ASUHAN KEPERAWATAN
HIRSCHPRUNG
DOSEN PEMBIMBING:
Ns.Masyitah Wahab,S.Kep.,M.Kes
OLEH:
Ariani Haslina
P.18.001
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat,karunia dan hidayah-
Nyalah saya dapat menyelesikan pembuatan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Perilaku Kekerasan ini tepat pada waktunya.
tujuan dari pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa, juga sebagai informasi tambahan bagi mahasiswa mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan. Ucapan terima kasih saya sampaikan
kepada dosen pembimbing, yang telah membimbing dan memberi saran serta masukan kepada
saya dalam menyusun makalah ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun tetap saya nantikan demi kesempurnaan makalah
ini di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amin
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................
A. Latar belakang...................................................................................................................
B. Tujuan ................................................................................................................................
C. Manfaat ............................................................................................................................
A. Definisi hirschprung.........................................................................................................
C. Patofisiologi hirschprung..................................................................................................
E. Komplikasi ........................................................................................................................
A. Pengkajian .........................................................................................................................
B. Diagnosa ............................................................................................................................
C. Intervensi ...........................................................................................................................
D. Evaluasi ............................................................................................................................
BAB IV PENUTUP..............................................................................................................
A. Kesimpulan .......................................................................................................................
B. Saran ..................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan serta mendeskripsikan mega colon
congenital pada tahun 1863 adalah Harald Hirschsprung. Namun, pada saat itu patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson
dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan
oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion. Insiden penyakit
Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti tertapi berkisar antara satu diantara
5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 220 juta dan tingkat kelahiran 35
permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1540 bayi dengan penyakit hirschsprung.
B. Tujuan
1. Apa pengertian penyakit hirschprung ?
2. Bagaimana etiologi dan pathogenesis penyakit hirschprung ?
3. Bagaimana manifestasi klinis penyakit hirschprung ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit hirschprung?
C. Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit hirschprung
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Hisprung
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan
keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada
bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan
(ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus
menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap
individu.
Penyakit Hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik dengan
karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak adanya pleksus meintrik) pada bagian distal
kolon dan kolon tidak bisa mengembang dengan memberikan manifestasi perubahan struktur
dari kolon.
Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat distensi dan penderita
kelihatan menderita
B. Etiologi Hisprung
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai
dari spingter ani internus kearah proksimal, 70 % terbatas didaerah rektosigmoid, 10 % sampai
seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus dan pilorus.
Adapun yang menjadi penyebab hirschsprung atau mega kolon kongenital adalah diduga karena
terjadi faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrome,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada
myentrik dan submukosa pada dinding plexus.
Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan disepanjang usus karena
adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan
peristaltiik). Kontraksi dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion yang terletak
dibawah lapisan otot.
Sedangkan menurut (Amiel, 2008) penyebab hisprung tidak diketahui, tetapi ada hubungan
dengan kondisi genetic Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia
endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung familiar. Gen lain yang berhubungan dengan
penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari factor gen, dari factor
gen endhotelin-B, dan gen endothelin -3 (Marches, 2008).Penyakit Hirschprung juga terkait
dengan Down syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit Hirschprung juga memiliki
trisomi 21 (Rogers, 2008).
1. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel Neural Crest ambrional yang berimigrasi ke
dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk berkembang
ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
2. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.
3. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon sigmoid
dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
5. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal
pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.
Pada kasus hisprung dibatasinya intake nutrisi dapat berakibat pada menurunnya intake gizi
yang dapat berakibat pada ketidakcukupan gizi yang dialami oleh bayi, sementara itu masalah
ini juga terjadi akibat absorbs yang tidak baik pada penderita hisprung. Penderita hisprung
harus mendapat pengawasan ketat mengenai gizi yang dialami hal tersebut dikarekan pada
penderita hisprung sangat rentan untuk mengalami masalah gizi sehingga harus dilakukan
pemantauan ketat agar tidak terjadi komplikasi tersebut (Wijaya & Putri, 2013)
C. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan
tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir
selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi
pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz,
Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar ( Price, S & Wilson ).
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah: Dalam rentang waktu 24-48 jam, bayi
tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna
hijau kehitaman), malas makan, muntah yang berwarna hijau, pembesaran perut (perut menjadi
buncit)distensi abdomen, konstipasi, dan diare meningkat Sedangkan, gejala pada masa
pertumbuhan (usia 1 -3 tahun) adalah sebagai berikut:
Tidak dapat meningkatkan berat badan
Konstipasi (sembelit)
Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
Diare cair yang keluar seperti disemprot
Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap sebagai
keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
Konstipasi (sembelit)
Kotoran berbentuk pita
Berbau busuk
Pembesaran perut
Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
Pada anak-dewasa
Konstipasi
Distensi abdomen
Dinding abdomen tipis
Aktivitasperistaltikmenurun
Terjadi malnutrisi dan pertumbuhannya terhambat
E. Komplikasi
1. Obstruksi usus
2. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
3. Konstipasi
4. (Suriadi, 2001 : 241)
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap dan
mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
b. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah narkos.
Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
c. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini klhas
terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
d. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.
2. Laboratorium
a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya
dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi.
Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan
elektrolit.
b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet
preoperatif.
c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan
pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
3. Patologi Anatomis (Biopsi)
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat
ganglion atau tidak. Padapenyakithirschprung ganglion initidakditemukan
G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
a. Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1
tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda
yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik
tersebut.
b. Prosedur Swenson
Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian
dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang
dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior.
c. Prosedur Soave
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur
yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot
dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai
ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot
rektosigmoid yang tersisa.Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum
tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat
dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang
tersisa
d. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan dilatasi anus
dan pembersihan rongga anorektal dengan povidon-iodine, mukosa rektum diinsisi
melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata. Dengan diseksi tumpul rongga
submukosa yang terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah proksimal. Mukosa
yang telah terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus sehingga
terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa.
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemendekan dan operasi lebih singkat,
waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding dapat diberikan lebih awal,
biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada. Akan tetapi masih didapatkan komplikasi
enterokolitis, konstipasi dan striktur anastomosis.
e. Posterior Sagital Neurektomi Repair for Hirschsprung Disease
Teknik ini diperkenalkan oleh Rochadi, 2005. Setelah dilakukan desinfeksi pada
daerah anogluteal kemudian daerah operasi ditutup duk steril. Irisan pertama dimulai
dengan irisan kulit intergluteal dilanjutkan membuka lapisan-lapisan otot yang
menyusun muscle complex secara tumpul dan tajam sehingga terlihat dinding
rektum. Lapisan otot dinding rektum dibuka memanjang sampai terlihat lapisan
mukosa menyembul dari irisan operasi. Identifikasi daerah setinggi linea dentata
dilakukan dengan cara memasukkan jari telunjuk tangan kiri ke anus. Panjang irisan
adalah 1 cm proksimal linea dentata sampai zone transisi yang ditandai dengan
adanya perubahan diameter dinding rektum. Supaya tidak melukai mukosa rektum
maka setelah mukosa menyembul, muskularis dinding rektum dipisahkan dari
mukosa dengan cara tumpul sehingga lapisan muskularis benar-benar telah terpisah
dari mukosa. Strip muskularis dinding rektum dengan lebar 0,5 cm dilepaskan dari
mukosa sepanjang zone spastik sampai zone transisi. Material ini dikirim ke bagian
Patologi Anatomi untuk pemeriksaan pewarnaan hematoksilin-eosin guna identifikasi
sel ganglion Auerbach dan Meissner.
Tehnik Posterior Sagittal Repair for Hirschsprungs Disease ini dilakukan satu tahap,
tanpa kolostomi dan tanpa pull through.
2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.
3. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat
didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk.
Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KASUS HIRSCHPRUNG / MEGA COLON
A. PENGKAJIAN
Menurut Suriadi (2001:242) fokus pengkajian yang dilakukan pada penyakit hischprung
adalah :
1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah lahir, biasanya ada
keterlambatan
4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada bagian
proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltik usus.
3. Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen, lingkar abdomen semakin
besar seiring dengan pertambahan besarnya distensi abdomen.
Distensi abdomen
b. Masa bayi
Konstipasi
Distensi abdomen
Konstipasi
Distensi abdomen
Anak biasanya tidak mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan yang buruk
Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan gambaran obstruksi usus
letak rendah
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak
adekuat dan rangsangan muntah.
C. INTERVENSI
1. Dx 1 :
Kriteria Hasil :
d. Bernafas mudah
e. Keadaan inspirasi
NIC :
Respiratory monitoring
f. Oxygen therapy
g. Atur peralatan oksigenasi
2. Dx 2
Kriteria hasil :
NIC :
Pain management
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi , karakteristik dan onset,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor faktor
presipitasi
Analgetik administration
a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
c. Pilih analgetik yang diperlukan / kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari
satu.
3. Dx 3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak
adekuat dan rangsangan muntah.
Kriteria hasil :
a. Stamina
b. Tenaga
c. Kekuatan menggenggam
d. Penyembuhan jaringan
NIC :
Manajemen nutrisi
d. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
Monitoring nutrisi
4. Dx 4
Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion usus
Kriteria hasil :
NIC :
Bowel irigation
d. Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat oral
f. Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut kejang atau keinginan untuk
defekasi.
5. Dx 5
Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena
mual.
Kriteria hasil :
Fluid management
6. Dx 6
Kriteria hasil :
NIC :
Infection protection
c. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
f. Dorong istirahat
D. Evaluasi
BAB IV
PENUTUP
A. Keimpulan
B. Saran
1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya pada hisrchprung untuk pencapaian kualitas keperawatan secara
optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena
bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka
penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya penjelasan
pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/37854486/Askep_HIRSCHPRUNG
https://id.scribd.com/doc/56613064/LP-dan-ASKEP-Hirschprung
https://www.academia.edu/11257186/Asuhan_keperawatan_anak_dengan_hisprung