Anda di halaman 1dari 26

Referat Fetomaternal

Malaria dalam Kehamilan

Oleh :

dr. Ayu Anissa Bahri

PPDS OBSTETRI & GINEKOLOGI

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
2021

i
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI
DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP
Dr. M. DJAMIL PADANG

LEMBAR PERSETUJUAN ILMIAH

Nama : dr. Ayu Anissa Bahri


Semester : VII (Tujuh) / Sub-Bagian

Telah menyelesaikan Referat Fetomaternal dengan judul :

Malaria dalam Kehamilan

Padang, Januari 2021


Mengetahui/Menyetujui Peserta PPDS
Pembimbing, Obstetri dan Ginekologi,

(Prof. Dr. dr. Hj. Yusrawati, SpOG(K)-KFM) (dr. Ayu Anissa Bahri)

ii
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI
DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP
Dr. M. DJAMIL PADANG

LEMBAR PENGESAHAN ILMIAH

Nama : dr. Ayu Anissa Bahri


Semester : VII (Tujuh) / Sub-Bagian

Telah menyelesaikan Referat Fetomaternal dengan judul:

Malaria dalam Kehamilan

Padang, Januari 2021


Mengetahui/Menyetujui Peserta PPDS
Pembimbing, Obstetri dan Ginekologi,

(Prof. Dr. dr. Hj. Yusrawati, SpOG(K)-KFM) (dr. Ayu Anissa Bahri)

Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG

(Dr. dr. Bobby Indra Utama, SpOG (K))

iii
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI
DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP
Dr. M. DJAMIL PADANG

LAPORAN HASIL PENILAIAN

Nama : dr. Ayu Anissa Bahri


Semester : VII (Tujuh) / Sub-Bagian

Telah menyelesaikan Referat Fetomaternal dengan judul :

Malaria dalam Kehamilan

Hasil Penilaian

NO KRITERIA PENILAIAN NILAI KETERANGAN

1 Pengetahuan

2 Keterampilan

3 Attitude

Padang, Januari 2021


Mengetahui/Menyetujui
Pembimbing,

(Prof. Dr. dr. Hj. Yusrawati, SpOG(K)-KFM)

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit


Plasmodium dan disebarkan melalui gigitan nyamuk. Diperkirakan 219 juta
penduduk dunia terinfeksi malaria dan sebanyak 661.000 diantaranya meninggal
setiap tahun.1 Malaria dapat disebabkan oleh 4 spesies plasmodium, yaitu
Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, dan
Plasmodium ovale. Plasmodium falciparum merupakan plasmodium yang
terpenting karena penyebarannya luas, dan mempunyai dampak paling berat
terhadap morbiditas dan mortalitas ibu dan janinnya.2,3
Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis kelamin,
tidak terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan. Malaria dalam
kehamilan merupakan masalah obstetrik, sosial dan medis yang membutuhkan
penanganan multidisipliner dan multidimensional. Wanita hamil merupakan
kelompok usia dewasa yang paling tinggi berisiko terkena penyakit ini dan
diperkirakan 80% kematian akibat malaria di Afrika terjadi pada ibu hamil dan
anak balita.1,3,4
Malaria pada kehamilan dapat menimbulkan berbagai keadaan patologi
pada ibu hamil seperti demam, anemia, hipoglikemia, udema paru akut, gagal
ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian.2,4 Pada janin menyebabkan abortus,
persalinan prematur, berat badan lahir rendah, dan kematian janin. Kelainan yang
ditimbulkan ini sangat tergantung pada status imunitas, jumlah paritas dan umur
ibu hamil.2,5,6
Berdasarkan hal-hal diatas terlihat bahwa malaria selama kehamilan perlu
mendapat perhatian khusus dalam memahami diagnostik dan penanganan malaria
pada ibu hamil untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan
janinnya.1,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina aktif
dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia,
pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada
beberapa organ misalnya otak, hati, dan ginjal.1

2.2 Epidemiologi
Setiap spesies Plasmodium memiliki daerah endemik tertentu. Infeksi
malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika
Selatan, Amerika Tengah, Hispaniola, India, Timur Tengah dan daerah Oceania
dan Kepulauan Caribia. Lebih dari 1,6 triliun manusia terpapar oleh malaria
dengan dugaan morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun.
Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Canada, negara di
Eropa (kecuali Rusia), Israel, Singapura, Hongkong, Japan, Taiwan, Korea,
Brunei dan Australia. Negara tersebut terhindar dari malaria karena vektor
kontrolnya yang baik. Walaupun demikian, di negara tersebut makin banyak
dijumpai kasus malaria yang diimpor karena pendatang dari negara malaria atau
penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria.2,4

Gambar 1. Peta Penyebaran Infeksi Malaria 7

2
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Malariae umumnya dijumpai
pada semua negara dengan malaria. Di Afrika, Haiti dan Papua Nugini umumnya
Plasmodium Falciparum. Adapun Plasmodium Vivax banyak di Amerika Latin.
Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax. Plasmodium Ovale biasanya
hanya di Afrika.4
Di Indonesia kawasan timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah
sampai ke Utara, Maluku, Irian Jaya dan dari Lombok sampai Nusa Tenggara
Timur serta Timor Timur merupakan daerah endemis malaria dengan Plasmodium
Falciparum dan Plasmodium Vivax. Beberapa daerah di Sumatera mulai dari
Lampung, Riau, Jambi, dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.4

2.3 Etiologi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium yang masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk
Anopheles betina.4,6

Gambar 2. Plasmodium spp.6

Empat spesies malaria pada manusia adalah: 2,4,6


1. Malaria Vivax. Disebabkan oleh Plasmodium vivax. Spesies ini cenderung
menginfeksi sel-sel darah merah yang muda (retikulosit), dengan demikian
menyebabkan tingkat parasitemia yang lebih rendah. Gejala demam berulang
dengan interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria
berat yang disebabkan oleh Plasmodium vivax
2. Malaria malariae. Disebabkan oleh Plasmodium malariae. GEjala demma
berulang dengan interval bebas demam 3 hari.

3
3. Malaria Ovale. Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Gejala klinis biaanya
bersifat ringan. Pola demam seperti malaria vivaks.
4. Malaria Falsifarum. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala demam
timbul intermitten dan kontinyu. Malaria ini sering menjadi malaria serebral
dengan angka kematian yang tinggi.
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles
betina. Terdapat lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, dan hanya sekitar 67
spesies yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan ke manusia.
Di setiap daerah dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada satu atau
paling banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penting. Di Indonesia
telah ditemukan 24 spesies.6

Gambar 3. Anopheles Betina8

Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah


Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax atau campuran keduanya,
sedangkan Plasmodium Malariae hanya ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan
Plasmodium ovale ditemukan di Papua. Morfologi spesies Plasmodium dapat
dibedakan dari pemeriksaan apusan darah. P. falciparum dibedakan dari jenis
Plasmodium lainnya oleh tingkat parasitemia dan bentuk gametosit yang
menyerupai pisang.2,6

2.4 Patogenesis Penyakit Malaria


2.4.1 Siklus Hidup Aseksual Plasmodium1,2
Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina masuk
ke dalam darah manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh
menit, parasit tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium
eksoeritrositik dari daur hidupnya. Di dalam sel hati, parasit tumbuh menjadi
skizon dan berkembang menjadi merozoit (10.000-30.000 merozoit, tergantung

4
spesiesnya) . Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan
bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki
eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik yang berlangsung
selama 2 minggu. Pada P. Vivax dan P. Ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman
yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal didalam hati sampai bertahun-
tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga
dapat menimbulkan relaps (kekambuhan).1,2,9
Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah.
Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang
membesar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit
berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang
dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebut
sel darah merah pecah yang menyebabkan penderita demam. Selanjutnya
merozoit, pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit
memasuki sel darah merah lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa
merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk
gametosit yaitu bentuk seksual (gametosit jantan dan betina) setelah melalui 2-3
siklus skizogoni darah.1,2,9

2.4.2 Siklus Hidup Seksual Plasmodium2


Siklus aseksual terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles
betina menghisap darah yang mengandung gametosit. Gametosit yang bersama
darah tidak dicerna. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti
yang bergerak ke pinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti
cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena
masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot
berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus
lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Ditempat ini ookinet
membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan
beberapa sporozoit menembus kelenjar liur nyamuk dan bila nyamuk

5
menggigit/menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah dan mulailah
siklus preeritrositik.1,2,9

Gambar 4. Siklus Seksual Plasmodium 8

P. falciparum dapat menyebabkan malaria serebral, edem paru, anemia


dan gangguan ginjal. Hal tersebut akibat kemampuan menginfeksinya yang
hebat dengan melekat dan bertahan pada dinding sel endotel dan menyebabkan
obstruksi vaskular. Ketika sel darah merah terinfeksi P. falciparum, organisme
tersebut menghasilkan protein yang berikatan dengan sel endotelial. Hal
tersebut menyebabkan sel darah merah menyumbat pembuluh darah di
berbagai bagian tubuh menyebabkan kerusakan mikrovaskuler dan
memperberat kerusakan yang ditimbulkan parasit.8

6
Gambar 5. Siklus hidup Plasmodium 2

2.5 Pengaruh Malaria Dalam Kehamilan


Penyakit malaria dan kehamilan merupakan dua kondisi yang saling
mempengaruhi. Perubhan fisisologis yang terjadi saat kehamilan dan perubahan
patologis akibat malaria memilik efek sinergis pada kondisi masing-masing,
sehingga dapat menambah masalah baik bagi ibu hamil, janin, maupun dokter
yang menangani.2
2.5.1 Pengaruh pada Ibu
Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan tergantung
pada tingkat kekebalan seseorang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas
dimana gejala malaria akan lebih berat pada primigravida dan menurun seiring
jumlah paritas karena kekebalan pada ibu telah dibentuk dan meningkat.3
Perempuan dewasa yang belum pernah terkena parasit dalam jumlah
banyak (tinggal di daerah epidemik atau transmisi malaria rendah), seringkali
menjadi sakit bila terinfeksi oleh parasit pertama kali. Ibu hamil yang tinggal di
daerah dengan transmisi rendah mempunyai resiko 2 sampai 3 kali lipat untuk
menjadi sakit yang berat dibandingkan dengan perempuan dewasa tanpa
kehamilan. Kematian ibu hamil biasanya diakibatkan oleh penyakit malarianya
sendiri atau akibat langsung anemia yang berat. Masalah yang biasa timbul pada
kehamilannnya adalah meningkatnya kejadian berat bayi lahir rendah,

7
prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, infeksi malaria dan kematian
janin.4,6,10
Pada daerah dengan transmisi malaria sedang sampai tinggi, kebanyakan
ibu hamil telah mempunyai kekebalan yang cukup karena telah sering mengalami
infeksi. Gejala biasanya tidak khas untuk penyakit malaria. Yang paling sering
adalah berupa anemia berat dan ditemukan parasit dalam plasentanya. Janin
biasanya mengalami gangguan pertumbuhan dan selain itu menimbulkan
gangguan pada daya tahan neonatus.4,6

2.5.2 Pengaruh pada Janin


Seorang ibu yang terinfeksi parasit malaria, parasit tersebut akan
mengikuti peredaran darah sehingga akan ditemukan pada plasenta bagian
maternal. Bila terjadi kerusakan pada plasenta, barulah parasit malaria dapat
menembus plasenta dan masuk ke sirkulasi darah janin sehingga terjadi malaria
kongenital. Beberapa peneliti menduga hal ini terjadi karena adanya kerusakan
mekanik, kerusakan patologi oleh parasit, fragilitas dan permeabilitas plasenta
yang meningkat akibat demam akut dan akibat infeksi kronis.3
Kekebalan ibu berperan menghambat transmisi parasit ke janin. Oleh
sebab itu pada ibu-ibu yang tidak kebal atau dengan kekebalan rendah terjadi
transmisi malaria intra-uretrin ke janin walaupun mekanisme transplasental dari
parasit ini masih belum diketahui.3
Abortus, kematian janin, bayi lahir mati dan prematuritas dilaporkan
terjadi pada malaria berat dan resiko ini meningkat sampai tujuh kali, walaupun
apa yang menyebabkan terjadinya kelainan tersebut diatas juga masih belum
diketahui. Malaria maternal dapat menyebabkan kematian janin karena
terganggunya transfer makanan secara transplasental, demam yang tinggi
(hiperpireksia) atau hipoksia karena anemia. Kemungkinan lain adalah Tumor
Necrosis Factor (TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag bila di aktivasi oleh
antigen merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan berbagai kelainan
pada malaria, antara lain demam, kematian janin dan abortus.11,12
Umumnya infeksi pada plasenta lebih berat daripada darah tepi. Kortmann
(1972) melaporkan bahwa plasenta dapat mengandung banyak eritrosit yang

8
terinfeksi (sampai 65%), meskipun pada darah tepi tidak ditemukan parasit. Hal
ini mungkin terjadi karena plasenta merupakan tempat parasit berkembang biak,
seperti pada kapiler alat dalam lainnya.11,12,13
Pada semua daerah, malaria maternal dapat dihubungkan dengan
berkurangnya berat badan lahir, terutama pada kelahiran anak pertama. Hal ini
mungkin akibat gangguan pertumbuhan intra-uretrin, persalinan prematur atau
keduanya akibat berkurangnya transfer makanan dan oksigen dari ibu ke janin.
Namun patofisiologi pertumbuhan lambat intra-uretrin pada malaria adalah
multifaktor.11,13
Insidens malaria plasenta dipengaruhi oleh paritas ibu yaitu lebih tinggi
pada primipara (persalinan pertama) dan makin rendah sesuai dengan peningkatan
paritas ibu. Demikain pula berat badan lahir dipengaruhi oleh paritas ibu, ini dapat
diterangkan bahwa pada multigravida kekebalan pada ibu telah dibentuk dan
meningkat.5,13

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala utama infeksi malaria adalah demam yang diduga berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit/skizon) dan terbentuknya sitokin dan
atau toksin lainnya. Pada daerah hiperendemik sering ditemukan penderita dengan
parasitemia tanpa gejala demam. Gambaran karakteristik dari malaria ialah
demam periodik, anemi dan splenomegali. Sering terdapat gejala prodromal
seperti malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang/otot, anoreksi dan diare ringan.
Namun sebenarnya efek klinik malaria pada ibu hamil lebih tergantung pada
tingkat kekebalan ibu hamil terhadap penyakit itu sedangkan kekebalan terhadap
malaria lebih banyak ditentukan dari tingkat transmisi malaria tempat wanita
hamil tinggal/berasal, yang dibagi menjadi 2 golongan besar:6
1. Stable transmission/transmisi stabil, atau endemik (contoh: Afrika Sub-
Sahara). Orang-orang di daerah ini terus-menerus terpapar malaria karena
sering menerima gigitan nyamuk infektif setiap bulannya. Kekebalan terhadap
malaria terbentuk secara signifikan.
2. Unstable transmission/transmisi tidak stabil, epidemik atau non-endemik
(contoh: Asia Tenggara dan Amerika Selatan). Orang-orang di daerah ini

9
jarang terpapar malaria dan hanya menerima rata-rata < 1 gigitan nyamuk
infektif/tahun.
Wanita hamil (semi-imun) di daerah transmisi stabil/endemik tinggi akan
mengalami peningkatan parasite rate (pada primigravida di Afrika parasite rate
pada wanita hamil meningkat 30—40% dibandingkan wanita tidak hamil),
peningkatan kepadatan (densitas) parasitemi perifer, serta menyebabkan efek
klinis lebih sedikit, kecuali efek anemi maternal sebagai komplikasi utama yang
sering terjadi pada primigravida. Anemia tersebut dapat memburuk sehingga
menyebabkan akibat serius bagi ibu dan janin.6
Sebaliknya di daerah tidak stabil/non-endemik/endemik rendah yang
sebagian besar populasinya merupakan orang-orang non-imun terhadap malaria,
kehamilan akan meningkatkan risiko penyakit maternal berat, kematian janin,
kelahiran prematur dan kematian perinatal. Ibu hamil yang menderita malaria
berat di daerah ini memiliki risiko fatal lebih dari 10 kali dibandingkan ibu tidak
hamil yang menderita malaria berat di daerah yang sama.6

2.7 Diagnosis Malaria Pada Kehamilan2


2.7.1 Anamnesis
a. Keluhan : demam, menggigil, berkeringat, dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot,
b. Riwayat sakit malaria ataupun riwayat minym obat malaria
c. Riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria
d. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria

2.7.2 Pemeriksaan Fisis


a. Suhu > 37,5oC
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Sklera ikterik
d. Pembesaran limpa (splenomegali)
e. Pembesarah Hati (hepatomegali)

10
2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium
a. Mikroskop4,6
Pemeriksaan pada sedian darah (SD) tebal dan tipis dapat menentukan
ada tidaknya parasit malaria, spesies dan stadium plasmodium, dan
kepadatan parasit
Dengan :
a. Pewarnaan Giemsa pada sediaan apusan darah untuk melihat parasit
b. Pewarnaan Acridin Orange untuk melihat eritrosit yang terinfeksi
c. Pemeriksaan Fluoresensi Quantitative Buffy Coat (QBC)

b. Uji diagnostik (Rapid Diagnostic Test)


Berdasarkan deteksi antigen parasite malaria (ELiSA)

2.7.4 Malaria Berat 2


Malaria berat/severe malaria/complicated malaria adisebabkan oleh
Plasmodium falcifarum pada stadium aseksual dengan minima lsatu dari beberapa
gejala klinis (WHO, 2015) 2,4,6
- Gangguan kesadaran sampai koma (malaria serebral)
- Kelemahan otot
- Kejang berulang (lebih dari 2 episode dalam 24 jam)
- Distress pernafasan
- Gagal sirkulasi atau syok
- Jaundice (bilirubin > 3 mg%)
- Edema paru (saturasi <92%).
- Perdarahan abnormal dan gangguan pembekuan darah.
- Hemoglobinuri
- Hiperpireksi (suhu > 40oC)
Gambaran laboratorim :
- Hipoglikemia (GD<40 mg%)
- Asidosis metabolik
- Anemia berat (Hb < 5gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk
endemis sedang – rendah), dewasa Hb<7gr% atau hematocrit <15%
- Hiperparasitemia

11
- Hiperlaktemua (asam laktat >5mmol/L)
- Hemoglobinuria

2.8 Komplikasi Malaria Dalam Kehamilan


2.8.1 Anemia
Menurut WHO, anemia dalam kehamilan adalah bila kadar hemoglobin
(Hb) < 11 g/dL. Gregor mendapatkan data bahwa penurunan kadar Hb dalam
darah hubungannya dengan parasetimia, terbesar terjadi pada primigravida dan
berkurang sesuai dengan peningkatan paritas.3 Malaria dapat menyebabkan atau
memperburuk anemia. Hal ini disebabkan:1,2
1. Hemolisis eritrosit yang terinfeksi parasit
2. Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil
3. Penekanan hematopoeisis
4. Peningkatan klirens sel darah merah oleh limpa
5. Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat yang mampu
memperberat anemia.
Anemia yang disebabkan oleh malaria lebih sering dan lebih berat antara
usia kehamilan 16-29 minggu. Adanya defisiensi asam folat sebelumnya dapat
memperberat anemia ini. Brabin menyatakan bahwa makin besar ukuran limpa
makin rendah nilai Hb-nya, dan anemia yang terjadi pada trimester I kehamilan
sangat menentukan apakah wanita tersebut akan melahirkan bayi dengan berat
badan rendah atau tidak karena kecepatan pertumbuhan maksimal janin terjadi
sebelum minggu ke 20 usia kehamilan. Seiring dengan berlangsungnya infeksi,
parasit tersebut dapat menyebabkan trombositopenia. Laporan WHO menyatakan
bahwa anemia berpengaruh terhadap morbiditas ibu hamil dan secara tidak
langsung dapat menyebabkan kematian ibu dengan meningkatnya angka kematian
kasus yang disebabkan oleh pendarahan setelah persalinan.1,2,3
Anemia meningkatkan kematian perinatal dan morbiditas serta mortalitas
maternal. Kelainan ini meningkatkan risiko edema paru dan perdarahan pasca
persalinan secara tidak langsung akibat perubahan hemodinamik. Transfusi yang
terlalu cepat, khususnya whole blood dapat menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler dan edema paru berat.4,6

12
2.8.2 Hipoglikemia
Mekanisme terjadinya hipoglikemi sangat kompleks dan belum diketahui
secara pasti. Komplikasi hipoglikemia lebih sering ditemukan pada wanita hamil
daripada yang tidak hamil. Diduga pada wanita hamil terjadi perubahan
metabolisme karbohidrat yang cenderung menyebabkan terjadinya hipoglikemia,
terutama trimester akhir kehamilan. Selain itu, parasit memperoleh energinya
hanya dari glukosa dan organisme tersebut memetabolisme 70—75 kali lebih
cepat sehingga menyebabkan hipoglikemia dan asidosis laktat serta pada wanita
hamil terjadi peningkatan fungsi sel B pankreas terhadap stimulus sekresi
(misalnya guinine) sehingga pembentukan insulin bertambah.2,3
Hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut dapat tetap asimtomatik
dan dapat luput terdeteksi karena gejala-gejala hipoglikemia juga menyerupai
gejala infeksi malaria, yaitu: takikardia, berkeringat, menggigil dan lain-lain.
Akan tetapi sebagian pasien dapat menunjukkan tingkah laku yang abnormal,
kejang, penurunan kesadaran, pingsan, bahkan sampai koma yang hampir
menyerupai gejala malaria serebral. Bila sebelumnya penderita sudah dalam
keadaan koma karena malaria serebral maka komanya akan lebih dalam lagi.
Penderita ini bila diinjeksikan glukosa atau diinfus dengan dekstrosa maka
kesadarannya akan pulih kembali, tetapi karena hiperinsulinemi, keadaan
hipoglikemi dapat kambuh dalam beberapa hari. Oleh karena itu semua wanita
hamil yang terinfeksi malaria falciparum, khususnya yang mendapat terapi
quinine harus dimonitor kadar gula darahnya setiap 4-6 jam sekali dan sebaiknya
monitor kadar gula darah harus konstan dilakukan.1,3
Kadang-kadang hipoglikemia dapat berhubungan dengan laktat asidosis
dan pada keadaan seperti ini risiko mortalitas akan sangat meningkat.
Hipoglikemia maternal juga dapat menyebabkan gawat janin tanpa ada tanda-
tanda yang spesifik.4,6

2.8.3 Edema paru akut


Mekanisme terjadinya edema paru masih belum diketahui secara pasti,
kemungkinan terjadi karena autotransfusi darah post-partum yang penuh dengan
sel darah merah yang terinsfeksi. Keadaan edema paru akut bisa ditemukan saat

13
pasien datang atau baru terjadi setelah beberapa hari dalam perawatan.
Kejadiannya lebih sering pada trimester 2 dan 3 dan setelah persalinan.1,3
Edema paru akut bertambah berat karena adanya anemia sebelumnya dan
adanya perubahan hemodinamik dalam kehamilan. Kelainan ini sangat
meningkatkan risiko mortalitas. Gejalanya mula-mula frekuensi pernafasan
meningkat, kemudian terjadi dispneu dan penderita dapat meninggal dalam waktu
beberapa jam.3

2.8.4 Imunosupresi
Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi malaria yang terjadi
menjadi lebih sering dan lebih berat. Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri
dapat menekan respon imun. Perubahan hormonal selama kehamilan menurunkan
sintesis imunoglobulin. Penurunan fungsi sistem retikuloendotelial adalah
penyebab imunosupresi dalam kehamilan. Hal ini menyebabkan hilangnya
imunitas didapat terhadap malaria sehingga ibu hamil lebih rentan terinfeksi
malaria. Infeksi malaria yang diderita lebih berat dengan parasitemia yang tinggi.
Pasien juga lebih sering mengalami demam paroksismal dan relaps.1,13
Infeksi sekunder (infeksi saluran kencing dan pneumonia) dan
pneumonia algid (syok septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan
karena imunosupresi ini.1,13

2.8.5 Gagal Ginjal


Hemoglobinuri (blackwater fever) merupakan kondisi urin yang berwarna
gelap akibat hemolisis sel darah merah dan parasitemia yang hebat dan sering
merupakan tanda gagal ginjal.2

2.8.6 Risiko Terhadap Janin


Malaria dalam kehamilan adalah masalah bagi janin. Tingginya demam,
insufisiensi plasenta, hipoglikemia, anemia dan komplikasi-komplikasi lain dapat
menimbulkan efek buruk terhadap janin. Baik malaria P. vivax dan P. falciparum
dapat menimbulkan masalah bagi janin, akan tetapi jenis infeksi P. falciparum
lebih serius (dilaporkan insidensinya mortalitasnya l5,7% vs 33%). Akibatnya
dapat terjadi abortus spontan, persalinan prematur, kematian janin dalam rahim,
insufisiensi plasenta, gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat badan

14
lahir rendah dan gawat janin. Selain itu penyebaran infeksi secara transplasental
ke janin dapat menyebabkan malaria kongenital.1,14

2.8.6.1 Malaria kongenital


Malaria kongenital sangat jarang terjadi, diperkirakan timbul pada <5%
kehamilan. Barier plasenta dan antibodi Ig G maternal yang menembus plasenta
dapat melindungi janin dari keadaan ini. Akan tetapi pada populasi non imun
dapat terjadi malaria kongenital, khususnya pada keadaan epidemi malaria. Kadar
quinine plasma janin dan klorokuin sekitar l/3 dari kadarnya dalam plasma ibu
sehingga kadar subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi pada janin.
Keempat spesies plasmodium dapat menyebabkan malaria kongenital, tetapi yang
lebih sering adalah P. malariae. Neonatus dapat menunjukan adanya demam,
iritabilitas, masalah minum, hepatosplenomegali, anemia, dan ikterus. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan melakukan apus darah tebal dari darah umbilikus atau
tusukan di tumit, kapan saja dalam satu minggu pascanatal. Diferensial
diagnosisnya adalah inkompatibilitas Rh, infeksi CMV, Herpes, Rubella,
Toksoplasmosis dan sifilis.1

2.8.9 Penanganan Malaria Selama Kehamilan


2.8.9.1 Pencegahan Transmisi
a) Kemoprofilaksis
Kesadaran akan resiko menderita malaria pada ibu hamil sangat
penting. WHO dan CDC merekomendasikan bahwa wanita hamil jangan
bepergian ke wilayah endemik malaria. Kemoprofilaksis dapat mengurani
anemia pada ibu dan menambah berat badan lahir terutama pada kelahiran
pertama. Resiko malaria dan konsekuensi bahayanya tidak meningkat
selama kehamilan kedua pada wanita yang menerima kemoprofilaksis
selama kehamilan pertama. Pemberian obat profilaksis selama kehamilan
dianjurkan untuk megurangi resiko transmisi diantaranya dengan
pemberian klorokuin basa 5 mg/kgBB (2 tablet) sekali seminggu, tetapi
untuk daerah yang resisten, klorokuin tidak dianjurkan pada kehamilan
dini, namun dapat diganti dengan meflokuin. Obat lain yang sering

15
digunakan untuk profilaksis adalah kombinasi sulfadoksin-pirimetamin
dengan dosis digunakan dosis 1 tablet perminggu, tetapi tidak dianjurkan
untuk trimester pertama karena pirimetamin dapat menyebabkan
teratogenik.1,3,6,12
Pemberian profilaksis pada ibu hamil di atas 20 minggu dapat
megurangi malaria falciparum sampai 85% dan malaria vivax sampai
100%. Profilaksis klorokuin menurunkan infeksi plasenta yang
asimptomatik menjadi 4% bila dibandingkan tanpa profilaksis sebanyak
19%.1,5,13

b) Mengurangi Kontak dengan Vektor


Pemakaian kelambu, insektisida, atau keduanya dinilai efektif
untuk menurunkan jumlah kasus malaria pada ibu hamil dan neonatus
khususnya densitas tinggi, insidens klinis dan mortalitas malaria.
Penelitian di Afrika menunjukkan bahwa pemakaian kelambu setiap
malam menurunkan kejadian berat badan lahir rendah atau bayi prematur
sebanyak 25%. Adapun pada wanita hamil di Thailand dilaporkan bahwa
pemakaian kelambu efektif dalam mengurangi anemia maternal dan
parasitemia densitas tinggi. Kelambu sangat disarankan terutama pada
kehamilan dini dan bila memungkinkan selama kehamilan.1,3,5,13

c) Vaksinasi
Target vaksin malaria antara lain mengidentifikasi antigen
protektif pada ketiga permukaan stadium parasit malaria yang terdiri dari
sporozoit, merozoit, dan gametosit. Sampai saat ini belum ditemukan
vaksin yang aman dan efektif untuk penanggulangan malaria.
Kemungkinan penggunaan vaksin yang efektif selama kehamilan baru
muncul dan perlu pertimbangan yang kompleks. Tiga hal yang perlu
dipertimbangkan dalam penggunaan vaksin untuk mencegah malaria
selama kehamilan, yaitu:3
a. Tingkat imunitas sebelum kehamilan
b. Tahap siklus hidup parasit
c. Waktu pemberian vaksin

16
2.8.9.2 Terapi Malaria
Pemberian obat anti malaria tergantung pada diagnosis dini dan
pengobatan klinis segera. Kecuali pada wanita yang tidak kebal, efektifitas
kemoterapi pada wanita hamil tampa kurang memuaskan arena pada wanita
dengan imun infeksi berlangsung tanpa gejala. Pada wanita dengan kekebalan
rendah, walaupun dilakukan diagnosis dini dan pengobatan segera ternyata belum
dapat mencegah perkembanagan anemia pada ibu dan juga berkurangnya berat
badan lahir bayi. Obat-obat antimalaria yang sering digunakan tidak merupakan
kontraindikasi bagi perempuan hamil. Beberpa obat anti malaria yang lebih baru
memiliki aktivitas antifolat sehingga secara teoritis dapat berperan menyebabkan
anemia megaloblastik dan kecacatan pada kehamilan dini. Akan tetapi, perlu
dipikirkan pada daerah dengan resisten klorokuin, kesehatan ibu adalah yang
utama sehingga pemakaian obat yang efektif membunuh parasit tetap dianjurkan
bila kondisi ibu memburuk.1,3,5,13

Antimalaria dalam kehamilan:1,5,13,14


Semua trimester : quinine: Artesunate/artemether/arteether
Trimester dua : mefloquine; pyrimethamine/sulfadoxine
Trimester tiga : sama dengan trimester 2
Kontraindikasi : primaquine; tetracycline; doxycycline; halofantrine
Obat anti malaria pilihan untuk malaria berat adalah:14
Lini pertama : artemisisn parenteral (+ amidokuin + primakuin)
Lini kedua : kina parenteral ( + primakuin + doksisiklin/tetrasiklin)

Lini Pertama15
a) Artesunat injeksi untuk penggunanan di rumah sakit atau puskesmas
perawatan. Sediaan 1 ampul berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dalam
0,6 ml natrium bikarbonat 5% diencerkan dalam 3-5 ml dextrose 5%.
Pemberian secara bolus intravena selama 2 menit. Loading dose 2,4 mg/kgBB
I.V setiap hari sampai hari ke 7. Bila penderita sudah dapat minum obat
diganti dengan artesunat oral.

17
b) Artemeter untuk penggunaan lapangan atau puskesmas.
Sediaan : 1 ampul berisi 80 mg artemeter. Pemberian secara
intramuskularselama 5 hari. Dosis dewasa 160 mg (2ampul) I.M pada hari ke-
1 diikuti 80 mg (1 ampul) I.M pada hari ke-2 sampai ke-5.

Lini Kedua15
a) Kuinin (Kina) per infus (drip) : kina 25% dosis 10 mg/kgBB atau 1 ampul
(2ml =500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dextrose dalam NaCL dalam 8 jam,
diulang setiap 8 jam dengan dosis yang sama samapi penderita bisa minum
obat atau dengan dosis yang sama diberikan selama 4 jam kemudian tanpa
obat selam 4 jam. Demikian 3 kali dalam 24 jam, sampai penderita dapat
minum obat.
b) Obat kina maksimum diberikan per infus selama 3 hari. Kalau belum bisa
minum dilanjutkan personde (NGT) sampai 7 hari. Dosis maksimum per hari
2.000 mg. Bila sudah dapat minum dilanjutkan dengan kina tablet dengan
dosis 10 mg/kgBB/kali, 3 kali sehari.

2.8.9.3 Penanganan Komplikasi Malaria1,15


a) Edem paru akut
Pemberian cairan yang dimonitor dengan ketat; tidur dengan posisi
setengah duduk, pemberian oksigen, diuretik dan pemasangan ventilator
bila diperlukan.
b) Hipoglikemia
Dekstrosa 25-50%, 50-100 cc i.v., dilanjutkan infus dekstrosa 10%. Bila
sebabnya adalah kelebihan cairan, dapat diberikan glukagon 0,5-l mg
intramuskuler. Glukosa darah harus dimonitor setiap 4-6 jam untuk
mencegah rekurensi hipoglikemia.
c) Anemia
Harus di berikan transfusi bila kadar hemoglobin <5 g%. Anemia yang
signifikan (Hb <7-8gr%) harus ditangani dengan transfusi darah.
Sebaiknya diberikan packed red cells daripada whole blood untuk
mengurangi tambahan volume intravaskuler.

18
d) Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi pre prenal karena dehidrasi yang tidak terdeteksi
atau renal karena parasitemia berat. Penanganannya meliputi pemberian
cairan yang seksama, diuretik dan dialisa bila diperlukan.
e) Syok septikemia
Infeksi bakterial sekunder seperti infeksi saluran kemih, pneumonia sering
menyertai kehamilan dengan malaria. Sebagian dari pasien-pasien tersebut
dapat mengalami syok septikemia, yang disebut ’algid malaria’.
Penanganannya adalah dengan pemberian cephalosporin generasi ketiga,
pemberian cairan, monitoring tanda-tanda vital dan intake-output.
f) Transfusi ganti
Transfusi ganti diindikasikan pada kasus malaria falciparum berat untuk
menurunkan jumlah parasit. Darah pasien dikeluarkan dan diganti dengan
packed sel. Tindakan ini terutama bermanfaat pada kasus parasitemia
yang sangat berat (membantu membersihkan) dan edema paru (membantu
menurunkan jumlah cairan).

2.8.9.4 Penanganan saat persalinan


Anemia, hipoglikemia, edema paru dan infeksi sekunder akibat
malaria pada kehamilan aterm dapat menimbulkan masalah baik bagi ibu
maupun janin. Malaria falciparum berat pada kehamilan aterm menimbulkan
risiko mortalitas yang tinggi. Distres maternal dan fetal dapat terjadi tanpa
terdeteksi. Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring yang baik, bahkan
untuk wanita hamil dengan malaria berat sebaiknya dirawat di unit perawatan
intensif. 1,15
Malaria falciparum merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan
persalinan prematur. Frekuensi dan intensitas kontraksi tampaknya
berhubungan dengan tingginya demam. Gawat janin sering terjadi dan
seringkali tidak terdeteksi. Oleh karena itu perlu dilakukan monitoring
terhadap kontraksi uterus dan denyut jantung janin untuk menilai adanya
ancaman persalinan prematur dan takikardia, serta bradikardia atau deselerasi
lambat pada janin yang berhubungan dengan kontraksi uterus karena hal ini
menunjukkan adanya gawat janin. Harus diupayakan segala cara untuk

19
menurunkan suhu tubuh dengancepat, baik dengan kompres, pemberian
antipiretika seperti parasetamol. 1,14
Pemberian cairan denagn seksama juga merupakan hal penting. Hal
ini disebabkan baik dehidrasi maupun overhidrasi harus dicegah karena kedua
keadaan tadi dapat membahayakan baik bagi ibu maupun janin. Pada kasus
parasitemia berat, harus dipertimbangkan tindakan transfusi ganti. Bila
diperlukan, dapat dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan. Kala
II harus dipercepat dengan persalinan buatan bila terdapat indikasi pada ibu
atau janin. Seksio sesarea ditentukan berdasarkan indikasi obstetrik. 1,15

20
BAB III
KESIMPULAN

Malaria dalam kehamilan merupakan masalah yang serius mengingat


pengaruhnya terhadap ibu dan janin, yang bila tidak ditanggulangi secara cepat
dan tepat dapat meningkatkan angka kematian ibu dan neonatal. Masalah
diagnosis malaria menjadi hambatan karena fasilitas laboratorium yang kurang
memadai terutama di Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan,maka
penting untuk meningkatkan kemampuan dalam diagnosa klinis dan pengenalan
akan komplikasi diikuti dengan pengobatan yang baik dan akurat.

Penanggulangan malaria dalam kehamilan dapat dimulai secara dini


melalui kunjungan ANC dengan memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan
tentang pencegahan malaria dan pengobatan profilaksis bagi yang tinggal Di
daerah endemis.

Klorokuin masih merupakan obat terpilih untuk pengobatan malaria dalam


kehamilan dan Kina untuk pengobatan malaria berat. Perlunya sistem pelayanan
kesehatan yang berjenjang (rujukan) dari Puskesmas ke Rumah Sakit dengan
fasilitasyang memadai untuk menangani kasus-kasus malaria berat dengan
komplikasi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaeman J, Pribadi A. Demam Dalam Kehamilan dan Persalinan: Malaria


Dalam Kehamilan. Dalam: Ilmu Kandungan. Edisi IV. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirodihardjo; 2012. p. 634-642.
2. Pokja Infeksi Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Infeksi Tropis
dan Sepsis Maternal. 2019
3. Bruce LJ, Chwatt. Malaria and pregnancy. England: British Medical Journal;
1983. Volume 286. p.1457-458.
4. Chahaya I. Pengaruh Malaria Selama Kehamilan. Available from
www.Usudigitallibrary.pdf. Last update in 2003. Accesed on January 18, 2021
5. Harijanto, N Paul. Malaria. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi IV. Jakarta: 2007. p. 1732-44.
6. Rijken MJ Rijken JA Papageorghiu AT etc. Malaria in pregnancy: the
difficulities in measuring birthweight. England: BJOG An International
Journal of Obstetric and Gynecology; 2011. p.671-77.
7. Suparman E., Suryawan A. Malaria pada Kehamilan. [online]. 2004 [Cited
2011 December 1]. Available from:
http://www.majour.maranatha.edu/index.php/pdf. Accesed on January 18,
2021.
8. Wolf JE. Treatment and Prevention of Malaria : An Update . [online]. 2002
[Cited 2012 November 20]. Available from: http://www.turner-
white.com/pdf. Accesed on January 18, 2021.
9. Knirsch DGH. The Malaria. In: Parasitic Disease. 5th Ed. USA: Apple Trees
Productions L.L.C.NY; 2007. p:50—68.
10. Perez EV, Jorge. Malaria . [online]. 2012 [Cited 2012 November 20].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/221134-overview.
Accesed on January 18, 2021.
11. Ukaga CN, Nowke BEB, et al. Placental malaria in Owerri, Imo State, south-
eastern Nigeria. [online]. 2007 [Cited 2012 November 20]. Available from:
http://www.bioline.org.br. Accesed on January 18, 2021.
12. Krishnan S, Cheripalli P, Tangella K. Placental Malaria . [online]. 2009 [Cited
2012 November 20]. Available from: http://www.turner-white.com. Accesed
on January 18, 2021
13. Bardaji A, Sigauque B, Sanz S, et al. Impact of Malaria at the End of
Pregnancy on Infant Mortality and Morbidity. USA Journal of Infectious
Disease; 2011. p.691-99. Available from:
majour.maranatha.edu/index.php/jurnal.../pdf. Accesed on January 18, 2021
14. Hanretty KP. Obstetric Illustrated. 6th Ed. British: Crurchill Livingstone; 2003.
p.152-55.
15. Surya I.G.P .Penyakit Infeksi : Infeksi Malaria. Ilmu Kandungan Edisi IV.
Jakarta : P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo; 2012. p912-17.

22

Anda mungkin juga menyukai