diamati pada setiap penggal dan digunakan sebagai
dasar untuk menghitung beban pencemaran sungai. Selanjutnya dilakukan simulasi
jika kondisi kadar parameter pencemar disepanjang sungai memenuhi baku mutu
untuk mengukur daya tampung beban pencemaran sungai (Ardhani, 2014).

Anda mungkin juga menyukai