Anda di halaman 1dari 2

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusi diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan umumnya datang dari
pengalaman, juga bisa didapat dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman,
buku, dan surat kabar (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan tentang DBD adalah informasi
tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) yang diperoleh seseorang setelah melakukan
penginderaan. Pengetahuan DBD yang berisiko meliputi ketidaktahuan atau kurang
pemahaman mengenai pengertian demam berdarah dengue, penyebab, tanda dan gejala, cara
penularan, cara pencegahan, penatalaksanaan dan faktor resiko DBD. 1
Sikap merupakan pandangan atau perasaan seseorang yang disertai kecenderungan
untuk melakukan tindakan sesuai dengan stimulus yang diberikan (purwanto, 1998).
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yudhastuti dan Vidiyani (2005)
mengenai hubungan kondisi lingkungan, kontainer, dan faktor perilaku masyarakat dengan
keberadaan nyamuk Aedes aegypti di daerah endemis DBD di Surabaya didapatkan hasil
bahwa kondisi lingkungan dan jenis kontainer yang digunakan mempunyai hubungan dengan
keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. Selain itu faktor perilaku masyarakat yaitu
pengetahuan (91,4% kurang baik) dan tindakan (51% kurang baik) masyarakat dalam
mengurangi kepadatan jentik Aedes aegypti mempunyai hubungan dengan keberadaan jentik
Aedes aegypti. Sedangkan sikap masyarakat yang baik (89%) tidak ada hubungan dengan
keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti. Penelitian ini sesuai dengan teori Blum (1956)
dalam Notoatmodjo (2007) bahwa terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap status
kesehatan yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik yang saling
mempengaruhi satu sama lain.

Perilaku tidak melakukan 4M, yaitu tidak menguras dan penampungan air,mengubur
barang bekas, tidak membuang sampah, tidak membersihkan halaman, cara menghindari
gigtan nyamuk (misal: tidak memakai lotion anti nyamuk, kelambu, obat nyamuk), memiliki
kebiasaan menggantung pakaian , dan bepergian ke daerah endemis DBD.

Pengendalian pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan meningkatkan peran serta


Puskesmas dalam membantu masyarakat memantau jentik nyamuk di setiap rumah dan
lingkungan yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk serta menggalakkan
promosi kesehatan terutama berkaitan dengan masalah DBD.
Pertanyaan :
1. Masih ada masyarakat yang tidak mendukung dilakukan pemeriksaan jentik nyamuk
dengan menolak petugas memeriksan TPA dan menolak dilakukan abatisasi.
Mengapa demikian dan apa yang sebaiknya dilakukan ?
Jawab :
Masih ada masyarakat yang menolak petugas memeriksa Tempat
Penampungan Air dan menolak dilakukan abatisasi bisa di sebabkan karena sebagian
masyarakat masih merasa tidak aman untuk melakukan abatisasi karena air di TPA-
nya akan menjadi kotor, serta takut jika bubuk abate akan memberikan dampak
negatif bagi kesehatan.
Faktanya, WHO menyebutkan air yang telah mengandung bubuk abate tetap
aman diminum oleh manusia maupun hewan peliharaan. Namun, WHO tetap
menganjurkan agar air yang telah ditaburi bubuk abate sebaiknya tidak diberikan pada
bayi atau anak-anak untuk menghindari efek yang tidak diinginkan.
Jangan khawatir akan keamanan air yang telah ditaburi bubuk abate. Meski
efektif memberantas larva nyamuk, bubuk abate tidak menyebabkan perubahan rasa,
warna, dan bau pada air.
Penolakan masyarakat pada petugas bisa dikarenakan rasa kurang percaya
kepada petugas pembasmi jentik. Oleh karena itu perlunya dipikirkan oleh pihak
PUSKESMAS bekerjasama dengan tokoh masyarakat, aparat pemerintah dan tokoh
agama untuk ikut memasyarakatkan program pemberantasan sarang nyamuk ini
dengan berperan serta dalam penyuluhan kepada masyarakat luas.

Anda mungkin juga menyukai