Pekalongan - Indonesia
(Suatu Studi Reinterpretasi tentang Theisme dalam Masyarakat Suku Hamap
di Kelurahan Moru, Kecamatan Alor Barat Daya)
Copyright © 2021
Penulis:
Petrus Tongkal
Editor:
Moh. Nasrudin
(SK BNSP: No. Reg. KOM.1446.01749 2019)
Diterbitkan oleh:
PT. Nasya Expanding Management
(Penerbit NEM - Anggota IKAPI)
Jl. Raya Wangandowo, Bojong
Pekalongan, Jawa Tengah 51156
Telp. (0285) 435833, Mobile: 0853-2521-7257
www.penerbitnem.online / nasyaexpanding@gmail.com
ISBN: 978-623-6906-31-6
Kata Pengantar
v
4. Bapak Drs. Zeth Snae, Bpk. Drs. Z. Ch. Neno, Bapak.
Octovianus Liu, SH., Bapak Hemi D. Bara Pa, S.Pd.,
Bapak Wanser, M.PAK, Bapak Kristian Afi, S.Pd, Ibu
Dece Snae, SE sebagai orangtua di STAKN yang selalu
mendorong penulis menyelesaikan studinya.
5. Rekan-rekan angkatan perdana Program Pascasarjana
STAKN Kupang tahun 2011.
6. Keluarga Besar tercinta: Bapak Yusuf B. Tongkal dan
mama Mariana Tongkal-Ratu Djami, Bapak Simeon B.
Tongkal dan Mama Ester Tongkal-Mokabel. Saudara-
saudriku: Endra, Elvis, Bento, Ima, Yanti, Amelia Rocky,
Serly, Ina, Eka, Oka, Heri Ongki, Riki, Adi dan semua
yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu, yang
selalu mendukung dan mendambakan keberhasilan
penulis.
7. Seluruh rekan-rekan dosen dan pegawai dalam
hubungan dan kerja sama yang baik selama melanjutkan
studi.
Petrus Tongkal
vi
Daftar Isi
KATA PENGANTAR __ v
DAFTAR ISI __ vii
BAB 1 PENDAHULUAN __ 1
A. Latar Belakang Masalah __ 1
B. Rumusan Masalah __ 7
C. Tujuan Penelitian __ 8
D. Manfaat Penelitian __ 8
vii
E. Pemahaman tentang yang Mutlak dan Masyarakat
Agrikultur __ 49
viii
G. Analisis Kristis terhadap Kepercayaan Suku Hamap
__ 71
1. Konsep tentang Lahtal __ 71
2. Makna Ur, Ved dan Lahtal bagi Orang Hamap __ 73
H. Perbandingan antara Ur, Ved dan Lahtal dengan
Kepercayaan Kristen mengenai Allah Tritunggal __ 74
I. Refleksi tentang Trinitas dalam Ajaran Iman Kristen
__ 75
1. Ajaran Kristen tentang Trinitas __ 75
2. Dasar Alkitabiah tentang Trinitas __ 77
BAB 5 PENUTUP __ 89
A. Kesimpulan __ 89
1. Konsep dan Sikap terhadap Yang Mutlak __ 89
2. Ritus-ritus dalam Agama Suku __ 91
B. Saran __ 95
DAFTAR PUSTAKA __ 96
TENTANG PENULIS
ix
x
Bab 1
PENDAHULUAN
-1-
2| Ur, Ved, Lahtal
10 Ibid, 15-16.
Pendahuluan |7
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman masyarakat suku Hamap
tentang Ur, Ved dan Lahtal sebelum kekristenan?
2. Bagaimana pemahaman masyarakat suku Hamap
tentang Ur, Ved dan Lahtal sesudah kekristenan?
11 Tom Jacobs SJ, Paham Allah dalam Filsafat, Agama- agama, dan
Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 159.
8| Ur, Ved, Lahtal
C. Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka
tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan makna dari konsep Ur, Ved dan Lahtal
dalam kepercayaan masyarakat suku Hamap.
2. Mendeskripsikan perubahan pemahaman masyarakat
suku Hamap tentang Ur, Ved dan Lahtal setelah
masuknya agama Kristen.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan teoritis tentang makna dari konsep Ur, Ved
dan Lahtal bagi wahana perkembangan ilmu agama
masyarakat dalam pengembangannya di Indonesia
khususnya di Nusa Tenggara Timur.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan akan menambah
pengetahuan tentang makna asli dari konsep Ur, Ved dan
Lahtal yang disembah dalam kepercayaan masyarakat
suku Hamap saat ini.
↜oOo↝
Bab 2
ALLAH
YANG MENGKONTEKSTUALISASIKAN
DIRINYA
-9-
10| Ur, Ved, Lahtal
3. Migrasi Penduduk
Uraian mengenai topik ini diawali dengan melihat
pada Kitab Kejadian 12-50. Dari uraian Kitab tersebut
dilaporkan mengenai perpindahan Abraham dari Ur-
Kasdim ke Haran dan kemudian pindah lagi ke Kanaan.
Juga dilaporkan pengembaraan keturunan di tanah
Kanaan sampai ke Mesir dan menetap di Gosyen, dan
akhirnya kembali ke Kanaan dan menetap di sana.
Penelitian-penelitian sejarah dan arkeologi yang
dilakukan para ahli memperlihatkan bahwa perpindahan
Abraham dan keturunannya merupakan bagian kecil dari
Allah yang Mengkontekstualisasikan Dirinya |13
Abimelek (Kej. 20) atau kisah Ishak-Abimelek (Kej. 26). Demikian juga
kisah Keluaran dari Mesir yang dialami oleh bangsa Israel disebabkan
karena penguasa Mesir yang baru ternyata telah bersikap memusuhi
keturunan Abraham ini (Kel. 1:8-22).
Allah yang Mengkontekstualisasikan Dirinya |15
6. Bahasa
Salah satu faktor konteks yang juga memainkan
peranan penting yaitu faktor bahasa. Kedudukan dan
peranan bahasa dalam kehidupan keagamaan manusia
Allah yang Mengkontekstualisasikan Dirinya |19
b. El
Penyelidikan terhadap agama-agama bangsa
Kanaan dan sekitarnya yang menjadi konteks
keagamaan bagi agama Israel menunjukkan bahwa
El adalah nama dewa yang menjadi kepala pantheon
(dewan para dewa) dalam agama-agama Kanaan
(Blommendaal, 1983: 32; Frank Moore Cross, 1971: 1-
44). Sebagai kepala pantheon, El dihormati sebagai
“yang mahatinggi” (Elyon), “yang mahakuasa”
(Hasyaddai) dan “yang mahakekal” (Ha‟olam).
Allah yang Mengkontekstualisasikan Dirinya |23
c. Yahweh/Yahweh Tsebaot
Dibandingkan dengan nama El yang merupaka
sebutan umum bagi Allah dalam rumpun bangsa-
bangsa Semit, nama Yahweh dapat dikatakan
merupakan sebutan yang secara khusus lahir dalam
konteks kepercayaan bangsa Israel. Nama Yahweh
terbentuk dari empat huruf mati (konsonan) yakni
YHWH. Sesuai dengan perintah Dasa Titah untuk
tidak menyebutkan nama YHWH dengan
sembarangan, maka setiap kali orang Yahudi
menemukan nama itu dalam Kitab Suci yang sedang
dibacanya, mereka membacanya sebagai Adonai,
sehingga sekarang ditulis dalam aksara latin sebagai
Yahweh. Nama ini terdapat terdapat kurang lebih
6.823 kali dalam PL. Jumlah ini memperlihatkan
betapa pentingnya nama Allah dalam kepercayaan
bangsa Israel.
Tetragram YHWH dibentuk dari kata kerja
hayah yang berarti “ada”, “hidup” atau “menjadi
ada”. Secara historis nama Yahweh5 mulai
dari Mari terdapat sebutan ha-ya-il/hayya-„il yang berarti “El hidup” atau
“kesabaran El”, atau hw‟il/huwa-‟il yang berarti “El ada/hidup”. Juga
dalam teks-teks keagamaan tersebut terdapat julukan-julukan seperti
Yahwi, yahi, yahu, yawi bagi ilah tertinggi di Asia Barat dya kuno
dahulu. Bahkan dikatakan bahwa sudah semenjak awal, jauh sebelum
Israel keluar dari Mesir, suku-suku Midian di Jazirah Sinai telah
menggunakan nama Yahweh sebagai julukan bagi El.
Allah yang Mengkontekstualisasikan Dirinya |27
& Eloah dalam PL dan Theos dalam PB, dan „TUHAN‟ untuk
Yahweh dalam PL dan „Tuhan‟ untuk Kurios dalam PB
tidaklah menjadi masalah, apalagi kata „Allah‟ adalah bagian
kosa kata bahasa Indonesia sehingga tidak salah kalau
dipakai terus. Yang penting dalam menggunakan suatu nama
„generik‟ adalah „siapakah yang kita maksudkan dengan menyebut
nama itu.‟ Penggunaan nama yang sama belum tentu
dimengerti sama dan pengertian „Yahweh yang adalah
Elohim Abraham, Ishak dan Yakub‟ yang dimengerti dan
dipercaya oleh orang Yahudi belum tentu sama dengan yang
dimengerti oleh orang Kristen Perjanjian Baru yang tidak
saja mempercayai „Kurios yang adalah Theos Abraham, Ishak
dan Yakub‟ tetapi juga „yang digenapi dalam Yesus Kristus.‟
Berikut Yesus menyamakan dirinya sebagai „Kurios‟:
14 Ibid., 63.
15 Mariasusai Dhavamony, Fenomenology Agama, (Yogyakarta:
Kanisius, 1995), 21.
Allah yang Mengkontekstualisasikan Dirinya |37
19 Ibid.
Allah yang Mengkontekstualisasikan Dirinya |39
20 Ibid.
40| Ur, Ved, Lahtal
21 Ibid., 44.
22 Ibid., 45.
Allah yang Mengkontekstualisasikan Dirinya |41
23 Ibid., 47.
42| Ur, Ved, Lahtal
24 Ibid.
25 Ibid., 48.
Allah yang Mengkontekstualisasikan Dirinya |43
26Ibid., 49.
27 Ibid, Who or What is God? Dalam http//:
www.johnhick.org.ukarticle1.html, download pada tanggal 12 Februari
2013.
44| Ur, Ved, Lahtal
30 Ibid., 52.
46| Ur, Ved, Lahtal
mana rupa, gambaran dan ikon dari Satu Yang Abadi tersebut
didasarkan pada nama dalam konteks setempat. Yahweh dari
tradisi Israel misalnya, adalah satu dari gambaran persona
Tuhan. Ia ada dalam ikatan hubungan dengan orang-orang
Israel dan tidak dapat dikarakteristikkan kecuali di dalam
ikatan hubungan itu. Ia harus dideskripsikan secara historis
sebagai Allah Abraham, Ishak dan Yakub yang membawa
bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir dan
membimbing mereka ke Negeri yang dijanjikan. Yahwe tidak
bisa dipisahkan dari hubungan historisnya dengan bangsa
Israel, Ia adalah bagian dari-Nya.
Menurut Hick, Yahwe adalah persona Tuhan dalam
hubungan dengan orang-orang Yahudi, dan karenanya ia
menunjukkan persepsi manusia yang asli, otentik dan sahih
tentang Satu Yang Abadi dari bagian sejarah tertentu. Tetapi
ia adalah persona Tuhan yang berbeda dengan ~ katakanlah
Shiwa atau Krishna yang merupakan persona Tuhan dalam
hubungannya dengan masyarakat pemuja shiwa maupun
masyarakat Vaishnava India. Demikian kehadiran Tuhan
tersebut merupakan kehaatudiran Satu Yang Abadi dalam
kesadaran manusia yang terbata dan proyeksi manusia
tersebut merupakan gambaran dan simbol yang terbentuk
secara kultural dalam pengertiannya mengkonkretkan
konsep dasar tentang Tuhan.31 Kesimpulan Hick terhadap
terhadap hipotesis ini dalam term filsafat, semakin
dimungkinkan dalam karia Immanuel Kant.32 Dalam
terminologinya Kant, Hick membedakan antara nomena
Tuhan yang tunggal, yaitu Tuhan yang dalam kediriannya
31 Ibid., 53.
32 Ibid.
Allah yang Mengkontekstualisasikan Dirinya |47
version f the article first published in concepts of the ultimate, ed., Linda
Tessier, London: Macmillan, 1989).
48| Ur, Ved, Lahtal
yang khas, mitos dan simbol, system teologi, etika dan gaya
hidup, kitab suci dan tradisinya, yang kesemuanya
berintegrasi dan menguatkan satu dengan yang lainnya.
Totalitas yang berbeda ini telah membentuk tanggapan
manusia yang bervariasi mengenai relegius Satu Yang Abadi
di dalam kondisi budaya atau bentu kehidupan manusia
yang berbeda-beda.35
Terlepas dari nama-nama yang digunakan dalam
pendekatan yang berbeda terhadap kenyataan tersebut, dalam
pandangannya Hick mengatakan bahwa di sana hanya ada
satu kenyataan yaitu Tuhan merupakan yang terakhir.
Dalilnya ini lebih didasarkan pada konsep-konsep ketuhanan
yang sama di dalam berbagai agama. Menurut Hick agama-
agama yang berbeda semuanya menuju kepada keselamatan.
Dengan mengabaikan. Perbedaan-perbedaan semuanya
menuju kepada keselamatan. Pemikiran lanjut dari Hick,
Tuhan itu satu yang memiliki banyak nama (God Has Many
Names) yang dimaksudkan Hick adalah Satu Yang Abadi dan
ditanggapi oleh manusia dengan budaya yang berbeda-beda
baik personal maupun non-personal. Dari persepsi yang
berbeda ini muncullah jalan hidup religious yang kita sebut
sebagai agama dunia yang agung. Hasil praktis dari tesis Hick
ini adalah bahwa orang dari tradisi religious yang berbeda
bebas melihat satu sama lain sebagai teman dari pada musuh
atau saingan. Kita adalah anggota rumah tangga iman yang
berbeda-beda tetapi masing-masing mempunyai kontak yang
khusus dengan satu yang abadi, yang mana anggota lainnya
barangkali dapat belajar untuk berbagi.36
↜oOo↝
43 Ibid., 15.
Bab 3
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif1 yakni penelitian yang berusaha menggambarkan
atau melukiskan keadaan subyek yang diteliti, dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitin yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami subyek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah.
- 53 -
54| Ur, Ved, Lahtal
2. Sampel Penelitian
Sistem penarikan sampel dalam penelitian ini
adalah sistem penarikan sampel secara acak (Random
Sampling) dengan menentukan tokoh-tokoh adat dan
agama yang dianggap pakar berkaitan dengan persoalan
yang diteliti.
↜oOo↝
Bab 4
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
- 55 -
56| Ur, Ved, Lahtal
a. 4 suku asli:
- Hamap - Klon
- Kui (Masing) - Abui
b. 8 suku pendatang yang dilihat secara umum:
- Pantar - Cina
- Pura - Bali
- Alor kecil - NTB
- Flores - Jawa
4. Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama masyarakat Moru adalah
petani sawah dan ladang serta nelayan dengan
penghasilan utama asam, kelapa, jambu mente dan
kemiri. Selain mata pencaharian yang bersumber dari
tanaman tersebut di atas sebagai komoditi ekspor, maka
untuk memenuhi kebutuhan hidup dari berladang secara
berpindah-pindah. Pembukaan ladang dilakukan dengan
penebangan pohon (kadang dibakar dan dibersihkan) lalu
ditanami dengan berbagai jenis tanaman seperti tanaman
umbi-umbian, sayur-sayuran, kacang-kacangan, pisang,
bawang maupun tanaman keras seperti tebu, kopi jambu
mente dan lain-lainnya. Di dalam pembukaan lahan
(pembersihan) dan penanaman lahan, selain ada pola
kerja sama atau pembagian kelompok kerja ada juga ada
juga pola (sistem) pembagian kerja antara kaum laki-laki
dan perempuan. Yakni perempuan menanami areal yang
telah dibersihkan dengan umbi-umbian, jagung dan padi
sedangkan laki-laki menebang dan membersihkan pohon-
pohon besar yang masih ada di dalam kebun. Biasanya
masing-masing suku atau marga memiliki tanah suku
peninggalan yang diusahakan secara turun temurun dari
60| Ur, Ved, Lahtal
5. Sistem Religi
Masyarakat Moru adalah masyarakat yang religius.
Hal ini terlihat jelas dari kehidupan masyarakat yang tidak
dapat dipisahkan dari nilai-nilai agama dan kepercayaan
(religi). Masyarakat religius ini memiliki tata nilai sosial
budaya yang sangat erat berkaitan dengan pemahaman
dalam agama suku tetapi juga dengan nilai-nilai agama
Kristen dan Islam.
Pembicaraan tentang pokok ini perlu juga dilakukan
untuk melihat apakah agama suku telah didesak
kedudukan dalam tatanan adat istiadat ataukah masih
kuat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari, bahkan
terasa pula dalam kehidupan relasional antara umat
beragama Kristen dan Islam. Perlu diingat bahwa dalam
struktur kehidupan masyarakat Moru, hubungan antara
sistem religi, adat istiadat dan sistem sosial budayanya
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Hal
seperti ini bukan saja terjadi dengan suku-suku di Moru,
akan tetapi juga berlaku bagi semua sistem religi (agama
suku) di mana pun di berbagai tempat. Masyarakat Moru
juga mengenal dan mempunyai mitologi atau cerita
tentang penciptaan dunia dan asal-usul manusia (setiap
keret atau marga mempunyai cerita seperti ini). Oleh
Karena itu harus diakui bahwa di mana pun di berbagai
bagian dunia ini, tak satu pun suku atau bangsa yang
hidupnya terpisah sama sekali dari pemahaman
Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Pembahasan |61
mereka.
64| Ur, Ved, Lahtal
3“se” berarti “air” dan “Pabeng” berasal dari kata Peabang. Sampai
sekarang bernama Se Pabeng.
66| Ur, Ved, Lahtal
d. Purba IV
Pada masa ini penduduk Ton Buir pindah lagi,
seluruh Ton Buir diserang oleh bunga tanaman liar
yang menutupi seluruh Ton Buir. Kejadian ini dimulai
dari suangai Abue (Abue Mol). Orang-orang Hamap
mate pindah ke daerah perbukitan di bagian barat
pulau Alor yang disebut Bang Doi Ta yang secara
Harfiah berarti “kampong di atas bukit/gunung”.
Kemudian mereka bergeser ke lyhingsah doi (beringin
sakti). Sementara itu orang-orang keturunan Hamap
Kai menuju kea rah selatan di sebelah timur Bang Doi
Ta. Di sana mereka membuka kampong yang disebut
Mol/Mor Doi (Kampung Doi). Keturunan Hamap Kai
yang terkenal adalah Pa‟ Pa‟ Name Lamuil, yang
keturunannya dikenal sebagai Belalang.
Sebenarnya di daerah ini ada dua keturunan,
yaitu keturunan Pa’Pa’ yang tinggal di Palelang5 dan
keturunan Mormo yang menetap di Duil Bang I
(terletak di atas kampong Mor).
1. UR = Tuhan Bulan
Bulan bagi orang hamap dianggap simbol kekuatan
ilahi yang menguasai dunia di malam hari.
2. VED = Tuhan Matahari
Ved (Matahari) bagi orang hamap dianggap simbol
kekuatan ilahi yang menguasai dunia di siang hari.
3. LAHTAL =
LAH : Tempat Tinggal
TAL : Para-para (semua para-para selalu terletak di atas)
Arti Harfiah = Tempat Tinggal yang ada di atas.
Makna = Tempat yang terletak jauh di atas yang tidak
dapat dilihat dengan mata, namun dipercaya sebagai
penguasa kehidupan mereka.
↜oOo↝
Bab 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep dan Sikap terhadap Yang Mutlak
Tiap agama mempunyai konsep tentang Tuhan
atau dewa. Konsep itu pada umumnya berbeda dengan
agama yang lain. Keunikan pemahaman tiap agama
merupakan penghayatan atas perjumpaan dengan Allah
Yang Mutlak. Penghayatan tentang hakikat Yang Mutlak
melahirkan sejumlah hukum dan ketentuan. Ketentuan-
ketentuan dan hukum-hukum menjadi sumber seluruh
pengajaran agama yang bersangkutan.
Penganut agama suku menghayati adanya Yang
Mutlak melalui pengalaman sehari-hari. Mereka
memahami bahwa ada kuasa yang berada di luar
kekuasaan mereka. Kuasa itu melampaui kuasa dan
kemampuan manusia. Itulah yang disapa sebagai Yang
Mutlak. Tiap-tiap suku memberi nama atau sebutan
kepada Yang Mutlak. Lahtal dalam suku Hamap di Alor,
Yang Mutlak itu memberikan perlindungan kepada
manusia dalam hidupnya. Karena itu, manusia
menyapanya baik pada saat berada dalam keadaan
bersukacita maupun pada saat berdukacita. Manusia
menyapa Yang Mutlak dengan maksud memohon
perlindungan dari berbagai ancaman. Itulah sikap
mereka yang menggambarkan pemahaman tentang rasa
ketuhanan.
- 89 -
90| Ur, Ved, Lahtal
B. Saran
Tugas kita tidak selesai dengan mengakhiri penulisan
ini. Sejarah mempunyai tiga dimensi waktu. Sejarah juga
berpangkal pada keyakinan bahwa waktu itu ada dan
berkelanjutan. Pekerjaan kita mulai dengan menelusuri masa
lampau untuk menata kehidupan di masa kini tetapi kita
belum memprediksi kehidupan masa depan.
Kita harus menghargai sejarah. Ruang yang sangat
sempit dan terbatas ini tidak mungkin dapat menampung
semuanya. Ada yang tercecer dan tidak terjaring dalam tulisan
ini. Dari yang sudah terjaring pun masih banyak yang harus
diteliti dan dicermati. Oleh karena itu apa yang telah disusun
tidak saja untuk kebutuhan penelitia pendidikan secara
akademik. Masih ada pekerjaan yang lebih besar yang haris
kita emban sebagai warga gereja. Tulisan ini kiranya dapat
menebus sikap kita yang kurang acuh terhadap sejarah.
Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa peletak dasar
semua yang ada dan dilihat sekarang terjadi melalui
kehadiran gereja Prostestan di wilayah Kepulauan Alor.
Kepeloporannya mengandung konsekuensi dan resiko yang
sangat tinggi. Tetapi demi kesetiaan terhadap amanat dan
panggilan kerasulan gereja tidak dapat menghindar. Gereja
bukan benda, Gereja adalah sebuah kehidupan yang sedang
bergerak dari “langit dan bumi ini” ke “langit dan bumi baru”.
↜oOo↝
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab
Alkitab. Terjemahan Lama Bahasa Indonesia, oleh H. C.
Klinker dan Bode, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI),
1975.
- 96 -
Daftar Pustaka |97
SJ, Tom Jacobs, Paham Allah dalam Filsafat, Agama- Agama, dan
Teologi, Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Telnoni, J. A., Langit dan Bumi Baru, Manusia dan Umat Baru
(Tafsiran Kejadian 1 - 11), Kupang: Inara, 2013.
↜oOo↝
Tentang Penulis