Anda di halaman 1dari 6

Al-Islam Kemuhammadiyaan II

“Macam-macam air menurut buku sunnah Sayyid Sabiq”

Oleh :
Naura Zuria (122019040P)
Almer Sudhiarta (122019042P)
Fatimatuzzuhro (122019043P)
Ami Junia (122019044P)
M. Ariansyah Zikri (122019045P)
Kelas : B
Dosen Pembimbing : Ir. Atikah Dewi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


2020
AIR DAN MACAM-MACAMNYA:
1. Air Mutlak
Hukumnya ialah bahwa ia suci lagi menyucikan artinya,bahwa ia suci pada
dirinya dan menyucikan bagi lainnya. Di dalamnya termasuk macam-macam air
berikut:
 Air hujan , salju atau es, dan air embun
Berdasarkan firman AllahTa’ala: Artinya:
“Dan diturunkan-Nya padamu hujan dari langit buat menyucikanmu.”
(Al-Anfal: 11)

Dan firman-Nya:
Artinya:
“Dan Kami turunkan dan langit air yang suci lagi mensucikan.” (Al-
Furqan:48)
Juga berdasarkan hadits Abu Hurairahr.a. katanya:
Adalah Rasulullah saw. bila membaca takbir di dalam sembah yang
diam sejenak sebelum membaca Al- Fatihah,maka saya
tanyakan:Demi kedua orang tuaku wahai Rasulullah! Apakah
kiranya yang Anda baca ketika berdiam kan diri diantara takbir
dengan membaca Al-Fatihah Rasulullah pun menjawab:
Saya membaca:
“Ya Allah, jauhkanlah daku dari dosa-dosaku sebagaimana
Engkau menjauhkan Timur dan Barat. Ya Allah bersihkanlah
daku sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dan kotoran.
Ya Allah, sucikanlah daku dan kesalahan-kesalahanku dengan
salju, air dan embun.” (H.R. Jama’ah kecuali Turmudzi)

 Air laut,
Berdasarkan hadits Abu Hurairah r.a: “Seorang laki-laki menanyakan
kepada Rasulullah, katanya: Ya Rasulullah, kami biasa berlayar di lautan
dan hanya membawa air sedikit. Jika kami pakai air itu untuk berwudhuk,
akibatnya kami akan kehausan, maka bolehkah. kami berwudhuk dengan
air laut? Berkatalah Rasulullah saw.: “Laut itu airnya suci lagi mensucikan
dan bangkainya halal dimakan.” (Diriwayatkan oleh yang Berlima)
Berkata Turmudzi: Hadits ini hasan lagi shahih, dan ketika kutanyakan
kepada Muhammad bin Ismail al- Bukhari tentang hadits ini, jawabnya
ialah: Hadits itu shahih.

 Air telaga,
Karena apa yang diriwayatkan dan Ali ra. bahwa Rasulullah saw. meminta
seember penuh dan air zamzam, lalu diminumnya sedikit dan dipakainya
buat berwudhuk.” (HR Ahmad)

 Air yang berubah


Disebabkan lama tergenang atau tidak mengalir, atau disebabkan
bercampur dengan apa yang menurut ghalibnya tak terpisah dari air seperti
kiambang dan daun-daun kayu, maka menurut kesepakatan ulama, air itu
tetap termasuk air mutlak. Alasan mengenai air semacam ini ialah bahwa
setiap air yang dapat disebut air secara mutlak tanpa kait, boleh dipakai
untuk bersuci. Firman Allah Taala: “Jika kamu tiada mendapatkan air,
maka bertayammumlah kamu!” (QS. Al-Maidah: 6).

2. Air Musta’mal
Air musta’mal adalah air yang sudah dipakai untuk bersuci atau menghilangkan najis
pada diri seseorang. Semisal air yang sudah atau yang terpecikkan ketika seseorang
sedang berwudhu.
Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat ada yang menganggapnya suci dan tetapi
tidak dapat mensucikan (karena sudah terpakai) . Ada pula yang berpendapat suci tapi
dan masih mensucikan selama tidak ada perubahan rasa, warna dan bau.
Imam Ad-Dimyathi (Sayyid Abu Bakar), dalam kitabnya, I’anah Ath-Tholibin Juz
1/28, menyebutkan bahwa air musta’mal memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu:
Ketahuilah, bahwa syarat-syarat air musta’mal ialah ada empat, yaitu; air sedikit,
digunakan untuk melakukan hal yang wajib, sudah terpisah dari anggota tubuh, tidak
ada niat ightirof (menggunakan tangan sebagai alat mengambil air).
 Pertama, air sedikit. Dalam artian volume air tidak sampai dua qullah (lima
ratus rithl). Dua qullah menurut ukuran Indonesia adalah sekitar 270 liter.
Ketika kita berwudu atau mandi, kemudian air yang ada pada anggota
menetes pada air tersebut, maka jadilah air musta’mal. Akan tetapi, ketika
volume air melebihi batas minimal, maka tetesan air dari anggota tidak
dapat menjadikannya air musta’mal.
 Kedua, digunakan untuk basuhan wajib. Dalam artian digunakan pada
anggota wudu atau mandi yang wajib dibasuh. Seperti halnya membasuh
muka, membasuh kedua tangan, dan lain-lain. Jadi, ketika air digunakan
untuk hal yang sunah, misalkan mengulang basuhan sampai tiga kali dalam
satu anggota, maka hal tersebut tidak berpengaruh pada status air. Dalam
artian tetap suci dan menyucikan.
 Ketiga, terpisah dari anggota tubuh. Dalam artian air tersebut sudah
menetes atau mengalir dari anggota wudu atau mandi. Jadi, air yang masih
melekat pada anggota badan tidak bisa dikatakan musta’mal.
 Keempat, tidak berniat untuk menjadikan tangan sebagai alat mengambil
air (gayung). Niat ini bagi yang mandi wajib adalah setelah berniat untuk
mandi dan bersamaan dengan basuhan pertama pada anggota tubuh. Jika
berniat setelah tangannya menentuh air, maka air sedikit tersebut menjadi
musta’mal. Bagi yang berwudu, niat ini waktunya setelah membasuh muka
dan ketika ingin membasuh kedua tangan. Jadi, walaupun tangan keluar-
masuk pada air yang sedikit, ketika diniati terlebih dahulu, ia tidak akan
menjadikan air musta’mal.

3. Air yang tercampur dengan benda suci


Jenis air yang ketiga adalah air yang tercampur dengan barang suci atau barang yang
bukan najis. Hukumnya tetap suci. Seperti air yang tercampur dengan sabun kapur
barus tepung dan lainnya. Selama nama air itu masih melekat padanya.
Namun bila air telah keluar dari karakternya sebagai air mutlak atau murni air itu
hukumnya suci namun tidak mensucikan. Misalnya air dicampur dengan susu meski
air itu suci dan susu juga benda suci tetapi campuran antara air dan susu sudah
menghilangkan sifat utama air murni menjadi larutan susu. Air yang seperti ini tidak
lagi bisa dikatakan air mutlak sehingga secara hukum tidak sah digunakan untuk
berwudhu’ atau mandi janabah. Meski pun masih tetap suci.
Demikian juga dengan air yang dicampur dengan kaldu daging irisan daging dan
bumbu-bumbu. Air itu kita anggap sudah keluar dari karakter kemutalakannya.
Bahkan kita sudah tidak lagi menyebutnya sebagai air melainkan kita sebut ‘kuah
bakso’. Tentu saja kita tidak dibenarkan berwudhu dengan kuah bakso.
Hal yang sama terjadi pada kasus air yang dicampur dengan benda lain seperti teh
tubruk, kopi, wedhang ronde, santan kelapa, kuah gado-gado, kuah semur, kuah opor
dan seterusnya, meski semua mengandung air dan tercampur dengan benda suci
namun air itu mengalami perubahan karakter dan kehilangan kemutlakannya.
Sehingga air itu meski masih suci tapi tidak sah untuk dijadikan media bersuci.
Tentang kapur barus ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kita untuk memandikan mayat dengan
menggunakannya.

Dari Ummi Athiyyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah SAW


bersabda’Mandikanlah dia tiga kali lima kali atau lebih banyak dari itu dengan air
sidr (bidara) dan jadikanlah yang paling akhir air kapur barus (HR. Bukhari dan
Muslim)

Dan mayat itu tidak dimandikan kecuali dengan menggunakan air yang suci dan
mensucikan sehingga air kapus dan sidr itu hukumnya termasuk yang suci dan
mensucikan. Sedangkan tentang air yang tercampur dengan tepung ada hadits yang
diriwayatkan oleh Ummu Hani’.

Dari Ummu Hani’ bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mandi bersama
Maimunah Radhiyallahu ‘Anh dari satu wadah yang sama tempat yang merupakan
sisa dari tepung. (HR. An-Nasai dan Ibnu Khuzaimah)

4. Air Mutanajis (Air bernajis)


Air Bernajis yaitu air yang tadinya suci kurang dari 2 kulla tetapi terkena najis dan
telah berubah salah satu sifatnya (bau, rasa, atau warnanya).Air seperti ini hukumnya
najis, tidak boleh diminum, tidak sah dipergunakan untuk bersuci seperti wudhu,
mandi, atau menyucikan benda yang terkena najis. Tetapi apabila air sebanyak 2 kulla
atau lebih, terkena najis namun tidak mengubah salah satu sifatnya, maka hukumnya
suci dan menyucikan.
Air semacam ini tetap dianggap suci berdasarkan hadits Rasulullah tentang sumur
Budha’ah, “Sesungguhnya air itu tetap suci dan tidak dinajisi oleh benda
apapun.”(HR. Ahmad dan Tirmidzi) Maksudnya, manusia saat itu membuang kotoran
di pinggir sumur, dan terkadang air hujan membawa kotoran tersebut ke dalam sumur,
akan tetapi debit air sumur yang tinggi sehingga tidak terpengaruh oleh kotoran
tersebut dan tidak pula berubah bentuk dan sifatnya.

Anda mungkin juga menyukai