Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
HIRSCHPRUNG

DOSEN PEMBIMBING:

Ns.Masyitah Wahab,S.Kep.,M.Kes

OLEH:

Ariani Haslina

P.18.001

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BINA GENERASI POLEWALI MANDAR
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat,karunia dan hidayah-
Nyalah saya dapat menyelesikan pembuatan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Perilaku Kekerasan ” ini tepat pada waktunya.

tujuan dari pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa, juga sebagai informasi tambahan bagi mahasiswa mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan. Ucapan terima kasih saya sampaikan
kepada dosen pembimbing, yang telah membimbing dan memberi saran serta masukan kepada
saya dalam menyusun makalah ini.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun tetap saya nantikan demi kesempurnaan makalah
ini di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amin

Polewali, 14 Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................

A. Latar belakang...................................................................................................................

B. Tujuan ................................................................................................................................

C. Manfaat ............................................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI...............................................................................................

A. Definisi hirschprung.........................................................................................................

B. Etiologi hirschprung .........................................................................................................

C. Patofisiologi hirschprung..................................................................................................

D. Manifestasi klinis hirschprung.........................................................................................

E. Komplikasi ........................................................................................................................

F. Pemeriksaan diagnostik hirschprung...............................................................................

G. Penatalaksanaan hirschprung ..........................................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN HIRSCHPRUNG ...........................................

A. Pengkajian .........................................................................................................................

B. Diagnosa ............................................................................................................................

C. Intervensi ...........................................................................................................................

D. Evaluasi ............................................................................................................................

BAB IV PENUTUP..............................................................................................................

A. Kesimpulan .......................................................................................................................

B. Saran ..................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan serta mendeskripsikan mega colon
congenital pada tahun 1863 adalah Harald Hirschsprung. Namun, pada saat itu patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson
dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan
oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion. Insiden penyakit
Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti tertapi berkisar antara satu diantara
5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 220 juta dan tingkat kelahiran 35
permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1540 bayi dengan penyakit hirschsprung.

Laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:1.


Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3kg dan jarang
pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk
sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.

B. Tujuan
1. Apa pengertian penyakit hirschprung ?
2. Bagaimana etiologi dan pathogenesis penyakit hirschprung ?
3. Bagaimana manifestasi klinis penyakit hirschprung ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit hirschprung?

C. Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit hirschprung

2. Untuk mengetahui etiologi dan pathogenesis penyakit hirschprung

3. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit hirschprung

4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit hirschprung


BAB 11

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Hisprung

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan
keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada
bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan
(ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus
menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap
individu.

Penyakit Hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik dengan
karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak adanya pleksus meintrik) pada bagian distal
kolon dan kolon tidak bisa mengembang dengan memberikan manifestasi perubahan struktur
dari kolon.

Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat distensi dan penderita
kelihatan menderita
B. Etiologi Hisprung

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai
dari spingter ani internus kearah proksimal, 70 % terbatas didaerah rektosigmoid, 10 % sampai
seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus dan pilorus.

Adapun yang menjadi penyebab hirschsprung atau mega kolon kongenital adalah diduga karena
terjadi faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrome,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada
myentrik dan submukosa pada dinding plexus.

Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan disepanjang usus karena
adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan
peristaltiik). Kontraksi dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion yang terletak
dibawah lapisan otot.

Sedangkan menurut (Amiel, 2008) penyebab hisprung tidak diketahui, tetapi ada hubungan
dengan kondisi genetic Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia
endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung familiar. Gen lain yang berhubungan dengan
penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari factor gen, dari factor
gen endhotelin-B, dan gen endothelin -3 (Marches, 2008).Penyakit Hirschprung juga terkait
dengan Down syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit Hirschprung juga memiliki
trisomi 21 (Rogers, 2008).

Penyebab lainnya yaitu:

1. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi ke
dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk berkembang
ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.

2. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.
3. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon sigmoid
dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.

4. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.

5. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal
pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.

Dampak yang Terjadi pada Anak

Pada kasus hisprung dibatasinya intake nutrisi dapat berakibat pada menurunnya intake gizi
yang dapat berakibat pada ketidakcukupan gizi yang dialami oleh bayi, sementara itu masalah
ini juga terjadi akibat absorbs yang tidak baik pada penderita hisprung. Penderita hisprung
harus mendapat pengawasan ketat mengenai gizi yang dialami hal tersebut dikarekan pada
penderita hisprung sangat rentan untuk mengalami masalah gizi sehingga harus dilakukan
pemantauan ketat agar tidak terjadi komplikasi tersebut (Wijaya & Putri, 2013)

Anak yang menderita penyakit hirschsprung sering mengalami keterlambatan pasase


mekonium. Pada bayi normal, 94% akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama
kehidupannya, dibandingkan dengan hanya 6%bayi yang menderita penyakit hirschsprung.
Penyakit hirschsprung, penyebab tersering obstruksi kolon pada neonatus, dapat muncul pada
periode neonatus dengan muntah, anoreksia, dan kegagalan mengeluarkan feses. Anak-anak ini
dapat mengalami diare yang terjadi sekunder akibat peningkatan sekresi cairan ke dalam
proksimal usus hingga obstruksi parsial. Diare akan berlanjut menjadi enterokolitis,
menyebabkan dehidrasi hebat dan gangguan elektrolit. Enterokolitis cenderung berulang dan
dapat fatal

C. Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan
tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir
selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi
pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz,
Cecily & Sowden).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar ( Price, S & Wilson ).
D. Manifestasi Klinis

Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah: Dalam rentang waktu 24-48 jam, bayi
tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna
hijau kehitaman), malas makan, muntah yang berwarna hijau, pembesaran perut (perut menjadi
buncit)distensi abdomen, konstipasi, dan diare meningkat Sedangkan, gejala pada masa
pertumbuhan (usia 1 -3 tahun) adalah sebagai berikut:
 Tidak dapat meningkatkan berat badan
 Konstipasi (sembelit)
 Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
 Diare cair yang keluar seperti disemprot
 Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap sebagai
keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
 Konstipasi (sembelit)
 Kotoran berbentuk pita
 Berbau busuk
 Pembesaran perut
 Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
 Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
Pada anak-dewasa
 Konstipasi
 Distensi abdomen
 Dinding abdomen tipis
 Aktivitasperistaltikmenurun
 Terjadi malnutrisi dan pertumbuhannya terhambat

E. Komplikasi

1. Gawat pernapasan (akut)


2. Enterokolitis (akut)
3. Striktura ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia (jangka panjang)

(Betz, 2002 : 197)

1. Obstruksi usus
2. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
3. Konstipasi
4. (Suriadi, 2001 : 241)

F. Pemeriksaan Diagnostik

a. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap dan
mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
b. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah narkos.
Pemeriksaan ini bersifat traumatic.

c. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini klhas
terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.

d. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.

Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung


1. Radiologi

a. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.


b. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.

c. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.

d. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.

2. Laboratorium
a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya
dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi.
Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan
elektrolit.
b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet
preoperatif.
c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan
pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
3. Patologi Anatomis (Biopsi)
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat
ganglion atau tidak. Padapenyakithirschprung ganglion initidakditemukan

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan konservatif.

1. Pembedahan

Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap.Mula-mula dilakukan


kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila
umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga
prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan
menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus.
Prosedur pembedahan :

a. Prosedur Duhamel

Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1
tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda
yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik
tersebut.

b. Prosedur Swenson
Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian
dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang
dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior.

c. Prosedur Soave
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur
yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot
dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai
ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot
rektosigmoid yang tersisa.Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum
tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat
dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang
tersisa
d. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan dilatasi anus
dan pembersihan rongga anorektal dengan povidon-iodine, mukosa rektum diinsisi
melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata. Dengan diseksi tumpul rongga
submukosa yang terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah proksimal. Mukosa
yang telah terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus sehingga
terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa.
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemendekan dan operasi lebih singkat,
waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding dapat diberikan lebih awal,
biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada. Akan tetapi masih didapatkan komplikasi
enterokolitis, konstipasi dan striktur anastomosis.
e. Posterior Sagital Neurektomi Repair for Hirschsprung Disease
Teknik ini diperkenalkan oleh Rochadi, 2005. Setelah dilakukan desinfeksi pada
daerah anogluteal kemudian daerah operasi ditutup duk steril. Irisan pertama dimulai
dengan irisan kulit intergluteal dilanjutkan membuka lapisan-lapisan otot yang
menyusun “muscle complex” secara tumpul dan tajam sehingga terlihat dinding
rektum. Lapisan otot dinding rektum dibuka memanjang sampai terlihat lapisan
mukosa menyembul dari irisan operasi. Identifikasi daerah setinggi linea dentata
dilakukan dengan cara memasukkan jari telunjuk tangan kiri ke anus. Panjang irisan
adalah 1 cm proksimal linea dentata sampai zone transisi yang ditandai dengan
adanya perubahan diameter dinding rektum. Supaya tidak melukai mukosa rektum
maka setelah mukosa menyembul, muskularis dinding rektum dipisahkan dari
mukosa dengan cara tumpul sehingga lapisan muskularis benar-benar telah terpisah
dari mukosa. Strip muskularis dinding rektum dengan lebar 0,5 cm dilepaskan dari
mukosa sepanjang zone spastik sampai zone transisi. Material ini dikirim ke bagian
Patologi Anatomi untuk pemeriksaan pewarnaan hematoksilin-eosin guna identifikasi
sel ganglion Auerbach dan Meissner.
Tehnik Posterior Sagittal Repair for Hirschsprung’s Disease ini dilakukan satu tahap,
tanpa kolostomi dan tanpa pull –through.

2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.
3. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat
didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk.
Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KASUS HIRSCHPRUNG / MEGA COLON

A. PENGKAJIAN

Menurut Suriadi (2001:242) fokus pengkajian yang dilakukan pada penyakit hischprung
adalah :

1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah lahir, biasanya ada
keterlambatan

2. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.

3. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.

 Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret

 Keadaan turgor kulit biasanya menurun

 Peningkatan atau penurunan berat badan.

 Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral

4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada bagian
proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltik usus.

5. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan

 Anak : Kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping yang


digunakan.

 Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga,


penyesuaian keluarga terhadap stress menghadapi penyakit anaknya.
 Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan albumin juga perlu
dilakukan untuk mengkaji indikasi terjadinya anemia, infeksi dan kurangnya
asupan protein.

Menurut Wong (2004:507) mengungkapkan pengkajian pada penyakit hischprung yang


perlu ditambahkan selain uraian diatas yaitu :

1. Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas, keluhan utama,


pengkajian pola fungsional dan keluhan tambahan.

2. Monitor bowel elimination pattern : adanya konstipasi, pengeluaran mekonium yang


terlambat lebih dari 24 jam, pengeluaran feses yang berbentuk pita dan berbau
busuk.

3. Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen, lingkar abdomen semakin
besar seiring dengan pertambahan besarnya distensi abdomen.

4. Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal mempengaruhi keadaan umum


klien.

5. Observasi manifestasi penyakit hirschprung

a. Periode bayi baru lahir

 Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 -48 jam setelah lahir

 Menolak untuk minum air

 Muntah berwarna empedu

Distensi abdomen

b. Masa bayi

 Ketidakadekuatan penembahan berta badan

 Konstipasi
 Distensi abdomen

 Episode diare dan muntah

 Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis : diare


berdarah, letargi berat)

c. Masa kanak –kanak

 Konstipasi

 Feses berbau menyengat dan seperti karbon

 Distensi abdomen

 Anak biasanya tidak mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan yang buruk

6. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian

 Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan gambaran obstruksi usus
letak rendah

 Biopsi rektal : menunjukan aganglionosis otot rektum

 Manometri anorectal : ada kenaikan tekanan paradoks karena rektum


dikembangkan / tekanan gagal menurun.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru

2. Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak
adekuat dan rangsangan muntah.

4. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion


usus.
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena
mual.

6. Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit

C. INTERVENSI

1. Dx 1 :

Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru

NOC : Respiratory status

Kriteria Hasil :

a. Frekuensi pernafasan dalam batas normal

b. Irama nafas sesuai yang diharapkan

c. Ekspansi dada simetris

d. Bernafas mudah

e. Keadaan inspirasi

NIC :

Respiratory monitoring

a. Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan.

b. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan.

c. Monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.

d. Palpasi ekspansi paru

e. Auskultasi suara pernafasan

f. Oxygen therapy
g. Atur peralatan oksigenasi

h. Monitor aliran oksigen

i. Pertahankan jalan nafas yang paten

j. Pertahankan posisi pasien

2. Dx 2

Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan

NOC : Pain level

Kriteria hasil :

a. Mengenali faktor penyebab

b. Menggunakan metode pencegahan

c. Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri.

d. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan

e. Mengenali gejala – gejala nyeri

NIC :

Pain management

a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi , karakteristik dan onset,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor – faktor
presipitasi

b. Observasi isyarat – isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam


ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
c. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri

d. Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien


terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan , penyinaran)

e. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi, guided imagery,


distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas)

Analgetik administration

a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.

b. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi

c. Pilih analgetik yang diperlukan / kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari
satu.

d. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri.

3. Dx 3

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak
adekuat dan rangsangan muntah.

NOC : Status nutrisi

Kriteria hasil :

a. Stamina

b. Tenaga

c. Kekuatan menggenggam

d. Penyembuhan jaringan

e. Daya tahan tubuh


f. Pertumbuhan

NIC :

Manajemen nutrisi

a. Timbang Berat badan

b. Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI

c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C

d. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.

Monitoring nutrisi

a. Monitor turgor kulit

b. Monitor mual dan muntah

c. Monitor intake nutrisi

d. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

4. Dx 4

Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion usus

NOC : Bowel elimination

Kriteria hasil :

a. Pola eliminasi dalam batas normal

b. Warna feses dalam batas normal

c. Feses lunak / lembut dan berbentuk

d. Bau feses dalam batas normal (tidak menyengat)


e. Konstipasi tidak terjadi

NIC :

Bowel irigation

a. Tetapkan alasan dilakukan tindakan pembersihan sistem pencernaan.

b. Pilih pemberian enema yang tepat

c. Jelaskan prosedur pada pasien

d. Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat oral

e. Catat keuntungan dari pemberian enema laxatif

f. Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut kejang atau keinginan untuk
defekasi.

5. Dx 5

Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena
mual.

NOC : Fluid balance

Kriteria hasil :

a. Keseimbangan intake dan output 24 jam

b. Berat badan stabil

c. Tidak ada mata cekung

d. Kelembaban kulit dalam batas normal

e. Membran mukosa lembab


NIC :

Fluid management

a. Timbang popok jika diperlukan

b. Pertahankan intake dan output yang akurat.

c. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan


darah)

d. Monitor vital sign

e. Kolaborasikan pemberian cairan IV

f. Dorong masukan oral

g. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

6. Dx 6

Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit

NOC :Imune status

Kriteria hasil :

a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi

b. Menjelaskan proses penularan penyakit

c. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya

d. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

e. Menunjukan perilaku hidup sehat

NIC :
Infection protection

a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

b. Monitor kerentanan terhadap infeksi

c. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase

d. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah

e. Dorong masukan nutrisi yang cukup

f. Dorong istirahat

D. Evaluasi

Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan hisrchprung


diharapkan sebagai berikut:

1. Tidak adanya konstipasi dan BABnya normal.

2. Kebutuhan cairan pasien terpenuhi

3. Tidak adanya injuri

4. Tidak adanya tanda-tanda atau reksi infeksi

BAB IV
PENUTUP
A. Keimpulan

Penyakit Hirschsprung (mega kolon kongenital) adalah suatu penyumbatan pada


usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari
usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. Hirschsprung
terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah mulai dari
anus hingga usus diatasnya. Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang
menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah
proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.Penyakit ini
disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.

B. Saran

1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya pada hisrchprung untuk pencapaian kualitas keperawatan secara
optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan.

2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena
bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka
penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya penjelasan
pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.

3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan asuhan


keperawatan yang benar pada klien dengan hirschprung.

Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/37854486/Askep_HIRSCHPRUNG

https://id.scribd.com/doc/56613064/LP-dan-ASKEP-Hirschprung
https://www.academia.edu/11257186/Asuhan_keperawatan_anak_dengan_hisprung

Anda mungkin juga menyukai