LAPARATOMI
I. KONSEP DASAR
1.1. Pengertian
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya
perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus (Arif Mansjoer, 2013).
Laparatomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan membuka cavum
abdomen dengan tujuan eksplorasi.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang
diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik insisi
laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan
fistuloktomi.
1.2. Etiologi
Etiologi terjadinya tindakan laparatomi antara lain:
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).
2. Peritonitis.
3. Perdarahan pada saluran pencernaan.
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Masa pada abdomen (Tumor, cyste dll).
1.3. Klasifikasi
1. Midline incision merupakan metode insisi yang yang dilakukan tepat pada
garis tengah abdomen. Metode ini paling sering digunakan, karena sedikit
perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan ditutup, serta tidak
memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insisi ini
adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster,
pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi
ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
2. Paramedian yaitu metode insisi yang dilakukan sedikit ke tepi dari garis
tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan
dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas,
organ pelvis, usus bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion
memiliki keuntungan antara lain: merupakan bentuk insisi anatomis dan
fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke
arah atas dan bawah.
3. Transverse upper abdomen incision yaitu; insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision yaitu; insisi melintang di bagian bawah ±
4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya;pada operasi appendictomy.
a. Pengumpulan Data
1. Identitas klien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian
4. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan umum klien setelah dilakukan pembedahan biasanya
tampak lemah, gelisah, meringis.
b. Pemeriksaan Fisik Persistem:
1. Sistem Pernafasan; kepatenan jalan nafas, kedalaman, frekuensi
dan karakter pernafasan, sifat dan bunyi nafas merupakan hal
yang harus dikaji pada klien dengan post operasi. Pernafasan
cepat dan pendek sering terjadi mungkin akibat nyeri. Pernafasan
yang bising karena obstruksi oleh lidah dan auskultasi dada
didapatkan bunyi krekels.
2. Sistem Kardiovaskuler, pada klien post operasi biasanya
ditemukan tanda-tanda syok seperti takikardi, berkeringat, pucat,
hipotensi dan penurunan suhu tubuh.
3. Sistem Gastrointestinal, ditemukan distensi abdomen, kembung
(penumpukan gas), mukosa bibir kering penurunan peristaltik
usus juga biasanya ditemukan muntah dan konstipasi akibat
pembedahan.
4. Sistem Perkemihan, terjadi penurunan haluaran urine dan warna
urine menjadi pekat/gelap, terdapat distensi kandung kemih
dan retensi urine.
5. Sistem Muskuloskeletal, kelemahan dan kesulitan ambulasi
terjadi akibat nyeri di abdomen dan efek dari pembedahan atau
anastesi sehingga menyebabkan kekakuan otot.
6. Sistem Neurologi, Nyeri dirasakan bervariasi, tingkat dan
keparahan nyeri post operasi tergantung pada anggapan
fisiologi dan psikologi individu serta toleransi yang ditimbulkan
oleh nyeri.
7. Sistem Integumen, ditemukan luka akibat pembedahan di area
abdomen. Karakteristik luka tergantung pada lamanya waktu
setelah pembedahan.
5. Aspek Psikologis
a. Status emosional, kemungkinan ditemukan emosi klienjadi gelisah
dan labil, karena proses penyakit yang tidak diketahui / tidak pernah
diderita sebelumnya dan akibat pembedahan.
b. Konsep diri yaitu :
Body image/gambaran diri, mencakup persepsi dengan
perasaan terhadap tubuhnya, bagi tubuh yang disukai dan tidak
disukai.
Harga diri, penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh memenuhi ideal diri. Aspek utama
adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain.
Ideal diri, Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas/peran dan
harapan terhadap penyakitnya.
Peran yang diemban dalam keluarga atau kelompok masyarakat
dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas /peran
tersebut.
Identitas, status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya.
c. Stressor adalah setiap faktor yang menimbulkan stress atau
mengganggu keseimbangan (Keliat, dkk: 2011). Seseorang yang
mempunyai stresor akan mempersulit dalam proses suatu
penyembuhan penyakit.
d. Mekanisme koping ini merupakan suatu cara bagaimana seseorang
untuk mengurangi atau menghilangkan stress yang dihadapi.
e. Harapan dan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan yang
dihadapi. Ini perlu dikaji agar tim kesehatan dapat memberi bantuan
dengan efisien.
Tujuan:
Klien akan mempertahankan ekspansi paru dan fungsi pernapasan yang
adekuat.
Intervensi:
1) Posistioning klien untuk mencegah aspirasi
2) Insersi mayo untuk mencegah obstruksi, melakukan suction.
3) Pemberian oksigen
4) Endotracheal tube/mayo dilepas bila refleks gag Kembali.
5) Dorong batuk dan bernapas dalam 5–10 x setiap 2 jam. Khususnya 72
jam pertama (potensial komplikasi: atelektasis, pneumonia). Terutama
pada klien dengan penyakit paru, orang tua, perokok, panas spirometer.
6) Suction.
2. Gangguan integritas kulit
Tujuan:
Luka klien akan sembuh tanpa komplikasi luka post operatif.
Intervensi:
1) Terapi obat:
- Antibiotik profilaksis spectrum luas (24 – 72 jam post op)
- Perawatan luka dengan gaas antibiotik.
2) Balutan luka: ganti sesuai order dokter. Luka yang ditutup dengan
balutan dibuka 3-6 hari.
3) Drain:
- Evakuasi cairan dan udara
- Mencegah luka infeksi yang dalam dan pembentukan abses pada luka
bedah.
3. Nyeri
Tujuan:
Klien akan mengalami pengurangan nyeri akibat luka bedah dan posisi
selama operasi.
Intervensi:
1) Terapi obat:
- Pemberian anlgetik narkotik dan non narkotik untuk menghilangkan
nyeri akut (meperidin hydroclorida, morphine sulphate, codein
sulphate, dan lain-lain.)
- Mengkaji tipe, lokasi ditensitas nyeri sebelum pemberian obat.
- Pada pembedahan yang luas, kontrol nyeri dan siapkan iv pump bila
perlu.
- Observasi tekanan darah, pernapasan, kesadaran, (depresi napas,
hypotensi, mual, muntah sebagai akibat komplikasi narkotik).
2) Metode pangendalian nyeri yang lain:
- Positioning
- Perubahan posisi tiap 2 jam
- Masase
DAFTAR PUSTAKA
Hidatat, dkk. (2015). Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi 2. Jakarta: EGC
http://bangeud.blogspot.com/2020/12/asuhan-keperawatan-pasien-dengan-
laparatomi_13.html
Keiath, Budi Ana, dkk. (2011). Buku Ajar Keperawatan Dasar, Edisi Revisi 2.
Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah: Brunner Suddarth, Vol. 1. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
LAPARATOMI
DISUSUN OLEH:
HERNO SETIAWAN
NPM: 200103082
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
T.A 2020/2021