PEMASANGAN VENTILATOR
Disusun Oleh :
Afifah Novia Andriyani (1834005)
M. Fahmi Prayogi (1834036)
Rr. Sri Sulistyaningsih (1834049)
A. Latar Belakang
Pasien yang dirawat di ICU berisiko tinggi terkena infeksi nosokomial. Infeksi
nosokomial yang cukup sering diderita pasien adalah pneumonia. Delapan puluh tujuh persen
kejadian pneumonia di ICU terkait dengan penggunaan dan asuhan keperawatan ventilator
mekanik yang tidak tepat sehingga menimbulkan kolonisasi kuman di orofaring yang berisiko
terjadinya pneumonia terkait ventilator/Ventilator Associated Pneumonia (VAP).
Berdasarkan penelitian Yin-Yin Chen, dkk., pada tahun 2000-2008 di Taiwan, VAP
menempati urutan kedua terbanyak kejadian Device Associted Infection (DAI) di ICU. Dari
penelitian tersebut diperoleh angka kejadian VAP sebanyak 3,18 kejadian per 1000 ventilator
per hari. Angka ini berada dibawah Infeksi Saluran Kemih(ISK) akibat penggunaan kateter
dengan angka kejadian 3,76 per 1000 kateter urin per hari.
VAP adalah pneumonia yang merupakan infeksi nosokomial yang terjadi setelah 48
jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik, baik melalui pipa endotrakeal maupun
pipa trakeostomi. VAP menjadi perhatian utama di ICU karena merupakan kejadian yang
cukup sering dijumpai, sulit untuk di diagnosis secara akurat dan memerlukan biaya yang
cukup besar untuk pengobatannya. Kejadian VAP memperpanjang lama perawatan pasien di
ICU dan berhubungan erat dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pasien di ICU,
dengan angka kematian mencapai 40-50% dari total penderita.
Secara umum, VAP dapat didiagnosis jika ditemukan tanda diagnosis standar seperti
demam, takikardi, leukositosis, sputum yang purulen dan konsolidasi pada gambaran
radiografi thoraks. Namun, diagnosis VAP agak sulit dilakukan jika hanya melihat tampilan
klinis pasien. Oleh sebab itu, diagnosis VAP dapat dibantu dengan Critical Pulmonary
Infection Score (CPIS). Penentuan CPIS didasarkan pada 6 variabel, yaitu: suhu tubuh
pasien, jumlah leukosit dalam darah, volume dan tingkat kekentalan sekret trakea, indeks
oksigenasi, pemeriksaan radiologi paru dan kultur semikuantitatif dari aspirasi trakea. Jika
diperoleh skor lebih dari 6, maka diagnosis VAP dapat ditegakkan.
Beberapa faktor risiko dicurigai dapat memicu terjadinya VAP, antara lain: usia lebih
dari 60 tahun, derajat keparahan penyakit, penyakit paru akut atau kronik, sedasi yang
berlebihan, nutrisi enteral, luka bakar yang berat, posisi tubuh yang supine, Glasgow Coma
Scale (GCS) kurang dari 9, penggunaan obat pelumpuh otot, perokok dan lama pemakaian
ventilator. 1,6 Pemakaian ventilator mekanik dengan pipa yang diintubasikan ke tubuh pasien
akan mempermudah masuknya kuman dan menyebabkan kontaminasi ujung pipa endotrakeal
pada penderita dengan posisi terlentang.
Lama penggunaan ventilator mekanik diduga merupakan salah satu faktor risiko
penting yang terkait dengan kejadian VAP. Philippe Vanhems, dkk., dalam penelitiannya
pada tahun 2001-2009 di 11 ICU di Perancis, menemukan 367 (10.8%) dari 3.387 pasien
dihitung dalam 45.760 hari pemakaian ventilator mekanik yang mengalami kejadian VAP
dalam 9 hari pertama. Berdasarkan hasil perhitungan, diprediksikan angka kejadian VAP
pada hari pertama dan kedua (< 48 jam) adalah 5,3 dan 8,3 kejadian. Penelitian dilakukan
pada pasien dengan usia rata-rata 54,3 tahun dan angka kematian 21.7%.8 Perbedaan angka
kejadian VAP di hari pertama dan kedua mengindikasikan adanya pengaruh lama pemakaian
ventilator dalam kasus ini, walaupun faktor-faktor risiko lain masih ikut berpengaruh.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien
yang terpasang ventilator
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada klien yang
terpasang ventilator
b) Mahasiswa mampu menentukandiagnosa keperawatan pada klien yang terpasang
ventilator
c) Mahasiswa mampu menentukan intervensi keperawatan pada klien yang terpasang
ventilator
d) Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada klien yang terpasang ventilator
e) Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien yang terpasang
ventilator
C. Manfaat
1) Bagi penulis
Menambah wawasan dalam melaksanakan praktik yang dapat dipakai sebagai acuan
untuk bekerja nantinya.
A. DEFINISI
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. (Brunner dan
Suddarth, 1996).
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh
proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. (Carpenito, Lynda Juall 2000)
Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah suatu alat
bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan
tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan. Ventilator mekanik
merupakan peralatan “wajib” pada unit perawatan intensif atau ICU. ( Corwin, Elizabeth J,
2001)
Ventilator adalah suatu system alat bantuan hidup yang dirancang untuk menggantikan
atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama pemberian dukungan
ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan
memperbaiki fungsi pernapasan kembali ke keadaan normal. (Bambang Setiyohadi, 2006)
B. TIPE VENTILATOR
Menurut West (2003), ventilator dibagi atas tiga jenis:
(1) Ventilator Volume-Konstan
Ventilator ini memberikan gas dalam volume yang diatur sebelumnya kepada
pasien, biasanya melalui piston pengatur bermotor dalam sebuah silinder atau peniup
bermotor. Curah dan frekuensi pompa dapat disesuaikan untuk memberi ventilasi yang
diperlukan. Rasio inspirasi terhadap waktu ekspirasi dapat dikendalikan oleh mekanisme
kenop khusus. Oksigen dapat ditambahkan ke udara inspirasi sesuai keperluan, dan
sebuah pelembab dimasukkan dalam sirkuit.
Ventilator volume-konstan adalah mesin kuat dan dapat diandalkan yang cocok
untuk ventilasi jangka lama. Alat ini banyak digunakan dalam anestesia. Alat ini
memiliki keuntungan dapat mengetahui volume yang diberikan ke pasien walaupun
terjadi perubahan sifat elastik paru atau dinding dada maupun peningkatan resistensi
jalan napas. Kekurangannya adalah dapat terjadi tekanan tinggi. Akan tetapi, dalam
praktik sebuah katup pengaman aliran mencegah tekanan mencapai tingkat berbahaya.
(2) Ventilator Tekanan-Konstan
Ventilator ini memberi gas pada tekanan yang diatur sebelumnya dan merupakan
mesin yang kecil dan relatif tidak mahal. Alat ini tidak memerlukan tenaga listrik, tetapi
bekerja dari sumber gas terkompresi bertekanan minimal 50 pon/inci persegi.
Kekurangan utamanya, yaitu jika digunakan sebagai metode tunggal ventilasi, volume
gas yang diberikan dipengaruhi perubahan komplians paru atau dinding dada. Oleh
karena itu, volume ekspirasi harus dipantau. Ini sulit pada beberapa ventilator.
Kekurangan lain ventilator tekanan-konstan adalah konsentrasi oksigen inspirasinya
bervariasi sesuai kecepatan aliran inspirasi.
Ventilator tekanan-konstan kini terutama digunakan untuk “ventilasi bantuan-
tekanan”, yaitu membantu pasien yang diintubasi mengatasi peningkatan kerja napas
yang terjadi karena slang endotrakeal yang relatif sempit. Pemakaian dengan cara ini
berguna untuk melepaskan pasien dari ventilator, yaitu peralihan dari ventilasi mekanik
ke ventilasi spontan.
C. POLA VENTILASI
Menurut West (2003), pola ventilasi dibagi menjadi:
(1) Intermittent Posiive Pressure Ventilation (IPPV)
Intermittent Posiive Pressure Ventilation (IPPV) terkadang disebut pernapasan
tekanan positif intermiten (Intermitten Positive Pressure Breathing/IPPB) dan merupakan
pola umum berupa pengembangan paru oleh penerapan tekanan positif ke jalan napas
dan dapat mengempis secara pasif pada FRC. Dengan ventilator modern, variabel utama
yang dapat dikendalikan meliputi volume tidal, frekuensi napas, durasi inspirasi versus
ekspirasi, kecepatan aliran inspirasi, dan konsentrasi oksigen inspirasi.
2 Vc o2
PC O = .K
VA
dengan K sebagai konstanta. Pada paru berpenyakit, penyebut VA dalam persamaan ini
kurang dari ventilasi yang masuk ke alveoli karena adanya ruang mati alveolar, yaitu
alveoli tidak berperfusi atau alveoli dengan rasio ventilasi-perfusi tinggi.
Bahaya lain ventilasi berlebihan pada pasien dengan retensi CO2 adalah kalium serum
yang rendah, yang mencetuskan irama jantung abnormal. Ketika CO2 ditahan, kalium
bergerak keluar sel ke dalam plasma dan diekskresi oleh ginjal. Jika PCO2 berkurang
dengan cepat, kalium kembali masuk ke dalam sel sehingga mengurangi plasma.
Pada beberapa pasien gagal napas, PCO2 arterinya sering tidak meningkat dan tujuan
ventilasi mekanik adalah meningkatkan PO2. Dalam praktik, pasien seperti ini selalu
diventilasi dengan yang diperkaya oksigen, dan kombinasi ini biasanya efektif untuk
mengurangi hipoksemia. Konsentrasi oksigen inspirasi idealnya harus cukup untuk
mening katkan PO2 arteri paling tidak menjadi 60 mmHg, tetapi konsenrasi inspirasi
yang terlalu tinggi perlu dihindari karena bahaya toksisitas oksigen dan atelektasis.
Efek ventilasi tekanan-positif pada aliran balik vena bergantung pada besar dan durasi
tekanan inspirasi dan khususnya, penambahan PEEP. Pola ideal dari titik tolak ini adalah
fase inspirasi pendek dengan tekanan yang relatif rendah diikuti oleh fase ekspirasi yang
panjang serta tekanan ekspirasi akhir menjadi nol. Namun, pola seperti itu mendukung
volume paru yang rendah dan mengakibatkan hipoksemua sehingga umumnya perlu
dipertimbangkan.
e. Penyakit paru
- Pneumonia
- Sindrom gawat napas akut (ARDS)
- Serangan asma berat
- Eksaserbasi akut PPOK, fibrosis kistik
- Trauma-kontusio paru
- Edema paru
g. Lain-lain
- Henti jantung
- Syok sirkulasi berat
- Hipoksia resisten pada gagal
napas tipe 1 (berkurangnya oksigen)
(Sumber: At a Glance Sistem Respirasi, 2008)
(5) Komplikasi
Komplikasi Pemasangan Ventilasi Mekanis
a. Risiko selama intubasi endotrakeal atau trakeostomi
- Depresi miokardial akibat anestetik
- Aspirasi isi lambung
- Penurunan PaO2 selama apnea
- Bronkokonstriksi refleks dan laringospasme
- Pneumotoraks,pneumomediastinum
- Emfisema subkutan (= udara dikulit)
- Kerusakan struktural pada paru,jalan napas, dan kapiler
- Displasia bronkopulmonal
(Sumber: At a Glance Sistem Respirasi, 2008)
VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA
A. DEFINISI
Ventilator associated pneumonia didefenisikan sebagai pneumonia yang terjadi
pada pasien yang ≥ 48 jam diintubasi dan dipasang ventilasi mekanik. VAP
diklasifikasikan berdasarkan onsetnya yaitu onset dini (terjadi dalam 96 jam pertama
sejak dipasang ventilasi mekanik) atau onset lambat (terjadi ≥ 96 jam sejak dipasang
ventilasi mekanik) (Hunter, 2005).
B. EPIDEMIOLOGI
Insidensi bervariasi antara 5 - 10 episode per 1000 orang yang keluar dari rumah
sakit dan paling tinggi terjadi di bangsal pembedahan, ICU, dan rumah sakit
pendidikan. Hal ini memperpanjang masa rawat inap pasien di rumah sakit yang
mencapai 3 - 14 hari per pasien. Angka kematian VAP mencapai 30% - 70%. VAP
onset dini (<4 hari di rumah sakit) banyak disebabkan oleh bakteri yang sensitif
antibiotik, sehingga prognosis menjadi lebih baik daripada VAP onset lambat (>4 hari
di rumah sakit) yang banyak disebabkan multi drug resistent pathogen (patogen MDR).
Namun, VAP onset dini, pasien mendapat terapi antibiotik sebelumnya, atau
perawatan di rumah sakit menjadi predisposisi terhadap patogen MDR yang akhirnya
ditatalaksana seperti VAP onset lambat (Ward et al., 2006)
C. ETIOLOGI
Ward et al (2006) membagi dua klasifikasi patogen yang menyebabkan VAP yaitu:
Streptococcus pneumonia
Onset dini (<4 hari Haemophilus influenza
di rumah sakit) + S. aureus (sensitif metisilin) Basil
Tidak ada faktor Gram-negatif sensitif antibiotik
risiko untuk (E. Coli, Proteus spp., Klebsiella
patogen MDR pneumonia, Serratia)
VAP
Faktor Risiko yang Dapat dan Tidak Dapat Dimodifikasi dari VAP
- Minimalisasi penggunaan
sedatif
E. TERAPI ANTIBIOTIK
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia
(2003) menyebutkan beberapa klasifikasi terapi antibiotik untuk VAP sebagai berikut:
Terapi Antibiotik Awal Secara Empirik untuk VAP pada Pasien Tanpa Faktor
Risiko Patogen MDR, Onset Dini dan Semua Derajat Penyakit (Mengacu ATS/IDSA
2004)
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Hidayat dkk (2012), pengkajian adalah langkah awal dari
tahapan proses keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data dasar
dari pasien, untuk informasi yang diharapakan dari pasien. Pengkajian keperawatan pada
seluruh tingkat analisis (individu, keluarga, komunitas) terdiri atas data subjektif dari
seseorang atau kelompok, dan data objektif dari pemeriksaan diagnostik dan sumber lain.
Pengkajian individu terdiri atas riwayat kesehatan (data subjektif) dan pemeriksaan fisik
(data objektif) (Weber & Kelley 2009).
1) Biodata
Anamnesis yang diperoleh dari anamnesis umum merupakan identitas diri pasien yaitu
nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan hobi (Febrianto, 2013).
2) RiwayatKesehatan
a) Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia adalah adanya awitan yang
ditandai dengan keluhan menggigil, demam ≥40oC, nyeri pleuretik, batuk, sputum
berwarna seperti karat, takipnea terutama setelah adanya konsolidasi paru.
b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran napas atas (infeksi pada hidung dan
tenggorokan). Risiko tinggi timbul pada klien dengan riwayat alkoholik, posr-operasi,
infeksi pernapasan, dan klien dengan imunosupresi (kelemahan dalam sistem imun).
Hampir 60% dari klien kritis di ICU dapat menderita pneumonia dan 50% (separuhnya)
akan meninggal dunia.
3) PengkajianFokus
Menurut Muttaqin (2014), pengkajian fokus pada pasien pneumonia adalah sebagai berikut:
a) Breathing
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan fokus,
berurutan pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
(1) Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan: gerakan pernapasan simetris, pada klien
dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal,
serta adanya retraksi sternum dan intercostal sternum space (ICS). Napas cuping
hidung pada sesak berat dialami terutama pada anak-anak.
Batuk dan sputum: saat dilakukan pengkajian batuk pada klien demgan pneumonia
biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya peningkatan produksi
sekret dan sekresi sputum yang purulen.
(2) Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ ekskrusi pernapasan: pada palpasi klien dengan
pneumonia, gerakan pada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara bagian
kanan dan kiri.
Getaran suara (fremitus fokal): taktil fremitus pada klien dengan pneumonia biasanya
normal.
(3) Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan bunyi
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi pada klien dengan
pneumonia didapatkan apabila bronkopneumonoia menjadi satu sarang (kunfluens).
(4) Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada
sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi didaerah mana didapatkan adanya ronkhi.
b) Blood
Pada pasien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi:
- Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
- Palpasi : denyut nadi perifer melemah
- Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran
- Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
c) Brain
Klien dengan pneumonia berat sering terjadi penurunan kesadaran, didapatkan sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien
tampak meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
d) Bladder
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu,
perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari
syok.
e) Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan.
f) Bone
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantungan klien
terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
4) Pemeriksaan Fisik
Menurut Sudoyono 2006 (dikutip dalam Somantri 2009) presentasi bervariasi bergantung
pada etiologi, usia dan keadaan klinis
a) Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S. Pneumoniae, Streptococcus spp,
dan Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batuk kering
yang nonproduktif.
b) Awitan yang tidak terlihat dan ringan pada orang tua/orang dengan penurunan
imunitas akibat kuman yang kurang patogen/ oportunistik.
c) Tanda-tanda fisik pada pneumonia klasik yang biasa dijumpai adalah demam, sesak
napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang dullnes, ronchi nyaring, serta
suara pernapasan bronkial).
d) Ronchi basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan yang terserang karena
eksudat dan fibrin dalam alveolus. Pengkajian kardiovaskular dan paru harus
dilakukan secara
e) komperhensif, perawat harus mengkaji adanya tanda-tanda hipoksia (kulit keabu-
abuan atau sianosis) dan dispnea (napas cuping hidung). Pasien memperlihatkan gejala
awitan awal pada pernapasan (misal batuk, produksi sputum dan dispnea) yang
biasanya disertai dengan demam dan menggigil, inspeksi dada meliputi pengkajian
pola pernapasan dan frekuensi pernapasan, observasi postur tubuh pasien dan kerja
pernapasan, serta inspeksi adanya retraksi interkosta. Perkusi dada biasanya
menghasilkan bunyi pekak pada pneumonia lobus. Penurunan bunyi napas terdengar
pada saat auskultasi. Craclke awal yang halus (dulu disebut rales) atau bunyi napas
bronkus terdengar di area konsoldasi (Morton dkk, 2014).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentangan respons dari seorang
individu, keluarga, kelompok, atau komunitas. Diagnosis keperawatan biasanya berisi dua
bagian yaitu deskription atau pengubah, fokus diagnosis, atau konsep kunci dari diagnosis
(Hermand dkk 2015).
Menurut Herdman dkk (2015), masalah yang muncul pada pasien pneumonia adalah :
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas
2) Ketidakefektifan pola napas b.d keletihan otot pernapasan
3) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
4) Resiko Kekurangan volume cairan b.d kegagalan mekanisme regulasi
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat
berdasarkan peenilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan outcome
pasien atau klien. Intervensi keperawatan mencakup baik perawatan langsung dan tidak
langsung yang ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, serta orang-orang
dirujuk oleh perawat, dirujuk oleh dokter maupun pemberi pelayanan kesehatan lainnya
(Bullechek dkk 2015).
Menurut Bulechek dkk (2015), intervensi keperawatan untuk pasien pneumonia yaitu:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan napas
a) Tujuan : bersihan jalan napas dapat efektif.
b) Kriterihasil
- Menunjukkan jalan nafas paten
- Tidak mengalami penurunan kesadaran
- Tidak ada dispnea atau sianosis
- Saturasi oksigen >90%
b) Intervensi
Manajemen Jalan Nafas
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Lakukan fisioterapi dada
- Motivasi untuk melakukan batuk efektif
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian bronkodilatator
yang meningkatkan patensi jalan napas
Monitor Pernafasan
- Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan
auskultasi suara nafas ronki di paru
- Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi
b) Kriteriahasil:
- Tidak ada sianosis dan dispneu
- Frekuensi nafas normal
- Vital sign dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, resoirasi, suhu)
c) Intervensi :
Manajemen Asma
- Monitor tanda-tanda vital Monitor Pernafasan
- Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan
bernafas
- Informasikan pada pasien dan keluarga tentang pentingnya
oksigenasi
Manajemen Jalan Nafas
- Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
- Posisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
- Kelola pengobatan aerosol sebagaimana mestinya
4. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana
tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan
yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari
implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping (Efendi & Makhfudli, 2009).
5. Evaluasi
Dari masalah yang muncul, evaluasi yang diharapkan oleh penulis yaitu:
2) Polanafaskembaliefektif
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Tanggal Pengkajian : 23 Mei 2017
Nama : Ny.M
Umur : 62 tahun
Agama : Islam
2. Riwayat Penyakit
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Gagal nafas Keluarga pasien mengatakan pasien jatuh dari tempat tidur pada
tanggal 21 Mei 2017, pasien tidak dapat diajak berkomunikasi. Pada pukul 12.30
pasien dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto untuk mendapatkan perawatan medis. Karena
kondisi pasien yang perlu penangan lebih lanjut dan fasilitas yang lebih memadai.
Pada pukul 13.30 pasien telah sampai di IGD dan telah dilakukan pemeriksaan
Tekanan Darah 60/palpasi, terpasang SIMV rate 12 RR 23x/menit20x/menit suhu
36,50C nadi 106x/menit, SaO2 95% kesadaran Apatis GCS E4 M6 Vx dan
diberikan terapi infus NacL0,9% loading 500cc, injeksi Ranitidin 500 mg dan
Ondansentron 4 mg,telah dilakukan head up 30 0, pemasangan DC, NGT dan
Oksigen 4 liter/menit. Pada pukul 17.30 pasien dipindahkan ke HCU dan telah
dilakukan foto thorax, didapatkan hasil adanya Pneumonia. pada tanggal 22 Mei 2017
kondisi pasen semakin kritis maka pada jam 17.30 dipindahkan ke ICU. Di ICU
pasien mengalami gagal nafas lalu dilakukan pemasangan Intubasidan Ventilator.
3. Pengkajian Fokus
Breathing
Terpasang Ventilator mode SIMV RATE 12 RR 23x/menit PEEP 7, SaO295%,
FiO290%,tidak menggunakan otot bantu pernafasan, tidak ada retraksi dinding
dada,tidak menggunakan nafas cuping hidung,suara ronkhi terdengar di paru kanan dan
kiri.
Blood
Perabaan akral dingin, tekanan darah 91/75 mmHg, nadi 138x/menit, CRT >2
detik, tidak ada sianosis, suhu 390C, tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada
penonjolan vena jugularis.
Brain
Kesadaran Somnolen, GCS E3M5Vx, ada kelemahan fisik di ekstremitas kiri,
kekuatan otot kanan kiri atas 4/3 bawah 4/3
Bladder
Terpasang DC, Balance Cairan(BC) dalam 8 Jam Intake : 1729 cc NGT :
400ccInfus: 1200 cc Obat : 129 cc Output :1863 cc Urine : 1600 ccIWL normal: 15x50x
8/24= 250ccIWL kenaikan suhu (10% x 200) x(39-37) x 8/24 jam+ 250 cc= 263 cc BC
= Intake-output=1729-1863=-134 cc
Bowel
Turgor kulit tidak elastis, mukosa bibir kering, peristaltik usus 12x/menit,
terpasang NGT, pasien tidak mual muntah.
Bone
Pasien mengalami kelemahan otot di ekstremitas kiri, Tidak mengalami perubahan
bentuk tulang.
4. Pemeriksaan Fisik
5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : Hemoglobin 12,0 g/dL, Eritrosit 3,82 10ˆ6/ul, Lekosit 17,0 10ˆ3/ul,
Trombosit 202 10ˆ3/ul, Hematokrit 55,9%, MCV 94,0 fL, MCH 31,4 Fl, MCHC 33,4
g/dL, Neutrofil 88,8%, Limfosit 6,3%, MXD 4,9%, RDW 14,6%, Ureum 126,7 mg/dL,
Creatinin 2,01 mg/dL, Bun 59,2 mg/dL, Natrium 137 mmol/L, Kalium 3,98 mmol/L,
Chlorida 104,9mmol/L, GDS 107,89 mg/dL, ALT (GPT) 51,5 u/L, AST (GOT) 96,2
u/LAcid/Base 370C
Analisa Gas Darah : pH 7,49, PCO2 23 mmHg, PO2 118mmHg, BE -4,2 mmol/L, tCO2
17,6 mmol/L, HCO3 16,9 mmol/L, st HCO3 20,9 mmol/L, Na+ 139 mmol/L, K+ 3,4
mmol/L, Cl-111 mmol/L, Angap 15,3 mmol/L
Hasil : Alkalosis Respiratorik
Foto Thorax : Tanggal 21 Mei 2017 / 20:35 WIB Oedem Pulmonal Mixed
Pneumonia
6. Terapi Obat
B. ANALISA DATA
Analisa Data Etiologi Masalah
Data Subyektif : - Obstruksi Jalan nafas Ketidakefektifan bersihan
Data Obyektif: Jalan nafas Jalan nafas
dibantu ventilatorSIMV
rate 12 RR 23x/menit,
terdapat sekret dimulut dan
selang ventilator, suara
ronkhi di lobus bawah
kanan dan kiri, kesadaran
somnolen, terpasang, SPO2
95%, hasil foto thoirax
Oedem Pulmonal Mixed
Pneumonia, leukosit
17.000, suhu 39oC, tidak
ada sianosis
Data Subyektif :- Perubahan membran Gangguan pertukaran gas
Data Obyektif : alveolar-kapiler
RR:23x/menit, nadi 138
x/menit pH 7,49 PCO2 23
mmHgPO2 118 mmHgBE
-4,2 mmol/LtCO2 17,6
mmol/LHCO3 16,9
mmol/Lst HCO3 20,9
mmol/LNa+ 139
mmol/LK+ 3,4 mmol/LCl-
111 mmol/Lkesadaran
somnolen
Data Subyektif : - Kegagalan mekanisme Kekurangan volume cairan
Data Obyektif : Suhu 390C, regulasi
Balance Cairan -263 cc,
turgor kulit tidak
elastis, mukosa bibir
kering, Hematokrit 55,9%
Capilary Refile Time >2
detik, Tekanan Darah
91/75 mmHg, nadi
138x/menit
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler
3. Kekurangan volume cairan b.d kegagalan mekanisme regulasi
4. Intoleran aktivitas b.d tirah baring
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN (Tujuan INTERVENSI (NIC)
dan Kriteria Hasil)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Manajemen jalan nafas
b.d obstruksi jalan nafas (peningkatan 1. Mobilisasi atau ambulasi pasien
produksi sputum) (miring kiri, telentang, miring
Setelah dilakukan tindakan kanan)
keperawatan selama 3x8 jam,pasien 2. Lakukan fisioterapi dada
menunjukkan : 3. Lakukan suctioning endotrakea
NOC:
1. Menunjukkan jalan nafas paten Manajemen jalan nafas buatan
(tidak ada sekret) 4. Selalu mencuci tangan
2. Tidak ada sianosis atau dyspnea 5. Lakukan oral hygiene
3. Saturasi oksigen >95% Manajemen ventilasi mekanik non
4. Respirasi 16-24x/menit invasif
5. Sekret berkurang atau hilang 6. Monitor status hemodinamik
7. Kolaborasi aktif dengan dokter
untuk terapi obat antibiotik
Gangguan pertukaran gas b.d Manajemen asam basa: alkalosis
perubahan membran alveolar-kapiler respiratori
Setelah dilakukan perawatan selama 3x8 1. Monitor pola nafas
jam, klien menunjukkan: 2. Monitor analisa gas darah dan
NOC: urine elektrolit
1. Gas Darah Arteri (GDA) dalam 3. Kolaborasi dengan dokter untuk
rentang normal pemberian obat parenteral klorida
2. Tidak ada distress pernafasan
3. Nadi normal 60-100x/menit Manajemen ventilasi mekanik non
invasif
4. Monitor status hemodinamik
Kekurangan volume cairan b.d Manajemen Hipovolemi
kegagalan mekanisme regulasi 1. Monitor asupan dan pengeluaran
Setelah dilakukan perawatan selama 3x8 2. Implementasikan posisi
jam, klien menunjukkan: trendelenburg yang dimodivikasi
NOC: 3. Berikan vasodilator sesuai resep
1. Vital sign normal dengan hati-hati
TD: 120/80 mmHg
N: 60-100 x/menit Manajemen Cairan
RR: 16-24 x/menit 4. Kolaborasi pemberian cairan IV
S: 370C sesuai yang ditentukan
2. Balance cairan normal (-100 cc - 5. Berikan diuretik sesuai dengan
+100 cc) yang diresepkan
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi ( Perawatan Demam
turgor kulit baik, mukosa bibir 6. Berikan intake cairan oralIntoleran
lembab, CRT <2detik)
4. Hematokrit 37-52%
Intoleran aktifitas b.d tirah baring Terapi aktivitas
Setelah dilakukan perawatan selama 3x8 1. Ajarkan pasien untuk mobilisasi
jam, klien menunjukkan jika diperlukan
NOC: 2. Bantu pasien dalam pemenuhan
1. Mampu berpindah dengan atau ADLs
tanpa bantuan 3. Kolaborasi dengan terapi fisik
2. Status kardiopulmonari adekuat untuk merencanakan program
terapi yang tepat
Terapi latihan keseimbangan
4. Monitor respon pasien dalam
latihan keseimbangan
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tgl/ No. Tindakan Keperawatan dan Hasil Paraf dan
Waktu DK Nama Jelas
23/06/1 1 Melakukan personal hygiene
7 DS:-
08.00 DO: pasien tampak lebih nyaman, gigi bersih,
mulut bersih, bau badan berkurang
Mengobservasi jalan nafas dan auskultasi suara
08.28 nafas
DS:-
DO:Terdapat sekret dimulut pasien (sebelum dioral
hygiene), terpasang ventilator, terdengar suara
ronkhi di lobus bawah paru kanan dan kiri
Memberikan mobilisasi (posisi miring kiri
08.30 telentang head up 30odan kanan)
DS:-
DO:Pasien tampak lebih rileks, RR 26x/menit,
SPO2 97% KU lemah
Melakukan fisioterapiDada dan suctioning
08.50 DS:-
DO:Tidak ada penumpukan sekret dijalan
nafas,sekretberwarna kuning kemerahan,suara
ronkhi terdengardi lobus bawah paru kanan dan kiri
Monitor status himodinamik
09.05 DS: -
DO:TD: 98/75 mmHg, Nadi 140x/menit, RR
29x/menit, Suhu 38,80C, SPO2 97% kesadaran
somnolen, GCS E3M5Vx, jenis ventilator
SIMV rate 9, PEEP 7, VT/PS:10, FiO2:
90%
Monitor status himodinamik
11.00 DS:-
DO:TD: 90/70 mmHg, N 128x/menit, S 38,50C,
RR 25x/menit SPO2 97% kesadaran somnolen
GCS E3M5Vx, jenis ventilator PS PEEP 7,
VT/PS:10 FiO2: 70%
Memberikan mobilisasi (posisi miring kiri
11.05 telentang head up 30odan kanan)
DS:-
DO:Pasien tampak lebih rileks, RR 24x/menit,
SPO2 97% KU lemah
Memberikan mobilisasi (posisi miring kiri
12.50 telentang head up 30odan kanan)
DS:-
DO:Pasien tampak lebih rileks, RR 24x/menit,
SPO2 98% KU lemah
2 Melakukan personal hygiene
08.00 DS:-
DO: pasien tampak lebih nyaman, gigi bersih,
mulut bersih, bau badan berkurang.
Mengobservasi jalan nafas dan auskultasi suara
08.28 nafas
DS:-
DO:Terdapat sekret dimulut pasien (sebelum dioral
hygiene),terpasang ventilator, terdengar suara
ronkhi di lobus bawah paru kanan dan kiri
Monitor status himodinamik
09.05 DS: -
DO:TD: 98/75 mmHg, Nadi 140x/menit,
RR 2x/menit, Suhu 38,80C, SPO2 97%
kesadaran somnolen, GCS E3M5Vx, jenis
ventilator SIMV rate 9 PEEP 7, VT/PS:10,
FiO2: 90%
Monitor status himodinamik
11.00 DS:-
DO:TD: 90/70 mmHg, N 128x/menit, RR
25x/menit S 38,50C, SPO2 97% kesadaran
somnolen GCS E3M5Vx, jenis ventilator PS
PEEP 7, VT/PS:10 FiO2:90%
3 Memberikan nutrisi enteral (NGT)
09.10 DS:-
DO:Sonde ±200 cc, tidak ada residu
Menghitung balance cairan
10.00 DS:-
DO:Intake NGT 200 cc, Infus 100 cc, output urine
400 cc, IWL 263 cc, BC: 300-663=-363 cc
Memberikan nutrisi enteral (NGT)
12.00 DS:-
DO:Sonde ±200 cc, tidak ada residu
Menghitung balance cairanDS:-
13.00 DO:Intake NGT 400 cc, Infus 200 cc, output urine
350 cc, IWL 263 cc, BC: 600-613= -13 cc
Memberikan cairan IV manitol 125 cc
13.05 DS:-
DO:Tidak ada reaksi alergi
Mengobservasi tanda-tanda dehidrasiDS:-
13.10 DO:Turgor kulit tidak elastis, bibir kering, mata
cekung, CRT >2 detik, akral dingin, TD 108/80
mmHg, N: 130x/menit Suhu: 38oC
4 Melakukan personal hygiene
08.00 DS:-
DO: pasien tampak lebih nyaman, gigi bersih,
mulut bersih, bau badan berkurang.
Memberikan mobilisasi (posisi miring kiri
08.30 telentang head up 30odan kanan)
DS:-
DO:Pasien tampak lebih rileks, RR 26x/menit,
SPO2 97% KU lemah
Monitor status himodinamik
09.05 DS: -
DO:TD: 98/75 mmHg, Nadi 140x/menit, RR
29x/menit, Suhu 38,80C, SPO2 97% kesadaran
somnolen, GCS E3M5Vx, jenis ventilator
SIMV rate 9 PEEP 7, VT/PS:10, FiO2:
90%
Memberikan nutrisi enteral (NGT)
DS:-
09.10 DO:Sonde ±200 cc, tidak ada residu
Monitor status himodinamik
DS:-
11.00 DO:TD: 90/70 mmHg, N 128x/menit, RR
25x/menit S 38,50C, SPO2 97% kesadaran
somnolen GCS E3M5Vx, jenis ventilator PS
PEEP 7, VT/PS:10 FiO2: 90%
Memberikan mobilisasi (posisi miring kiri
telentang head up 30odan kanan)
11.05 DS:-
DO:Pasien tampak lebih rileks, RR 24x/menit,
SPO2 97% KU lemah
Memberikan nutrisi enteral (NGT)
DS:-
12.00 DO:Sonde ±200 cc, tidak ada residu
F.Evaluasi Keperawatan
Hari/Tanggal/Ja No Evaluasi
m Diagnosa
Selasa, 23 1 S:-
Mei 2017 O:
14.00 WIB Pasien terpasang ETVentilator mode PS PEEP 7
VT/PS 10 fio2 70%, TD 90/70 mmHg, N 140x/menit, S
38,50C, RR 28x/menit, SPO2 97%, mulut bersih, suara
ronkhi terdengar di lobus bawah kanan dan kiri
kesadaran somnolen GCS E3M5Vx, tidak ada sianosis
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan Intervensi
1. Lakukan oral hygiene
2. Berikan/bantu pasien untuk mobilisasi
3. Lakukan fisioterapi dada dan suctioning
4. Monitor status himodinamik
14.15 WIB 2 S:-
O:
RR: 28x/menit, nadi 138 x/menit, kesadaran
somnolen GCS E3M5Vx, tidak ada sianosis
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1. Monitor status himodinamik
2. Monitor analisa gas darah dan urine elektrolit
14.20 WIB 3 S:-
O:
BC -113 cc, suhu 380C, turgor kulit jelek, mukosa bibir
kering, CRT >2 detik, mata tampak cekung, akral
dingin TD 90/70 mmHg, N 140x/menit,
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1. Monitor status himodinamik
2. Hitung balance cairan
3. Observasi tanda-tanda dehidrasi
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
bolus cairan IV dan obat
14.30 WIB 4 S:-
O:
TD 90/70 mmHg, N 140x/menit, S 38,5oC, RR
28x/menit, KU pasien lemah, aktivitas dan
latihan sehari-hari dibantu perawat
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1. Bantu ADLs pasien
2. Berikan/bantu pasien untuk mopbilisasi
3. Kaji kekuatan otot pasien
Rabu, 24 Mei 1 S:-
2017 O:
14.00 WIB Pasien terpasang ET Ventilator mode SIMV rate 5
PEEP 7 VT/PS 12 fio2 90%, TD130/90 mmHg, N
130x/menit, S 370C, RR 24x/menit, SPO2 99%
tidak ada penumpukan sekret dijalan nafas, suara
ronkhi terdengar di lobus bawah kiri kesadaran
apatis GCS E4M6Vx, tidak ada sianosis
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan Intervensi
1. Lakukan oral hygiene
2. Berikan/bantu pasien untuk mobilisasi
3. Lakukan fisioterapi dada dan suctioning
4. Observasi dan auskultasi suara napas
5. Monitor status himodinamik
14.15 WI B 2 S:-
O:
RR: 24x/menit, nadi 130 x/menit, kesadaran
somnolen GCS E4M6Vx, tidak ada sianosis, pH
7,45 pCO2 27 HCO3 19,6 kalium 3,9
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
1. Monitor status himodinamik
2. Observasi dan auskultasi suara napas
3. Monitor analisa gas darah dan urine elektrolit
14.20 WIB 3 S:-
O:
BC +66 cc, suhu 370C, turgor kulit elastis, mukosa
bibir lembab, CRT <2 detik, , akral teraba hangat
TD 128/90 mmHg, N 128x/menit
A:
Masalah teratasi
P:
Pertahankan intervensi
1. Monitor status himodinamik
2. Hitung balance cairan
3. Observasi tanda-tanda dehidrasi
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
14.30 WIB 4 S:-
O:
TD 130/90 mmHg, N 130x/menit, S 37oC, RR
24x/menit, KU pasien membaik, aktivitas dan
latihan dibantu perawat
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
lanjutkan intervensi
1. Bantu ADLs pasien
2. Berikan/bantu pasien untuk mobilisasi
3. Kaji kekuatan otot pasien
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan
bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru
melalui jalan nafas buatanadalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi
B. SARAN
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami tentang
materi Ventilator Mekanik. Agar dapat bermanfaat serta berguna bagi pembaca dan
masyarakat umum.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, F dan Makhfudi. 2009. Keperawatan kesehatan Komunitas Teori dan Praktik
dalam keperawatan. Jakarta:Salemba Medika
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10. Jakarta EGC
Musliha, S. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sherina, & RSCM, T. I. (2010). Gagal nafas dan Ventilasi Mekanik,Modul Pelatihan
ICU RSCM. Jakarta.
Ward, J.P.T, Ward, Jane., Leach, Richard M., &Wiener, Charles M. (2008). At a Glance
Sistem.Respirasi. Jakarta: Erlangga
West,J.B.2003.PatofisiologiParu Esensial. Edisi 6.Jakarta : Penerbit BukuKedokteran
EGC