Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

DI RUAGAN PATIMURA RSUD KANJURUAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH :

NUR FITRIANI

202010461011012

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

DI RUAGAN PATIMURA RSUD KANJURUAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KELOMPOK - 2

NAMA: NUR FITRIANI

NIM: 202010461011012

TGL PRAKTEK/MINGGU KE : 18- 23 JANUARI 2021 / MINGGU 4

Malang, 19 Januari 2021

Clinical Instructur, Pembimbing,

(CI Pak Firdaus) (Anis Ika Nurrahmah, M.Kep.,Sp.Kep.MB)


LEMBAR PENILAIAN

NAMA MAHASISWA : NUR FITRIANI

NIM : 202010461011012

TGL PRAKTEK : 18 Januari 2020

MINGGU KE :4

No Kompetensi Nilai

1) Presus ...............

2) DOPS 1. .................

3) DOPS 2. .................

4) DOPS 3. .................

5) DOPS 4. .................

6) DOPS 5. .................

7) Presjur

8) MTE ........

9) BST ...........

10) BST ...........


11)
12)

Malang, 19 Januari 2021

Mahasiswa, Pembimbing,

Nur Fitriani Anis Ika Nurrahmah, M.Kep.,Sp.Kep.MB


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................... 2
LEMBAR PENILAIAN........................................................................................................ 3
DAFTAR ISI......................................................................................................................... 4
BAB I.LAPORA PENDAHULUAN..................................................................................... 5
A. Definisi ................................................................................................................................... 5
B. Klasifikasi............................................................................................................................... 5
C. Etiologi.................................................................................................................................... 6
D. Patofisiologi.......................................................................................................................... 6
E. Manifestasi klinis ............................................................................................................... 8
F. Komplikasi............................................................................................................................. 9
G. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................ 10
F. Penatalaksanaan Medis................................................................................................. 12
G. Pengkajian Fokus............................................................................................................. 15
H. Diagnosa Keperawatan (SDKI)................................................................................... 17
I. Luaran Keperawatan (SLKI)........................................................................................ 18
J. Intervensi Keperawatan (SIKI)..................................................................................18
Daftar Pustaka................................................................................................................ 24
LAPORAN PEDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan

sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan

glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis

(GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi

secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan

tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan

elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2014)

Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan

irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Suwitra 2010).

B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration

Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2 dengan rumus

Kockroft – Gault sebagai berikut :


Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2012 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

C. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis
menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis
kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%.
Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus
dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2011 dalam Price & Wilson, 2013).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2013
menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi
dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan
infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65%
(Sudoyo, 2012).

D. Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus


dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat.
a) Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi
seperti steroid.
b) Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan
diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status uremik.
c) Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam
organic lain juga terjadi
d) Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
e) Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu
menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat
peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada
tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
f) Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon (Udjianti, WJ. 2010).

E. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2014) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis

dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda

dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat

kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien

gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :

a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem

renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema

periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.

b. Manifestasi dermatologi

Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku

tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.

c. Manifestasi Pulmoner

Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul

d. Manifestasi Gastrointestinal

Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,

mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal

e. Manifestasi Neurologi

Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,

panas pada telapak kaki, perubahan perilaku

f. Manifestasi Muskuloskeletal

Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop

g. Manifestasi Reproduktif

Amenore dan atrofi testikuler

F. Komplikasi
Menurut Pranata dan Prabowo (2014) karena penyakit gagal ginjal bersifat

ireversible maka akan menyebabkan gangguan pada sistemik karena terjadi

penurunan fungsi ginjal. Komplikasi yang mungkin bisa terjadi antara lain:

1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan

masukan diit berlebih.


2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin

angiotensin aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium

serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan

kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.

6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.

8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.

9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sudoyo et al. (2010) pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk

menegakkan diagnosa gagal ginjal kronis antara lain:

a. Radiologi

Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.

1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya

massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.

2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan

untuk diagnosis histologis.

3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.

4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan

asam basa.
b. Foto Polos Abdomen

Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.

c. Pielografi Intravena

Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal

pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.

d. USG

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem

pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem

pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.

e. Renogram

Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)

serta sisa fungsi ginjal

f. Pemeriksaan Radiologi Jantung

Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis

g. Pemeriksaan radiologi Tulang

Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik

h. Pemeriksaan radiologi Paru

Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.

i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde

Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible

j. EKG

Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)

k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu

untuk mengetahui etiologinya.

l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal

1) Laju endap darah

2) Urin

Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada

(anuria).

Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /

nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan

menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.

Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan

kerusakan ginjal berat).

Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,

amrasio urine / ureum sering 1:1.

3) Ureum dan Kreatinin

Ureum:

Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL

diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).

4) Hiponatremia

5) Hiperkalemia

6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia

7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia

8) Gula darah tinggi

9) Hipertrigliserida

10)Asidosis metabolic (Pranata dan Prabowo 2014).


H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Brunner & Studdart (2014) fungsi ginjal yang rusak sulit untuk

dilakukan pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagal ginjal

kronis adalah mengoptimalkan fungsi ginjal yang masih ada. Penatalaksanaannya

meliputi:

1. Penatalaksanaan farmakologis

1. Hiperfosfatemia dan hiperkalemia ditangani dengan pemberian agen

pengikat fosfat dalam saluran cerna

2. Hipertensi ditangani dengan obat antihipertensi dan pengontrol tekanan

intravaskuler

3. Edema pulmonal ditangani dengan pembatasan cairan, diet rendah

natrium, diuresis, agen inotropik.

4. Observasi kelainan neurologik

5. Anemia ditangani dengan rekombinan eritoproetin

2. Terapi diet

a. Pengaturan cermat asupan protein, asupan cairan dan asupan natrium

serta kalium

b. Pembatasan protein, yang diperbolehkan harus mengandung nilai

biologis yang tinggi (produk susu, keju, telur, dan daging).

c. Diet cairan sebesar 500 hingga 600 ml dan tidak boleh lebih dari jumlah

halauran urin selama 24 jam.

d. Asupan kalori dan vitamin harus mamadai. Kalori yang diberikan dalam

bentuk karbohidrat dan lemak untuk mencegah pelisutan otot.

3. Dialisis
Dialisis membantu untuk mengoptimalkan atau membantu fungsi

ginjal. Umunya dilakukan untuk pasien yang tidak dapat mempertahankan

gaya hidup yang wajar dengan penanganan konservatif.

4. Pentalaksanaan keperawatan

a. Kaji status cairan dan identifikasi sumber potensi ketidakseimbangan

cairan dengan penimbangan berat badan setiap hari. Kolaborasi dengan

medis jika terdapat perubahan lebih dari 1,5 kg dalam 24 jam.

b. Terapkan program diet untuk menjamin asupan nutrisi yang memadai

dan sesuai dengan batasan regimen terapai.

c. Dukung peran positif dengan mendorong pasien untuk meningkatkan

kemampuan perawatan diri dan lebih mandiri.

d. Berikan penjelasan dan informasi kepada pasien dan keluarga terkait

penyakit gagal ginjal kronik, pilihan pengobatan, dan kemungkinan

komplikasi.

e. Berikan dukungan emosional.

Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan

dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt.

Dialisis juga diiperlukan bila :

 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

 Overload cairan (edema paru)

 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran

 Efusi perikardial
 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

Menurut Diglulio Mary ( 2014 ). penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat

LFG nya, yaitu:

I. Pengkajian Fokus Keperawatan

Menurut Brunner & Struddart. (2014). Pengkajian fokus yang disusun

berdasarkan pada Gordon dan mengacu sebagai berikut :

1. Demografi.

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga

yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal

seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat

terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan

penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk /

berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air
minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak

sehat.

2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo

nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan

traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.

3. Pola nutrisi dan metabolik.

Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun

waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air

naik atau turun.

4. Pola eliminasi

Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya

adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan

tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.

5. Pengkajian fisik

a. Penampilan / keadaan umum.

Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien

dari compos mentis sampai coma.

b. Tanda-tanda vital.

Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat

dan reguler.

c. Antropometri.

Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,

atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.

d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran

telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir

kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.

e. Leher dan tenggorok.

Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.

f. Dada

Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot

bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada

paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan

pada jantung.

g. Abdomen.

Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.

h. Genital.

Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat

ulkus.

i. Ekstremitas.

Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,

dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.

j. Kulit.

Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /

uremia, dan terjadi perikarditis.

J. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:

1. Perfusi perifer tidak efektif b/d peningkatan tekanan darah

2. Nausea b/d Distensi Lambung (D.0076)


3. Intoleransi aktivitas b/d ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen

4. Resiko gangguan pertukaran

5. Resiko penurunan curah jantung


RENCANA TINDAKAN & INTERVENSI
No. SDKI SLKI SIKI
1. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
keperawatan selama 1x24 jam ( I.02079)
tidak efektif
maka Perfusi Perifer Observasi
b/d 1. Periksa sirkulasi
(L.02011) meningkat
peningkatan dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor
- Warna kulit pucat risiko gangguan
tekanan darah
meningkat sirkulasi.
- Edema perifer menurun Terapeutik
- Nyeri ekstermitas menurun 1. Hindari pemasangan
- Tekanan darah sistolik infus atau pengambilan
membaik darah di area
- Tekanan darah keterbatasan perfusi.
diastolic membaik 2. Hindari pengukuran
- Turgor kulit membaik tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi.

Edukasi
1. Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah.

2. Anjurkan minum obat


pengontrol tekanan
darah secara teratur.

3. Ajarkan program diet


untuk memperbaiki
sirkulasi.

4. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan
2. Nausea b/d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Mual
Distensi
selama 1x24 jam maka (1. 03117)
Lambung
(D.0076) Tingkat Nausea menurun, Observasi:
dengan kriteria hasil : - Identifikasi
- Nafsu makan meningkat pengalaman mual
(5)
- Identifikasi dampak
- Keluhan mual menurun mual terhadap
(5) kualitas hidup

- Takikardi membaik (5) - Identifikasi


penyebab mual

- Monitor mual

- Monitor asupan
nutrisi dan kalori

Terapeutik:
- Kendalikan faktor
lingkungan
penyebab mual

- Kurang atau
hilangkan keadaan
penyebab mual

Edukasi:
- Anjurkan istirahat
dan tidur yang
cukup

- Anjurkan
penggunaan teknik
nonframakologis

Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
antimetik, jika perlu
3. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
keperawatan selama 1x24 jam, (1.05178)
aktivitas b/d
diharapkan “toleransi Observasi
ketidak aktivitas” meningkat, dengan 1. Identifikasi
kriteria hasil : gangguan fungsi
seimbangan
1. Frekuensi nadi meningkat tubuh yang
antara suplai 2. Saturasi oksigen mengakibtkan
meningkat kelelahan
dan kebutuhan
3. Kemudahan dalam 2. Monior kelelahan
oksigen beraktivitas meningkat fisik emosional
4. Keluhan Lelah menurun 3. Monitor pola dan
5. Dispne saat aktivitas jam tidur
menurun 4. Monitor lokasi dan
6. Dispnea sesudah aktivitas ketidak nyamanan
menurun selama melakukan
7. Perasaan lemah menurun aktivitas
8. Tekanan darah membaik Terapeutik
9. Ekg iskemia membaik 1. Sediankan
lingkungan nyaman
dan rendah
stimulus
2. Lakukan latihan
rentang gerak pasif
dan aktif
3. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitas duduk di
sisi tempat tidur
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
2. Anjurkan lakukan
aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi
untuk mengurangi
kelelahan
5. Ajarkan strategi
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan
PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Struddart. (2014). Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.

Diglulio Mary ( 2014 ) Keperawatan Medikal Bedah Edisi 1, Yogyakarta. Rapha


Publishing

Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC. 2012.

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Prabowo E & Pranata E, 2014 Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan,
Yogyakarta. Nuha Medika

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002

Suwitra, K. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
dkk. Edisi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit dalam FKUI.

Smeltzer, Suzanne C. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.


Jakarta: EGC
Sudoyo. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai