Anda di halaman 1dari 4

Oksitosin Intramuskular Versus Intravena untuk Mencegah Perdarahan Postpartum saat

Persalinan Pervaginam: Randomised Controlled Trial

ABSTRAK
Tujuan
Untuk menentukan apakah oksitosin intravena lebih efektif daripada oksitosin intramuskular
dalam mencegah perdarahan postpartum saat persalinan pervaginam.
Desain
Double blind placebo controlled randomised trial.
Tempat penelitian
Unit persalinan yang berafiliasi dengan universitas di Republik Irlandia.
Peserta
1.075 wanita berusia 18 tahun atau lebih, dengan kehamilan aterm, janin tunggal yang akan
melakukan persalinan pervaginam dengan manajemen aktif kala III.
Intervensi
Wanita dialokasikan untuk bolus oksitosin intravena (10 IU dalam 1 mL diberikan perlahan
selama satu menit) dan placebo yang diberikan injeksi intramuskular (1 mL 0,9% saline) atau
bolus oksitosin intramuskular (10 IU dalam 1 mL) dan plasebo injeksi intravena (1 mL 0,9%
saline diberikan perlahan selama satu menit) saat persalinan pervaginam. Alokasi dilakukan
dengan layanan pengacakan berbasis web yang aman dengan penyamaran peserta dan dokter
untuk intervensi percobaan.
Ukuran Hasil Utama
Hasil utamanya adalah perdarahan postpartum (PPH, kehilangan darah terukur ≥500 mL). haslil
sekundernya adalah PPH berat (kehilangan darah terukur ≥1000 mL), perlu transfusi darah,
masuk ke high dependency unit, dan efek samping oksitosin.
Hasil
Antara 4 Januari 2016 dan 13 Desember 2017, 1.075 wanita diacak dan 1.035 (96.3%)
dimasukkan dalam analisis primer dan sekunder (517 dalam kelompok oksitosin intravena dan
518 di kelompok oksitosin intramuskular). Insiden PPH tidak secara signifikan lebih rendah pada
kelompok intravena (18,8%, 97/517) dibandingkan dengan kelompok intramuscular (23,2%,
120/518): rasio odds yang disesuaikan 0,75 (95% interval kepercayaan 0,55 hingga 1,03).
Insiden PPH berat, bagaimanapun, secara signifikan lebih rendah pada kelompok ntravena
(4,6%, 24/517) dibandingkan dengan kelompok intramuskular (8,1%, 42/518): 0,54 (0,32 sampai
0,91) seperti kebutuhan untuk transfusi darah (1,5% v 4,4%, 0,31, 0,13 hingga 0,70) dan masuk
ke high dependency unit (1,7% v 3,7%, 0,44, 0,20 hingga 0,98). Jumlah yang diperlukan untuk
merawat untuk mencegah satu kasus PPH berat adalah 29 (interval kepercayaan 95% 16 sampai
201) dan untuk mencegah satu kasus transfusi darah adalah 35 (20 banding 121). Timbulnya efek
samping oksitosin tidak meningkat pada kelompok intravena dibandingkan dengan kelompok
intramuskular (4.1% v 5.2%, 0,75, 0,42 hingga 1,35).
Kesimpulan
Oksitosin intravena untuk persalinan kala tiga lebih jarang menyebabkan perdarahan postpartum
berat, transfusi darah, dan masuk ke high dependency unit dari pada oksitosin intramuskular, dan
tanpa adanya efek samping.
Registrasi Penelitian
Current Controlled Trials ISRCTN14718882

Pendahuluan
Perdarahan postpartum (PPH) merupakan salah satu penyebab kematian ibu di seluruh
dunia, terhitung hampir seperempat dari kematian ibu. PPH berkaitan dengan morbiditas, seperti:
anemia, kelelahan ibu,kesulitan menyusui, transfusi darah, operasi gawat darurat, dan masuk ke
high dependency unit atau unit perawatan intensif. Hal yang paling mendasari penyebab PPH
adalah atonia uteri. Angka PPH telah dilaporkan meningkat selama 15 tahun terakhir di negara
maju, termasuk Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan Eropa.
Peran obat uterotonik rutin (oksitosin, ergometrine, misoprostol) pada persalinan kala tiga
telah ditetapkan, meskipun agen dan rute yang optimal untuk dikelola tetap tidak pasti. Oksitosin
adalah pilihan yang disukai karena memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan agen
uterotonik serupa lainnya, dan itu adalah agen yang paling umum digunakan di seluruh dunia.
Agen tersebut dapat diberikan secara intravena atau secara intramuskuler. Pemberian secara
intramuskular memiliki efek uterotonik dalam 3-7 menit, yang terus berlanjut selama 30-60
menit, sedangkan respon terhadap pemberian secara intravena hampir seketika, mencapai
konsentrasi plateau pada 30 menit. Efek cepat dari pemberian secara intravena dapat
menurunkan risiko PPH, tapi hal tersebut telah dikaitkan dengan efek samping kardiovaskular
termasuk takikardia dan hipotensi. Tinjauan sistematis Cochrane melaporkan penurunan risiko
PPH sebanyak 50-60% dengan oksitosin profilaksis, efektif dengan dosis berapa pun mulai dari 3
IU hingga 10 IU, dibandingkan dengan plasebo. Panduan dari Royal College of Obstetricians
and Gynaecologists (RCOG) merekomendasikan dosis bolus intramuskular oksitosin sebesar 10
IU setelah persalinan, sedangkan World Health Organization merekomendasikan oksitosin 10 IU
secara intramuskular atau secara injeksi intravena lambat. 
Di unit persalinan yang berafiliasi dengan universitas kami dengan lebih dari 8500
kelahiran setiap tahun, praktik tradisional yang berakhir beberapa dekade telah memberikan
oksitosin 10 IU secara intravena setelah melahirkan. Pada tahun 2010 protokol baru
diimplementasikan dengan merekomendasikan oksitosin intramuskuler sesuai dengan pedoman
RCOG. Kekhawatiran mulai muncul setelah bidan dan dokter kandungan yang menjumpai
peningkatan insidensi kejadian PPH setelah pengenalan rute intramuskular, yaitu menyajikan
kesempatan yang ideal untuk LabOR (Labour Oxytocin Route) randomised controlled
trial. Kami bertujuan untuk menentukan apakah oksitosin 10 IU intravena lebih efektif daripada
oksitosin intramuskular 10 IU pada mencegah PPP pada persalinan pervaginam dan apakah ada
insiden efek samping yang lebih tinggi.

Metode
Desain studi dan partisipan
Penelitian ini merupakan pragmatic double blind, uji coba placebo terkontrol secara acak
dilakukan di unit bersalin besar Irlandia. Wanita memenuhi syarat untuk uji coba jika berusia 18
tahun atau lebih, berada pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih, memiliki kehamilan tunggal,
dan akan menjalani persalinan pervaginam dengan manajemen aktif kala tiga. Kami
mengecualikan wanita yang perawat sebelumnya pernah memutuskan untuk menggunakan infus
oksitosin tambahan karena dapat meningkatkan risiko PPH, termasuk mereka dengan riwayat
PPH karena atonia uteri, fibroid yang diketahui, riwayat koagulopati dan menerima pengobatan
antikoagulan, dan trombositopenia. Kami mengecualikan wanita dengan penyakit kardiovaskular
yang sudah ada sebelumnya dan wanita yang tidak mengerti bahasa Inggris.
Wanita hamil diberitahu tentang penelitian ini di klinik rawat jalan dan kelas antenatal
dan disediakan selebaran informasi yang telah disetujui oleh komite etika penelitian. Rekrutmen
dan persetujuan tertulis terjadi ketika wanita menghadiri unit asesmen dengan gejala dan tanda
awal persalinan atau saat mereka direncanakan induksi. Mereka memenuhi syarat untuk diacak
saat didiagnosis dalam persalinan kala dua atau saat terlihat mendekati kelahiran. Diagnosis
didasarkan pada temuan dilatasi serviks penuh pada pemeriksaan vagina, dan pada wanita
parous, kekuatan untuk mengejan.

Anda mungkin juga menyukai