Anda di halaman 1dari 7

GAMBARAN PIO SWAMEDIKASI APOTEKER DALAM

PENATALAKSANAAN FLU

Hilda Suherman1), Dina Febrina2)


1),2)
Program Studi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa Purwokerto
1)
hildasuherman@shb.ac.id, 2) dinafebrina@shb.ac.id

Abstrak

Swamedikasi adalah upaya manusia untuk mengobati penyakit atau gejala penyakit ringan seperti demam,
batuk, flu, nyeri dan lain-lain tanpa resep dokter. Pada pelaksanaannya, keterbatasan pengetahuan akan obat
dan penggunaannya dapat menjadi sumber kesalahan pengobatan (medication error). Penelitian ini dilakukan
dengan metode penelitian deskriptif cross sectional. Data dikumpulkan melalui teknik pengisian kuesioner
yang telah divalidasi. Sebanyak 300 orang responden yang terlibat dalam penelitian ini dipilih dengan
metode consecutive sampling dari 3 apotek di Kota Purwokerto yang ditentukan secara proporsional sesuai
dengan populasi masingmasing apotek. Data dianalisis dengan uji Chi-square dan uji Fisher menggunakan
Statistical Product and Servicer Solution (SPSS) versi 17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien 22,6% tergolong buruk, 48% tergolong sedang, dan 29,4% tergolong baik. Penggunaan
obat swamedikasi 26,3% tidak rasional dan 73,7% rasional. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa
tingkat pengetahuan pasien tergolong sedang dengan persentase 48%. Sedangkan rasionalitas swamedikasi
tergolong rasional dengan persentase 73,7%.

Kata Kunci: Swamedikasi, Apotek, Pengetahuan, Rasionalitas penggunaan obat

Abstract

Self-medication is a human effort to treat diseases or symptoms of minor ailments such as fever, cough, flu,
pain and others without a doctor's prescription. In practice, limited knowledge of drugs and their use can be
a source of medication errors (medication error). This research was conducted with a cross sectional
descriptive research method. Data was collected through a validated questionnaire filling technique. A total
of 300 respondents involved in this study were selected by consecutive sampling method from 3 pharmacies
in the city of Purwokerto which were determined proportionally according to the population of each
pharmacy. Data were analyzed by Chi-square test and Fisher's test used Statistical Product and Servicer
Solution (SPSS) version 17. The results showed that the patient's knowledge level was 22.6% classified as
poor, 48% classified as moderate, and 29.4% classified as good. The use of self-medication is 26.3%
irrational and 73.7% rational. Based on the results of the study, it was found that the patient's level of
knowledge was classified as moderate with a percentage of 48%. While self-administered rationality is
classified as rational with a percentage of 73.7%.

Keywords: Self-medication, Pharmacy, Knowledge, Rationality of drug use

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


145
PENDAHULUAN kesehatan (Gupta, et al., 2011; Hermawati,
Pengobatan sendiri (self medication) 2012).
merupakan upaya yang paling banyak Swamedikasi harus dilakukan sesuai
dilakukan masyarakat untuk mengatasi dengan penyakit yang dialami,
keluhan atau gejala penyakit sebelum pelaksanaannya sedapat mungkin harus
mereka memutuskan mencari pertolongan memenuhi kriteria penggunaan obat yang
ke pusat pelayanan kesehatan/petugas rasional. Kriteria obat rasional antara lain
kesehatan (Depkes RI, 2008). Mengobati ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis
diri sendiri atau yang lebih dikenal dengan obat, tidak adanya efek samping, tidak
swamedikasi berarti mengobati segala adanya kontraindikasi, tidak adanya
keluhan dengan obat-obatan yang dapat interaksi obat, dan tidak adanya polifarmasi
dibeli bebas di apotek atau toko obat (Muharni, 2015).
dengan inisiatif atau kesadaran diri sendiri Sampai saat ini di tengah masyarakat
tanpa nasehat dokter (Muharni, 2015). seringkali dijumpai berbagai masalah dalam
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar penggunaan obat. Diantaranya ialah
(Riskesdas) 2013, 35,2% rumah tangga kurangnya pemahaman tentang penggunaan
menyimpan obat untuk swamedikasi obat tepat dan rasional, penggunaan obat
(Kemenkes RI, 2015). bebas secara berlebihan, serta kurangnya
Swamedikasi biasanya dilakukan pemahaman tentang cara menyimpan dan
untuk mengatasi keluhan-keluhan dan membuang obat dengan benar. Sedangkan
penyakit ringan yang banyak dialami tenaga kesehatan masih dirasakan kurang
masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, memberikan informasi yang memadai
batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, tentang penggunaan obat (Kemenkes RI,
diare, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes 2015). Oleh karena itu, sebagai pelaku self-
RI, 2006). Salah satu penyebab tingginya medication harus mampu mengetahui jenis
tingkat swamedikasi adalah perkembangan obat yang diperlukan, kegunaan dari tiap
teknologi informasi via internet. Alasan lain obat, menggunakan obat dengan benar
adalah karena semakin mahalnya biaya (cara, aturan pakai, lama pemakaian),
pengobatan ke dokter, tidak cukupnya mengetahui efek samping obat yang
waktu yang dimiliki untuk berobat, atau digunakan dan siapa yang tidak boleh
kurangnya akses ke fasilitas–fasilitas

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


146
menggunakan obat tersebut (Depkes RI, Sampel dalam penelitian ini adalah
2008). pasien swamedikasi berusia 18 – 60
METODOLOGI tahun dari tiga apotek di Kota
A. Jenis Penelitian Purwekerto yang memenuhi kriteria
Penelitian ini merupakan penelitian inklusi. Pengambilan sampel
deskriptif yang menggambarkan dilakukan dengan metode
fenomena yang diteliti yang terjadi di consecutive sampling sampai jumlah
dalam suatu populasi tertentu, sampel yang dibutuhkan terpenuhi
menggunakan desain pendekatan cross- serta berdasarkan waktu
sectional (Swarjana,2012). pengumpulan data yang tersedia
B. Lokasi dan Waktu Penelitian (Swarjana, 2012).
1. Lokasi penelitian Kriteria inklusi :
Penelitian ini dilaksanakan di tiga a. pasien yang datang ke apotek
apotek di Kota Purwokerto. Apotek untuk melakukan swamedikasi.
dipilih berdasarkan lokasi yang b. pasien berumur 18 – 60 tahun.
strategis dan pemilik apotek yang c. pasien yang dapat
bersedia memberikan izin untuk berkomunikasi dengan baik.
dilakukannya penelitian. Kriteria eksklusi :
2. Waktu penelitian a. pasien yang tidak bersedia
Penelitian ini dilaksanakan pada bekerja sama dalam penelitian
bulan 23 Mei 2018 dari jam 09.00 ini.
s/d 21.00 WIB di tiga apotek di D. Pengambilan Data
Kota Purwokerto. Sumber data dalam penelitian ini yaitu
C. Populasi dan Sampel data primer yang diperoleh secara
1. Populasi langsung dari responden melalui
Pada penelitian ini populasi yang pengisian kuesioner. Kuesioner dalam
digunakan adalah semua pasien penelitian ini terdiri dari 4 bagian, yaitu
swamedikasi berusia 18 – 60 tahun bagian pendahuluan untuk mengetahui:
dari tiga apotek di Kota Purwokerto. apakah pasien pernah menggunakan
2. Sampel obat swamedikasi, bagian pengetahuan
swamedikasi bertujuan untuk

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


147
mengetahui tingkat pengetahuan pasien yaitu rasional jika memenuhi enam
tentang swamedikasi, bagian kriteria ketepatan pengobatan sendiri
rasionalitas swamedikasi bertujuan dan tidak rasional jika tidak memenuhi
untuk mengetahui rasionalitas obat enam kriteria ketepatan pengobatan
swamedikasi yang digunakan responden sendiri. Dilakukan pengolahan data
dan bagian data demografi responden menggunakan SPSS. Analisis data
yang bertujuan untuk mengetahui dilakukan melalui 2 tahap, yaitu analisis
karakteristik responden. Kuesioner yang univariat, digunakan untuk
digunakan sebelumnya dilakukan uji mendapatkan gambaran distribusi
validitas dan reliabilitas. frekuensi karakteristik demografi dan
E. Analisis Data variabel lain. Analisis bivariat,
Tingkat pengetahuan dibagi menjadi 3 digunakan untuk mengetahui hubungan
kategori yaitu tingkat pengetahuan baik sosiodemografi dengan tingkat
(skor <60%), sedang (skor 60%-80%) pengetahuan tentang swamedikasi dan
dan buruk (skor >80%). Sedangkan rasionalitas swamedikasi menggunakan
rasionalitas dikategorikan menjadi 2 uji chi-square dan fisher.
HASIL DAN PEMBAHASAN responden adalah flu (16,9%). Adapun flu
Flu adalah suatu infeksi saluran disertai demam sebanyak 3,4%; flu disertai
pernapasan atas. Orang dengan daya tahan batuk sebanyak 5,4%; dan flu disertai nyeri
tubuh yang tinggi biasanya sembuh sendiri sebanyak 0,6%. Data lengkap dapat dilihat
tanpa obat. Pada anak-anak, lanjut usia dan pada Tabel 1.
orang yang memiliki daya tahan tubuh Tabel 1. Keluhan Penyakit yang
rendah lebih cenderung menderita dialami Responden
komplikasi seperti infeksi bakteri sekunder. Keluhan Persentase
Frekuensi
Penyakit (%)
Flu ditularkan melalui percikan udara pada
Flu 48 16,9
saat batuk, bersin, dan tangan yang tidak
dicuci setelah kontak dengan cairan 16 Flu + Demam 11 3,4

hidung/mulut.Infeksi saluran pernafasan Flu + Batuk 15 5,4


bagian atas disebabkan oleh virus influenza.
Flu + Nyeri 2 0,6
Berdasarkan hasil penelitian ini,
keluhan yang paling banyak dialami

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


148
Pengobatan sendiri adalah upaya yang kelompok terapi obat yang paling banyak
dilakukan orang awam untuk mengatasi digunakan di masyarakat berdasarkan
sakit atau keluhan yang dialaminya, tanpa urutan terbanyak adalah obat flu. Demikian
bantuan tenaga ahli medis (Supardi, 2008). juga shankar et al (2003) yang
Namun bukan berarti asal mengobati, justru mendapatkan bahwa obat flu memiliki
pasien harus mencari informasi obat yang persentase terbanyak digunakan dalam
sesuai dengan penyakitnya dan salah pengobatan sendiri.
satunya apoteker memiliki peranan di sini. Dengan demikian akses ke sumber
Apoteker bisa memberikan informasi obat informasi pelayanan obat mudah dijangkau
yang objektif dan rasional. Pengobatan baik dengan jalan kaki maupun dengan
sendiri boleh dilakukan untuk kondisi kendaraan. Pada penelitian ini sumber
penyakit ringan, umum dan tidak akut informasi pelayanan obat terletak pada
(Wulandari, 2010). Hasil ini sejalan dengan lokasi yang dekat dengan pemukiman
pendapat Young (1980) bahwa kriteria yang responden. Dengan demikian, semakin
dipakai untuk memilih sumber pengobatan dekat jarak rumah tinggal dengan sumber
salah satunya adalah jarak ke sumber pelayanan informasi obat maka akan
pengobatan dan Nadesul (2009) bahwa semakin besar pengobatan sendiri penyakit
salah satu alasan penghematan dan efisiensi flu.
tindakan pengobatan sendiri banyak KESIMPULAN
dilakukan orang karena dengan sendirinya Tingkat pengetahuan pasien tentang
sakit ringan akan sembuh bila tidak diobati. swamedikasi di tiga apotek Kecamatan
Seperti jika batuk, flu, pening, mulas dan Medan Sunggal, mayoritasnya adalah
lain-lain. Selain itu alasan dekat rumah, tingkat pengetahuan tergolong sedang
harga terjangkau dan informasi lebih jelas (48%). Rasionalitas swamedikasi pasien di
didukung pengetahuan dan wawasan medis tiga apotek Kecamatan Medan Sunggal
yang semakin banyak, upaya pengobatan yaitu tergolong rasional (73,7%).
sendiri menjadi pilihan untuk efisiensi. SARAN
Terkait dengan pengobatan sendiri Berdasarkan hasil ini diharapkan
penyakit flu, hal ini sejalan dengan masyarakat dapat lebih bijak dalam
penelitian yang dilakukan oleh memilih obat dalam melakukan
Sjamsulhidayat, (1990) yang menujukkan swamedikasi untuk penyakit flu.

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


149
DAFTAR PUSTAKA Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Program Studi Farmasi UI.
Anief. (1997). Apa yang Perlu Diketahui Kemenkes RI. (2015). Pemahaman
tentang Obat. Yogyakarta: Gajah Mada Masyarakat Akan Penggunaan Obat Masih
University Press. Rendah. Jakarta: Pusat Komunikasi
Badan Pusat Statistik. (2015). Medan Publik.
Sunggal dalam Angka 2015. Medan: Badan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
Pusat Statistik Kota Medan. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat
Bogadenta, A. (2012). Manajemen Wajib Apotek. Jakarta: Departemen
Pengelolaan Apotek. Yogyakarta: D- Kesehatan RI.
Medika. Keputusan Menteri Kesehatan
Hal. 18-19. 1176/MENKES/SK/X/1999 tentang
Depkes RI. (2006). Pedoman Penggunaan Daftar Obat Wajib Apotek No.3.
Obat Bebas dan Terbatas. Jakarta: Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Khomsan, A. (2000). Teknik Pengukuran
Indonesia. Hal. 8, 22-37, 31-35, 38-41, Pengetahuan Gizi. Bogor:
47-50. Departemen
Depkes RI. (2008). Materi Pelatihan Gizi dan Sumber daya Keluarga,
Peningkatan Pengetahuan dan Fakultas Pertanian IPB. Hal. 11.
Keterampilan Memilih Obat Bagi Universitas Sumatera Utara
Tenaga Kesehatan. Jakarta: Kristina, S., Prabandari, Y., dan
Departemen Kesehatan Republik Sudjaswadi, R. (2008). Perilaku
Indonesia. Hal. 0, 6-8, 9, 10. Pengobatan Sendiri Yang Rasional
Garofalo, L., Gabriella D. G., dan Italo, F. Pada Masyarakat. Majalah Farmasi
A. (2015). Self Medication Practice Indonesia. Yogyakarta: Fakultas
among Parents in Italy. Biomed Farmasi. Universitas Gajah Mada.
Research International. Hal. 1-8. 19(1): 32-40.
Gupta, P., Bobhate, P., dan Shrivastava, S. Lapau, B. (2012). Metode Penelitian
(2011). Determinants of Self Kesehatan: Metode Ilmiah
Medication Practices in an Urban Penulisan Skripsi, Tesis, dan
Slum Community. Asian Journal Disertasi. Edisi Revisi. Jakarta:
Pharmaceutical and Clinical Pustaka Obor Indonesia. Hal. 42.
Research. 4(3): 54-57. Lwanga, S. K., dan Lameshow, S. (1991).
Harahap, N. A. (2015). Tingkat Sampel Size Determination in Health
Pengetahuan dan Rasionalitas Swamedikasi Studies. Geneva: World Health
di Organization. Hal. 25.
Tiga Apotek Kota Panyabungan. Skripsi. Mellina, I. (2016). Tingkat Pengetahuan
Medan: Fakultas Farmasi Pasien dan Rasionalitas Swamedikasi di
Universitas Sumatera Utara. Empat Apotek Kecamatan Medan
Hermawati, D. (2012). Pengaruh Edukasi Marelan. Skripsi. Medan: Fakultas
Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Farmasi Universitas Sumatera
Rasionalitas Penggunaan Obat Utara.
Swamedikasi Pengunjung di Dua Menkes RI. (2016). Peraturan Menteri
Apotek Kecamatan Cimanggis, Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang
Depok. Skripsi. Fakultas

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


150
Standar Pelayanan Kefarmasian di 2007). Buletin Penelitian
Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan. Jakarta: Pusat Penelitian
Kesehatan RI. dan Pengembangan Sistem dan
Mubarak, W. I., dkk. (2007). Promosi Kebijakan Kesehatan. 38(2): 80-89.
Kesehatan: Sebuah Pengantar Swarjana, I. K. (2012). Metodologi
Proses Belajar Mengajar dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV
Pendidikan. Yogyakarta: Graha Andi
Ilmu. Hal. 83-84. Offset. Hal. 51, 102.
Muharni, S., Fina, A., dan Maysharah, M. Talawo, D. P. (2014). Pengaruh Leaflet
(2015). Gambaran Tenaga Terhadap Tingkat Pengetahuan
Kefarmasian dalam Memberikan Penggunaan Obat Swamedikasi Di
Informasi Kepada Pelaku Desa Tingkohubu Timur Kecamatan
Swamedikasi di ApotekApotek Suwawa. Jurnal Penelitian
Kecamatan Tampan, Pekanbaru. Farmasi. Gorontalo: Fakultas
Jurnal Sains Farmasi & Klinis. Farmasi Universitas Negeri
2(1): 47-53. Gorontalo. Hal. 1-12.
Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Trihendradi, C. (2011). Langkah Mudah
Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Melakukan Analisis Statistik
Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 127-130. Menggunakan SPSS 19.
Peraturan Menteri Kesehatan Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal.
919/Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria 145-147, 215217.
Obat yang Zeenot, S. (2013). Pengelolaan dan
Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Penggunaan Obat Wajib Apotek.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Jogjakarta: D-Medika. Hal. 109-
Peraturan Menteri Kesehatan 112, 139 dan 143.
924/MENKES/PER/X/1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No.2.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Peraturan Menteri Kesehatan
925/MENKES/PER/X/1993 tentang
Daftar Perubahan Golongan Obat
No.1. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun
2017 tentang Apotek. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. PP RI
No 51. (2009). Tentang Pekerjaan
Kefarmasian. Jakarta. Hal. 1-3.
Simamora, B. (2008). Panduan Riset
Perilaku Konsumen. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. Hal. 59.
Supardi, S., dan Susyanty, A. L. (2010).
Penggunaan Obat Tradisional
Dalam Upaya Pengobatan Sendiri
Di Indonesia (Analisis Data Susenas
Tahun Universitas Sumatera Utara

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


151

Anda mungkin juga menyukai