Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
marilah kita ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Tugas ini
di buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kami yaitu “Pembelajaran Matematika
di MI” yang diampu oleh Bapak Hilman Habibiy, M. Pd. Makalah ini kami buat berdasarkan
kutipan dari berbagai sumber baik media cetak, maupun elektronik.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat mempermudah kami membuat makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Kesimpulan............................................................................................... 18
B. Saran .........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak asing dikalangan
peserta didik. Mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi,
pembelajaran matematika ikut andil masuk dalam list materi yang harus dimengerti
dan dipahami. Sedikit agak berbeda dengan tingkat taman kanak-kanak hingga
sekolah menengah atas yang secara umum mempelajari matematika. Di perguruan
tinggi sendiri sudah tersedia jurusan khusus untuk memperdalam ilmu yang erat
kaitannya dengan angka dan rumus ini.
Terkenal dengan materi-materinya yang tak lepas dari angka dan rumus serta
perhitungan, membuat matematika memiliki penggemar dengan angka yang tidak
banyak terutama di kalangan peserta didik. Ada banyak faktor yang mendukung hal
ini. Kesulitan dalam belajar dan memahami matematika oleh siswa akan berimbas
pada dirinya sendiri. Selaku pendidik, kita harus memiliki cara jitu untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan belajar tersebut.
Sama halnya dengan makalah kali ini. Kami, para pemakalah akan membahas
tentang karakter siswa dalam belajar matematika. Sub-sub materi yang tersaji seperti,
kesulitan anak dalam belajar matematika, gaya belajar siswa, hingga pengajaran
remedial. Kesemua materi tersebut akan coba dijabarkan dalam makalah dengan
sebaik-baiknya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakter siswa SD dalam belajar matematika?
2. Bagaimanakah gaya belajar siswa SD?
3. Apa kelemahan anak jika dilihat dari berbagai sudut?
4. Apa saja kesulitan siswa dalam belajar matematika?
5. Apa itu pengajaran remedial?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui karakter siswa SD dalam belajar matematika.
2. Untuk mengetahui gaya belajar siswa SD.
1
3. Untuk melihat kelemahan anak dari berbagai sudut.
4. Untuk memeriksa kesulitan siswa dalam belajar matematika.
5. Untuk mengetahui tentang pengajaran remedial.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Indah Melati Sari, Mengenal Karakter Siswa Dalam Belajar Matematika,
(https:www.kompasiana.com)
2
Suparni, Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Saintek UIN Sunan Kalijaga, Vol.
1, No. 1, April 2012, h. 45 – 60
3
bukanlah ilmu yang hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi ilmu yang
bermanfaat untuk sebagian besar ilmu-ilmu lain.tujuan pembelajaran matematika
yang dinyatakan dalam kurikulum yakni melatih cara berfikir dan bernalar dalam
menarik kesimpulan.
Karakter harus dikembangkan dan dibangun sejak dini dengan suatu proses
secara progresif. Karakter siswa dapat terwujud dengan melihat tingkah laku yang
ditunjukan ke lingkungan sosialnya, bagaimana siswa mengaplikasikan suatu nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga apabila terdapat suatu
tindakan menyimpang seperti tidak jujur, egois, dan berkata kasar maka orang
tersebut dapat dikatakan berprilaku kurang baik atau dengan bahasa lainnya yakni
seseorang berkarakter buruk.
Pembelajaran matematika yang berkaitan untuk mengetahui berbagai macam
karakter siswa sebaiknya dikembangkan dengan mengajak siswa untuk aktif mencari,
menyelidiki, merumuskan, membuktikan, dan menerapkan apa yang dipelalajari
untuk menemukan suatu kesalahan tanpa takut berbuat salah dengan melakukan
eksperimen. Mengenali karakter siswa dalam belajar matematika secara sederhana
guru akan memberikan latihan dalam bentuk tugas rumah, dan guru akan menilai
karakter para siswa tersebut dalam pengerjaan tugas rumah, apakah siswa tersebut
melakukannya dengan tepat waktu, dan benar-benar dikerjakan oleh siswa itu sendiri
atau tidak.
Nunes (1992) menyatakan bahwa pengetahuan matematika dapat dipelajari
dan dilakukan di luar sekolah oleh berbagai kelompok budaya, dan hal itu
memberikan sumbangan yang signifikan untuk menganalisis proses pembelajaran
matematika di sekolah. Sehubungan dengan itu, BSNP (2006) menganjurkan kepada
pendidik matematika agar pembelajarannya dilaksanakan dalam suasana yang
membuat siswa aktif, merangsang kreativitas, mendorong pemikirian inovatif,
menyenangkan bagi siswa, tetapi berlangsung secara efektif dalam pencapaian tujuan,
dengan menegakkan sendi-sendi (a) keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa; (b) belajar memahami dan menghayati lingkungan dan orang lain; (c)
belajar untuk berbuat secara efektif; (d) belajar hidup bersama dan memberi manfaat
bagi orang lain dan; (e) belajar untuk membangun mental temukan jati diri.
Matematika pada dasarnya adalah aktivitas yang tidak pernah lepas dari
kehidupan sehari-hari, namun demikian diperlukan suatu keinginan, kreativitas, dan
4
inovasi agar terjadi pemikiran-pemikiran yang mengarah pada pembelajaran
matematika. Siswa memerlukan pembimbingan dari agar dapat menghubungkan
kegiatan yang berbasis pada kekayaan lokal atau pengetahuan yang dimilikinya
sehingga mereka belajar matematika secara bermakna.3
Dilihat dari usia perkembangan kognitif siswa SD masih terikat dengan objek
kongkret yang dapat ditangkap oleh panca inderanya. Dalam pembelajaran
matematika yang abstrak siswa melakukan alat bantu pembelajaran berupa media dan
alat peraga yang dapat lebih memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru
sehingga dapat lebih cepat dipahami dan di mengerti oleh siswa proses pembelajaran
pada fase konkret dapat melalui tahapan abstrak.
Berdasarkan karakteristik siswa SD dapat dilihat bahwa pada pembelajaran
matematika harus dapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya
dengan konsep pembelajaran yang akan diajarkan oleh guru sehingga siswa dapat
mengasimilasi informasi baru dalam pengetahuannya. Pembelajaran matematika tidak
hanya mengembangkan aspek kognitif saja, melainkan juga pada aspek afektif, karena
dalam proses pembelajaran guru juga dituntut untuk terus mengembangkan nilai-nilai
kehidupan.
Artinya dalam diri siswa pengembangan aspek efektif (sikap) merupakan
aspek penting yang harus dibentuk pada diri siswa. Hal ini sesuai dengan tuntunan
kurikulum 2013 yang menjelaskan bahwa sikap siswa yang identik dengan karakter
merupakan bagian terintegrasi dengan aspek kognitif dan psikomotorik yang
memungkinkan individu untuk memahami dan menyelesaikan permasalahan sesuai
dengan yang diharapkan. Adapun beberapa nilai karakter yang harus di miliki seorang
siswa adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif dan mandiri.
3
Muhammad Fendrik, Pengembangan Koneksi Matematika Koneksi Tematis, (Surabaya:
Media sahabat Cendekia, 2019)
5
Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki dalam bukunya Quantum
Learning (halaman 110-111), gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana ia
menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.
Sedangkan menurut James dan Gardner dalam bukunya “Gaya belajar”
halaman 42, gaya belajar adalah cara yang kompleks dimana para siswa
menganggap dan merasa paling efektif dan efesien dalam memproses,
menyimpan, dan memanggil kembali apa yang telah mereka pelajari.
Dunn dan Dunn dalam bukunya “Psikologi Pendidikan”, menjelaskan
bahwa gaya belajar merupakan kumpulan karakteristik pribadi yang membuat
suatu pembelajaran efektif untuk beberapa orang dan tidak efektif untuk orang
lain. Berarti gaya belajar berhubungan dengan cara anak belajar, serta cara belajar
yang paling disukai.
Menurut Nasution dalam bukunya “Berbagai Pendidikan dalam Proses
Belajar Mengajar”, menurutnya gaya belajar adalah cara konsisten yang dilakukan
oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat,
berfikir, dan memecahkan soal.4
Berdasarkan beberapa definisi diatas, gaya belajar dapat disimpulkan
sebagai cara seseorang dalam menerima hasil belajar dengan tingkat penerimaan
yang optimal dibandingkan dengan cara yang lain. Setiap orang memiliki gaya
belajar masing-masing. Pengenalan gaya belajar sangat penting. Bagi guru dengan
mengetahui gaya belajar tiap siswa maka guru dapat menerapkan teknik dan
strategi yang tepat baik pembelajaran maupun dalam pengembangan diri.
Darmadi. Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran Dalam Dinamika Belajar siswa.
4
6
b) Mengingat dengan gambar, lebih suka membaca daripada dibacakan.
c) Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh dan menangkap detail
mengingat apa yang dilihat.
d) Suka membuat coret-coretan.
e) Dalam komunikasi sering menggunakan kata yang berhubungan dengan
penglihatan.
f) Berbicara dengan tempo cukup tepat cepat.
Untuk menghadapi anak dengan kecenderungan visual, hendaknya
melakukan hal-hal berikut:
Menggunakan kertas tulis dengan tulisan berwarna dari pada papan tulis.
Mendorong anak untuk menggambarkan informasi, dengan menggunakan
diagram dan warna.
Beri kode warna untuk bahan pelajaran, dan sebaiknya dorong anak untuk
mencatat dengan aneka warna.
Karakteristik umum gaya belajar visual:
Lebih suka membaca daripada dibacakan.
Lebih suka melakukan demonstrasi daripada harus berpidato/ceramah.
Mengingat dari apa yang dilihat dari pada apa yang didengar.
Sulit untuk mengingat instruksi kecuali jika ditulis.
Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik.
Teliti terhadap detail.
Lebih suka seni lukisan atau patung dari pada musik.
Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap
waspada sebelum yakin tentang suatu masalah.
Analisis gaya belajar visual:
Gaya belajar visual diterapkan pada peserta didik yang dapat lebih
efektif dengan penglihatan fisiknya seperti lewat membaca mengamati
menonton dan segala cara dan gaya yang melibatkan indra penglihatannya.
b. Gaya Belajar Auditori (Pendengaran)
Modalitas ini mengakses segala bunyi dan kata. musik, nada, irama, rima,
dialog internal, dan suara menonjol disini. Seorang yang sangat auditorial
bercirikan:
a) Perhatiannya mudah terpecah.
7
b) Berbicara dengan pola berirama.
c) Belajar dengan cara mendengarkan.
d) Ketika membaca suka menggerakkan bibir atau bersuara.
e) Berdialog secara internal dan eksternal.
Untuk menghadapi peserta didik dengan kecenderungan auditori, guru
hendaknya melakukan hal-hal berikut:
Gunakan variasi vokal (perubahan nada, kecepatan, dan volume) dalam
persentasi kelas.
Gunakan pengulangan, mintalah anak menyebutkan kembali konsep pelajaran.
Gunakan musik sebagai aba-aba untuk kegiatan rutin.
Setiap segmen anak diminta memberitahukan pada teman sebelahnya.
Karakteristik gaya belajar auditori:
Mudah terganggu oleh keributan.
Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.
Pembicaraan atau orator yang fasih.
Sulit untuk menulis tapi hebat dalam bercerita.
Suka berdiskusi dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar.
Lebih suka gurauan lisan dari pada membaca komik.
Lebih suka mendengarkan atau dibacakan dari pada membaca.
Lebih suka seni musik atau seni suara.
Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang di diskusikan daripada
yang dilihat.
8
b) Banyak gerak.
c) Belajar dengan melakukan.
d) Menunjukkan tulisan saat membaca.
e) Mengingat sambil berjalan dan melihat.
Untuk menghadapi peserta didik dengan kecenderungan kinestetik,
guru hendaknya melakukan hal-hal berikut:
Gunakan alat bantu saat mengajar untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan
menekankan konsep kunci.
Ciptakan simulasi konsep agar peserta didik mengalaminya.
Peragakan konsep sambil memberikan kesempatan peserta didik untuk
mempelajari langkah demi langkah.
Izinkan peserta didik berjalan-jalan di kelas.
Ceritakan pengalaman pribadi mengenai wawasan belajar, dan doronglah
peserta didik untuk mengalaminya.
Karakteristik gaya belajar kinestetik:
Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian.
Belajar melalui simulasi dan praktik atau demonstrasi.
Menghafal dengan cara berjalan-jalan atau bergerak.
Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang.
Nenggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca.
Banyak menggunakan isyarat tubuh ketika bicara atau menjelaskan
sesuatu.
Sulit mengingat tempat kecuali jika ke tempat tersebut.
Menyukai permainan ia menyibukkan.
9
Anak didik adalah anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha,
bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan
tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara,
sebagai anggota masyarakat, dan sebagai suatu pribadi atau individu.6
Pendidikan, ilmu pengetahuan merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh
seorang anak. Di Indonesia sendiri, berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1
ayat 3, sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang
saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Sisdiknas
dirumuskan dengan misi utama dapat memberi pendidikan dasar bagi setiap warga
negara Republik Indonesia. Hal ini bertujuan supaya tiap-tiap warga negara
memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar. Kemampuan
dasar tersebut meliputi kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta mampu
menggunakan bahasa Indonesia yang diperlukan oleh setiap warga negara untuk dapat
berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
a. Kelemahan secara fisik, seperti pancaindra (mata, telinga, alat bicara dan
sebagainya) berkembang kurang sempurna atau sakit sehingga menyulitkan
proses interaksi secara interaktif.
b. Kelemahan secara mental yaitu faktor intelegensi atau taraf kecerdasannya
memang kurang sehingga dalam mengikuti pelajaran siswa tampak kurang
minat, kurang semangat, kurang usaha dan kebiasaan dalam belajar lainnya.
c. Kelemahan-kelemahan emosional antara lain penyesuaian yang salah terhadap
orang-orang, situasi, tuntutan-tuntutan tugas dan lingkungan. Sehingga timbul
rasa takut, benci dan antipati dalam belajar.
6
Rosdiana A. Bakar, Dasar-Dasar Kependidikan, (Medan: Gema Ihsani, 2015), h. 105
7
Abdul Rahman Saleh, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta:
Kencana, 2004), h. 207
10
d. Kelemahan-kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap-sikap
belajar yang salah, antara lain kurang menaruh minat terhadap pekerjaan-
pekerjaan sekolah, banyak melakukan aktivitas yang bertentangan dan tidak
menunjang pekerjaan sekolah, menolak atau malas belajar, kurang berani dan
gagal untuk berusaha memusatkan perhatiannya.
e. Tidak memiliki keterampilan-keterampilan dan pengetahuan dasar seperti
ketidakmampuan membaca dan menghitung.8
a) Kelemahan Fisik
Cacat tubuh yang diderita anak jelas menjadi kelemahan dan penghambatnya
dalam belajar. Atau ketika anak mengalami sakit parah, jelas sekali mengganggunya
dalam proses belajar. Sedangkan ketika anak mengalami sakit ringan saja sudah susah
mengikuti proses belajar mengajar, maka tidaklah mengherankan jika anak
mengalami sakit berat, cedera berat bahkan cacat, jelas mengganggu anak belajar.
Cacat fisik yang jelas seperti kebutaan, bisu, ataupun tuli dan lain sebagainya
memiliki cara tersendiri untuk ditangani oleh para pendidik khusus. Anak-anak
dengan kecacatan fisik, bisa ditangani secara khusus oleh orang-orang yang sudah
profesional. Ditambah, kecanggihan teknologi saat ini, banyak membantu manusia
menemukan solusi dengan menciptakan alat yang mampu membuat orang buta bisa
membaca, orang tuli bisa mendengar, hingga orang bisu bisa mengungkapkan isi
hatinya tanpa berbicara.
b) Kelemahan Mental
Selain kecacatan fisik, kecacatan mental yang diderita seorang anak menjadi
kelemahan selanjutnya bagi anak untuk belajar dan memahami suatu materi. Seorang
anak yang memiliki kecacatan mental seperti autisme hingga down-syndrome, tidak
bisa mengikuti pembelajaran dengan normal seperti anak-anak pada umumnya.
Walaupun secara fisik, anak dengan kecacatan mental tampak sehat, tapi sebenarnya
mental mereka tidak sehat dan butuh penanganan khusus.
8
Fitri Novi Astuti, dkk, Analisis Kesulitan Pemahaman Konseptual Siswa Dalam
Menyelesaikan Soal Pada Materi Peluang Di MAN Sanggau, Jurnal Program Studi Pendidikan
Matematika, FKIP Untan, h. 3
11
Pendidikan luar biasa, menjadi salah satu jenis pendidikan yang sudah dikenal
banyak orang mampu mengatasi anak-anak dengan kecacatan mental. Guru, pendidik,
pengajar terlatih jelas bisa membantu anak dengan kecacatan mental untuk belajar,
walau tidak mirip seperti anak-anak normal pada biasanya. Anak-anak dengan
kecacatan mental memiliki model pembelajaran tersendiri.
c) Kelemahan Emosional
Ketika anak terpengaruh oleh lingkungan yang tidak baik, bisa berdampak
pada proses belajarnya. Misal, ketika anak berkumpul dengan teman-teman di dekat
rumahnya yang enggan mengerjakan tugas, maka anak akan mudah terpengaruh
hingga membuatnya menjadi ikut malas mengerjakan tugas.
Dalam contoh lain, ketika anak berasal dari keluarga broken home biasanya
mudah mempengaruhi emosi anak. Tidak ada yang mengajarinya ketika di rumah,
keributan ataupun kekerasan yang dilihat anak sehari-hari antara orang tuanya bisa
mempengaruhi emosi anak dalam belajar. Ketika di sekolah nantinya, anak akan
berubah menjadi pendiam dan tidak bisa berbaur dengan lingkungan serta
pembelajaran.
Nah, sama hal nya dengan kebiasaan buruk menyangkut pembelajaran yang
juga bisa mempengaruhi anak. Permasalahan-permasalahan seperti ini tidak jarang
kita temui, jika nantinya kita akan menjadi guru. Ketika anak menunjukkan
kekurangan minatnya pada suatu materi atau pelajaran, dan selaku guru tidak mencari
solusinya, maka anak akan terus terbiasa enggan menghadapi materi tersebut. Hal ini
bisa memberikan dampak negatif, seperti rendahnya nilai anak di pelajaran tertentu.
12
Keluarga merupakan pendidikan informal pertama yang akan didapat oleh
seorang anak. Sejak lahir, keluargalah yang mendidik kebiasaan-kebiasaan kecil serta
pengetahuan-pengetahuan soal dunia kepada anaknya. Pada tahap selanjutnya, guru
ikut andil dalam proses belajar mengajar.
Ketika anak berada pada tingkat sekolah dasar, terutama kelas 1, saat ini anak
sudah dituntut untuk mampu menulis dan membaca. Ketika anak nantinya sudah
berada pada tingkatan kelas yang tinggi, namun dirinya belum bisa membaca dan
menulis, maka hal-hal tersebut mampu menghambat proses belajar anak. Oleh sebab
itu, pihak orang tua ada baiknya memberikan pendidikan dasar kepada anak-anaknya.
Agar kelak, ketika anak masuk dalam dunia pendidikan, dirinya tidak lagi terhalang
oleh kemampuan-kemampuan dasar yang tidak dikuasainya.
a. Learning Disorder
Contoh, anak yang sudah terbiasa dengan olahraga keras, seperti karate dan
tinju. Maka akan mengalami kesulitan bila menuntut gerakan-gerakan yang lemah
gemulai.
b. Learning Disfunction
13
Merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan anak tidak berfungsi
dengan baik. Meskipun sebenarnya anak tersebut tidak menunjukkan
adanya subnormality mental ataupun gangguan psikologis lainnya.
Contoh, anak yang memiliki postur tubuh yang tinggi, atletis dan sangat cocok
menjadi atlet bola voli. Namun, mereka tidak pernah dilatih, maka dia tidak dapat
menguasai teknik permainan bola voli dengan baik dan benar. Itu karena
tidak/kurangnya mendapat pembinaan dalam hal tersebut.
c. Under Achiever
Hal ini mengacu pada anak yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal. Tetapi, anehnya prestasi belajar yang
didapatkan tergolong rendah.
d. Slow Learner
e. Learning Disability
Misal, hal ini terdapat pada anak-anak ambisil ataupun autis. Memang, faktor
makanan turut menentukan daya pikir, kecerdasan dan daya tangkap anak dalam
menerima pembelajaran. Sudah semestinya orangtua memberikan asupan makanan
sehat, kaya nutrisi dan gizi. Serta, menu halal buat anak-anaknya terlebih dalam masa
pertumbuhan.9
9
Siedoo, Mengenal Kesulitan Belajar Anak dan Solusinya,
(https://siedoo.com/v/s/siedoo.com/berita-3957-mengenal-kesulitan-belajar-anak-dan-solusinya/?
14
D. Kesulitan Siswa Dalam Belajar Matematika
1. Diagnosa Kesulitan Belajar
15
Saat siswa mengerjakan soal merasa bisa ternyata jawaban yang
diberikan salah, begitu juga ketika dalam latihan siswa dapat mengerti soal
namun ketika diberi tugas masih belum benar dalam menjawab, siswa juga
masih kesulitan mencari KPK dari penyebut pecahan.
11
M. Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2003)
16
bersangkutan untuk dapat membuat siswa aktif dan turut serta dalam mencapai
ketercapaian kompetensi dasar pembelajaran matematika.12
E. Pengajaran Remedial
1. Pengertian Pengajaran Remedial
12
Ni Made Dwi Widyarsi, Analisis Kesulitan-Kesulitan Belajar Matematika Siswa Kelas IV
Dalam Implementasi Kurikulum 2013 di SD Piloting Se-Kabupaten Gianyar, Jurnal PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha, vol. 3 No.1, 2015, h. 2-3
13
Slamet, Pembelajaran Remedial Untuk Meningkakan Ketuntasan Belajar Siswa, An-Nuha,
Vol. 2 No. 1, 2015, h. 101.
14
Maria Waldetrudis Lidi, Pembelajaran Remedial Sebagai Suatu Upaya Dalam Mengatasi
Kesulitan Belajar, Foundasia, Vol. IX No. 1, 2018, h. 18.
17
Dapat disimpulkan bahwa pengajaran remedial adalah pengajaran yang
diberikan kepada anak yang mengalami kesulitan dalam belajar dengan tujuan untuk
memperbaiki hasil belajar anak tersebut agar mencapai hasil yang memuaskan.
15
Slamet, Pembelajaran Remedial, h. 101
16
Ibid, h. 102.
18
motivator dalam pengajaran remedial tentunya harus mampu menentukan pilihan
yang akan diambil guna mengatasi ketidaktercapaian kompetensi dari siswa. Untuk
itu guru paling tidak harus mengenal tipe-tipe pengajaran remedial, yakni pengajaran
remidi tipe Bloom dan tipe Killer.
a. Tipe Bloom
b. Tipe Killer
Dalam tipe ini, jika seseorang belum mencapai taraf tertentu yang telah
ditargetkan 100%, maka secara keseluruhan kegiatan belajar ini harus diulangi
seluruhnya.17
17
Maria Waldetrudis Lidi, Pembelajaran Remedial, h. 20-21
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dibuatnya tugas makalah ini adalah untuk menjadi bahan bacaan bagi para
pembaca. Sebagai bahan diskusi lebih lanjut mengenai isi makalah dan semua materi
yang terdapat di dalamnya. Makalah ini menyajikan semua yang berkaitan dengan
harmoni kewajiban dan hak negara serta warga negara dalam demokrasi yang
bersumbu pada kedaulatan rakyat. Oleh karenanya pemakalah berharap para pembaca
menelaah isi makalah ini dan menjadikan tambahan ilmu serta wawasan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Fitri Novi, dkk. Analisis Kesulitan Pemahaman Konseptual Siswa Dalam
Menyelesaikan Soal Pada Materi Peluang Di MAN Sanggau. Jurnal Program Studi
Pendidikan Matematika, FKIP Untan.
Darmadi. Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran Dalam Dinamika Belajar siswa.
Yogyakarta: CV BUDI UTAMA. 2017.
Lidi, Maria Waldetrudis. Pembelajaran Remedial Sebagai Suatu Upaya Dalam Mengatasi
Kesulitan Belajar. Foundasia. Vol. IX No. 1. 2018.
Nursalam. Diagnosa Kesulitan Belajar Matematika: Study Pada Siswa SD/MI di Kota
Makassar. Jurnal Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar.
Pietono, Yan Djoko. Mendidik Anak Sepenuh Hati. Jakarta: PT Elex Media. 2014.
Saleh, Abdul Rahman Saleh. Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta:
Kencana. 2004.
Suparni. Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Saintek, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga. Vol. I, No. 1. April 2012.
Widyarsi, Ni Made Dwi. Analisis Kesulitan-Kesulitan Belajar Matematika Siswa Kelas IV
Dalam Implementasi Kurikulum 2013 di SD Piloting Se-Kabupaten Gianyar. Jurnal
PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 3 No. 1. 2015