Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengidap penyakit mental terus mengalami peningkatan pada setiap tahunnya,
penyakit mental disebabkan oleh banyak faktor, yang dapat mempengaruhi
perkembangan penyakit mental pada seseorang. Penyakit mental dapat terjadi pada
kalangan anak-anak hingga orang dewasa, dan yang membedakannya yaitu tingkat
keparahan penyakit dan faktor penyebabnya. Sehingga penyakit mental ini sulit
disembuhkan dalam waktu singkat.
Para ilmuan dalam bidang kesehatan dan psikologi mengungkapkan adanya
suatu penyakit mental/ kejiwaan yang disebut Bipolar Disorder. Dimana setiap orang
yang terindikasi penyakit Bipolar Disorder ini dapat terjadi tanpa memandang
gender, usia dan latar belakang yang mempengaruhinya. Gangguan Bipolar, sering
disebut dengan gangguan manik depresi, yaitu suatu gangguan mood yang
dikarakterisasikan oleh adanya fluktuasi mood yang ekstrim dari euforia menjadi
depresi berat, dan diperantarai oleh periode mood yang normal (eutimik). Gangguan
bipolar merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang penting, yang terjadi
hampir 2% - 4% dari populasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena seringnya
terjadi kekambuhan dan banyaknya dampak yang merugikan yang dapat disebabkan
olehnya, dimana gangguan bipolar mengakibatkan dampak yang berat untuk pasien,
keluarga, dan masyarakat.
Gangguan bipolar atau Manic-Depressive Illness (MDI) merupakan salah satu
gangguan jiwa tersering yang berat dan persisten. Gangguan bipolar ditandai oleh
suatu periode depresi yang dalam dan lama, serta dapat berubah menjadi suatu
periode yang meningkat secara cepat dan/atau dapat menimbulkan amarah yang
dikenal sebagai mania. Gejala-gejala mania meliputi kurangnya tidur, nada suara
tinggi, peningkatan libido, perilaku yang cenderung kacau tanpa mempertimbangkan
konsekuensinya, dan gangguan pikiran berat yang mungkin/tidak termasuk psikosis.
Di antara kedua periode tersebut, penderita gangguan bipolar memasuki periode yang
baik dan dapat hidup secara produktif. Gangguan bipolar merupakan suatu gangguan
yang lama dan jangka panjang. Gangguan bipolar mendasari satu spektrum kutub dari
gangguan mood/suasana perasaan meliputi Bipolar I (BP I), Bipolar II (BP II),
Siklotimia (periode manic dan depresif yang bergantian/naik-turun), dan depresi yang
hebat.
Faktor genetik berkontribusi substansial untuk kemungkinan mengembangkan
bipolar disorder, dan faktor lingkungan juga ikut mendukung. Bipolar disorder sering
dirawat dengan mood stabilisator obat, dan kadang-kadang obat psikiatris lainnya.
Kejiwaan juga memiliki peran, sering bila ada beberapa pemulihan stabilitas. Dalam
kasus di mana ada risiko untuk menyakiti diri atau in voluntary komitmen lain yang
dapat digunakan kasus ini, umumnya melibatkan parah manic episode dengan
perilaku berbahaya atau depressive episode dengan suicidal ideation. Ada masalah
dengan meluas stigma sosial, stereotip dan prasangka terhadap individu dengan
diagnosis of bipolar disorder.
Gangguan Bipolar mengakibatkan gangguan pada fungsi otak yang
menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir.
Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik
dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.
Mengingat pentingnya pengetahuan yang lebih mendalam tentang Bipolar disorder,
penulis tertarik untuk membuat makalah yang membahas tentang Bipolar Disorder.
Agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang Bipolar Disorder bagi pembaca.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang dimaksud dengan bipolar disorder?
2. Bagaimana faktor resiko bipolar disolder?
3. Bagaimana pengobatan yang diberikan pada seseorang yang terkena penyakit
bipolar disolder?
4. Bagaimana pencegahan penyakit bipolar disolder?
1.3 Tujuan
1. Untuk meningkatkan pemahaman tentang bipolar disolder.
2. Untuk mengetahui penanganan dan faktor resiko terjadinya penyakit bipolar
disorder.
3. Untuk mengetahui pengobatan penyakit bipolar disolder.
4. Untuk mengetahui pencegahan dari penyakit bipolar disolder.
1.4 Manfaat
1. Dapat meningkatkan pemahaman tentang penyakit bipolar disolder.
2. Dapat mengetahui penanganan dan faktor resiko terjadinya penyakit bipolar
disolder.
3. Dapat mengetahui pengobatan penyakit bipolar disolder.
4. Dapat mengetahui pencegahan dari penyakit bipolar disolder.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Gangguan Bipolar, yang sering disebut dengan gangguan manik depresi, adalah
suatu gangguan mood yang dikarakterisasikan oleh adanya fluktuasi mood yang
ekstrim dari euforia menjadi depresi berat, dan diperantarai oleh periode mood yang
normal (eutimik). Gangguan bipolar atau Manic-Depressive Illness (MDI) merupakan
salah satu gangguan jiwa tersering yang berat dan persisten. Gangguan bipolar
ditandai oleh suatu periode depresi yang dalam dan lama, serta dapat berubah menjadi
suatu periode yang meningkat secara cepat dan/atau dapat menimbulkan amarah yang
dikenal sebagai mania. Gangguan Bipolar juga dikenal dengan gangguan manik
depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak
biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit
kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik
(bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.
Gangguan bipolar meliputi:
- Gangguan bipolar I: setidaknya satu episode manik, yang mungkin telah
didahului oleh dan dapat diikuti oleh episode depresi hipomanik atau mayor.
- Gangguan bipolar II: setidaknya satu episode hipomania dan satu episode
depresi mayor saat ini atau masa lalu.

Patofisiologi bipolar:
- Kondisi medis, pengobatan, dan perawatan yang dapat menyebabkan mania.
- Gangguan bipolar dipengaruhi oleh faktor perkembangan, genetik,
neurobiologis, dan psikologis. Mungkin beberapa lokus gen terlibat dalam
faktor keturunan.
- Stres lingkungan atau psikososial dan faktor imunologis berhubungan dengan
gangguan bipolar.
2.2 Faktor Resiko
1. Faktor Biologis
a. Faktor genetik
Penyebab gangguan bipolar sampai saat ini belum dapat diketahui dengan
pasti (Jiwo, 2012). Data keluarga menunjukkan bahwa apabila dari salah
satu orang tua memiliki gangguan mood, seorang anak akan memiliki
risiko antara 10 dan 25 persen mewarisi gangguan mood. Jika kedua orang
tua terkena bipolar, risiko ini berpengaruh besar terhadap anaknya (Kaplan
& Sadock’s, 2015)
b. Faktor Biokimia
Asetilkolin dan GABA juga diduga terlibat (Ahuja, 2011). Dua
neurotransmiter yang sering terlibat dalam patofisiologi gangguan mood
adalah norepinefrin dan serotonin (Kaplan & Sadock’s, 2015).
- Serotonin
Serotonin telah menjadi Neurotransmiter amina biogenik yang paling
sering dikaitkan dengan depresi, identifikasi beberapa subtipe serotonin dapat
meningkatkan mood (Kaplan & Sadock’s, 2015). Ketika neurotransmiter
serotonin ini dilepaskan ke sinaps, maka saat itulah pompa bekerja me-
reuptake beberapa neurotransmiter sebelum mencapai neuron postsinaptik.
Hasil studi sebelumnya menunjukkan bahwa gejala depresi pada riwayat
keluarga yang memiliki depresi. Model transmisi genetik penularan gangguan
bipolar (Kaplan & Sadock’s, 2015) disebabkan karena pengurangan triptofan,
dimana triptofan merupakan prekursor utama seretonin. Efek ini tidak diamati
di antara orang-orang yang tidak memiliki riwayat depresi pribadi atau
keluarga. Kelainan bipolar sangat sering dikaitkan dengan berkurangnya
sensitivitas reseptor serotonin (Kring et al., 2012). Alur metabolisme 5-HT
melibatkan deliminasi oksidarif oleh MAO, kemudian aldehid dirubah
menjadi asam 5-hidroksiindol asetat (5-HIAA) oleh aldehid dehidrogenase
(Brunton, 2011).
Dengan efek yang sangat besar reuptake serotonin selectif inhibitor
(SSRI) telah dilakukan pada pengobatan depresi, serotonin telah menjadi
neurotransmiter aminogen biogenik yang terkenal dikaitkan dengan depresi.
Identifikasi beberapa subtipe serotonin juga meningkatkan kegembiraan
dalam grup riset tentang pengembangan pengobatan depresi yang lebih
spesifik. Selain itu SSRI dan antidepresan serotonergik lainnya efektif dalam
pengobatan depresi, data lain menunjukkan bahwa serotonin terlibat dalam
patofisiologi depresi. Penipisan serotonin dapat memicu depresi, dan beberapa
pasien dengan kecenderungan bunuh diri memiliki concentration
serebrospinal fluid (CSF) serotonin metabolit rendah dan konsentrasi
serotonin yang rendah dalam trombositnya (Kaplan & Sadock’s, 2015).
- Dopamin
Data menunjukkan bahwa aktivitas dopamin dapat dikurangi dalam
depresi dan meningkat pada mania (Kaplan & Sadock’s, 2015).
Dopamin disekresikan oleh neuron-neuron yang berasal dari substansia nigra,
neuron-neuron ini terutama berakhir pada regio striata ganglia basalis
(Guyton,1997). Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tirosin,
amfetamin, dan bupropion (Wellbutrin), mengurangi gejala depresi. Dua teori
baru tentang dopamin dan depresi adalah bahwa jalur dopamin mesolimbik
mungkin tidak berfungsi dalam depresi dan reseptor dopamin D1 mungkin
hipoaktif dalam depresi (Kaplan & Sadock’s, 2015). Fungsi dopamin adalah
sebagai agen inhibisi. Dopamin bersifat inhibisi pada beberapa area tapi juga
eksitasi pada beberapa area (Guyton,1997). Pasien gangguan bipolar apabila
terjadi penurunan dopamin akan menyebabkan terjadinya 10 episode depresi,
sebaliknya peningkatan dari dopamin akan menyebabkan terjadinya episode
mania (Kaplan & Sadock’s, 2015).
- Norepinefrin
Otak mengandung sistem saraf yang terpisah. Otak menggunakan tiga
katekolamin berbeda yaitu dopamin, norepinefrin, dan epinefrine. Setiap
sistem secara anatomis berbeda dan melayani terpisah, peran fungsional
dalam bidang persarafan (Nestler et al., 2009). Derajat CSF dari metabolit
amina menunjukkan penurunan norepinefrin dan / atau fungsi 5-HT dalam
depresi (Ahuja, 2011). Kedua reseptor D1 dan D2 memodulasi pelepasan NE
dan epinepfrine (Brunton, 2011). Dalam beberapa kasus kesehatan, bahwa
pada orang depresi terjadi pengurangan jumlah neurotransmiter tertentu
(monoamina seperti norepinefrin) (Kate, 2017). Ada jumlah NE dalam jumlah
yang relatif besar hipotalamus dan di bagian tertentu dari sistem limbik,
seperti nukleus pusat amigdala dan dentate gyrus hippocampus (Nestler et al.,
2009).
Korelasi yang disarankan oleh studi ilmu dasar antara down regulation
atau penurunan sensitivitas reseptor β-adrenergik dan antidepresan klinis
mungkin merupakan bagian data yang paling menarik yang menunjukkan
peran langsung untuk sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti lain juga
menerapkan presinaptik 11 β2- reseptor dalam depresi karena aktivasi
reseptor ini menghasilkan penurunan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor
presinaptik β2 juga terletak pada serotonergik neuron yang berfungsi untuk
mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan. (Kaplan & Sadock’s, 2015).
- Gangguan Neurotransmiter lainnya
Tingkat kolin yang tidak normal, merupakan prekursor ACH, hasil
otopsi di otak beberapa orang pasien depresi telah ditemukan kolin. Obat
agonis kolinergik dan antagonis memiliki efek klinis yang berbeda pada
depresi dan mania. Agonis dapat menghasilkan kelesuan, anergia, dan
retardasi psikomotor dalam subyek sehat, dapat memperburuk gejala depresi,
dan dapat mengurangi gejala mania (Kaplan & Sadock’s, 2015).
Benzodiazepin menghasilkan efek dengan bekerja pada reseptor
benzodiazepine (GABAbenzodiazepine kompleks reseptor), dengan demikian
secara tidak langsung meningkatkan aksi GABA, penghambat utama
Neurotransmiter di otak manusia, atau dengan kata lain memperbaiki mood
kembali normal (Ahuja, 2011).
GABA ialah neurotransmiter penghambat yang sering disebut sebagai
"substansi valium alam". Apabila GABA berada di luar jangkauan (nilai
ekskresi tinggi atau rendah), artinya bahwa neurotransmiter rangsang terlalu
sering mengacau otak. GABA akan dikirim untuk mencoba menyeimbangkan
mood kembali (Ayano, 2016). GABA (gamma aminobutyric acid) adalah
Neurotransmiter penghambat utama pada SSP dan berperan penting dalam
mengatur kecemasan dan mengurangi stres (Kaplan & Saddock, 2015).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelainan pada GABA mungkin
berperan gangguan mood yang parah. Sebagai Neurotransmiter penghambat,
GABA memfasilitasi koordinasi aktivitas kortikal yang dapat mempengaruhi
kemampuan pemrosesan kognitif. Dengan demikian perubahan pada sistem
GABAergic dapat menyebabkan gangguan pada pasien gangguan bipolar
(Roscoe et al, 2013). Menurut penelitian Mann et al tahun 2014 pasien bipolar
mengalami penurunan kadar GABA pada CSF, penurunan ini menyebabkan
peningkatan kecemasan psikis dan depresi berat.
GABA merupakan hasil dari sintesis glutamat yang di katalis oleh
GAD (Glutamat dekarboksilase) (Katzung etal, 2012). Setelah terjadinya
eksositosis, GABA akan berdifusi dari presinap menuju celah sinap dan
berikatan dengan reseptornya kemudian GABA akan direuptake menuju
presinap dan diuptake menuju glia oleh GAT-1/2/3, peningkatan uptake akan
mengakibatkan penurunan GABA pada celah sinap, efek dari penurunan
GABA akan memicu terjadinya gangguan bipolar dengan episode depresi
(Daniele et al, 2012).
2. Faktor Psikososial
a. Faktor Stres Lingkungan
Kehamilan juga adalah stres yang biasanya menyerang wanita dengan
riwayat penyakit mania dan depresi. Serta kemungkinan dapat terjadi
psikosis postpartum (Ikawati, 2011). Hubungan antara kehidupan yang
penuh stress dengan episode suasana hati yang pertama telah dilaporkan
untuk kedua pasien dengan gangguan depresi mayor dan pasien dengan
gangguan bipolar I. Sebuah teori yang diusulkan untuk menjelaskan
pengamatan ini adalah stres yang menyertai episode pertama menghasilkan
perubahan jangka panjang di otak. Perubahan-perubahan yang berlangsung
lama ini dapat mengubah berbagai keadaan fungsional Neurotransmiter dan
sistem pensinyalan intraneuronal, perubahan yang mungkin termasuk
kehilangan neuron dan pengurangan berlebihan dalam portal sinaptik.
Akibatnya, seseorang memiliki risiko lebih tinggi mengalami episode
gangguan mood berikutnya (Kaplan & Sadock’s, 2015). Meningkatnya
jumlah peristiwa hidup yang penuh tekanan sebelum kekambuhan memiliki
efek rumit dan bukan efek presipitasi pada depresi meskipun memiliki
peran dalam episode mania. Stres yang meningkat pada periode awal
perkembangan mungkin lebih penting dalam depresi (Ahuja, 2011).
b. Faktor Personal
Pada dasarnya semua manusia, memiliki pola kepribadian yang
menjadikannya depresi. Orang dengan gangguan kepribadian tertentu
OCD, histrionik mungkin memiliki risiko depresi lebih tinggi daripada
orang-orang dengan gangguan kepribadian antisosial atau paranoid. Itu
dapat menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan eksternal lainnya
untuk melindungi diri dari kemarahan dalam diri mereka. Penelitian telah
menunjukkan bahwa stres yang dirasakan pasien sebagai refleksi negatif
pada dirinya lebih cenderung menghasilkan depresi. Selain itu, pemicu
stres yang tampak ringan bagi orang lain justru sangat berdampak
menghancurkan pasien (Kaplan & Sadock’s, 2015).
c. Faktor Psikodinamik pada Depresi dan Mania
Pandangan dari Sigmund Freud dan diperluas oleh Karl Abraham dikenal
sebagai pandangan klasik tentang depresi. Teori tersebut berkaitan erat
dengan empat hal penting: (1) gangguan pada hubungan bayi-ibu selama
fase awal (10 sampai 18 bulan pertama kehidupan) menjadi predisposisi
kerentanan depresi selanjutnya; (2) depresi yang dapat dikaitkan dengan
objek yang nyata atau yang dibayangkan; (3) introjeksi yang berasal dari
objek merupakan mekanisme pertahanan yang diajukan untuk mengatasi
kesusahan menyikapi kehilangan objek; dan (4) membayangkan benda
yang hilang dianggap sebagai campuran cinta dan benci, perasaan marah
diarahkan ke dalam dirinya sendiri (Kaplan & Sadock’s, 2015).
3. Faktor Lainnya dari Depresi
a. Faktor Kognitif
Dalam teori kognitif, pikiran dan kepercayaan negatif dipandang sebagai
penyebab utama depresi. Pikiran pesimis dan self-critical bisa menyiksa
orang dengan depresi. Teori Aaron Beck dan teori keputusasaan keduanya
menekankan jenis pemikiran negatif ini. Teori ruminasi menekankan
kecenderungan untuk memikirkan suasana hati dan pikiran negatif (Kring
et al., 2012).
b. Faktor Hopelessness
Menurut teori ini pemicu depresi yang sangat buruk adalah keputusasaan
yang dapat diartikan dengan gejala penurunan kesedihan, motivasi, bunuh
diri, penurunan energi, retardasi psikomotor, gangguan tidur, konsentrasi
yang buruk, dan kognisi negatif (Kring et al., 2012). Teori ini menekankan
bahwa perbaikan depresi bergantung pada pembelajaran pasien yang dapat
menguasai kontrol dan lingkungan (Kaplan & Sadock’s, 2015).
2.3 Penatalaksaan

1. TERAPI NON FARMAKOLOGI


Pendekatan non farmakologis meliputi:
a. psikoterapi (misalnya individu, kelompok, dan keluarga), terapi
interpersonal, dan / atau terapi perilaku kognitif,
b. stress, teknik pengurangan, terapi relaksasi, pijat, dan yoga,
c. tidur (waktu tidur teratur dan jadwal bangun; hindari asupan alkohol atau
kafein sebelum tidur),
d. nutrisi (asupan rutin makanan atau minuman kaya protein dan asam lemak
esensial; suplemen vitamin dan mineral), dan
e. olahraga (aerobik teratur dan latihan beban minimal tiga kali seminggu).

2. TERAPI FARMAKOLOGI
Lithium, divalproex sodium (valproate), karbamazepin lepas-panjang,
aripiprazole, asenapine, olanzapine, quetiapine, risperidone, dan ziprasidone
saat ini disetujui oleh FDA untuk pengobatan mania akut. Lithium, natrium
divalproex, aripiprazole, olanzapine, dan lamotrigine disetujui untuk
perawatan pemeliharaan.
Litium adalah obat pilihan untuk gangguan bipolar dengan mania
euforia, sedangkan valproat memiliki khasiat yang lebih baik untuk keadaan
campuran, mania iritasi / disforik, dan siklus cepat.
Terapi kombinasi (misalnya, litium plus valproat atau karbamazepin;
litium atau valproat plus antipsikotik generasi kedua) dapat memberikan
respons akut yang lebih baik dan pencegahan kekambuhan dan kekambuhan
daripada monoterapi pada beberapa pasien bipolar, terutama mereka dengan
keadaan campuran atau siklus cepat.
a. Litium
Litium adalah agen lini pertama untuk mania akut, depresi bipolar akut,
dan pengobatan pemeliharaan gangguan bipolar I dan II. Litium diabsorbsi
dengan cepat, tidak terikat protein atau dimetabolisme, dan diekskresikan
dalam bentuk tidak berubah dalam urin dan cairan tubuh lainnya. Mungkin
diperlukan 6 sampai 8 minggu untuk menunjukkan kemanjuran antidepresan.
Ini lebih efektif untuk mania yang menggembirakan dan kurang efektif untuk
mania dengan ciri-ciri psikotik, episode campuran, siklus cepat, dan bila ada
penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan. Terapi pemeliharaan lebih efektif
pada pasien dengan episode yang lebih sedikit, fungsi yang baik antar episode,
dan riwayat keluarga dengan respons yang baik terhadap lithium. Ini
menghasilkan respons profilaksis hingga dua pertiga pasien dan mengurangi
risiko bunuh diri hingga 8 hingga 10 kali lipat. Augmentasi litium
karbamazepin, lamotrigin, dan valproat dapat meningkatkan respons pada
pasien bipolar I, tetapi dapat meningkatkan risiko sedasi, penambahan berat
badan, keluhan GI, dan tremor. Menggabungkan litium dengan antipsikotik
generasi pertama (FGA) pada pasien usia lanjut telah dilaporkan
menyebabkan neurotoksisitas (misalnya, delirium, tremor parah, disfungsi
serebelar, dan gejala ekstrapiramidal). Cabut lithium dan hentikan setidaknya
2 hari sebelum terapi elektrokonvulsif (ECT), dan lanjutkan 2 hingga 3 hari
setelah perawatan ECT terakhir. Menggabungkan litium dengan verapamil
atau diltiazem dilaporkan menyebabkan neurotoksisitas dan bradikardia berat.
Efek samping awal sering kali berhubungan dengan dosis dan lebih buruk
pada konsentrasi serum puncak (1-2 jam setelah dosis). Menurunkan dosis,
mengambil dosis yang lebih kecil dengan makanan, menggunakan produk
pelepasan yang diperpanjang, dan dosis sekali sehari pada waktu tidur dapat
membantu. Distres GI dapat diminimalkan dengan pendekatan standar atau
dengan menambahkan antasida atau antidiare. Diare terkadang dapat
diperbaiki dengan beralih ke formulasi cairan.
Terapi litium jangka panjang dikaitkan dengan risiko 10% sampai 20% dari
perubahan morfologis ginjal. Litium dapat menyebabkan efek jantung
termasuk perataan atau inversi gelombang-T (hingga 30% pasien), blok
atrioventrikular, dan bradikardia. Efek samping litium lain yang tampak
terlambat adalah leukositosis benigna reversibel, akne, alopesia, eksaserbasi
psoriasis, dermatitis pruritus, ruam makulopapular, folikulitis, dan
penambahan berat badan. Toksisitas litium dapat terjadi dengan kadar serum
lebih besar dari 1,5 mEq / L (mmol / L), tetapi orang lanjut usia mungkin
memiliki gejala toksik pada tingkat terapeutik. Gejala toksik yang parah dapat
terjadi dengan konsentrasi serum di atas 2 mEq / L (mmol / L), termasuk
muntah, diare, inkontinensia, inkoordinasi, gangguan kognisi, aritmia, dan
kejang, serta dapat terjadi gangguan neurologis permanen dan kerusakan
ginjal.
b. Antikonvulsan
Untuk informasi yang lebih mendalam tentang efek samping, farmakokinetik,
dan interaksi obat antikonvulsan.
c. Valproate Sodium danAcid
 ValproicDivalproex sodium (sodium valproate), disetujui untuk manik akut
atau episode campuran, adalah penstabil mood yang paling banyak diresepkan
di Amerika Serikat. Ini sama efektifnya dengan lithium dan olanzapine untuk
mania murni, dan bisa lebih efektif daripada lithium untuk siklus cepat,
keadaan campuran, dan gangguan bipolar dengan penyalahgunaan zat. Ini
mengurangi frekuensi (atau mencegah) episode manik, depresi, dan campuran
berulang.
 Litium, karbamazepin, antipsikotik, atau benzodiazepin dapat meningkatkan
efek antimanik valproat. Valproate dapat ditambahkan ke litium untuk
mencapai efek sinergis, dan kombinasi tersebut telah menunjukkan
kemanjuran dalam terapi pemeliharaan gangguan bipolar I. Kombinasi
valproate dan karbamazepin dapat memiliki efek sinergis, tetapi potensi
interaksi obat memerlukan pemantauan tingkat darah kedua agen.
Antipsikotik generasi kedua (SGA) dapat ditambahkan ke valproate untuk
terobosan mania, tetapi dapat meningkatkan risiko sedasi dan penambahan
berat badan. Menggabungkan valproate dengan lamotrigin meningkatkan
risiko ruam, ataksia, tremor, sedasi, dan kelelahan.
 Efek samping valproat yang berhubungan dengan dosis yang paling sering
adalah keluhan GI, tremor halus, dan sedasi. Mengurangi dosis atau
menambahkan β-blocker dapat mengurangi tremor. Efek samping lainnya
adalah ataksia, lesu, alopecia, pruritus, perdarahan berkepanjangan,
peningkatan sementara enzim hati, penambahan berat badan, dan
hiperamonemia. Hepatitis nekrotikans fatal jarang terjadi dan idiosinkratik,
terjadi pada anak-anak yang menggunakan banyak antikonvulsan. Pankreatitis
yang mengancam jiwa telah dilaporkan.
 Dosis awal 250 sampai 500 mg dua kali sehari; dosis pemuatan 20 sampai 30
mg / kg / hari divalproex dapat diberikan selama 12 jam. Dosis harian
disesuaikan 250 sampai 500 mg setiap 1 sampai 3 hari berdasarkan respon dan
tolerabilitas. Dosis maksimum adalah 60 mg / kg / hari (lihat Tabel 67–5).
 Setelah menetapkan dosis optimal, dosis dapat diberikan dua kali sehari atau
sebelum tidur jika dapat ditoleransi.
 Divalproex lepas-panjang dapat diberikan sekali sehari, tetapi ketersediaan
hayati bisa 15% lebih rendah daripada produk lepas langsung.
 Kebanyakan dokter mencari kisaran konsentrasi serum 50 sampai 125 mcg /
mL (347 sampai 866 µmol / L) yang diukur 12 jam setelah dosis terakhir.
Pasien dengan cyclothymia atau gangguan bipolar II merespon pada tingkat
darah yang lebih rendah, sedangkan pasien dengan bentuk yang lebih parah
mungkin memerlukan hingga 150 mcg / mL (1040 µmol / L). Tingkat serum
paling berguna saat menilai kepatuhan atau toksisitas.

d. Karbamazepin
 Karbamazepin biasanya digunakan untuk terapi akut dan pemeliharaan. Hanya
formulasi pelepasan diperpanjang yang disetujui FDA untuk gangguan bipolar
di Amerika Serikat.
 Biasanya disediakan untuk pasien yang refrakter litium, rapid cyclers, atau
keadaan campuran. Ini memiliki efek antimanik akut, tetapi efektivitas jangka
panjangnya tidak jelas. Ini mungkin kurang efektif dibandingkan lithium
untuk terapi pemeliharaan dan untuk depresi bipolar.
 Kombinasi karbamazepin dengan litium, valproat, dan antipsikotik sering
digunakan untuk episode manik pada pasien yang resistan terhadap
pengobatan. Karbamazepin dengan nimodipine dapat bermanfaat untuk pasien
yang sulit disembuhkan.
 Karbamazepin menginduksi metabolisme hati antidepresan, antikonvulsan,
antipsikotik, dan banyak obat lain; dengan demikian, penyesuaian dosis
mungkin diperlukan. Wanita yang menerima karbamazepin memerlukan
kontrasepsi oral dosis tinggi atau metode kontrasepsi alternatif.
 Obat-obatan tertentu yang menghambat CYP3A4 (misalnya, simetidin,
diltiazem, eritromisin, fluoxetine, fluvoxamine, itraconazole, ketoconazole,
nefazodone, dan verapamil) yang ditambahkan ke terapi karbamazepin dapat
menyebabkan toksisitas karbamazepin. Jika karbamazepin dikombinasikan
dengan valproat, kurangi dosis karbamazepin, karena kadar bebasnya dapat
ditingkatkan. Jangan menggabungkan clozapine dan karbamazepin karena
kemungkinan penekanan sumsum tulang aditif.
 Untuk pasien rawat inap dalam episode manik akut, dosis dapat dimulai dari
400 sampai 600 mg / hari dalam dosis terbagi dengan makan dan ditingkatkan
200 mg / hari setiap 2 sampai 4 hari sampai 10 sampai 15 mg / kg / hari.
Pasien rawat jalan harus dititrasi ke atas lebih lambat untuk menghindari efek
samping. Banyak pasien mentolerir dosis sekali sehari setelah stabilisasi.
 Selama bulan pertama terapi, konsentrasi serum dapat menurun karena
autoinduksi enzim yang memetabolisme, yang membutuhkan peningkatan
dosis.
 Kadar serum karbamazepin biasanya diperoleh setiap 1 atau 2 minggu selama
2 bulan pertama, kemudian setiap 3 sampai 6 bulan selama pemeliharaan.
Sampel serum diambil 10 hingga 12 jam setelah dosis dan setidaknya 4 hingga
7 hari setelah dimulainya atau perubahan dosis. Kebanyakan dokter berusaha
untuk mempertahankan kadar antara 6 dan 10 mcg / mL (25-42 µmol / L),
tetapi beberapa pasien mungkin memerlukan 12 hingga 14 mcg / mL (51-59
µmol / L).
 Penggunaan karbamazepin pada pasien keturunan Asia memerlukan pengujian
genetik untuk alel antigen leukosit manusia (HLA), HLA-B 1502, untuk
membantu mendeteksi risiko yang lebih tinggi dari sindrom Stevens-Johnson
dan nekrolisis epidermal toksik. Oxcarbazepine
 Oxcarbazepine tidak disetujui FDA untuk pengobatan gangguan bipolar di
Amerika Serikat. Ini memiliki efek menstabilkan suasana hati yang mirip
dengan karbamazepin, tetapi dengan efek samping yang lebih ringan, tidak
ada autoinduksi enzim metabolisme, dan kemungkinan interaksi obat yang
lebih sedikit.
 Efek samping terkait dosis termasuk pusing, sedasi, sakit kepala, ataksia,
kelelahan, vertigo, penglihatan abnormal, diplopia, muntah, dan nyeri perut.
Ini menyebabkan lebih banyak hiponatremia daripada karbamazepin.
 Merupakan inhibitor CYP 2C19 dan penginduksi 3A3 / 4. Ini menginduksi
metabolisme kontrasepsi oral, memerlukan tindakan kontrasepsi alternatif.
 Dosis awal biasanya 150 sampai 300 mg dua kali sehari, dan dosis harian
dapat ditingkatkan 300 sampai 600 mg setiap 3 sampai 6 hari sampai 1200 mg
/ hari dalam dosis terbagi (dengan atau tanpa makanan. Lamotrigin
 Lamotrigin, efektif untuk pemeliharaan pengobatan gangguan bipolar I dan II
pada orang dewasa, memiliki efek antidepresan dan menstabilkan suasana
hati. Ini mungkin memiliki sifat tambahan jika dikombinasikan dengan
lithium atau valproate. Ini memiliki tingkat rendah untuk mengalihkan pasien
ke mania. Meskipun kurang efektif untuk mania akut Dibandingkan dengan
lithium dan valproate, ini mungkin bermanfaat untuk terapi pemeliharaan
gangguan bipolar I dan II yang resistan terhadap pengobatan, siklus cepat, dan
keadaan campuran. Tampaknya paling efektif untuk pencegahan depresi
bipolar.
 Efek samping yang umum termasuk sakit kepala, mual, pusing, ataksia,
diplopia, mengantuk, tremor, ruam makulopapular (10% pasien), dan pruritus.
Meskipun sebagian besar ruam sembuh dengan terapi lanjutan, beberapa
berkembang menjadi sindrom Stevens-Johnson yang mengancam jiwa. Roma.
Insiden ruam paling besar dengan pemberian valproate bersamaan,
peningkatan dosis lamotrigin yang cepat, dan dosis awal lamotrigin yang lebih
tinggi dari yang direkomendasikan. Pada pasien yang memakai valproate,
dosis lamotrigin sekitar setengah dari dosis standar, dan titrasi ke atas lebih
lambat dari biasanya.
 Untuk pengobatan pemeliharaan gangguan bipolar, kisaran dosis lamotrigin
yang biasa adalah 50 sampai 300 mg / hari. Dosis target umumnya 100 mg /
hari bila dikombinasikan dengan valproate dan 400 mg / hari bila
dikombinasikan dengan karbamazepin. Untuk pasien tidak minum obat yang
mempengaruhi pembersihan lamotrigin, dosisnya 25 mg / hari untuk 2 minggu
pertama, kemudian 50 mg / hari untuk minggu ke-3 dan ke-4, 100 mg / hari
untuk minggu berikutnya, kemudian 200 mg / hari. Pasien yang menghentikan
dosis selama lebih dari beberapa hari harus memulai kembali jadwal
peningkatan dosis.
e. Antipsikotik
- Antipsikotik generasi pertama dan kedua, seperti aripiprazole, asenapine,
haloperidol, olanzapine, quetiapine, risperidone, dan ziprasidone efektif
sebagai monoterapi atau sebagai terapi tambahan untuk lithium atau valproate
untuk mania akut. Antipsikotik jangka panjang mungkin diperlukan untuk
beberapa pasien, tetapi risiko versus manfaat harus dipertimbangkan dengan
mempertimbangkan efek samping jangka panjang (misalnya, obesitas,
diabetes tipe 2, hiperlipidemia, hiperprolaktinemia, penyakit jantung, dan
tardive dyskinesia).
- Antipsikotik generasi pertama dan kedua efektif pada ~ 70% pasien dengan
mania akut yang berhubungan dengan agitasi, agresi, dan psikosis.
- Haloperidol decanoate, fluphenazine decanoate, dan risperidone, aripiprazole,
dan olanzapine long-acting injection adalah pilihan monoterapi untuk terapi
pemeliharaan gangguan bipolar dengan ketidakpatuhan atau resistensi
pengobatan.
- Penelitian terkontrol pada mania akut menunjukkan bahwa litium atau
valproat plus antipsikotik lebih efektif daripada obat ini saja.
- Quetiapine dan kombinasi fluoxetine / olanzapine efektif untuk depresi
bipolar akut.
- Monoterapi clozapine memiliki efek stabilisasi suasana hati akut dan jangka
panjang pada gangguan bipolar refrakter, termasuk mania campuran dan
siklus cepat, tetapi memerlukan pemantauan sel darah putih secara teratur
untuk agranulositosis.
- Dosis awal yang lebih tinggi dari antipsikotik (misalnya, olanzapine 20 mg /
hari) diperlukan untuk mania akut. Setelah mania terkontrol (biasanya 7-28
hari), antipsikotik dapat dikurangi secara bertahap dan dihentikan.
- Untuk informasi lebih lanjut tentang efek samping, farmakokinetik, dan
interaksi obat antipsikotik tertentu, lihat Bab. 69 tentang skizofrenia.

f. Pengobatan Alternatif Pengobatan


- Benzodiazepin potensi tinggi (misalnya klonazepam dan lorazepam) biasanya
digunakan sebagai alternatif (atau tambahan untuk) antipsikotik untuk mania
akut, agitasi, kecemasan, panik, dan insomnia atau pada mereka yang tidak
dapat menggunakan penstabil mood. Lorazepam intramuskular (IM) dapat
digunakan untuk agitasi akut. Kontraindikasi relatif untuk benzodiazepin
jangka panjang adalah riwayat penyalahgunaan atau ketergantungan obat atau
alkohol.
- Data menunjukkan bahwa antidepresan tambahan mungkin tidak lebih baik
daripada plasebo untuk depresi bipolar akut bila dikombinasikan dengan
penstabil suasana hati. Banyak dokter menganggap mereka sebagai lini ketiga
untuk depresi bipolar akut, kecuali pada mereka yang tidak memiliki riwayat
mania berat dan / atau baru-baru ini atau berpotensi pada pasien bipolar II.
Tingkat peralihan suasana hati dari depresi ke mania dengan antidepresan
trisiklik dan venlafaxine lebih tinggi daripada tingkat yang terkait dengan
penggunaan penghambat reuptake serotonin selektif. Sebelum memulai
antidepresan, pastikan pasien memiliki dosis terapeutik atau penstabil mood
primer dalam darah. Hati-hati dalam menggunakan antidepresan pada mereka
yang memiliki riwayat mania setelah episode depresi, dan mereka yang sering
bersepeda harus diobati dengan antidepresan secara hati-hati. Umumnya,
antidepresan harus dihentikan 2 sampai 6 bulan setelah remisi.
g. Populasi Khusus
- Profilaksis dengan penstabil mood (misalnya litium atau valproat) disarankan
segera setelah melahirkan untuk mengurangi risiko kambuh depresi pada
wanita bipolar.
- Terjadinya anomali Epstein pada bayi yang terpapar litium selama trimester
pertama diperkirakan 1: 1000 sampai 1: 2000.
- Jika litium digunakan selama kehamilan, gunakan dosis efektif terendah untuk
mencegah kekambuhan, sehingga mengurangi risiko sindrom bayi "terkulai",
hipotiroidisme, dan gondok tidak beracun pada bayi.
- Menyusui biasanya tidak dianjurkan bagi wanita yang mengonsumsi lithium.
- Ketika valproate diambil selama trimester pertama, risiko cacat tabung saraf ~
5%. Untuk karbamazepin, risikonya diperkirakan 0,5% hingga 1%. Pemberian
asam folat dapat mengurangi risiko cacat tabung saraf.
- Wanita yang mengonsumsi valproate boleh menyusui, tetapi ibu dan bayi
harus menjalani pemantauan laboratorium yang sama.
- Pedoman untuk pengobatan anak dan remaja dengan gangguan bipolar adalah
Parameter Praktek untuk Penilaian dan Pengobatan Anak dan Remaja dengan
Gangguan Bipolar.
- Penghapusan paruh lithium dan valproate meningkat seiring bertambahnya
usia. Pasien yang mengalami demensia dapat mengalami peningkatan
kepekaan terhadap efek samping penstabil mood dan antipsikotik.

2.4 Pencegahan

Anda mungkin juga menyukai