Syok Anafilatik Fiks
Syok Anafilatik Fiks
DISUSUN OLEH :
VII C KEPERAWATAN
Kelompok 5
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
Rahmat, hidayah dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “SYOK ANAFILAKTIK”
Tak lupa pula kami sadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak
terlepas dari berbagai media dan pihak yang telah membantu untuk menyusun
makalah ini. Sehubungan dengan itu kami ucapkan banyak terima kasih
Akhir kata kami mohon maaf yang sedalam-dalamnya bila ada perkataan atau
tulisan yang tidak berkenaan dihati para pembaca maupun yang menilai. Untuk itu,
kami mengharapkan masukan dalam bentuk kritik, saran maupun tanggapan dari para
pembaca sekalian demi kesempurnaannya makalah ini
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGATANTAR…………………………………………………………... ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. iii
BAB I : PENDAHULUAN
…………………………………………………………..1
1. latar belakang …………………………………………………………………1
2. tujuan
………………………………………………………………………….1
3. manfaat
………………………………………………………………………..1
BAB II : PEMBEHASAN
…………………………………………………………...3
1. definisi
………………………………………………………………………...3
2. etiologi……………………………………………………………………….. 4
3. epidemiologi ………………………………………………………………….5
4. manifestasi klinis…………………………………………………………….. 6
5. patofisilogi ……………………………………………………………………7
6. patway ………………………………………………………………………10
7. pemeriksaan diagnostic ……………………………………………………..11
8. penatalaksanaan ……………………………………………………………..11
9. komplikasi………………………………………………………………….. 14
iii
5. Pengelompokan data ……………………………………….……………….30
6. Analisa ………………………………………………….…………………..31
7. Diagnose …………………………………………………………………….33
8. Intervensi…………………………………………………………………… 33
9. Implmentasi………………………………………………………………….
35
10. Evaluasi……………………………………………………………………... 36
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik
dan imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif diperankan
oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG, IgA, IgM,
IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit T,
yang bila mana ketemu dengan antigen lalu mengadakan diferensiasi dan
menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan
antigen tersebut.
Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan
respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang
menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana
merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas
atau alergi.
Reaksi alergi akut yang mengenai beberapa organ tubuh secara simultan
(biasanya system kardiovaskular, respirasi, kulit, dan gastrointestinal) disebut
sebagai reaksi anafilaksis (ana=balik; phylaxis=perlindungan). Dalam hal ini
respon imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis) justru merusak jaringan
(Syamsu, 2001). Anafilaksis merupakan manifestasi dari hipersensitivitas tipe
cepat di mana individu yang peka terpajan suatu antigen spesifik atau hapten yang
mengakibatkan gangguan pernapasan yang mengancam jiwa, biasanya diikuti
oleh kolaps vaskular serta syok dan disertai dengan urtikaria, pruritus, dan
angioedema (Dorland, 1998). Sedangkan menurut Guyton (1997).
anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan tekanan arteri
seringkali menurun dengan hebat. Anafilaksis terutama disebabkan oleh suatu
1
reaksi antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen, yang sensitive
untuk seseorang, telah masuk ke dalam sirkulasi.
Angka kejadian yang pasti sukar diperoleh karena sering tidak dilaporkan.
Diperkirakan 0,4 kasus perjuta penduduk pertahun dan di rumah sakit
diperkirakan 0,6 perseribu pasien. Di Amerika Serikat diperkirakan 1-2 % pasien
yang disuntik penisilin mengalami reaksi anafilaksis dan ± 400-800 di antaranya
meninggal pertahun. Reaksi anafilaktiod oleh zat kontras ± 5% dari pengguna dan
± 250-1000 orang di antaranya meninggal pertahun. Reaksi anafilaksis oleh
makanan sukar ditentukan oleh karena tidak ada data yang akurat. Diperkirakan
1/5 – 1/3 penduduk dunia pernah mengalami reaksi alergi makanan. Reaksi
anafilaksis lebih sering terjadi pada mereka yang mempunyai riwayat atopi atau
reaksi alergi sebelumnya.
2. Tujuan
Setelah membaca makalah tentang anafilaksis ini nahasiswa diharapkan mampu
untuk mengetahui,melaksanakan dan memahami anafilaksis beserta asuhan
keperawatan nya.
3. Manfaat
Mahasiswa mampu melakukan pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan masalah anafilaksis
2
BAB II
PEMBAHASAN TEORI
1. Definisi
Anafilaksis adalah suatu alergi yang bersifat akut, menyeluruh dan bisa menjadi
berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami
sensitisasi akibat pemaparan terhadap suatu allergen. Anafilaksis tidak terjadi pada
kontak pertama dengan allergen. Pada pemaparan kedua atau pemaparan berikutnya,
terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi ini terjadi secara tiba-tiba, berat dan melibatkan
seluruh tubuh.
Anafilaksis merupakan reaksi alergi yang serius. Muncul dengan cepat dan bisa
berakibat fatal. Jenis reaksi ini merupakan keadaan darurat medis dan perlu
pertolongan segera. Bagi siapa pun mengalami reaksi anafilaksis, epinefrin harus
segera diberikan diikuti dengan perawatan lebih lanjut dan transfer ke rumah sakit
Menurut Brunner & Suddart (2002) anafilaksis merupakan respon klinis terhadap
reaksi imunologi cepat (hipersensitivitas tipe I) antara antigen yang spesifik dan
antibody. Reaksi tersebut terjadi akibat antigen IgE dengan cara berikut:
a Antigen melekat pada antibody IgE yang terikat dengan membrane permukaan sel
mast serta basofil dan menyebabkan sel-sel target ini diaktifkan
b Sel mast dan basofil kemudian melepas mediator yang menyebabkan perubahan
vaskuler; pengaktifan trombosit, eosinofil serta neutrofil; dan pengaktifan
rangkaian peristiwa koagulasi.
Tipe-tipe reaksi anafilaksis:
3
a. Reaksi local Reaksi anafilaksis local biasanya meliputi urtikaria serta angioedema
pada tempat kontak dengan antigen dan dapat merupakan reaksi yang berat tetapi
jarang fatal.
b. Reaksi sistemik Reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit
sesudah kontak dalam system organ berikut ini: kardiovaskuler, respiratorius,
gastrointestinal, dan integument.
2. etiologi
Berbagai zat atau keadaan dapat menyebabkan reaksi anafilaksis/anafilaktoid.
Ada yang berupa antigen seperti protein (serum, hormone, enzim, bisa binatang,
makanan, dan sebagainya), atau polisakarida, juga ada yang berupa hapten yang
nanti bertindak sebagai antigen apabila berikatan dengan protein (antibiotik,
anastesi lokal, analgetik, zat kontras, dan lain-lain). Antigen tersebut dapat masuk
ke dalam tubuh melalui oral, suntikan/sengatan, inhalasi, atau topikal. Di samping
itu ada juga penyebab yang tidak bersifat antigen. Secara umum penyebab
anafilaksis/anafilaktoid dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Obat
a. Molekul besar : hormone insulin, ACTH, estrogen, relaksin, kortison
b. Antibiotik : penisilin, streptomisin, klorampenikol, sulfonamide, kanamisin,
dll.
c. Kemoterapeutik : siklosporin, metotreksat, melfalan, klorambusil, dll.
d. Vaksin : difteri, morbili, parotitis, influenza, pertusis, rabies, tetanus, tipoid.
2. . Makanan
a. Ikan : cakalang, lemuru, salmon, sardine, lele, layang.
b. Udang : kepiting, cumi-cumi, kerang, teripang.
c. Kacang tanah, kacang kedelai, kacang mete, ercis, coklat.
d. Susu, telur, jamur, daging tupai, daging sapi, daging kelinci, daging ayam,
daging rusa.
e. Buah : nanas, mangga, nangka, apel, rambutan, langsap, durian, strawberi,
salak, jeruk, pisang, jagung,
4
f. Bumbu atau rempah : lada, pala, seledri, cengkeh, adas, asam,lombok, jahe,
bawang, ragi, vanili, kayu manis.
3. Bisa/cairan binatang :
a. serangga,
b. ular, laba-laba,
c. ubur-ubur, dan
d. beberapa jenis ikan atau hewan air.
4. Getah tumbuhan : lateks, perekat akasia.
5. Bahan kosmetik/industri : cat rambut, parfum, pelurus rambut, pemutih kulit,
pengawet kayu, penyamak, cat.
6. Faktor lisis : panas, dingin, getaran, cahaya, tekanan.
7. Faktor kolinergik dan kegiatan jasmani
3. Epidemiologi
Insidensi anafilaksis secara pasti belum diketahui, sebagian besar disebabkan oleh
belum jelasnya definisi dari sindrom itu sendiri. Anafilaksis yang fatal relatif jarang,
pada individu yang benar-benar mengalami anafilaksis, hampir 1% terjadi kematian.
Bentuk yang lebih ringan lebih sering terjadi. Insidensi anafilaksis di Amerika Serikat
per tahun diperkirakan 30 kasus per 100.000 orang per tahun (81.000 kasus per tahun).
Suatu survey di Australia menyebutkan 0,59% dari anak-anak berusia 3-17 tahun
mengalami sedikitnya satu kejadian anafilaksis.
Suatu penelitian epidemiologi menyebutkan anafilaksis sekarang lebih sering terjadi
pada komunitas daripada di pusat kesehatan. Angka kejadiannya meningkat pada
individu dengan status sosioekonomi baik. Insiden tertinggi terjadi pada anak-anak dan
remaja. Sampai usia 15 tahun, predileksinya adalah pada laki-laki, namun setelah usia 15
tahun, predileksinya pada wanita. Terdapat kecenderungan perbedaan faktor pencetus
pada kelompok usia yang berbeda-beda, sebagai contoh, anafilaksis fatal yang
dicetuskan oleh makanan puncaknya terjadi pada remaja dan dewasa muda, sedangkan
anafilaksis fatal yang dicetuskan oleh sengatan serangga, zat-zat yang digunakan untuk
diagnostik, dan obat-obatan terjadi terutama pada usia pertengahan dan dewasa lanjut.
5
Dari studi epidemiologi meperlihatkan tiap tahun sebesar 30/100.000 orang dan
21/100.000 rata-rata insidensinya tiap tahun. Gejala dan tanda yang menyertai,
dimana tanda dan gejala kulit (100%), pernapasan (69%), oral dan
gastroentistinal (24%), dan kardiovaskuler (41%). Menurut Neugut et al dari hasil
surveinya, diperkirakan bahwa antara 3.3 dan 43 milyar orang di USA
mempunyai resiko untuk mengalami reaksi anapilaksis. Baru-baru ini
diperkirakan antara 1453 sampai 1503 orang meninggal tiap tahunnya akibat
anapilaktik atau reaksi anapilaksis (disebabkan makanan 100, penicillin 400,
media radiokontras 900, latex 3, getah 40-100). Dari data yang diperoleh
menunjukkan bahwa anapilaksis merupakan masalah serious kesehatan di USA.
(6,7,8,9)
4. manifestasi klinis
1. Ringan :
a. Rasa kesemutan serta hangat pada bagian perifer, dan dapat disertai dengan
perasaan penuh dalam mulut serta tenggorok.
b. Kongesti nasal
c. Pembengkakan periorbital
d. Pruritus
e. Bersin – bersin dan mata yang berair
f. Awitan gejala dimulai dalam waktu 2 jam pertama sesudah kontak
2. Sedang :
a. Rasa hangat
b. Cemas
c. Gatal – gatal
d. Bronkospasme
e. Oedem saluran nafas atau laring dengan dispnea
f. Batuk serta mengi
g. Awitan gejala sama seperti reaksi yang ringan
6
3. Berat :
Reaksi sistemik yang berat memiliki onset mendadak dengan tanda –tanda serta
gejala yang sama seperti diuraikan diatas dan berjalan dengan cepat hingga terjadi
bronkospasme, oedem laring, dispnea berat, serta sianosis. Disfagia (kesulitan
menelan), kram abdomen, vomitus, diare dan serangan kejang – kejang dapat
terjadi. Kadang – kadang timbul henti jantung dan koma.
4. Patofisiologi
Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe I (immediate type
reaction) oleh Coombs dan Gell (1963), timbul segera setelah tubuh terpajan
dengan alergen. Anafilaksis diperantarai melalui interaksi antara antigen
dengan IgE pada sel mast, yang menyebabkan terjadinya pelepasan mediator
inflamasi. Reaksi ini terjadi melalui 2 fase:
1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE
sampai diikatnya dengan reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan
basofil.
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan
antigen yang sama dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul
yang menimbulkan reaksi.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di
tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut
kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang
menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel
plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat
pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen
yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E
7
spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator
vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan
vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.
8
Histamin yang dilepaskan dalam sirkulasi menimbulkan vasodilatasi perifer
menyeluruh, peningkatan permebilitas kapiler menyebabkan terjadi
kehilangan banyak plasma dari sirkulasi maka dalam beberapa menit dapat
meninggal akibat syok sirkulasi.
9
5. Pathway
Allergen
(Antibiotik, makanan, bisa binatang, lateks )
Reaksi antibody
SYOK ANAFILAKTIK
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. . Pemeriksaan Laboratorium
- Hematologi : Hitung sel meningkat, Hemokonsentrasi, trombositopenia,
eosinophilia naik/ normal / turun
- Kimia: Plasma Histamin meningkat, sereum triptaase meningkat.
b. Radiologi
- X foto: Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus, plug.
- EKG: Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia
7. Penatalaksanaan
Terapi spesifik tergantung dari beratnya reaksi. Pada mulanya diperlukan
pemeriksaan untuk mengevaluasi fungsi respiratorius dan kardiovaskuler. Jika
pasien berada dalam keadaan henti jantung, resusitasi kardiopulmoner harus
segera dilakukan. Oksigen diberikan dalam konsentrasi yang tinggi selama
pelaksanaan resusitasi kardiopulmoner atau kalau pasien tampak mengalami
sianosis, dispnea, atau mengi. Epinefrin dalam bentuk larutan dengan
pengenceran 1 : 1000 disuntikkan subkutan pada ekstremitas atas atau paha dan
dapat diikuti dengan pemberian infuse yang kontinu. Antihistamin dan
kortikosteroid dapat pula diberikan untuk mencegah berulangnya reaksi dan
urtikaria serta angioedema. Untuk mempertahankan tekanan darah dan status
hemodinamika yang normal, diberikan preparat volume expander dan vasopresor.
Pada pasien dengan bronkospasme atau riwayat asma bronkiale atau penyakit
paru obstruktif menahun, preparat aminofilin, dan kortikosteroid dapat pula
diberikan untuk memperbaiki kepatenan serta fungsi saluran nafas. Pada kasus-
11
kasus dimana keadan hipotensi tidak responsive terhadap preparat vasopresor,
penyuntikan glukagon intravena dapat dilakukan untuk memberikan efek
kronotropik dan inotropik yang kuat. Pasien dengan reaksi yang berat harus
diamati dengan ketat selama 12 hingga 14 jam. Karena berpotensi untuk kambuh
kembali, pasien dengan reaksi yang ringan sekalipun harus mendapatkan
penjelasan mengenai resiko ini (Brunner & suddart, 2002).
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah
sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat
serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan
waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia,
baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
1. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak
ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala
dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas,
yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan
buka mulut.
2. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada
tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan
terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang
12
mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-
obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan
sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif,
melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
3. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis,
atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
f. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis
laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap
13
merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat
terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya,
bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang
sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan
juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan
histamin.
g. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau
terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah
harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan
transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus
tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
8. Komplikasi
a. Henti jantung (cardiac arrest) dan nafas.
b. Bronkospasme persisten.
c. Oedema Larynx (dapat mengakibatkan kematian).
d. Relaps jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
e. Kerusakan otak permanen akibat syok.
f. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS DENGAN SYOK
ANAFILAKTIK
A. Pengkajian
15
b) Riwayat kesehatan dahulu : pasien ditanya tentang status imunisasi (yaitu
imunisasi yang sudah pernah diberikan ketika masih kecil) dan penyakit
yang lazim diderita dalam masa kanak-kanak.
3. Pemeriksaan fisik
a) Pengkajian fisik pasien dengan gangguan imunologis mencakup palpasi
nodus limfatikus dan pemeriksaan kulit, membrane mukosa, dan system
respiratorius, gastrointestinal, urogenital, kardiovaskuler serta
neurogenik.
b) Pada pemeriksaan jasmani, kondisi kulit dan membran mukosa pasien
harus dinilai untuk menemukan lesi, dermatitis, purpura (perdarahan
subkutan), urtikaria, inflamasi atau pun pengeluaran sekret.Tanda-tanda
infeksi perlu diperhatikan.Suhu tubuh pasien dicatat dan observasi
dilakukan untuk mengamati gejala menggigil serta perspirasi.
c) Kelenjar limfe servikal anterior serta posterior, aksilaris dan inguinalis
harus dipalpasi untuk menemukan pembesaran; jika kelenjar limfe atau
nodus limfatikus teraba, maka lokasi, ukuran, konsestensi dan keluhan
nyeri tekan pada saat palpasi harus dicatat.
d) Status respiratorius pasien dievaluasi dengan memantau frekuensi
pernapasan dan menilai adanya gejala batuk (kering atau produktif) serta
suara paru yang abnormal (mengi, krepitasi, ronkhi).Pasien juga dikaji
untuk menemukan rinitis, hiperventilasi danbronkospasme.
e) Status kardiovaskuler dievaluasi dengan memerikasa kemungkinan
hipotensi, takikardi, aritmia, vaskulitis, dan anemia.
f) Status gastrointestinal pasien dinilai dengan mengecek kemungkinan
hepatospenomegali, kolitis, vomitus serta diare.
g) Status urogenital dinilai dengan mengamati tanda-tanda infeksi saluran
kemih (sering kencing atau rasa terbakar saat buang air kecil, hematuri
dan pengeluaran secret dari uretra).
4. Pengkajian neurosensorik
16
Pemeriksaan pasien juga dilakukan untuk menilai perubahan pada status
neurosensorik (yaitu, gangguan fungsi kognitif, gangguan pendengaran,
perubahan visual, sakit kepala, serta migrain, ataksia dan tetani).
5. Data/pengkajian spiritual
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah
hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya.
6. Pengkajian psikologis
Status nutrisi pasien, tingkat stress dan kemampuan untuk mengatasi
masalah juga harus dinilai bersama dengan usianya dan setiap
keterbatasan fungsional (keadaaan mudah lelah serta ketahanan tubuh).
7. Pemeriksaan diagnostic
a. Skin test
b. Tes provokasi
c. Tes radioalergosorbent (RAST)
17
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan sirkulasi darah keperifer
darah ditandai dengan penurunan kardiak output (penurunan nadi dan tekanan
darah).
c. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
d. Penurunan curah jantung b/d perubahan irama
D. Intervensi keperawatan
18
jumlah yang berlebih - Informasikan pada klien
Gelisah dan keluarga tentang
Perubahan frekuensi suctioning
dan irama nafas - Berikan O2 dengan
Dispneu
menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suction
nasotrakeal
- Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator bila perlu.
19
tromboplebitis
- Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensasi
3 Risiko kekurangan Keseimbangan § Manajemen cairan
volume cairan b/d Elektrolit dan Aktivitas :
kehilangan cairan Asam Basa · Timbang BB tiap hari
aktif Keseimbangan · Hitung haluran
Batasan Cairan · Pertahankan intake yang
karakteristik : Hidrasi akurat
Kehilangan Status Nutrisi : · Pasang kateter urin
volume cairan Asupan Makanan · Monitor status hidrasi
aktif dan Cairan (seperti : kelembapan
Kurang mukosa membrane, nadi)
pengetahuan · Monitor status
Berat badan hemodinamik termasuk
extrim CVP,MAP, PAP
Penurunan · Monitor hasil lab. terkait
tekanan darah retensi cairan
Penurunan (peningkatan BUN, Ht ↓)
volume nadi · Monitor TTV
Penurunan · Monitor adanya indikasi
tekanan nadi retensi/overload cairan
Penurunan (seperti :edem, asites,
turgor kulit distensi vena leher)
Penurunan § Manajemen elektrolit
turgor lidah Aktivitas:
Penurunan v Monitor keabnormalan level
20
haluaran urin untuk serum
Penurunan v Dapatkan specimen lab untuk
pengisian vena memonitor level cairan/
Kulit kering elektrolit ( seperti Ht,
Membrane BUN,sodium, protein,
mukosa kering potassium )
v Timbang berat badan tiap hari
v Beri cairan
v Promosikan intake oral
v Beri terapi nasogastrik untuk
menggantikan output
v Beri serat pada selang makan
pasien untuk mengurangi
kehilangan cairan dan
elektrolit selama diare
v Kurangi konsumsi es / jumlah
intake oral pasien yang
terpasang NGT
v Irigasi selang NGT dengan
normal salin
v Pasang infuse IV
4 Penurunan curah Cardiac pump Cardiac Care
jantung berhubungan effectiveness - Evaluasi adanya nyeri
dengan perubahan Circulation status dada (intensitas, lokasi,
irama Vital sign status durasi)
Batasan Karakteristik - Catat adanya disritmia
: jantung
Aritmia - Catat adanya tanda dan
Perubahan EKG gejala penurunan cardiac
21
Palpitasi output
Bradikardi, takikardi - Monitor adanya
penurunan tekanan darah
- Anjurkan untuk
menurunkan stress.
- Kolaborasi dalam
pemberian terapi aritmia
BAB IV
ASKEP KASUS
A. Kasus
Tn PK dengan umur 24 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas gatal
dan kemerahan dan terasa terbakar di bagian bibir merasa mual dan bab cair . pasien
juga mengatakan batuk berdarah sebelum masuk rumah sakit . Pada psien didaptkan
data TD : 80/60 mmhg ,N 112 x/m, RR 24 x/m . SB 39,1℃
B. Laporan kasus
a. Identitas pasien
Nama : Tn PK
Jenis kelamin : laki - laki
Umur : 24 tahun
Alamat : jln anggrek no 23
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : tamat SD
Agama : Kristen
22
Suku : sumba
Status : belum menikah
Tanggal MRS : 10/01/2020
b. Anamnesis
Keluahan utama : sesak napas
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluh sesak napas sejak ± 17 jam sebelum masuk rumah sakit setelah
disuntik obat. Sesak dirasakan timbul secara tiba-tiba seperti sulit untuk
mengambil napas dan tidak membaik dengan perubahan posisi. Sesak awalnya
terasa ringan, namun dalam setengah jam semakin memberat. Pasien mengatakan
sesak napas muncul ± 30 menit setelah perawat memasukkan obat.
Pasien juga mengeluh bengkak di kedua mata dan bibirnya sejak ± 30 menit
setelah perawat memasukkan obat. Mata dirasakan semakin bengkak dan
kemerahan. Sensasi seperti terbakar juga dirasakan pada bibir pasien.
Pasien juga mengeluh gatal dan kemerahan pada seluruh tubuhnya sejak ± 30
menit setelah perawat memasukkan obat terutama pada tangan dan kakinya.
Gatal tidak berkurang dengan garukan.Pasien juga mengeluh mual setelah timbul
kemerahan pada seluruh tubuh ± 40 menit setelah memasukkan obat. Mual tidak
disertai dengan muntah. Mual dirasakan terus menerus, disertai rasa tidak enak
pada tenggorokan. Pasien dikatakan oleh keluarganya sempat dikatakan seperti
orang bingung. Keluhan bingung tersebut terjadi sesaat setelah pasien mengeluh
bengkak pada bibir dan mual. Pasien sempat tidak mengenali penunggunya
untuk beberapa saat. Pasien juga mengeluhkan mencret sudah sebanyak dua kali
sejak tadi pagi (10/01/2021), dengan konsistensi cair, ampas dikatakan sedikit,
berwarna kuning, volume ±200 cc. Darah segar dikatakan tidak ada. BAB
berwarna coklat juga disangkal oleh pasien. Pasien mengeluh batuk darah 1 hari
SMRS dengan frekuensi 1 kali dan dengan volume ± 200 cc. Keluhan sesak dan
nyeri dada yang menyertai batuk disangkal. Pasien juga mengeluh demam sejak
5 hari berturut-turut SMRS. Demam dikatakan berupa rasa panas pada seluruh
23
tubuh namun pasien tidak sempat mengukur suhu tubuhnya. Demam dirasakan
menetap hingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan menyebabkan nafsu
makan menurun. Demam dikatakan membaik setelah minum obat penurun panas
namun muncul kembali beberapa jam kemudian. Demam dirasakan tiba-tiba dan
terus menetap. Demam tidak disertai menggigil. Inilah sebab pasien dibawa
berobat ke RSUP Sanglah pada tanggal 5 januari 2021. Keluhan sesak dan nyeri
dada yang menyertai batuk disangkal.
24
berwarna coklat juga disangkal oleh pasien. Pasien mengeluh batuk darah 1 hari
SMRS dengan frekuensi 1 kali dan dengan volume ± 200 cc. Keluhan sesak dan
nyeri dada yang menyertai batuk disangkal. Pasien juga mengeluh demam sejak
5 hari berturut-turut SMRS. Demam dikatakan berupa rasa panas pada seluruh
tubuh namun pasien tidak sempat mengukur suhu tubuhnya. Demam dirasakan
menetap hingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan menyebabkan nafsu
makan menurun. Demam dikatakan membaik setelah minum obat penurun panas
namun muncul kembali beberapa jam kemudian. Demam dirasakan tiba-tiba dan
terus menetap. Demam tidak disertai menggigil. Inilah sebab pasien dibawa
berobat ke RSUP pada tanggal 5 januari 2021. Keluhan sesak dan nyeri dada
yang menyertai batuk disangkal.
Ceftazidine 3 x 1 g IV
25
08.00 Ambroxol 3 x CI
Pasien masuk ruangan Paracetamol 3 x 500 mg
Ceftazidine 3 x 1 g IV
Ambroxol 3 x CI
09.00 Paracetamol 3 x 500 mg
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa seperti penderita.
Tidak ada riwayat asma, gatal-gatal berulang pada kulit, maupun bersinbersin
berulang pada keluarga penderita.
Riwayat Sosial :
Pasien adalah seorang perokok berat sejak usia remaja. Pasien dalam sehari
bisa menghabiskan hingga 1-2 bungkus rokok. Pasien berhenti bersekolah
setelah tamat SD dan sejak itu sering melakukan berbagai kerja sementara
seperti bartender di tempat- tempat hiburan dan sering mengkonsumsi alkohol
di tempat kerja. Riwayat penggunaan jarum suntik disangkal oleh penderita.
26
c. Pemeriksaan fisik
kondisi umum : sedang
kesadaran : compos menthis / E4V5M6
berat badan : 64 kg
tinggi badan : 168 cm
IMT : 22,72 kg/m 2
Tanda -tanda vital :
Tekanan darah : 80/60 MMhg
Nadi : 112 x/menit
Respirasi : 64 kg
Pernapasan : 24/xmenit
Suhu badan : 39,1 ℃
Pemeriksaan Umum :
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Reflek Pupil +/+ Isokor, Edema Palpebra
+/+
THT : Pembesaran tonsil (-), Hiperemis faring (-), Atrofi lidah
(-),
Edema bibir (+)
Leher : JVP PR + 0 cmH2O, Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Palpasi
Thora : Inspeksi : Simetris, tidak tampak pulsasi iktus kordis
: Hepar
x
tidak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, Vokal fremitus N /
teraba,
N
Lien
Perkusi : Batas atas jantung setinggi ICS II
tidak
teraba, Batas bawah jantung setinggi ICS V
Nyeri Batas kanan jantung pada PSL kanan
tekan
Batas kiri jantung pada MCL kiri
Auskultasi : Cor: S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo: Vesikuler +/+, Ronkhi -/- , Wheezing
-/-
Abdomen: Inspeksi : Distensi (-) 27
(93,1%)
28
T CO2 18,5 mmol/L 24,00-30,00 (mmol/L)
BE -3,10 -2-2 (mmol/L)
S O2 99,00 95,00-100,00 (%)
T Hbc 19,50 13,00-18,00 (g/dL)
Kimia Darah
EKG
Sinus takikardia
HR: 113 x/menit
Axis normal P-R interval normal
Gelombnag t terbalik
29
Rontgen Thorax AP
30
3. Klien tampak pucat, akral dingin, gambaran EKG gelombang T mendatar dan
terbalik
4. Tanda – tanda vital terutama tekanan darah menurun
5. Klien tampak lemah
6. Klien tampak cemas
7. Klien tampak menggaruk – garuk badannya, tampak adanya pruritus (ada
hives) urtikaria
f. Analisa data
RR menurun (dsypnea)
31
DO : vaskuler akibat reaksi
Klien tampak pucat, akral anafilaktik
dingin
Klien tampak cemas dan
gelisah
Tanda – tanda vital terutama
muntah
DO : Peningkatan kapasitas
vaskuler
Klien tampak lemah
muntah
4 DS : Klien mengatakan gatal – Peningkatan produksi Gangguan integritas
gatal pada bagian kulit dan histamine dan bradikinin kulit
hidung oleh sel mast
DO :
Klien tampak menggaruk –
garuk badannya
Tampak pruritus (ada hives),
urtikaria
Tampak bengkak disekitar
32
g. Diagnose keperawatan
1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d mokus dalam jumlah berlebihan
2 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan sirkulasi darah
keperifer darah ditandai dengan penurunan kardiak output (penurunan nadi
dan tekanan darah).
h. Intervensi keperawatan
33
penggunaan
otot bantu
nafas dan
cuping
hidung
- RR normal
16 – 20
x/menit
2 Setelah 1. Kaji perubahan tiba- 1. Perfusi serebral
dilakukan tiba atau gangguan secara lagsung
Tindakan mental kontinu berhubungan
keperawatan ( cemas, gelisah, dengan curah
selama …24 jam bingung, letargi, jantung
diharapkan dapat pingsan ) 2. Penurunan curah
memperbaiki 2. Kaji warna kulit jantung dibuktikan
perfusi jaringan apakah pucar, oleh penurunan
dengan kriteria sianosis, belang, perfusi kulit dan
hasil : catat kekauan nadi penurunan nadi.
- Kulit pasien perifer.
hangat
- Tanda vital
dalam btas
normal
- Pasien sadar
atau
bororientasi
i. Impelementasi keperawatan
34
Hari/tanggal/jam No implementasi Respon hasil Paraf
DX
1 1. Mengkaji 1. RR dalam mahasiswa
tanda2 batas normal
vital 2. Pasien dengan
terutam RR posisi
2. Mengatur hiperekstensi/
posisi semi fowler
pasien
2 1. Mengkaji 1. Klien mahasiswa
gangguan tampak
mental sadar dan
kontinu berorientasi
2. Mengkai 2. Kulit klien
warna tampak
kulit pucat
j. Evaluasi
35
P : intervensi dilanjutkan no 123
1. Kaji tanda- tanda vital terutama
pernafasan
2. Atur posisi klien : hiperektensi
3. Atur posisi klien semi fowler
BAB VI
36
PENUTUP
1. Kesimpulan
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang doperantarai oleh Ig
E yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat.
Syok anafilaktik memang jarang dijumpai, tetapi mempunyai angka mortalitas
yang sangat tinggi. Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam
penatalaksanaan syok anafilaktik terutama yang disebabkan oleh obat-obatan.
Apabila ditangani secara cepat dan tepat sesuai dengan kaidah kegawat daruratan,
reaksi anafilaktik jarang menyebabkan kematian.
2. Saran
Bagi para tenaga kesehatan khususnya perawat atau dokter diharapkan agar tetap
berhati-hati dalam memberikan tindakan, terutama tindakan invasif. Sangat perlu
diperhatikan obat-obatan yang akan diberikan kepada pasien, sebelum melakukan
pemberian obat-obatan dengan cara injeksi harus melakukan skin test terlebih
dahulu agar mengetahui apakah obat itu dapat diterima oleh tubuh pasien atau
tidak, agar tidak terjadi syok anafilaktik
37
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, J.J., Sabbagh, M., Loiselle, C. G., Boileau, J.,& McVey, L. (2010). Intensive
and Critical Care Nursing 2010, Vol. 26, Hal. 986.