Anda di halaman 1dari 19

REFARAT

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Disusun Oleh:

Asdar Raya 140100010

PEMBIMBING:
Prof Dr.dr.Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.T.H.T-K.L. ( K )

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU


KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Tugas berjudul ” OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS”. Tugas ini disusun
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter
(P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Dalam proses penyusunan laporan kasus ini, penulis menyampaika n
penghargaan dan terima kasih kepada Prof Dr.dr.Tengku Siti Hajar Haryuna,
Sp.T.H.T-K.L.(K). selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan
membantu penulis selama proses penyusunan laporan kasus.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan penulisan laporan kasus di kemudian hari. Akhir kata, semoga Refarat ini
dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penulisan
ilmiah di masa mendatang.

Medan. Maret 2020

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal :

Nilai :

Penguji

Prof Dr.dr.Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.T.H.T-K.L. ( K )

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
LEMABR PENGESAHAN.............................................................................. ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB1 PENDAHULUHAN
1.1.......................................................................................................................Lata
r Belakang..........................................................................................1
1.2.......................................................................................................................Tuju
an .....................................................................................................2
1.3.......................................................................................................................Man
faat ...................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3
2.1. Anatomi Telinga ......................................................................................... 3
2.2 Otitis Media Supuratif Kronik..................................................................... 3
2.2.1 Defenisi..................................................................................................... 7
2.2.2 Epidemiologi............................................................................................. 7
2.2.3 Etiologi ..................................................................................................... 7
2.2.4 Faktor Risiko..........................................................................................9
2.2.5 Klasifikasi.................................................................................................. 8
2.2.6 Gejala Klinis.............................................................................................. 14
2.2.7 Diagnosis................................................................................................... 15
2.2.8 Komplikasi............................................................................................17
2.2.9. Tatalaksana........................................................................................ .19
2.2.10 Prognosis.............................................................................................20

BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 24


DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUHAN

1.1. Latar Belakang

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga


tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
tengah terus menerus atau hilang timbul yang prosesnya sudah lebih dari dua
bulan. Ini adalah penyebab penting dari hilangnya pendengaran yang dapat
dicegah, utamanya di negara berkembang.1,2
OMSK dianggap sebagai penyebab tersering dari gangguan
pendengaran persisten ringan hingga sedang diantara anak-anak dan orang
muda pada negara berkembang. Sekitar 164 juta kasus gangguan pendengaran
diakibatkan oleh OMSK dan 90% diantaranya terjadi di negara berkembang.
Data dari WHO menunjukkan, prevalensi terjadinya OMSK pada Negara
berkembang seperti Malaysia, Filipina, Thailand dan lain - lain masih tergolong
tinggi yaitu 2-4% dibandingkan Negara maju di Eropa seperti Australia,
Inggris, Denmark , Finlandia dan lain-lain yang berkisar 0,4 % yang tergolong
rendah.2
Kasus otitis media supuratif kronik sejak dahulu diketahui merupakan
penyakit dengan prevalensi yang tinggi bahkan jika tidak ditangani dengan baik
dapat mengarah ke berbagai komplikasi yang mengakibatkan penurunan
kualitas hidup hingga kematian.. Diagnosis dan penanganan yang cepat
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup bagi penderita dan dapat
meningkatkan kemampuan linguistik dan perkembangan akademik bagi anak
yang menderita OMSK.3

1
1.2. Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai definisi, etiologi,


epidemiologi, faktor risiko, gejala klinis, diagnosis, prognosis dan tatalaksana
serta komplikasi dari Otitis Media Supuratif Kronik , serta untuk melengkapi
tugas kepaniteraan klinik senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan.

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai penambah wawasan


mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, faktor risiko, gejala klinis, diagnosis,
prognosis dan tatalaksana serta komplikasi dari rinosinusitis kronik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga

2.1.1. Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus


mastoideus, dan tuba eustachius.1,2,3
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm,
dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke muka
dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran
timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah
kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks
cahaya ( none of ligt).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1
a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum
kutaneum dan mukosum.
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1
a. Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang
tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada
sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida
dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
3
• Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
• Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus
ini dan bagian ini disebut incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari
membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus
mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani
cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.
Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri
timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid
cabang dari arteri aurikula posterior.
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau
vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani
mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior,
dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :1,2
a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil),
inkus (anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan
otot stapedius (muskulus stapedius).
c. Saraf korda timpani.
d. Saraf pleksus timpanikus.
3. Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada
4
daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.
4. Tuba eustachius.1,2,3
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani
berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36
mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak
dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3
bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3
bagian).

2.2. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS


2.2.1 Defenisi
Otitis media supuratif kronik adalah suatu radang kronis telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga
(otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah

2.2.2. Epidemiologi
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain di sebabkan kondisi
sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygine dan nutrisi yang jelek.
Kebanyakan melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang
mempunyai kolesteatoma. Otitis media kronis merupakan penyakit THT yang
paling banyak di Negara sedang berkembang.
di Indonesia sendiri prevalensi OMSK adalah 3,1% dari seluruh penduduk
Indonesia, dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia diperkiran 6,6 juta
menderita OMSK. Jumlah penderita ini kecil kemungkinannya untuk berkurang
bahkan mungkin bertambah setiap tahunnya mengingat kondisi ekonomi, hygiene,

5
dan kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih kurang.

2.2.3. Etiologi
Telinga tengah dapat menjadi terinfeksi bila bakteri masuk dari saluran
eksterna atau nasofaring melalui tuba eustachii.
Pada otitis media supuratif kronik, bakteri penyebab OMSK yaitu bakteri
aerob (Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S. aureus, Streptococcus
pyogenes, Proteus mirabilis, Klebsiella species) atau bakteri anaerob (Bacteroides,
Peptostreptococcus, Proprionibacterium). Bakteri ini cukup jarang ditemukan
pada kulit dari kanal eksternal, namun dapat berproliferasi dengan adanya trauma,
inflamasi, luka robek atau kelembaban yang tinggi.
Bakteri ini bisa masuk ke telinga tengah melalui perforasi kronik. Di
antara bakteri ini, P.aeruginosa sering disebut sebagai penyebab destruksi
progresif telinga tengah dan struktur mastoid melalui toksin dan enzim.

2.2.4. Faktor Risiko


Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Sindrom Down.
Faktor resiko OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi
kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden OMSK yang lebih tinggi. Tetapi
sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum,
diet, dan tempat tinggal yang padat.
.
2. Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronik merupakan kelanjutan dari
otitis media akut dan / atau otitis media dengan efusi, dengan keadaan tersebut
6
apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat maka akan mengakibatkan
otitis media kronik
3. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir
tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan
bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama
dijumpai adalah bakteri Gram negatif, flora tipe usus, dan beberapa organisme
lainnya.
4. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi
infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga
tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang
secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan
bakteri.
5. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar
terhadap OMSK.
6. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema
tetapi apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum
diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak
mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.

2.2.5. Klasifikasi

OMSK terbagi dua yaitu OMSK tipe tenang/benigna dan tipe


bahaya/maligna. Perbedaan ini ditandai dengan melihat proses peradangan, ada
tidaknya kolesteatom dan letak perforasi membran timpani.

1. Tipe Benigna
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa
7
faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius,
infeksi saluran nafas atas, pertahankan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada
pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri
aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder
dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia
goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek.

Jenis Tubotimpani terbagi berdasarkan aktivitas sekret yang keluar :

a. Aktif OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif.

b. Tidak Aktif ialah keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.

2. Tipe Maligna

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatoma dan berbahaya. Penyakit


atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatom. Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis yaitu :

a. kolesteatoma kongenital

b. kolesteatoma didapat

Bentuk perforasi membran timpani adalah :

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-


superior, kadang-kadang sub total.

2. Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
8
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatoma.

3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired


cholesteatoma

Primary acquired cholesteatoma adalah kolesteatoma yang terbentuk


tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatoma timbul akibat
proses in- vaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan
negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi).

Secondary acquired cholesteatoma terbentuk setelah perforasi membran


timpani. Kolesteatoma terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari
liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori
migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi
infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasia).

2.2.6. Gejala Klinis

Beberapa Gejala yang sering Muncul antara lain adalah


1. Otorrhoe
Sekret bersifat purulen tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe
jinak, akibat dari reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi timpani dan
infeksi akan didapatkan cairan keluar hilang timbul berupa mukopus yang tidak
berbau busuk. Pada OMSK tipe ganas, terjadi kerusakan lapisan mukosa secara
luas sehingga cairan berkurang atau hilang. Sekret yang bercampur darah
merupakan efek dari jaringan granulasi dan polip telinga.
2. Gangguan Pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya di jumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat,
9
karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghambat bunyi dengan
efektif ke fenestra ovalis.
3. Otalgia
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin
oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis

2.2.7. Diagonis
Diagnosis OMSK didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan telinga
(pemeriksaan otoskopik) dengan atau tanpa pemeriksaan kultur bakteri.

1. Anamnesis
Meliputi riwayat nyeri pada telinga, sekret yang keluar dari telinga
atau rasa sakit saat telinga disentuh atau ditekan. Suspek OMSK juga
pada pasien dengan riwayat sakit tenggorokan, batuk dan gejala infeksi
saluran pernafasan atas.
2. Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dapat menunjukkan ada atau tidaknya
perforasi pada membran timpani dan letak perforasi.
3. Bakteri
Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari
mulainya infeksi akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang
kronis berbeda dengan yang di temukan pada otitis media supuratif akut.
Bakteri yang sering di jumpai pada OMSK adalah
Pseudomonasaeruginosa, Stafilokokusaureus dan Proteus
4. Pemeriksaan Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi memiliki fungsi hampir sama dengan
10
pemeriksaan otoskopi, tetapi pemeriksaan endoskopi dapat mengetahui
luas perforasi dan letak lebih jelas dari pemeriksaan otoskopi.

5. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya di dapati
tuli konduktif. Tapi dapat pula di jumpai adanya tuli sensotineural
beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara di telinga tengah.
Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK
ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk
toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstrarotundum,
sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara
temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal
kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea.

2.2.8. Komplikasi

Komplikasi OMSK terbagi dua, yaitu komplikasi intratemporal


(komplikasi ekstrakranial) dan komplikasi ekstratemporal. Komplikasi
intratemporal terdiri dari parese n.fasial dan labirinitis. Komplikasi ekstratemporal
(komplikasi intrakranial) terdiri dari abses ekstradural, abses subdural,
tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak dan hidrosefalus otitis. Pada
OMSK ini walaupun telinga berair sudah bertahun-tahun lamanya telinga tidak
merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit disertai demam, sakit kepala
hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial.

11
2.2.9. Penatalaksanaan
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan
medikamentosa.
1. Ear Toilet

Penatalaksanaan awal adalah dengan “ear toilet” atau membersihkan


telinga. ear toilet merupakan penatalaksanaan standar dari OMSK. Membersihkan
telingan bisa mengurangi discharge pada telinga. Ear toilet bisa dilakukan dengan
menggunakan kuret untuk mengeluarkan granulasi mukosa dalam ukuran kecil
dari liang telinga. Kemudian, bisa dilanjutkan dengan mengirigasi dengan larutan
fisiologis. Larutan fisiologis yang digunakan adalah H2O2 3% dan
mengeringkannya dengan kapas, dilakukan 4 kali sehari. Larutan irigasi harus
memiliki suhu yang mendekati suhu normal tubuh untuk mencegah terjadinya
vertigo. 2,5
2. Penatalaksanaan Antimikroba

Antibiotika yang diberikan dapat berupa topikal maupun oral. Antibiotik


oral yang bisa diberikan adalah klindamisin, amoksisilin-asam klavulanat. Obat
topikal yang bisa diberikan berupa framisetin, gramisidin, ciprofloxasin,
tobramisin, gentamisin dan kloramfenikol . antibiotik yang diberikan secara
topikal tidak lebih dari 1atau 2 minggu.2,5
3. Pembedahan

Terapi yang tepat adalah melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa


timpanoplasti. Terapi dengan medikamentosa dilakukan hanyalah terapi
sementara sebelum pembedahan.2
a. Mastoidektomi Sederhana

Mastoidektomi sederhana dilakukan pada OMSK tipe aman yang sedang


dalam pengobatan konservatif tidak sembuh. Pada operasi ini dilakukan
12
pembersihan pada tulang mastoid dan jaringan patologik. Tujuannya agar infeksi
tenang dan cairan tidak mengalir lagi, namun pada operasi ini fungsi
pendengarannya tidak diperbaiki.

b. Mastoidektomi Radikal

Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau


kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan cavum
timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Tujuan dari operasi ini adalah
untuk membuang jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial,
fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)

Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik,


tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan
dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan dari operasi ini adalah untuk
membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan
pendengaran yang masih ada.
d. Miringoplasti

Dikenal juga dengan istilah timpanoplasti tipe I, dilakukan pada OMSK tipe
aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyembuhkan sekaligus memperbaiki
pendengaran. Pada operasi ini dilakukan rekonstruksi membrana timpani.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan leebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum
timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan
patologis.

2.2.10. Prognosis
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mengering. Tetapi sisa
perforasi sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau
bakteri dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan

13
membrane timpani disarankan.
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi
meningitis, abes otak, prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal.

BAB III

KESIMPULAN

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Baahiruddin J, Restuti RD (Ed.). 2007. Buku


Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Edisi Keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Acuin J. 2004. Chronic suppurative otitis media: burden of illness and


management options. Geneva, Switzerland: WHO Library Cataloguing
in Publication Data

3. Taipale A et al. 2011. Chronic suppurative otitis media in children of


Luanda, Angola. Acta Paediatrica. 100:84-88

4. Panduan skill lab.Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret.2017

15

Anda mungkin juga menyukai