Anda di halaman 1dari 15

PENDIDKAN AGAMA ISLAM

MAKALAH PENDIDIKAN ISLAM PADA SEKOLAH UMUM

Oleh :
RAYHAN PRATAMA K
(4520041091)
KELAS :1/C

PRODI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah
pendidikan agama islam dengan judul "Pendidikan Islam Pada Sekolah Umum" tepat
pada waktunya.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan


berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak
lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam merampungkan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena
itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca
yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini


dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah
selanjutnya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................. .......... ii

BAB I : PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A.     Latar Belakang.................................................................................. .................1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... ....... 2
C.     Tujuan Pembahasan................................................................................... ...... 2

BAB II : PEMBAHASAN ........................................................................................ 2


A.     Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum................................................ 2
B.     Pendidikan Agama Islam Pada Madrasah......................................................... 6

BAB III : PENUTUP........................................................................................ ........ 1 1


A.     Kesimpulan........................................................................................... ....... ......11
B.     Saran.......................................................................................................... ....... 11

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 1 2
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung lama bersamaan dengan
masuknya Islam di Indonesia. Sejumlah literatur tentang sejarah perkembangan Islam
mensinyalir bahwa Islam masuk dan disebar ke Indonesia melalui pedagang-pedagang
yang beragama Islam baik dari Asia maupun Timur Tengah. Semula pendidikan Islam
terlaksana secara informal antara pedagang dan atau mubaligh dengan masyarakat
sekitar. Kegiatan pendidikan berlangsung di mesjid ataupun di surau/langgar. Setelah
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam pendidikan Islam berada dibawah pengawasan dan
tanggungjawab kerajaan. Penyelenggaraan pendidikan Islam tidak hanya di mesjid dan
langgar tetapi juga berkembang ke tempat khusus untuk belajar ilmu agama Islam
secara lebih mendalam, teratur dan tertib dalam penyampaian pesan-pesan ajaran
Islam tersebut. Tempat menuntut ilmu Islam ini dikenal masyarakat sebagai pesantren.  

Masuknya penjajah (khususnya penjajah Barat) di Indonesia membawa banyak


perubahan mendasar dalam dinamika pengajaran dan pendidikan agama Islam di
Indonesia. Penjajahan yang memiliki ciri ingin melanggengkan kekuasaan di negeri
jajahannya itu sedikit banyak telah berhasil menanamkan paradigma di masyarakat
tentang perbedaaan antara pendidikan Islam dan pendidikan Barat. Sehingga
memunculkan pandangan bahwa pendidikan Islam di Pesantren lebih pada masalah
keakheratan, sedangkan pendidikan Barat (ilmu-ilmu umum) lebih bertumpu pada
persoalan keduniawian belaka. Paradigma ini terus berlanjut hingga kini.  

Seperti dikemukakan diatas bahwa sesungguhnya pendidikan Islam itu telah


berlangsung sejak lama. bahkan jauh sebelum pendidikan umum diselenggarakan oleh
penjajah Belanda di bumi Nusantara ini. Disisi lain, seperti telah disinggung dimuka
bahwa sumbangan pemikir dan tokoh Islam dalam pengembangan ilmu pengetahuan
(sebagian mengenalnya sebagai ilmu pengetahuan Barat) tidak diragukan lagi. Ide,
gagasan atau pandangan yang digali dari wahyu Ilahi berupa ayat-ayat qauliyah serta
hasil-hasil penelitian sebagai fenomena kauniyah merupakan landasan berpijak para
cendikiawan Muslim tatkala mengembangkan suatu ilmu .  

Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia yang semula berangkat


dari kemandirian, bebas pengaruh otoritas kebijakan, sedikit banyak mulai terpengaruh.
Madrasah sebagai bagian dari lembaga pendidikan Islam cukup dinamis dalam
menanggapi kondisi kekinian masyarakat. Pada awalnya kurikulum Madrasah
menitikberatkan pada pendidikan agama dari pada ilmu-ilmu umum, tapi kini berbalik
yakni: 70 persen  ilmu umum dan 30 persen agama.

Dengan demikian, berdasakan problematika di atas, maka dalam makalah ini akan
mengupas tentang pendidikan islam di Indonesia yang ada pada sekolah umum dan
agama serta menindak lanjuti solusinya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum ?
2.      Bagaimana Pendidikan Agama Islam Pada Madrasah ?

C.    Tujuan Pembahasan


1.      Mengetahui dan memahami Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum
2.      Mengetahui dan memahami Pendidikan Agama Islam Pada Madrasah

BAB II

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA


DI SEKOLAH-SEKOLAH INDONESIA

A.    Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum


Pendidikan agama islam di sekolah umum merupakan suatu gebrakan dalam
pembaharuan dalam pendidikan. Pada masa penjajahan agama tidak mendapat tempat
di sekolah umum. Pendidikan agama dianggap hanya diberikan oleh keluarga, bukan di
sekolah. Kolonial Belanda sangat gencar menghambat perkembangan pendidikan
agama di sekolah umum karena selain menjajah territorial, Belanda juga membawa misi
kristenisasi di Indonesia.

Kemudian setelah kemerdekaan eksistensi pendidikan agama di sekolah umum


sedikit demi sedikit mendapat perhatian. Hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia dari tahun ke tahun mengalami perubahan
yang sangat signifikan. Sehingga akhirnya pada undang-undang no. 20 /2003
pendidikan agama diselenggarakan tidak hanya oleh pemerintah tapi kelompok
masyarakat, dan pemeluk agama telah diperbolehkan untuk berpartisifasi
menyelanggarakan melalui jalur formal, nonformal dan informal.

Pendidikan Agama setelah kemerdekaan


Seperti yang dikatakan terdahulu, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
religius. Terbukti dengan adanya bekas-bekas peninggalan sejarah menunjukkan hal
itu. Pada tanggal 1 Juni 1945 di muka Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Soekarno yang kemudian menjadi presiden
pertama RI mengatakan bahwa pentingnya bangsa Indonesia bertuhan, dan mengajak
segenap bangsa Indonesia untuk mengamalkan agama yang menjadi kepercayaannya.

Pasca kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, maka selanjutnya pada tanggal 18


Agustus 1945 ditetaplah sebuah asas yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagai sila pertama dari Pancasila, sebagai manifestasi dari sikap hidup yang religius
tersebut. Selain itu pada pasal 29 UUD 1945 yang menjelaskan tentang:
Ayat 1 : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
Ayat 2 : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu.

Maka untuk merealisasikan sikap hidup yang agamis dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, maka pada tanggal 3 Januari 1946 pemerintah RI membentuk
Departemen Agama. Tugas utama departemen ini adalah mengurus soal-soal yang
berkenaan dengan kehidupan beragama bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu di
antaranya adalah berkenaan dengan pendidikan agama. Ruang lingkup pendidikan
agama yang dikelola oleh Departemen Agama tidak hanya terbatas pada sekolah-
sekolah agama saja, pesantren dan madrasah, tetapi juga menyangkut pendidikan
agama di sekolah-sekolah umum.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional ditetapkan ketentuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 dan
2 sebagai berikut :
1.      Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
2.      Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakarpada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman.

Dari rumusan di atas, dalam rangka mengembangkan potensi manusia Indonesia


seutuhnya, dalam arti utuh jasmani dan rohani sesuai dengan amanah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, diperlukan adanya pelaksanaan
pendidikan agama sebagai mata pelajaran wajib di sekolah pada semua jalur jenis dan
jenjang pendidikan.

Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum sesuai dengan ketentuan


undang-undang dapat dilihat pada beberapa pasal dari UUSP No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas Pasal 37 ayat (1) menyebutkan bahwa : Kurikulum pendidikan dasar
dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan,
bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani
dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal.

Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1) tersebut di atas ditegaskan bahwa :
Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa serta berakhlak manusia.
Bab V tentang peserta didik, Pasal 12 ayat (1)
Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :
a.      Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan
diajarkan oleh pendidik yang seagama.
b.      Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan.

Bab X tentang kurikulum pada Pasal 36 ayat (3) juga dinyatakan :


Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memerhatikan :
a.       Peningkatan iman dan takwa
b.      Peningkatan akhlak mulia
c.       Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik.
d.      Keraguan potensi daerah dan lingkungan
e.       Tuntutan pembangunan daerah dan lingkungan
f.       Dinamika perkembangan global

Dengan demikian, pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum diatur dalam


undang-undang, baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan, biaya
pendidikan, tenaga pengajar, kurikulum, dan komponen-komponen pendidikan lainnya.

Lebih lanjut dapat diungkapkan bahwa dalam rangka membangun manusia seutuhnya
dan masyarakat Indonesia seluruhnya, maka pendidikan agama berfungsi sebagai
berikut:
1.      Dalam aspek individual adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang beriman,
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Mahaesa, dan berakhlak mulia.
2.      Dalam aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara adalah untuk hal-hal
sebagai berikut :
a.      Melestarikan asa pembangunan nasional, khususnya asa perikehidupaan
dalam keseimbangan.
b.      Melestarikan modal dasar pembangunan nasional yakni modal rohaniah dan
mental berupa keimanan, ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa, dan
akhlak mulia.
c.       Membimbing warga negara Indonesia menjadi warga negara yang baik
sekaligus umat yang taat menjalankan agamanya.

Hal ini sesuai dengan rumusan UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang
fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu : Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dari kutipan tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional di atas, dinyatakan bahwa
dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pendidikan agama menempati
tempat yang strategis secara operasional, yaitu pendidikan agama mempunyai relevansi
dengan pendidikan kehidupan bangsa dan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya
sesuai amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Upaya pendidikan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,
memberikan makna perlunya pengembangan seluruh dimensi aspek kepribadian seluruh
makna perlunya pengembangan seluruh dimensi  aspek kepribadian seluruhnya secara
seimbang dan selaras. Konsep manusia seutuhnya harus dipandang memiliki unsur
jasad, akal, dan kalbu serta aspek kehidupannya sebagai makhluk individu, sosial, susila,
dan agama. Kesemuanya harus berada dalam kesatuan integrlistik yang bulat.
Pendidikan agama perlu diarahkan untuk mengembangkan iman, akhlak, hati nurani,
budi pekerti serta aspek kecerdasan dan keterampilan sehingga terwujud keseimbangan.
Dengan demikian, pendidikan agama secara langsung akan mampu memberikan
kontribusi terhadap seluruh dimensi perkembangan manusia Indonesia seutuhnya seperti
tercermin dari semua unsur yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan nasional
seperti yang dimaksudkan.

Dalam pelaksanaan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang objeknya adalah


pribadi anak yang sedang berkembang, maka adanya hubungan timbal balik antara
penanggung jawab pendidikan, yaitu yang di dalamnya terdiri dari kepala sekolah, para
guru, staf ketatausahaan, orang tua dan anggota keluarga lainnya mutlak diperlukan. Hal
ini bukan hanya karena peserta didik masih memerlukan perlindungan dan bimbingan
sekolah dan keluarga tersebut, tetapi juga pengaruh pendidikan dan perkembangan
kejiwaan yang diterima peserta didik dari kedua lingkungan tersebut tidak boleh
menimbulkan pecahnya kepribadian anak. Pengaruh komplikasi psikologis tersebut
selain bisa mengakibatkan frustasi pada diri anak, juga dapat menghambat
perkembangan jiwa anak didik.

Lingkungan masyarakat juga mempunyai pengaruh pada pendidikan anak di sekolah.


Terhadap pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah, sekolah dan masyarakat
mempunyai hubungan timbal balik, yaitu sekolah menerima pengaruh masyarakat  dan
masyarakatnya juga dipengaruhi oleh hasil pendidikan sekolah. Menjadi tugas sekolah
untuk mengenal anak agar mereka belajar hidup di masyarakat dan belajar
memahaminya dan mengenal baik buruknya. Dengan demikian, dengan cara tersebut
diharapkan agar anak memahami dan menghargai suasana masyarakatnya. Salah satu
dari tujuan sekolah adalah mengantar anak dari dalam kehidupannya di dalam
masyarakat.

Adapun tujuan pendidikan agama, yaitu untuk berkembangnya kemampuan peserta


didik dalam mengembangkan, memahami, menghormati dan mengamalkan nilai-nilai
agama Islam, penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Perlu diingat bahwa
dalam pelaksanaan pendidikan agama harus memerhatikan prinsip dasar sebagai berikut
:
1.      Pelaksanaan pendidikan agama harus mengacu pada kurikulum pendidikan
agama yang berlaku sesuai dengan agama yang dianut peserta didik.
2.      Pendidikan agama harus mendorong peserta didik untuk taat menjalankan ajaran
agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama sebagai landasan
etika dan moral dalam berbangsa dan bernegara.
3.      Pendidikan agama harus dapat menumbuhkan sikap kritis, kreatif, inovatif, dan
dinamis sehingga menjadi pendorong peserta didik untuk menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
4.      Pendidikan agama harus mampu mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan
rasa hormat internal agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain.
5.      Satuan pendidikan yang berciri khas agama dapat menciptakan suasana
keagamaan dan menambah muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan, seperti
tambahan materi, jam pelajaran, dan kedalamannya.

Dengan demikian, setiap satuan pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan


agama, dengan ketentuan sebagai berikut :
1.     Setiap satuan pendidikan menyediakan tempat menyelenggarakan pendidikan
agama.
2.     Satuan pendidikan yang tidak dapat menyediakan tempat menyelenggarakan
pendidikan agama dapat bekerja sama dengan satuan pendidikan yang setingkat
atau penyelenggaraan pendidikan agama di masyarakat untuk menyelenggarakan
pendidikan agama bagi peserta didik.
3.     Satuan pendidikan seharusnya menyediakan tempat dan kesempatan kepada
peserta didik untuk melaksanakan ibadah berdasarkan ketentuan persyaratan
agama yang dianut oleh peserta didik.
4.     Tempat melaksanakan ibadah agama dapat berupa ruangan di dalam atau di
sekitar lingkungan satuan pendidikan yang dapat digunakan peserta didik
menjalankan ibadahnya.
5.     Satuan pendidikan yang bercirikan khas agama tertentu tidak berkewajiban
membangun tempat ibadah agama lain selain yang sesuai dengan ciri khas
agama satuan pendidikan yang bersangkutan.

Adapun kualifikasi minimum pendidik pendidikan agama tingkat SD, SMP, dan
SMA/SMK, atau bentuk lain yang sederajat adalah sarjana agama, ditambah sertifikat
profesi pendidik pendidikan agama dari perguruan tinggi yang terakreditasi. Pendidik
pendidikan agama adalah guru mata pelajaran pendidikan agama harus memiliki latar
belakang agama sesuai dengan agama yang dianut peserta didik dan mata pelajaran
pendidikan agama yang diajarkan bagi pendidik yang tidak memenuhi kualifikasi
minimum sebagaimana tersebut, tetapi memiliki di bidang agama setelah melalui uji
kelayakan dan kesetaraan.

Pendidik pendidikan agama pada satuan pendidikan disediakan oleh satuan


pendidikan yang bersangkutan atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Mengenai pengawasan pendidikan agama dilakukan oleh pengawas pendidikan agama
terhadap penyelenggaraan pendidikan agama, yang meliputi pemantauan, supervisi,
evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Laporan sebagaimana
dimaksud di atas berisi evaluasi terhadap pelaksanaan teknis pendidikan agama dan
ditujukan kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota atau Kantor Wilayah
Departemen Agama..

B.     Pendidikan Agama Islam Pada Madrasah


1.      Pengertian Madrasah
Kata “Madrasah” berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf),
dari akar kata : “Darasa, Yadrusu, Darsan, dan Madrasatan”. Yang mempunyai arti
“Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq), misalnya : diartikan : “ini
jalan kenikmatan”. Sedangkan kata “Midras” diartikan “buku yang dipelajari” atau
“tempat belajar”.
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat
belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang
pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah
bersumber dari Islam itu sendiri.

2.      Sejarah Perkembangan Madrasah di Indonesia


1.      Masa Penjajahan
Pada masa pemerintah kolonial Belanda Madrasah memulai proses
pertumbuhannya atas dasar semangat pembaharuan dikalangan umat Islam.
Pertumbuhan Madrasah sekaligus menunjukkan adanya pola respon umat
Islam yang lebih progresif, tidak semata- mata bersifat defensif, terhadap
pendidikan Hindia Belanda kebijakan pemerintah Hindia Belanda sendiri
terhadap pendidikan Islam pada dasarnya bersifat menekan karena
kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar. Dalam banyak
kasus sering terjadi guru-guru agama dipersalahkan ketika menghadapi
gerakan kristenisasi dengan alasan ketertiban dan keamanan.

Madrasah pada masa Hindia Belanda mulai tumbuh meskipun memperoleh


pengakuan yang setengah-setengah dari pemerintah Belanda. Tetapi pada
umumnya madrasah- madrasah itu, baik di Minangkabau, Jawa dan
Kalimantan, berdiri semata-mata karena kreasi tokoh dan organisasi tertentu
tanpa dukungan dan legitimasi dari pemerintah.

Kebijakan yang kurang menguntungkan terhadap pendidikan Islam masih


berlanjut pada masa penjajahan Jepang, meskipun terdapat beberapa
modifikasi. Berbeda dengan pemerintahan Hindia Belanda, pemerintahan
Jepang membiarkan dibukanya kembali madrasah-madrasah yang pernah
ditutup pada masa sebelumnya. Namun demikian, pemerintah Jepang tetap
mewaspadai bahwa madrasah-madrasah itu memiliki potensi perlawanan yang
membahayakan bagi pendidikan Jepang di Indonesia. Perkembangan
Madrasah pada masa orde lama sejak awal kemerdekaan sangat terkait
dengan peran Departemen Agama yang resmi berdiri pada tanggal 13 Januari
1946, dalam perkembangan selanjutnya Departemen Agama menyeragamkan
nama, jenis dan tingkatan madrasah sebagaimana yang ada sekarang.
Madrasah ini terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, madrasah yang
menyelenggarakan pelajaran agama 30% sebagaimana pelajaran dasar dan
pelajaran umum 70%. Kedua, madrasah yang menyelenggarakan pelajaran
agama Islam murni yang disebut dengan Madrasah Diniyah.

Dalam Undang- undang No. 4 tahun 1950 Jo No. 12 tahun 1954 tentang
dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah dalam pasal2 ditegaskan
bahwa Undang-undang ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di
sekolah-sekolah agama. Dan dalam pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa
pendidikan agama di sekolah bukan masa pelajaran wajib dan bergantung pada
persetujuan orang tua siswa. Dengan rekomendasi ini, madrasah tetap berada
di luar sistem pendidikan nasional, tetapi sudah merupakan langkah pengakuan
akan eksistensi madrasah dalam kerangka pendidikan nasional.

2.      Madrasah Pada Masa Orde Lama.


Memasuki awal orde lama, pemerintah membentuk departemen agama
yang resmi berdiri pada Tanggal 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara
intensif memperjuangkan pendidikan islam di Indonesia. Orientasi usaha
departemen agama dalam bidang pendidikan islam bertumpu pada aspirasi
umat islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah. Disamping
Pada pengembangan madrasah itu sendiri.

Salah satu perkembangan madrasah yang cukup menonjol pada masa orde
lama ialah: Didirikan dan dikembangkannya pendidikan guru agama dan
pendidikan hakim islam negri. madrasah ini menandai perkembangan yang
sangat penting di mana madrasah dimaksudkan untuk mencetak tenaga-tenaga
professional keagamaan, disamping mempersiapkan tenaga-tenaga yang siap
mengembangkan madrasah.

Pada Tanggal 3 Desember 1960 keluar ketetapan MPRS no II/MPRS/1960


tentanng “garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta berencana,
tahapan pertama tahun 1961-1969” ketetapan ini menyebutkan bahwa
pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai di sekolah
rakyat sampai universitas-universitas negri,dengan pengertian bahwa murid-
murid berhak tidak ikut serta, apabila wali murid atau murid dewasa
menyatakan keberatannya. Namun demikian, dalam kaitannya dengan
madrasah ketetapan ini telah memberi perhatian meskipun tidak terlalu berarti,
dengan merekomondasikan agar madrasah hendaknya berdiri sendiri sebagai
badan otonom dibawah pengawasan departemen pendidikan dan
kebbudayaan.

3.      Masa Orde Baru


Pada masa orde baru pemerintah mulai memikirkan kemungkinan
mengintegrasikan madrasah ke dalam pendidikan nasional. Berdasarkan SKB
(Surat Keputusan Bersama) tiga dimensi, yaitu Menteri Agama, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1975,
Nomor  037/4 1975 dan Nomor 36 tahun 1975 tentang peningkatan mutu
pendidikan pada madrasah ditetapkan bahwa standar pendidikan madrasah
sama dengan sekolah umum, ijazahnya mempunyai nilai yang sama dengan
sekolah umum dan lulusannya dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat
lebih atas dan siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang
setingkat. Lulusan Madrasah Aliyah dapat melanjutkan kuliah ke perguruan
tinggi umum dan agama.
Pemerintah orde baru melakukan langkah konkrit berupa penyusunan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional.
Dalam konteks ini, penegasan definitif tentang madrasah diberikan melalui
keputusan-keputusan yang lebih operasional dan dimasukkan dalam kategori
pendidikan sekolah tanpa menghilangkan karakter keagamaannya. Melalui
upaya ini dapat dikatakan bahwa Madrasah berkembang secara terpadu dalam
sistem pendidikan nasional. Pada masa orde baru ini madrasah mulai dapat
diterima oleh semua lapisan masyarakat mulai dari masyarakat kelas rendah
sampai masyarakat menengah keatas.

Sedangkan pertumbuhan jenjangnya menjadi 5 (jenjang) pendidikan yang


secara berturut-turut sebagai berikut :
1)      Raudatul Atfal (Bustanul Atfal).
Raudatul Atfal atau Bustanul Atfal terdiri dari 3 tingkat :
a)      Tingkat A untuk anak umur 3-4 tahun
b)      Tingkat B untuk anak umur 4-5 tahun
c)      Tingkat C untuk anak umur 5-6 tahun
2)      Madrasah Ibtidaiyah.
Madrasah Ibtidaiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran rendah serta menjadikan mata pelajaran agama
Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping
mata pelajaran umum.

3)      Madrasah Tsanawiyah


Madrasah Tsanawiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran tingkat menengah pertama dan menjadikan mata
pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya
30% disamping mata pelajaran umum.

4)      Madrasah Aliyah.


Madrasah Aliyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan
dan pengajaran tingkat menengah keatas dan menjadikan mata pelajaran
agama Islam. Sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30%
disamping mata pelajaran umum. Dewasa ini Madrasah Aliyah memiliki
jurusan-jurusan : Ilmu Agama, Fisika, Biologi, Ilmu Pengetahuan Sosial dan
Budaya.

5)      Madrasah Diniyah


Madrasah Diniyah ialah lembaga pendidikan dan pelajaran agama Islam,
yang berfungsi terutama untuk memenuhi hasrat orang tua agar anak-anaknya
lebih banyak mendapat pendidikan agama Islam. Madrasah Diniyah ini terdiri 3
tingkat :
         Madrasah Diniyah Awaliyah ialah Madrasah Diniyah tingkat permulaan
dengan kelas 4 dengan jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dan
seminggu.
         Madrasah Diniyah Wusta ialah Madrasah Diniyah tingkat pertama
dengan masa belajar 2 (dua) tahun dari kelas I sampai kelas II dengan
jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.
         Madrasah Diniyah Ula ialah Madrasah Diniyah tingkat menengah atas
dengan masa belajar 2 tahun dari kelas I sampai kelas II dengan
jumlah jam pelajaran 18 jam pelajaran dalam seminggu.

4.         Masa Sekarang


Era globalisasi dewasa ini dan dimasa datang sedang dan akan
mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia
umumnya, atau pendidikan Islam, termasuk pesantren dan Madrasah
khususnya. Argumen panjang lebar tak perlu dikemukakan lagi, bahwa
masyarakat muslim tidak bisa menghindari diri dari proses globalisasi tersebut,
apalagi jika ingin berjaya ditengah perkembangan dunia yang kian kompetitif di
masa kini dan abad 21.

Globalisasi yang berlangsung dan melanda masyarakat muslim Indonesia


sekarang ini menampilkan sumber dan watak yang berbeda. Proses globalisasi
dewasa ini tidak bersumber dari Timur Tengah, melainkan dari barat, yang
terus memegang supremasi danhegemoni dalam berbagai lapangan kehidupan
masyarakat dunia umumnya. Dominasi dan hegemoni politik barat dalam segi-
segi tertentu mungkin saja telah “merosot”, khususnya sejak terakhirnya perang
dunia kedua, dan “perang dingin”. Belum lama ini, tetapi hegemoniekonomi dan
sains-teknologi barat tetap belum tergoyahkan. Meski muncul beberapa
kekuatan ekonomi baru, seperti Jepang dan Korea Selatan, tetapi “kultur”
hegemoni ekonomi dan sains teknologinya tetap sarat dengan nilai-nilai Barat.

Melihat begitu derasnya pengaruh barat yang mengarah pada hegemoni


terhadap masyarakat muslim dalam segala aspek kehidupannya, maka
madrasah harus segera berbenah diri. Madrasah sebagai institusi pendidikan
yang konsen dan inten dalam usaha transformasi nilai- nilai Islam harus dapat
menampilkan perannya sebagai counter terhadapimperialisme kultural (cultur
imperialism) yang sedang gencar-gencarnya menyerbu dunia timur
(masyarakat muslim) khususnya di Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pendidikan agama islam di sekolah umum merupakan suatu gebrakan dalam
pembaharuan dalam pendidikan. Pada masa penjajahan agama tidak mendapat tempat
di sekolah umum. Pendidikan agama dianggap hanya diberikan oleh keluarga, bukan di
sekolah. Tapi pada masa sekarang ini sudah ada ada pendidikan agama Islam Islam di
sekolah-sekolah umum.
Jenjang (jenjang) pendidikan madrasah yang secara berturut-turut antara lain sebagai
berikut :
1.      Raudatul Atfal (Bustanul Atfal).
         Tingkat A untuk anak umur 3-4 tahun
         Tingkat B untuk anak umur 4-5 tahun
         Tingkat C untuk anak umur 5-6 tahun
2.      Madrasah Ibtidaiyah.
3.      Madrasah Tsanawiyah
4.      Madrasah Aliyah.
5.      Madrasah Diniyah

B.     Saran                   
Demikianlah isi pembahasan makalah ini, tentunya masih banyak terdapat
kesalahan atau kejanggalan dalam bentuk penulisan maupun ucapan, oleh karena itu
kritikan dan saran yang bersifat membangun jiwa penulis sangat kami harapkan demi
tercapainya kesempurnaan kami dalam menampilkan makalah dimasa mendatang.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi kami sebagai
pemakalah sendiri. Aminn..
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, kurikulum 2004 Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam Sekolah


Menengah Atas dan Madrasah Aliya, (Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas,
2003)
Mahmud Yunus, Seajarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung,
1985)
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa, Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada, 2006
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)
Maksum, Sejarah Madrasah dan Perkembangannya, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,
1999)
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, (Bandung: Pustaka
Setia, 1998)

Anda mungkin juga menyukai