UNIVERSITAS ANDALAS
Oleh :
PESERTA PPDS
Pembimbing :
2020
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
LEMBARAN PENGESAHAN
Pembimbing
Mengetahui
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan sari pustaka yang berjudul
"Pola Bakteri Servikovaginal Terhadap Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan
Kurang Bulan.” Sari pustaka ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan program pendidikan dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi
semester 4.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada DR. dr. H. Ariadi, SpOG,
sebagai pembimbing yang telah membantu dalam penulisan sari pustaka ini.
Penulis menyadari bahwa sari pustaka ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi
kesempurnaan sari pustaka ini. Penulis juga berharap sari pustaka ini dapat
memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang pola
bakteri servikovaginal terhadap ketuban pecah dini pada kehamilan kurang bulan
terutama bagi penulis sendiri dan bagi rekan-rekan sejawat lainnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Satu dari faktor risiko KPD saat ini yang dikenal di berbagai literatur
adalah akibat adanya bakteri, jamur dan infeksi vagina campuran pada kehamilan
trimester ketiga. Kontaminasi mikroorganisme patogen pada lingkungan vagina
bisa menyebar ke serviks dan mencapai kavitas amnion sehingga dapat
mencetuskan inflamasi lokal dan/atau proses proteolitik yang mengakibatkan lesi
pada selaput.4
Pada sebuah penelitian, analisis dari 105 swab vagina, 31 didapatkan dari
persalinan kurang bulan dan 74 dari KPD. 80% dengan hasil kultur negatif dan
20% kultur positif. Pada penelitian ini, prevalensi infeksi genital pada ibu dengan
persalinan kurang bulan adalah sebanyak 16.1% dan 21,6% pada PPROM.6
Sebuah penelitian di India oleh Taralekar et al, menyatakan bahwa terdapat
infeksi 2-3 kali lebih sering ditemukan pada pasien dengan PPROM dibandingkan
dengan PROM.7
1
Kondisi anhidramnion yang memanjang setelah terjadinya PPROM
dikaitkan dengan empat kali lipat risiko komplikasi yang buruk seperti kematian,
gangguan neurologi berat dan retinopati berat.8 Risiko yang paling signifikan pada
janin setelah persalinan dengan PPROM adalah komplikasi prematuritas.
Gangguan saluran napas dilaporkan sebagai komplikasi persalinan yang paling
sering. Selain itu seperti sepsis, perdarahan intraventrikel dan necrotizing
enterocolitis juga berhubungan dengan prematuritas, namun tidak cukup sering.9
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
2.1.2 Epidemiologi
Masalah KPD ini terjadi sekitar 3-4% dari semua kehamilan dan 40-50%
dari semua persalinan. Sekitar 560.000 bayi lahir secara prematur tiap tahunnya di
Amerika Serikat, yang mana sebanyak 150.000 persalinan prematur merupakan
komplikasi dari KPD kurang bulan. Jumlah kasus KPD kurang bulan melampaui
kasus preeklampsia dan diabetes gestasional serta penyakit iatrogenik lainnya.
Mortalitas dan morbiditas neonatus lebih tinggi pada kelompok KPD kurang
bulan dibandingkan dengan cukup bulan. Namun, KPD kurang bulan merupakan
dampak buruk pada kehamilan yang kerap terabaikan. Meskipun perkembangan
perawatan prenatal yang telah maju selama tiga dekade ini, rerata KPD kurang
bulan dan kelahiran tetap buruk.11
3
2.1.3 Faktor Risiko
Penelitian lain oleh Al Riyami et al., 44 wanita dengan KPD kurang bulan
disurvey untuk mencari hubungan faktor risiko dan efek samping nya pada wanita
Oman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang paling penting
adalah riwayat infeksi pada 24 subyek penelitian. Selain itu, tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara usia kehamilan, paritas, usia ibu, IMT ibu dan
operasi caesar. Infeksi memiliki peran yang signifikan baik sebagai faktor risiko
dan penyebab KPD yang mana sebanyak 27% pada subyek penelitian.
Kesimpulannya para peneliti menyatakan bahwa infeksi masih menjadi faktor
resiko tinggi pada pasien dengan KPD kurang bulan.13
Usia ibu merupakan satu dari faktor risiko yang penting pada kejadian
KPD. Usia di bawah 20 tahun berhubungan dengan perkembangan uterus dan oleh
sebab itu menjadi risiko peningkatan KPD. Pada beberapa penelitian, usia 30
tahun keatas juga merupakan faktor risiko kejadian KPD.14
Kehamilan ganda merupakan satu dari alasan terjadinya KPD. Suatu teori
menyatakan bahwa penyebab KPD ialah akibat regangan uterus yang berlebihan,
contohnya pada kehamilan ganda, polihidramnion dan gangguan presentasi janin.
Akibat rengangan yang besar pada rahim, infeksi dapat memasuki kantung
4
amnion selama proses biomekanik terjadi dan selaput ketuban mudah pecah. Hasil
penelitian ini menunjukkan lebih dari 53% ibu-ibu denganKPD memiliki panjang
serviks yang kurang dari 35 mm sehingga panjang serviks yang kurang, dipahami
sebagai suatu faktor dalam terjadinya KPD.12
5
Amnion dan korion merupakan jaringan yang berasal dari janin yang
memiliki peran utama mempertahankan kehamilan dengan menyediakan
perlindungan bertingkat pada janin yang sedang berkembang. Selaput ketuban
mempertahankan lapisannya dari berbagai ancaman (imun, struktur, mekanik dan
endokrin) selama kehamilan yang terus tumbuh dan juga mempertahankan
elastisitas selaput terhadap regangan akibat pertumbuhan janin. Meskipun selaput
ini melapisi plasenta dan serviks serta menghadapi berbagai gangguan saat
kehamilan, selaput ketuban masih mempertahankan keseimbangan homeostatik
yang dibutuhkan untuk menjaga pertumbuhan janin. Hubungan antara janin dan
selaput ketuban akan terus berlanjut hingga kehamilan mencapai cukup bulan
dimana janin mencapai maturasi.11
2.1.5 Patofisiologi
6
spontan pada selaput pada kehamilan kurang bulan, tetapi tidak pada kehamilan
cukup bulan, berhubungan dengan peningkatan konsentrasi MMP-8 pada
konsentrasi cairan amnion.8
2. Stress Oksidatif
Satu dari faktor patofisiologi yang terabaikan pada KPD adalah stres
oksidatif dan pembentukan reactive oxygen species (ROS) sebagai mediator stres
oksidatif. Kehamilan yang sehat ditandai dengan keseimbangan reaksi oksidasi
dan reduksi yang stabil antara ROS dan antioksidan. Dua sumber ROS yang
paling sering adalah kebocoran dari sistem transpor elektron pada membran dalam
mitokondria selama respirasi sel dan pelepasan sel imun selama fagositosis. Stres
oksidatif meningkatkan aktivitas mitokondria plasenta dan produksi ROS saat
kebutuhan energi dari fetoplasenta tinggi, seperti pada kehamilan di tempat
ketinggian, defisiensi nutrisi antioksidan atau penyakit mikrovaskular instrinsik.
Hal ini akan menyebabkan ketidakseimbangan status reaksi oksidasi dan reduksi.
Faktor risiko tingkah laku yang berhubungan dengan KPD, terutama merokok,
akan menghasilkan superoksida, hidrogen peroksida, ion hidroksil dan nitrit
oksida yang dapat merusak matriks kolagen dan mengurangi pertahanan oleh
antioksidan. Kolagen telah diketahui sebagai target utama ROS. Superoksida
menstimulasi pembelahan in vitro kolagen fibrilar menjadi to 4-hydroxyproline.
Enzim kolagenolitik korioamniotik rentan terhadap aktivasi ROS, dengan MMP-9
menjadi tersupesi oleh superoksida dismustase (SOD) atau prekursor glutation N-
asetilsistein.11
3. Keterlibatan Mikroorganisme
7
(PCR). Prevalensi invasi mikroorganisme pada kavitas amnion adalah 34%
(70/204) dengan kultur, 45% (92/204) dengan PCR dan 50% (101/204) dengan
kombinasi kedua metode. Jumlah spesies bakteri yang ditemukan dengan PCR
sebanyak 44 spesies yang mana lebih besar dari kultur, 14 spesies.16
8
dan apoptosis selaput ketuban. Apoptosis terjadi setelah degradasi maktriks
ekstraseluler yang mengisyaratkan bahwa hal ini merupakan suatu konsekuensi
dan bukan sebuah penyebab rusaknya selaput membran. Pada pasien dengan
korioamnionitis, apoptosis sel epitel melekat pada granulosit yang
mengindikasikan bahwa respon imun bisa mempercepat kematian sel selaput
ketuban.8
5. Regangan mekanik
9
6. Faktor Genetik
7. Faktor Iatrogenik
10
2.1.6 Diagnosis
Uji Fern (pakis) pertama kali diperkenalkan oleh Papanicalaou pada tahun
1946. Pada uji ini terbentuknya pola seperti daun pakis pada mukus serviks yang
dikeringkan. Hal ini terjadi karena kandungan natrium klorida dan protein.
Tingkat akurasi yang dilaporkan pada kasus KPD berkisar dari 73% hingga
98,5%. Cairan untuk pemeriksaan sebaiknya diambil dari vagina tidak lebih dari 3
cm dari introitus vagina untuk mencegah kontaminasi dan hasil positif palsu dari
mukus pada serviks yang terdapat di forniks posterior. Keyakinan akan hasil
negatif palsu dengan pemeriksaan ini berubah saat diagnosis yang keliru akibat
adanya darah, mekonium atau leukorea hebat. Hasil positif palsu bisa diakibatkan
karena sidik jari, cairan semen atau mukus yang berasal dari serviks.4, 22
11
Pada akhir abad ke 20, terdapat teori yang mengatakan bahwa identifikasi
oligohidramnion oleh ultrasonografi akan berkembang setelah pecahnya selaput,
sehingga mempermudah dalam diagnosis dan tatalaksana. Manning et al pertama
kali mendeskripsikan teknik untuk mengukur jumlah amnion dengan USG pada
pasien dengan pertumbuhan janin terhambat. Metode ini kemudian digunakan
untuk menilai pecahnya selaput ketuban. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang
didapat pada USG terhadap indeks cairan amnion digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya selaput yang pecah. Tidak ada perubahan signifikan yang
ditemukan pada kedalaman celah cairan amnion diantara 100 pasien dengan KPD
dan 51 pasien dengan selaput yang masih intak. Oligohidramnion mungkin saja
tidak terdeteksi pada pasien dengan KPD, kemungkinan karena pengeluaran
cairan terjadi secara intermiten atau bahkan berheti saat bagian terbawah janin
turun dan menjadi sumbatan yang menyebabkan berhentinya aliran lebih lanjut.22
12
2.1.7 Tatalaksana
Pada semua pasien dengan KPD, usia kehamilan, presentasi janin dan
kesejahteraan janin harus dinilai. Pemeriksaan harus dapat menilai bukti adanya
infeksi intrauterin, solusio plasenta dan gangguan pada kondisi janin. Jika hasil
pemeriksaan belum tersedia dan jika indikasi tatalaksana juga belum ada,
sebaiknya dilakukan kultur terhadap Streptococcus Grup B sambil menunggu
tatalaksana yang akan dilakukan. Pemberian antibiotik juga disarankan sebagai
profilaksis.9, 21
Selaput ketuban dan tali pusat tidak memiliki jaringan kapiler yang efektif
dan antibiotik dari sirkulasi ibu tidak mencapai bakteri yang berkoloni pada
permukaan. Urin janin yang mengandung antibiotik keluar dari kavitas amnion
melewati selaput yang robek dengan cepat dan tidak mampu mengeliminasi
bakteri di kavitas amnion.8
Pada pasien dengan KPD kurang bulan, pemantauan bunyi jantung janin
dan aktivitas uterus untuk menilai gangguan bunyi jantung janin dan kontraksi.
Adanya perdarahan pervaginam dicurigai kemungkinan solusio plasenta dan juga
proses persalinan diputuskan dengan melihat kondisi janin, jumlah perdarahan
serta usia kehamilan.9
13
takikardi janin. Sensitivitas dan positif palsu dari tingkat leukositosis dalam
mendeteksi koriamnionitis bervariasi luas yaitu 29%-47% dan 5%-18%.21
14
sebagai lini pertama terapi tokolitik di Amerika Serikat dan terapi lini kedua di
Jepang. Magnesium merupakan inhibitor kompetitif bagi kalsium yang masuk ke
dalam membran sel melalui modulasi pengambilan kalsium dan penggurangan
aktivitas rantai ringan miosin. ACOG merekomendasikan magnesium sebagai
neuroprotektor pada janin pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu. Dosis
yang direkomendasikan untuk neuroproteksi adalah 4 atau 6 gram sebagai dosis
awal selama 20-30 menit diikuti dengan 1-2 gram per jam untuk dosis rumatan
hingga 24 jam. Dosis teraupetik tokolitik berbeda dari satu senter ke senter yang
lain.25
2.1.8 Komplikasi
15
Beberapa faktor morbiditas pada kehamilan dengan KPD telah dilaporkan.
Penyulit kehamilan karena KPD yang berisiko adalah terjadinya solusio plasenta.
Kasus KPD yang dapat berujung pada solusio ialah kasus yang disertai dengan
adanya perdarahan.28
Tanda mikroorganisme vagina yang sehat pada wanita usia produktif (12-
45 tahun) dari berbagai etnis serta tidak tidak hamil adalah adanya Lactobacillus.
Bakteri ini bertahan pada lingkungan anaerob dan berperan dalam keasaman
lingkungan vagina dengan memproduksi asam laktat. Lactobacillus juga
dipercaya dapat membantu melindungi uterus dari infeksi ascending seperti
infeksi menuar seksual dan infeksi saluran kemih. Sebagai contoh, penurunan
jumlah bakteri yang memproduksi asam laktat berkaitan dengan semakin rentan
terhadap HIV. Namun, aktivitas fungsional masing-masing bakteri Lactobacillus
berbeda, ada yang lebih menguntungkan dari pada yang lain. Contohnya,
Lactobacillus crispatus memproduksi kadar asam laktat yang paling tinggi
diantara Lactobacilli di vagina dan dapat membantu mencegah infeksi yang
disebabkan oeh mikroorganisme lain tanpa menginduksi inflamasi. Sebagai
kontrasnya, Lactobacillus iners sering tidak stabil dan biasanya berhubungan
16
dengan mikroorganisme anaerob termasuk spesies Gardnerella, Ureaplasma dan
Prevotella dibandingkan Lactobacillus lainnya.29, 30
17
vaginalis, Lactobacillus crispatus, Lactobacillus gasseri dan Lactobacillus
jensenii. Mikroorganisme vagina pada wanita yang tidak hamil lebih bervariasi
pada berbagai waktu dengan perbedaan pada dominasi spesies Lactobacillus.29
Pada suatu penelitian kohort yang dilakukan pada wanita keturunan Afrika
Amerika didapatkan bahwa pada wanita yang melahirkan saat cukup bulan
kondisi bakteri pada vagina yang ditemukan dalam kondisi stabil dan bervariasi.
Sedangkan pada wanita yang melahirkan pada kurang bulan ditemukan penurunan
variasi dan keberagaman komunitas bakteri. Penurunan keberagaman ini
ditemukan hampir pada semua spesies Lactobacillus.
18
berarti suatu penyakit atau hasil suatu gejala. Penyakit akan berkembang dari
hubungan saling mempengaruhi antara virulensi dan respon imun pada sistem
inang.32
A. Candidiasis
Candidiasi merupakan infeksi genital yang paling umum dan pada sekitar
80-92% kasus disebabkan oleh Candida albicans. Gejala serupa juga dapat
disebabkan oleh spesies non-albican seperti C. tropicalis, C. glabrata, C. krusei,
C. parapsilosis, meskipun terkadang lebih berat dan bisa berulang. C. albicans
adalah jamur diploid dan merupakan flora komensal.33-37
a) Gatal dan perih pada vagina, discharge vagina yang kental seperti
dadih susu, dispareunia dan disuria.
b) Edema vulva, ekskoriasi vulva, kemerahan dan eritema
c) pH vagina normal
19
Sebanyak 30-40% wanita asimptomatik dapat memiliki kultur C. albicans
pada swab vaginanya. Wanita-wanita tersebut tidak membutuhkan terapi,
sekalipun dalam keadaan hamil. Azole/imidazole adalah terapi utama, dapat
diberikan secara topikal lokal atau secara oral. Terdapat beberapa tipe imidazole
dengan efikasi berbeda dengan angka kesembuhan lebih dari 80%. Terapi
biasanya berdasarkan pilihan dokter yang merawat, ketersediaan dan biaya.
Imidazole yang umum adalah clotrimazole, econazole dan miconazole. Antijamur
lainnya, seperti nistatin cream atau pessarium, juga dapat digunakan. Tidak ada
bukti mengenai efek merugikan pada kehamilan terhadap ibu dan janin jika
diterapi dengan imidazole oral. Tetapi, imidazole oral dikontraindikasikan pada
kehamilan.33, 34, 36-38
B. Trichomoniasis
Tanda dan gejala yang muncul seperti gatal dan perih pada vulva,
discharge vagina berbau busuk, terkadang berbusa dan berwarna hijau
20
kekuningan, disuria dan nyeri perut serta gambaran strawberry cervix akibat
perdarahan pungtata.33, 34, 36-38
Kedua pasangan harus diterapi dan harus di-skrining untuk mencari infeksi
menular seksual lainnya. Metronidazole dalam dosis tunggal 2 g, atau 400 mg dua
kali sehari, sangat efektif dengan angka kesembuhan mencapai 95%. Regimen
dosis tunggal lebih mudah dan lebih mudah.33, 34, 36-38
C. Bacterial Vaginosis
21
apakah wanita hamil dengan asimptomatik bakterial vaginosis harus diskrining
dan ditatalaksana. Pada beberapa literatur tidak mendukung skrining dan
pemberian profilaksis, hanya pada wanita yang berisiko melahirkan kurang bulan
yang harus ditatalaksana, seperti yang memiliki riwayat persalinan kurang bulan
sebelumnya.42
1) Kriteria Hay/Ison35
a) Grade 1. Normal: lebih banyak laktobasilus
b) Grade 2. Intermediet: Laktobasilus ditemukan dengan keberadaan
Gardnerella dan/atau Mobiluncus spp.
22
c) Grade 3. Vaginosis bakterialis: lactobacillus tidak ada atau jauh
berkurang dengan lebih banyak Gardnerella dan/atau Mobiluncus spp.
2) Kriteria Nugent35
Berdasarkan proporsi spesies anaerobik menurut skor kuantitatif antara 0
dan 10.
< 4 : Normal
4-6 : Intermediet
> 6 : Vaginosis bakterial
Terapi yang dapat diberikan yaitu metronidazole oral atau gel. Diberikan
dua kali sehari 400 mg selama 5 hari atau dosis tunggal 2 gram. Alternatifnya,
dapat digunakan gel intravagina (0.75%) biasanya digunakan malam hari selama
5-7 hari. Metronidazole aman digunakan pada kehamilan, tetapi dosis besar atau
lama harus dihindari.33-36, 39, 40
D. Gonorrhoea
a) Asimptomatik
b) Discharge vagina meningkat dengan nyeri perut bagian bawah/pelvis
23
c) Disuria dengan discharge uretra
d) Proctitis dengan perdarahan, discharge dan nyeri rektal
e) Discharge mukopurulen endoserviks dan perdarahan kontak
f) Discharge mukopurulen uretra
g) Nyeri tekan dengan eksitasi serviks
Swab endoserviks harus dilakukan jika ada gejala simptomatik, swab dari
rektum dan faring juga harus diambil. NAATs dapat memeriksa sampel dari urin
dan vagina bawah.
E. Chlamydia
24
Tanda dan gejala : 33-36, 39
a) Asimptomatik
b) Discharge vagina dan nyeri perut bawah
c) Perdarahan post coital
d) Perdarahan intermenstruating
e) Discharge serviks mukopurulen dengan perdarahan kontak
f) Disuria dengan discharge uretra
Hindari hubungan seksual, termasuk oral dan rektal, sebelum terapi kedua
pasangan selesai. Antibiotik yang dapat diberikan yaitu amoxicillin 500 mg 3 kali
sehari selama 7 hari, eritomisin 500 mg 4 kali sehari selama 7 hari, doksisiklin
100 mg 2 kali sehari, azitromisin 1 g oral dosis tunggal, direkomendasikan untuk
terapi dalam kehamilan.
Pada suatu penelitian, prevalensi infeksi vagina pada wanita hamil lebih
tinggi secara signifikan daripada kelompok kontrol terutama vaginitis aerob dan
kandidiasis vulvovaginitis. Vaginitis aerob ditambah dengan kandidiasis
vulvovaginitis merupakan bentuk infeksi vagina campuran yang paling sering
selama kehamilan. Hal ini karena vaginitis anaerob menyebabkan
ketidakseimbangan mikroorganisme vagina sehingga memudahkan
mikroorganisme patogen lain seperti kandida untuk bertahan, menginvansi dan
tumbuh.43
25
2.2.3 Hubungan Infeksi pada Saluran Genital dengan Ketuban Pecah Dini
Akhir-akhir ini, peran infeksi oleh organisme dari saluran genitalia bagian
bawah dalam mencetuskan KPD dan persalinan kurang bulan telah menjadi
pengawasan yang besar. Meskipun etiologi KPD multifaktorial, peningkatan bukti
terkait faktor risiko, histologi selaput dan mikrobiologi cairan amnion
menunjukkan hubungan yang kuat dengan infeksi yang akan berujung pada
kejadian amioreksis. Terdapat bukti bahwa mikroorganisme dapat mempenetrasi
selaput ketuban yang masih intak.1
Pada populasi Cina, patogen yang diturunkan dari wanita dengan KPD
didominasi oleh Staphylococcus dan Escherichia. Kolonisasi bakteri atau
penyebab sepsis pada bayi-bayi dari wanita ini adalah Staphylococcus, Klebsiella
pneumonia, dan Escherichia. Pola bakteri ini berbeda dengan pola di negara-
negara barat yang mana Staphylococcus Grup B lebih banyak diisolasi pada
26
wanita dengan KPD dan bayinya. Sehingga, wilayah geografis dapat
mempengaruhi kultur organisme dari wanita dengan KPD dan bayi wanita
tersebut. Namun, kurangnya skrining Staphylococcus Grup B di Cina juga
berkontribusi pada rendahnya prevalensi Staphylococcus Grup B pada wanita
hamil di Cina.45
27
DAFTAR PUSTAKA
28
14. Boskabadi H, Zakerihamidi M. Evaluation of maternal risk factors,
delivery, and neonatal outcomes of premature rupture of membrane: A
systematic review study. Journal of Pediatrics Review. 2019;7(2):77-88.
15. Maryuni M, Kurniasih D. Risk factors of premature rupture of membrane.
Kesmas: National Public Health Journal. 2017;11(3):133-7.
16. DiGiulio DB, Romero R, Kusanovic JP, Gómez R, Kim CJ, Seok KS, et
al. Prevalence and diversity of microbes in the amniotic fluid, the fetal
inflammatory response, and pregnancy outcome in women with preterm
pre‐labor rupture of membranes. American journal of reproductive
immunology. 2010;64(1):38-57.
17. Kacerovsky M, Vrbacky F, Kutova R, Pliskova L, Andrys C, Musilova I,
et al. Cervical microbiota in women with preterm prelabor rupture of
membranes. PloS one. 2015;10(5).
18. Romero R, Miranda J, Chaemsaithong P, Chaiworapongsa T, Kusanovic
JP, Dong Z, et al. Sterile and microbial-associated intra-amniotic
inflammation in preterm prelabor rupture of membranes. The Journal of
Maternal-Fetal & Neonatal Medicine. 2015;28(12):1394-409.
19. Kumar D, Moore RM, Mercer BM, Mansour JM, Redline RW, Moore JJ.
The physiology of fetal membrane weakening and rupture: Insights
gained from the determination of physical properties revisited. Placenta.
2016;42:59-73.
20. Joyce EM, Moore JJ, Sacks MS. Biomechanics of the fetal membrane
prior to mechanical failure: review and implications. European Journal of
Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 2009;144:S121-S7.
21. Tsakiridis I, Mamopoulos A, Chalkia-Prapa E-M, Athanasiadis A,
Dagklis T. Preterm premature rupture of membranes: a review of 3
national guidelines. Obstetrical & gynecological survey. 2018;73(6):368-
75.
22. Eskicioglu F, Gur EB. Diagnostic modalities in premature rupture of
membranes. Int J Womens Health Reprod Sci. 2015;3(02):89-92.
23. Lee J, Romero R, Kim SM, Chaemsaithong P, Yoon BH. A new antibiotic
regimen treats and prevents intra-amniotic inflammation/infection in
patients with preterm PROM. The Journal of Maternal-Fetal & Neonatal
Medicine. 2016;29(17):2727-37.
24. Lee J, Romero R, Kim SM, Chaemsaithong P, Park C-W, Park JS, et al. A
new anti-microbial combination prolongs the latency period, reduces
acute histologic chorioamnionitis as well as funisitis, and improves
neonatal outcomes in preterm PROM. The Journal of Maternal-Fetal &
Neonatal Medicine. 2016;29(5):707-20.
25. ACOG. Magnesium sulfate use in obstetrics. Committee Opinion No.
652. Obstet Gynecol. 2016;127(1):e52-e3.
26. Boskabadi H, Maamouri G, Mafinejad S. Neonatal complications related
with prolonged rupture of membranes. Macedonian Journal of Medical
Sciences. 2011;4(1):93-8.
27. Walker M, Picklesimer A, Clark R, Spitzer A, Garite T. Impact of
duration of rupture of membranes on outcomes of premature infants.
Journal of Perinatology. 2014;34(9):669-72.
29
28. Thombre MK. A review of the etiology epidemiology prediction and
interventions of preterm premature rupture of membranes: Michigan State
University. Epidemiology; 2014.
29. Parnell LA, Briggs CM, Mysorekar IU, editors. Maternal microbiomes in
preterm birth: Recent progress and analytical pipelines. Seminars in
perinatology; 2017: Elsevier.
30. Stout MJ, Wylie TN, Gula H, Miller A, Wylie KM. The Microbiome of
the Human Female Reproductive Tract. Current Opinion in Physiology.
2019.
31. Stout MJ, Zhou Y, Wylie KM, Tarr PI, Macones GA, Tuuli MG. Early
pregnancy vaginal microbiome trends and preterm birth. American
journal of obstetrics and gynecology. 2017;217(3):356. e1-. e18.
32. Dasari S, Anandan SK, Rajendra W, Valluru L. Role of microbial flora in
female genital tract: A comprehensive review. Asian Pacific Journal of
Tropical Disease. 2016;6(11):909-17.
33. Lobo RA, Gershenson DM, Lentz GM, Valea FA. Genital Tract
Infections. Comprehensive Gynecology 7th ed. Philadelphia: Elsevier
Health Sciences; 2016. p. 524-48.
34. Hoffman B, Halvorson LM, Schaffer JI, Schorge JO, Bradshaw KD,
Williams JW. Gynecologic Infection. Williams Gynecology 3rd ed. New
York: McGraw-Hill; 2016. p. 64-96.
35. Monga A, Dobbs SP. Genital Disease. Gynaecology by ten teachers. 20th
ed: CRC Press; 2017. p. 88-103.
36. David E. Genitourinary infections and sexually transmitted diseases.
Jonathan SB Berek and novak's gynecology 14th ed: Philadelphia:
Lippincott Willams & Wilkins; 2019.
37. Konar H. DC Dutta's textbook of gynecology. 6th ed. New Delhi: JP
Medical Ltd; 2016.
38. Padubidri V, Daftary SN. Howkins & Bourne, Shaw's Textbook of
Gynecology. New Delhi: Reed Elsevier; 2018.
39. Mackay G. Sexually transmitted diseases & pelvic infections. CURRENT
Diagnosis & Treatment: Obstetrics & Gynecology New York, NY:
McGraw-Hill. 2013.
40. Shahgeibi S, Seied-Al-Shohadaie F, Seied-Al-Shohadaie A, Ghaderi E.
Complications of bacterial vaginosis in pregnancy. Pak J Med Sci.
2009;25(6):53-6.
41. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Spong CY, Dashe J. Williams
obstetrics. 25th ed: Mcgraw-hill; 2018.
42. Tristram D. Maternal Genital Tract Infection: Implications for the Fetus
and Newborn. Mucosal Immunology: Elsevier; 2015. p. 2215-29.
43. Han C, Li H, Han L, Wang C, Yan Y, Qi W, et al. Aerobic vaginitis in
late pregnancy and outcomes of pregnancy. European Journal of Clinical
Microbiology & Infectious Diseases. 2019;38(2):233-9.
44. Saghafi N, Pourali L, Ghazvini K, Maleki A, Ghavidel M, Babaki MK.
Cervical bacterial colonization in women with preterm premature rupture
of membrane and pregnancy outcomes: A cohort study. International
Journal of Reproductive BioMedicine. 2018;16(5):341.
30
45. Zeng L-n, Zhang L-l, Shi J, Gu L-l, Grogan W, Gargano MM, et al. The
primary microbial pathogens associated with premature rupture of the
membranes in China: a systematic review. Taiwanese Journal of
Obstetrics and Gynecology. 2014;53(4):443-51.
46. Brown RG, Al-Memar M, Marchesi JR, Lee YS, Smith A, Chan D, et al.
Establishment of vaginal microbiota composition in early pregnancy and
its association with subsequent preterm prelabor rupture of the fetal
membranes. Translational Research. 2019;207:30-43.
31