Oleh :
i
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI
DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP
Dr. M. DJAMIL PADANG
(Prof. Dr. dr. Hj. Yusrawati, SpOG(K)-KFM) (dr. Ayu Anissa Bahri)
ii
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI
DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP
Dr. M. DJAMIL PADANG
(Prof. Dr. dr. Hj. Yusrawati, SpOG(K)-KFM) (dr. Ayu Anissa Bahri)
Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG
iii
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI
DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP
Dr. M. DJAMIL PADANG
Hasil Penilaian
1 Pengetahuan
2 Keterampilan
3 Attitude
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina aktif
dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia,
pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada
beberapa organ misalnya otak, hati, dan ginjal.1
2.2 Epidemiologi
Setiap spesies Plasmodium memiliki daerah endemik tertentu. Infeksi
malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika
Selatan, Amerika Tengah, Hispaniola, India, Timur Tengah dan daerah Oceania
dan Kepulauan Caribia. Lebih dari 1,6 triliun manusia terpapar oleh malaria
dengan dugaan morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun.
Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Canada, negara di
Eropa (kecuali Rusia), Israel, Singapura, Hongkong, Japan, Taiwan, Korea,
Brunei dan Australia. Negara tersebut terhindar dari malaria karena vektor
kontrolnya yang baik. Walaupun demikian, di negara tersebut makin banyak
dijumpai kasus malaria yang diimpor karena pendatang dari negara malaria atau
penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria.2,4
2
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Malariae umumnya dijumpai
pada semua negara dengan malaria. Di Afrika, Haiti dan Papua Nugini umumnya
Plasmodium Falciparum. Adapun Plasmodium Vivax banyak di Amerika Latin.
Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax. Plasmodium Ovale biasanya
hanya di Afrika.4
Di Indonesia kawasan timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah
sampai ke Utara, Maluku, Irian Jaya dan dari Lombok sampai Nusa Tenggara
Timur serta Timor Timur merupakan daerah endemis malaria dengan Plasmodium
Falciparum dan Plasmodium Vivax. Beberapa daerah di Sumatera mulai dari
Lampung, Riau, Jambi, dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.4
2.3 Etiologi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium yang masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk
Anopheles betina.4,6
3
3. Malaria Ovale. Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Gejala klinis biaanya
bersifat ringan. Pola demam seperti malaria vivaks.
4. Malaria Falsifarum. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala demam
timbul intermitten dan kontinyu. Malaria ini sering menjadi malaria serebral
dengan angka kematian yang tinggi.
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles
betina. Terdapat lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, dan hanya sekitar 67
spesies yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan ke manusia.
Di setiap daerah dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada satu atau
paling banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penting. Di Indonesia
telah ditemukan 24 spesies.6
4
spesiesnya) . Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan
bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki
eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik yang berlangsung
selama 2 minggu. Pada P. Vivax dan P. Ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman
yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal didalam hati sampai bertahun-
tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga
dapat menimbulkan relaps (kekambuhan).1,2,9
Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah.
Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang
membesar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit
berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang
dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebut
sel darah merah pecah yang menyebabkan penderita demam. Selanjutnya
merozoit, pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit
memasuki sel darah merah lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa
merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk
gametosit yaitu bentuk seksual (gametosit jantan dan betina) setelah melalui 2-3
siklus skizogoni darah.1,2,9
5
menggigit/menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah dan mulailah
siklus preeritrositik.1,2,9
6
Gambar 5. Siklus hidup Plasmodium 2
7
prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, infeksi malaria dan kematian
janin.4,6,10
Pada daerah dengan transmisi malaria sedang sampai tinggi, kebanyakan
ibu hamil telah mempunyai kekebalan yang cukup karena telah sering mengalami
infeksi. Gejala biasanya tidak khas untuk penyakit malaria. Yang paling sering
adalah berupa anemia berat dan ditemukan parasit dalam plasentanya. Janin
biasanya mengalami gangguan pertumbuhan dan selain itu menimbulkan
gangguan pada daya tahan neonatus.4,6
8
terinfeksi (sampai 65%), meskipun pada darah tepi tidak ditemukan parasit. Hal
ini mungkin terjadi karena plasenta merupakan tempat parasit berkembang biak,
seperti pada kapiler alat dalam lainnya.11,12,13
Pada semua daerah, malaria maternal dapat dihubungkan dengan
berkurangnya berat badan lahir, terutama pada kelahiran anak pertama. Hal ini
mungkin akibat gangguan pertumbuhan intra-uretrin, persalinan prematur atau
keduanya akibat berkurangnya transfer makanan dan oksigen dari ibu ke janin.
Namun patofisiologi pertumbuhan lambat intra-uretrin pada malaria adalah
multifaktor.11,13
Insidens malaria plasenta dipengaruhi oleh paritas ibu yaitu lebih tinggi
pada primipara (persalinan pertama) dan makin rendah sesuai dengan peningkatan
paritas ibu. Demikain pula berat badan lahir dipengaruhi oleh paritas ibu, ini dapat
diterangkan bahwa pada multigravida kekebalan pada ibu telah dibentuk dan
meningkat.5,13
9
jarang terpapar malaria dan hanya menerima rata-rata < 1 gigitan nyamuk
infektif/tahun.
Wanita hamil (semi-imun) di daerah transmisi stabil/endemik tinggi akan
mengalami peningkatan parasite rate (pada primigravida di Afrika parasite rate
pada wanita hamil meningkat 30—40% dibandingkan wanita tidak hamil),
peningkatan kepadatan (densitas) parasitemi perifer, serta menyebabkan efek
klinis lebih sedikit, kecuali efek anemi maternal sebagai komplikasi utama yang
sering terjadi pada primigravida. Anemia tersebut dapat memburuk sehingga
menyebabkan akibat serius bagi ibu dan janin.6
Sebaliknya di daerah tidak stabil/non-endemik/endemik rendah yang
sebagian besar populasinya merupakan orang-orang non-imun terhadap malaria,
kehamilan akan meningkatkan risiko penyakit maternal berat, kematian janin,
kelahiran prematur dan kematian perinatal. Ibu hamil yang menderita malaria
berat di daerah ini memiliki risiko fatal lebih dari 10 kali dibandingkan ibu tidak
hamil yang menderita malaria berat di daerah yang sama.6
10
2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium
a. Mikroskop4,6
Pemeriksaan pada sedian darah (SD) tebal dan tipis dapat menentukan
ada tidaknya parasit malaria, spesies dan stadium plasmodium, dan
kepadatan parasit
Dengan :
a. Pewarnaan Giemsa pada sediaan apusan darah untuk melihat parasit
b. Pewarnaan Acridin Orange untuk melihat eritrosit yang terinfeksi
c. Pemeriksaan Fluoresensi Quantitative Buffy Coat (QBC)
11
- Hiperlaktemua (asam laktat >5mmol/L)
- Hemoglobinuria
12
2.8.2 Hipoglikemia
Mekanisme terjadinya hipoglikemi sangat kompleks dan belum diketahui
secara pasti. Komplikasi hipoglikemia lebih sering ditemukan pada wanita hamil
daripada yang tidak hamil. Diduga pada wanita hamil terjadi perubahan
metabolisme karbohidrat yang cenderung menyebabkan terjadinya hipoglikemia,
terutama trimester akhir kehamilan. Selain itu, parasit memperoleh energinya
hanya dari glukosa dan organisme tersebut memetabolisme 70—75 kali lebih
cepat sehingga menyebabkan hipoglikemia dan asidosis laktat serta pada wanita
hamil terjadi peningkatan fungsi sel B pankreas terhadap stimulus sekresi
(misalnya guinine) sehingga pembentukan insulin bertambah.2,3
Hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut dapat tetap asimtomatik
dan dapat luput terdeteksi karena gejala-gejala hipoglikemia juga menyerupai
gejala infeksi malaria, yaitu: takikardia, berkeringat, menggigil dan lain-lain.
Akan tetapi sebagian pasien dapat menunjukkan tingkah laku yang abnormal,
kejang, penurunan kesadaran, pingsan, bahkan sampai koma yang hampir
menyerupai gejala malaria serebral. Bila sebelumnya penderita sudah dalam
keadaan koma karena malaria serebral maka komanya akan lebih dalam lagi.
Penderita ini bila diinjeksikan glukosa atau diinfus dengan dekstrosa maka
kesadarannya akan pulih kembali, tetapi karena hiperinsulinemi, keadaan
hipoglikemi dapat kambuh dalam beberapa hari. Oleh karena itu semua wanita
hamil yang terinfeksi malaria falciparum, khususnya yang mendapat terapi
quinine harus dimonitor kadar gula darahnya setiap 4-6 jam sekali dan sebaiknya
monitor kadar gula darah harus konstan dilakukan.1,3
Kadang-kadang hipoglikemia dapat berhubungan dengan laktat asidosis
dan pada keadaan seperti ini risiko mortalitas akan sangat meningkat.
Hipoglikemia maternal juga dapat menyebabkan gawat janin tanpa ada tanda-
tanda yang spesifik.4,6
13
pasien datang atau baru terjadi setelah beberapa hari dalam perawatan.
Kejadiannya lebih sering pada trimester 2 dan 3 dan setelah persalinan.1,3
Edema paru akut bertambah berat karena adanya anemia sebelumnya dan
adanya perubahan hemodinamik dalam kehamilan. Kelainan ini sangat
meningkatkan risiko mortalitas. Gejalanya mula-mula frekuensi pernafasan
meningkat, kemudian terjadi dispneu dan penderita dapat meninggal dalam waktu
beberapa jam.3
2.8.4 Imunosupresi
Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi malaria yang terjadi
menjadi lebih sering dan lebih berat. Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri
dapat menekan respon imun. Perubahan hormonal selama kehamilan menurunkan
sintesis imunoglobulin. Penurunan fungsi sistem retikuloendotelial adalah
penyebab imunosupresi dalam kehamilan. Hal ini menyebabkan hilangnya
imunitas didapat terhadap malaria sehingga ibu hamil lebih rentan terinfeksi
malaria. Infeksi malaria yang diderita lebih berat dengan parasitemia yang tinggi.
Pasien juga lebih sering mengalami demam paroksismal dan relaps.1,13
Infeksi sekunder (infeksi saluran kencing dan pneumonia) dan
pneumonia algid (syok septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan
karena imunosupresi ini.1,13
14
lahir rendah dan gawat janin. Selain itu penyebaran infeksi secara transplasental
ke janin dapat menyebabkan malaria kongenital.1,14
15
digunakan untuk profilaksis adalah kombinasi sulfadoksin-pirimetamin
dengan dosis digunakan dosis 1 tablet perminggu, tetapi tidak dianjurkan
untuk trimester pertama karena pirimetamin dapat menyebabkan
teratogenik.1,3,6,12
Pemberian profilaksis pada ibu hamil di atas 20 minggu dapat
megurangi malaria falciparum sampai 85% dan malaria vivax sampai
100%. Profilaksis klorokuin menurunkan infeksi plasenta yang
asimptomatik menjadi 4% bila dibandingkan tanpa profilaksis sebanyak
19%.1,5,13
c) Vaksinasi
Target vaksin malaria antara lain mengidentifikasi antigen
protektif pada ketiga permukaan stadium parasit malaria yang terdiri dari
sporozoit, merozoit, dan gametosit. Sampai saat ini belum ditemukan
vaksin yang aman dan efektif untuk penanggulangan malaria.
Kemungkinan penggunaan vaksin yang efektif selama kehamilan baru
muncul dan perlu pertimbangan yang kompleks. Tiga hal yang perlu
dipertimbangkan dalam penggunaan vaksin untuk mencegah malaria
selama kehamilan, yaitu:3
a. Tingkat imunitas sebelum kehamilan
b. Tahap siklus hidup parasit
c. Waktu pemberian vaksin
16
2.8.9.2 Terapi Malaria
Pemberian obat anti malaria tergantung pada diagnosis dini dan
pengobatan klinis segera. Kecuali pada wanita yang tidak kebal, efektifitas
kemoterapi pada wanita hamil tampa kurang memuaskan arena pada wanita
dengan imun infeksi berlangsung tanpa gejala. Pada wanita dengan kekebalan
rendah, walaupun dilakukan diagnosis dini dan pengobatan segera ternyata belum
dapat mencegah perkembanagan anemia pada ibu dan juga berkurangnya berat
badan lahir bayi. Obat-obat antimalaria yang sering digunakan tidak merupakan
kontraindikasi bagi perempuan hamil. Beberpa obat anti malaria yang lebih baru
memiliki aktivitas antifolat sehingga secara teoritis dapat berperan menyebabkan
anemia megaloblastik dan kecacatan pada kehamilan dini. Akan tetapi, perlu
dipikirkan pada daerah dengan resisten klorokuin, kesehatan ibu adalah yang
utama sehingga pemakaian obat yang efektif membunuh parasit tetap dianjurkan
bila kondisi ibu memburuk.1,3,5,13
Lini Pertama15
a) Artesunat injeksi untuk penggunanan di rumah sakit atau puskesmas
perawatan. Sediaan 1 ampul berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dalam
0,6 ml natrium bikarbonat 5% diencerkan dalam 3-5 ml dextrose 5%.
Pemberian secara bolus intravena selama 2 menit. Loading dose 2,4 mg/kgBB
I.V setiap hari sampai hari ke 7. Bila penderita sudah dapat minum obat
diganti dengan artesunat oral.
17
b) Artemeter untuk penggunaan lapangan atau puskesmas.
Sediaan : 1 ampul berisi 80 mg artemeter. Pemberian secara
intramuskularselama 5 hari. Dosis dewasa 160 mg (2ampul) I.M pada hari ke-
1 diikuti 80 mg (1 ampul) I.M pada hari ke-2 sampai ke-5.
Lini Kedua15
a) Kuinin (Kina) per infus (drip) : kina 25% dosis 10 mg/kgBB atau 1 ampul
(2ml =500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dextrose dalam NaCL dalam 8 jam,
diulang setiap 8 jam dengan dosis yang sama samapi penderita bisa minum
obat atau dengan dosis yang sama diberikan selama 4 jam kemudian tanpa
obat selam 4 jam. Demikian 3 kali dalam 24 jam, sampai penderita dapat
minum obat.
b) Obat kina maksimum diberikan per infus selama 3 hari. Kalau belum bisa
minum dilanjutkan personde (NGT) sampai 7 hari. Dosis maksimum per hari
2.000 mg. Bila sudah dapat minum dilanjutkan dengan kina tablet dengan
dosis 10 mg/kgBB/kali, 3 kali sehari.
18
d) Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi pre prenal karena dehidrasi yang tidak terdeteksi
atau renal karena parasitemia berat. Penanganannya meliputi pemberian
cairan yang seksama, diuretik dan dialisa bila diperlukan.
e) Syok septikemia
Infeksi bakterial sekunder seperti infeksi saluran kemih, pneumonia sering
menyertai kehamilan dengan malaria. Sebagian dari pasien-pasien tersebut
dapat mengalami syok septikemia, yang disebut ’algid malaria’.
Penanganannya adalah dengan pemberian cephalosporin generasi ketiga,
pemberian cairan, monitoring tanda-tanda vital dan intake-output.
f) Transfusi ganti
Transfusi ganti diindikasikan pada kasus malaria falciparum berat untuk
menurunkan jumlah parasit. Darah pasien dikeluarkan dan diganti dengan
packed sel. Tindakan ini terutama bermanfaat pada kasus parasitemia
yang sangat berat (membantu membersihkan) dan edema paru (membantu
menurunkan jumlah cairan).
19
menurunkan suhu tubuh dengancepat, baik dengan kompres, pemberian
antipiretika seperti parasetamol. 1,14
Pemberian cairan denagn seksama juga merupakan hal penting. Hal
ini disebabkan baik dehidrasi maupun overhidrasi harus dicegah karena kedua
keadaan tadi dapat membahayakan baik bagi ibu maupun janin. Pada kasus
parasitemia berat, harus dipertimbangkan tindakan transfusi ganti. Bila
diperlukan, dapat dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan. Kala
II harus dipercepat dengan persalinan buatan bila terdapat indikasi pada ibu
atau janin. Seksio sesarea ditentukan berdasarkan indikasi obstetrik. 1,15
20
BAB III
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22