Anda di halaman 1dari 157

Ilmu Kesehatan Masyarakat

dan
Pengendalian Covid-19
KUTIPAN PASAL 72:
Ketentuan Pidana Undang-Undang Republik
Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 tentang HAK CIPTA

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan


perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
~ Dr. Andi Asri, SKM, M.Kes ~
~ Ali Imran, ST, SKM, M.M ~
~ Adriyani Adam, SKM, M.Kes ~

Ilmu Kesehatan Masyarakat


dan
Pengendalian Covid-19

Pekalongan - Indonesia
Ilmu Kesehatan Masyarakat
dan
Pengendalian Covid-19
Copyright © 2020

Penulis:
Dr. Andi Asri, SKM, M.Kes
Ali Imran, ST, SKM, M.M
Adriyani Adam, SKM, M.Kes

Editor:
Moh. Nasrudin
(SK BNSP: No. Reg. KOM.1446.01749 2019)

Setting Lay-out & Cover:


Tim Redaksi

Diterbitkan oleh:
PT. Nasya Expanding Management
(Penerbit NEM - Anggota IKAPI)
Jl. Raya Wangandowo, Bojong
Pekalongan, Jawa Tengah 51156
Telp. (0285) 435833, Mobile: 0853-2521-7257
www.penerbitnem.online / nasyaexpanding@gmail.com

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.


Dilarang memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit

Cetakan ke-1, Desember 2020

ISBN: 978-623-6906-27-9
Kata Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah
Swt., atas segala rahmat dan karunianya yang telah
dilimpahkan sehingga buku ajar ini dapat terselesaikan
sebagaimana mestinya.
Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada berbagai pihak yang paling punya konstribusi dalam
penulisan buku ini. Kepada rekan-rekan sejawat, seluruh
mahasiswa, dan masyarakat turut mendorong penyelesaian
buku ini.
Buku ini berisi penjelasan mengenai ilmu dasar kesehatan
masyarakat yang bisa dipakai dalam pengkajian kesehatan
yang berorientasi pada pembentukan perilaku. Dengan
demikian buku ini sangat penting dimiliki oleh siapa pun,
apalagi diberikan pencerahan tentang informasi Covid-19.
Demikianlah pengantar dari penulis lebih dan
kurangnya kami tetap membutuhkan kritik dan saran dari
seluruh teman sejawat, mahasiswa dan masyarakat untuk
perbaikan ke depan.

v
Daftar Isi

KATA PENGANTAR __ v
DAFTAR ISI __ vi
HARAPAN SETELAH MEMBACA BUKU INI __ viii

BAB 1 DASAR-DASAR ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT __ 1
A. Definisi Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) __ 1
B. Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat __ 5
C. Faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan
Masyarakat __ 6
D. Konsep Sehat dan Sakit __ 7
E. Sejarah Ilmu Kesehatan Masyarakat __ 27
F. Perkembangan Kesehatan Masyarakat __ 30
G. Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia
__ 31
H. Bidang Kajian Ilmu Kesehatan Masyarakat __ 32
I. Sub Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat __ 34

BAB 2 EPIDEMIOLOGI __ 39
A. Konsep Epidemiologi __ 47
B. Tujuan Epidemiologi __ 48
C. Manfaat Epidemiologi __ 50
D. Istilah-istilah Epidemiologi __ 50
E. Masalah Kesehatan yang Perlu Diselidiki Lebih Lanjut
__ 52
F. Epidemiologi Penyakit Menular __ 53

vi
G. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular __ 60

BAB 3 PERILAKU KESEHATAN __ 67


A. Konsep Perilaku Kesehatan __ 67
B. Domain Perilaku Kesehatan __ 70
C. Definisi Perilaku __ 74

BAB 4 KESEHATAN LINGKUNGAN __ 81


A. Konsep Ekologi __ 81
B. Konsep Ekosistem __ 84
C. Tujuan Kesehatan Lingkungan __ 87

BAB 5 KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA __ 98


A. Sejarah __ 98
B. Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja __ 105
C. Tujuan K3 __ 112
D. Fungsi K3 __ 113
E. Organisasi K3 __ 114

BAB 6 GIZI MASYARAKAT __ 116


A. Latar Belakang __ 116
B. Beberapa Pengertian/Istilah dalam Gizi __ 119
C. Sejarah Perkembangan Ilmu Gizi __ 120
D. Ruang Lingkup Ilmu Gizi __ 122

BAB KHUSUS PENGENDALIAN CORONA VIRUS __ 126

SERBA-SERBI COVID-19 __ 136

INTISARI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT __ 144

TENTANG PENULIS

vii
Harapan Setelah Membaca Buku Ini

 Sadar bahwa ilmu kesehatan masyarakat itu ada dan berbeda


dengan ilmu lainnya.
 Memiliki pandangan terhadap ilmu kesehatan masyarakat.
 Dapat mengembangkan nilai-nilai pelayanan kesehatan pada
masyarakat.

viii
Bab 1
DASAR-DASAR
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

A. Definisi Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM)


Beberapa definisi Ilmu Kesehatan Masyarakat antara
lain: Menurut Winslow (1920) seorang ahli kesehatan
masyarakat mendefinisikan kesehatan masyarakat (public
health) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan
melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk:
1. Meningkatkan sanitasi lingkungan.
2. Mengendalikan infeksi menular.
3. Pendidikan secara individual dalam hal hygiene
perorangan.
4. Mengorganisasikan pelayanan medis dan perawatan
untuk tercapainya diagnosis dini dan terapi pencegahan
terhadap penyakit.
5. Pengembangan sosial kearah adanya jaminan hidup
yang layak dalam bidang kesehatan.

Dengan cara mengorganisasikan hal di atas, maka akan


memungkinkan setiap warga untuk menyadari dalam
hidupnya di bidang kesehatan dan kehidupan. Menyimak
definisi di atas, maka terlihat bahwa ternyata Ilmu Kesehatan
Masyarakat itu menyangkut sebuah kompleksitas yang amat
dalam sekali, namun sebenarnya tidak tidak mudah bagi

-1-
2| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

seseorang untuk memahami Ilmu Kesehatan Masyarakat.


Berdasarkan definisi IKM menurut Winslow dapat
disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat mempunyai dua
aspek teoritis (ilmu atau akademik) dan praktis (aplikatif).
Kedua aspek ini masing-masing mempunyai peran dalam
kesehatan masyarakat. Dari aspek teoritis kesehatan
masyarakat perlu didasari dan didukung dengan hasil-hasil
penelitian. Artinya dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan masyarakat (aplikasi) harus didasarkan pada
temuan-temuan (evident based) hasil kajian ilmiah (penelitian).
Sebaliknya kesehatan masyarakat juga harus terapan (applied)
artinya hasil-hasil studi kesehatan masyarakat harus
mempunyai manfaat bagi pengembangan program.
Neayayina (2001) secara tegas menyebutkan bahwa IImu
Kesehatan Masyarakat Baru atau The New Public Health itu
lebih mengarah kepada penanganan penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan penurunan kualitas lingkungan, kebijakan,
ekonomi dan pemasaran pelayanan kesehatan, hal itu
ditekankan kepada kemandirian dibidang penyelenggara-
annya yaitu self funding, self management dan tidak harus
pemerintah yang menyelenggarakannya asalkan tujuannya
adalah untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Memperhatikan uraian di atas, maka terlihat adanya
perbedaan antara Ilmu Kesehatan Masyarakat Klasik
dibanding Ilmu Kesehatan Masyarakat Baru, yang berarti
secara pasti IKM baik klasik atau baru harus tetap
diselenggarakan dan dikembangkan sebab tujuan akhirnya
tetap sama, yaitu derajat kesehatan masyarakat.
Menurut American Medical Assosiation (Ikatan Dokter
Amerika 1948) Ilmu kesehatan masyarakat adalah ilmu dan
seni memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |3

masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat


mencakup usaha masyarakat dalam pengadaan pelayanan
kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit.
Menurut Prayitno (1994) dalam pandangan yang sempit
mungkin dapat dikatakan bahwa Ilmu Kesehatan Masyarakat
itu adalah ilmu yang mempelajari sehat dan sakit saja, dan
dalam arti yang luas ternyata Ilmu Kesehatan Masyarakat
adalah ilmu yang lebih menitikberatkan penanganan kasus-
kasus pada upaya-upaya pencegahan, bukan pada upaya
kuratif, sebab dalam IKM dikenal adanya 5 tahap
pencegahan (the five level of prevention) yang terdiri atas:
1. Upaya promotive (meningkatkan pemahaman kesehatan)
2. Upaya preventive (meningkatkan upaya pencegahan
penyakit)
3. Upaya protective (meningkatkan perlindungan terhadap
penyakit)
4. Upaya curative (upaya penyembuhan terhadap penyakit)
5. Upaya rehabilitative (upaya pemulihan).

Dengan demikian bila menyimak 5 tahap di atas, maka


terlihat bahwa sebenarnya yang diutamakan adalah upaya-
upaya non kuratif atau upaya non medik, sebagai contoh
adalah upaya promotif yang secara nyata lebih mudah, lebih
murah dan dapat dilakukan oleh siapa saja, artinya tidak
memerlukan dokter. Kedua, upaya preventif atau upaya
pencegahan, sebagai contoh adalah anjuran mencuci tangan
sebelum makan, anjuran mandi 2x sehari, anjuran
mengurangi konsumsi kolesterol pada penderita
hiperkolesterol, dan sebagainya, maka terlihat adanya
perbedaan yang nyata antara upaya promotif dan preventif.
Ketiga, upaya protektif, adalah perlindungan terhadap risiko
4| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

yang mengancam status kesehatan, diantaranya adalah


pemakaian sabuk pengaman, masker, baju kerja, celana kerja,
helm atau topi kerja, dan sejenisnya. Keempat, curative atau
kuratif atau upaya pengobatan. Sebenarnya terkait dalam hal-
hal ini adalah istilah early detection and prompt treatment yaitu
deteksi dini terhadap adanya penyakit dan adanya
penanganan atau pengobatan yang setepat-tepatnya. Dengan
demikian dalam hal ini yang diharapkan adalah perlunya
monitoring terhadap pekerja atau penduduk atau calon
penderita yang dilakukan jauh sebelum yang bersangkutan
menderita sakit secara klinis, sehingga penanganan terhadap
penyakit yang disandangnya itu tidak perlu diberikan saat
penderita telah parah penderitaannya. Kelima, rehabilitative
atau rehabilitatif atau upaya pemulihan adalah upaya tertentu
yang dilakukan agar penderita dimungkinkan mengalami
tahap kembali seperti semula sebelum menderita penyakit
dan dimungkinkan untuk dikembalikan ketengah masyarakat
lagi. Contoh untuk tahap rehabilitasi adalah: lembaga
pemasyarakatan (pembinaan khusus untuk narapidana);
lokalisasi wanita tuna susila (pembinaan khusus untuk wanita
dengan risiko penyakit menular seksual); pembinaan ODHA
(pembinaan khusus untuk orang dengan HIV/AIDS).
Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) dilahirkan dari
rahim Ilmu Kesehatan. Ilmu Kedokteran juga dilahirkan dari
rahim yang sama, karena dalam sejarah IImu Kesehatan
Masyarakat itu diselenggarakan untuk menopang
penyelenggaraan pendidikan calon dokter, sehingga ilmu
kedokteran dan ilmu kesehatan masyarakat itu ibarat mata
uang logam yang memperlihatkan bahwa sisi yang satu
tidak dapat dipisahkan dari sisi mata uang lainnya. Dilihat
dari 5 tahap pencegahan, maka seharusnya yang
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |5

dimaksudkan adalah seorang dokter mampu melakukan 5


tahap itu seluruhnya, yaitu sejak dari tahap promotif,
preventif, protektif, kuratif dan rehabilitatif, jadi kiranya
pada titik inilah sebenarnya Ilmu Kesehatan Masyarakat
diselenggarakan agar calon ahli kesehatan mampu
memahami Ilmu Kesehatan Masyarakat dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.

B. Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat


Disiplin ilmu yang mendasari ilmu kesehatan
masyarakat antara lain, mencakup:
1. Ilmu Biologi
2. Ilmu Kedokteran
3. Ilmu Kimia
4. Fisika
5. Ilmu Lingkungan
6. Sosiologi
7. Antropologi
8. Psikologi
9. Ilmu Pendidikan.

Oleh karena itu ilmu kesehatan masyarakat merupakan


ilmu yang multi disiplin. Secara garis besar, disiplin ilmu
yang menopang ilmu kesehatan masyarakat, atau sering
disebut sebagai pilar utama ilmu kesehatan masyarakat,
antara lain sebagai berikut:
1. Epidemiologi
2. Biostatistik/Statistik Kesehatan
3. Kesehatan Lingkungan
4. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
5. Administrasi Kesehatan Masyarakat
6| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

6. Gizi Masyarakat
7. Kesehatan Kerja.

C. Faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan


Masyarakat
Menurut Hendrick L. Blumm, terdapat 4 faktor yang
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, yaitu:
1. Faktor Perilaku
2. Lingkungan
3. Keturunan
4. Pelayanan Kesehatan.

Dari ke 4 faktor di atas ternyata pengaruh perilaku


cukup besar diikuti oleh pengaruh faktor lingkungan,
pelayanan kesehatan dan keturunan. Keempat faktor di atas
sangat berkaitan dan saling mempengaruhi. Perilaku sehat
akan menunjang meningkatnya derajat kesehatan, hal ini
dapat dilihat dari banyaknya penyakit berbasis perilaku dan
gaya hidup. Kebiasaan pola makan yang sehat dapat
menghindarkan diri kita dari banyak penyakit, diantaranya
penyakit jantung, darah tinggi, stroke, kegemukan, diabetes
melitus dll. Perilaku/kebiasaan mencuci tangan sebelum
makan juga dapat menghindarkan kita dari penyakit saluran
cerna seperti mencret dan lainnya. Saat ini pemerintah telah
berusaha memenuhi 3 aspek yang sangat terkait dengan
upaya pelayanan kesehatan, yaitu upaya memenuhi
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan
membangun puskesmas, pustu, bidan desa, pos obat desa,
dan jejaring lainnya. Pelayanan rujukan juga ditingkatkan
dengan munculnya rumah sakit rumah sakit baru di setiap
kabupaten/kota.
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |7

Upaya meningkatkan akses ke fasilitas pelayanan


kesehatan masyarakat secara langsung juga dipermudah
dengan adanya program jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas) bagi masyarakat kurang mampu. Program ini
berjalan secara sinergi dengan program pemerintah lainnya
seperti program bantuan langsung tunai (BLT), wajib belajar
dll. Untuk menjamin agar fasilitas pelayanan kesehatan dapat
memberi pelayanan yang efektif bagi masyarakat, maka
pemerintah melaksanakan program jaga mutu. Untuk
pelayanan di rumah sakit program jaga mutu dilakukan
dengan melaksanakan akreditasi rumah sakit. Ke 4 faktor
yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat di atas
tidak sendiri-sendiri, namun saling berpengaruh. Oleh karena
itu upaya pembangunan harus dilaksanakan secara simultan
dan saling mendukung. Upaya kesehatan yang dilaksanakan
harus bersifat komprehensif, hal ini berarti bahwa upaya
kesehatan harus mencakup upaya preventif/promotif,
kuratif, dan rehabilitatif. Dengan berbagai upaya di atas,
diharapkan peran pemerintah sebagai pembuat regulasi, dan
pelaksana pembangunan dapat dilaksanakan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

D. Konsep Sehat dan Sakit


Definisi kesehatan menurut Undang-Undang No 36
tahun 2009 adalah “keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial untuk memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi” (Undang-
undang tentang kesehatan tahun 2009). Kesehatan
merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, sehat juga merupakan keadaan dari kondisi fisik
yang baik, mental yang baik, dan juga kesejahteraan sosial,
8| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

tidak hanya merupakan ketiadaan dari penyakit atau


kelemahan (WHO, 1948).
Pengertian sakit adalah berasa tidak nyaman di tubuh
atau bagian tubuh karena menderita sesuatu (demam, sakit
perut, dan lain-lain). Sakit juga merupakan gangguan dalam
fungsi normal individu sebagai totalitas, termasuk keadaan
organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian
sosialnya (Parson, 1972). Sakit juga dapat disebabkan oleh
beberapa hal, baik itu yang berasal dari gaya hidup yang
kurang sehat, lingkungan yang tidak bersih, ataupun karena
menurunnya metabolisme tubuh.
Saat ini, berbagai fasilitas medis sudah semakin
diperhatikan terkait dengan perkembangan penyakit yang
berbeda di tiap tahunnya, pelayanan kesehatan sudah banyak
disediakan dengan berbagai alat modern dalam menunjang
pekerjaannya. Tidak lupa juga adanya tenaga profesional
yang membantu dokter dalam pekerjaannya, pada umumnya
tenaga profesional ini termasuk ke dalam tenaga kesehatan.
Semakin majunya dunia kesehatan tidak berjalan beriringan
dengan perilaku sehat dari masyarakat. Perilaku sehat pada
dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, serta lingkungan. Dasar orang
berperilaku dapat ditentukan oleh nilai, sikap, dan
pendidikan atau pengetahuan (Notoadmojo, 2005).
Masyarakat sering kali enggan untuk pergi ke rumah
sakit yang umumnya disebabkan karena biaya pengobatan di
rumah sakit yang terbilang cukup tinggi bagi masyarakat
dengan tingkat perekonomian menengah kebawah. Terdapat
dua jenis pengobatan yang sering digunakan oleh masyarakat
antara lain pengobatan modern, dan pengobatan tradisional.
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |9

Pengobatan modern adalah pengobatan yang berkembang


saat ini, yakni dengan metode medis dan kedokteran,
pengobatan modern dilakukan dengan cara-cara ilmiah atau
telah diujicobakan dengan penelitian dan dipertanggung-
jawabkan hasilnya, dan pengobatan tradisional menurut
WHO (2000) adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan,
dan praktek-praktek yang berdasarkan teori-teori, keyakinan,
dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat dan
budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan
dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan,
diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik
dan juga mental.
Pengobatan tradisional memiliki keuntungan yakni
dari segi biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan
pengobatan modern, sedangkan kelemahannya adalah
pengobatan tradisional ini tidak pernah melalui uji ilmiah
sehingga kelayakan dari pengobatan tradisional ini masih
sering dipertanyakan. Bahkan pada beberapa kasus,
pengobatan tradisional mengakibatkan keterlambatan
penanganan pengobatan medis sehingga membuat penyakit
yang diderita menjadi semakin parah. Menurut Asimo
(1995), pengobatan tradisional dibagi menjadi dua bagian
yaitu penyembuhan tradisional atau traditional healing yang
terdiri dari pijatan, kompres, akupuntur dan sebagainya,
serta obat tradisional atau traditional drugs menggunakan
bahan-bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat
untuk menyembuhkan penyakit. Obat tradisional terbagi
menjadi tiga bagian. Obat yang pertama merupakan obat
yang berasal dari sumber nabati yang diambil dari bagian-
bagian tumbuhan seperti buah, daun, kulit batang dan
sebagainya, yang kedua adalah yang bersumber dari hewani
10| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

seperti bagian kelenjar-kelenjar, tulang-tulang maupun


dagingnya dan yang ketiga adalah berasal dari sumber
mineral atau garam-garam yang bisa didapatkan dari mata
air yang dikeluarkan dari tanah.
Masyarakat akan menentukan arah berobat atau
melakukan pengobatan, baik itu ke pengobatan tradisional
maupun modern, namun pada dasarnya budaya juga
mengambil peran yang penting dalam pembentukan
perilaku dan kepercayaan ini, seperti penelitian yang
dilakukan oleh Quah dan Bishop (1996). Quah dan Bishop
(1996) melakukan penelitian terhadap warga Cina asli
dengan Cina-Amerika terkait dengan persepsi terhadap
kesehatan, warga asli Cina menganggap bahwa penyakit
muncul akibat adanya ketidakseimbangan dalam tubuh, hal
ini sama dengan budaya di Cina yang menganggap bahwa
seseorang dikatakan sehat apabila memiliki keseimbangan
antara Yin dan Yang, sedangkan warga Cina-Amerika
mengatakan bahwa suatu penyakit muncul diakibatkan oleh
virus-virus, sehingga warga Cina asli akan memilih berobat
ke pengobatan tradisional Cina sedangkan warga Cina-
Amerika akan lebih memilih untuk berobat ke tenaga
kesehatan (Matsumoto & Juang, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Quah dan Bishop (1996)
juga memiliki kemiripan terhadap kehidupan tradisional
masyarakat di Indonesia. Hal ini cukup terlihat pada
masyarakat yang berdomisili di Bali yang menggunakan
kedua teknik pengobatan yaitu pengobatan modern dan
pengobatan tradisional, seperti yang dikatakan Asimo (1995)
bahwa pengobatan tradisional merupakan pengobatan
alternatif yang digunakan masyarakat apabila pengobatan
konvensional tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |11

Seperti yang dikatakan oleh Subandi dan Utami (1996)


bahwa adanya proses evaluasi setelah penggunaan
pengobatan dari professional maupun non-profesional.
Hal ini mengakibatkan tidak jarang masyarakat akan
beralih ke pengobatan alternatif ketika pengobatan modern
memberikan hasil yang kurang memuaskan, dan begitu juga
sebaliknya. Perilaku menentukan arah pengobatan dikenal
dengan istilah health seeking behavior, Notoadmojo (2014)
mengatakan bahwa ketika seseorang mengalami sakit maka
akan memunculkan beberapa respon yaitu tidak bertindak,
tindakan mengobati diri sendiri, mencari pengobatan
tradisional, dan mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas
pengobatan modern. Notoadmojo (2014) menambahkan
bahwa setiap elemen masyarakat memiliki konsep sehat dan
sakit yang berbeda-beda sehingga akan mempengaruhi health
seeking behavior ketika mengalami kondisi sakit, sehingga
persepsi masyarakat terhadap sehat dan juga sakit memiliki
hubungan yang erat terhadap health seeking behavior.
Pada budaya di Bali pengobatan tradisional ini disebut
dengan pengobatan usada sedangkan seseorang yang
memiliki kemampuan untuk melakukan pengobatan usada
disebut dengan balian. Secara etimologi kata usada berasal
dari kata ausadhi yang berarti tumbuh-tumbuhan yang
mengandung khasiat obat-obatan (Nala, 1992). Usada adalah
ilmu pengobatan tradisional Bali yang dikenalkan oleh para
leluhur dan merupakan ilmu pengetahuan penyembuhan
yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu (Sukantara, 1992).
Menurut responden pada hasil wawancara terkait
dengan balian, “balian merupakan seseorang yang memiliki
kemampuan melebihi manusia pada umumnya, kemampuan
ini bisa didapatkan ataupun diperoleh” (Dewi, 2015).
12| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

Responden mempercayai bahwa balian merupakan


seseorang yang memiliki kemampuan untuk
menyembuhkan orang lain dari penyakit yang bersifat medis
maupun non–medis.
Bidang medis sudah mengalami perkembangan yang
sangat cepat dari segi diagnosis maupun dari sisi
pengobatan, namun disaat bidang medis sudah mengalami
kemajuan, banyak dari masyarakat masih cenderung
menggunakan pengobatan usada. Meskipun hal ini tidak
bisa dipukul rata kepada semua masyarakat di Bali. Di
beberapa daerah terutama perkotaan terlihat bahwa
pengobatan usada merupakan pilihan alternatif ketika
pengobatan secara modern atau medis tidak memberikan
hasil yang baik dan memuaskan, seperti hasil wawancara
yang telah dilakukan sebelumnya. Responden biasanya
menyarankan orang yang dikenalnya untuk berobat ke
medis atau non medis tergantung dari jenis penyakitnya,
dan juga bisa menggunakan kedua jalur tersebut sekaligus.
Dewasa ini, walaupun ilmu dan teknologi kedokteran sudah
mengalami kemajuan pesat, namun peran dan eksistensi
pengobatan usada di Bali sebagai pengobatan alternatif
masih cukup menonjol. Seperti yang dialami oleh WS, salah
seorang masyarakat di Bali, yang berdomisili di Kabupaten
Klungkung. WS merupakan salah seorang dengan urolitiasi
(kencing batu) yang selama lima tahun terakhir
menggunakan pengobatan tradisional usada, tanpa diikuti
dengan penanganan secara medis, sehingga satu tahun
terakhir WS sempat melakukan operasi karena hampir
terjadinya keterlambatan pengobatan terhadap sakit kencing
batu yang dialami oleh WS. Kondisi ini terjadi menurut
berbagai kalangan karena pengobatan usada disamping
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |13

masih fungsional secara sosial dan lebih murah biayanya,


juga cukup efektif untuk menyembuhkan jenis atau
golongan penyakit tertentu (Sukarma, 2013).
Berobat ke balian sudah menjadi kebiasaan, masyarakat
akan cenderung pergi ke balian ketika mengalami sakit.
Latar belakang melakukan pengobatan usada adalah
dikarenakan tidak adanya hasil terhadap pengobatan medis
yang sudah dilakukan, faktor lainnya yang mempengaruhi
adalah biaya yang dikeluarkan dengan pengobatan modern
berbeda. Hal ini sama seperti yang disampaikan oleh
responden berdasarkan hasil dari wawancara yang
dilakukan. Responden mengatakan bahwa dulu responden
pernah mengalami sakit kepala yang tidak sembuh-sembuh
selama beberapa hari. Responden kemudian memutuskan
untuk pergi ke dokter, namun sesampainya di rumah sakit
dokter hanya mengatakan bahwa ini cuma sakit kepala
biasa” (Dewi, 2015).
Hal seperti ini dianggap wajar apabila kebiasaan ini
dilakukan disaat belum adanya kemajuan dalam dunia medis.
Dalam konteks sistem medis suku Bali atau usada dan
konsepsi balian tentang sehat-sakit, bahwa orang bisa disebut
sebagai manusia sehat apabila semua sistem dan unsur
pembentuk tubuh atau panca maha bhuta yang terdiri dari:
pertiwi atau tanah yang berarti segala sesuatu yang bisa
disentuh, dirasakan, kokoh dan nata, apah atau air yang berarti
kebalikan dari pertiwi yakni segala sesuatu yang lentur,
mengalir, fleksibel, luwes, mendinginkan, dan tidak memiliki
bentuk yang kokoh, teja atau api yang membawa dua hal yaitu
panas dan cahaya, bayu atau angin yang berarti segala sesuatu
yang melindungi atau melingkupi, dan akasa yang diartikan
sebagai eter, dan unsur dalam tubuh yang dikenal dengan
14| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

istilah tri dosha, yaitu udara atau vatta, api atau pitta, dan air
atau kapha berada dalam keadaan seimbang dan berfungsi
dengan baik. Sebaliknya manusia akan sakit apabila unsur-
unsur panca brahma sebagai kekuatan panas, dan unsur-unsur
panca tirta sebagai kekuatan dingin saat bereaksi dengan
udara, ada dalam keadaan tidak seimbang. Jika terjadi
ketidakseimbangan pada unsur-unsur tersebut maka akan
menimbulkan penyakit tertentu.
Hal inilah yang mempengaruhi masyarakat Bali pergi
ke balian untuk berobat yang didasari dengan kepercayaan
terhadap ketidakseimbangan unsur-unsur tersebut yang
mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit tertentu.
Teknik dan cara pengobatan yang dilakukan oleh balian
adalah menggunakan pengobatan non-medis yakni melalui
beberapa upacara adat. Balian memberikan tirta dan juga
mantra kepada ayahnya. Kemudian dilanjutkan dengan
memberikan obat-obatan herbal. Sebagian besar dari pasien
yang menggunakan pengobatan usada mengatakan bahwa
penyakitnya dapat sembuh.
Saat ini, berbagai fasilitas kedokteran medis sudah
mengalami perkembangan yang pesat, berbagai obat bahkan
untuk penyakit yang awalnya tidak terdeteksi dapat
diberikan intervensi dengan cepat dan akurat, namun
banyak dari masyarakat yang masih mempercayakan
kondisi kesehatan terkait dengan penyakit-penyakit tertentu
yang diderita kepada pengobatan tradisional. Kepercayaan
masyarakat dalam menggunakan pengobatan tradisional ini
kemudian memunculkan keingintahuan yaitu untuk
mengetahui konsep sehat dan sakit pada masyarakat yang
kemudian mengarahkan health seeking beahavior terhadap
pengobatan tradisional.
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |15

Kroeber dan Cluckhohn (1952) dalam bukunya


“Culture: A Critical Review of Concepts and Definition”,
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan
adalah perpaduan dari keseluruhan pola-pola tingkah laku,
baik eksplosit maupun implisit, yang diperoleh dan
diturunkan melalui simbol, yang pada hasil akhirnya
mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok
kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda-
benda atau materi. Haryawan (2008) berpendapat bahwa
budaya adalah suatu hasil dari budi daya, cipta, karya, karsa,
dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak,
dapat diterima sebagai suatu perilaku yang beradap. Secara
umum suatu tradisi atau kebiasaan yang dibentuk dari cara
pandang seseorang, sekelompok orang maupun masyarakat,
bahkan suatu negara yang kemudian budaya tersebut
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Budaya pada dasarnya memiliki wujud yang
memperkuat seseorang dalam berbudaya. Hal ini dibuktikan
dengan pendapat Koentjaraningrat (1989) yakni kebudayaan
merupakan wujud ideal yang bersifat abstrak dan tak dapat
diraba di dalam pikiran manusia berupa gagasan, norma,
keyakinan dan lain sebagainya.
Wujud kebudayaan dibagi menjadi 3 bagian, yakni:
1. Sebagai suatu yang bersifat kompleks dimana terdiri dari
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan
peraturan.
2. Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan yang ada
dan berpatokan pada dari manusia dan masyarakat.
3. Sebagai benda-benda yang merupakan hasil karya dari
manusia.
16| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

Selain itu juga Julian Hokley seorang ahli biologi dari


inggis membagi budaya atau kebudayaan menjadi 3 wujud
yaitu:
1. Menifact
Kebudayaan yang bersifat abstrak atau tidak tampak,
dimana aspek mental sebagai landasan dari perilaku dan
hasil kebendaan manusia, karena sifatnya abstrak, maka
faktor pendukungnya ialah berupa ide, gagasan, pemiki-
ran, kepercayaan, ideologi, sikap, dan juga pemahaman
atau pandangan manusia terhadap alam semesta.
2. Sosifact
Kebudayaan yang memposisikan atau menepatkan
manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam hal ini
perilaku manusia diikat oleh sistem yaitu sistem nilai,
moral, norma, dan adat istiadat yang berlaku dalam
masyarakat.
3. Artefact
Kebudayaan material atau kebendaan. Misalnya
peralatan pertanian, perkakas rumah tangga, dan alat
transportasi. WHO (2015) menyatakan bahwa "Health is a
state of complete physical, mental and social well-being and
not merely the absence of diseases or infirmity". Arti
kesehatan menurut para pakar kesehatan yaitu suatu
situasi dan kondisi sejahtera dimana tubuh manusia,
jiwa, serta sosial yang sangat memungkinkan tiap-tiap
orang hidup produktif dengan cara sosial dan juga
ekonomis. Sehat mengandung 4 komponen, yaitu:
a. Sehat Jasmani
b. Sehat Mental
c. Kesejahteraan Sosial
d. Sehat Spiritual
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |17

Sehat berarti kekuatan dan ketahanan, dimana setiap


individu mempunyai daya tahan terhadap penyakit,
mengalahkan stres dan keletihan atau kelesuan. UU No. 36
tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa, “kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental atau psikis,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi” (dikutip 13
dari UU Kesehatan dari UU Kesehatan No. 36 tahun 2009)
yakni fungsi secara efektif dari setiap sumber perawatan diri
yang menjaminnya suatu tindakan perawatan diri secara
adekuat. UU No. 23 Tahun 1992 menyatakan sehat sebagai
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan seseorang untuk hidup produktif atau baik
dalam ruang lingkup ekonomi dan sosial. Kesehatan harus
dilihat sebagai suatu perpaduan secara utuh yang terdiri dari
unsur-unsur fisik, mental, dan sosial dimana didalamnya ada
kesehatan jiwa yang menjadi bagian dari integral kesehatan.
Parson menyimpulkan bahwa sehat adalah kemampuan
seorang individu untuk menjalankan tugas dan perannya
secara efektif dengan kondisi yang optimal.
Definisi sakit (illness) adalah penilaian tiap-tiap
individu terhadap pengalamannya menderita suatu
penyakit. Sakit menimbulkan dimensi fisiologis yang bersifat
subjektif atau perasaan terbatas yang lebih dirasakan oleh
orang yang bersangkutan, ditandai dengan perasaan yang
tidak menyenangkan (unfeeling well), lemah (weakness),
pusing (dizziness), kaku dan mati rasa (numbness). Mungkin
saja melalui pemeriksaan secara medis individu terserang
suatu penyakit dan fungsi dari salah satu organ tubuhnya
terganggu, namun tidak merasakan sakit dan tetap
menjalankan aktivitas sehari-harinya.
18| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

Sarwono mendefinisikan bahwa sakit merupakan suatu


keadaan kurang menyenangkan yang dirasakan seseorang
serta menghambat aktivitas, baik secara jasmani dan rohani
sehingga seseorang tersebut tidak bisa menjalankan fungsi
dan perannya secara normal dalam masyarakat. Tolak ukur
atau acuan yang paling mudah untuk menentukan kondisi
sakit atau penyakit adalah jika terjadi perubahan dari nilai
batas normal yang telah ditetapkan, akan tetapi ada
beberapa definisi mengenai sakit yang dapat dijadikan
acuan, antara lain:
1. Menurut Parson, sakit adalah kondisi dimana terjadi
ketidakseimbangan dari fungsi normal tubuh manusia,
termasuk sistem biologis dan kondisi penyesuaian.
2. Menurut Borman, ada 3 kriteria keadaan sakit, yaitu
adanya gejala, persepsi terhadap kondisi sakit yang
dirasakan serta menurunnya kemampuan dalam
beraktivitas sehari-hari.
3. Menurut batasan medis, ada 2 bukti adanya sakit, yaitu
tanda dan gejala.
4. Perkins mengemukakan pula bahwa sakit adalah suatu
kondisi yang kurang menyenangkan yang dialami
seseorang sehingga menimbulkan gangguan pada
aktivitas sehari-hari, baik jasmani maupun sosial.

Penyakit memiliki perbedaan dengan rasa sakit.


Penyakit bersifat objektif karena bisa dilihat dari parameter
tertentu, sedangkan rasa sakit bersifat subjektif karena
merupakan keluhan yang dirasakan seseorang, karena
memiliki perbedaan maka implikasinya juga berbeda.
Seseorang yang menderita penyakit belum tentu merasakan
sakit, sebaliknya yang mengeluh sakit belum tentu menderita
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |19

penyakit. Kontinum sehat sakit atau rentang sehat sakit dalam


suatu rentang adalah tingkat kesejahtera individu pada
jangka waktu tertentu, dimana individu berada dalam kondisi
sejahtera yang optimal, dengan kualitas energi yang paling
maksimum, sampai pada kondisi kematian, yang
menandakan habisnya energi individu secara total.
Menurut model kontinum sehat sakit, sehat adalah
sebuah keadaan yang bersifat dinamis dan dapat berubah
terus menerus sesuai dengan adaptasi dari individu
terhadap perubahan suatu lingkungan baik internal maupun
eksternal dan mampu mempertahankan keadaan fisik,
emosional, intelektual, sosial, perkembangan dan spiritual
yang sehat. Sedangkan sakit adalah sebuah proses
perubahan atau penurunan fungsi dari individu bila
dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya, karena
sehat dan sakit merupakan bagian yang mempunyai
beberapa tingkat dan kualitas yang bersifat relatif, maka
keakuratannya harus ditentukan sesuai dengan titik tertentu
pada skala kontinum sehat sakit.
Model kesejahteraan tingkat tinggi adalah model
kesejahteraan yang orientasinya memaksimalkan potensi
sehat yang ada pada setiap individu untuk mampu
mempertahankan rentang keseimbangan dan arah yang
memiliki tujuan tertentu dalam lingkungan. Model ini
berusaha untuk memajukan tingkat fungsi ke arah yang
lebih tinggi, dimana individu mampu hidup dengan potensi
yang paling maksimal, dan merupakan suatu proses yang
dinamis, bukan suatu keadaan yang statis dan pasif.
Model agen-penjamu-lingkungan adalah model yang
tingkat sehat sakit dari individu atau kelompok tersebut
20| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

ditentukan oleh hubungan antara ketiga variabel yakni agen,


penjamu dan lingkungan secara dinamis.
Terdapat 3 komponen dalam model keyakinan
kesehatan, yaitu: Komponen pertama adalah persepsi individu
tentang dirinya yang rentan terhadap suatu penyakit.
Contohnya, klien atau individu perlu mengenal adanya
penyakit yang diderita melalui riwayat keluarganya. Apabila
dalam keluarga memiliki riwayat diabetes melitus dan dalam
empat dekade ada keluarga yang meninggal karena penyakit
tersebut, maka klien memiliki kemungkinan mengalami
penyakit diabetes melitus. Komponen kedua adalah presepsi
individu terhadap keseriusan penyakit tertentu. Variabel
demografi dan sosiopsikologis merupakan hal utama yang
mempengaruhinya, rasa terancam oleh penyakit dan tanda-
tanda untuk bertindak. Komponen ketiga dimana individu
berusaha mengambil tindakan preventif, contohnya mengubah
gaya hidup. Model keyakinan kesehatan sangat membantu
perawat memahami tentang berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi presepsi, keyakinan, perilaku klien serta
membantu perawat dalam merancang rencana paling efektif
sehingga klien dapat memelihara atau memperoleh kembali
status kesehatannya dan mencegah terjadinya penyakit.
Menurut Pender, peningkatan kesehatan bertujuan
meningkatkan tingkat kesehatan klien. Model peningkatan
kesejahteraan adalah model yang mengidentifikasikan
beberapa faktor seperti demografi dan sosial. Faktor dalam
model tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan
partisipasi, sehingga terjadi peningkatkan kesehatan serta
mengatur berbagai tanda yang muncul menjadi sebuah pola
yang dapat menjelaskan kemungkinan munculnya
partisipasi individu dalam perilaku peningkatan kesehatan.
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |21

Menurut Leonardo da Vinci 1949 (dalam Rigaud, 2004)


perspektif adalah suatu yang alami yang terbentuk dari relief
datar menjadi suatu relief bidang atau ruang. Perspektif
sebagai cara atau metode untuk melihat atau mengamati
berbagai fenomena atau keadaan disekeliling kita. Pilihan
perspektif yang diambil seseorang, memiliki implikasi pada
teori dan metodologi yang digunakan kemudian dikuasai
serta dipahami individu tersebut dalam memahami akan
sebuah fenomena atau realitas (Miller, 2005). Katherin Miller
(2005) mengemukakan bahwa perspektif adalah suatu cara
untuk memandang atau melihat sebuah fenomena khusus,
dimana terdapat suatu kerangka kerja secara konseptual,
kumpulan asumsi, nilai dan gagasan yang mempengaruhi
persepsi manusia, sehingga dalam konteks situasi tertentu
individu bisa menghasilkan sebuah tindakan. Unsur-unsur
yang terdapat di dalam perspektif ini antara lain:
1. Fenomena yaitu peristiwa atau kejadian yang terjadi
secara berulang-ulang dan memiliki kemiripan sehingga
menjadi peristiwa yang menarik perhatian atau luar
biasa sifatnya.
2. Pemikiran yaitu hasil pikiran manusia dalam usahanya
memahami fenomena.
3. Pengetahuan yaitu segala sesuatu yang sudah diketahui
atau bahkan akan diketahui yang berkenaan dengan
sesuatu hal.
4. Gagasan yaitu ide atau satu hal yang ingin disampaikan.
5. Asumsi yaitu pra-anggapan atau pernyataan-pernyataan
awal mengenai suatu hal yang ingin disimpulkan.
6. Nilai-nilai yaitu standar, patokan atau tolak ukur yang
digunakan untuk menentukan sifat-sifat (hal-hal) yang
penting atau berguna bagi manusia.
22| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

7. Cara yaitu jalan melakukan atau berbuat untuk


mencapai sesuatu yang diinginkan.
8. Pengamatan yaitu melihat atau mengawasi dengan teliti.
Perbandingan atau suatu hasil membandingkan antara
suatu pernyataan dengan pernyataan yang lain.

Defenisi Health Belief Model (HBM) adalah sebuah


model secara psikologis yang berusaha untuk menjelaskan
dan memprediksi perilaku kesehatan setiap individu dengan
berfokus pada sikap dan keyakinan dari individu tersebut.
Health belief model (HBM), seperti yang disiratkan judulnya,
berkaitan dengan kepercayaan dalam hal kesehatan, model
ini merupakan salah satu model pertama yang dirancang
untuk mendorong penduduk melakukan tindakan ke arah
kesehatan yang positif.
Model ini menekankan “Peranan persepsi kerentanan
terhadap suatu penyakit dan keefektifan potensial dalam
pengobatan”. Dalam hal ini pendidik kesehatan harus
mempertimbangkan persepsi individu terkait kerentanan
mereka terhadap penyakit yang mengancam kesehatan serta
tindakan dari individu tersebut yang dapat mencegah dan
memusnahkan ancaman atau penyakit yang mungkin saja
menyerang. Sejarah lahirnya teori HBM dikembangkan
pertama kali tahun 1950-an oleh seorang psikologis sosial di
layanan kesehatan Publik AS karena adanya kegagalan pada
program pencegahan penyakit akademisi psikolog sosial
berusaha untuk mengembangkan pendekatan pemahaman
perilaku yang tumbuh dari teori pembelajaran yang berasal
dari dua sumber utama, yaitu:
1. Stimulus Response (SR), merupakan teori Watson (1925)
yang menyatakan HBM seringkali dipertimbangkan
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |23

sebagai kerangka atau patokan utama dalam perilaku


yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan menjadi
terobosan baru yang mendorong penelitian perilaku
kesehatan sejak tahun 1950-an. Hal ini menjadikan HBM
sebagai model yang mengeksplor dan menjelaskan
pertimbangan seseorang sebelum mereka berperilaku
sehat. Oleh sebab itu, HBM memiliki fungsi sebagai
model pencegahan atau preventif (Stanley & Maddux:
1986). Teori Stimulus Respon mempercayai hasil
pembelajaran akibat dari peristiwa (reinfocement) yang
menjadikan gerakan fisiologis sebagai aktifitas perilaku.
Skinner (1938) merumuskan dugaan atau hipotesis
diterima secara luas bahwa frekuensi perilaku ditentukan
oleh reinforcement. Asosiasi temporal antara perilaku dan
immediately following reward merupakan bagian yang
dianggap cukup untuk meningkatkan kemungkinan
bahwa perilaku tersebut akan diulang. Dalam pandangan
ini, konsep seperti penalaran atau berpikir tidak
diperlukan untuk menjelaskan perilaku Skinner (1938).
2. Teori Kognitif (Lewin, 1951; Tolman, 1932), teori kognitif
menekankan peranan dugaan atau hipotesis yang
bersifat subjektif dan juga harapan dimiliki oleh individu
untuk percaya bahwa perilaku adalah fungsi dari nilai
subjektif yang memiliki hasil dan probabilitas subjektif
atau harapan, bahwa pilihan tindakan tertentu akan
mencapai hasil. HBM ini merupakan model kognitif
berarti bahwa perilaku individu secara utuh dipengaruhi
dari proses kognitif dari dalam dirinya. Proses kognitif
individu tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
berupa variabel demografi, karakteristik sosiopsikologis,
dan variabel struktural. Variabel demografi terdiri dari
24| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

kelas, usia, dan jenis kelamin. Sedangkan karakteristik


sosisopsikologis meliputi, kepribadian, teman sebaya,
dan tekanan kelompok. Variabel struktural merupakan
pengetahuan dan pengalaman tentang masalah yang
dimiliki individu.

Komponen HBM berpatokan pada kepercayaan bahwa


perilaku kesehatan ditentukan oleh apakah individu
berusaha memandang dan melihat diri mereka rentan
terhadap suatu masalah kesehatan, memandang dan melihat
sebuah masalah sebagai masalah serius, perasaan yakin akan
mendapatkan manfaat dari pengobatan atau upaya
pencegahan, berusaha mengenali kebutuhan untuk
mengambil sebuah tindakan dan kendala apapun yang
dapat mengganggu sebagai suatu pendekatan pendidikan
kesehatan yang didasarkan pada kepercayaan penyakit
menyerang (roberth & Jodi, 2003).
Berikut ini adalah beberapa komponen-komponen
health belief:
1. Perceived susceptibility adalah anggapan seseorang yang
dipercayainya, bahwa penyakit yang dideritanya
merupakan sebuah akibat dari suatu perilaku tertentu.
Perceived susceptibility memiliki arti yang sama dengan
perceived vulnerability, diartikan sebagai suatu rasa rentan
dirasakan merujuk pada suatu kemungkinan dimana
seseorang dapat terkena suatu penyakit. Perceived
susceptibility memiliki hubungan yang bersifat positif
dengan perilaku sehat. Jika persepsi kerentanan yang
dimiliki individu terhadap suatu penyakit tinggi maka
perilaku sehat yang akan dilakukan individu juga tinggi.
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |25

2. Perceived severity adalah kepercayaan individu yang


bersifat subyektif tentang penyebaran suatu penyakit.
Penyebab utamanya adalah perilaku atau kepercayaan
tentang seberapa berbahayanya penyakit sehingga
seseorang dapat menghindari perilaku tidak sehat agar
tidak menjadi sakit, perceived severity pada dasarnya
berpatokan pada persepsi seberapa keparahan yang
akan diterima individu, artinya bahwa perceived severity
memiliki hubungan yang positif dengan perilaku sehat.
Apabila persepsi dari keparahan individu tinggi maka ia
akan melakukan perilaku sehat.
3. Perceived benefits adalah kepercayaan keuntungan dari
sebuah metode yang disarankan untuk mengurangi
resiko penyakit. Perceived benefits bisa diartikan sebagai
persepsi keuntungan dan memiliki hubungan positif
dengan perilaku sehat.
4. Perceived barriers adalah kepercayaan terhadap harga dari
perilaku yang dilakukan. Perceived barriers bisa diartikan
sebagai persepsi hambatan atau persepsi berkurangnya
kenyamanan saat meninggalkan perilaku tidak sehat,
artinya perceived barriers memiliki hubungan negatif
dengan perilaku sehat. Apabila persepsi hambatan
dalam melakukan perilaku sehat tinggi maka perilaku
sehat tidak akan dilakukan.
5. Cues to action adalah sebuah tindakan secara cepat yang
membuat seseorang merasa mengambil suatu tindakan
nyata untuk melakukan perilaku sehat. Cues to action bisa
diartikan sebagai suatu dukungan atau dorongan dari
lingkungan terhadap individu yang melakukan perilaku
sehat.
26| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

6. Self efficacy adalah salah satu hal yang berguna dalam


memproteksi kesehatan. Hal ini senada dengan
pendapat Rotter (1966) dan Wallston mengenai teori self-
efficacy yaitu penting sebagai kontrol dari faktor-faktor
perilaku sehat (Bandura, 1989). Self efficacy dalam istilah
umum adalah rasa percaya diri seseorang dalam
menjalankan tugas. Self Efficacy adalah kepercayaan
seseorang dalam hal mempersuasi keadaan atau merasa
percaya diri dengan perilaku sehat yang dilakukan.
Kebutuhan dirasakan pada setiap individu memerlukan
sebuah tindakan, namun dalam hal melakukan tindakan
individu dipengaruhi oleh variabel-variabel yang
mempengaruhi persepsi individu dan akibatnya.
Persepsi dan akibat secara tidak langsung memengaruhi
perilaku kesehatannya. Faktor yang ada didalamnya
mencakup tingkat pendidikan yang dimiliki, perbedaan
kebudayaan, usia, pengalaman pribadi, jenis kelamin
dan status ekonomi serta dapat memengaruhi persepsi
kerentanan, keparahan risiko, manfaat dan kendala
menyerang (Roberth & Jodi, 2003).

Perspektif teoritis dari Tradisi Sambung Tulang di Desa


Waai maka peneliti tertarik untuk meneliti prespektif klien
yang sudah pernah melakukan penyembuhan menggunakan
treatment ini. Peneliti akan melakukan penelitian dengan
berpatokan pada Tradisi Sambung Tulang atau Topu Bara di
Desa Waai Pulau Ambon Kecamatan Salahutu Kabupaten
Maluku Tengah dilihat dari prespektif Health Belief. Peneliti
akan melakukan penelitian menggunakan komponen yang
terdapat dalam Teori Health Belief dan yang dituangkan
dalam bentuk pertanyaan secara semiterstruktur untuk
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |27

menggali sedalam-dalamnya tentang tradisi sambung tulang


ini baik dari pelaku penyembuh (pengobat) maupun klien
yang datang melakukan pengobatan.

E. Sejarah Ilmu Kesehatan Masyarakat


Tokoh sejarah lahirnya ilmu kesehatan masyarakat
yaitu Asclepius dan Higiea. Berdasarkan cerita mitos Yunani
Asclepius adalah sebagai seorang dokter pertama yang
tampan dan pandai yang telah dapat mengobati penyakit
atau kuratif bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur
tertentu (surgical procedure). Higiea adalah seorang asisten
Asclepius yang pada akhirnya menjadi istrinya. Higiea aktif
dalam kegiatan upaya-upaya untuk pencegahan penyakit
atau preventif dengan memberikan pendidikan kepada
masyarakat untuk berperilaku hidup sehat dan bersih seperti
mengajarkan sanitasi makanan, higiene personal, konsumsi
makanan dengan gizi seimbang, dan cukup istirahat.
Apabila ada orang yang jatuh sakit, Higiea melakukan
upaya-upaya secara alamiah seperti memperkuat imunitas
tubuh dengan makanan daripada melakukan kuratif atau
pengobatan. Cerita mitos Yunani Asclepius dan Higiea
tersebut melahirkan dua aliran ilmu kesehatan yang berbeda
yaitu ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan masyarakat.
Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia.
Abad 16: Pemerintahan Belanda mengadakan upaya
pemberantasan cacar dan kolera, dengan melakukan upaya-
upaya kesehatan masyarakat. Tahun 1807: Pemerintahan
Jendral Daendels, melakukan pelatihan dukun bayi dengan
praktek persalinan dalam rangka upaya penurunan angka
kematian bayi, tetapi tidak berlangsung lama karena
langkanya tenaga pelatih. Tahun 1888: Berdiri pusat
28| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

laboratorium kedokteran di Bandung, kemudian berkembang


tahun-tahun berikutnya di Medan, Semarang, Surabaya, dan
Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang pemberantasan
penyakit seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan sanitasi. Tahun
1925: Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah
Belanda mengembangkan daerah percontohan dengan
melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan
di Purwokerto, Banyumas, karena tingginya angka kematian
dan kesakitan. Tahun 1927: STOVIA (sekolah untuk
pendidikan dokter pribumi) berubah menjadi sekolah
kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947
berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut punya andil
besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter)
yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Tahun 1930: Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan
perawatan persalinan. Tahun 1935: Diadakan pemberantasan
pes, karena terjadi epidemi, dengan penyemprotan DDT dan
vaksinasi massal. Tahun 1951: Diperkenalkannya konsep
Bandung (Bandung Plan) oleh Dr. Y. Leimena dan dr Patah
(yang kemudian dikenal dengan Patah-Leimena), yang
intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek
kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan, konsep ini
kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan
inilah yang kemudian dirumuskan sebagai konsep
pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat primer
dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari
Dinas Kesehatan Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai
dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan kemudian disebut
Puskesmas. Tahun 1952: Pelatihan intensif dukun bayi. Tahun
1956: Dr. Y. Sulianti mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai
proyek model pelayanan bagi pengembangan kesehatan
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |29

masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model keterpaduan


antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis.
Tahun 1967: Seminar membahas dan merumuskan program
kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan masyarakat
Indonesia. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya
sistem Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas tipe A, tipe B,
dan C. Tahun 1968: Rapat kerja kesehatan nasional,
dicetuskan bahwa puskesmas merupakan sistem pelayanan
kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh
pemerintah (Depkes) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu
unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan
kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah
dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian
kecamatan di kabupaten. Tahun 1969: Sistem Puskesmas
disepakati dua saja, yaitu tipe A (dikepalai dokter) dan tipe B
(dikelola paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang dikenal
dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan Puskesmas
di sejumlah kecamatan dari sejumlah Kabupaten di tiap
Propinsi. Tahun 1979: Tidak dibedakan antara Puskesmas A
atau B, hanya ada satu tipe Puskesmas saja, yang dikepalai
seorang dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat
baik, rata-rata dan standard). Selanjutnya Puskesmas
dilengkapi dengan piranti manajerial yang lain, yaitu micro
planning untuk perencanaan, dan Lokakarya Mini (LokMin)
untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerja
sama tim. Tahun 1984: Dikembangkan program paket terpadu
kesehatan dan keluarga berencana di Puskesmas.
Awal tahun 1990-an: Puskesmas menjelma menjadi
kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan
pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
30| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

memberdayakan peran serta masyarakat, selain memberikan


pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok. Kesehatan masyarakat tidak terlepas dari dua tokoh
Yunani yaitu Asclepius & Higeia.
1. Asclepius (Pendekatan Kuratif)
Sasaran individual, kontak dengan pasien sekali
saja, jarak antara petugas & pasien cenderung jauh.
Bersifat reaktif, secara partial.
2. Higeia (Pendekatan Preventif)
Sasaran masyarakat, masalahnya adalah masalah
masyarakat dan hubungan antara petugas dengan
masyarakat bersifat kemitraan. Bersifat proaktif, secara
holistic.

F. Perkembangan Kesehatan Masyarakat


1. Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan
a. Telah ditemukan dokumen-dokumen tertulis
tentang pembuangan air limbah, pengaturan air
minum.
b. Telah dibuat sumur, karena air sungai sudah kotor
dan terasa tidak enak.
c. Abad ke-7 di India terjadi endemi kolera
d. Abad ke-14 terjadi wabah pes di India dan Cina.
2. Periode Ilmu Pengetahuan
Bangkitnya ilmu pengetahuan pada akhir abad ke-
18 mempunyai dampak yang luas terhadap aspek
kehidupan manusia. Beberapa pelopor kesehatan
modern:
a. Hipocrates (460-370 SM) dikenal sebagai bapak
kedokteran.
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |31

b. Anthony van Leeuwenhoek (1632-1723), penemu


mikroskop.
c. John snow (1813–1912), Bapak epidemiologi dan
menemukan penyakit kolera disebabkan oleh kuman
kolera melalui air.
d. Louis Pasteur (1827–1912) menemukan vaksin untuk
mencegah cacar.
e. Joseph Lister penemu asam karbol (carbolic acid)
untuk sterilisasi ruangan operasi.
f. William Marton –> ether anastesi.
g. Robert Koch (1843 – 1910), penemu kuman TBC.

G. Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia


Kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak
pemerintahan Belanda pada abad ke-16. Telah dimulai
dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang
sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Memasuki
zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting
perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yaitu
diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan) pada
tahun 1951 oleh Dr. Y. Leimena & Dr. Patah, selanjutnya
dikenal dengan istilah Patah–Leimena. Isinya bahwa
pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan aspek
preventif tidak boleh dipisahkan baik di Rumah Sakit
maupun di Puskesmas. Tahun 1956 Dr. Y. Sulianti dirikan
proyek Bekasi (tepatnya lemah abang) sebagai proyek model
pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat
pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga
kesehatan. Konsep ini merupakan model atau konsep
keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan
32| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim


dalam pengelolaan program.
Pada tahun 1967, diadakan seminar yang merumuskan
program kesehatan masyarakat terpadu. Dibuat konsep
Puskesmas oleh Dr Ahmad Dipodilogo yang mengacu pada
konsep Bandung dan Bekasi Pada tahun 1968, dilaksanakan
Rakernas yang menetapkan Puskesmas merupakan sistem
pelayanan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh
pemerintah menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat.

H. Bidang Kajian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Bidang kajian dari Ilmu Kesehatan Masyarakat itu
ternyata amat luas sekali, sehingga wajar bila penanganannya
memerlukan keterpaduan dari berbagai disiplin ilmu,
keterpaduan biaya, keterpaduan tenaga, keterpaduan pikiran
dan lain-lainnya. Mengenai hal tersebut Hanlon menyebutkan
bahwa secara garis besar Ilmu Kesehatan Masyarakat itu
berkaitan dengan 2 (dua) hal, yaitu: permasalahan lingkungan
dan permasalahan pelayanan kesehatan.
Selanjutnya secara lebih spesifik kegiatan-kegiatan Ilmu
Kesehatan Masyarakat digolongkan menjadi 7 (tujuh)
kategori, yaitu:
1. Kegiatan yang harus dilakukan di komunitas.
2. Supervisi makanan, air dan susu.
3. Mengendalikan pencemaran lingkungan, termasuk
atmosfir, tanah dan air, mencegah radiasi dan
kebisingan.

Kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk mencegah


penyakit, kecacatan atau kematian dini, karena:
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |33

1. Penyakit menular, termasuk infestasi parasit.


2. Defisiensi makanan atau kelebihan makanan
3. Kelainan perilaku, termasuk alkoholisme, ketagihan obat
(narkotik) dan sejenisnya, termasuk bunuh diri.
4. Kelainan mental, termasuk retardasi mental (sakit jiwa).
5. Bentuk-bentuk alergi dan sumbernya di masyarakat.
6. Penyakit saluran pernapasan ukut dan kronis yang tidak
menular.

Penyakit neoplastik:
1. Penyakit jantung dan cerebrovaskuler.
2. Penyakit metabolik.
3. Hal-hal yang berkaitan dengan keturunan (genetik).
4. Penyakit jabatan atau penyakit akibat kerja.
5. Kecelakaan di rumah, kendaraan dan industri.
6. Kelainan gigi termasuk karies dan penyakit periodontal.
7. Risiko yang berkaitan dengan melahirkan, pertumbuhan
dan perkembangan.

Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan


pelayanan kedokteran, adalah:
1. Distribusi yang menyangkut tenaga medis dan fasilitas.
2. Membantu pembangunan dan pemeliharaan kualitas
dan kuantitas dari sumber daya dan fasilitas masyarakat,
termasuk standarisasi rumah sakit, perawat, rumah
perawatan dan pusat-pusat perawatan.
3. Program penyaringan untuk deteksi dini penyakit.
4. Pusat-pusat pengobatan yang bervariasi sejak dari klinik
spesialis hingga pusat pelayanan medis yang terpadu.
5. Partisipasi dalam pre-pendidikan dan pra-pendidikan.
34| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan:


1. Pengumpulan data.
2. Penyimpanan data.
3. Analisis data.
4. Pendidikan masyarakat di bidang kesehatan pada
tingkat individu dan komunitas.
5. Merencanakan dan mengevaluasi kesehatan secara
terpadu.
6. Penelitian yang bersifat ilmiah, teknis dan administrative.

Menyimak uraian tentang bidang-bidang kajian Ilmu


Kesehatan Masyarakat tersebut di atas, maka terlihat bahwa
ternyata cakupan IKM amat luas sekali. Kiranya
permasalahan inilah yang semestinya dipertimbangkan
secara masak-masak oleh berbagai pihak.

I. Sub Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat


Sub bidang Ilmu Kesehatan antara lain:
1. Epidemiologi
Adalah Ilmu yang mempelajari tentang distribusi,
frekuensi dan faktor penyebab (determinan) suatu
masalah penyakit yang menimpa sekelompok penduduk
masyarakat, dan penerapannya untuk mengendalikan
masalah kesehatan. Tujuan mempelajari Epidemiologi
antara lain:
a. Mengetahui masalah kesehatan dalam masyarakat.
b. Mempelajari secara mendalam etiology suatu
penyakit dan cara penyebarannya.
c. Mempelajari riwayat alamiah suatu penyakit.
d. Mengembangkan dasar-dasar program pencegahan.
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |35

e. Mengevaluasi alat-alat pencegahan dan pengobatan


yang baru dan cara-cara baru pelayanan kesehatan.
f. Menyediakan informasi untuk pengembangan dan
pengambilan.
2. Biostatistik/Statistik Kesehatan
Adalah suatu cabang dari statistik yang berkaitan
dengan cara-cara pengumpulan, kompilasi, pengolahan
dan interpretasi fakta-fakta numerik, berhubungan dengan
sehat dan sakit, kelahiran, kematian dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan itu pada populasi manusia.
3. Administrasi Kesehatan Masyarakat
Adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk
mengatur petugas kesehatan dan non petugas kesehatan
guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui
program kesehatan. Terdiri dari fungsi:
a. Perencanaan dan pengorganisasian.
b. Penyusunan personalia.
c. Pengkoordinasian dan penyusunan anggaran.
4. Kesehatan Lingkungan
Adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan
yang optimum sehingga berpengaruh pada status
kesehatan yang optimum pula. Usaha-usaha kesehatan
lingkungan dilakukan untuk mewujudkan kesehatan
manusia yang optimal bagi manusia yang hidup dalam
lingkungan tersebut. Berikut ini adalah ruang lingkup
kesehatan lingkungan antara lain:
a. Perumahan
b. Pembuangan kotoran manusia
c. Penyediaan air bersih
d. Pembuangan sampah
e. Pembuangan air kotor (limbah)
36| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

f. Kandang hewan ternak


g. Pencemaran udara dan air
5. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha untuk
menyediakan kondisi psikologis dari sasaran agar
mereka berperilaku sesuai dengan tuntutan nilai-nilai
kesehatan. Perilaku kesehatan adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan serta lingkungan.
6. Gizi Masyarakat
Adalah ilmu yang mempelajari masalah makanan
yang dikaitkan dengan kesehatan masyarakat mulai
pengolahan sampai penyajian makanan tersebut.
a. Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP), banyak
terjadi pada anak-anak. Terbagi dalam 3 tingkatan
yaitu ringan, sedang, berat/gizi buruk.
b. Penyakit kegemukan/obesitas.
c. Konsumsi kalori berlebihan dibanding kebutuhan
atau pemakaian energi.
7. Kesehatan Kerja
Adalah bagian dari kesehatan masyarakat didalam
suatu masyarakat dan masyarakat lingkungannya.
Tujuannya untuk memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya baik fisik, mental, dan sosial bagi
masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan tersebut
melalui usaha-usaha preventif, promotif dan kuratif
terhadap penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan
akibat kerja atau lingkungan kerja.
Dasar-dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat |37

Soal Latihan:
1. Uraikan benang merah pelayanan kedokteran dan
pelayanan kesehatan masyarakat!
2. Mengapa ilmu kesehatan masyarakat dibutuhkan dalam
pembanganun kesehatan!
38| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

DAFTAR REFERENSI

Adnani, H (2011). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Azizah, H.M. (2016). Faktor yang Berhubungan dengan


Persepsi Keselamatan Berkendara (Safety Riding) Pada
Mahasiswa. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.

Daryanto. (2014). Teori Komunikasi. Malang: Gunung


Samudera.

Direktorat Jendral Perhubungan Darat, (2009). Buku


Petunjuk Tata Cara Bersepeda Motor di Indonesia,
Departemen Perhubungan Republik Indonesia. Jakarta:

Direktorat Jendral Perhubungan Darat. Efendi F., dan


Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas.
Jakarta: Salemba Medika.

Geller, E.S. (2001). The Psychology of safety handbook.


United States of America: Lewis Publisher.

Geldart D. (2011). Koseling Remaja Pendekatan Proaktif


untuk Anak Muda Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

↜oOo↝
Bab 2
EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi adalah sains inti kesehatan masyarakat.


Kesehatan masyarakat (public health) adalah sains dan seni
untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan
meningkatkan kesehatan, melalui upaya yang terorganisasi
dan pilihan yang berpengetahuan, dilakukan oleh masyarakat,
organisasi, baik pemerintah maupun swasta, komunitas, dan
individu (Winslow, 1920). Jadi kesehatan masyarakat tidak
hanya berarti sains, tetapi juga seni, dan upaya-upaya
terorganisasi. Kesehatan masyarakat tidak hanya bertujuan
mencegah penyakit, tetapi juga memperpanjang hidup, dan
meningkatkan kesehatan. Pilihan yang berpengetahuan
mengandung arti bahwa upaya kesehatan masyarakat
hendaknya berdasarkan bukti riset terbaik yang tersedia.
Umumnya upaya kesehatan masyarakat dirancang,
direncanakan, diprogram, dan diimplementasikan pada level
kelompok, komunitas, atau populasi. Karena itu pembuatan
kebijakan dan perencanaan program merupakan strategi yang
penting agar intervensi kesehatan masyarakat efektif. Tetapi
sebagaimana didefinisikan Winslow, kesehatan masyarakat
bisa juga diimplementasikan pada level individu, sepanjang
upaya itu terorganisasi.
Definisi epidemiologi yang paling berguna
dikemukakan oleh John M. Last bahwa epidemiologi
(epidemiology) adalah ilmu tentang distribusi dan determinan

- 39 -
40| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

keadaan dan peristiwa yang terkait kesehatan pada populasi


tertentu, dan penerapan ilmu itu untuk mengendalikan
masalah kesehatan” (Last, 2000). Epidemiologi mempelajari
distribusi kondisi kesehatan (penyakit dan berbagai
akibatnya) pada populasi dan meneliti risiko atau kausa
yang berhubungan dengan kondisi-kondisi itu. Hasil studi
epidemiologi dapat digunakan untuk pembuatan kebijakan
dan mengembangkan intervensi kesehatan masyarakat yang
berbasis bukti ilmiah, dengan cara mengidentifikasi kausa
dari penyakit, determinan status kesehatan populasi, dan
menentukan sasaran intervensi kesehatan masyarakat.
Era epidemiologi modern dimulai sejak investigasi
outbreak kolera yang dilakukan John Snow di London. Pada
tahun 1854 terjadi outbreak kolera yang berat di dekat Broad
Street, kawasan Soho, distrik London, Inggris. Dokter John
Snow melalukan investigasi outbreak, dan mengemukakan
hipotesis bahwa air yang terkontaminasi, bukan udara kotor
menurut teori miasma yang pada masa itu diyakini benar,
merupakan penyebab menyebarnya kolera. Dengan
menggunakan metode statistik, penyajian tabel frekuensi, dan
menggambar spot map berdasarkan data yang dikumpulkan
dari rumah ke rumah kemudian populer disebut “shoe-leather
epidemiology”. John Snow memeragakan bahwa insidensi
kolera lebih tinggi pada populasi yang menggunakan air
minum yang dipasok oleh southwark and vauxhall waterworks
company. Perusahaan ini mengambil air dari bagian hilir
thames river yang dikenal tercemar oleh limbah.
Perusahaan lain, lambeth water company, belum lama
memindahkan fasilitas pengambilan air ke lokasi yang lebih
tinggi daripada saluran keluar limbah, yakni di bagian hulu
thames river. Seperti yang selalu dilakukan oleh ahli
Epidemiologi |41

epidemiologi sekarang ketika menganalisis data studi


epidemiologi analitik, Snow membandingkan angka
kematian penduduk yang menggunakan dua sumber air
minum. John Snow memperagakan bahwa insidensi kolera
jauh lebih rendah pada populasi yang menggunakan air
minum yang dipasok oleh Lambeth Water Company daripada
Southwark and Vauxhall Company. Menurut metodologi
sekarang, rancangan yang digunakan John Snow dalam
studinya diklasifikasikan sebagai studi kohor. Sebagaimana
dikemukakan Rothman (2012) dalam buku “Modern
Epidemiology”, rancangan itu dapat juga disebut “eksperimen
alami” (natural experiment).
Studi John Snow merupakan tonggak sejarah kesehatan
masyarakat. Atas upaya terus-menerus dalam meneliti cara
kolera menyebar, metode statistik dan pemetaan yang
dirintis, dan penurunan kematian karena kolera setelah
pemutusan suplai air tercemar di daerah yang terkena, John
Snow kemudian dikenal luas sebagai bapak epidemiologi
(UCLA, 2016).
Konsep yang berkembang dewasa ini, proses kesehatan
dan terjadinya penyakit berlangsung melalui sejumlah
mekanisme kausal yang kompleks, yang melibatkan banyak
faktor kausal, beroperasi pada berbagai level dan berlangsung
pada berbagai tahap kehidupan. Pada 1996, Susser
mengemukakan paradigma eco-epidemiologi. Konsep eko-
epidemiologi memberikan kerangka teoretis yang
mengintegrasikan faktor antara beberapa lapisan kausasi,
meliputi pengaruh genetik, epigenetik, individu, keluarga,
komunitas, dan pengaruh sosial. Pendekatan eko-epidemiologi
menekankan pemahaman keterkaitan (interconnectiveness),
ketergantungan (interdependence), dan interaksi (interaction)
42| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

antar level-level tersebut, perkembangan paparan yang


berlangsung sepanjang perjalanan hidup, dan konteks sosio-
temporal yang mempengaruhi risiko penyakit. Eko-
epidemiologi menawarkan kerangka konsep untuk menguji
empiris dengan lebih realistis model-model kausal yang
kompleks, yang tidak dibatasi oleh model kausasi penyakit
yang murni biologis pada level molekuler ataupun model
faktor risiko pada level individu.
Lebih dari dua dekade terakhir terjadi peningkatan yang
pesat penggunaan model multilevel (disebut juga model hirarki,
mixed effects model) untuk meneliti masalah-masalah kesehatan
masyarakat, khususnya determinan kesehatan dan penyakit.
Peningkatan penggunaan model multilevel dipicu oleh
bangkitnya minat tentang potensi determinan kesehatan pada
level ekologis, makro, atau kelompok, serta gagasan bahwa
variabel-variabel pada level kelompok, atau sifat hubungan
individu dalam kelompok, menjelaskan dengan lebih baik
tentang distribusi kesehatan dan penyakit pada populasi.
Peningkatan penggunaan model multilevel didorong oleh
kemajuan pengembangan metode-metode statistik canggih
disertai perangkat lunak komputer yang dapat diterapkan
pada berbagai masalah penelitian yang melibatkan struktur
data terkelompok (nested data structure) (Diez-Roux, 2000).
Eko-epidemiologi memadukan perspektif dari berbagai
cabang epidemiologi yang sudah dikenal sebelumnya,
meliputi epidemiologi sosial, epidemiologi sepanjang hayat,
epidemiologi faktor risiko, dan epidemiologi molekuler.
Epidemiologi sosial mempelajari distribusi sosial dan
determinan sosial kesehatan, serta mekanisme kausal
tentang bagaimana kondisi-kondisi sosial itu dapat
mempengaruhi kesehatan” (Krieger, 2002; Honjo, 2004).
Epidemiologi |43

Epidemiologi sosial mengasumsikan bahwa distribusi


kesehatan dan penyakit pada masyarakat mencerminkan
keadaan sosial ekonomi yang menguntungkan suatu
kelompok dan merugikan kelompok lainnya. Studi
epidemiologi sosial menggunakan model multilevel untuk
memperhitungkan determinan di berbagai level dalam
mekanisme kausal penyakit (Diez-Roux, 2000).
Epidemiologi perilaku (behavioral epimologi) mempelajari
faktor perilaku dan gaya hidup (life-style) yang berhubungan
dengan risiko penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku, dan penerapan pengetahuan untuk mengembangkan
intervensi yang efektif untuk mengubah perilaku.
Epidemiologi perilaku meneliti hubungan antara perilaku
dewasa (merokok, diet, aktivitas jasmani, konsumsi alkohol,
dan sebagainya). Risiko terjadinya dan progresi penyakit di
usia dewasa tetapi epidemiologi perilaku dapat juga
menggunakan perspektif sepanjang hayat. Sebagai contoh,
epidemiologi perilaku meneliti efek jangka panjang pola diet
dan gaya hidup kurang gerakan jasmani di masa remaja dan
risiko obesitas di usia dewasa (Kuh dan Ben-Shlomo, 1997;
Sallis et al., 2000; University of North-Carolina, 2016).
Epidemiologi molekuler merupakan epidemiologi yang
mempelajari kontribusi faktor risiko genetik dan lingkungan,
yang diidentifikasi pada level molekuler dan biokimia
terhadap etiologi, distribusi, dan pengendalian penyakit,
pada keluarga-keluarga dan populasi-populasi” (Dorman,
2015). Epidemiologi molekuler memanfaatkan teknik bio-
molekuler untuk mempelajari kausasi penyakit pada level
molekul, interaksi yang kompleks antara karakteristik
genetik penjamu dan paparan lingkungan dalam proses
kesehatan dan terjadinya penyakit.
44| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

Epidemiologi sepanjang hayat (life course epidemiology)


didefinsikan sebagai “the study of long term effects on later
health or disease risk of physical or social exposures during
gestation, childhood, adolescence, young adulthood and later adult
life” (Kuh dan Ben-Shlomo, 1997). Epidemiologi sepanjang
hayat mempelajari pengaruh jangka panjang dari paparan
fisik dan sosial yang terjadi selama gestasi, kanak-kanak,
remaja, dewasa muda, dan kehidupan dewasa selanjutnya
terhadap kesehatan dan risiko terkena penyakit dikemudian
hari. Epidemiologi sepanjang hayat bertujuan menjelaskan
proses biologis, perilaku, dan psikososial, yang beroperasi
lintas perjalanan hidup individu, atau lintas generasi, yang
mempengaruhi terjadinya risiko penyakit. Epidemiologi
sepanjang hayat dibangun berdasarkan premis, berbagai
faktor biologi dan sosial sepanjang hayat secara independen,
kumulatif, dan interaktif, mempengaruhi kesehatan dan
penyakit di usia dewasa.
Antusiasme terhadap pendekatan epidemiologi dimulai
sejak bangkitnya kembali ketertarikan terhadap fetal origins
hypothesis, juga dikenal sebagai thrifty phenotype hypothesis, fetal
programming hypotesis, atau hipotesis David Barker. Menurut
hipotesis ini, paparan lingkungan yang merugikan seperti
kurang gizi dapat memberikan dampak negatif secara
permanen dan tidak kembali jika terjadi dalam periode kritis
pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim. Paparan yang
merugikan itu dapat memberikan efek jangka panjang
terhadap risiko penyakit kronis dengan cara pemrograman
struktur atau fungsi sistem jaringan, organ, ataupun sistem
tubuh dari janin. Gagasan tentang pemrogram biologis
muncul sebagai paradigma alternatif dari model konvensional
gaya hidup di usia dewasa tentang penyakit kronis di usia
Epidemiologi |45

dewasa yang memusatkan perhatian kepada pengaruh


perilaku di usia dewasa (merokok, pola makan, kegiatan
jasmani, dan konsumsi alkohol) terhadap dimulainya dan
proresi penyakit di usia dewasa (Kuh et al., 2003).
Epidemiologi sepanjang hayat mengintegrasikan
pendekatan pemrograman biologis dan gaya hidup di usia
dewasa dalam menjelaskan etiologi penyakit kronis,
berdasarkan oremis bahwa faktor biologi dan sosial
sepanjang hayat secara independen, kumulatif, atau
interaktif, mempengaruhi kesehatan dan terjadinya penyakit
di usia dewasa. Artinya epidemiologi sepanjang hayat
memiliki kesamaan ketertarikan dengan epidemiologi sosial
dalam meneliti faktor-faktor sosial dalam proses produksi
kesehatan dan penyakit pada populasi. Epidemiologi
sepanjang hayat mengasumsikan pengalaman di masa lalu
dan sekarang dibentuk oleh konteks sosial, ekonomi, dan
kultural yang lebih luas. Epidemiologi sepanjang hayat
menekankan perspektif temporal (waktu) dan sosial, dengan
melihat ke belakang lintas pengalaman hidup individu
ataupun kohor, atau lintas generasi, untuk menemukan pola
kesehatan dan penyakit yang terjadi sekarang. Epidemiologi
sepanjang hayat mempelajari pengaruh pola sosial paparan
yang berlangsung pada masa kanak-kanak, remaja, dan
dewasa terhadap risiko penyakit dan posisi sosial-ekonomi
di usia dewasa, sehingga dapat mempengaruhi ketimpangan
sosial dalam distribusi kesehatan dan mortalitas di usia
dewasa (Kuh et al., 2003).
Epidemiologi nutrisi mempelajari hubungan antara
faktor-faktor nutrisi (asupan makro nutrien dan mikro
nutrien) dan faktor yang berhubungan dengan pangan
(meliputi ketahanan pangan/food security), dengan risiko
46| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

terjadinya penyakit, serta penerapan pengetahuan untuk


mengembangkan intervensi yang dapat menciptakan pola
makan yang sehat pada populasi. Ketahanan pangan adalah
kondisi di mana semua orang setiap saat memiliki akses
terhadap makanan yang cukup, aman, dan bergizi, untuk
memelihara hidup yang sehat dan aktif.
Ketersediaan (jumlah pangan yang cukup setiap saat)
yaitu akses (terdapat sumber daya yang cukup untuk
mendapatkan pangan) dan penggunaan (konsumsi makanan
dengan pola yang benar dan sehat). Ketahanan pangan
diperlukan untuk mendukung terjadinya pola makanan
yang sehat (WHO, 2016).
Epidemiologi lingkungan (environmental epidemiology)
meneliti berbagai paparan lingkungan yang memberikan
kontribusi atau sebaliknya. Memberikan proteksi terhadap
terjadinya cedera, penyakit, gangguan perkembangan,
disabilitas, dan kematian, serta penerapan pengetahuan
untuk mengembangkan langkah-langkah kesehatan
masyarakat yang efektif guna mengelola risiko yang
berhubungan dengan paparan lingkungan yang merugikan
tersebut (Wikipedia, 2016). Paparan lingkungan meliputi
paparan dekat dan paparan jauh. Paparan dekat adalah
paparan lingkungan yang langsung menyebabkan masalah
kesehatan, meliputi bahan kimia, bahan fisik dan patogen
mikrobiologis. Paparan dekat terjadi melalui udara,
makanan, air, dan kontak kulit. Paparan jauh (distal
exposure) adalah paparan lingkungan yang tidak langsung
menyebabkan masalah kesehatan. Paparan jauh
menyebabkan masalah kesehatan dengan cara mengubah
intensitas dan frekuensi paparan dekat, atau mengubah eko-
sistem, misalnya, pembakaran hutan. Dan sistem pendukung
Epidemiologi |47

lainnya yang diperlukan bagi kesehatan manusia (misalnya,


kerusakan infrastuktur kesehatan) (Slikker et al., 1998).
Dengan memadukan berbagai cabang epidemiologi,
studi epidemiologi memberikan bukti-bukti mekanisme
kausal tentang pengaruh paparan/pengalaman biologis dan
sosial dalam membentuk kesehatan dan penyakit, serta
dampak perubahan biologis, perubahan sosial,
pembangunan ekonomi, dan perubahan lingkungan fisik,
yang berlangsung pada berbagai tahap sepanjang siklus
hidup dan antar generasi, terhadap kesehatan populasi.
Epidemiologi memiliki peran memberikan model teoretis
dan bukti ilmiah bagi pembangunan yang berkelanjutan,
yakni bukti-bukti tentang determinan bio-psiko-sosial yang
terdapat dalam SDGs yang berhubungan kuat dengan
peningkatan kesehatan dan keadilan distribusi kesehatan
dalam populasi. Nilai dari kontribusi epidemiologi bagi
pembangunan tergantung pada efektivitas pemerintah
dalam menggunakan dan menerjemahkan pengetahuan dan
bukti-bukti ilmiah tersebut ke dalam langkah kongkrit
pembuatan kebijakan sosial dan kesehatan, serta
implementasi yang sesuai dengan kebijakan dan
perencanaan. Efektivitas penggunaan bukti studi
epidemiologis dalam pembuatan kebijakan sosial dan
kesehatan memerlukan komunikasi yang baik,
multidisipliner, dan mulisektor antara pemimpin, pembuat
kebijakan, perencana, ahli kesehatan masyarakat, praktisi,
peneliti, dan akademisi.

A. Konsep Epidemiologi
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu epi atau
upon yang berarti pada atau tentang. Demos atau people
48| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

berarti penduduk dan logia atau knowledge berarti ilmu.


Sehingga epidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari kejadian atau kasus yang terjadi pada
penduduk. Wabah Covid-19 menjadi salah satu konsentrasi
kesehatan seluruh dunia. Terlebih World Health Organization
(WHO) menetapkan Covid-19 sebagai pendemi.
Hal ini masuk dalam konsep epidemiologi. Dalam
buku Foundations of Epidemiology (1994) karya David E
Lilienfeld, definisi epidemiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian, dan
faktor yang memengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit,
kecacatan dan kematian dalam populasi manusia.
Epidemiologi juga meliputi pemberian ciri pada distribusi
status kesehatan, penyakit, atau masalah kesehatan
masyarakat lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin, ras,
geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perilaku, dan
sebagainya. Karaktersitik ini dilakukan untuk menjelaskan
distribusi suatu penyakit atau masalah yang terkait dengan
kesehatan jika dihubungkan dengan faktor penyebab.
Epidemiologi berguna untuk mengkaji dan menjelaskan
dampak dari tindakan pengendalian kesehatan masyarakat,
program pencegahan, intervensi klinis, dan pelayanan
kesehatan terhadap penyakit.

B. Tujuan Epidemiologi
Terdapat tiga tujuan umum studi epidemiologi, yaitu 1)
Menjelaskan etiologi. Etiologi adalah studi tentang penyebab
penyakit. Dengan epidemiologi bisa menjelaskan etiologi
satu penyakit atau sekelompok penyakit. Bagaimana kondisi,
gangguan, efek, ketidakmampuan, atau kematian melalui
analisis terhadap data medis dan epidemiologi dengan
Epidemiologi |49

menggunakan manajemen informasi yang berasal dari setiap


bidang. 2) Menentukan data apakah data epidemiologi yang
ada, konsisten dengan hipotesis yang diajukan dan dengan
ilmu pengetahuan, ilmu perilaku, dan ilmu biomedis yang
terbaru. 3) Menentukan pengendalian untuk memberikan
dasar bagi pengembangan langkah pengendalian dan
prosedur pencegahan bagi kelompok yang beresiko. Selain
sebagai langkah kesehatan masyarakat untuk mengevaluasi
keberhasilan langkah, kegiatan, dan program intervensi.
Pola penyakit dalam sejarahnya, epidemiologi
dikembangkan dengan menggunakan epidemik penyakit
menular sebagai suatu model studi. Epidemiologi digunakan
untuk menentukan kebutuhan akan program pengendalian
penyakit. Selain itu, untuk mengembangkan program
pencegahan dan perencanaan kesehatan. Epidemiologi juga
digunakan untuk menetapkan pola penyakit, yaitu endemi.
Endemi adalah berlangsungnya suatu penyakit pada
tingkatan yang sama. Bisa dikatakan juga arti endemi
keberadaan suatu penyakit yang terus-menerus di dalam
populasi atau wilayah tertentu. Prevalensi suatu penyakit
yang biasa berlangsung di satu wilayah atau kelompok
tertentu. Hiperendemi adalah menunjukkan keberadaan
penyakit menular dengan tingkat insidensi yang tinggi dan
melebihi angka prevalensi normal dalam populasi. Selain itu
penyakit yang menyebar merata pada semua usia dan
kelompok. Istilah holoendemi menggambarkan suatu
penyakit dalam populasi sangat banyak dan umumnya
didapat di awal kehidupan sebagian anak-anak. Prevalensi
penyakit menurun sejalan dengan pertambahan usia,
sehingga penyakit lebih sedikit muncul pada orang dewasa
50| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

dibandingkan anak-anak. Epidemi adalah wabah atau


munculnya penyakit tertentu yang berasal dari satu sumber
tunggal dalam satu kelompok, populasi masyarakat atau
wilayah yang melebihi tingkat kebiasaan yang diperkirakan.
Epidemi terjadi jika kasus baru melebihi prevalensi suatu
penyakit. Kejadian Luar Biasa (KLB) akut biasanya juga
disebut sebagai epidemi. Pandemi adalah epidemi yang
menyebar luas melintasi negara, benua atau populasi yang
besar, kemungkinan ke seluruh dunia.

C. Manfaat Epidemiologi
Bidang kesehatan masyarakat membuktikan bahwa
epidemiologi sangat membantu dalam melindungi
kesehatan populasi maupun kelompok masyarakat. Berikut
manfaat epidemiologi: 1) Mempelajari riwayat penyakit.
Epidemiologi mempelajari tren penyakit untuk memprediksi
tren penyakit yang mungkin akan terjadi. Hasil
penelitiannya dapat digunakan dalam perencanaan
pelayanan kesehatan masyarakat, diagnosis penyakit,
gangguan, cedera dan lainnya, yang menyebabkan
kesakitan, masalah kesehatan, atau kematian dalam suatu
wilayah. 2) Untuk mengkaji risiko yang ada pada setiap
individu karena mereka dapat mempengaruhi kelompok
maupun populasi. 3) Pengkajian, evaluasi, dan penelitian
ketersediaan layanan kesehatan. 3) Menentukan penyebab
dan sumber penyakit dari temuan epidemiologi, sehingga
bisa dilakukan pengendalian, pencegahan, dan pemusnahan.

D. Istilah-istilah Epidemiologi
Beberapa istilah dalam epidemiologi, yaitu endemi,
epidemi, wabah, dan pandemi. Semua istilah tersebut
Epidemiologi |51

berhubungan dengan penyakit-penyakit yang bersifat serius.


Berikut ini adalah penjelasannya:
1. Wabah
Wabah terjadi ketika suatu penyakit mulai
menyebar dan menulari penduduk dengan jumlah lebih
banyak daripada biasanya di dalam suatu area atau
komunitas atau saat musim-musim tertentu. Wabah
biasanya berlangsung dalam jangka waktu lama, mulai
dari hitungan hari hingga tahun. Tidak hanya di satu
wilayah, tetapi wabah juga bisa meluas ke daerah atau
negara lain di sekitarnya. Namun, tidak semua penyakit
menular dapat disebut sebagai wabah. Suatu penyakit
dapat dikatakan wabah ketika penyakit tersebut
memiliki kondisi sebagai berikut:
a. Sudah lama tidak muncul dan menjangkiti
masyarakat.
b. Datang penyakit baru yang sebelumnya tidak
diketahui.
c. Penyakit tersebut baru pertama kali menjangkiti
masyarakat di daerah tersebut.
2. Endemi
Penyakit endemi adalah penyakit yang muncul dan
menjadi karekteristik di wilayah tertentu, misalnya
penyakit malaria di Papua. Penyakit ini akan selalu ada
di daerah tersebut, namun dengan frekuensi atau jumlah
kasus yang rendah.
3. Epidemi
Epidemi terjadi ketika suatu penyakit telah
menyebar dengan cepat ke wilayah atau negara tertentu
dan mulai mempengaruhi populasi penduduk di
wilayah atau negara tersebut. Beberapa contoh epidemi
52| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

yang pernah terjadi adalah penyakit SARS (Severe Acute


Respiratory Syndrome) pada tahun 2003 yang terjadi di
seluruh dunia dan menelan korban ratusan jiwa,
penyakit Ebola di negara-negara Afrika, serta penyakit
yang disebabkan oleh virus Zika.
4. Pandemi
Pandemi adalah wabah penyakit yang terjadi
secara luas di seluruh dunia. Dengan kata lain, penyakit
ini sudah menjadi masalah bersama bagi seluruh warga
dunia. Contoh penyakit yang tergolong pandemi
adalah HIV/AIDS dan Covid-19. Influenza yang saat ini
tampak ringanpun dahulu pernah menjadi penyakit
yang masuk ke dalam kategori pandemi dan menjadi
masalah bagi seluruh negara di dunia.

E. Masalah Kesehatan yang Perlu Diselidiki Lebih Lanjut


Dalam epidemiologi, ada beberapa masalah kesehatan
yang biasanya memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
Masalah kesehatan ini mungkin saja berbeda antara daerah
yang satu dengan daerah yang lain atau penyakit yang satu
dengan penyakit yang lain. Berikut ini adalah beberapa
faktor yang dapat memengaruhi epidemiologi meliputi:
1. Paparan lingkungan, misalnya logam berat, timbal, dan
polusi-polusi udara yang dapat memicu asma.
2. Penyakit infeksi menular, misalnya influenza
dan pneumonia.
3. Penyakit tidak menular, misalnya jenis kanker tertentu
atau bayi lahir dengan cacat bawaan.
4. Cedera, akibat adanya peningkatan masalah sosial
seperti kasus kekerasan di dalam rumah tangga atau
meningkatnya kriminalitas di masyarakat.
Epidemiologi |53

5. Bencana alam, misalnya gempa bumi atau tsunami.

Epidemiologi merupakan ilmu yang penting bagi para


tenaga kesehatan atau dokter. Dengan bantuan epidemiologi,
pemerintah dan tenaga kesehatan dapat memetakan pola
penyakit sehingga dapat dilakukan langkah pencegahan dan
mencari solusi untuk menangani penyakit yang muncul.

F. Epidemiologi Penyakit Menular


Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan
kematian dan cacat, walaupun akibatnya lebih ringan dari
yang pertama. Penyakit menular yang jarang menimbulkan
kematian dan cacat tetapi dapat mewabah menimbulkan
kerugian materi.
1. Tiga Sifat Utama Aspek Penularan Penyakit dari Orang
ke Orang
a. Waktu generasi (generation time) adalah masa antara
masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai
masa kemampuan maksimal pejamu tersebut untuk
dapat menularkan penyakit. Hal ini sangat penting
dalam mempelajari proses penularan. Perbedaan masa
tunas dengan waktu generasi yaitu masa tunas
ditentukan oleh masuknya unsur penyebab sampai
timbulnya gejala penyakit sehingga tidak dapat
ditentukan pada penyakit dengan gejala yang
terselubung, waktu generasi ialah waktu masuknya
unsur penyebab penyakit hingga timbulnya penyakit
tersebut untuk menularkan kepada pejamu lain walau
tanpa gejala klinik atau terselubung.
b. Kekebalan kelompok (herd immunity) adalah tingkat
daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu
54| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab


penyakit menular tertentu berdasarkan tingkat
kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok
tersebut. Herd immunity merupakan faktor utama
dalam proses kejadian wabah di masyarakat serta
kelangsungan penyakit pada suatu kelompok
penduduk tertentu. Keadaan kekebalan populasi
yakni wabah terjadi karena 2 keadaan yaitu suatu
wabah besar dapat terjadi jika agent penyakit infeksi
masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah
terpapar oleh agen tersebut atau kemasukan suatu
agen penyakit menular yang sudah lama absen. Bila
suatu populasi tertutup seperti populasi tersebut
dalam asrama atau barak dimana keadaan sangat
tertutup dan mudah terjadi kontak langsung,
masuknya sejumlah orang-orang yang peka
terhadap penyakit tertentu dalam populasi tersebut.
c. Angka serangan (attack rate) adalah sejumlah kasus
yang berkembang atau muncul dalam satu satuan
waktu tertentu di kalangan anggota kelompok yang
mengalami kontak serta memiliki risiko atau
kerentanan terhadap penyakit tersebut. Formula
angka serangan ini adalah banyaknya kasus baru
(tidak termasuk kasus pertama) dibagi dengan
banyaknya orang yang peka dalam satu jangka
waktu tertentu. Angka serangan ini bertujuan untuk
menganalisis tingkat penularan dan tingkat
keterancaman dalam keluarga, dimana tata cara dan
konsep keluarga, sistem hubungan keluarga dengan
masyarakat serta hubungan individu dalam
kehidupan sehari-hari pada kelompok populasi
Epidemiologi |55

tertentu merupakan unit epidemiologi tempat


penularan penyakit berlangsung.

2. Manifestasi Secara Umum


a. Spektrum penyakit menular pada proses penyakit
menular secara umum dijumpai berbagai manifestasi
klinik, mulai dari gejala klinik yang tidak tampak
sampai keadaan yang berat disertai komplikasi dan
berakhir cacat atau meninggal dunia. Akhir dari
proses penyakit adalah sembuh, cacat atau
meninggal. Penyembuhan dapat lengkap atau dapat
berlangsung jinak (mild) atau dapat pula dengan
gejala sisa yang berat (serve sequele).
b. Infeksi terselubung (tanpa gejala klinis) adalah
keadaan suatu penyakit yang tidak menampakkan
diri secara jelas dan nyata dalam bentuk gejala klinis
yang jelas sehingga tidak dapat didiagnosa tanpa
cara tertentu seperti test tuberkulin, kultur
tenggorokan, pemeriksaan antibodi dalam tubuh dll.
Untuk mendapatkan perkiraan besar dan luasnya
infeksi terselubung dalam masyarakat maka perlu
dilakukan pengamatan atau survai epidemiologis
dan tes tertentu pada populasi. Hasil survai ini dapat
digunakan untuk pelaksanaan program, keterangan
untuk kepentingan pendidikan.

3. Penyebaran Karakteristik Manifestasi Klinik dari Tiga


Jenis Penyakit Menular
a. Lebih banyak dengan tanpa gejala klinik
(terselubung) Kelompok penyakit dengan keadaan
lebih banyak penderita tanpa gejala atau hanya
56| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

gejala ringan saja, tidak tampak pada berbagai


tingkatan, patogenisitas rendah. Contohnya adalah
tuberkulosis, poliomyelitis, hepatitis A II.
b. Lebih banyak dengan gejala klinik jelas kelompok
dengan bagian terselubung kecil, sebagian besar
penderita tampak secara klinis dan dapat dengan
mudah didiagnosa, karena umumnya penderita
muncul dengan gejala klasik. Contoh: measles,
chickenpox III.
c. Penyakit yang umumnya berakhir dengan kematian
Kelompok penyakit yang menunjukkan proses
kejadian yang umumnya berakhir dengan kelainan
atau berakhirnya dengan kematian, Contoh: Rabies.

4. Komponen Proses Penyakit Menular


a. Faktor penyebab penyakit menular pada proses
perjalanan penyakit menular di dalam masyarakat
faktor yang memegang peranan penting:
1) Faktor penyebab atau agent yaitu organisme
penyebab penyakit.
2) Sumber penularan yaitu reservoir maupun
resources.
3) Cara penularan khusus melalui mode of
transmission.

Unsur penyebab dikelompokkan dalam:


1) Kelompok arthropoda (serangga) seperti scabies,
pediculosis, dll.
2) Kelompok cacing/helminth baik cacing darah
maupun cacing perut.
Epidemiologi |57

3) Kelompok protozoa seperti plasmodium, amuba,


dll.
4) Fungus atau jamur baik uni maupun
multiselular.
5) Bakteri termasuk spirochaeta maupun ricketsia.
6) Virus sebagai kelompok penyebab yang paling
sederhana.

Sumber penularan:
1) Penderita
2) Pembawa kuman
3) Binatang sakit
4) Tumbuhan/benda

Cara penularan:
1) Kontak langsung
2) Melalui udara
3) Melalui makanan atau minuman
4) Melalui vector

Keadaan pejamu:
1) Keadaan umum
2) Kekebalan
3) Status gizi
4) Keturunan

Cara keluar dari sumber dan cara masuk ke


pejamu melalui:
1) Mukosa atau kulit
2) Saluran pencernaan
3) Saluran pernapasan
58| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

4) Saluran urogenitalia
5) Gigitan, suntikan, luka
6) Placenta

b. Interaksi penyebab dengan pejamu


1) Infektivitas adalah kemampuan unsur penyebab
atau agent untuk masuk dan berkembang biak
serta menghasilkan infeksi dalam tubuh pejamu.
2) Patogenesis adalah kemampuan menghasilkan
penyakit dengan gejala klinis yang jelas.
3) Virulensi adalah nilai proporsi penderita dengan
gejala klinis yang berat terhadap seluruh
penderita dengan gejala klinis jelas.
4) Imunogenisitas adalah kemampuan
menghasilkan kekebalan atau Imunitas.

c. Mekanisme patogenesis
1) Invasi jaringan secara langsung.
2) Produksi toksin.
3) Rangsangan imunologis atau reaksi alergi yang
menyebabkan kerusakan pada tubuh pejamu.
4) Infeksi yang menetap (infeksi laten).
5) Merangsang kerentanan pejamu terhadap obat
dalam menetralisasi toksisitas.
6) Ketidakmampuan membentuk daya tangkal
(immuno supression).

d. Sumber penularan
1) Manusia sebagai reservoir kelompok penyakit
menular yang hanya dijumpai atau lebih sering
hanya dijumpai pada manusia. Penyakit ini
Epidemiologi |59

umumnya berpindah dari manusia ke manusia


dan hanya dapat menimbulkan penyakit pada
manusia saja.
2) Reservoir binatang atau benda lain Selain dari
manusia sebagai reservoir maka penyakit
menular yang mengenai manusia dapat berasal
dari binatang terutama yang termasuk dalam
kelompok penyakit zoonosis.

Beberapa penyakit Zoonosis utama dan


reservoir utamanya:
1) Pes (plaque) tikus
2) Rabies (penyakit anjing gila) anjing
3) Bovine tuberculosis sapi
4) Thypus, scrub & murine tikus
5) Leptospirosis tikus
6) Virus encephlitides kuda
7) Trichinosis babi
8) Hidatosis anjing
9) Brocellossis sapi, kambing

e. Rantai penularan
Melihat perjalanan penyakit pada pejamu,
bentuk pembawa kuman (carrier) dapat dibagi dalam
beberapa jenis:
1) Healthy carrier (inapparent), “Mereka yang dalam
sejarahnya tidak pernah menampakkan
menderita penyakit tersebut secara klinis akan
tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat
menular kepada orang lain”.
60| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

2) Incubatory carrier (masa tunas), “Mereka yang


masih dalam masa tunas tetapi telah mempunyai
potensi untuk menularkan penyakit”.
3) Convalescent carrier (baru sembuh klinis), “Mereka
yang baru sembuh dari penyakit menular tertentu
tetapi masih merupakan sumber penularan
penyakit tersebut untuk masa tertentu”.
4) Chronis carrier (menahun), “Merupakan sumber
penularan yang cukup lama”.

Manusia dalam kedudukannya sebagai


reservoir penyakit menular dibagi dalam 3 kategori
utama:
1) Reservoir yang umumnya selalu muncul sebagai
penderita.
2) Reservoir yang dapat sebagai penderita maupun
sebagai carrier.
3) Reservoir yang umumnya selalu bersifat
penderita akan tetapi dapat menularkan
langsung penyakitnya ke pejamu potensial
lainnya, tetapi harus melalui perantara hidup.

G. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular


Berdasarkan perjalanannya penyakit dapat dibagi
menjadi akut dan kronis. Berdasarkan sifat penularannya
dapat dibagi menjadi menular dan tidak menular. Proses
terjadinya penyakit merupakan interaksi antara agen
penyakit, manusia (host) dan lingkungan sekitarnya. Untuk
penyakit menular, proses terjadinya penyakit akibat interaksi
antara agent penyakit (mikroorganisme hidup), manusia dan
lingkungan sedangkan untuk penyakit tidak menular. Proses
Epidemiologi |61

terjadinya penyakit akibat interaksi antara agen penyakit (non


living agent), manusia dan lingkungan. Penyakit tidak
menular bersifat akut atau bisa juga bersifat kronis. Pada
epidemiologi penyakit tidak menular terutama yang akan
dibahas adalah penyakit-penyakit yang bersifat kronis.
Penyakit-penyakit tidak menular yang bersifat kronis
dan degeneratif sebagai penyebab kematian mulai
menggeser kedudukan dari penyakit-penyakit infeksi.
Penyakit tidak menular mulai meningkat bersama dengan
life-span (pola hidup) pada masyarakat. Life–span meningkat
karena adanya perubahan-perubahan didalam: kondisi sosial
ekonomi, kondisi hygiene sanitasi, meningkatnya ilmu
pengetahuan, perubahan perilaku.
Penyakit yang termasuk di dalam penyebab utama
kematian, yaitu:
 Ischaemic Heart Disease
 Cancer
 Cerebrovasculer Disease
 Chronic Obstructive Pulmonary Disease
 Cirrhosis
 Diabetes Melitus

Penyakit yang termasuk dalam special interest, banyak


menyebabkan masalah kesehatan tapi jarang frekuensinya
(jumlahnya), yaitu:
 Osteoporosis
 Penyakit Ginjal kronis
 Mental retardasi
 Epilepsi
 Lupus Erithematosus
 Collitis ulcerative
62| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

Penyakit yang termasuk akan menjadi perhatian yang


akan datang, yaitu:
 Defisiensi nutrisi
 Akloholisme
 Ketagihan obat
 Penyakit-penyakit mental
 Penyakit yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan

Faktor-faktor Resiko
1. Faktor resiko untuk timbulnya penyakit tidak menular
yang bersifat kronis belum ditemukan secara
keseluruhan untuk setiap penyakit, faktor resiko dapat
berbeda-beda (merokok, hipertensi, hiperkolesterolemia).
Satu faktor resiko dapat menyebabkan penyakit yang
berbeda-beda, misalnya merokok dapat menimbulkan
kanker, paru, penyakit jantung koroner, dan kanker
larynx. Untuk kebanyakan penyakit, faktor-faktor resiko
yang telah diketahui hanya dapat menerangkan sebagian
kecil kejadian penyakit, tetapi etiologinya secara pasti
belum diketahui
2. Faktor-faktor resiko yang telah diketahui ada kaitannya
dengan penyakit tidak menular yang bersifat kronis
antara lain:
- Tembakau - Aktivitas
- Life style - Pekerjaan
- Alkohol - Kolesterol
- Hipertensi - Diet
- Obesitas - Stres
- Lingkungan masyarakat sekitar
Epidemiologi |63

Telah dijelaskan di atas bahwa penyakit tidak menular


terjadi akibat interaksi antara agent (non living agent) dengan
host dalam hal ini manusia (faktor predisposisi, infeksi dll)
dan lingkungan sekitar (source and vehicle of agent).

Agent
1. Kimiawi
2. Fisik
3. Mekanik
4. Psikis

Agent penyakit tidak menular sangat bervariasi, mulai


dari yang paling sederhana sampai yang komplek (mulai
molekul sampai zat-zat yang komplek ikatannya).
Suatu penjelasan tentang penyakit tidak menular tidak
akan lengkap tanpa mengetahui spesifikasi dari agent
tersebut. Suatu agent tidak menular dapat menimbulkan
tingkat keparahan yang berbeda-beda (dinyatakan dalam
skala pathogenitas).
Pathogenitas agent adalah kemampuan/kapasitas agent
penyakit untuk dapat menyebabkan sakit pada host.
Karakteristik lain dari agent tidak menular yang perlu
diperhatikan antara lain:
1. Kemampuan menginvasi/memasuki jaringan.
2. Kemampuan merusak jaringan reversible dan irreversible.
3. Kemampuan menimbulkan reaksi hipersensitif.

Reservoir:
1. Dapat didefinisikan sebagai organisme hidup, benda
mati (tanah, udara, air batu dll) dimana agent dapat
hidup, berkembang biak dan tumbuh dengan baik.
64| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

2. Pada umumnya untuk penyakit tidak menular, reservoir


dari agent adalah benda mati.
3. Pada penyakit tidak menular, orang yang
terekspos/terpapar dengan agent tidak berpotensi
sebagai sumber/reservoir tidak ditularkan.

Relasi agent–host
1. Fase kontak
Adanya kontak antara agent dengan host,
tergantung pada lamanya kontak, dosis dan patogenitas.
2. Fase akumulasi
Pada jaringan apabila terpapar dalam waktu lama
dan terus-menerus.
3. Fase subklinis
Pada fase subklinis gejala/sympton dan tanda/sign
belum muncul telah terjadi kerusakan pada jaringan,
tergantung pada:
a. Jaringan yang terkena.
b. Kerusakan yang diakibatkannya (ringan, sedang dan
berat).
c. Sifat kerusakan (reversiblle dan irreversible/kronis,
mati dan cacat).
d. Fase klinis agent penyakit telah menimbulkan reaksi
pada host dengan menimbulkan manifestasi (gejala
dan tanda).

Karakteristik Penyakit Tidak Menular:


1. Tidak ditularkan
2. Etiologi sering tidak jelas
3. Agent penyebab: non living agent
Epidemiologi |65

4. Durasi penyakit panjang (kronis)


5. Fase subklinis dan klinis panjang untuk penyakit kronis.

Rute dari keterpaparan:


1. Melalui sistem pernafasan,
2. Sistem digestiva,
3. Sistem integumen/kulit
4. Sistem vaskule

Soal Latihan:
1. Uraikan secara detail tentang sumber dan mekanisme
penularan penyakit menular dan berikan contoh
beberapa penyakit!
2. Uraikan secara mendalam tentang mekanisme penularan
penyakit tidakmenular dan berikan contoh beberapa
penyakit!
66| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

DAFTAR REFERENSI

Amiruddin, R. 2012. Surveilans Kesehatan Masyarakat.


Kampus IPB Pres Taman Kencana Bogor: PT Penerbit
IPB Press.

Amiruddin, R. 2013. Mengembangkan Evidence Based


Public Health (Ebph) Hiv Dan Aids Berbasis Surveilans.
Jurnal Adminsitrasi & Kebijakan Kesehatan Indonesia,
2.02.

Azwar, A. 1993. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Bina


Rupa Aksara

Budiarto, E dkk. 2003. Pengantar Epidemiologi. Edisi 2.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Buku Petunjuk Pelaksanaan Surveilans, 2000. Dinas Kesehatan


Propinsi Jawa Tengah. Proyek Upaya Peningkatan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Jawa Tengah.

Farich, A. 2012. Manajemen Pelayanan Kesehatan


Masyarakat. Gosyen Publising. Sleman, Yogyakarta.

Hasyim, H. Manajemen Penyakit Lingkungan Berbasis


Wilayah. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 2008,
11.02.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor


1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaran Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan.

↜oOo↝
Bab 3
PERILAKU KESEHATAN

A. Konsep Perilaku Kesehatan


Konsep perilaku dari pandangan biologis merupakan
suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan
organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik
(keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan
bahwa faktor genetik dan lingkungan merupakan penentu
dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.
Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau
modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup untuk
selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan
untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons
seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur
pokok, yakni respons dan stimulus atau rangsangan. Respons
atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi,
dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau
praktis). Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri 4
unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih
terinci perilaku kesehatan itu mencakup:

- 67 -
68| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu


bagaimana manusia berespons, baik secara pasif
(mengetahui, bersikap, dan mempersepsikan penyakit
dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya),
maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan
dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap
sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan
tingkat-tingkat pencegahan penyakit.
2. Perilaku yang berhubungan dengan peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior).
Misalnya makan makanan yang bergizi, olahraga, dll.
3. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior),
adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit.
Misalnya: tidur memakai kelambu untuk mencegah
gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya.
Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan
penyakit kepada orang lain.
4. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan
(health seeking behavior), yaitu perilaku untuk
melakukannya atau mencari pengobatan, misalnya
berusaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari
pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern
(puskesmas, mantra, dokter praktik, dan sebagainya),
maupun kefasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe,
dan sebagainya).
5. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan
(health rehabilition behavior), yaitu perilaku yang
berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan
setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya
melakukan diet, mematuhi anjuran dokter dalam rangka
pemulihan kesehatannya.
Perilaku Kesehatan |69

Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah


respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik
sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional.
Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas
pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-
obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi,
sikap, dan penggunaan fasilitas, petugas, dan obat-obatan.
Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour), yakni
respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital
bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi,
sikap, dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur
yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan
makanan, dan sebagainya, sehubungan kebutuhan tubuh kita.
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental
health behavior) adalah respons seseorang terhadap
lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup
perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri.
Perilaku ini antara lain mencakup:
1. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk
didalamnya komponen, manfaat, dan penggunaan air
bersih, untuk kepentingan kesehatan.
2. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor
yang menyangkut segi-segi hygiene pemeliharaan teknik,
dan penggunaannya.
3. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat
maupun limbah cair. Termasuk di dalamnya sistem
pembuangan sampah dan air limbah, serta dampak
pembuatan limbah yang tidak baik.
4. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat,
meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.
70| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

5. Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-


sarang nyamuk (vector) dan sebagainya.

Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) mengajukan


klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan
(health related behavior) sebagai berikut:
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang
berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah
penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan,
sanitasi, dll.
2. Perilaku sakit (the sick role behaviour), yakni segala
kegiatan yang dilakukan oleh individu yang merasa
sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan
kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk di sini juga
kemampuan atau pengetahuan individu untuk
mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta
usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behaviour), yakni segala
tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
Perilaku ini di samping berpengaruh terhadap
kesehatannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang
lain. Terutama anak-anak yang belum mempunyai
kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.

B. Domain Perilaku Kesehatan


Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007)
membagi perilaku itu kedalam 3 domain, pembagian tersebut
dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa
Perilaku Kesehatan |71

dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau


meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri
dari ranah kognitif (cognitif domain), ranah afektif (affective
domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain).
Dalam perkembangan berikutnya oleh ahli pendidikan
dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga
domain ini diukur dari: pengetahuan peserta didik terhadap
materi pendidikan yang diberikan (knowledge), sikap atau
tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan (attitude), dan praktik atau tindakan yang
dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi
pendidikan yang diberikan (practice).
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa
pengetahuan dalam domain kognitif memiliki enam
tingkatan, antara lain: tahu (know). Tahu merupakan
tingkatan yang paling rendah. Seseorang dapat dikatakan
tahu ketika dapat mengingat suatu materi yang telah
dipelajari, termasuk mengingat kembali sesuatu yang lebih
spesifik dari bahan materi yang telah diterimanya.
Contohnya anak dapat menyebutkan manfaat mandi.
Memahami (comprehension). Seseorang dikatakan
memahami jika ia mampu mejelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menarik kesimpulan materi
tersebut secara benar. Misalnya anak dapat menjelaskan
pentingnya mandi setiap hari.
72| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk


menggunakan materi yang telah ia pelajari pada situasi atau
kondisi sebenarnya. Misalnya seorang anak akan melakukan
mandi setiap hari ketika ia memahami materi kesehatan kulit.
Analisis (analysis), seseorang dikatakan mencapai tingkat
analisis ketika ia mampu menjabarkan materi kedalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur yang sama
dan berkaitan satu sama lain. Ia mampu membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya.
Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Seseorang mampu
menyusun formulasi-formulasi baru. Misalnya anak dapat
menyusun, merencanakan, menyesuaikan terhadap suatu
teori dan rumusan yang telah ada.
Evaluasi (evaluation), merupakan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi.
Misalnya membandingkan antara anak yang rajin mengosok
gigi dengan yang tidak.
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang
masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb
salah satu seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa
sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,
dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.
Dalam bagian lain Allport (1954) dalam Notoatmodjo
(2007) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen
pokok, yaitu 1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep
terhadap suatu objek, 2) Kehidupan emosional atau evaluasi
emosional terhadap suatu objek, 3) Kecenderungan untuk
bertindak (trend to behave). Ketiga kompenen ini secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).
Perilaku Kesehatan |73

Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan


berfikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengarkan
penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya,
dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa si ibu
untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena
polio. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan
ikut bekerja sehingga si ibu tersebut berniat akan
mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya
anaknya tidak terkena polio. Sehingga si ibu ini mempunyai
sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio
itu. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan, yaitu:
1. Menerima (receiving), yaitu menerima, diartikan bahwa
orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi
dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap
ceramah-ceramah.
2. Merespons (responding), yaitu memberikan jawaban
apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu
benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
3. Mengahargai (valuing), yaitu mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap
tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang mengajak ibu
yang lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya),
untuk pergi menimbang anaknya ke posyandu, atau
mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si
74| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi


anak.
4. Bertanggung jawab (responsible), yaitu bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB,
meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang
tuanya sendiri.

Praktik atau tindakan. Tingkatan praktek meliputi:


1. Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih
berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guided respons), yaitu dapat melakukan
sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah indikator praktik tingkat dua.
3. Mekanisme (mecanism), yaitu apabila seseorang telah
melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga.
4. Adaptasi (adaption), adalah suatu praktik atau tindakan
yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan
itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi
kebenaran tindakannya tersebut.

C. Definisi Perilaku
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan
perilaku yang dipraktikan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga
dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
Perilaku Kesehatan |75

Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kebersihan


perorangan atau personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang baik
fisik maupun psikisnya (Isro’in dan Andarmoyo, 2012).
Isro’in dan Andarmoyo (2012) mengatakan, personal hygiene
meliputi perawatan kulit, perawatan kaki, tangan, dan kuku,
perawatan mulut dan gigi, perawatan rambut, perawatan
mata, telingga, dan hidung dengan tujuan meningkatkan
derajat kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri,
memperbaiki personal hygiene yang kurang, pencegahan
penyakit, meningkatkan percaya diri, memperbaiki personal
hygiene yang kurang, pencegahan penyakit, meningkatkan
percaya diri seseorang, dan menciptakan keindahan.
Faktor yang dapat mempengaruhi personal hygiene
menurut Isro’in dan Andarmoyo (2012) meliputi praktik
sosial, pilihan pribadi, citra tubuh, status sosial ekonomi,
pengetahuan dan motivasi, dan variabel budaya.
1. Praktik social, dimana manusia merupakan makhluk
sosial, kondisi ini akan memungkinkan seseorang untuk
berhubungan, berinteraksi, dan bersosialisasi satu
dengan yang lainnya. Personal hygiene atau kebersihan
diri seseorang sangat mempengaruhi praktik sosial
seseorang. Selama masa anak-anak, kebiasaan keluarga
mempengaruhi praktik personal hygiene, misalnya
frekuensi mandi dan waktu mandi.
2. Pilihan pribadi, dimana setiap orang memiliki keinginan
dan pilihan tersendiri dalam praktik personal hygienenya.
Termasuk memilih produk yang digunakan dalam
praktis hygienenya menurut pilihan dan kebutuhan
pribadinya. Pilihan tersebut setidaknya harus membantu
76| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

perawat dalam mengembangkan rencana keperawatan


yang lebih kepada individu.
3. Citra tubuh adalah cara pandang seseorang terhadap
bentuk tubuhnya, citra tubuh sangat mempengaruhi
dalam praktik hygiene seseorang.
4. Status sosial ekonomi seseorang mempengaruhi jenis
dan tingkat praktik personal hygiene perorangan. Sosial
ekonomi yang rendah memungkinkan hygiene
perorangan yang rendah pula.
5. Pengetahuan tentang personal hygiene akan
mempengaruhi praktik hygiene seseorang. Motivasi
merupakan kunci dalam pelaksanaan hygiene tersebut.
6. Budaya dan kepercayaan merupakan budaya dan nilai
pribadi klien yang akan mempengaruhi perawatan
hygiene seseorang, berbagai budaya memiliki praktis
hygiene yang berbeda. Di Asia kebersihan dipandang
penting bagi kesehatan sehingga mandi bisa dilakukan
2-3 kali dalam sehari, sedangkan di Eropa
memungkinkan hanya mandi sekali dalam seminggu.
Beberapa budaya memungkinkan juga menganggap
bahwa kesehatan dan kebersihan tidaklah penting.

Dampak dari kurang menjaga kesehatan menurut


Isro’in dan Andarmoyo (2012) antara lain:
1. Dampak fisik dimana gangguan kesehatan yang diderita
seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering
terjadi adalah gangguan intregitas kulit. Gangguan
membrane 16 mukosa kulit, infeksimukosa kulit, infeksi
pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.
Perilaku Kesehatan |77

2. Gangguan psikologis dimana masalah sosial yang


berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, aktualisasi diri menurun, dan gangguan
dalam interaksi sosial.

Kesehatan kulit merupakan salah satu aspek vital yang


perlu diperhatikan dalam hygiene seseorang. Kulit
merupakan pembungkus yang elastik. Kulit juga dapat
meminimalkan ancaman yang akan masuk melewati kulit,
maka setiap ada gangguan dalam kulit dapat menimbulkan
berbagai masalah yang serius bagi kesehatan (Isro’in dan
Andarmoyo, 2012).
Karakteristik kulit normal menurut Potter & Perry
(2005) antara lain kulit halus dan kering, kulit utuh dan tidak
memiliki abrasi, kulit terasa hangat ketika dipalpasi, kulit
lembut dan fleksibel, turgor yang baik (elastis dan tetap)
dengan kulit yang secara umum halus dan lembut, warna
kulit beragam dari bagian tubuh kebagian tubuh, dengan
rentang dari coklat tua ke merah muda ke muda terang.
Cara perawatan kulit perawatan kulit berdasarkan
waktu pelaksanaan menurut Hidayat (2009) dibagi menjadi
empat antara lain:
1. Perawatan dini hari merupakan perawatan yang
dilakukan pada waktu bangun tidur, seperti mencuci
muka, tangan dan menjaga kebersihan mulut.
2. Perawatan pagi hari yaitu perawatan yang dilakukan
setelah makan pagi, yakni mandi 2 kali sehari, mandi
menggunakan air bersih, serta mandi menggunakan
sabun, mencuci rambut, membersihkan mulut.
78| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

3. Perawatan siang hari, perawatan ini dilakukan setelah


makan siang antara lain mencuci muka dan tangan,
membersihkan mulut.
4. Perawatan menjelang tidur, perawatan ini dilakukan
menjelang tidur antara lain BAB dan BAK, mencuci
tangan dan muka, dan membersihkan mulut. Selain hal
diatas mandi juga merupakan salah cara melakukan
kebersihan kesehatan kulit. Mandi adalah membersihkan
tubuh dengan air bersih dan sabun. Tujuan dari mandi
yaitu untuk membersihkan kulit dan menghilangkan
bau badan guna memberikan rasa nyaman, untuk
merangsang peredaran darah, dan untuk mencegah
infeksi kulit. Mandi memerlukan beberapa alat atau
bahan antara lain, air bersih, sabun, handuk, dan satu
stel pakaian bersih untuk pakaian ganti. Pada saat mandi
perlu diperhatikan untuk selalu menjaga privasi dan
perhatikan tubuh apakah ada kelainan atau tidak (Isro’in
dan Andarmoyo, 2012).

Pentingnya menjaga kebersihan kulit salah satunya


untuk menghindari masalah yang akan terjadi pada kulit.
Beberapa masalah umum yang terjadi pada kulit menurut
Potter & Perry (2005) yaitu:
1. Kulit kering merupakan area yang terekspos dengan
tekstur kasar, mengkripik seperti pada tangan, lengan
kaki, atau muka. Untuk mencegah dan mengatasi kulit
kering sebaiknya saat mandi menggunakan sabun yang
mengandung moisturizer, gunakan krim pelembab
seperti eucerin, dan tingkatkan asupan cairan.
2. Jerawat inflamotori, erupsi kulit papulopustular,
biasanya melibatkan kerusakan bakteri pada sebum,
Perilaku Kesehatan |79

terlihat pada wajah, leher, bahu, dan punggung.


Sebaiknya mandi yang teliti dengan air dan sabun untuk
mengangkat minyak, bila perlu gunakan antibiotik
topical yang diterapkan untuk jerawat keras.
3. Ruam kulit erupsi kulit akibat dari paparan sinar matahari
yang berlebihan atau dari reaksi alergi (dapat menjadi
datar, terlokalisasi atau sistemik, pruritik atau nonpruritik.
Supaya rasa gatal tidak berlanjut dan membantu proses
penyembuhan maka gunakan sprai antiseptic atau lotion
antiseptic dan gunakan rendaman air hangat atau dingin
untuk menghilangkan inflamasi, jika diindikasikan.
4. Dermatitis kontak inflamasi kulit ditandai dengan letusan
eritema, pruritus, nyeri, dan penampilan, lesi yang bersisik
(dilihat pada muka, leher tangan, lengan, bawah, dan
genetalia). Agar inflamasi tidak menyebar maka hindari
agen kausatif, misalnya pembersih atau sabun.
5. Abrasi memotong atau menghancurkan epidermis yang
mengkibatkan perdarahan yang local dan kemudian
mengeluarkan cairan serosa. Jika terjadi abrasi maka cuci
abrasi dengan sabun yang ringan dan air.

Soal Latihan:
1. Uraikan domain perilaku kesehatan!
2. Bagaimana korelasi perilaku kesehatan dengan
kesehatan kulit, jelaskan!
80| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

DAFTAR REFERENSI

Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.


Jakarta. Rineka Cipta. 2003.

Ariningrum, Ratih. Beberapa Cara Menjaga Kesehatan Gigi


dan Mulut. Jakarta.

Hipocrates. 2000 3. Ningsih, SU et al. Gambaran


Pengetahuan dan Sikap Menyikat Gigi pada Siswa-
Siswi dalam Mencegah Karies di SDN 005 Bukit Kapur
Dumai. Jurnal Jom FK, Vol. 3, No. 2. 2016.

Haryanti, DD et al. Efektivitas Menyikat Gigi Metode


Horizontal, Vertical, dan Roll terhadap Penurunan Plak
pada Anak Usia 9-11 Tahun. Dentino (Jur. Ked. Gigi),
Vol. II, No. 2. Kalimantan Selatan. 2014.

Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu


Perilaku. Jakarta. Rineka Cipta. 2007.

Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Perilaku


Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. 2012.

↜oOo↝
Bab 4
KESEHATAN LINGKUNGAN

A. Konsep Ekologi
Istilah ekologi pada mulanya dicetuskan oleh seorang
pakar biologi Jerman yang bernama Ernest Haeckel, pada
tahun 1866. Kata ekologi berasal dari dua kata dalam Bahasa
Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal dan
logos yang berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi ekologi adalah
ilmu yang mempelajari organisme di tempat tinggalnya.
Ekologi mulai berkembang pesat sekitar tahun 1900 dan
berkembang terus dengan cepat sampai saat ini, apalagi disaat
dunia sangat peka dengan masalah lingkungan.
Ekologi merupakan cabang ilmu yang mendasar dan
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pada awalnya,
ekologi dibedakan dengan jelas ke dalam ekologi tumbuhan
dan ekologi hewan. Namun dengan adanya faham
komunitas biotik, maka semua konsep tersebut telah
meletakkan dasar-dasar teori untuk perkembangan ekologi
secara umum. Umumnya ekologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antara organisme atau
kelompok organisme dengan lingkungannya.
Konsep dasar ilmu sanitasi lingkungan berasal dari ilmu
yang mempelajari hubungan total antara makhluk hidup
dengan lingkungan hidupnya disebut ekologi. Pengertian
ekologi kemudian berkembang menjadi ilmu yang
mempelajari interaksi antar makhluk hidup dan antara

- 81 -
82| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekologi merupakan


studi keterkaitan antara organisme dengan lingkungannya,
Pada hakekatnya organisme dibangun dari sistem-sistem
biologic yang berjenjang sejak dari molekul-molekul biologi
yang paling rendah meningkat ke organel-organel subselular,
sel-sel, jaringan-jaringan, organ-organ, sistem-sistem organ,
organisme-organisme, populasi, komunitas, dan ekosistem.
Interaksi yang terjadi pada setiap jenjang sistem biologi dengan
lingkungannya tidak boleh diabaikan, karena hasil interaksi
jenjang biologi sebelumnya akan mempengaruhi proses
interaksi jenjang selanjutnya.
Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi
organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan
untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
hubungan timbal balik ini. Ruang lingkup ekologi berkisar
pada tingkat populasi, komunitas dan ekosistem. Konsep
ekologi tidak lepas dari konsep ekosistem dengan berbagai
komponen penyusunnya yaitu abiotik dan biotik. Faktor biotik
seperti suhu, air, kelembapan, dan cahaya. Sedangkan faktor
abiotik seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba.
Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan
organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan
ekosistem yang saling mempengaruhi, dan merupakan suatu
sistem yang menunjukkan kesatuan. Ketentuan ekologi
dalam kehidupan manusia sarat erat kaitannya dengan ilmu
lingkungan dalam penerapan berbagai prinsip. Penerapan
prinsip dan ketentuan ekologi dalam kehidupan manusia
dapat berupa pendekatan dan metodologi yaitu:
1. Pendekatan seutuhnya berupa proses analtik dan
reduksionistik.
Kesehatan Lingkungan |83

2. Pendekatan evolusioner, yaitu pendekatan yang


mengkaji evolusi yang terjadi pada para pelaku dalam
lingkungan hidup, baik secara individual, populasi
maupun komunitas.
3. Pendekatan interaktif, yaitu mengkaji suatu kehidupan
haruslah dilihat dari hubungan-hubungan interaksi
antar komponen penyusun dan merupakan pendekatan
dari mengenal ekosistem atau lingkungan hidup dengan
lebih baik.
4. Penekaan situasional, yaitu menganjurkan suatu
pendekatan ekologi dengan cara memperhatikan
perubahan situasi pada saat suatu permasalahan timbul.
5. Pendekatan subsistem dan ekosistem, yaitu pendekatan
dengan memisahkan lingkungan hidup kedalam suatu
sistem sosial dan sistem alami serta mempelajarinya
berdasarkan aliran materi, energi dan informasi dari
keduanya akan menghasilkan proses seleksi dan adaptasi.
6. Pendekatan peranan dan perilaku manusia, mempelajari
peranan manusia dalam program pendekatan azas
pemanfaatan oleh manusia.
7. Pendekatan kontektualisasi progresif, pendekatan
interdisipliner dan ditelusuri secara progresif sehingga
setiap permasalahan dapat dimengerti dan dipahami
dengan baik.
8. Pendekatan kualitas lingkungan, merupakan kelanjutan
pendekatan konteksualisasi progresif dan kemudian
akan dikembangkan dalam penyusunan analisis dampak
lingkungan (AMDAL) Semua makhluk hidup selalu
bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap
individu akan selalu berhubungan dengan individu lain
yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu
84| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

populasinya atau individu-individu dari populasi lain.


Interaksi demikian banyak kita jumpai dalam komunitas
yang sangat erat dan yang kurang erat. Interaksi
organisme dapat menguntungkan dan juga merugikan
bagi satu dengan yang lainnya.

B. Konsep Ekosistem
Ekosistem merupakan bagian dari ekologi. Ekosistem
menekankan pada hubungan timbal balik unsur biosistem
lingkungan fisik dengan organismenya. Untuk bisa memahami
konsep ekosistem, maka harus mengerti terlebih dahulu
komponen yang menyusun ekosistem. Ekosistem adalah
tatanan seluruh komponen lingkungan yang merupakan
kesatuan yang utuh dan menyeluruh serta saling berinteraksi
membentuk keseimbangan yang stabil dan dinamis.
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit
biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara
organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi
menuju struktur biotik tertentu. Terdapat pula siklus
material antara organisme dan anorganisme, dimana
matahari merupakan sumber dari semua energi. Dalam
ekosistem, organisme berkembang di masyarakat bersama-
sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem.
Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik,
sebaliknya organisme juga mempengaruhi lingkungan fisik
untuk hidup. Ide ini didasarkan pada Hipotesis Gaia, yaitu:
organisme, dalam mikroorganisme tertentu, bersama-sama
dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kontrol
yang menjaga negara di bumi cocok untuk kehidupan.
Masalah kesehatan lingkungan merupakan masalah yang
mendapat perhatian cukup besar, karena penyakit bisa
Kesehatan Lingkungan |85

timbul dan menjangkiti manusia karena lingkungan yang


tidak bagus. Bahkan bisa menyebabkan kematian manusia
itu sendiri. Pada abad ke 19 di Inggris terjadi wabah kolera
akibat dari tercemarnya sungai Thames oleh sekreta manusia
sehingga kuman mencemari sumber-sumber air bersih dan
kolera mewabah dengan dahsyatnya.
Banyak jatuh korban jiwa sehingga seorang dokter
bernama John Snow meneliti dan membuktikan bahwa
lingkungan yang tidak bagus menyebabkan wabah kolera
tersebut. Sejak saat itu konsep pemikiran mengenai faktor-
faktor eksternal lingkungan yang berpengaruh mulai
dipelajari dan berkembang menjadi disiplin ilmu kesehatan
lingkungan. Konsep dasar ilmu kesehatan lingkungan ini
mempelajari hubungan yang total antara lingkungan hidup
dengan makhluk hidup yang ada disana disebut dengan
ekologi. Menurut World Health Organization (WHO),
kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi
yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat
menjamin keadaan sehat dari manusia. Himpunan Ahli
Kesehatan Lingkungan (HAKLI) mendefinisikan kesehatan
lingkungan sebagai suatu kondisi lingkungan yang mampu
menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara
manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya
kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia (Mundiatum
dan Daryanto, 2015). Kesehatan lingkungan merupakan
kesehatan yang sangat penting bagi kelancaran kehidupan
pribumi, karena lingkungan adalah tempat dimana pribadi
tinggal. Lingkungan dapat dikatakan sehat apabila sudah
memenuhi syarat-syarat menjadi lingkungan yang sehat.
Kesehatan lingkungan yaitu bagian integral ilmu
kesehatan masyarakat yang khusus menangani dan
86| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

mempelajari hubungan manusia dengan lingkungan dalam


keseimbangan ekologi. Jadi kesehatan lingkungan
merupakan bagian dari ilmu kesehatan masyarakat.
Terdapat 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut
WHO, yaitu:
1. Penyediaan air minum, khususnya yang menyangkut
persediaan jumlah air.
2. Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran,
termasuk masalah pengumpulan, pembersihan dan
pembuangan.
3. Pembuangan sampah padat.
4. Pengendalian vektor, termasuk anthropoda, binatang
mengerat.
5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh
perbuatan manusia.
6. Higiene makanan, termasuk hygiene susu.
7. Pengendalian pencemaran udara.
8. Pengendalian radiasi.
9. Kesehatan kerja, terutama pengaruh buruk dari faktor
fisik, kimia dan biologis.
10. Pengendalian kebisingan.
11. Perumahan dan pemukiman.
12. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara.
13. Perencanaan daerah dan perkotaan.
14. Pencegahan kecelakaan.
15. Rekreasi umum dan pariwisata.
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan
keadaan wabah, bencana alam dan perpindahan
penduduk.
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin
lingkungan.
Kesehatan Lingkungan |87

C. Tujuan Kesehatan Lingkungan


Tujuan dari kesehatan lingkungan yaitu terciptanya
keadaan yang serasi sempurna dari semua faktor yang ada
di lingkungan fisik manusia, sehingga perkembangan fisik
manusia dapat diuntungkan, kesehatan dan kelangsungan
hidup manusia dapat dipelihara dan ditingkatkan. Tujuan
ini diperinci atas melakukan koreksi, yakni memperkecil atas
modifikasi terjadinya bahaya dari lingkungan terhadap
kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
Melakukan pencegahan dalam arti mengefisienkan
pengaturan sumber lingkungan untuk meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan manusia serta menghindarkan
dari bahaya. Kesehatan lingkungan merupakan faktor yang
penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, bahkan
merupakan salah satu unsur penentu atau determinan dalam
kesejahteraan penduduk. Dimana lingkungan yang sehat
sangat dibutuhkan bukan hanya untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk kenyamanan
hidup dan meningkatkan efisiensi kerja dan belajar. Peran
lingkungan dalam menimbulkan penyakit:
1. Lingkungan sebagai faktor predisposisi (faktor
kecenderungan).
2. Lingkungan sebagai penyebab penyakit (penyebab
langsung penyakit).
3. Lingkungan sebagai media transmisi penyakit (sebagai
perantara penularan penyakit).
4. Lingkungan sebagai faktor mempengaruhi perjalanan
suatu penyakit (faktor penunjang).

Kesehatan lingkungan dapat dilihat dari berbagai segi,


tergantung dari mata angin yang ingin memulai. Kesehatan
88| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

lingkungan dari “frame-work” melalui konsep pendekatan


ekologis yaitu dikenal dengan the nature of man environment
relationship, namun bagi pendekatan tersebut kesehatan
lingkungan dilihat sebagai kumpulan program maupun
kegiatan kesehatan dalam rangka upaya manusia melalui
teknologisnya menciptakan suatu kondisi kesehatan. Dengan
semakin majunya ilmu pengetahuan dibidang lingkungan
kita lebih menekankan sistem tersebut pada arti interaksi
antar elemen didalamnya.
Bertitik tolak dari model timbangan gordon, kemudian
dimodifikasikan pada suatu model lanjutannya dijelaskan
oleh empat faktor, yaitu:
1. Faktor penentu kahidupan atau life support.
2. Aktifitas manusia atau man’s activites.
3. Bahan buangan & residu karena kehadiran dan aktifitas
manusia (residues and wastes).
4. Gangguan lingkungan (environmental hazards). Di dalam
kaitan ini, kesehatan lingkungan menempatkan dan
menggantungkan diri pada keseimbangan ekologi, oleh
karena itu manusia berusaha menjalin suatu
keseimbangan interaksi manusia dengan lingkungannya
pada tarap optimal dan batas-batas tertentu untuk
menjamin kehidupan yang tetap sehat.

Perubahan sesungguhnya ditimbulkan oleh manusia


sendiri pada umumnya, dan dipengaruhi oleh:
1. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, yang sering
dikenal dengan istilah peledakan penduduk dengan
segala implikasi kaitannya lebih lanjut.
2. Urbanisasi, dapat menimbulkan perubahan-perubahan
yang terjadi pada kota/desa, dimana dampaknya tidak
Kesehatan Lingkungan |89

saja dirasakan bagi sistem kehidupan kota melainkan


juga ikut merugikan kehidupan sistem pedesaan sendiri.
3. Industrialisasi, yang menimbulkan berbagai mata rantai
implikasi serta sebagai akses secara luas.
4. Perkembangan teknologi yang sangat cepat, khususnya
bagi negara-negara yang sedang berkembang dan belum
dapat menyiapkan diri dalam sistem sosialnya (infra
structural).
5. Kebutuhan yang meningkat dari masyarakat untuk
memaksakan meningkatkan standar kehidupan, padahal
syarat-syarat untuk mendukung juga belum disiapkan.

Walaupun demikian ada tiga pokok yang dapat


dilakukan dalam mengembangkan upaya-upaya kesehatan
lingkungan, yaitu:
1. Di mana dimungkinkan gangguan-gangguan yang dapat
berakibat terhadap kesehatan lingkungan perlu di cegah.
2. Apabila gangguan tersebut telah ada, langkah
berikutnya adalah mengusahakan mengurangi atau
meniadakan efeknya terhadap kecenderungan timbulnya
penyakit didalam masyarakat.
3. Mengembangkan lingkungan yang sehat, khususnya pada
daerah padat melalui sistem perencanaan dan
pengendalian yang mudah terhadap pemukiman,
perumahan dan fasilitas rekreasi yang sesungguhnya bisa
menjadi pusat kunjungan manusia dan sumber penularan.

Dengan demikian pendekatan ekologis yang dapat


dipertimbangkan sebagai masukan dalam suatu definisi
kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan yang
mempunyai dimensi yang luas dan berbeda berdasarkan
90| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

faktor kemampuan pelaksanaannya pada masing-masing


negara. Sanitasi merupakan salah satu komponen kesehatan
lingkungan yaitu perilaku disengaja dalam pembudayaan
hidup bersih dengan maksud mencegah manusia
bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan
berbahaya lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia. Dalam penerapannya di
masyarakat, sanitasi meliputi penyediaan air, pengelolaan
limbah, pengelolaan sampah, control vector, pencegahan dan
pengontrolan pencemaran tanah, sanitasi makanan, serta
pencemaran udara. Gambaran tentang aktivitas-aktivitas
untuk menciptakan sanitasi lingkungan yang baik yaitu
salah satunya dengan menguras, menutup, menimbun dan
memantau bak atau tempat penampungan air menjadi
tempat yang sangat baik bagi perkembangbiakan nyamuk.
Karena itu, bak dan penampungan air harus dibersihkan dan
dikuras secara rutin minimal satu minggu sekali. Tempat
penampungan air diupayakan selalu tertutup. Menutup
tempat penampungan air dapat mencegah perkembang-
biakan nyamuk dan mencegah masuknya organisme lainnya
seperti kecoa dan tikus.
Aktivitas menimbun dilakukan agar barang-barang
dilingkungan sekitar tidak dijadikan sarang atau tempat
perkembangbiakan organisme yang merugikan kesehatan
seperti kaleng bekas, plastik dan lain-lain. Tidak
membiarkan adanya air yang tergenang, genangan air
seringkali dianggap tidak membahayakan, padahal
genangan air yang dibiarkan lama terutama pada musim
hujan dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
Membersihkan saluran pembuangan air akan membantu
Kesehatan Lingkungan |91

dalam memutus rantai perkembangbiakan vector penyakit,


jika dibiarkan akan menjadi sumber berbagai jenis penyakit.
Kejadian demam berdarah dengue (DBD), terkait
dengan lingkungan pada konteks ini, lingkungan yang
dimaksud adalah lingkungan yang memudahkan terjadinya
kontak dengan agent, yaitu sebagai berikut:
1. Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata
rumah, ketinggian tempat dan iklim.
2. Jarak antara rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk
dari satu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak antar
rumah semakin mudah nyamuk menyebar dari satu
rumah ke rumah lainnya. Bahan-bahan pembuat rumah,
konstruksi rumah, warna dinding dan pengaturan
barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah
tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk.
3. Ketinggian tempat berpengaruh terhadap syarat-syarat
ekologis yang diperlukan oleh vektor penyakit. Di
Indonesia nyamuk aedes aegypti dapat hidup pada daerah
dengan ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut.
4. Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan
fisik, yang terdiri dari suhu udara, kelembaban udara,
curah hujan dan kecepatan angin.
5. Suhu udara. Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu
rendah, tetapi metabolismenya menurun atau bahkan
terhenti bila suhunya turun sampai dibawah suhu kritis.
Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk
adalah 25ºC - 27ºC. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti
sama sekali bila suhu kurang 10ºC atau lebih dari 40ºC.
6. Kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat berakibat
keadaan rumah menjadi basah dan lembab yang
92| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

memungkinkan berkembangbiaknya kuman atau bakteri


penyebab penyakit.
7. Curah hujan berpengaruh terhadap kelembaban udara
dan tempat perindukan nyamuk bertambah banyak.
8. Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh
pada kelembaban dan suhu udara, disamping itu angin
berpengaruh terhadap arah penerbangan nyamuk.
9. Lingkungan sosial, kebiasaan masyarakat yang
merugikan kesehatan dan kurang memperhatikan
kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung
baju, kebiasaan tidur siang, kebiasaan membersihkan
TPA, kebiasaan membersihkan halaman rumah, dan juga
partisipasi masyarakat khususnya dalam rangka
pembersihan sarang nyamuk, maka akan menimbulkan
resiko terjadinya.
10. Sikap dan perilaku manusia yang menyebabkan
terjangkitnya dan menyebarnya DBD diantaranya adalah
mobilitas dan kebiasaan masyarakat itu sendiri. Mobilitas,
saat ini dengan semakin tingginya kegiatan manusia
membuat masyarakat untuk melakukan mobilisasi dari
satu tempat ke tempat lain. Dan hal ini yang
mempercepat penularan DBD. Kebiasaan yang dimaksud
adalah masyarakat di Indonesia cenderung memiliki
kebiasaan menampung air untuk keperluan sehari-hari
seperti menampung air hujan, menampung air di bak
mandi yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
aedes aegypti. Kebiasaan lainnya adalah mengumpulkan
barang bekas, kurang melaksanakan kebersihan dan
kurang menerapkan pelaksanaan 4M Plus yaitu
menguras, menutup, memanfaatkan, memantau plus
menaburkan bubuk abate pada tempat tempat
Kesehatan Lingkungan |93

penampungan air, menghindari gigitan nyamuk dengan


pemakaian anti nyamuk lotion maupun obat nyamuk
bakar, dan obat nyamuk elektrik, tidur memakai
kelambu, dan tidak menggantung pakaian dikamar).

Faktor lingkungan atau ekologi merupakan faktor


utama yang menentukan dalam penularan suatu penyakit,
salah satunya yaitu penyakit yang disebabkan oleh nyamuk
pada lingkungan yang mendukung perkembangan vector
yaitu penyakit DBD.
Berdasarkan data jumlah kasus DBD dan jumlah
pemantauan jentik di Dinas Kesehatan Kota Denpasar dapat
dilihat masih ada kasus DBD setiap bulan di sepanjang tahun
2016. Berdasarkan data angka bebas jentik dapat dilihat masih
terdapat jentik di setiap desa seluruh Denpasar. Bulan
Desember 2016, hasil angka bebas jentik terendah adalah di
Desa Sumerta Kelod. Sumerta Kelod termasuk desa yang
berada dalam lingkungan daerah perkotaan. Hasil
wawancara dengan salah satu pemegang program DBD
menyatakan masih ditemukan banyak jentik nyamuk aedes
aegepty yang berpotensi meningkatkan kasus DBD. Hal
tersebut terjadi karena kurang adanya kesadaran dari warga
setempat untuk menjaga lingkungan tempat tinggal serta
kurangnya kerja sama dan kegotong-royongan dalam
pemberantas jentik nyamuk di lingkungan tempat tinggal.
Masyarakat lebih menyerahkan masalah jentik nyamuk
kepada pemerintah melalui Juru Pemantau Jentik (Jumantik)
yang sudah ada. Warga tidak berperan aktif saat dilakukan
pemberantas sarang nyamuk. Berdasarkan hasil pengolahan
data dan wawancara yang telah diuraikan, kasus DBD di
Desa Sumerta Kelod terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
94| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

1. Lingkungan fisik, yaitu dilihat dari jarak antara satu


rumah dengan rumah yang lain. Desa Sumerta Kelod
termasuk daerah perkotaan yang padat bangunan, hal
tersebut merupakan salah satu indikasi cepatnya
persebaran penyakit DBD. Semakin dekat jarak antar
rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah
yang lain.
2. Lingkungan sosial, yaitu dilihat dari kurangnya
kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam rangka
pemberantasan sarang nyamuk, sehingga vector tidak
terkendali. Pengendalian perkembangan nyamuk dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang
tepat, yaitu:
a. Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk
antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk,
pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk dan perbaikan desain
rumah. Kegiatan yang bisa dilakukan yaitu
menguras bak mandi/penampungan air sekali
dalam seminggu, mengganti serta menguras vas
bunga dan tempat minum burung seminggu sekali,
menutup dengan rapat tempat penampungan air,
mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban
bekas di sekitar rumah. Tumpah atau bocornya air
dari pipa distribusi, katup air, meteran air dapat
menyebabkan air menggenang dan menjadi habitat
yang penting untuk larva aedes aegypti jika tindakan
pencegahan tidak dilakukan.
b. Metode biologis antara lain dengan menggunakan
ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang). Dan
dapat menanam tanaman pengusir nyamuk seperti:
Kesehatan Lingkungan |95

sereh, liligundi, lavender, sirih. Tanaman ini bisa di


tanam di pekarangan rumah atau di tempatkan di
pot dan diletakan di teras rumah.
c. Metode kimiawi, cara pengendalian ini antara lain
dengan pengasapan fogging, berguna untuk
mengurangi penularan sampai batas waktu tertentu.
Memberikan bubuk abate dengan dosis 10gr/100liter
air pada tempat-tempat penampungan air seperti
gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. Fogging
merupakan salah satu bentuk upaya untuk dapat
memutus rantai penularan penyakit DBD, dengan
adanya pelaksanaan fogging diharapkan jumlah
penderita DBD dapat berkurang. Tetapi pendapat
masyarakat bahwa fogging merupakan cara yang
paling tepat untuk mencegah penyebaran penyakit
demam berdarah sebenarnya kurang tepat, karena
cara ini hanya bertujuan untuk memberantas
nyamuk aedes aegypti dewasa, sehingga jika di
beberapa rumah penduduk masih ditemukan jentik
nyamuk, maka penularan demam berdarah masih
berlanjut dengan dewasanya jentik yang menjadi
nyamuk, mengingat siklus perubahan jentik menjadi
nyamuk hanya membutuhkan waktu kurang lebih
satu minggu. Jika di daerah tersebut terdapat
penderita demam berdarah baru maka
dimungkinkan akan cepat menyebar. Disamping itu
fogging dilihat dari segi ekonomi memerlukan biaya
yang lebih mahal dan dari segi efek samping
kesehatan dan dapat mengganggu kesehatan
dikarenakan kandungan bahan kimia serta dapat
juga merusak lingkungan. Cara yang paling efektif
96| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan


mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut
dengan 4M Plus. Selain itu juga melakukan beberapa
plus seperti memelihara ikan pemakan jentik,
menabur larvasida, menggunakan kelambu pada
waktu tidur, menyemprot dengan insektisida,
memasang obat nyamuk dan memeriksa jentik
berkala. Kegiatannya dapat berupa kerja bakti untuk
membersihkan rumah dan pekarangan serta selokan
di samping rumah. Jika diperlukan dapat ditaburkan
abate, untuk membunuh jentik-jentik pada bak
kamar mandi maupun kolam-kolam ikan di rumah,
dalam hal ini masyarakat tidak perlu takut terjadi
keracunan, karena abate hanya membunuh jentik
nyamuk dan aman bagi manusia maupun ikan. Cara
terbaik memutus rantai penularan penyakit demam
berdarah adalah dengan pelaksanaan pemberantasan
sarang nyamuk oleh masyarakat, kemudian
dilakukan fogging oleh petugas dan kembali
dilaksanakan PSN oleh masyarakat. Jika cara ini
telah dilakukan oleh seluruh masyarakat secara
merata di berbagai wilayah, maka pemberantasan
demam berdarah akan lebih cepat teratasi. Jika satu
daerah saja yang melaksanakan program tersebut
namun daerah lainnya tidak, maka kemungkinkan
orang yang berasal dari wilayah yang telah bebas
namun berkunjung ke daerah yang masih terdapat
penderita demam berdarah dan tergigit oleh nyamuk
aedes aegypti akan tertular demam berdarah dan
dengan cepat penyakit ini akan tersebar kembali.
Pemerintah juga harus memberdayakan masyarakat
Kesehatan Lingkungan |97

dengan pemberian penyuluhan kesehatan


lingkungan dan pemeriksaan jentik berkala.
Perekrutan warga masyarakat sebagai Juru
Pemantau Jentik (Jumantik) dengan fungsi utama
melaksanakan kegiatan pemantauan jentik,
pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan
penyuluhan kesehatan. Jadi masing-masing keluarga
dapat memantau perkembangan jentik di
lingkungan tempat tinggal masing-masing.

Latihan:
1. Uraikan tentang ekologi!
2. Uraikan tentang ekosistem!

↜oOo↝
Bab 5
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

A. Sejarah
Sejak zaman purba pada awal kehidupan manusia,
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia bekerja.
Pada saat bekerja mereka mengalami kecelakaan dalam
bentuk cidera atau luka. Dengan akal pikirannya mereka
berusaha mencegah terulangnya kecelakaan serupa dan ia
dapat mencegah kecelakaan secara preventif. Selama
pekerjaan masih dikerjakan secara perseorangan atau dalam
kelompok maka usaha pencegahan tidaklah terlalu sulit, sifat
demikian segera berubah, tatkala revolusi industri dimulai
yakni sewaktu umat manusia dapat memanfaatkan hukum
alam dan dipelajari sehingga menjadi ilmu pengetahuan dan
dapat diterapkan secara praktis.
Penerapan ilmu pengetahuan tersebut dimulai pada
abad 18 dengan munculnya industri tenun, penemuan ketel
uap untuk keperluan industri. Tenaga uap sangat
bermanfaat bagi dunia industri, namun pemanfaatannya
juga mengandung risiko terhadap peledakan karena adanya
tekanan uap yang sangat tinggi. Selama awal abad
pertengahan berbagai bahaya diidentifikasi, termasuk efek
paparan timbal dan mercury, kebakaran dalam ruang
terbatas, serta kebutuhan alat pelindung perorangan. Namun
demikian, tidak ada standar atau persyaratan keselamatan
yang terorganisasi dan ditetapkan pada saat itu. Para pekerja

- 98 -
Kesehatan dan Keselamatan Kerja |99

biasanya pengrajin independen atau bagian dari toko atau


pertanian keluarga dan bertanggung jawab sendiri untuk
keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraannya. Selanjutnya
menyusul revolusi listrik, revolusi tenaga atom, dan
penemuan-penemuan baru di bidang teknik dan teknologi
yang sangat bermanfaat bagi umat manusia.
Di samping manfaat tersebut, pemanfaatan teknik dan
teknologi dapat merugikan dalam bentuk risiko terhadap
kecelakaan apabila tidak diikuti dengan pemikiran tentang
upaya K3. Sebagai gambaran tentang sejarah perkembangan
keselamatan dan kesehatan kerja dapat dijelaskan sebagai
berikut. Kesadaran umat manusia terhadap keselamatan kerja
telah mulai ada sejak zaman prasejarah. Ditemukan tulisan
tertua tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) berasal
dari zaman manusia pra-sejarah di zaman batu dan goa
(paleolithic dan neolithic), ketika itu manusia telah mulai
membuat kapak dan tombak untuk berburu. Kemudian bangsa
Babylonia pada dinasti Summeri (Irak) membuat desain
pegangan dan sarung kapak, membuat tombak yang mudah
untuk digunakan agar tidak membahayakan pemakainya serta
pembawanya menjadi aman. Selain itu mereka juga telah mulai
membuat saluran air dari batu untuk sanitasi. Sekitar tahun
1700 SM, Hamurabi, raja Babylonia, dalam kitab Undang-
undang menyatakan rumah itu roboh dan menimpa pemilik
rumah hingga mati maka ahli bangunan tersebut harus
dibunuh. Demikian pula pada zaman Mozai, lebih kurang lima
abad setelah Hamurabi, telah ada ketentuan bahwa ahli
bangunan bertanggung jawab atas keselamatan para pelaksana
dan pekerjaannya. Pada waktu itu telah ada kewajiban untuk
memasang pagar pengaman pada setiap sisi luar atap rumah.
Sekitar 80 tahun sesudah Masehi, Plinius seorang ahli
100| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

Encyclopedia bangsa Roma, mensyaratkan agar para pekerja


tambang memakai tutup hidung. Pada tahun 1450, Dominico
Fontana yang diserahi tugas membangun obelisk di tengah
lapangan St. Pieter Roma, selalu menyarankan agar para
pekerja memakai topi baja.
Pemahaman atas kesehatan kerja yang paling tua
ditemukan pada bangsa Mesir, ketika Ramses II pada tahun
1500 sebelum Masehi, membangun terusan dari mediterania
ke laut merah dan juga ketika membangun Rameuseum. Saat
itu Ramses II menyediakan tabib untuk menjaga kesehatan
para pekerjanya. Pemahaman mengenai pentingnya
kesehatan kerja secara khusus, dimulai pada abad ke-16 oleh
Paracelsus dan Agricola. Paracelsus pada zaman renaissance
mulai memperkenalkan penyakit yang menimpa para
pekerja tambang. Keduanya menguraikan mengenai
pekerjaan dalam tambang, cara mengolah biji tambang dan
penyakit yang diderita oleh para pekerja. Keduanya telah
mulai melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit
akibat kerja. Agricola misalnya, telah menganjurkan
penggunaan ventilasi dan tutup muka yang longgar.
Paracelus lebih banyak menguraikan tentang bahan-bahan
kimia, sehingga dia dianggap sebagai bapak toksikologi
modern. Bernardine Ramazzini (1633-1714) dari Universitas
Modena di Italia, dianggap sebagai bapak kesehatan kerja.
Beliau yang pertama menguraikan hubungan berbagai
macam penyakit dengan jenis pekerjaannya. Ramazzini
menganjurkan agar seorang dokter dalam memeriksa pasien
selain menanyakan riwayat penyakitnya, juga harus
menanyakan pekerjaan pasien dimaksud. Ramazzini menulis
mengenai kaitan antara penyakit yang diderita seorang
pasien dengan pekerjaannya. Mengamati bahwa para dokter
Kesehatan dan Keselamatan Kerja |101

pada waktu itu jarang mempunyai perhatian terhadap


hubungan antara pekerjaan dan penyakit. Oleh Ramazzini
mulai mengembangkan ilmu kedokteran dari sudut pandang
ilmu sosial (socio medicine). Ia juga menemukan bahwa
terdapat dua kelompok besar penyebab penyakit akibat kerja
yaitu bahaya yang terkandung di dalam bahan yang
digunakan ketika bekerja dan adanya gerakan janggal yang
dilakukan oleh pekerja ketika bekerja (ergonomi factor).
Peristiwa sejarah tersebut menggambarkan bahwa masalah
keselamatan dan kesehatan manusia pekerja menjadi
perhatian para ahli pada zaman itu.
Pada masa revolusi industri, di Inggris banyak terjadi
kecelakaan kerja yang membawa korban. Pada waktu itu para
pengusaha beranggapan bahwa kecelakaan yang
menimbulkan penderitaan dan kerugian bagi pekerja,
merupakan bagian dari risiko pekerjaan yang harus
ditanggung sendiri oleh para pekerja. Bagi pengusaha
kehilangan pekerja karena kecelakaan akan akan mudah
diatasi, menggantinya dengan pekerja baru. Keadaan yang
tidak adil ini telah menimbulkan kesadaran masyarakat
bahwa hal itu tidak sesuai dengan asas perikemanusiaan
karena kecelakaan dan pengorbanan pekerja dalam hubungan
kerja yang terus dibiarkan, pada dasarnya adalah perbuatan
yang tidak manusiawi. Kesadaran masyarakat yang
berkembang bahwa “Bila seorang ahli bangunan membuat
rumah untuk seseorang dan pembuatannya tidak
dilaksanakan dengan baik maka akan membuka peluang dan
mendorong pekerja untuk menuntut perlindungan, dengan
meminta agar pengusaha melakukan tindakan pencegahan
dan menanggulangi kecelakaan yang terjadi. Sejak itu, bagi
pekerja yang mengalami kecelakaan dilakukan perawatan.
102| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

Pada tahun 1911, di Amerika Serikat diberlakukan


UUKerja (Works Compensation Law) yang antara lain
mengatur bahwa setiap kecelakaan kerja yang terjadi, baik
akibat kesalahan tenaga kerja atau tidak, yang bersangkutan
akan mendapat ganti rugi jika hal itu terjadi dalam
pekerjaan. UU ini merupakan permulaan usaha pencegahan
kecelakaan yang lebih terarah. Di Inggris pada mulanya
aturan perundangan yang serupa juga telah diberlakukan,
namun harus dibuktikan bahwa kecelakaan tersebut
bukanlah terjadi karena kesalahan si korban. Jika kesalahan
atau kelalaian disebabkan oleh si korban maka ganti rugi
tidak akan diberikan. Karena posisi buruh/pekerja dalam
posisi yang lemah, maka pembuktian salah tidaknya pekerja
yang bersangkutan selalu merugikan korban. Akhirnya
peraturan tersebut diubah tanpa memandang kecelakaan
tersebut diakibatkan oleh si korban atau tidak.
Berlakunya peraturan perundangan tersebut dianggap
sebagai permulaan dari gerakan keselamatan kerja yang
membawa angin segar dalam usaha pencegahan kecelakaan
industri. Pada tahun 1931, H. W. Heinrich dalam bukunya
Industrial Accident Prevention, menulis tentang upaya
pencegahan kecelakaan di perusahaan, tulisan itu kemudian
dianggap permulaan sejarah baru bagi semua gerakan
keselamatan kerja yang terorganisir secara terarah. Prinsip-
prinsip yang dikemukakan Heinrich merupakan dasar-dasar
program keselamatan kerja yang berlaku hingga saat ini.
Peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja di
Indonesia sendiri sudah lama ada yakni dimulai dengan
diterbitkannya UU Uap (Stoom Ordinantiae, STBL. No. 225
Tahun 1930) yang mengatur secara khusus tentang
keselamatan kerja di bidang ketel uap, UU Petasan (STBL.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja |103

No. 143 Tahun 1932) dan masih banyak lagi peraturan yang
terkait dengan keselamatan di dunia kerja.
Usaha K3 di Indonesia dimulai tahun 1847 ketika mulai
dipakainya mesin uap oleh Belanda di berbagai industri
khususnya industri gula. Tanggal 28 Februari 1852,
Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad No 20
yang mengatur mengenai keselamatan dalam pemakaian
pesawat uap yang pengawasannya diserahkan kepada
lembaga Dienst Van Het Stoomwezen. Selanjutnya,
penggunaan mesin semakin meningkat dengan
berkembangnya tekonologi dan perkembangan industri.
Untuk itu, pada tahun 1905 dengan Stbl No 521 pemerintah
Hindia Belanda mengeluarkan perundangan keselamatan
kerja yang dikenal dengan Veiligheid Regelement disingkat VR
yang kemudian disempurnakan pada tahun 1930 sehingga
terkenal dengan stbl 406 tahun 1930 yang menjadi landasan
penerapan K3 di Indonesia. Perlindungan tenaga kerja di
bidang keselamatan kerja di Indonesia juga telah
mengarungi perjalanan sejarah yang panjang, telah dimulai
lebih dari satu abad yang lalu.
Usaha penanganan keselamatan kerja di Indonesia
dimulai sejalan dengan pemakaian mesin uap untuk
keperluan Pemerintah Hindia Belanda yang semula
pengawasannya ditujukan untuk mencegah kebakaran. Pada
mulanya pengaturan mengenai pesawat uap belum
ditujukan untuk memberi perlindungan kepada tenaga kerja,
karena hal itu bukan merupakan sesuatu yang penting bagi
masyarakat Belanda. Baru pada tahun 1852 untuk
melindungi tenaga kerja di perusahaan yang memakai
pesawat uap, ditetapkan peraturan perundang-undangan
tentang pesawat uap, Reglement Omtrent Veiligheids
104| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

Maatregelen bij het Aanvoeden van Stoom Werktuigen in


Nederlands Indie (Stbl no. 20), yang mengatur tentang
pelaksanaan keselamatan pemakaian pesawat uap dan
perlindungan pekerja yang melayani pesawat uap.
Upaya peningkatan perlindungan dimaksud telah
dilakukan dan terus ditingkatkan dari waktu ke waktu,
sejalan dengan semakin banyaknya dipergunakan mesin,
alat pesawat baru, bahan produksi yang diolah, terus
berkembang dan berubah. Di akhir abad ke-19 penggunaan
tenaga listrik telah dimulai pada beberapa pabrik. Sebagai
akibat penggunaan tenaga listrik tersebut banyak terjadi
kecelakaan, oleh karenanya maka pada tahun 1890
ditetapkan peraturan perundangan di bidang kelistrikan
yaitu Bepalingen Omtrent de Aanlog om het Gebruik van
Geleidingen voor Electriciteits Verlichting en het Overbrengen van
Kracht door Middel van Electriciteits in Nederlands Indie. Pada
awal abad ke-20, sejalan dengan perkembangan di Eropa,
Pemerintah Hindia Belanda kemudian mengadakan berbagai
langkah perlindungan tenaga kerja dengan menerbitkan
Veilegheids Reglement (UU Keselamatan) yang ditetapkan
pada tahun 1905 Stbl. No. 251, yang kemudian diperbaharui
pada tahun 1910 (Stbl. No. 406).
UU yang terakhir ini, telah berlaku dalam waktu yang
sangat lama, lebih dari 60 tahun, sampai kemudian dicabut
oleh UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Selain
itu, untuk mengawasi berbagai hal khusus, telah pula
diterbitkan 12 peraturan khusus Direktur Pekerjaan Umum
No. 119966/Stw Tahun 1910, yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari Stbl. No. 406 Tahun 1910. Setelah itu,
diterbitkan pula ketentuan tentang Pengangkutan dengan
Trem dalam Jumlah yang Besar (Stbl. No. 599 Tahun 1914).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja |105

Pada tahun 1926 dilakukan perubahan atas beberapa pasal


dari Burgerlijke Wetbook oud (KUH Perdata Lama) ke
dalam KUH Perdata Baru, ketika dalam ketentuan baru
dimaksud, perlindungan terhadap tenaga kerja dimuat
dalam Buku III Titel tujuh A. Isinya mulai mengatur tentang
kewajiban pengusaha untuk melindungi pekerjanya.
Beberapa ketentuan itu telah mewajibkan kepada
pengusaha agar pekerja yang tinggal bersamanya diberi
kesempatan menikmati istirahat dari pekerjaannya dengan
tidak dipotong upahnya (Pasal 1602u KUH Perdata).
Kewajiban untuk mengatur pekerjaan sedemikian rupa,
sehingga pada hari minggu dan hari-hari yang menurut
kebiasaan setempat pekerja dibebaskan dari pekerjaannya
(Pasal 1602v KUH Perdata). Kewajiban pengusaha untuk
mengatur dan memelihara ruangan, piranti atau perkakas,
menyuruh pekerja untuk melakukan pekerjaan sedemikian
rupa agar melakukan pekerjaan dengan baik dan
mengadakan aturan serta memberikan petunjuk sehingga
pekerja terlindungi jiwa, kehormatan, dan harta bendanya.

B. Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja
pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) tidak dapat
dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun
106| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

industri. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang


berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, proses
pengolahan, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta
cara-cara melakukan pekerjaan.
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut: a)
Sasarannya adalah lingkungan kerja, b) Bersifat teknik.
Pengistilahan keselamatan dan kesehatan kerja bermacam-
macam, ada yang menyebutnya hygene perusahaan dan
kesehatan kerja (hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3,
dan dalam istilah asing dikenal occupational safety and health.
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu
kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja
bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan
juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek
kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan
bukan sekadar mengobati, merawat, atau menyembuhkan
gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya,
perhatian utama di bidang kesehatan lebih ditujukan ke arah
pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit
serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang menurut Blum (1981)
ditentukan oleh empat faktor sebagai berikut:
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan),
kimia (organik/anorganik, logam berat, debu), biologik
(virus, bakteri, mikroorganisme), dan sosial budaya
(ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan,
pencegahan kecacatan, rehabilitasi.
4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja |107

Definisi kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu


kesehatan/kedokteran beserta praktiknya yang bertujuan
agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik atau
mental, maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan
kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin berubah,
bukan sekadar kesehatan pada sektor industri saja,
melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk
semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of
all at work). Keselamatan kerja sama dengan hygene
perusahaan. Kesehatan kerja memiliki sifat sasarannya
adalah manusia dan bersifat medis.
Situasi dan kondisi suatu pekerjaan, baik tata letak
tempat kerja atau material-material yang digunakan,
memiliki risiko masing-masing terhadap kesehatan pekerja.
Ridley (2008) menyatakan bahwa kita harus memahami
karakteristik material yang digunakan dan kemungkinan
reaksi tubuh terhadap material tersebut untuk meminimasi
risiko material terhadap kesehatan. Pengetahuan tentang
substansi yang digunakan dalam pekerjaan serta cara
substansi tersebut masuk ke dalam tubuh merupakan
pengetahuan penting bagi pekerja. Dengan pengetahuan
tersebut, pekerja dapat mengetahui reaksi tubuh terhadap
substansi kimia tersebut sehingga dapat meminimasi
timbulnya penyakit. Ridley (2008) menjabarkan ada
beberapa jalur untuk substansi berbahaya dapat masuk ke
tubuh seperti berikut:
108| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

1. Asupan makanan; yang masuk melalui mulut, kemudian


menuju usus.
2. Hirupan pernafasan; yang masuk melalui organ
pernafasan menuju paru-paru.
3. Penyerapan; yang masuk melalui pori-pori kulit.
4. Masuk melalui luka dan sayatan terbuka. Berdasarkan
jalur masuk substansi.

Ridley (2008) memberikan beberapa contoh tindakan


pencegahan sederhana untuk mencegah masuknya substansi
berbahaya ke dalam tubuh pekerja:
1. Asupan Makanan
a. Dilarang makan di tempat kerja.
b. Menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan
sebelum makan.
c. Dilarang merokok di tempat kerja.
2. Hirupan Pernafasan
a. Menggunakan pelindung pernafasan yang sesuai
untuk substansi-substansi tertentu.
b. Menyediakan ventilasi keluar (exhaust ventilation).
c. Ekstraksi uap dan debu.
d. Penyerapan
e. Menggunakan sarung tangan.
f. Membersihkan area terkontaminasi dengan air
sabun.
g. Menggunakan krim pelindung kulit.
3. Masukkan Langsung:
a. Mengobati seluruh luka dan sayatan.
b. Menutupi seluruh luka dan sayatan ketika bekerja.
Dalam tubuh terdapat berbagai organ tubuh seperti
hati, usus, ginjal, dan lain-lain. Setiap organ tersebut
Kesehatan dan Keselamatan Kerja |109

memiliki fungsinya masing-masing, dan setiap


fungsi tersebut sangat rentan apabila organ diserang
oleh substansi kimia tertentu.

Menurut Sumamur (1967), bahaya adalah sesuatu yang


berpotensi menyebabkan cedera atau luka, sedangkan risiko
adalah kemungkinan kecelakaan akan terjadi dan dapat
mengakibatkan kerusakan. Kecelakaan merupakan sebuah
kejadian tak terduga yang dapat menyebabkan cedera atau
kerusakan. Kecelakaan dapat terjadi akibat kelalaian dari
perusahaan, pekerja, maupun keduanya, dan akibat yang
ditimbulkan dapat memunculkan trauma bagi kedua pihak.
Bagi pekerja, cedera akibat kecelakaan dapat berpengaruh
terhadap kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, dan kualitas
hidup pekerja tersebut. Bagi perusahaan, terjadi kerugian
produksi akibat waktu yang terbuang pada saat melakukan
penyelidikan atas kecelakaan tersebut serta biaya untuk
melakukan proses hukum atas kecelakaan kerja. (Ridley, 2008).
Sumamur berpendapat bahwa kecelakaan tidak
mungkin terjadi secara kebetulan sehingga pasti ada sebab
dibalik setiap kecelakaan. Kecelakaan sebaiknya diteliti dan
ditemukan penyebabnya sehingga dapat dilakukan usaha
untuk mencegah terjadinya kecelakaan tersebut terulang
kembali. Pencegahan kecelakaan bertujuan untuk mengurangi
peluang terjadinya kecelakaan hingga mutlak minimum,
mengurangi bahaya, serta risiko yang dihasilkan dalam suatu
kegiatan pekerjaan. Kecelakaan dapat dibagi menjadi 2 jenis,
kecelakaan langsung dan kecelakaan tidak langsung.
Kecelakaan langsung dapat dibedakan menjadi kejadian
kecelakaan sesungguhnya dan juga kejadian nyaris
celaka/hampir celaka. Nyaris celaka adalah sebuah kejadian
110| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

yang hampir menyebabkan terjadinya cedera atau kerusakan


dan hanya memiliki selang perbedaan waktu yang sangat
singkat. Nyaris celaka tidak mengakibatkan kerusakan,
sedangkan kecelakaan pasti mengakibatkan kerusakan
(Ridley, 2008).
Setiap kecelakaan bukan peristiwa tunggal, namun
terjadi karena penyebab yang saling berkaitan yaitu
kesalahan dari sisi perusahaan, sisi pekerja, atau keduanya.
Akibat yang ditimbulkan yakni trauma bagi keduanya, bagi
pekerja yaitu cedera dapat memengaruhi terhadap pribadi,
keluarga, dan kualitas hidup, sedangkan bagi perusahaan
berupa kerugian produksi, waktu yang terbuang untuk
penyelidikan dan biaya untuk proses hukum. Tindakan
pencegahan kecelakaan bertujuan untuk mengurangi
peluang terjadinya kecelakaan hingga mutlak minimum. Hal
ini sesuai dengan teori domino yang menggambarkan
rangkaian penyebab kecelakaan sehingga menimbulkan
cedera atau kerusakan. Teori Domino Heinrich menyebutkan
suatu kecelakaan bukanlah suatu peristiwa tunggal,
melainkan merupakan hasil dari serangkaian penyebab yang
saling berkaitan (Ridley, 2008). Teori ini menggambarkan
bahwa rangkaian penyebab kejadian yang mengawali
kecelakaan sehingga menimbulkan cedera atau kerusakan.
Jika satu domino jatuh maka domino tersebut akan menimpa
domino-domino lainnya hingga pada akhirnya akan terjadi
kecelakaan pada saat domino yang terakhir jatuh. Jika salah
satu faktor penyebab kecelakaan dalam domino tersebut
dapat dihilangkan maka tidak akan terjadi kecelakaan.
Domino yang pertama adalah sistem kerja. Sistem kerja
yang dikelola dengan baik seperti pengendalian manajemen
dan standar kerja yang sesuai akan membuat domino
Kesehatan dan Keselamatan Kerja |111

tersebut terkendali dan tidak akan menimpa yang lainnya


seperti kesalahan orang dan seterusnya. Oleh karena
domino-domino tersebut tetap terjaga maka kecelakaan yang
mengakibatkan cedera tidak akan terjadi.
Menurut Ridley (2008), contoh penyebab kecelakaan
untuk masing-masing faktor tersebut adalah pengendalian
manajemen yang kurang, standar kerja yang minim, tidak
memenuhi standar, perlengkapan yang tidak aman, tempat
kerja yang tidak mendukung keamanan seperti getaran,
tekanan udara, ventilasi, penerangan dan kebisingan yang
tidak aman dan peralatan/bahan baku yang tidak aman.
Kesalahan orang meliputi keterampilan dan
pengetahuan minim, masalah fisik atau mental, motivasi yang
minim atau salah penempatan, dan perhatian yang kurang.
Tindakan tidak aman meliputi tidak mengikuti metode
kerja yang telah disetujui, mengambil jalan pintas, tidak
menggunakan perlengkapan keselamatan kerja selama
bekerja, bekerja dengan kecepatan berbahaya.
Berikut ini adalah beberapa penyebab tindakan tidak
aman, meliputi:
1. Kecelakaan:
a. Kejadian yang tidak terduga.
b. Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang
berbahaya.
c. Terjatuh.
d. Terhantam mesin atau material yang jatuh dan
sebagainya.
2. Cedera atau Kerusakan:
a. Sakit dan penderitaan (pada pekerja).
b. Kehilangan pendapatan (pada pekerja).
c. Kehilangan kualitas hidup (pada pekerja).
112| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

d. Pabrik (pada perusahaan).


e. Pembayaran kompensasi (pada perusahaan).
f. Kerugian produksi (pada perusahaan).
g. Kemungkinan proses pengadilan (pada perusahaan).

Teknik-teknik praktis pencegahan kecelakaan, meliputi


nyaris membudayakan pelaporan kecelakaan yang nyaris
terjadi, menyelidikinya untuk mencegah kecelakaan serius,
dan menumbuhkan budaya tidak saling menyalahkan.
Identifikasi bahaya dan melakukan inspeksi keselamatan
kerja dan patroli yaitu laporan dari operator dan laporan
dari jurnal-jurnal teknis. Pengeliminasian bahaya meliputi
adanya sarana-sarana teknis, mengubah material, mengubah
proses, mengubah pabrik baik dari segi tata letak mesin
maupun kondisi kerja di pabrik.
Pengurangan bahaya dengan memodifikasi
perlengkapan sarana teknis, meliputi:
1. Alat Pelindung Diri (PPE).
2. Melakukan penilaian risiko.

Pengendalian risiko residual dengan sarana teknis-


alarm, pemutusan aliran (trips), meliputi:
1. Sistem kerja yang aman.
2. Pelatihan para pekerja.

C. Tujuan K3
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di
tempat kerja tersebut.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja |113

3. Memelihara sumber produksi agar dapat digunakan


secara aman dan efisien.

D. Fungsi K3
Berikut ini adalah beberapa fungsi dari kesehatan kerja,
yaitu:
1. Identifikasi dan melakukan penilaian terhadap risiko
dari bahaya kesehatan di tempat kerja.
2. Memberikan saran terhadap perencanaan dan
pengorganisasian dan praktik kerja termasuk desain
tempat kerja.
3. Memberikan saran, informasi, pelatihan, dan edukasi
tentang kesehatan kerja dan APD.
4. Melaksanakan survei terhadap kesehatan kerja.
5. Terlibat dalam proses rehabilitasi.
6. Mengelola P3K dan tindakan darurat.

Berikut ini adalah beberapa fungsi dari keselamatan


kerja, yaitu:
1. Antisipasi, identifikasi, dan evaluasi kondisi serta
praktik berbahaya.
2. Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur,
dan program.
3. Terapkan, dokumentasikan, dan informasikan rekan
lainnya dalam hal pengendalian bahaya dan program
pengendalian bahaya.
4. Ukur, periksa kembali keefektifan pengendalian bahaya
dan program pengendalian bahaya.

Peran kesehatan dan keselamatan kerja dalam ilmu K3


berkontribusi dalam upaya perlindungan kesehatan para
114| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

pekerja dengan upaya promosi kesehatan, pemantauan, dan


survailan kesehatan serta upaya peningkatan daya tahan tubuh
dan kebugaran pekerja. Sementara peran keselamatan adalah
menciptakan sistem kerja yang aman atau yang mempunyai
potensi risiko yang rendah terhadap terjadinya kecelakaan dan
menjaga aset perusahaan dari kemungkinan loss.

E. Organisasi K3
Tujuan utama dibentuknya organisasi keselamatan
kerja ialah untuk mengurangi tingkat kecelakaan, sakit,
cacat, dan kematian akibat kerja, dengan lingkungan kerja
yang sehat, bersih, aman, dan nyaman.
1. Organisasi bisa dibentuk di tingkat pemerintah,
perusahaan atau oleh kelompok atau serikat pekerja.
2. Di Indonesia, organisasi pemerintah yang menangani
masalah keselamatan kerja di tingkat pusat dibentuk di
bawah Direktorat Pembinaan Norma Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Di samping itu, organisasi K3 dibentuk
di perusahaan-perusahaan dan ikatan ahli tertentu.

Lambang K3 beserta arti dan maknanya tertuang dalam


Kepmenaker RI 1135/MEN/1987 tentang Bendera
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lambang K3 Bentuk
lambang K3 yaitu palang dilingkari roda bergigi sebelas
berwarna hijau di atas warna dasar putih. Arti dan makna
lambang K3 yaitu:
1. Palang bermakna bebas dari kecelakaan dan penyakit
akibat kerja (PAK).
2. Roda gigi bermakna bekerja dengan kesegaran jasmani
maupun rohani.
3. Warna putih bermakna bersih dan suci.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja |115

4. Warna hijau bermakna selamat, sehat, dan sejahtera.


Sebelas gerigi roda bermakna sebelas bab dalam Undang-
undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Soal Latihan:
1. Siapakah bapak kesehatan dan bagaimana sejarahnya?
2. Jelaskan definisi keselamatan dan kesehatan kerja!
3. Apakah perbedaan dari keselamatan kerja dan kesehatan
kerja?
4. Jelaskan jalur-jalur yang membuat substansi dapat
masuk ke dalam tubuh!
5. Apa yang dimaksud dengan kecelakaan kerja?
6. Bagaimana teori domino dapat menjelaskan penyebab
kecelakaan?
7. Apakah peran kesehatan dan keselamatan kerja dalam
ilmu K3?
8. Apakah tujuan dibentuknya organisasi keselamatan
kerja?
9. Jelaskan arti dan makna lambang K3!
10. Jelaskan tujuan keselamatan dan kesehatan kerja!

↜oOo↝
Bab 6
GIZI MASYARAKAT

A. Latar Belakang
Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor, sehingga
penanggulangannya tidak cukup dengan pendekatan medis
maupun pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk, 2012).
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013),
prevalensi gizi buruk di Indonesia tahun 2007 (5,4%), tahun
2010 (4,9%), dan tahun 2013 (5,7%), sedangkan target
Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2014 sebesar
3,6%. Jadi prevalensi gizi buruk di indonesia masih di bawah
target. Periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak
merupakan masa kritis, karena mengalami pertumbuhan
dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu,
terjadinya gangguan gizi di masa tersebut dapat bersifat
permanen dan tidak dapat pulih walaupun kebutuhan gizi
di masa selanjutnya terpenuhi.
Secara nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada
anak balita sebesar 19,6%, yang berarti 212 masalah gizi berat
dan kurang di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan mendekati prevalensi tinggi, sedangkan
sasaran Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2019
yaitu 17%. Oleh karena itu, prevalensi gizi buruk dan kurang
secara nasional harus diturunkan sebesar 2,6% dalam
periode 2015 sampai 2019. Kejadian gizi buruk akan
menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan akan

- 116 -
Gizi Masyarakat |117

mudah terkena penyakit infeksi. Gizi buruk jika tidak


ditanggulangi dengan cepat, maka akan mempengaruhi
kualitas pada generasi selanjutnya (Yanti, 2015).
Dampak jangka pendek gizi buruk terhadap
perkembangan anak yakni anak menjadi apatis, mengalami
gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain.
Sedangkan dampak jangka panjang mengalami penurunan
skor tes Intelligence Quotient (IQ) 10-13 poin, penurunan
perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori,
gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa
percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di
sekolah (Nency dkk, 2005; Moehji, 2003).
Status gizi buruk pada balita akan menyebabkan
kehilangan potensi ekonomi yang sangat tinggi. Secara
nasional, besarnya estimasi potensi ekonomi yang hilang
akibat kekurangan energi protein (KEP) pada balita antara
0,27%–1,21% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia
atau nilainya antara Rp 4,24 triliun-Rp 19,08 triliun. Biaya
yang diperlukan untuk kegiatan Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) pada balita gizi buruk Rp 52,66 milyar per
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa biaya penanggulangan
jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan besarnya
kerugian ekonomi yang akan timbul (Aries dk, 2006).
Penyebab gizi buruk secara langsung yaitu asupan
makanan yang kurang dan penyakit infeksi. Kedua penyebab
langsung tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yang
merupakan penyebab tidak langsung, yaitu ketahanan pangan
keluarga, pola pengasuhan anak, dan pelayanan kesehatan dan
lingkungan yang kurang memadai (Achmadi, 2013). Beberapa
penelitian telah banyak menghasilkan kesimpulan terkait
faktor-faktor penyebab terjadinya masalah gizi tersebut.
118| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

Menurut penelitian Suranadi dkk (2008), ada hubungan


yang signifikan antara pola pengasuhan anak dengan
karakteristik keluarga. Peranan keluarga terutama ibu dalam
mengasuh anak sangat menentukan tumbuh kembang anak.
Pengasuhan yang baik dapat menjamin tumbuh kembang
anak yang optimal. Namun, menurut Ita (2014), tidak ada
hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi anak
balita yang berusia 1-5 tahun. Menurut Faiza dkk (2007), ada
hubungan yang bermakna antara pola asuh makan dengan
kejadian gizi buruk. Keluarga yang pola asuh makannya
kurang baik berpeluang untuk menderita gizi buruk sebesar
12,8 kali dibandingkan dengan anak yang berasal dari
keluarga dengan pola asuh makan baik.
Namun menurut Mulyaningsih (2008), tidak ada
hubungan yang signifikan antara pola makan balita dengan
status gizi balita. Pola makan yang dibiasakan oleh orangtua
merupakan tonggak utama terjadinya permasalahan gizi.
Anak balita sering kali mengalami fase sulit makan, yang
dapat mengganggu tumbuh kembangnya. Hal ini
dikarenakan jumlah dan zat gizi yang masuk dalam tubuh
tidak sesuai dengan kebutuhannya, yang akan melahirkan
permasalahan gizi kurang dan buruk (Moehji, 2003). Salah
satu faktor penyebab gizi buruk selain pola asuh dan pola
makan yakni penyakit infeksi. Menurut Yanti (2005);
Mursyid (2015), ada hubungan yang signifikan antara
penyakit infeksi dengan status gizi buruk. Balita yang
menderita infeksi mempunyai risiko menderita gizi buruk
sebesar 5,6 kali dibanding yang tidak infeksi. Penyakit
infeksi yang dialami oleh balita diantaranya penyakit ISPA,
batuk, pilek, demam dan diare.
Gizi Masyarakat |119

Penyakit-penyakit ini akan menjadi manifestasi


terhadap keadaan gizi buruk pada anak balita yang
berdampak pada tumbuh kembang anak dan status
kesehatan anak. Namun menurut Suhendri (2009), tidak ada
hubungan yang signifikan antara penyakit infeksi dengan
status gizi balita. Hal ini dikarenakan perbandingan jumlah
balita gizi kurang yang terkena infeksi ringan, lebih besar
daripada balita yang terkena infeksi berat. Penyakit infeksi
yang menyerang anak dapat mengganggu penyerapan
asupan gizi, sehingga mendorong terjadinya gizi kurang dan
gizi buruk. Sebagai reaksi akibat infeksi yakni menurunnya
nafsu makan anak sehingga anak menolak makanan yang
diberikan, yang berakibat berkurangnya asupan zat gizi ke
dalam tubuh. Penyakit infeksi dapat mengganggu
metabolisme yang membuat ketidakseimbangan hormon
dan menganggu fungsi imunitas (Moehji, 2003).

B. Beberapa Pengertian/Istilah dalam Gizi


1. Ilmu gizi (nutrience science) adalah ilmu yang
mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam
hubungannya dengan kesehatan optimal/tubuh.
2. Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan
tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan
energi, membangun dan memelihara jaringan serta
mengatur proses-proses kehidupan.
3. Gizi (nutrition) adalah proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses
digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
dan pengeluaran zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi
normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
120| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

4. Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang


dapat dijadikan makanan.
5. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung
zat-zat gizi dan atau unsur-unsur/ikatan kimia yang
dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, akan berguna
bila dimasukkan ke dalam tubuh.
6. Bahan makanan adalah makanan dalam keadaan
mentah.
7. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.

Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab ”ghidza”, yang


berarti “makanan”. Ilmu gizi bisa berkaitan dengan makanan
dan tubuh manusia. Dalam bahasa Inggris “food” menyatakan
makanan, pangan dan bahan makanan. Pengertian gizi terbagi
secara klasik dan masa sekarang yaitu:
1. Secara Klasik: gizi hanya dihubungkan dengan
kesehatan tubuh (menyediakan energi, membangun,
memelihara jaringan tubuh, mengatur proses-proses
kehidupan dalam tubuh).
2. Sekarang: selain untuk kesehatan, juga dikaitkan dengan
potensi ekonomi seseorang karena gizi berkaitan dengan
perkembangan otak, kemampuan belajar, produktivitas
kerja.

C. Sejarah Perkembangan Ilmu Gizi


Berdiri pada tahun 1926, oleh Mary Swartz Rose saat
dikukuhkan sebagai profesor ilmu gizi di Universitas
Columbia, New York, AS. Pada zaman purba, makanan
penting untuk kelangsungan hidup. Sedangkan pada zaman
Yunani, tahun 400 SM ada teori Hipocrates yang menyatakan
Gizi Masyarakat |121

bahwa makanan sebagai panas yang dibutuhkan manusia,


artinya manusia butuh makan. Beberapa penelitian yang
menegaskan bahwa ilmu gizi sudah ada sejak dulu, antara lain:
1. Penelitian tentang pernafasan dan kalorimetri. Pertama
dipelajari oleh Antoine Lavoisier (1743-1794).
Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan
energi makanan yang meliputi proses pernafasan,
oksidasi dan kalorimetri. Kemudian berkembang hingga
awal abad 20, adanya penelitian tentang pertukaran
energi dan sifat-sifat bahan makanan pokok.
2. Penemuan mineral. Sejak lama mineral telah diketahui
dalam tulang dan gigi. Pada tahun 1808 ditemukan
kalsium. Tahun 1808, Boussingault menemukan zat besi
sebagai zat esensial. Ringer (1885) dan Locke (1990),
menemukan cairan tubuh perlu konsentrasi elektrolit
tertentu. Awal abad 20, penelitian Loeb tentang
pengaruh konsentrasi garam natrium, kalium dan
kalsium klorida terhadap jaringan hidup.
3. Penemuan vitamin. Awal abad 20, vitamin sudah
dikenal. Sejak tahun 1887-1905 muncul penelitian-
penelitian dengan makanan yang dimurnikan dan
makanan utuh. Dengan hasil: ditemukan suatu zat aktif
dalam makanan yang tidak tergolong zat gizi utama dan
berperan dalam pencegahan penyakit (Scurvy dan
Rickets). Pada tahun 1912, Funk mengusulkan memberi
nama vitamine untuk zat tersebut. Tahun 1920, vitamin
diganti menjadi vitamine dan diakui sebagai zat esensial.
4. Penelitian tingkat molekular dan selular. Penelitian ini
dimulai tahun 1955, dan diperoleh pengertian tentang
struktur sel yang rumit serta peranan kompleks dan vital
zat gizi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel.
122| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

Setelah tahun 1960, penelitian bergeser dari zat-zat gizi


esensial ke inter relationship antara zat-zat gizi, peranan
biologik spesifik, penetapan kebutuhan zat gizi manusia
dan pengolahan makanan terhadap kandungan zat gizi.
5. Keadaan sekarang. Muncul konsep-konsep baru antara
lain: pengaruh keturunan terhadap kebutuhan gizi;
pengaruh gizi terhadap perkembangan otak dan
perilaku, kemampuan bekerja dan produktivitas serta
daya tahan terhadap penyakit infeksi. Pada bidang
teknologi pangan ditemukan: cara mengolah makanan
bergizi, fortifikasi bahan pangan dengan zat-zat gizi
esensial, pemanfaatan sifat struktural bahan pangan,
dsb. FAO dan WHO mengeluarkan Codex Alimentaris
(peraturan food labeling dan batas keracunan).

D. Ruang Lingkup Ilmu Gizi


Ruang lingkup cukup luas, dimulai dari cara produksi
pangan, perubahan pascapanen (penyediaan pangan,
distribusi dan pengolahan pangan, konsumsi makanan serta
cara pemanfaatan makanan oleh tubuh yang sehat dan
sakit). Ilmu gizi berkaitan dengan ilmu agronomi,
peternakan, ilmu pangan, mikrobiologi, biokimia, faal,
biologi molekular dan kedokteran. Informasi gizi yang
diberikan pada masyarakat, yang meliputi gizi individu,
keluarga dan masyarakat; gizi institusi dan gizi olahraga.
1. Perkembangan Gizi Klinis
a. Anamnesis dan pengkajian status nutrisi pasien.
b. Pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan defisiensi
zat besi.
c. Pemeriksaan antropometris dan tindak lanjut
terhadap gangguannya.
Gizi Masyarakat |123

d. Pemeriksaan radiologi dan tes laboratorium dengan


status nutrisi pasien.
e. Suplementasi oral, enteral dan parenteral.
f. Interaksi timbal balik antara nutrien dan obat-
obatan.
g. Bahan tambahan makanan (pewarna, penyedap dan
sejenis serta bahan-bahan kontaminan).

2. Pengelompokan Zat Gizi Menurut Kebutuhan


Zat gizi menutut kebutuhan terbagi dalam dua
golongan besar yaitu makronutrien dan mikronutrien,
berikut penjelasannya:
a. Makronutrien
Komponen terbesar dari susunan diet,
berfungsi untuk menyuplai energi dan zat-zat
esensial (pertumbuhan sel/jaringan), pemeliharaan
aktivitas tubuh. Karbohodrat (hidrat arang), lemak,
protein, makromineral dan air.
b. Mikronutrien
1) Karbohidrat: glukosa, serat.
2) Lemak/lipida: asam linoleat, asam linolenat.
3) Protein: asam amino, leusin, isoleusin, lisin,
metionin, fenilalanin, treonin, valin, histidina,
nitrogen nonesensial.
4) Mineral: kalsium, fosfor, natrium, kalium, sulfur,
klor, magnesium, zat besi, selenium, seng,
mangan, tembaga, kobalt, iodium, krom fluor,
timah, nikel, silikon, arsen, boron, vanadium,
molibden.
5) Vitamin: vitamin A (retinol), vitamin D
(kolekalsiferol), vitamin E (tokoferol), vitamin k;
124| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

tiamin, riboflavin, niaclin, biotin, folat, vitamin


B6, vitamin B12, asam pantotenat, vitamin C.
6) Air

3. Fungsi Zat Gizi


a. Memberi energi (zat pembakar). Karbohidrat, lemak
dan protein, merupakan ikatan organik yang
mengandung karbon dapat dibakar dan dibutuhkan
tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.
b. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (zat
pembangun). Protein, mineral dan air, diperlukan
untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan
menganti sel yang rusak.
c. Mengatur proses tubuh (zat pengatur). Protein,
mineral, air dan vitamin. Protein bertujuan mengatur
keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai
buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan
membentuk antibodi sebagai penangkal organisme
yang bersifat infektil dan bahan-bahan asing yang
dapat masuk ke dalam tubuh. Mineral dan vitamin
sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi,
fungsi normal saraf dan otot serta banyak proses lain
yang terjadi dalam tubuh, seperti dalam darah,
cairan pencernaan, jaringan, mengatur suhu tubuh,
peredaran darah, pembuangan sisa-sisa/ekskresi
dan lain-lain proses tubuh.

Soal Latihan:
1. Jelaskan pengelompokan gizi menurut kebutuhan!
2. Uraikan tentang mikronutrien!
Gizi Masyarakat |125

DAFTAR REFERENSI

Adriyani, Meryana dan Wirjatmadi, Bambang. 2012.


Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana Prenada Media
Group. Jakarta.

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia


Pusaka Utama.Jakarta.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2013. Gizi dan


Kesehatan Masyarakat. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Departemen kesehatan RI, 2012. Analisis Situasi Gizi dan


Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Dewi, Ayu Bulan Febry Kurnia., Pujiastuti, Nurul Dan Fajar,


Ibnu.2012. Ilmu Gizi Untuk Praktisi Kesehatan. Graha
Ilmu. Yogyakarta.

Dwijayanti, Linda. 2011. Ilmu Gizi Menjadi Sangat Penting.


Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Hamidin, A.S. 2012. Keampuhan Terapi Air Putih. Stomata.


Surabaya. Harper

LJ., Deaton BJ., Driskel JA.1986. Pangan, Gizi dan Pertanian.


Soehardjo Penerjemah. UI Press. Jakarta.

↜oOo↝
Bab Khusus
PENGENDALIAN CORONA VIRUS

Corona virus atau Covid-19 bukan pandemi pertama


yang dialami Indonesia. Jika dirunut dari sejarah dan
beberapa literatur, Indonesia pernah menghadapi wabah
penyakit pada 1900-an saat masih bernama Hindia Belanda.
Banyak manuskrip dan testimoni dari berbagai narasumber
sudah dikumpulkan tim sejarawan dari Universitas
Indonesia. Kalau ada yang mengatakan Covid ini adalah
yang pertama terjadi di muka bumi. Beberapa bukti dari
media massa di zaman tersebut yang menguatkan
bahwa Covid-19 bukan pandemi pertama bagi Indonesia, di
antaranya, Algemeen Handelsblad edisi 30 Oktober 1918
dengan judul Spaansche Griep (Flu Spanyol). Kedua, De
Masbode edisi 7 Desember 1918 dengan judul Kolonien Uit
Onze Oost, De Spaansche Ziekte op Java (Dari Timur Kami,
Penyakit Spanyol di Jawa). Kemudian ada juga, De Telegraaf
edisi 22 November 1918 yang memuat berita berjudul De
Spaansche Griep op Java (Flu Spanyol di Jawa). Masih dari
media yang sama, tanggal 5 Februari 1919, menurunkan
berita berjudul De Spaansche Griep op Java de Officieele
Sterftecijfers (Angka kematian resmi flu Spanyol di Jawa).
Keempat, De Sumatra Post edisi 11 Desember 1920,
menurunkan tulisan berjudul Influenza.
Jumlah penduduk Hindia Belanda ada sekitar 35 juta
jiwa, dan yang meninggal karena Flu Spanyol hampir 13,3

- 126 -
Pengendalian Corona Virus |127

persen. Jumlah itu lebih banyak daripada pandemi Covid-


19 hari ini. Oleh karena itu, kondisi terdahulu lebih buruk
daripada sekarang. Jumlah penduduk Hindia Belanda tahun-
tahun itu, sekitar 35 juta jiwa. Dari jumlah itu, 13,3 persen
meninggal karena Flu Spanyol. Itu artinya, lebih dari 4,6 juta
nyawa meregang. Kondisi waktu itu jauh lebih buruk.
Covid-19 bukan pandemi pertama yang Indonesia
hadapi sepanjang sejarah. Seabad yang lalu, Hindia Belanda
sebutan Indonesia di kala itu) mengalami Pandemi Flu.
Fakta-fakta sejarah yang relevan dengan kondisi Indonesia
di masa kini sebagai pelajaran berharga. Masih lekat kabut
kebingungan dan ketidakpastian di tengah wabah Covid-19
yang dapat kita jelma menjadi pertanyaan, seperti
“Bagaimana situasi ini dapat membaik atau memburuk?”.
Beberapa orang membandingkannya dengan wabah virus
Flu Spanyol, atau Pandemi Flu tahun 1918, yang menjangkiti
lebih dari 60% populasi dunia, termasuk Indonesia yang
pada waktu itu bernama Hindia Belanda. Setidaknya, masa
lalu tidak mungkin persis berulang.
Pada tanggal 18 Juli 1918, harian Bataviaasch
Nieuwsblad memuat artikel berjudul “De Epidemie”, yang
mewartakan wabah influenza sudah merebak di beberapa
kota di Hindia Belanda. Artikel tersebut menyampaikan
bahwa tengah terjadi pandemi flu di seluruh dunia yang
belum dapat ditemukan obatnya. Namun wabah tersebut
dapat dicegah dengan beberapa imbauan khusus, seperti,
“Jika Anda merasa demam diikuti dengan keluarnya lendir,
jangan ke kantor dan hindari kontak dengan orang. Jika
Anda harus batuk atau bersin, lakukan di tempat sepi dan
jangan meludah ke tanah!” Masyarakat juga diminta untuk
tidak terlalu khawatir dengan penyakit ini karena umumnya
128| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

menunjukkan gejala flu biasa dan tidak berbahaya; kecuali


jika ada komplikasi dengan penyakit lain. Isolasi secara
sukarela akan menghentikan pergerakannya.
Belum nampak langkah serius dan strategis yang
diambil pemerintah kolonial guna menangani kasus ini
dalam tahap awal dari gelombang besar yang mengikuti
setelahnya. Siddharth Chandra, dalam artikel jurnal berjudul
“Mortality from the influenza pandemic of 1918-19 in
Indonesia”, membagi tahap sebaran pandemi flu di Hindia
Belanda dalam dua gelombang. Gelombang pertama terjadi
dari Juni hingga awal Juli 1918, yang mereda pada akhir
September 1918. Mulanya virus ini dipercaya masuk pertama
kali ke Hindia Belanda dari Sumatra Timur (sekarang
Sumatra Utara) melalui Semenanjung Malaya. Sementara,
sebaran di Pulau Jawa berasal dari kapal-kapal yang transit
di Singapura. Gelombang kedua terjadi dari Oktober 1918
hingga Februari 1919. Dampaknya kali ini lebih masif
dibandingkan gelombang pertama dan mulai masuk ke
kepulauan bagian timur Hindia Belanda.
Sebuah artikel koran Het Nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië pada tanggal 13 Januari 1919 membuat
perbandingan angka kematian pada tahun 1917 dan 1918
(sebelum dan setelah wabah merebak). Data yang dikeluarkan
Burgerlijken Geneeskundigen Dienst atau Dinas Kesehatan
mencatat 70.000 kematian di seluruh Hindia Belanda pada
tahun 1917 . Sementara pada tahun 1918, lebih dari 486.000
orang meninggal dunia. Lonjakan angka kematian tersebut
sebagian besar berkait dengan penyakit influenza.
Sebaran pandemi influenza dimulai di kota-kota besar
yang memiliki akses pelabuhan yang terhubung dengan
jaringan pelayaran internasional. Akan tetapi, bukan berarti
Pengendalian Corona Virus |129

area pedalaman bebas wabah. Harian Bataviaasche Niuewsblad


pada bulan Juli 1918 melaporkan 90 petugas stasiun, 22
masinis, dan 43 petugas bea cukai terjangkit influenza di
Surabaya. Dengan demikian, virus juga berpeluang besar
mewabah dari pelabuhan ke pedalaman mengikuti jalur
kereta api atau jalan raya yang menghubungkan ke kota-kota
di pedalaman. Faktanya, banyak kota besar di pedalaman
Jawa yang terhubung dengan transportasi utama yang juga
mengalami kasus serius. Selang beberapa minggu kemudian,
banyak kepala daerah mulai melaporkan kepada pemerintah
pusat bahwa di daerah mereka terserang wabah.
Kegagapan koordinasi antara pemerintah pusat dan
daerah menyebabkan pejabat setempat mengambil langkah
sendiri-sendiri. Kepala Dinas Kesehatan Dr. de Vogel
menganjurkan pembuatan satu dasar hukum sebagai
rujukan dalam menangani wabah influenza yang merebak di
seluruh Hindia Belanda. Buku Yang Terlupakan: Pandemi
Influenza 1918 di Hindia Belanda oleh Priyanto Wibowo dkk.
menceritakan betapa rumitnya mengesahkan suatu undang-
undang terkait wabah influenza. Setelah rancangan terbit
dan disosialisasikan kepada dinas dan lembaga terkait,
pemerintah justru menghadapi konflik kepentingan berbagai
pihak. Misalnya, reaksi keras yang muncul dari perusahaan
perkapalan atau pelayanan negara Koninklijke Paketvaart
Maatschappij karena menganggap pembatasan aktivitas di
pelabuhan dapat merugikan perusahaan tersebut. Padahal,
hasil penelitian de Vogel beserta timnya menyimpulkan
bahwa persebaran virus bersumber dari aktivitas pelabuhan.
Terlebih, korban yang terjangkit lebih besar jumlahnya di
kota-kota pesisir dengan pelabuhan kecil yang belum
dilengkapi fasilitas medis dan petugas kesehatan untuk
130| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

melakukan pemeriksaan terhadap pasien influenza. Selain


menyoroti pelabuhan dan perkapalan, de Vogel
mengusulkan larangan berkumpul bagi sejumlah orang
apabila di antara mereka sedang mengalami gejala influenza.
Usul de Vogel lagi-lagi diprotes, kali ini oleh Direktur
Kehakiman D. Rutgers, yang menganggap pembatasan hak
berkumpul dan berserikat dapat menimbulkan keresahan di
masyarakat dan dunia pendidikan.
Rancangan usulan de Vogel yang diluncurkan pada
bulan Maret 1919 baru disahkan menjadi undang-undang
dengan nama Influenza Ordonantie pada tanggal 20 Oktober
1920. Kendati menurut beberapa sejarawan masa kritis
wabah mulai reda pada akhir Januari 1919, undang-undang
influenza dapat menjadi dasar hukum yang tegas terkait
penanggulangan wabah di masa mendatang. Jika sewaktu-
waktu wabah serupa muncul kembali dan dalam kondisi
tertentu dapat berlaku sebagai „kejadian luar biasa‟, maka
pihak-pihak yang melanggar dapat diproses secara hukum.
Unsur pidana dalam undang-undang tersebut juga
menunjukkan bahwa fenomena ini tidak hanya dianggap
sekedar isu kesehatan, namun juga masalah keamanan dan
kestabilan negara.
Lantas di tengah gelombang wabah virus COVID-19
saat ini, ketepatan dan kecepatan pemerintah dalam
menghadapi fenomena wabah akan diuji di samping
kemampuan untuk berkejaran dengan waktu. Siddhaart
sepakat dengan pendapat Colin Brown dalam The Influenza
Pandemic of 1918 in Indonesia bahwa kematian akibat penyakit
influenza melalui data pada tahun 1918 dan 1919 berjumlah
lebih dari 1,5 juta jiwa. Dengan kata lain, jika pada tahun
1918 angka kematian masih berkisar 480.000 jiwa, maka
Pengendalian Corona Virus |131

tahun berikutnya meningkat dua kali lipat. Fatality rate


Pandemi Influenza 1918 memang jauh lebih tinggi (bahkan
salah satu yang terburuk dalam sejarah), jika dibandingkan
dengan Covid-19. Namun, fakta menunjukkan bahwa dunia
kedokteran pada masanya sama-sama belum menemukan
solusi tepat untuk membunuh virus tersebut. Maka, jangan
sampai upaya mencegah persebaran saat ini menjadi
kendor.
Hambatan budaya juga akan menjadi tantangan dalam
waktu-waktu mendatang, khususnya selama bulan
Ramadhan dan Syawal ketika kebiasaan konsumsi
masyarakat Indonesia meningkat. Puncaknya adalah tradisi
pulang kampung yang akan memperbesar tingkat mobilitas
masyarakat. Pada kasus Pandemi Flu 1918, Kirsty Walker
dalam The Influenza Pandemic of 1918 in Southeast Asia juga
menyinggung kontribusi besar penyebaran kasus di Hindia
Belanda pada periode pertama wabah adalah tradisi pulang
kampung saat hari raya Lebaran. Benar saja, sebaran awal
gelombang pertama antara Juni dan Juli 1918 bertepatan
dengan bulan Ramadhan dan Syawal tahun 1336 Hijriah. Jika
pemerintah tidak mengeluarkan aturan yang melarang
masyarakat mudik saat pandemi ini, maka akan semakin
besar risiko jumlah yang terjangkit. Masyarakat juga harus
paham bahwa setiap orang memiliki potensi untuk
menyebarkan virus, maka disiplin diri sangat diperlukan
untuk memutus penyebaran mata rantai virus corona.
Kepentingan ekonomi tentu menjadi pertimbangan besar
di balik semua persoalan. Akan tetapi pada saat gelombang
wabah menerjang seperti sekarang, mengorbankan sedikit
kepentingan dan mematuhi imbauan menjaga jarak dengan orang
lain paling tidak 1 meter, serta memperketat aturan hukumnya,
132| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

adalah pelajaran yang dapat dipetik masyarakat maupun


pemerintah dari Pandemi Flu 1918. Masa lalu tidak akan persis
berulang, namun setidaknya kita tidak tahu apakah akan lebih
baik atau lebih buruk di masa sekarang. Tepat pada tahun
1918, dunia diguncang wabah flu mematikan yang dikenal
dengan flu Spanyol. Para peneliti dan sejarawan meyakini
wabah flu Spanyol menewaskan 20 sampai 100 juta orang
dalam dua tahun, yakni antara tahun 1918 dan 1920. Bahkan
disebutkan dalam riset jurnalis BBC World Service Fernando
Duarte, flu Spanyol menewaskan lebih banyak orang daripada
korban Perang Dunia I.
Kini setelah lebih dari 100 tahun kemudian, seluruh
dunia kembali dihantam pandemi yang tak kalah
dahsyatnya, yakni serangan virus SARS-CoV-2. Hampir
seluruh negara juga kesulitan untuk keluar dari dampak
yang ditimbulkan serta korban yang terus berjatuhan.
Namun, banyak hal yang dapat kita pelajari dari pandemi
flu Spanyol. Menurut Syefri Luwis, peneliti sejarah wabah
dari Universitas Indonesia, Pulau Jawa merupakan salah
satu episentrum wabah ini. Hal tersebut dikarenakan jumlah
penduduk yang sangat padat pada saat itu, dan juga karena
adanya pertentangan dimana para pengusaha tetap
memaksa untuk perjalanan kapal laut. Dirinya juga
menyebut penyebab penyakit flu Spanyol ini dapat
menyebar dengan sangat cepat di Hindia Belanda
dikarenakan tidak adanya larangan masyarakat untuk
berkumpul oleh pemerintah Hindia Belanda, meski telah
diperingatkan oleh dinas kesehatan.
Salah satu pembelajaran sejarah yang sangat baik dapat
diambil dari langkah sosialisasi pemerintah kolonial Belanda
pada saat itu. Syefri menjelaskan, meski dianggap terlambat
Pengendalian Corona Virus |133

langkah pemerintah Hindia Belanda menerbitkan dua buku


mengenai wabah flu perlu diapresiasi. Dengan pendekatan
lokal dan budaya, salah satunya dengan diterbitkannya buku
dalam bahasa Jawa Honocoroko dan menggunakan tokoh-
tokoh pewayangan, hal tersebut memudahkan informasi
sampai ke masyarakat. Mereka menuliskannya dengan
bahasa sangat lokal, bahasa Jawa Honocoroko, dan itu
dengan di dalamnya dengan tokoh-tokoh wayang jadi itu
mengena ke hati masyarakat. Strategi dengan melakukan
penelitian ilmiah mengenai flu Spanyol yang dilakukan oleh
Influenza Komisi bentukan pemerintah Hindia Belanda
menjadi salah satu terobosan penting. Dimana mereka
menyebarkan kuesioner ke berbagai dokter yang tersebar di
Hindia-Belanda untuk mengetahui dan mempelajari
penanganan flu Spanyol dari berbagai daerah. Dari sinilah
awal pemerintah kolonial merumuskan berbagai kebijakan
penanggulangan pandemi yang kemudian berujung pada
dibentuknya Influenza Odonasi pada tahun 1920.
Influenza Odonasi merupakan kebijakan pemerintah
kolonial yang dinilai paling signifikan, dengan mengatur
hukuman terhadap yang melanggar, peraturan turun-naik
penumpang dan juga angkut barang misalnya di pelabuhan.
Dari pelabuhan inilah diduga kuat sebagai sarana utama
penyebaran virus flu Spanyol. Namun langkah tersebutpun
dianggapnya cukup terlambat. Tetapi itu cukup terlambat
karena pada tahun 1920 ketika virus itu sudah mulai tertidur
atau mungkin mulai menghilang pada saat itu. Melihat
sejarah yang begitu panjang, Pandemi yang terjadi di
Indoensia pada dasarnya kerap berulang polanya. Namun
pemerintah perlu membuat grand design secara jangka
134| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

panjang, serta penting melihat sisi sejarah dan kesehatan


sebagai unsur yang tidak terpisahkan.
Penyebaran virus corona hingga saat ini masih menjadi
perhatian khusus pemerintah Indonesia. Sejumlah langkah
pun dilakukan untuk mencegah penyebaran covid-19
tersebut. Mulai dari social distancing, membeli jutaan butir
obat untuk menyembuhkan corona, hingga melarang
masyarakat untuk melakukan kegiatan yang membuat
kerumunan. Dari sejumlah daerah yang terjangkit virus
corona di Indonesia, Jakarta disebut sebagai salah satu
episenter (titik teratas) penyebaran Covid-19.
Pengendalian Corona Virus |135

DAFTAR REFERENSI

Bataviaasch nieuwsblad, 18 Juli 1918, “De Epidemie”.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 13 Januari


1919, “Spanische Influenza”.

Priyanto Wibowo, dkk., Yang Terlupakan: Sejarah Pandemi


Influenza 1918 di Hindia Belanda, Jakarta: Departemen
Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia, 2009.

Siddhart Chandra, “Mortality from the Influenza Pandemic


of 1918-19 in Indonesia” dalam Population Studies, Vol.
67, No. 2 pp. 185 – 193, 2013.

Kirsty Walker, “The Influenza Pandemic of 1918 in Southeast


Asia”, dalam Tim Harper dan Sunil S. Amrith
(ed.) Histories of Health in Southeast Asia: Perspective on
the Lon Twentieth Century, Indiana: Indiana University
Press, 2014.

↜oOo↝
SERBA-SERBI COVID-19

Physical distancing adalah upaya yang dilakukan untuk


mencegah penyebaran virus corona di masyarakat. Secara
sederhana physical distancing adalah menjaga jarak lebih dari
1 meter dengan siapapun. Dengan kata lain: tidak
berdekatan dan tidak berkumpul. Dengan menerapkan
physial distancing penyebaran virus dapat dicegah. Ingat,
virus tidak bergerak sendiri tapi oranglah yang
membawanya ke mana-mana.

Bagaimana Cara Melakukan Physical Distancing?


1. Kita harus tetap berada di rumah sesuai panduan
pemerintah.
2. Bekerja, belajar dan beribadah di rumah.
3. Keluar hanya untuk belanja hal yang penting atau
pengobatan itu pun seminimal mungkin. Gunakan
masker kain saat di luar rumah.
4. Dilarang berdekatan. Selalu menjaga jarak lebih dari 1
meter dengan orang lain.
5. Sebisa mungkin hindari penggunaan kendaraan umum.
6. Tunda atau batalkan acara keluarga atau teman, saling
mengunjungi atau silaturahmi tatap muka ganti dengan
komunikasi via telephon, internet, media sosial atau
aplikasi komunikasi.

- 136 -
Serba-serbi Covid-19 |137

7. Tunda atau batalkan kegiatan pertemuan, konser musik,


pertandingan olahraga, kegiatan keagamaan atau
kegiatan lain yang mengundang orang banyak.
8. Gunakan telepon atau layanan online untuk
menghubungi dokter atau fasilitas lainnya.
9. Kalau kamu mengalami demam, merasa lelah dan batuk
kering, lakukan isolasi diri.

Siapa yang Harus Melakukan Physical Distancing?


Semua orang harus melakukannya untuk mencegah
meluasnya penyebaran virus corona. Kamu harus lebih ketat
melakukannya jika untuk melindungi orang yang berisiko,
yaitu:
1. Orang berusia 60 tahun ke atas.
2. Mereka yang memiliki masalah kesehatan seperti
penyakit jantung, tekanan darah tinggi, diabetes, kanker,
asma atau paru.
3. Ibu hamil.

Isolasi diri dilakukan untuk memantau kondisi


kesehatan diri dan menghindari penularan pada orang-
orang sekitar termasuk keluarga. Mereka yang melakukan
isolasi diri perlu melaporkan kondisi kesehatannya kepada
fasilitasi layanan terdekat. Yang dilakukan saat isolasi diri
yaitu:
1. Tinggal di rumah dan tidak boleh berinteraksi dengan
masyarakat.
2. Menggunakan kamar terpisah dari anggota keluarga
lain.
3. Jaga jarak lebih dari 1 meter dari anggota keluarga
lainnya.
138| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

4. Menggunakan masker selama isolasi diri.


5. Ukur suhu tubuh setiap hari dan amati gejala yang
dialami.
6. Hindari pemakaian bersama peralatan makan, peralatan
mandi dan linen/sprei.
7. Sering cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir.
8. Berada di ruang terbuka dan berjemur di bawah sinar
matahari setiap pagi.
9. Bersihkan permukaan benda-benda yang sering disentuh
dengan cairan disinfektan.
10. Segera hubungi fasilitasi layanan kesehatan jika kondisi
memburuk.

Rapid Test atau tes cepat Covid-19 bertujuan untuk


mendeteksi kasus secara dini sehingga pemerintah dapat
menyusun dan melakukan tindakan yang tepat untuk
menghentikan penyebaran virus corona. Tidak semua orang
perlu mengikuti Rapid Test atau tes cepat. Hanya mereka
yang direkomendasikan oleh petugas kesehatan yang perlu
menjalaninya.

Rapid Test Seperti Apa Dilakukan di Indonesia?


Saat ini pemerintah melaksanakan kebijakan Rapid Test
atau tes cepat. Rapid test dilakukan dengan mengambil tetes
darah untuk melihat antibodi. Dengan dilakukannya Rapid
Test di banyak daerah, akan ada lonjakan kasus positif.
Mengetahui kasus positif penting bagi pemerintah untuk
mengambil tindakan tepat dalam penanganan wabah Covid-
19. Tidak ada aktivitas mobilisasi massa untuk pemeriksaan.
Petugas akan mendatangi rumah ke rumah menelusuri
riwayat kontak erat seseorang.
Serba-serbi Covid-19 |139

Bagaimana Rapid Test Bekerja?


Hasil Rapid Test dapat diperoleh dengan cepat, yaitu 2-
15 menit.

Perlu diingat:
 Antibodi baru dihasilkan tubuh antara 8-10 hari setelah
timbul gejala sehingga tetap ada kemungkinan hasil
negatif yang keliru.
 Hasil positif bisa terjadi karena infeksi lain, seperti
demam berdarah, sehingga tetap ada kemungkinan hasil
positif yang keliru.

Apa yang Harus Dilakukan Setelah Mendapat Hasil Rapid


Test?
Hasil positif harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
Laboratorium di Rumah Sakit Rujukan. Hasil negatif harus
diulang pada hari ke-10. Sementara menunggu, orang harus
isolasi diri selama 14 hari. Jika muncul demam tinggi dan sesak
napas maka segera ke Rumah Sakit rujukan. Semua orang
harus menggunakan masker kain jika terpaksa beraktivitas
di luar rumah. Kamu bisa menggunakan masker kain tiga
lapis yang dapat dicuci dan digunakan berkali-kali, agar
masker bedah dan N-95 tersedia bagi petugas medis dan
mereka yang sakit. Jangan lupa untuk mencuci masker kain
menggunakan air sabun agar tetap bersih. Penggunaan
masker yang keliru justru meningkatkan risiko penularan.
Jangan sentuh atau buka-tutup masker saat digunakan.
Tetap jaga jarak minimal 1 meter dengan siapapun, jangan
sentuh wajah dan cuci tangan pakai sabun sesering
mungkin. Cara melindungi orang-orang terdekatmu dari
Covid-19:
140| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

 Bekerja, belajar dan beribadah di rumah.


 Jaga jarak minimal 1 meter dengan siapapun di sekitarmu.
 Saat kamu batuk atau bersin menjauhlah dan tutup
mulut serta hidung kamu dengan tisu, sapu tangan atau
lipatan siku. Segera buang tisu yang telah kamu pakai ke
tempat sampah.
 Kalau kamu demam, batuk atau tidak enak badan, pakai
masker. Jangan lupa ikuti cara pakai masker yang benar.
 Jika terpaksa beraktivitas di luar rumah, pakailah masker
kain, jangan lupa cuci masker kain setiap hari.
 Jangan pernah meludah sembarangan.
 Sering cuci tangan pakai sabun dan air mengalir selama
minimal 20 detik.
 Segera hubungi call center 119 atau Rumah Sakit rujukan
bila orang terdekatmu mengalami gejala Covid-19.

Melindungi Diri Berarti Melindungi Sesama


 Tetap di rumah. Bekerja, belajar dan beribadah di rumah
 Jika terpaksa keluar rumah karena kebutuhan penting,
pakai masker kain, selalu jaga jarak minimal 1 meter
dengan orang di lain dan sering cuci tangan pakai sabun
atau cairan pembersih tangan (alkohol minimal 60%).
 Jangan kontak langsung dengan orang bergejala Covid-
19. Lakukan komunikasi via telepon, chat atau video call.
 Hindari kerumunan.
 Jangan sentuh mata, hidung dan mulut yang merupakan
pintu masuk virus.
 Selalu cuci tangan pakai sabun dan air mengalir selama
minimal 20 detik! Sebelum makan dan menyiapkan
makanan, setelah dari toilet, setelah memegang binatang
dan sehabis berpergian.
Serba-serbi Covid-19 |141

 Ketika batuk atau bersin, tutup mulut dan hidung


dengan siku terlipat atau tisu. Buang langsung tisu ke
tempat sampah setelah digunakan dan segera cuci
tangan pakai sabun.
 Beritahu petugas kesehatan jika kamu mengalami gejala,
pernah kontak erat dengan orang bergejala atau
bepergian ke wilayah terjangkit Covid-19.
 Jika petugas kesehatan menyatakan kamu harus isolasi
diri, maka patuhi agar lekas sembuh dan tidak menulari
orang lain.
 Bersikaplah terbuka tentang statusmu pada orang lain di
sekitar. Ini adalah bentuk nyata kepedulianmu pada diri
sendiri dan sesama.
 Gejala Covid-19 yang umum adalah demam, rasa lelah
dan batuk kering. Ada juga yang mengalami rasa nyeri
dan sakit, hidung tersumbat, pilek, sakit tenggorokan
atau diare. Ada juga yang tidak merasakan apa-apa,
seperti orang sehat.
 Jika kamu pernah berdekatan dengan orang yang
memiliki gejala Covid-19 atau berpergian ke tempat
terjangkit, laporkan ke puskesmas terdekat dan lakukan
monitoring mandiri. Bila dalam 1-14 hari kemudian
mengalami gejala, lakukan isolasi diri.
 Karena orang yang merasa sehat pun bisa saja sedang
kena Covid-19, kita semua harus tinggal di rumah.
 Bekerja, belajar dan beribadah di rumah.
 Kenapa? untuk mencegah penyebaran Covid-19 lebih luas.
 Dari rumah, kamu bisa hubungi 119 untuk bantuan lebih
lanjut.
 Kalau kondisi memburuk, seperti sesak napas, kontak
Rumah Sakit rujukan dan segera periksakan diri.
142| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

 Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh


jenis coronavirus yang baru ditemukan. Ini merupakan
virus baru dan penyakit yang tidak dikenal sebelum terjadi
wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019.
 Covid-19 adalah singkatan dari CoronaVirus Disease-
2019.
 Untuk info peta sebaran kasus Covid-19 bisa klik tautan
berikut https://Covid19.go.id/peta-sebaran.
 Untuk info peta zonasi risiko daerah bisa klik tautan
berikut https://Covid19.go.id/peta-risiko.
 Untuk info pemantauan kasus Covid-19 WNA bisa klik
tautan berikut https://Covid19.go.id/kasus-wna.
 Ingat, masker sebaiknya hanya digunakan tenaga
kesehatan, orang yang merawat orang sakit, dan orang-
orang yang memiliki gejala-gejala pernapasan, seperti
demam dan batuk.
 Sebelum menyentuh masker, cuci tangan dengan sabun
dan air mengalir (minimal 20 detik) atau cairan
pembersih berbahan alkohol (minimal 60%).
 Ambil masker dan periksa apakah ada sobekan atau
lubang.
 Pastikan arah masker sudah benar (pita logam terletak di
sisi atas).
 Pastikan sisi depan masker (sisi yang berwarna)
menghadap depan, letakkan masker di wajah Anda.
 Tekan pita logam atau sisi masker yang kaku sampai
menempel sempurna ke hidung tarik sisi bawah masker
sampai menutupi mulut, hidung dan dagu, pastikan
tidak ada sela antara wajah dan masker.
 Setelah digunakan, lepas masker, lepas tali elastis dari
daun telinga sambil tetap menjauhkan masker dari
Serba-serbi Covid-19 |143

wajah dan pakaian, untuk menghindari permukaan


masker yang mungkin terkontaminasi.
 Segera buang masker di tempat sampah tertutup setelah
digunakan.
 Bersihkan tangan setelah menyentuh atau membuang
masker/cuci tangan pakai sabun dan air mengalir
(minimal 20 detik) atau bila tidak tersedia, cairan
pembersih berbahan alkohol (minimal 60%).

↜oOo↝
INTISARI
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah ilmu yang lebih


menitikberatkan penanganan kasus-kasus pada upaya-
upaya pencegahan, bukan pada upaya kuratif, sebab dalam
IKM dikenal adanya 5 tahap pencegahan (The Five Level of
Prevention) yang terdiri atas :
1. Upaya Promotive (meningkatkan pemahaman kesehatan)
2. Upaya Preventive (miningkatkat upaya pencegahan
penyakit)
3. Upaya Protective (meningkatkan perlindungan terhadap
penyakit)
4. Upaya Curative (upaya penyembuhan terhadap penyakit)
5. Upaya Rehabilitative (upaya pemulihan)

Dengan demikian bila menyimak 5 tahap tersebut di


atas, maka terlihat bahwa sebenarnya yang diutamakan
adalah upaya-upaya non kuratif atau upaya non medik,
sebagai contoh adalah upaya promotif yang secara nyata
lebih mudah, lebih murah dan dapat dilakukan oleh siapa
saja, artinya tidak memerlukan dokter. Kedua, upaya
preventif atau upaya pencegahan, sebagai contoh adalah
anjuran mencuci tangan sebelum makan, anjuran mandi 2
kali sehari, anjuran mengurangi konsumsi kolesterol pada
penderita Hiperkolesterol, dan sebagainya, maka terlihat

- 144 -
Intisari Ilmu Kesehatan Masyarakat |145

adanya perbedaan yang nyata antara upaya promotif dan


preventif. Ketiga, upaya protektif, adalah upaya
perlindungan terhadap risiko yang mengancam status
kesehatan, diantaranya adalah pemakaian sabuk pengaman,
masker, baju kerja, celana kerja, helm atau topi kerja, dan
sejenisnya. Keempat, Curative atau kuratif atau upaya
pengobatan. Sebenarnya terkait dalam hal-hal ini adalah
istilah Early Detection and Prompt Treatment yaitu deteksi dini
terhadap adanya penyakit dan adanya penanganan atau
pengobatan yang setepat-tepatnya.

Manusia Mandiri
 Kata Fromm, “Manusia telah melepaskan dirinya
sehingga bebas dari otoritas sekuler dan klerikal.
 Dan Ia berdiri sendiri dengan akal budi dan
kesadarannya menjadi satu-satunya ukuran penilaian,
tetapi ia takut akan kemenengannya ini, akan
kebebasannya ini;
 manuasia sudah mencapai tahap “bebas dari” namun
belum mencapi tahap “bebas untuk” untuk menjadi
dirinya sendiri, untuk produktif, untuk sepenuhmya
bangkit sebagai manusia.

Upaya Promosi Kesehatan


 Upaya promotif adalah tindakan peningkatan kesehatan
bagi individu sebagai anggota komunitas. Batas-batas
upaya preventif dan promotif sangat kecil dan tipis seali.
 Namun secara sederhana peningkatan kesehatan selalu
berdimensi utility. Minum susu, makan sayur, makan
buah, periksa kesehatan, mengikuti penyuluhan kesehatan
146| Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Covid-19

secara rutin dan terlibat dalam kegiatan simulasi


pencegahan penyakit adalah sesuatu yang berguna.
 Pada tindakan promotif nilai utility-nya sudah cukup
jelas, tetapi banyak orang masih enggan untuk terlibat
karena nilai keuntungan belum begitu kuat
mempengaruhinya.

Paradigma Kesehatan Masyarakat


 Ilmu kesehatan masyarakat menawarkan pada kita
tentang berbagai asumsi yang perlu dibangun, dan
disepakati dalam perfektif masalah sakit dan penyakit.
 Pada awal perkembangannya ilmu ini banyak
melibatkan antropolog sebagai jejaring yang secara
aksiomatik juga membuka paradigma baru bagi para
antropolog itu sendiri
 ilmu antropologi memberikan suatu model yang secara
operasional berguna untuk menguraikan proses-proses
perubahan sosial budaya dan juga untuk membantu
memahami keadaan dimana para warga dan kelompok
sasaran melakukan respon terhadap kondisi yang
berubah dan adanya kesempatan baru.

Etika Kesehatan Masyarakat


 Dalam dimensi kesehatan masyarakat rahasia tidak
dikenal, bahkan tranparansi merupakan kekuatan dari
penyelesaian problema.
 Prosedur kerja tenaga kesehatan masyarakat adalah
akuntabiltas dari masyarakat sebagai indikator dari
kualitas.
 Ketika terjadi suatu upaya penyembuyian fakta-fakta
dari tenaga kesehatan masyarakat, maka di situlah
Intisari Ilmu Kesehatan Masyarakat |147

kegagalan dari pekerjaannya, karena fakta-fakta masalah


kesehatan akan terus berkembang dan hadir sebagai
sesuatu yang konkrit melalui wabah penyakit, ataupun
dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa).

↜oOo↝
TENTANG PENULIS

Andi Asri dilahirkan di Bontobahari,


18 Oktober 1968. Mulai menempuh
pendidikan SD dan SMP di Tanahberu,
Bulukumba. Kemudian melanjutkan
pendidikan ke SMU di Kota Makassar.
Masuk ke Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin tahun 1987 dan
lanjut ke Program Magister tahun 2007.
Tahun 2018 meraih gelar doktor sosiologi
kesehatan di Universitas Negeri Makassar.
Sehari-hari bekerja sebagai dosen di STIKES Mandala
Waluya dan sebagai Ketua Yayasan Bina Kesehatan Pemuda
Indonesia (BKPI). Pernah menjadi dosen di FKM UNPACTI,
FKM UPRI, Poltekkes Makassar.
Organisasi yang pernah diikuti selama mahasiswa antara
lain Badan Perwakilan Mahasiswa FKM UNHAS tahun 1988,
Senat Mahasiswa FKM UNHAS tahun 1989 dan Senat
Mahasiswa UNHAS 1992.
Lembaga sosial yang diikuti adalah Direktur eksekutif
Yayasan Masyarakat Sehat Indonesia yang konsen dalam bidang
pemberdayaan kesehatan masyarakat sejak tahun 2000.

Ali Imran dilahirkan di Pinrang, 12


Desember 1974, menempuh jenjang
pendidikan SDN 1, SMPN 1 dan SMAN 1
di Kab. Pinrang. Pendidikan S1 Fakultas
Teknik di Universitas Muslim Indonesia,
S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat UPRI,
dan S2 Manajemen di Universitas Muslim
Indonesia.
Sehari-hari sebagai Dosen FKM UPRI Makassar, dan
jabatan yang pernah diemban sebagai Wakil Dekan II FKM
UPRI, Ketua Lembaga Penelitian & Pengabdian Masyarakat
UPRI, dan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat UPRI.
* Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Cokroaminoto Kab.
Pinrang, Sekertaris Yayasan Bina Kesehatan Pemuda
Indonesia (BKPI).

Adriyani Adam lahir di Kota


Makassar, 21 Desember 1979, menempuh
jenjang pendidikan mulai dari SDN
Perumnas Makassar, SMP Negeri 5
Makassar dan SMU Negeri 17 Makassar.
Tingkat perguruan tinggi, S1 FKM Unhas
Jurusan Gizi dan S2 Gizi Masyarakat
Universitas Hasanuddin. Saat ini sebagai
Dosen Jurusan Gizi di Poltekkes
Kemenkes Makassar. Penulis Buku Kajian
Stunting “Stunting Ditinjau dari Sudut Pandang Usia Kawin
Pertama di Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar
Sulawesi Barat”.

###

Anda mungkin juga menyukai