0
LAPORAN PENDAHULUAN
BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA)
2. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain yang erat kaitannya denganBPH adalah proses penuaan.
Ada beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain :
a. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hyperplasi stroma.
c. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi
stroma dan epitel.
1
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat
e. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala iritatif meliputi :
1). Peningkatan frekuensi berkemih
2). Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
3). Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda
(urgensi)
4). Nyeri pada saat miksi (disuria)
b. Gejala obstruktif meliputi :
1). Pancaran urin melemah
2). Rasa tidak puas sehabis miksi,kandung kemih tidak kosong
dengan baik
3). Kalau mau miksi harus menunggu lama
4). Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
5). Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
6). Urin terus menetes setelah berkemih
7). Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin
dan inkontinensia karena penumpukan berlebih.
8). Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia
(akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi
urin kronis dan volume residu yang besar.
c. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
1). Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing
tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
2
2). Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah hebat.
3). Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka
bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke
ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.
5. Patofisiologi
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologi anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal
menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular
pada prostat.
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
a. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT)
dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel
yang menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesa protein.
b. Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg
disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif
atau aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan
hiperplasi prostat.
c. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor
(b-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi
yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi
ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase. b-FGF dapat dicetuskan oleh
mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan infeksi.
3
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan
mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan
prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap
awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan
daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut
fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan
akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis
dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing
gejala yaitu :
1). Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema
yang terjadi pada prostat yang membesar.
2). Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
3). Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa
belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam
buli-buli.
4). Nocturia(miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan
yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
5). Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada
saat miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter.
6). Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
4
mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan spingter.
7). Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah
submukosa pada prostat yang membesar.
Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap, serta gagal ginjal.
8). Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin
tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk
organisme infektif.
7). Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-
buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.
8). Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid.
5
6. Web of Caution (pohon masalah)
6
7. Tes Diagnostik
a. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya
sel leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri
harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran
kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat
menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi
dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
b. Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA)
Dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai
deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi.
Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen
density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila
PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai
PSA > 10 ng/ml
c. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif
maka semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan
pernafasan biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah
tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis
leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
d. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena,
USG, dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume
BPH, derajat disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat
dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-
buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari
keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari
Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika
7
urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat,
memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah
terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat
/mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli
dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan.
Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi
kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin.
Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin
8. Penatalaksanaan Farmakologi dan Bedah
8
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut
untuk terapi bedah yaitu :
- Retensi urin berulang
- Hematuri
- Tanda penurunan fungsi ginjal
- Infeksi saluran kemih berulang
- Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
- Ada batu saluran kemih.
1). Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen
bedah dan optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam
prostat yang kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat
dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik. Prostatektomi transuretral
jarang menimbulakan disfungsi erektil tetapi dapat menyebabkan ejakulasi
retrogard karena pengangkatan jaringan prostat pada kolum kandung
kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir ke arah belakang ke
dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.
a). Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi
abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan
kelenjar prostat diangkat dari atas.
b). Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.
Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk
biopsi terbuka. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal
dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan
kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif
terbatas.
c). Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat,
yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung
9
kemih. Keuntungannya adalah periode pemulihan lebih singkat serta
kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang
jaringan prostat yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin
terjadi pasca prostatektomi mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh
karena pembentukan bekuan, obstruksi kateter dan disfungsi seksual.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi, meskipun pada
prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan
saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus aktivitas seksual dapat dilakukan
kembali dalam 6 sampai 8 minggu karena saat itu fossa prostatik telah
sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal mengalir ke dalam
kandung kemih dan diekskresikan bersama uin. Perubahan anatomis pada
uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard.
10
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak
mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini
dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram,
kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-
menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan
reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars
prostatika.
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no.
24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan
gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan
dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian
kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5
hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala
dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien
cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek
adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan
darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra,
ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan
tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul
kembali 8-10 tahun kemudian.
4). Terapi invasif minimal, seperti dilatasi balon tranuretral, ablasi jarum
transuretral.
9. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering
dengan semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih,
karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan
infeksisaluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal
ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan
11
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu
endapan yang menambah keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis
urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis.
a. Pengkajian
1. Biodata
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
b. Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencaripertolongan,
- Klien mengatakan nyeri saat berkemih
- Sulit kencing
- Frekuensi berkemih meningkat
- Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
- Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
- Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
- Pancaran urin melemah
- Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
- Kalau mau miksi harus menunggu lama
- Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
- Urin terus menetes setelah berkemih
3. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada
sistemperkemihan.
12
4. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang
samadengan klien.
5. Riwayat Sosial Ekonomi:
Bagaimana riwayat sosial ekonomi pasien selama ini sebelum sakit.
6. Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat
menerima,apakah ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya itu. Kaji
tingkah laku dan kepribadian.
b. Pemeriksaan Fisik
1). Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasiensecara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikapdan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
c. Diagnosis Keperawatan
1). Retensi urin b.d peningkatan tekanan uretra
2). Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
13
3). Gangguan eliminasi urin b.d penurunan kapasitas kandung kemih
4). Ganggguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur
5). Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
6). Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif
7). Ansietas b.d kurang terpapar informasi
8). Risiko infeksi b.dketidakakuatan pertahanan tubuh primer
d. Perencanaan
DIAGNOSA
NO LUARAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
14
1. Retensi urin Eliminasi 1. Kateterisasi urine (I.04148)
(D.0050) b.d urinmembaik Observasi
peningkatan tekanan (L.04034) Periksa kondisi pasien (kesadaran, TTV,
distensi kandung kemih, reflek
uretra
Kriteria Hasil: berkemih)
Sensasi
berkemih Terapiutik
Distensi Pasang kateter urine sesuai SPO
kandung
kemih Edukasi
Frekwensi a. Jelaskan tujuan, manfaat dan risiko
BAK sebelum pemasangan kateter
Karakteristik b. Anjurkan menarik napas pada saat
urin insersi selang kateter
Terapiutik
a. Atur interval pengukuran sesuai
dengan kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan jika
perlu
15
2. Nyeri akut(D.0077) Tingkat nyeri 1. Manajemen Nyeri(I.08238)
menurun Observasi
b.d agen pencedera
(L.08066) a.Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisiologis durasi,frekuensi,kualitas,intensitas nyeri
Kriteria Hasil: b. Identifikasi skala nyeri
Keluhan nyeri c. Identifikasi respon nyeri non verbal
Ketegangan d. Identifikasi faktor yang memperberat
otot dan memperingan nyeri
Frekuensi nadi e. Identifikasi pengetahuan dan
Pola nafas keyakinan tentang nyeri
Tekanan darah f. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
g. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
h. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapiutik
a. Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab,periode dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
e. Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
16
c. Monitor intensitas nyeri dengan
menggunakan skala
Terapiutik
a. Atur interval pengukuran sesuai
dengan kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan jika
perlu
Terapiutik
Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respon pasien
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik
Terapiutik
a. Atur interval pengukuran sesuai
dengan kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
17
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3,Edisi
8.Jakarta:EGC.
18
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta:DPP PPNI.
LEMBAR PENGESAHAN
19
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
Mengetahui,
Kepala Ruangan
20