BAB III
METODE STUDI
A. METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
Pengumpulan dan analisis data akan dilakukan terhadap data-data yang diperlukan
untuk kajian dampak penting hipotetik berdasarkan hasil pelingkupan. Dampak penting
hipotetik akan dikaji secara mendalam dengan diawali pengambilan/pengumpulan dianalisis
data untuk mendukung prakiraan besaran dampak dengan menggunakan metode ilmiah.
Berdasarkan data tersebut maka studi ANDAL nantinya diharapkan dapat menjawab dan/atau
memprakirakan berbagai dampak penting di masa yang akan datang.
Pengumpulan data akan dilaksanakan pada minggu pertama setelah terbitnya
kesepakatan KA-ANDAL, sehingga pelaksanaan pengumpulan data akan disesuaikan dengan
kerangka acuan kerja yang terdapat didalam Dokumen KA-ANDAL rencana usaha dan/atau
kegiatan penambangan pasir kuarsa oleh PT. Bintang Delapan Enam. Pelaksanaan pengumpulan
data fisik-kimia dan biologi yang memerlukan analisis laboratorium akan dilakukan
bekerjasama dengan lembaga yang sudah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Sedangkan pengumpulan data fisik-kimia dan biologi yang tidak memerlukan analisis
laboratorium akan dilakukan oleh Tim Penyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL). Pengumpulan data sosial, ekonomi dan budaya serta data kesehatan masyarakat
akan dilakukan oleh Tim Penyusun AMDAL.
Data yang telah terkumpul akan dianalisis sedemikian rupa sehingga dapat menjadi
bahan atau masukan dalam sistem analisis terhadap kecenderungan dampak lingkungan hidup.
Metoda analisis data dilakukan dengan dua cara, yaitu metode analisis kuantitatif dan metode
analisis kualitatif. Metode kuantitatif akan digunakan untuk besaran yang dapat
dikuantifikasikan. Data kuantitatif akan diolah menggunakan formula atau rumus matematis
yang sesuai dengan kecenderungan jenis dampak yang akan terjadi. Metode kualitatif akan
digunakan untuk menganalisis data yang tidak dapat dikuantifikasikan. Pendekatan yang
dilakukan dengan menelusuri sebab akibat atau interaksi dari setiap masalah secara kualitatif
kemudian diambil kesimpulan berdasarkan analogi dan/atau diskusi perkiraan para ahli.
1. Komponen Lingkungan Geo-Fisik-Kimia
a. Kualitas Udara
Data komponen kualitas udara yang dikumpulkan terutama terkait dengan prakiraan
terjadinya pencemaran udara yang ditimbulkan dari penggunaan peralatan berat dan operasional
kendaraan pada saat kegiatan penambangan. Pengamatan kualitas udara ditempatkan dalam
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan penambangan terutama pada lokasi rencana jalan
tambang dalam tapak proyek dan lokasi jalan yang terdapat dalam pemukiman terdekat.
1) Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dari pengamatan dan pengukuran
langsung di lapangan dengan mempergunakan peralatan analisis insitu (pengukuran langsung di
lapangan) maupun eksitu (pengambilan sampel untuk dianalisis di laboratorium). Komponen
kualitas udara yang dikumpulkan meliputi parameter kunci dari unsur pencemar udara, yaitu
kadar gas CO, NOx, SOx, dan partikulat debu (TSP). Adapun lokasi pengambilan sampel udara
dan parameter serta metode pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3.1. dan Tabel 3.2.
Tabel 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel Udara
2) Analisis Data
Pengambilan sampel kualitas udara selanjutnya dianalisis dilaboratorium untuk
mengukur kadar gas CO, NOx, SOx, dan partikulat debu (TSP) dengan menggunakan metode
sebagai berikut :
a)NDIR (Nondispersive Infrared)
Metode NDIR adalah metode yang digunakan untuk mengukur kadar Karbon
Monoksida (CO) yang ada di udara. Metode ini menggunakan alat yaitu NDIR Analyzer.
Metode pengukuran NDIR menggunakan cahaya infra merah dengan frekuensi tertentu, karena
gas CO dapat menyerap cahaya infra merah. Pengukuran ini berdasarkan kemampuan gas CO
yang dapat menyerap sinar infra merah dengan panjang gelombang 4,6 µm. Banyaknya
intensitas sinar infra merah yang diserap oleh CO akan sebanding dengan kadar CO di udara.
b)Saltzman
Metode Saltzman adalah metode yang digunakan untuk mengukur kadar Nitrogen
Dioksida (NO2) yang ada di udara. NO2 di udara direaksikan dengan pereaksi Griess Saltman
(absorbent) membentuk senyawa yang berwarna merah muda. Intensitas warna yang terjadi
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Absorber untuk penangkapan
NO2 adalah absorber dengan desain khusus dan porositas fritted berukuran 60 µm.
c)Pararosanilin
Metode Pararosanilin adalah metode yang digunakan untuk mengukur kadar Sulfur
Dioksida (SO2) yang ada di udara. Gas sulfur dioksida (SO 2) yang ada di udara akan diserap
dalam larutan penyerap tetrakloromerkurat membentuk senyawa kompleks diklorosulfonato
merkurat dengan menambahkan larutan pararosanilin dan formaldehida ke dalam senyawa
diklorosulfonato merkurat maka terbentuk senyawa pararosanilin metal sulfonat yang berwarna
ungu. Konsentrasi larutan ini diukur dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang
gelombang 550 nm.
d)Gravimetric
Metode Gravimetric adalah metode yang digunakan untuk mengukur kadar debu atau
kadar total partikulat (Total Suspended Particulate/TSP). Metode ini menggunakan peralatan
high volume air sampler (HVAS). Prinsip uji metode ini adalah udara dihisap melalui filter di
dalam alat dengan menggunakan pompa vakum laju alir tinggi sehingga partikel terkumpul di
permukaan filter. Jumlah partikel yang terakumulasi dalam filter selama periode waktu tertentu
dianalisa secara gravimetri. Laju alir dipantau saat periode pengujian. Hasilnya ditampilkan
dalam bentuk satuan massa partikulat yang terkumpul per satuan volum contoh uji udara yang
diambil dalam µg/Nm3.
b. Laju Aliran Permukaan (Run-Off) dan Sedimentasi
Laju Aliran Permukaan (Run-Off)
1) Pengumpulan Data
Untuk mengetahui kondisi aliran permukaan di wilayah studi maka diperlukan beberapa
data pendukung, seperti : tipe iklim pada 10 tahun terakhir, fisiografi/topografi lahan, penutupan
lahan, dan sistem hidrologi. Data tersebut dapat diperoleh dari hasil pengamatan dan
pengukuran di lapangan maupun kajian peta (data primer) serta dari dokumen ataupun studi
pustaka yang tersedia pada lokasi yang bersangkutan (data sekunder).
a)Tipe Iklim
Data unsur iklim yang sangat terkait dengan laju aliran permukaan diantaranya adalah
curah hujan (bulanan – tahunan), hari hujan, suhu rata-rata dan kelembaban. Jenis data tersebut
akan dikumpulkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika terdekat dengan lokasi
studi. Sesuai dengan metode yang dikembangkan World Meteorologi Organization (WMO),
data sekunder tersebut merupakan data time series minimal 10 tahun terakhir.
b)Fisiografi/Topografi
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan dan pengkajian peta
topografi/kelerengan (Peta Rupa Bumi Indonesia/Peta RBI atau Peta Kelerengan). Parameter
fisiografi lahan yang dikaji meliputi kelerengan, ketinggian dari permukaan laut dan bentuk
wilayah. Sedangkan parameter geologi meliputi stratigrafi, jenis dan ukuran batuan serta
morfologi. Peralatan yang digunakan adalah planimeter, clinometer, altimeter, midband serta
kamera untuk keperluan dokumentasi.
c)Penutupan Lahan
Data penutupan lahan dapat diperoleh dari peta hasil penafsiran Citra Landsat atau dari
Peta RBI terbaru. Luas masing-masing kondisi tutupan lahan akan dihitung dengan sistem
digital (menggunakan perangkat lunak) atau dengan menggunakan planimeter. Untuk
mengetahui kondisi sesungguhnya di lapangan, maka jenis tutupan lahan hasil kajian dari peta
tersebut akan diperiksa di lapangan (ground check) dengan menggunakan metode purposive
sampling intensitas sekitar 1-2%. Alat yang diperlukan saat checking lapangan adalah peta hasil
penafsiran citra landsat dan RBI, Kompas, Meteran, GPS, dan Kamera.
d)Sistem Hidrologi
Parameter hidrologi yang akan diukur meliputi: luas Daerah Aliran Sungai (DAS),
panjang sungai, kemiringan sungai, lebar sungai, lebar dasar sungai, kedalaman tebing sungai.
Selain itu akan dikumpulkan juga data sejarah kejadian kekeringan dan banjir musiman (luas
genangan, kedalaman genangan, lama genangan, intensitas banjir), fungsi/pemanfaatan sungai
bagi masyarakat sekitar dan kondisi sempadan sungai.
Pengukuran debit limpasan air sungai (streamflow discharge) dilakukan dengan cara
melakukan pengukuran terhadap luas penampang sungai (intersection area) dan kecepatan
limpasan air (stream flow velocity). Luas penampang sungai diukur dengan cara membagi lebar
sungai menjadi beberapa seksi/segmen, patokan umum bahwa lebar setiap seksi direncanakan
sepersepuluh dari kondisi aktual lebar sungai. Pada setiap seksi tersebut dapat dilakukan
pengukuran kedalaman atau tinggi muka air sungai (water depth). Pengukuran kecepatan air
sungai dilakukan dengan menggunakan benda apung yang dihanyutkan untuk menempuh
lintasan lurus pada jarak lintasan tertentu, dan kemudian diukur waktu tempuh yang digunakan
dengan “stopwatch”.
Adapun lokasi pengukuran kecepatan air sungai harus pada tempat-tempat yang
representatif, yaitu dapat menggambarkan proses input-output aliran air pada areal studi yaitu
bagian hulu, tengah dan hilir sungai. Data hidrologi juga dipelajari dan dianalisa dari data
sekunder yang telah tersedia. Direncanakan pengamatan dan pengukuran sungai/air permukaan
akan dilakukan di sungai-sungai yang mengalir di dalam areal studi.
Tabel 3.3. Jenis dan Metode Pengumpulan Data untuk Mengetahui Laju Aliran Permukaan (Run-Off)
Metode
Alat yang
No. Jenis Data Parameter Data Satuan Pengumpulan/ Analisis
Digunakan
Data
1. Tipe Iklim Curah hujan mm/bulan,
mm/tahun
Jumlah hari hujan hh Data dari Laporan BMKG,
ATK dan Daftar Isian
Suhu udara rata-rata o
C Tanjungpandan
Kelembaban Udara Relatif
%
(RH)
2. Fisiografi Bentuk Lahan Pengamatan di lapangan Clinometer, Peta
- dan studi pustaka Topografi /Kelerengan,
Planimeter
Ketinggian Tempat Pengukuran di lapangan Altimeter
m dpl
dan studi pustaka
Kelas Lereng Studi pustaka dan Peta Topografi,
% pengukuran luas diatas Planimeter
peta
Panjang Lereng m Pengukuran diatas peta Peta Topografi, Mistar
3. Penutupan Lahan Jenis Tutupan Lahan - Penafsiran Peta dan Peta hasil penafsiran
Checking lapangan citra landsat dan RBI,
Kompas, Meteran,
GPS, Kamera.
Luas masing-masing Ha Pengukuran secara digital Perangkat computer,
Tutupan Lahan menggunakan perangkat Peta Hasil Penafsiran
computer, atau planimetris Citra Landsat dan
di atas peta. Planimeter.
4. Sistem Hidrologi Pola Drainase, Morfometri Ha, m Studi Pustaka, pengamatan Peta DAS, Meteran,
DAS (luas DAS, serta langsung di lapangan Planimeter
lebar, kedalaman dan
kondisi sungai)
Debit Sungai m3/det Pengukuran debit sungai & Current meter,
studi pustaka stopwatch
Muka Air Tanah m Studi Pustaka, Pengamatan Meteran
langsung di lapangan
Sejarah kejadian banjir - Pengamatan langsung di Kamera dan Daftar
lapangan dan menghimpun Isian
informasi dari masyarakat
setempat
2) Analisis Data
Analisis data akan dilakukan melalui metode perhitungan matematis dan deskriptif
kualitatif. Metode matematis digunakan untuk analisis data kuantitatif seperti perhitungan debit
air limpasan, kapasitas pengaliran sungai dan debit puncak.
a)Air Limpasan Permukaan (Run-Off)
Besarnya debit air limpasan permukaan (run off) akan dihitung dengan menggunakan
rumus (Asdak, 2004).
Q = 0,0028.C.i.A
Keterangan :
Q = Air larian/debit aliran permukaan (m3/det),
C = Koefisien air larian, dipengaruhi oleh jenis tutupan lahan
i = Intensitas hujan (mm/jam), dan
Ci Ai
C =
A
Keterangan :
Ci = Penekanan spesifik dari penggunaan tanah tertentu,
Ai = Luas area penggunaan lahan (km2),
A = Luas area aliran total (km2).
Selain dengan metode matematik, analisis data hidrologi juga akan dilakukan dengan
metode deskriptif, terutama untuk mendeskripsikan karakteristik dan perilaku sungai,
pemanfaatan sungai, serta pola pengelolaan sungai yang telah dilakukan oleh masyarakat
setempat ataupun lembaga pemerintah.
Erosi dan Sedimentasi
1) Pengumpulan Data
a)Erosi
Parameter data lingkungan hidup yang diperlukan guna melakukan prediksi laju erosi,
antara lain: formasi geologi, jenis tanah, tekstur dan struktur tanah, jenis tutupan lahan, curah
hujan, panjang lereng, kemiringan lereng, dan teknik pengelolaan tanah. Metode pengumpulan
data jenis tutupan lahan, curah hujan, panjang lereng, kemiringan lereng telah diuraikan pada
pengumpulan data untuk penentuan laju aliran permukaan.
Data geologi dan jenis tanah penting dikumpulkan guna mendukung analisis stabilitas
permukaan tanah terhadap daya erosi oleh aliran air maupun angin. Adapun parameter geologi
dan jenis tanah yang akan diteliti meliputi : formasi geologi, jenis batuan, jenis tanah, dan daya
dukung tanah. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan, serta pengkajian peta
geologi skala 1:100.000 dan peta jenis tanah skala 1:250.000. Pengamatan formasi geologi,
jenis batuan, jenis tanah, dan daya dukung tanah akan dilakukan dengan cara deskripsi terhadap
lapisan-lapisan batuan dan tanah pada tebing-tebing lereng dan patahan yang ada di wilayah
studi. Alat yang akan digunakan untuk pengamatan lapangan : palu geologi, pahat, dan
pisau/belati.
Peta Geologi dapat diperoleh dari Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya
Mineral, Jakarta. Sedangkan peta jenis tanah diperoleh dari Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, Bogor. Pengamatan geologi di lapangan terutama akan dilakukan pada lokasi-
lokasi yang terdapat singkapan, antara lain di tebing-tebing alur sungai dan lereng bukit.
Sedangkan pengamatan jenis tanah akan dilakukan secara proporsional dengan
mempertimbangkan unit-unit satuan lahan dan pola penggunaan/tutupan lahan yang ada.
Jenis tanah diamati di lapangan dengan membuat profil tanah dan pengeboran (boring)
dibantu dengan hasil-hasil penelitian yang telah ada sebelumnya seperti Peta Tanah skala 1 :
50.000 (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor, 1994).
Tabel 3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Tambahan untuk Mendukung
Penentuan Laju Erosi
Jenis Metode Alat Yang
No Parameter Data Satuan
Data Pengumpulan/ Analisis Data Digunakan
1. Penyebaran Formasi Ha, % Studi Pustaka, Pengukuran Peta Geologi, Perangkat
Geologi Geologi diatas Peta (Digitasi atau Komputer, Planimeter,
Planimetris), dan Pengamatan Cangkul, Pisau.
di lapangan.
b)Sedimentasi
Sedimentasi merupakan suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media
air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Sedimentasi di sungai diakibatkan oleh adanya
erosi di DAS, dimana terjadi perpindahan material tanah dari dataran yang lebih tinggi ke
dataran yang lebih rendah (sungai).
Pengamatan adanya sedimentasi akan dilakukan di Sungai A. Seranggas (di bagian
outlet tapak proyek) yang ditandai dengan ada tidaknya pendangkalan sungai. Sedangkan
adanya potensi sedimentasi dapat diketahui dari kadar TSS pada perairan studi.
Pengambilan sampel sedimentasi dan kadar TSS dilakukan bersamaan dengan
pengambilan sampel kualitas air permukaan. Perlengkapan yang diperlukan adalah grab
sampling dan kamera.
2) Analisis Data
a)Erosi
Untuk menduga dan memperkirakan potensi erosi yang terjadi di wilayah studi,
diprediksi dengan metode USLE “Universal Soil Loss Equation”, dari Weischmeir W.H dan
Smith (1978),yaitu sebagai berikut:
A = R x K x Lx S x C x P
Keterangan :
A = Dugaan erosi tanah (ton/Ha/tahun),
R = Erosivitas hujan,
K = Faktor erodibilitas tanah,
L = Indeks panjang lereng (m),
S = Indeks kemiringan lereng (%),
C = Indeks faktor tutupan lahan oleh vegetasi,
P = Indeks faktor teknik konservasi tanah.
Berdasarkan data curah hujan rata-rata bulanan pada 10 tahun terakhir di wilayah studi,
nilai faktor erosivitas hujan (R) dihitung dengan mempergunakan persamaan Lenvain (1989)
dalam Asdak (2004) sebagai berikut :
R= 2,21 P1,36
Keterangan :
P = curah hujan bulanan (cm)
Untuk mendapatkan besarnya nilai erodibilitas tanah (K) maka akan dihitung dengan
menggunakan persamaan :
K = 0,01 {2,1 M1,14(10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)}
Keterangan :
K = Nilai erodibilitas tanah,
M = (% pasir halus + % debu) x (100 % - % liat),
a = % bahan organik tanah (C-organik x 1,724),
b = Kode struktur tanah :
1 : Granular sangat halus 3 : Granular sedang – kasar
2 : Granular halus 4 : Masif
c = Kode permeablitas tanah :
1 : Cepat 4 : Lambat – sedang
2 : Sedang – cepat 5 : Lambat
3 : Sedang 6 : Sangat lambat
Faktor LS merupakan nisbah antara jumlah tanah yang hilang tererosi dari suatu petak
dengan panjang dan kecuramaan lereng tertentu dengan tanah tererosi dari petak baku. Nilai
faktor panjang dan kemiringan lereng ini akan dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut (Arsyad, 2000):
LS= √ L (0.0138 + 0.00965 S + 0.00138 S2)
Keterangan :
L = panjang lereng (m)
S = kecuraman lereng (%)
Faktor Penutupan Lahan (C)
Nilai faktor tutupan vegetasi (C) ditentukan berdasarkan hasil interpretasi citra landsat
terbaru yang telah diverifikasi dengan pengecekan lapangan. Selanjutnya setiap jenis atau
kondisi tutupan lahan tersebut disetarakan dengan nilai indeks vegetasi/tutupan lahan dan
pengelolaan tanaman menurut Hammer (1981) dalam Arsyad (2000).
Faktor Konservasi Tanah (P)
Nilai faktor pengelolaan tanah (P) akan mengacu pada Tabel Nilai Pengelolaan Lahan
yang sudah ditetapkan (Arsyad, 2000).
b)Sedimentasi
Tingkat sedimentasi di perairan sangat erat hubungannya dengan erosi tanah. Erosi
yang terjadi pada suatu areal akan dihanyutkan ke badan perairan, dimana material ini akan
terendapkan ataupun tersuspensikan di dalam air. Perbandingan antara jumlah erosi yang terjadi
dengan banyaknya material yang sampai ke badan air sebagai sedimen dikenal dengan Sediment
Delivery Ratio (SDR). Menurut Arsyad (1990), semakin luas Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
dipelajari semakin kecil persentase sedimentasi yang terjadi apabila dibandingkan dengan laju
erosi tanah. Besarnya beban sedimen melayang (suspended load) dalam suatu aliran air dapat
diduga dengan persamaan berikut:
Qs = 0,0864 x Q x C
Keterangan :
Qs = Beban Sedimen (ton/hari),
C = Rata-Rata Sedimen (mg/liter),
Q = Debit Aliran Air (m3/detik),
0,0864 = Konstanta.
Laju sedimentasi pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) dihitung dengan pendekatan
Sediment Delivery Ratio (SDR) dengan persamaan berikut:
S(1 – a x Ab)
SDR = + a.Ab
2 (S + 50 n)
Keterangan :
S = Kemiringan lereng rata-rata dalam Sub DAS (%),
A = Luas DAS (ha),
n = Kekasaran manning rata-rata Sub DAS,
a = 0.0863216123,
b = -0.2018621338.
Selain dengan metode matematik, analisis data erosi dan sedimentasi juga akan
dilakukan dengan metode deskriptif, terutama untuk mendeskripsikan hasil pengamatan
langsung di lapangan tentang ada tidaknya tanda-tanda yang menggambarkan terjadinya erosi
dan/atau sedimentasi di dalam wilayah studi.
c. Perubahan Bentang Lahan
1) Pengumpulan Data
Untuk mengetahui kondisi bentang lahan di wilayah studi maka diperlukan beberapa
data pendukung, seperti : fisiografi/topografi lahan/kelerengan, dan penutupan lahan.
Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan cara pengamatan dan pengukuran di lapangan
maupun kajian peta (data primer) serta dari dokumen ataupun studi pustaka yang tersedia pada
lokasi yang bersangkutan (data sekunder). Penentuan jenis tanah dilakukan melalui pengamatan
di lapangan dengan membuat profil tanah dan pengeboran (boring) dibantu dengan hasil-hasil
penelitian yang telah ada sebelumnya seperti Peta Tanah skala 1 : 50.000 (Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat Bogor, 1994).
Tabel 3.5. Jenis dan Metode Pengumpulan Data untuk Mengetahui Bentang Lahan
Metode
Alat Yang
No Jenis Data Parameter Data Satuan Pengumpulan/
Digunakan
Analisis Data
1. Fisiografi Pengamatan di Clinometer, Peta
Lahan lapangan dan studi Topografi
Bentuk Lahan -
pustaka /Kelerengan,
Planimeter
Ketinggian Tempat m dpl Pengukuran di Peta Topografi,
lapangan dan studi Altimeter
pustaka
Metode
Alat Yang
No Jenis Data Parameter Data Satuan Pengumpulan/
Digunakan
Analisis Data
Studi pustaka dan Peta Topografi,
Kelas Lereng % pengukuran luas di Planimeter
atas peta
Pengukuran di atas Peta Topografi,
Panjang Lereng m
peta Mistar
2. Penutupan - Penafsiran Peta dan Peta hasil
Lahan Checking lapangan penafsiran citra
Jenis Tutupan Lahan landsat dan RBI,
Kompas, Meteran,
GPS, Kamera.
Ha Pengukuran secara Perangkat
digital menggunakan computer, Peta
Luas masing-masing
perangkat computer, Hasil Penafsiran
Tutupan Lahan
atau planimetris di Citra Landsat dan
atas peta. Planimeter.
2) Analisis data
Gambaran/informasi bentang lahan akan disajikan dalam bentuk peta dan/atau tabel
yang dideskripsikan secara kualitatif ataupun kuantitatif. Peta atau tabel tersebut memuat
informasi kelas lereng, daratan/rawa/perairan, alami/buatan, dan luasannya di dalam tapak
rencana usaha dan/atau kegiatan.
d. Produktivitas Lahan
1) Pengumpulan Data
Data produktivitas lahan mencakup penutupan lahan oleh vegetasi dan sifat biofisik
kimia tanah di dalam lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan penambangan pasir kuarsa. Data
ini digunakan sebagai data rona awal lingkungan dan sebagai data pendukung prakiraan
dampak.
Data penutupan lahan dapat diperoleh dari peta hasil penafsiran Citra Landsat atau dari
Peta RBI terbaru. Luas masing-masing kondisi tutupan lahan akan dihitung dengan sistem
digital (menggunakan perangkat lunak) atau dengan menggunakan planimeter. Untuk
mengetahui kondisi sesungguhnya di lapangan, maka jenis tutupan lahan hasil kajian dari peta
tersebut akan diperiksa di lapangan (ground check) dengan menggunakan metode purposive
sampling intensitas sekitar 1-2%. Alat yang diperlukan saat checking lapangan adalah peta hasil
penafsiran citra landsat dan RBI, Kompas, Meteran, GPS, dan Kamera.
Untuk mengetahui sifat fisik dan kimia tanah, maka akan dilakukan pengambilan
sampel tanah di lapangan. Sampel tanah yang diambil terdiri dari dua jenis, yaitu sampel tanah
utuh dan sampel tanah terganggu (tanah komposit). Pengambilan sampel tanah utuh dilakukan
secara vertikal dengan menggunakan alat (ring sampel) kedalam tanah dan digunakan untuk
mengetahui sifat fisik tanah. Dalam pengambilan contoh tanah utuh harus dihindari adanya
kerusakan (berlubang), batu, akar, rumput, daun dan sebagainya. Pengambilan sampel untuk
sifat fisik tanah dilakukan pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm.
Pengambilan contoh tanah terganggu (komposit) dilakukan dengan menggunakan bor
tanah atau membuat mini pit dengan menggunakan cangkul. Untuk mengetahui sifat kimia tanah
maka tanah hasil pengeboran tersebut dicampur secara merata sesuai dengan lapisannya dan
diambil kira-kira 1 kg untuk dianalisis di laboratorium.Pengambilan sampel sifat kimia tanah
dilakukan pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm. Koordinat lokasi pengambilan sample tanah
disajikan pada Tabel 3.7.
Analisis sifat fisik tanah, diambil contoh tanah utuh di dalam ring sampel untuk
mengetahui porositas, bobot isi dan permeabilitas) serta sampel tanah komposit untuk analisis
fraksi (tekstur tanah). Disamping itu sifat fisik tanah juga diamati langsung di lapangan, yaitu
meliputi struktur tanah dan konsistensi.
Analisis sifat kimia tanah dilakukan di laboratorium dari sampel tanah komposit.
Analisis laboratorium dilakukan untuk mengetahui kandungan hara esensial, makro dan mikro
yang diperlukan oleh tanaman (tingkat kesuburan tanah).
Tabel 3.6. Jenis dan Metode Pengumpulan Data untuk Mengetahui Produktivitas Lahan
Metode
Alat Yang
No Jenis Data Parameter Data Satuan Pengumpulan/ Analisis
Digunakan
Data
Penafsiran Peta dan Peta hasil penafsiran
Jenis Tutupan Checking lapangan citra landsat dan RBI,
-
Lahan Kompas, Meteran, GPS,
Kamera.
1. Penutupan
Pengukuran secara digital Perangkat computer,
Lahan Luas masing-
menggunakan perangkat Peta Hasil Penafsiran
masing Tutupan Ha
computer, atau planimetris Citra Landsat dan
Lahan
di atas peta. Planimeter.
Studi Pustaka, Pengukuran Peta Tanah, Perangkat
Jenis Tanah dan diatas Peta (Digitasi atau Komputer, Planimeter,
Ha, %
Penyebarannya Planimetris), dan Cangkul, Pisau, Bor
Pengamatan di lapangan. tanah.
Sifat Fisik Tanah : Studi Pustaka, pengamatan Bor tanah, cangkul, ring
tekstur, ruang pori (deskriptif profil), dan sampel, pisau, kantong
total, bobot isi, - pengambilan sampel tanah. plastik, buku warna
permeabilitas, air tanah.
tersedia.
Sifat Kimia Tanah : - Studi Pustaka, dan Bor tanah, cangkul,
2. Tanah
C-organik, N-Total, pengambilan sampel tanah. pisau, kantong plastik.
rasio C/N, pH, P2O5
- tersedia,
Kapasitas Tukar
Kation (KTK), K-
tersedia, Basa-basa
tersedia (Ca, Mg,
Na), Kejenuhan
Basa (KB), Al-Hdd,
Al3+, H+.
2) Analisis Data
Sampel tanah yang diambil dari lapangan baik sampel tanah utuh maupun sampel tanah
terganggu (komposit) selanjutnya dianalisis di laboratorium yang terakreditasi. Jenis parameter
fisik-kimia tanah dan metode analisis yang digunakan adalah seperti yang disajikan pada tabel
berikut.
Tabel 3.8. Metode Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
No Parameter Metode Analisis Alat
A. Sifat Fisik :
2) Analisis Data
Parameter kualitas air permukaan selanjutnya dianalisis menggunakan metode seperti
yang disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.10. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Kualitas Air Permukaan
Metode
No. Parameter Satuan Pengumpulan Alat
Analisis
Data
A. FISIKA
o
1. Temperatur C in situ Pemuaian Termometer
Timbangan analitik
Filtrasi dan
2. Zat padat terlarut mg/l sampling dan kertas saring
gravimetrik analitik
0,45m
Timbangan analitik
Filtrasi dan
3. Zat padat Tersuspensi mg/l sampling dan kertas saring
gravimetrik analitik
0,45m
B. KIMIA ANORGANIK
4. pH - in situ Potensiometrik pH meter
5. BOD mg/l sampling Winkler-Azide Buret
6. COD mg/l sampling Winkler-Azide Buret
7. DO mg/l sampling Winkler-Azide Buret
8. Total Fosfat (P) mg/l sampling AAS AAS
9. Nitrat (NO3-N) mg/l sampling AAS AAS
10. Arsen (As) mg/l sampling Spektrofotometrik Spektrofoto meter
11. Kobalt (Co) mg/l sampling AAS AAS
12. Barium (Ba) mg/l sampling AAS AAS
13. Boron (B) mg/l sampling AAS AAS
14. Selenium (Se) mg/l sampling AAS AAS
15. Kadmium (Cd) mg/l sampling AAS AAS
16. Kromium 6 (Cr6+) mg/l sampling AAS AAS
17. Tembaga (Cu) mg/l sampling AAS AAS
18. Besi (Fe) mg/l sampling AAS AAS
19. Timbal (Pb) mg/l sampling AAS AAS
20. Mangan (Mn) mg/l sampling AAS AAS
21. Seng (Zn) mg/l sampling AAS AAS
C KIMIA ORGANIK
22. Minyak dan Lemak mg/l sampling Ekstraksi/gravimetri Ekstraksi/gravimetri
f. Potensi Kebakaran
1) Pengumpulan Data
Untuk mengetahui potensi kebakaran lahan di wilayah studi maka diperlukan beberapa
data pendukung, seperti : fisiografi /topografi lahan/kelerengan, dan penutupan lahan.
Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan cara pengamatan dan pengukuran di lapangan
maupun kajian peta (data primer) serta dari dokumen ataupun studi pustaka yang tersedia pada
lokasi yang bersangkutan (data sekunder).
Tabel 3.11. Jenis dan Metode Pengumpulan Data untuk Mengetahui Potensi Kebakaran
Lahan
Metode
No Jenis Data Parameter Data Satuan Pengumpulan/ Alat Yang Digunakan
Analisis Data
1. Fisiografi Bentuk Lahan Pengamatan di Clinometer, Peta
Lahan - lapangan dan studi Topografi /Kelerengan,
pustaka Planimeter
Ketinggian Tempat Pengukuran di Peta Topografi,
m dpl lapangan dan studi Altimeter
pustaka
Kelas Lereng Studi pustaka dan Peta Topografi,
% pengukuran luas di Planimeter
atas peta
Panjang Lereng Pengukuran di atas Peta Topografi, Mistar
m
peta
Metode
No Jenis Data Parameter Data Satuan Pengumpulan/ Alat Yang Digunakan
Analisis Data
2. Penutupan Jenis Tutupan Lahan - Penafsiran Peta dan Peta hasil penafsiran
Lahan Checking lapangan citra landsat dan RBI,
Kompas, Meteran, GPS,
Kamera.
Luas masing-masing Ha Pengukuran secara Perangkat computer,
Tutupan Lahan digital menggunakan Peta Hasil Penafsiran
perangkat computer, Citra Landsat dan
atau planimetris di Planimeter.
atas peta.
3. Tipe Iklim Curah hujan mm/bulan, Data dari Laporan ATK dan Daftar Isian
mm/tahun BMKG, Tanjung
Jumlah hari hujan hh pandan
o
Suhu udara rata-rata C
Kelembaban Udara
%
Relatif (RH)
2) Analisis data
Gambaran/informasi potensi kebakaran lahan akan disajikan dalam bentuk peta
dan/atau tabel yang dideskripsikan secara kualitatif ataupun kuantitatif. Peta atau tabel tersebut
memuat informasi Indeks Bahan Bakar Halus (Fine Fuel Moisture Code / FFMC), Indeks
Kekeringan (Drought Code / DC) dan Indeks Cuaca Kebakaran (Fire Weather Index / FWI) di
dalam tapak rencana kegiatan.
Tabel 3.12. Klasifikasi Tingkat Bahaya FFMC Menurut BMKG
KELAS FFMC WARNA
Rendah 0 – 36 Biru
Sedang 36 – 69 Hijau
Tinggi 69 – 83 Kuning
Ekstrim >83 Merah
Gambar 3.1. Peta Sampling Lokasi Kegiatan PT. Bintang Delapan Enam
20 m
10 m
5m
2m Jalur Rintis
20 m
Koordinat Titik
No. Kode Jalur Deskripsi Jalur Pengamatan
X Y
2) Analisis Data
Pengamatan vegetasi dilakukan terhadap vegetasi pohon maupun tumbuhan bawah
(rumput, herba/terna, perdu/semak. Survey vegetasi di lokasi studi menggunakan kombinasi
antara metode garis berpetak dan metode jalur berpetak. Metode garis berpetak dilakukan
terhadap vegetasi pohon tingkat permudaan (semai – diameter batang < 20 cm) dan tumbuhan
bawah, sedangkan metode jalur berpetak dilakukan terhadap vegetasi tingkat pohon (diameter
batang > 20 cm).Untuk mengetahui struktur vegetasi, maka dalam analisa vegetasi akan dipilah
menurut tumbuhan bawah dan berbagai tingkat pertumbuhan pohon, yaitu mulai dari tingkat
semai (seedling), pancang (sapling), tiang (poles) dan pohon (trees). Parameter analisis
vegetasi yang dihitung secara matematis adalah sebagai berikut (Soerianegara
dan Indrawan, 1982) :
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan jenis = = batang/ha
Luas plot contoh
Indeks Keanekaragaman
= - ∑(pi.log2pi)
Jenis (H’)
INP jenis ke-i
dimana, pi = Jumlah INP seluruh jenis
Keterangan :
D = Diameter batang pohon setinggi dada atau setinggi 1,3 m dari permukaan tanah
(m).
T bc = Tinggi batang pohon bebas cabang (m).
jenis satwa di lokasi studi, karena aktivitas pengamatan vegetasi biasanya akan dapat
mengganggu kehadiran satwaliar yang umumnya sangat sensitive terhadap suara dan
keberadaan manusia. Selain itu pengamatan dan pencatatan jenis satwaliar yang ada juga
dilakukan di sekitar jalan yang tersedia ataupun pada tempat-tempat yang strategis yang diduga
sebagai daerah hunian ataupun daerah jelajah satwaliar.
Mengingat waktu yang tersedia relatif singkat, maka untuk efisiensi dalam pekerjaan di
lapangan digunakan kombinasi beberapa metoda untuk mendeteksi keberadaan satwaliar di
areal rencana usaha dan/atau kegiatan. Metode tersebut adalah :
Metode IPA
Metode IPA khusus digunakan untuk pengamatan dari kelas aves yang umumnya
mempunyai daya mobilitas tinggi dan sangat sensitif terhadap kehadiran manusia.
Prosedur metode ini adalah, sebagai berikut :
- Pada setiap kondisi habitat yang disensus dibuat plot contoh minimal sebanyak 10 plot;
- Plot contoh berbentuk lingkaran dengan luas 0,1 ha. Plot tersebut diletakkan di
sepanjang jalur pengamatan, dimana jarak antar titik pengamatan tidak tumpang
tindih.
- Pada setiap plot contoh dilakukan pengamatan selama 15 menit. Pengamatan spesies
dilakukan dengan cara pengamatan langsung, yaitu perjumpaan, dan cara tidak
langsung melalui analisa suara.
Metode Jalur
Metode ini digunakan untuk mengetahui kekayaan jenis, penyebaran dan kondisi habitat
dari kelas mamalia dan reptilia. Prosedur pengamatan dengan metode ini adalah :
- Pertama ditentukan lokasi unit contoh (virgin forest, hutan sekunder, semak belukar,
tegalan, tanah terbuka), arah dan titik awal jalur tersebut dapat berupa batas jalan /
sungai.
- Pengamatan dengan berjalan sepanjang jalur contoh yang telah ditentukan (minimal 1
km) dan mencatat spesies dan jumlah satwa yang dijumpai, serta tipe ekosistem
(kondisi habitat). Pengamatan dilakukan secara langsung (perjumpaan) dan tidak
langsung (analisa jejak, kotoran, bekas cakaran, sarang, sisa makanan, bulu, tanduk
dan sebagainya).
Metode Concentration Count
Metode concentration count merupakan suatu metode yang dipergunakan untuk
pengamatan satwaliar yang mempunyai perilaku tertentu di dalam suatu daerah/lokasi
tertentu. Metode ini digunakan untuk pengamatan dari kelas mamalia yang pada
umumnya mempunyai perilaku dan habitat khusus. Cara pengamatannya adalah mencari
daerah konsentrasi satwaliar, seperti tempat bersarang, tempat berkubang, tempat tidur
kelompok, tempat makan kelompok, dan lain sebagainya. Selanjutnya di daerah
konsentrasi dicatat kondisi satwaliar pada saat berkumpul.
Inventarisasi satwaliar sebagian besar (khususnya untuk burung) harus dibantu dengan
pengenalan terhadap suara, mengingat bahwa satwaliar sangat sulit untuk dilihat, namun
kehadirannya dapat diketahui melalui suaranya. Suara ataupun bunyi yang dikeluarkan oleh
satwaliar adalah termasuk kategori jejak satwaliar, selain jejak kaki, bekas cakaran dan
sebagainya.
Adapun lokasi pengamatan satwaliar ini adalah bersamaan dengan lokasi jalur
pengamatan vegetasi. Hal ini dilakukan untuk lebih mengefektifkan waktu pelaksanaan survey
lapangan. Waktu pengamatan dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari.
2) Analisis Data
a)Kualitas Habitat
Untuk menganalisis kualitas habitat secara kuantitatif dapat diketahui dari hasil analisis
vegetasi hutan dengan penjelasan secara deskriptif kualitatif terhadap parameter tutupan
vegetasi, sumber pakan, sumber air, keberadaan predator, dan lain-lain, sertaselanjutnya
dilakukan analisis kepustakaan.
b)Satwaliar
Untuk analisis data hasil pengamatan satwaliar akan dihitung dengan menggunakan
rumus-rumus sebagai berikut :
Indeks Nilai Penting Jenis
Hasil pengamatan jenis burung dengan metode IPA dinyatakan
dalam bentuk Indeks Nilai Penting Jenis yang merupakan penjumlahan dari
nilai Kelimpahan Relatif dan Nilai Frekuensi Relatif.
Kelimpahan suatu jenis
Kelimpahan Relatif (KR) = x 100 %
Kelimpahan Seluruh Jenis
Frekuensi suatu jenis
Frekuensi Relatif (FR) = x 100 %
Frekuensi seluruh jenis
Kekayaan jenis (species richness) (Pi)
ni
Pi =
N
Keterangan :
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu semua jenis
c. Biota Air
Lokasi pengambilan sampel biota air disesuaikan dengan lokasi pengambilan sampel
kualitas airpermukaan, yaitu ditetapkan pada stasiun pengambilan sampel kualitas air seperti
yang disajikan pada Tabel 3.9. Sedangkan penyebaran lokasi pengambilan sampel biota air
dapat dilihat pada Gambar 3.1.
1) Pengumpulan Data
a) Plankton
Pengambilan data primer terhadap plankton dilaksanakan dengan pengamatan,
pengambilan sampel secara langsung di lapangan dan selanjutnya dibawa ke laboratorium
untuk diidentifikasi. Sampel plankton diambil dengan menggunakan Plankton Net No. 25
pada lokasi/titik pengambilan sampel yang telah ditetapkan secara komposit. Volume air
yang disaring menggunakan plankton net adalah sebanyak 50 liter sehingga diperoleh 30
ml air tersaring. Air yang tersaring tersebut dimasukkan ke dalam botol dan diberi
pengawet lugol 1 m/100 cc air contoh, kemudian diberi label dan dibawa ke laboratorium
untuk diidentifikasi menggunakan mikroskop.
b) Benthos
Pengambilan sampel dilakukan secara langsung di lapangan dan selanjutnya
dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Pengambilan sampel benthos dilakukan
dengan menggunakan Eikman Grab yang berukuran 20 x 30 cm pada lokasi/titik
pengambilan sampel yang telah ditetapkan secara komposit. Setiap contoh substrat yang
diperoleh dari masing-masing titik pengambilan sampel dimasukkan ke dalam kantong
plastik dan ditambahkan pengawet berupa formalin 4% ± 1 ml/100 cc air contoh (4 tetes)
untuk kemudian diberi label dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
c) Nekton
Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan dan
wawancara untuk mendapatkan informasi dari masyarakat setempat. Pengumpulan data
sekunder dilakukan dari laporan dan studi literatur dari berbagai sumber dan instansi yang
terkait.
Pengambilan data biota perairan akan dilakukan pada 3 (tiga) stasiun pengambilan
sampel (lokasi sampling biota perairan sama dengan lokasi sampling kualitas air permukaan
dalam Tabel 3.9.).
Tabel 3.16. Parameter dan Metode Pengumpulan Data Biota Perairan
Alat yang
No. Jenis Biota Parameter Biota Satuan Metode Pengumpulan Data
Digunakan
Plankton Net,
Kelimpahan Ind/lt APHA
Plankton & Eijckman Grab
1.
Benthos
Keanekaragaman - Shannon-Wienner -
Keseragaman - Margalef -
2) Analisis Data
a) Kelimpahan Plankton
Komposisi jenis plankton ditentukan dengan cara analisis dan identifikasi yang
dilaksanakan di laboratorium, sedangkan perhitungan kelimpahan plankton berdasarkan
metode Microtransect (Lackey,1982), sebagai berikut:
1 OC VS 1
N n
p OP VP V
Keterangan:
N = Jumlah individu Plankton per liter, OP = Luas satu lapang pandang (mm2),
n = Jumlah individu Plankton hasil pengamatan, VS = Volume air contoh yang tersaring (ml),
p = Jumlah lapang pandang, VC= Volume air di bawah gelas penutup (ml),
OC = Luas gelas penutup (mm2), V = Volume air yang disaring.
b) Kelimpahan Benthos
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon
ni
Pi= (proporsi jenis ke-i)
N
ni= Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu seluruh jenis
Logaritma natural (ln) digunakan untuk komunitas biota yang mobile (aktif bergerak)
seperti nekton, memiliki kelimpahan relatif tinggi dan prefensi habitat tertentu, sedangkan
logaritma basis 2 (log2) digunakan untuk untuk biota habitat dasar karena merupakan biota sesil
alami seperti karang dan benthos yang keberadaannya mulai terancam sehingga faktor
probabilitasnya harus diperbesar. Kisaran Indeks keanekaragaman Shannon (Masson 1981
dalam Hadijah 2000) dikategorikan atas nilai-nilai sebagai berikut:
H’ < 3,322 = Keanekaragaman jenis rendah, tekanan ekologi sangat kuat,
3,322<H’<9,966 = Keanekaragaman jenis sedang, tekanan ekologi sedang,
H’ > 9,966 = Keanekaragaman jenis tinggi, terjadi keseimbangan ekosistem.
Indeks Keseragaman
Untuk mengetahui seberapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu tiap jenis biota
perairan (plankton dan benthos) digunakan indeks keseragaman, yaitu dengan cara
membandingkan indeks keanekaragaman dengan nilai maksimumnya, dengan rumus :
H'
e=
H' max
Keterangan:
e = Indeks keseragaman,
H’ = Indeks keanekaragaman,
H’maks = Indeks keanekaragaman maksimum = log2 S,
log2 S = 3,3219 log S (dimana S = jumlah jenis).
Indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Bila indeks keseragaman kurang dari 0,4 maka
ekosistem tersebut berada dalam kondisi tertekan dan mempunyai keseragaman rendah. Jika
indeks keseragaman antara 0,4 sampai 0,6 maka ekosistem tersebut pada kondisi kurang stabil
dan mempunyai keseragaman sedang. Jika indeks keseragaman lebih dari 0,6 maka ekosistem
tersebut dalam kondisi stabil dan mempunyai keseragaman tinggi.
Indeks Dominansi
Untuk menggambarkan jenis biota perairan yang paling banyak ditemukan, dapat
diketahui dengan menghitung nilai dominasinya. Dominasi dapat dinyatakan dalam Indeks
Dominasi Simpson (Brower et al., 1998).
2
ni
s
D=
i 1 N
Keterangan:
D = Indeks dominasi Simpson,
ni = Jumlah individu jenis ke-i,
N = Jumlah total individu seluruh jenis.
Nilai indeks dominansi plankton ataupun benthos berkisar antara 0 - 1. Semakin besar
nilai indeks semakin besar kecenderungan salah satu spesies yang mendominasi populasi.
Kualitas lingkungan dan tingkat pencemaran di dalam suatu perairan dapat dinilai berdasarkan
nilai indeks keanekaragaman Shannon (H’) serta indeks keseragaman (e) dan indeks dominansi
Simpson (D) sebagaimana disajikan pada Tabel 3.16. hingga Tabel 3.19.
Tabel 3.17. Kriteria Penilaian Kualitas Lingkungan Perairan Berdasarkan Nilai Indeks
Keanekaragaman Jenis
Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis, H’ Kriteria Indeks Keanekaragaman Kriteria Kualitas
(Indeks Shannon-Wiener) Jenis*) Lingkungan Perairan
> 3,0 Sangat tinggi Baik sekali
2,0 < H < 3,0 Tinggi Baik
1,5 < H’ < 2,0 Sedang Sedang
1,0 < H’ < 1,5 Rendah Agak buruk
H’<1,0 Sangat rendah Buruk
Keterangan : *) Menurut Lee et al ., (1978) dalam Arisandi (1999).
Tabel 3.18. Kriteria Penilaian Kualitas Lingkungan Perairan Berdasarkan Nilai Indeks
Keseragaman Jenis
Indeks Keseragaman Jenis
Kondisi Struktur Komunitas Kategori
Plankton/Benthos
> 0,81 Sangat Merata Sangat Baik
Tabel 3.20. Kriteria Penilaian Kualitas Lingkungan Perairan Berdasarkan Nilai Indeks
Dominansi
Indeks Dominansi Jenis
Kategori Keterangan
Plankton/Benthos
Indeks Dominansi Semakin
Mendekati 0 Dominansi oleh satu jenis
Rendah
Indeks Dominansi Semakin
Mendekati 1 Dominansi oleh beberapa jenis
Tinggi
c) Nekton
Analisis data nekton adalah berupa indentifikasi jenis yang diperoleh dari hasil
pengamatan dan informasi masyarakat serta dokumentasi data sekunder. Identifikasi
dilaksanakan dengan menggunakan kunci determinasi untuk mengetahui jenis. Selanjutnya
dilakukan perkiraan kelimpahan jenis di lokasi studi (bersama masyarakat setempat) untuk
dapat menentukan jenis yang dominan dan mengetahui keberadaan nekton yang dilindungi
dan/atau yang menjadi ciri khas daerah yang hidup di lokasi studi.
3. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya
Pengumpulan data sosial, ekonomi dan budaya dilakukan dengan menghimpun data
primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui serangkaian wawancara,
Focus Group Discussion (FGD), dan menyebarkan angket terhadap masyarakat sekitar lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan (masyarakat Desa Batu Penyu) yang diperkirakan akan terkena
dampak. Data sekunder dihimpun dari beberapa instansi terkait, mulai dari tingkat desa hingga
kecamatan, yang mencakup aspek demografi, sektor usaha, fasilitas sosial dan ekonomi serta
aspek pengembangan wilayah disesuaikan dengan jenis dampak penting hipotetik yang akan
dikaji.
Wilayah studi komponen sosial, ekonomi dan budaya ditetapkan pada wilayah
pemukiman penduduk di Desa Batu Penyu. Pemukiman penduduk di wilayah studi tersebut
ditetapkan sebagai lokasi pengambilan data/sampel secara purposive sebagai primary sampling
unit. Dasar pertimbangan untuk mengambil pusat pemukiman tersebut adalah lokasi yang paling
dekat dan paling terkait secara langsung dengan lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
penambangan pasir kuarsa PT. Bintang Delapan Enam. Untuk menentukan jumlah responden
ditetapkan berdasarkan rumus Slovin (Dalam Gasperz, Vincent.1991. Teknik Penarikan Contoh
untuk Penelitian Survei) sebagai berikut:
N
n =
(N x d2)+ 1
Keterangan:
KA – Penambangan Pasir Kuarsa III-24
ANDAL
PT. Bintang Delapan Enam Metode Studi
Dengan memperhitungkan jumlah rumah tangga di Desa Batu Penyu sebanyak 1.604
KK, maka jumlah responden ditetapkan yaitu sebanyak 94 responden.
a. Kesempatan Kerja dan Berusaha
1) Pengumpulan Data
Pengumpulan data sekunder untuk kesempatan kerja dan berusaha akan dilakukan dengan
mengkaji monografi Desa Batu Penyu. Data demografi penduduk di wilayah studi yang
menunjukkan tingkat jumlah penduduk yang siap kerja (memasuki usia produktif, antara 15
tahun – 59 tahun) dengan jumlah penduduk yang telah memiliki pekerjaan serta tingkat
pengangguran yang terjadi di Desa studi, jenis mata pencaharian penduduk, serta jenis usaha
mandiri yang dilakukan penduduk di wilayah studi. Untuk melengkapi data sekunder tersebut
akan dilakukan pula wawancara langsung terhadap penduduk setempat terutama tentang
alternative pekerjaan dan usaha yang sering dilakukan oleh penduduk.
2) Analisis Data
Untuk menganalisa data sekunder maupun data primer yang berhasil dikumpulkan
maka dilakukan perhitungan matematis sebagai berikut :
Angka Pertumbuhan Penduduk (r)
Keterangan :
Pt = Jumlah penduduk pada tahun ke-t (jiwa)
Po = Jumlah penduduk pada tahun ke-o (jiwa)
n = Lamanya waktu antara po dan pt (tahun)
k = Konstanta (100)
Keterangan :
P0 –15 = Jumlah penduduk usia 0-15 tahun,
P60+ = Jumlah penduduk usia lebih 60tahun,
P16-60 = Jumlah penduduk usia 16-60 tahun,
k = Konstanta (100).
Kesempatan Kerja
Untuk mengetahui kesempatan kerja dan peluang berusaha dapat dihitung dengan
menggunakan rumus matematis sebagai berikut :
JLK
KK 100
TP
Keterangan :
TPAK = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%),
P Pekerja = Jumlah penduduk yang bekerja,
PSiap Kerja = Jumlah penduduk usia siap bekerja ( > 15 Tahun),
K = Konstanta (100%).
b. Perekonomian Lokal
2) Analisis Data
Data yang diperoleh diantaranya dapat dianalisis melalui perhitungan matematis sebagai
berikut :
Keterangan :
BP = Tingkat Beban Pekerja (%),
P KK = Jumlah kepala keluarga,
PTotal = Jumlah total penduduk,
K = Konstanta (100%).
Y =C+S
Keterangan :
Y = Total Pendapatan/Penerimaan,
C = Konsumsi,
S = Tabungan.
Keterangan :
P = pendapatan perkapita per tahun,
Y = pendapatan total keluarga (Rp/tahun),
A = jumlah tanggungan keluarga.
Y=
Keterangan :
Y = Pendapatan perkapita pertahun,
Y = Total pendapatan (Rp/tahun),
A = Jumlah tanggungan keluarga (jiwa atau kapita).
c. Persepsi dan Sikap Masyarakat
1) Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data persepsi dan sikap masyarakat maka di dalam pelaksanaan
wawancara dan angket terhadap responden diantaranya juga dihimpun data pendapat dan
tanggapan masyarakat tentang kehadiran rencana kegiatan maupun pengetahuannya tentang
lingkungan hidup. Data tersebut akan sangat bermanfaat dalam rangka mengetahui persepsi dan
sikap masyarakat terhadap rencana usaha/kegiatan perusahaan, apakah bersifat positif atau
sebaliknya.
2) Analisis Data
Analisis data untuk parameter persepsi dan sikap masyarakat pada prinsipnya bertujuan
untuk mengetahui persentase jumlah masyarakat yang setuju ataupun tidak setuju terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan berlangsung di wilayah mereka. Rumus perhitungan
matematis yang akan digunakan adalah :
Persepsi dan sikap kerjasama atau asosiatif masyarakat terhadap rencana usaha
dan/atau kegiatan :
MA
PSA = x 100%
MTot
Keterangan :
PSA = Persepsi dan sikap kerjasama atau asosiatif (menerima), (%),
M A = Jumlah responden yang menerima kehadiran rencana usaha dan/atau kegiatan
(Orang),
M Tot = Jumlah total responden (Orang).
Persepsi dan sikap kontravensi atau disosiatif masyarakat terhadap rencana usaha
dan /atau kegiatan :
MD
PS D = x 100%
M Tot
Keterangan :
PSD = Persepsi dan sikap kontravensi/disosiatif (menolak), (%),
M TL = Jumlah responden yang menolak kehadiran rencana usaha dan/atau kegiatan
(Orang),
M Tot = Jumlah total responden (Orang).
d. Konflik Kepentingan Lahan
1) Pengumpulan Data
NA
KKLA = x 100%
NTot
Keterangan :
KKLA = Persepsi positif atau asosiatif (menerima), (%),
ND
KKL D = x 100%
N Tot
Keterangan :
KKLD = Persepsi negatif atau disosiatif (menolak), (%),
ND = Jumlah responden yang menolak kehadiran rencana usaha dan/atau kegiatan
(Orang),
N Tot = Jumlah total responden (Orang).
4. Komponen Lingkungan Kesehatan
a. Kesehatan Masyarakat
Dampak potensial berupa gangguan kesehatan masyarakat merupakan dampak lanjutan
dari menurunnya kualitas air permukaan yang cukup drastis dimana air permukaan yang terkena
dampak tersebut digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan MCK. Selain itu gangguan
kesehatan masyarakat dapat diakibatkan pula oleh adanya bekas galian tambang yang berupa
kolong-kolong air yang merupakan tempat berkembangbiak vektor penyakit seperti nyamuk.
1) Pengumpulan Data
Jenis data kesehatan yang akan dikumpulkan adalah berupa insidensi dan prevalensi
penyakit, sanitasi lingkungan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, insidensi kecelakaan kerja,
dan data lainnya yang relevan dengan mutu kesehatan masyarakat di wilayah studi.
Pengumpulan data sekunder dapat diperoleh dari studi pustaka Dokumen Profil Desa, Laporan
BPS, dan Dokumen Laporan Puskesmas setempat. Sedangkan data primer dapat diperoleh dari
hasil pengamatan/survey di lapangan dan wawancara ataupun angket terhadap responden
bersamaan dengan pengambilan data sosekbud.
Tabel 3.21. Jenis Parameter dan Metode Pengumpulan Data Kesehatan Masyarakat
Metode Alat Yang
No Parameter Jenis Data Satuan
Pengumpulan Digunakan
Insidensi dan Jenis penyakit Dokumen/Laporan
Jenis, Studi pustaka dan
1. prevalensi Jumlah kasus yang relevan,
Kasus Wawancara
penyakit penyakit Daftar isian
Ketersediaan sumber
air bersih
Studi pustaka, Dokumen/Laporan
Sanitasi Ketersediaan tempat
2. Unit Pengamatan dan yang relevan,
lingkungan MCK
Wawancara Daftar isian
Pengelolaan limbah
rumah tangga
Studi pustaka, Dokumen/Laporan
Fasilitas Peralatan
3. Unit Pengamatan dan yang relevan,
Kesehatan (P3K) Sarana-prasarana
Wawancara Daftar isian
Studi pustaka, Dokumen/Laporan
Spesifikasi dan
4. Tenaga kesehatan Orang Pengamatan dan yang relevan,
jumlah tenaga medis
Wawancara Daftar isian
2) Analisa Data
Analisis data kesehatan masyarakat terdiri analisis rasio prevalensi, analisis insidensi
dan analisis tingkat pelayanan kesehatan masyarakat, masing-masing diuraikan sebagai berikut:
Untuk mengetahui pola buang air besar oleh masyarakat di kelurahan studi dipergunakan
rumus matematik sebagai berikut :
Sarana untuk Buang Air Besar Masyarakat X 100 %
Jumlah Seluruh Rumah Tangga
Untuk mengetahui pola pengelolaan limbah rumah tangga di desa studi dipergunakan
rumus matematik sebagai berikut :
X 100 %
Sarana Pembuangan Limbah Rumah Tangga
Jumlah Seluruh Rumah Tangga
Keterangan :
Cj = Konsentrasi parameter j,
Qj = Kecepatan emisi parameter j,
U = Kecepatan angin sejajar sumbu x,
W = Lebar box model tegak lurus arah angin,
D = Tinggi box model tegak lurus arah angin.
b)Peningkatan Laju Aliran Permukaan (Run Off) dan Sedimentasi
(1) Laju Aliran Permukaan (Run Off)
Besarnya (magnitude) dampak terhadap peningkatan laju aliran permukaan
(run off) disebabkan oleh terjadinya perubahan penutupan lahan oleh vegetasi (menjadi
terbuka) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
AQ = (C-Cp) I.A. m3/hari hujan
Keterangan :
AQ = Perubahan laju/debit air larian (m3/hari/hujan),
C = Koefisien air larian sebelum ada kegiatan (dipengaruhi oleh jenis tutupan
lahan),
Cp = Koefisien air larian setelah ada kegiatan (menjadi terbuka),
I = Intensitas hujan (mm/hari-jam),
A = Luas daerah studi (m2).
(2) Erosi dan Sedimentasi
Prakiraan besaran dampak laju erosi tanah akibat kegiatan penyiapan lahan dan
rangkaian penambangan pasir kuarsa ditunjukkan oleh peningkatan laju erosi yang
ditimbulkan akibat perubahan nilai faktor K, LS, dan CP selama tahap operasional
penambangan. Besaran dampak erosi tanah dihitung berdasarkan selisih antara
besarnya laju erosi pada tahap operasional dengan besarnya laju erosi pada rona
lingkungan hidup awal. Besarnya dampak erosi tanah dapat dirumuskan:
∆ A = A Konstruksi dan Operasional – A Rona Lingkungan Hidup Awal
Keterangan :
∆A = Peningkatan laju erosi tanah (besarnya dampak erosi
tanah), (ton/ha).
A konstruksi dan operasional = Besarnya laju erosi tanah pada tahap konstruksi dan
operasional (ton/ha).
A rona awal = Besarnya laju erosi tanah pada saat rona awal (ton/ha).
Prakiraan besarnya peningkatan sedimentasi pada dasar perairan sungai dapat
dihitung dengan rumus :
(A x L)
S = 0,53 X
(Qp + ∆Q)
Keterangan:
S = peningkatan sedimentasi (g/m3),
A = laju erosi (ton/ha/tahun),
L = luas lahan tererosi (ha),
Qp = debit sungai (liter/detik),
Keterangan :
B = Beban pencemaran,
Bdp = Beban pencemaran dengan proyek,
Bptp = Beban pencemaran tanpa proyek,
i = Jenis sumber dampak.
Kandungan bahan pencemar di badan air (sungai) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut (asumsi air dan limbah tercampur merata) :
n n
Qs x Cs (Cw)i x (Cw)i
i =1 i=1
C =
n
Qs + (Qw) i
i=1
Keterangan :
C = kadar bahan pencemar dalam sungai di outlet tapak proyek (mg/l),
Qs = debit sungai (m3/det),
Cs = kadar bahan pencemar dalam sungai di inlet tapak proyek (mg/l),
Qw = debit aliran limbah (m3/det),
CW = kadar bahan pencemar dalam air limbah (mg/l),
i = jenis sumber dampak.
Cp = Cdp – Ctp
Keterangan :
Cp = Kadar bahan pencemar (mg/l),
Cdp = Kadar bahan pencemar dengan adanya proyek,
Ctp = Kadar bahan pencemar tanpa proyek.
Untuk mengetahui beban pencemaran maksimum yang terjadi pada suatu
perairan dapat dihitung dengan rumus :
BPM = (CM)j x DM x f
Keterangan :
BPM = Beban pencemaran maksimum, (kg/satuan produk),
(CM)j = Kadar maksimum unsur pencemaran j, (mg/l),
DM = Debit maksimum (m3/hari),
f = Faktor konversi.
Sedangkan untuk menghitung beban pencemaran sebenarnya di dalam sungai
dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
BPA = (CA)j x DA x f
Keterangan :
BPA = Beban pencemaran sebenarnya, kg produksi/ton
(CA)j = Kadar sebenarnya unsur pencemaran j, mg/lt
DA = Debit limbah cair sebenarnya (m3/hari)
L GT
Δ BA = X 100%
L IUP
Keterangan :
Δ BA = Besar perubahan bentang alam (%)
L GT = Luas galian bahan tambang (Ha)
L IUP = Luas Izin Usaha Pertambangan (Ha)
Dalam menentukan besaran dampak perubahan bentang lahan dapat juga
dilakukan melalui model simulasi visual dan peta dengan membuat alternatif-alternatif,
singulasi-singulasi atau dengan cara melakukan overlay peta-peta seperti peta topografi,
dan peta kelerengan.
e)Penurunan Produktivitas Lahan
Untuk mengetahui perubahan produktivitas lahan akibat adanya rencana usaha
dan/atau kegiatan penambangan pasir kuarsa, akan dihitung dengan menggunakan
rumus :
Δ FT = FTdp – FTtp
Keterangan :
Δ FT = Perubahan kualitas sifat fisika tanah setelah adanya rencana kegiatan,
FT dp = Nilai parameter sifat fisika tanah pada lapisan subsoil,
FT tp = Nilai parameter sifat fisika tanah pada lapisan topsoil.
Δ KT = KTdp – KTtp
Keterangan :
KT = Perubahan kualitas sifat kimia tanah setelah adanya rencana kegiatan,
KT dp = Nilai parameter sifat kimia tanah pada lapisan subsoil,
KT tp = Nilai parameter sifat kimia tanah pada lapisan topsoil.
ditimbulkan akibat perubahan nilai Indek Bahan Bakar Halus (FFMC), Indek
Kekeringan (DC), dan Indek Cuaca Kebakaran (FWI) selama tahap operasional
penambangan. Besaran dampak potensi kebakaran lahan dihitung berdasarkan selisih
antara besarnya FFMC, DC, dan FWI pada tahap operasional dengan besarnya FFMC,
DC, dan FWI pada rona lingkungan hidup awal. Besarnya dampak potensi kebakaran
lahan dapat dirumuskan:
∆ FFMC = FFMC Operasional – FFMC Rona Lingkungan Hidup Awal
Keterangan:
∆ FFMC = Perubahan Indek Bahan Bakar Halus
FFMC Operasional = besarnya Indek Bahan Bakar Halus pada tahap operasional
FFMC Rona Awal = besarnya Indek Bahan Bakar Halus pada saat rona awal
∆ DC = DCOperasional – DCRona Lingkungan Hidup Awal
Keterangan:
∆ DC = Perubahan Indek Kekeringan
DCOperasional = besarnya Indek Kekeringan pada tahap operasional
DCRona Awal = besarnya Indek Kekeringan pada saat rona awal
∆ FWI = FWIOperasional – FWIRona Lingkungan Hidup Awal
Keterangan:
∆ FWI = Perubahan Indek Cuaca Kebakaran
FWIOperasional = besarnya Indek Cuaca Kebakaran pada tahap operasional
FWIRona Awal = besarnya Indek Cuaca Kebakaran pada saat rona awal
2)Metode Non-Formal
Ketika data kuantitatif yang bersifat spesifik lokasi tidak tersedia untuk keperluan
prakiraan besaran dampak secara formal, maka dalam studi AMDAL ini akan dilakukan
prakiraan besaran dampak secara non-formal. Metode yang akan digunakan adalah :
a)Analogi
Dalam model ini, prakiraan besaran dampak rencana usaha dan/atau kegiatan
penambangan pasir kuarsa ditempuh melalui analogi atas fenomena aktivitas/jenis
kegiatan yang serupa di lokasi lain. Dengan catatan bahwa kondisi lingkungan dari
aktivitas serupa mempunyai kemiripan dengan kondisi lingkungan proyek. Pendekatan
ini dapat digunakan dalam rangka prakiraan besaran dampak terutama untuk komponen
sosekbud dan kesmas.
b)Penilaian Para Ahli
Dikatagorikan penting (P) apabila dampak yang diprakirakan terjadi tidak dapat
pulih kembali (tidak berbalik) seperti kondisi semula, baik dipulihkan kembali
oleh alam maupun dengan intervensi manusia.
7)Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi .
Berdasarkan kriteria penting dampak diatas maka dibuat penggolongan sifat
kepentingan dampak yang akan terjadi pada akibat rencana usaha dan/atau kegiatan
penambangan pasir kuarsa sebagaimana disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.24. Kriteria Sifat Penting Dampak
No. Bobot Dampak Kriteria
1. TIDAK PENTING ▪Jika ke 7 (tujuh) kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting
adalah bersifat Tidak Penting, atau
▪Jika hanya 1 (satu) dari 7 (tujuh) kriteria selain Jumlah Manusia
Yang Terkena Dampak bersifat Penting.
2. PENTING ▪Jika ≥ 1 (satu) dari 7 (tujuh) kriteria Jumlah Manusia Yang
Terkena Dampak bersifat Penting.
Baku Mutu *)
No Parameter Satuan
II. Kimia
4. pH - 6–9
5. BOD5 mg/l 2 3 6 12
6. COD mg/l 10 25 50 100
7. Oksigen terlarut (DO) mg/l 6 4 3 0
8. Total Fosfat (P) mg/l 0,2 0,2 1 5
9. Nitrat (NO3-N) mg/l 0,06 0,06 0,06 -
10. Arsen (As) mg/l 0,05 1 1 1
11. Kobalt (Co) mg/l 0,2 0,2 0,2 0,2
12. Barium (Ba) mg/l 1 - - -
13. Boron (B) mg/l 1 1 1 1
14. Selenium (Se) mg/l 0,01 0,05 0,05 0,05
15. Kadmium (Cd) mg/l 0,01 0,01 0,01 0,01
16. Kromium 6 (Cr6+) mg/l 0,05 0,05 0,05 1
17. Tembaga (Cu) mg/l 0,02 0,02 0,02 0,2
18. Besi terlarut (Fe) mg/l 0,3 - - -
19. Timbal (Pb) mg/l 0,03 0,03 0,03 1
20. Mangan terlarut (Mn) mg/l 0,1 - - -
21. Seng (Zn) mg/l 0,05 0,05 0,05 2
22. Minyak dan Lemak mg/l 1,0 1,0 1,0 1,0
Keterangan : *) = Mengacu pada Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
c. Pertimbangan Ilmiah
Beberapa penilaian kepentingan dampak dapat diukur dengan berdasarkan pada
pertimbangan ilmiah, seperti:
- Kriteria tingkat kualitas tanah yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, Bogor (1995).
C. METODE EVALUASI DAMPAK PENTING
Evaluasi dampak penting adalah telaahan secara totalitas terhadap berbagai dampak
penting sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling pengaruh-mempengaruhi, sehingga
dapat diketahui sejauh mana perimbangan dampak penting yang bersifat positif dengan yang
bersifat negatif. Metode yang akan digunakan untuk mengevaluasi arah dan kecenderungan
seluruh dampak-dampak penting dari usaha/kegiatan penambangan pasir kuarsa PT. Bintang
Delapan Enam adalah metode kombinasi checklist dan matriks. Pemilihan metode kombinasi
tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa evaluasi dampak penting harus bersifat fleksibel
dan mampu mengakomodir keragaman jenis data dan satuan komponen lingkungan yang
dievaluasi.
Metode evaluasi checklist yang dipilih adalah sebagaimana diperkenalkan Battelle dan
Columbus, yaitu metode checklist penskalaan dan pembobotan dengan menyusun indeks
kualitas lingkungan (EQI, Environmental Quality Index). Berdasarkan metode ini, terhadap
setiap parameter lingkungan dari hasil prakiraan dampak, baik dengan adanya proyek maupun
tanpa proyek, kemudian ditentukan indeks kualitas lingkungannya. Indeks kualitas lingkungan
tersebut dibuat dalam nilai rentang antara 0 – 100%, sedangkan nilai bobotnya dalam bentuk
PIU (Parameter Importance Unit) yang rentangannya antara 0,0-1,0. Melalui penyusunan indeks
kualitas lingkungan ini maka diharapkan setiap jenis dampak penting akan memiliki suatu nilai
satuan yang relatif sama sehingga operasi matematis dapat dilakukan.
Nilai indeks kualitas lingkungan (EQI) yang diperoleh tersebut diatas kemudian
dimasukkan kedalam sebuah matriks (matriks analisis pengelolaan kualitas lingkungan, matriks
APKL) untuk mengevaluasi arah dan kecenderungan seluruh dampak-dampak penting.
PrioritasSelisih Skala
Nilai Maksimum
Dalam Prosen
Dalam Prosen
Dalam Skala
Dalam Skala
Jumlah 1-15
Dampak Penting
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Keterangan
5 10
Mobilisasi Tenaga Kerja Pencucian Hasil Tambang 15. Penutupan Tambang
. .
g. Rencana usaha dan/atau kegiatan penambangan pasir kuarsa tidak akan mempengaruhi
dan/atau mengganggu entitas ekologis yang merupakan :
1) entitas dan/atau spesies kunci (key species);
2) memiliki nilai penting secara ekologis (ecological importance);
3) memiliki nilai penting secara ekonomi (economic importance);dan/atau
4) memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific importance).
h. Rencana usaha dan/atau kegiatan penambangan pasir kuarsa tidak menimbulkan gangguan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang telah berada di sekitar rencana lokasi usaha
dan/atau kegiatan.
i. Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dari lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung dan daya
tampung lingkungan dimaksud.