Anda di halaman 1dari 36

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL TAPAK LIMAN

(Elephantopus scaber.L) TERHADAP AKTIVITAS DAN KAPASITAS


FAGOSITOSIS SEL MAKROFAG PADA MENCIT YANG DIVAKSINISASI
H5N1

DRAFT PROPOSAL

Oleh :

JUJUR KRISNAWATI GEA


NIM : 1704021

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Virus merupakan suatu parasit intrasel yang dapat bereplikasi. Replikasi yang

terjadi pada virus dapat bergantung pada proses sintesis sel inang (host). Agar

menjadi efektif, suatu agen antivirus harus mampu memblokir keluar atau masuknya

suatu virus dari dalam sel atau menjadi aktif di dalam sel inang. Oleh sebab itu,

penghambatan nonselektif dari replikasi virus dapat mengganggu fungsi sel inang dan

menyebabkan toksisitas (Katzung BG. 2004).

Semakin banyak mutasi berbagai virus yang terjadi oleh karena pengobatan

antiviral yang lama, maka akan terus terjadi kemungkinan adanya resistensi virus

terhadap satu atau lebih obat antiviral. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu

dilakukan penelitian untuk mengembangkan berbagai obat antiviral baru yang lebih

efektif dengan efek toksik yang lebih ringan. Di lingkungan sekitar manusia me-

ngandung berbagai jenis patogen, misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan

parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Untuk menghadapi senyawa

patogen tersebut, tubuh manusia dibekali sistem pertahanan dirinya yang disebut

dengan sistem imun (Corwin, 2009).

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk melindungi

dan mempertahankan tubuh dari bahan asing atau mikroorganisme yang menyerang

tubuh (Tjandrawinata, 2005). Fungsi sistem imun bagi tubuh ada tiga. Pertama

sebagai pertahanan tubuh yakni menangkal partikel atau senyawa asing. Kedua, untuk

keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga keseimbangan komponen yang sudah

tidak berfungsi, dan ketiga sebagai pemberi sinyal (surveillence immune system),
untuk menghancurkan sel-sel yang bermutasi atau ganas. Pada prinsipnya jika sistem

imun seseorang bekerja optimal, maka tidak akan mudah terkena penyakit, sistem

keseimbangan tubuh juga normal (Nagarathna, 2013).

Secara umum sistem imun terdiri atas sistem imun nonspesifik (innate) dan

spesifik (adaptive). Sistem imun nonspesifik bersifat tidak spesifik, tetapi aktivitas

sistem imunnya terjadi lebih cepat karena tidak melibatkan sel memori. Sedangkan

pada sistem imun spesifik akan dapat mengenali patogen atau mitogen asing yang

pernah terpapar sebelumnya sehingga dapat memberikan respon imun yang lebih baik

karena melibatkan sel memori. Sistem imun spesifik dan nonspesifik, keduanya

masing-masing memiliki dua komponen, yaitu imunitas humoral dan imunitas

seluler.Pada sistem imun nonspesifik seluler terdapat keteribatan sistem makrofag-

monosit, sedangkan pada sistem humoral melibatkan aktivasi sistem komplemen.

Pada sistem imun spesifik seluler terdiri dari sel limfosit T dan sistem imun spesifik

humoral melibatkan sel limfosit B. Kedua sistem imun tubuh (spesifik dan non

spesifik) tersebut bekerja sama dalam mempertahankan keseimbangan tubuh (Patil,

2012; Baratawidjaya & Rengganis, 2010).

Berbagai bahan atau senyawa yang dapat memacu sistem imun disebut

imunomodulator. imunomodulator adalah substansi atau senyawa yang dapat

menstimulasi, menekan atau memodulasi komponen sistem imun (sistem kekebalan)

tubuh (Patil, 2012). Imunomodulator dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1)

imunostimulator berfungsi untuk meningkatkan fungsi dan aktivitas sistem imun, (2)

imunoregulator, yaitu dapat meregulasi sistem imun, dan (3) imunosupresor yaitu

dapat menghambat atau menekan aktivitas sistem imun (Block dan Mead, 2003).

Nagarathna (2013) menyatakan secara umum terdapat dua tipe imunomodulator


berdasarkan efek yang diberikan, yaitu immunosupresor dan imunostimulator.

Imunostimulator merupakan bahan-bahan yang mampu memacu peningkatan respon

imun, baik respon imun spesifik atau non spesifik (Alamgir & Uddin, 2010).

Imunomodulator dapat bersumber dari alam maupun buatan (sintesis).

Tumbuhan adalah komponen essensial dalam pengobatan komplementer dan obat

alternatif karena tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid,

dan fenolik yang dapat memulihkan kesehatan dan menyembuhkan berbagai penyakit

(Savant, 2014). Berdasarkan penelitian, beberapa tumbuhan dilaporkan memiliki

aktivitas imunomodulator (Ismail & Asad, 2009). Salah satu jenis tumbuhan obat

yang berkhasiat bagi kesehatan adalah tumbuhan. Tapak Liman (Elephantopus

scaberL.) dari famili Asteraceae. Tumbuhan ini tersebar luas di daerah tropik seperti

di Amerika, Afrika, dan Asia. Tapak Limantumbuh liar bersama tumbuhan herba

lainnya (Solihin, 2015).

Tanaman tapak liman (Elephantopus scaber) mengandung flavonoid luteolin-7-

glikosida, elephantopi, deoxyelephantopin, isodeoxyelephantopin,

dihydrodeoxyelephantopin, elephantin, epifridelinol, stigmasterol, triacontan-1-ol,

lupeol, lupeol acetat (Dalimartha, 2003).

Tanaman yang memiliki kandungan flavonoid dan saponin telah dikenal sebagai

imunomodulator alami. Saponin dan flavonoid adalah bahan aktif yang dapat

meningkatkan respon imunitas tubuh karena berfungsi sebagai imunomodulator alami

terutama meningkatkan jumlah sel imunokompeten seperti makrofag (Faizah ; Djati,

2014). Berdasarkan hasil penelitian (Nur Alfi dan Anas, 2018), tapak liman

mengandung senyawa aktif yaitu Flavonoid-7-Glukosil Luteolin yang memiliki

efektifitas yaitu mampu menonaktifkan partikel virus yang pada kadar rendah akan
menyebabkan denaturasi protein dan pada kadar tinggi akan menyebabkan koagulasi

protein sehingga sel akan mati.

Fagositosis merupakan proses ditelannya partikel oleh sel. Makrofag dan leukosit

polimorfonuklear merupakan sel fagosit terpenting. Mayoritas benda asing yang

masuk ke dalam jaringan dihilangkan melalui mekanisme fagositosis (Playfair dan

Chain, 2009). Fagositosis makrofag banyak digunakan sebagai parameter imunologi

untuk mengevaluasi kesehatan/fungsi kekebalan tubuh. Penilaian

kemampuan/aktivitas fagositosis dapat dihitung dengan mengukur kapasitas

fagositosis dan indeks fagositosis. Metode fagositosis adalah salah satu metode yang

paling banyak digunakan untuk skrining bahan aktif yang mempengaruhi respon

imun (Jensch-Junior et al., 2006).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai

aktivitas tanaman tapak liman sebagai obat alami yang dapat meningkatan sistem

imun. Sehingga pada penelitian ini, dapat dibuktikan dan diketahui secara ilmiah

aktivitas dari tanaman tapak liman sebagai imunomodulator.


1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana aktivitas ekstrak etanol tapak liman (Elephantopus scaber) terhadap

aktivitas dan kapasitas fagositosis sel makrofag yang divaksinisasi H5N1?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektivitas ekstrak etanol tapak liman (Elephantopus scaber)

terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis sel makrofag yang divaksinisasi H5N1.

1.4 Hipotesis

Ekstrak etanol tapak liman (Elephantopus scaber) dapat memberikan aktivitas

imunomodulator terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis sel makrofag pada tikus

yang divaksinisasi H5N1.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi mengenai aktivitas dan pengaruh pemberian

ekstrak daun tapak liman sebagai imunomodulaor terhadap aktivitas

fagositosis sel makrofag yang divaksinasi H5N1

2. Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai pemanfaatan

tanaman tapak liman yang memiliki potensi sebagai imunomodulator.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani Tanaman Tapak Liman (Elephantus scaber L.)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman (Hardi Sunanto, 2013)

Berdasarkan sistem taksonomi, tanaman tapak liman dikenal dengan nama

ilmiah Elephantus scaber L, famili Asteraceae. Adapun klasifikasinya sebagai

berikut:

Gambar 1. Tanaman Tapak Liman (Elephantopus scaber L)

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Magnoliophyta

Kelas : Asteridae

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Elephantopus

Spesies : Elephantopus scaber L.


2.1.2 Sinonim

Asterocephalus cochinchinensis soreng, Scabiosa cochinchinensis lour

(Agromedia, 2008).

2.1.3 Nama Daerah

Tanaman ini memiliki nama lain yang cukup banyak sesuai dengan kebiasaan

penyebutan di setiap daerah, seperti tapak gajah, tapak tangan, talpak tana, balagaduk,

tutup bumi, jukut cangcang, tapak liman, lelobakan, cancang-cancang, Malaysia:

tutup bumi, Philipina: dila-dila (Hardi sunanto, 2013)

2.1.4 Deskripsi Tanaman

Tapak liman merupakan terna tegak yang dapat tumbuh sepanjang tahun,

berbatang pendek, kaku dan berambut kasar. Tingginya antara 30-60 cm. Daun tapak

liman berupa daun tunggal berkumpul sejajar dengan permukaan tanah membentuk

roset akar. Bentuknya jorong, tepi berlekuk-lekuk dan bergerigi tumpul, ujung daun

tumpul, permukaan berambut kasar, pertulangan menyirip, warnanya hijau tua,

panjang 10-18 cm, lebar 3-5 cm. Bunga tapak liman berupa bunga majemuk

berbentuk bonggol, letaknya di ujung batang, berwarna ungu, mekar pada waktu

siang hari dan menutup kembali sore hari. Tangkai bunga keluar dari tengah tengah

roset dengan tinggi 60-75 cm. Batang tangkai bunga kaku dan liat, berambut panjang

dan rapat, bercabang dan beralur. Daun pada tangkai bunga kecil, letaknya jarang,

panjang 3-9 cm, lebar 1-3 cm. Buah tapak liman berupa buah longkah yang keras,

berambut, berwarna hitam. Akar tapak liman berupa akar tunggang yang besar, warna

putih kecokelatan (Fauzi Rahmat, 2020).


2.2 Tinjauan Farmakologi

Afrodisiak (obat lemah syahwat), antibiotik (menghambat pertumbuhan

bakteri patogen), antipiretik (penurun panas), antihepatotoksik/hepatoprotektor

(pelindung hati), antinflamasi (antiradang), antiodem (menghilangkan bengkak),

diuretik (peluruh air seni) (Fauzi Rahmat, 2020).

2.3 Tinjauan Kimia

Tumbuhan ini kaya dengan berbagai kandungan kimia yang sudah diketahui,

antara lain: (Joko Suryo, 2016)

a. Daun: Epifrielinol, lupeol, stigmasterol, triacontan-1-ol, dotriacontan-1-ol,

lupeol acetat, deoxyelephantopin, isodeoxyelephantopin.

b. Bunga: luteolin-7-glucoside.

Senyawa flavonoid, tanin, polisakarida, dan lektin mampu meningkatkan

sistem imun tubuh secara in vivo (Shukla, et al., 2009). Tumbuhan tapak liman

mengadung banyak senyawa bioaktif. Lebih dari 30 senyawa kimia yang telah

diisolasi, diantaranya 4 sesquiterpen lakton, 9 triterpen, dan 5 flavonoid (Wang,et al.,

2014). Senyawa kimia yang dapat diisolasi dari tumbuhan tergantung dari pelarut

yang digunakan. Secara umum tapak liman mengandung senyawa

deoxyelephantopin, dihydrodeoxyelephantopin, lupeol, sepifriedelinol dan

stigmasterol [ CITATION Kab13 \l 1057 ].

2.4 Kegunaan

Daun: astringen, disentri, laktagoga, obat demam, malaria, batuk, sariawan

mulut. Akar: obat malaria, kurang darah, batuk, mencret, sariawan mulut (Depkes RI,

1980; Depkes RI, 1989; Yuniarti, 2008).


Tapak liman merupakan tumbuhan yang tersebar luas di Amerika, Eropa,

Asia dan Afrika. Di Asia, tapak liman dapat ditemukan di Indonesia, India, China,

Vietnam, Thailand, dan Filipina. Tumbuhan tapak liman sudah digunakan sebagai

obat tradisional sejak 700 tahun lalu oleh masyarakat Zhuang di Kota Jingxi,

Baratdaya Cina. Tapak liman digunakan untuk mengobati sakit kepala, diare,

hepatitis dan bronkitis (Ho,et al., 2009); (Das &Ambarish, 2014).Pada saat ini, setiap

negara mengolah tumbuhan tapak liman dengan berbagai cara dan digunakan untuk

mengatasi bebagai penyakit.

Di Malaysia, air hasil rebusan akar tapak liman digunakan untuk

meningkatkan kontraksi pada area abdominal dan mencegah inflamasi setelah proses

melahirkan. Di Nigeria, air hasil rebusan daun tapak liman digunakan untuk

mengobati atritis, diare dan masalah pada buang air. Sedangkan di Nepal, tapak liman

digunakan sebagai obat untuk mengobati penyakit pada saluran pencernaan, disentri,

dan muntah darah pada pasien tuberkulosis (Ho,et al., 2009). Selain itu, berdasarkan

penelitian (Jasmine,et al., 2008) semua bagian tumbuhan tapak liman dapat

digunakan untuk mengobati insomnia, bronkitis, infeksi bakteri dan virus, leukemia,

rematik, serta dapat digunakan untuk diuresis, antipiretik dan kardiaktonik.

Sedangkan, akar dari tumbuhan tapak liman dapat digunakan untuk mengatasi

demam, penyakit pada jantung dan hepatitis.

Bagian tanaman yang sering digunakan yaitu daun dan akar. Tanaman tapak

liman digunakan sebagai obat tradisional dalam bentuk ekstrak kering yang

dimasukkan dalam kapsul (Dalimartha, 2003). Tipe penyakit yang dapat diobati

dengan tapak liman yaitu beberapa penyakit inflamatori seperti inflamatori pada

tonsil, influenza, inflamasi pada mata, inflamasi ginjal, inflamasi akut dan kronis
pada uterus atau keputihan. Tapak liman berguna untuk mengatasi penyakit cacar air

dan anemia (Agromedia, 2003).

2.5 Sistem Imun

Sistem imun adalah suatu sistem pertahanan tubuh kompleks yang

memberikan perlindungan terhadap adanya invasi zat-zat asing ke dalam tubuh.

Fungsi utama dari sistem imunitas tubuh adalah untuk membedakan antara sel tubuh

sendiri (self) dan sel yang berasal dari luar (nonself). Kemampuan ini sangat

berpengaruh terhadap mikroorganisme patogen atau sel-sel yang tidak di kehendaki.

Berbagai senyawa organik dan anorganik yang bersal dari hewan, tumbuhan, jamur,

virus, bakteri, debu, asap dan bahan iritan lainnya yang terdapat di lingkungan dapat

menyebabkan infeksi, kerusakan jaringan dan penyakit (Radji, 2015).

Sistem imun terbentuk dari jejaring kompleks sel imun, sitokin, jaringan

limfoid, dan organ, yang bekerja sama dalam meng eliminasi bahan infeksius dan

antigen lain. Antigen yang merupakan substansi yang menimbulkan respons imun

(misalnya bakteri, serbuk sari, jaringan transplantasi), mempunyai beberapa

komponen yang dinamakan epitop. Tiap-tiap epitop menimbulkan pembentukan

antibodi spesik atau menstimulasi sel limfosit T spesifik. Antigen merupakan

generator antibodi. Obat antigenik yang digunakan untuk mendidik sistem imun

dinamakan vaksin. Bentuk modifikasi dari antigen original digunakan dalam bentuk

vaksinasi dengan tujuan menstimulasi pembentukan sel T dan sel B memori tanpa

menyebabkan suatu penyakit (Janti Sudiono, 2014).

Apabila bahan infeksius tidak dapat dihentikan oleh barier fisik dan khemis,

bahan infeksius akan masuk melalui kulit atau membran mukosa dan selanjutnya

mengawali terjadinya lini pertama dari mekanisme pertahanan imunologi yang


dinamakan respons imun innate atau nonspesifik atau alami. Bila bahan patogen tidak

dapat dieliminasi oleh respons imun innate, penyakit akan menyerang sehingga

respons imun adaptif atau spesifik atau didapat akan diaktivasi, agar tubuh pulih

kembali (Janti Sudiono, 2014).

Sistem imun manusia secara normal mempunyai kemampuan membedakan

antara zat asing (non-self) yang dikenal sebagai antigen, dan zat yang berasal dari

tubuh sendiri (self). Namun, pada beberapa kondisi patologis, sistem imun tidak

mampu membedakan keduanya (non-self dan self), sehingga sel-sel dalam sistem

imun membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya, atau yang dikenal sebagai

autoantibodi (Arlita, 2017).

Respon imun tubuh tergantung dari kemampuan komponen sistem imun

dalam mengenali molekul antigen serta membangkitkan dan melakukan reaksi yang

tepat dalam mengeliminasi antigen. Respon imun sendiri dapat dibedakan menjadi

respon imun non-spesifik (innate immunity) dan respon imun spesifik (adaptive

immunity) (Arlita, 2017)

2.5.1 Sistem Imun Non-Spesifik (Innate Immunity)

Innate Immunity merupakan respon terhadap antigen yang dapat timbul

walaupun tubuh sebelumnya tidak atau belum pernah terpapar antigen. Respon imun

ini telah ada dan berfungsi sejak dilahirkan, berfungsi memberikan respon dini

terhadap antigen, dan menginduksi terjadinya respon imun selanjutnya, yaitu respon

imun spesifik (adaptive immunity) (Arlita, 2017).


Sistem imun nonspesifik memiliki 4 jenis pertahan (Hasdianah, 2014) :

a. Pertahanan Fisik/Mekanis

Pertahan fisik/mekanis dapat berupa kulit, lapisan mukosa, silia atau rambut

pada saluran pernapasan, batuk, dan bersin. Pertahanan ini melindungi tubuh dari

penyakit yang berasal dari lingkungan. Pertahanan fisik/mekanis merupakan

perlindungan pertama pada tubuh.

b. Pertahanan Biokimia

Pertahanan biokimia adalah pertahanan zat-zat kimia di dalam tubuh dari

mikroba yang melewati pertahanan fisik/mekanis. Pertahanan ini dapat berupa asam

lambung, kelenjar keringat, dan saliva.

c. Pertahanan Humoral

Pertahanan ini melibatkan molekul-molekul terlarut yang berada di daerah

yang dilalui oleh mikroba. Contoh molekul ini adalah interferon (IFN), Defensin,

Katesidin, dan Sistem Komplemen.

d. Pertahanan seluler

Pertahanan ini melibatkan sel-sel sistem imun. Sel-sel ini ditemukan pada

sirkulasi darah dan di jaringan. Contoh sel-sel yang biasa ditemukan dalam sirkulasi

darah adalah neutrofil, basofil, eusinofil, monosit dan sel natural killer (NK).

Sedangkan, sel yang disimpan dalam jaringan adalah sel mast, makrofag, dan sel NK.
2.5.2 Sistem Imun Spesifik

Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas infeksi serta

mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di

kemudian hari. Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem seluler.

a. Sistem imun spesifik humoral

Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau

sel B. Sel B yang dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi, berdiferensiasi,

dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Fungsi utama

antibodi ialah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus, dan bakteri serta

menetralkan toksinnya.

b. Sistem imun seluler

Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik seluler. Sel T

terdiri atas beberapa subset sel dengan fungsi yang berlainan yaitu sel CD4+ (Th1,

Th2), CD8+ atau CTL atau Tc dan Ts atau sel Tr atau Th3. Fungsi utama sistem imun

spesifik seluler ialah pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus,

jamur, parasit, dan keganasan. Sel CD4+ mengaktifkan sel Th1 yang selanjutnya

mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba. Sel CD8+ memusnahkan sel

terinfeksi.2 Th1 memproduksi IL-2 dan IFN-γ.7 Th2 memproduksi IL-4 dan IL-5.7

Treg yang dibentuk dari timosit di timus mengekspresikan dan melepas TGF-β dan

IL-10 yang diduga merupakan petanda supresif.2 IL-10 menekan fungsi APC dan

aktivasi makrofag sedang TGF-β menekan proliferasi sel T dan aktivasi makrofag

(Sekar, 2014).
Beberapa perbedaan antara sistem imun nonspesifik dengan sistem imun

spesifik yang di jelas dalam tabel berikut [ CITATION Rad15 \l 1057 ] :

Tabel I.Perbedaan Sistem Imun Nonspesifik dan Sistem Imun Spesifik

Kategori Sistem imun nonspesifik Sistem imun spesifik

Tidak memerlukan waktu Memerlukan waktu untuk


Waktu bekerja untuk aktif bekerja mulai aktif bekerja
mempertahankan tubuh mempertahankan tubuh.

Antigen spesifik sehingga


Antigen nonspesifik,
hanya mampu bereaksi
Jenis antigen sehingga dapat berekasi
dengan organisme yang dapat
dengan semua organisme.
menginduksi respon imunitas

Tidak mampu menegenal Mampu mengenali jenis


Kemampuan
mikroorganisme yang masuk mikroorganisme yang masuk
mengenal
ke dalam tubuh sehingga ke dalam tubuh sehingga
mikroorganisme
respon lebih lambat. respon lebih cepat

2.6 Fagositosis

Fagositosis merupakan proses ditelannya partikel oleh sel. Makrofag dan

leukosit polimorfonuklear merupakan sel fegosit terpenting. Mayoritas benda asing

yang masuk ke dalam jaringan dihilangkan melalui mekanisme fagositosis (Playfair

dan Chain, 2009). Fagositosis makrofag banyak digunakan sebagai parameter

imunologi untuk mengevaluasi kesehatan/fungsi kekebalan tubuh. Penilaian

kemampuan/aktiviasi fagositosis dapat dihitung dengan mengukur kapasitas

fagositosis dan indeks fagositosis dan metode fagositosis adalah salah satu metode

yang paling banyak digunakan untuk skrining bahan aktif yang mempengaruhi sistem

imun (Jensh-Junior et al, 2006).


Fagositosis merupakan suatu proses atau cara untuk memakan bakteri atau

benda asing yang dilakukan di mana setelah benda asing atau bakteri melekat pada

permukaan makrofag, maka makrofag membentuk sitoplasma dan melekuk ke dalam,

membungkus bakteri atau benda tersebut. Tonjolan sitoplasma yang saling bertemu

itu akan melebur menjadi satu sehingga benda asing atau bakteri akan tertangkap di

dalam sebuah vakuol fagostik intra sel. Lisozom yang merupakan suatu sistem

pencerna intra sel dengan kemampuan memecah materi yang berasal dari luar dari

dalam, jadi lisozom akan menyatu dengan vakuol dengan demikian akan

memusnahkan bakteri atau benda asing tersebut (Ukhwori, 2011).

Fagosistosis yang efektif pada invasi kuman dini akan dapat mencegah

timbulnya infeksi. Sel fagosit dalam kerjanya juga berinteraksi dengan komplemen

dan sistem imun spesifik. Proses fagositosis oleh makrofag berlangsung dalam 5 fase,

yaitu:

a. Kemotaksis (leukosit pmn dan monosit)

b. Adhesi (partikel diselimuti opsonin)

c. Ingesti (oenelanan)

d. Degranulasi (fusi fagosom dan lisosom)

e. Pembunuhan

Mekanisme fagositosis diawali dengan kemotaksis. Kemotaksis merupakan

suatu rangsangan kimiawi yang mendorong sel fagosit bergerak kearah

mikroorganisme (antigen). Untuk dapat terjadi fagositosis, sel-sel fagosit harus

berada dalam jarak dekat dengan partikel bakteri, atau partikel tersebut harus melekat

pada permukaan fagosit. Selanjutnya terjadi penempelan sel fagosit dengan

mikroorganisme, kemudian terjadi ingestion yaitu suatu proses sel fagosit memanjang
membentuk pseudopodia dan mengurung mikroorganisme, kemudian tejadi

pembentukan fagosom pada sel fagosit. Tahap selanjutnya adalah digestion, yaitu

tahap dimana fagosom akan masuk kedalam sitoplasma dari sel dan bergabung

dengan lisosom melalui suatu fusi sel membentuk sel yang lebih besar yang disebut

fagolisosom. Fagolisosom memusnahkan mikroorganisme yang terperangkap dengan

bantuan enzim [ CITATION Rad15 \l 1057 ].

2.7 Imunomodulator

Imunomodulator adalah semua obat yang dapat memodifikasi respons imun

dengan menstimulasi mekanisme pertahanan alamiah dan adaptif, dan dapat berfungsi

baik sebagai imunosupresan maupun imunostimulan. Imunostimulan atau

imunostimulator adalah substansi (obat atau nutrien) yang dapat meningkatkan

kemampuan sistem imun untuk melawan infeksi dan penyakit, dengan meningkatkan

aktivitas komponen sistem imun. Berbagai penyakit kulit misalnya infeksi virus dan

non-virus, dan tumor kulit dapat diterapi dengan imunostimulan (Martinus dkk,

2019).

Obat golongan imunomodulator bekerja menurut tiga cara, yaitu

imunorestorasi, imunostimulasi dan imunosupresi. Imunorestorasi dan

imunostimulasi disebut imunopotensiasi atau up regulation sedangkan imunosupresi

disebut juga down regulation (Baratawidjaja, 2009).


2.7.1 Imunorestorasi

Imunorestorasi ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun

yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti

imunoglobulin dalam bentuk immune serum globulin (ISG), hyperimmune serum

globulin (HSG), plasma dan transplantasi sumsum tulang, jaringan hati,timus,

plasmapheresis (penghilangan plasma) dan leukopheresis (penghilangan leukosit)

[CITATION Bar96 \l 1057 ].

2.7.2 Imunosupresi

Imunosupresi merupakan suatu tindakan untuk menekan respon imun.

Kegunaannya di klinik terutama pada transplantasi organ tubuh dalam usaha

mencegah reaksi penolakan dan pada penyakit autoimun untuk menghambat

pembentukan antibodi. Imunosupresan umumnya tidak ditujukan terhadap antigen

spesifik, contohnya adalah steroid, azatioprin, siklofosfamid [CITATION Bar96 \l 1057 ].

2.7.3 Imunostimulasi

Imunostimulasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan

menggunakan bahan yang merangsang sistem imun. Imunostimulan adalah bahan

obat yang dapat menstimulasi sistem imun nonspesifik pada sistem pertahanan tubuh.

Bahan (imunostimulator) yang dibagi menjadi dua yaitu biologi dan sintetik.

Imunostimulator biologi antara lain hormon timus, interferon,

antibodiImunostimulator sintetik seperti levamisol, isoprinosin, dan muramil

dipeptida.
2.8 Metode Uji Aktivitas Imunomodulator

Untuk mengetahui suatu senyawa dapat menjadi imunomodulator adalah

dengan beberapa metode pengujian yang dapat dilakukan secara in vitro dan in vivo,

dengan mengukur pengaruh senyawa kimia terhadapa fungsi dan kemampuan sistem

imun, yaitu (1) metode bersihan carbon, (2) uji granulosit, (3) bioluminensi radikal,

(4) uji transformasi limfosit T, (5) aktivitas dan makrofag dari peritonium (Sarah,

2018).

Salah satu ciri sel makrofag dapat dilihat dari kapasitas fagositosisnya.

Makrofag dapat menelan sejumlah besar partikel asing atau bakteri. Sel makrofag

melapisi permukaan benda asing oleh opsonin sejenis enzim dari IgG, permukaan itu

dikenali oleh sel imun yang lainnya dan akan menelannya. Kapasitas makrofag untuk

fagositosis dibatasi oleh jumlah reseptor fagositik yang ada, dan ketika semuanya

telah diinternalisasi atau dihentikan, fagositosis berhenti. Fagositosis berhenti apabila

terdapat tanda lainnya seperti, beberapa struktur seluler akan berubah selama proses

fagositosis sehingga mendekati ambang batas, dan ambang batas tersebut menentukan

kenyangnya sel makrofag (Gregory dan Canon, 1992).


Aktivitas fagositosis sel makrofag berguna untuk mengetahui gambaran

aktivasi fungsi (perubahan aktivitas fungsional) sel makrofag selama adanya infeksi

dari agen asing. Sedangkan utuk kapasitas fagositosis berguna untuk mengetahui

kemampuan maksimal dari sel makrofag untuk memfagositosis agen asing atau

patogen (Wijayanti, 1999). Cara untuk menentukan aktivitas dan kapasitas fagositosis

dari sel makrofag dapat menggunakan rumus berikut (Sheehan dan Hrapchak, 1980;

Bancroft san Stevan, 1982).

Jumlah sel makrofag yang aktif memfagositosis


Aktivitas fagositosis % = x
Jumlah sel makrofagaktif seluruhnya

100%
BAB III

METODA PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Pada penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Fakultas

Farmasi Universitas Perintis Indonesia (UPERTIS) dan Laboratorium Histopatologi

Universitas Andalas (UNAND) Padang.

3.2 Alat, dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ratory evaporator, beaker

glass, gelas ukur, labu ukur, pipet volume, timbangan analitik digital, jarum

suntik, sonde, gunting bedah, tabung reaksi, rak tabung reaksi, lumpang dan

alu, vial, spatel, botol gelap, batang pengaduk, krus dan penuup, kertas saring,

alat sentrifuge, kertas saring, plat tetes, kandang hewan, dan mikroskop

trinokuler elektrik.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tapak liman

(Elephantopus scaber L.), etanol 70%, metanol, air suling, pewarna Giemsa, NaCl

fisiologis 0,9 %, Na2EDTA, minyak emersi, dan vaksin H5N1. Hewan yang

digunakan adalah mencit putih dengan berat 20-25 gram.


3.3 Persiapan Hewan Uji

Hewan yang digunakan adalah mencit putih jantan sebanyak 40 ekor dengan

berat badan 20-25 kg, umur 2-3 bulan, sehat dan belum pernah mendapat perlakuan

terhadap obat. Dikelompokkan dalam 7 kelompok, masing-masing kelompok terdiri

dari 5 ekor mencit. Sebelum diperlakukan, mencit diaklimatisasi selama 7 hari dan

diberi makan dan minum yang cukup. Mencit yang akan digunakan adalah mencit

yang sehat dan tidak menunjukkan perubahan berat badan lebih dari 10% serta secara

visual menunujukkan perilaku yang normal [ CITATION Vog021 \l 1057 ].

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Pengambilan sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tapak liman

(Elephantopus scaber L. ) yang diambil di Lubuk Minturun, Padang, Sumatera Barat.

3.4.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Jurusan Biologi, Fakultas MIPA,

Universitas Andalas Padang (UNAND).

3.4.3 Pembuatan Serbuk Simplisia

Serbuk simplisia di buat dari tanaman segar yang telah disortasi, dirajang

hingga halus dan dikeringkan di rumah kaca. Daun yang telah kering dihaluskan

dengan menggunakan blender hingga diperoleh sebruk kering simplisia tanaman

tapak liman [ CITATION Dep081 \l 1057 ].

3.4.4 Pembuatan Ekstrak Tanaman Tapak Liman (Elephantopus scaber L.)

Sebanyak 1 kg daun tapak liman yang telah di grinder halus, dimaserasi

menggunakan etanol 70%. Masukkan satu bagian serbuk simplisia kering ke dalam
maserator, tambahkan 10 bagian pelarut. Rendam selama enam jam pertama sambil

sekali-kali diaduk, kemudian di diamkan selama 18 jam, dan disaring. Proses

penyarian ini di ulangi sebanyak 3 kali. Maserat yang didapatkan dari tiga kali

pengulangan di kumpulkan, dan di pekatkan dengan menggunakan alat rotary

evaporator hingga di peroleh ekstrak kental [ CITATION Dep081 \l 1057 ].

3.4.5 Penentuan Rendemen

Sampel yang telah dibersikan ditimbang (A) kemudian ekstrak diperoleh


ditimbang kembali (B). Rendemen dihitung dengan rumus [ CITATION Dep081 \l 1057 ]:
B
Rendemen= ×100 %
A

Keterangan :
A= berat sampel awal (g)
B= berat ekstrak yang diperoleh (g)

3.4.6 Karakterisasi Simplisia

3.4.6.1 Parameter Nonspesifik [ CITATION Dep081 \l 1057 ]

a. Susut Pengeringan

Bertujuan untuk menunjukkan batas maksimum (rentang) senyawa yang

hilang pada proses pengeringan. Krus porselen dipanaskan dalam oven 105ºC selama

30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan berat awal di timbang (w 0).

Masukkan ekstrak sebanyak 1 gram kedalam kurs tersebut dan di timbang kembali

(w1). Kemudian krus di goyang secara perlahan-lahan agar ekstrak merata. Masukkan

ke dalam oven, buka tutup krus dan biarkan kurs terbuka dalam oven. Panaskan

selama 1 jam pada suhu 105ºC, dinginkan dalam desikator kemudian timbang

kembali. Ulangi perlakuan diatas hingga di peroleh bobot tetap. Hasil penimbangan
dicatat, dan dihitung susut pengeringannya dengan persamaan :hhhhhhhhhhhhhhhhhh

( w 1−w 0 )−(w 2−20)


Susut Pengeringan= × 100 %
w 1−w 0

Keterangan : w0 = Botol timbang (g)


w1 = Botol timbang + ekstrak (g)
w2 = Botol timbang + hasil pengeringan (g)

b. Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 gram simplisia dimasukkan ke dalam krus yang telah dipijarkan

ditara, dan ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, dan

ditimbang. Jika arang tidak dapat hilang, maka tambahkan air panas, saring melalui

kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan

filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, lalu ditimbang. Hitung

kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara, dengan

persamaan:vbgubbjbjbjbjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjbbbbbbbb

w 2−w 0
Kadar abu= × 100 %
w 1−w 0

Keterangan : w0 = Berat krus kosong


w1 = Berat krus + ekstrak
w2 = Berat krus + hasil pemijaran

3.4.6.2 Parameter Spesifik [ CITATION Dep081 \l 1057 ]

a. Pemerikssaan Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis ekstrak meliputi pemeriksaan bentuk, warna, rasa,

dan bau.
b. Profil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Daun Tapak Liman

Ekstrak daun tapak liman dilarutkan dengan metanol kemudian totolkan

dengan kapiler pada plat aluminium silika gel 60 F254. Fase gerak yang digunakan

yaitu fase gerak n-heksan, etil asetat dan metanol. Totolan larutan uji dan larutan

pembanding dengan jarak 1 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering.

Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah

bawah dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Larutan pengembang dalam

bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap. Letakkan tutup bejana pada

tempatnya dan biarkan sistem hingga fase gerak merambat sampai batas jarak rambat.

Keluarkan lempeng dan keringkan di udara, amati bercak dengan UV panjang

gelombang 254. Ukur dan catat jarak tiap bercak yang diamati.

Tentukan harga Rf dengan rumus :

Jarak yang ditempuh senyawa


Rf =
Jarak yang ditempuh pelarut

3.4.7 Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Tapak Liman

a. Pemeriksaan Flavonoid [ CITATION Har87 \l 1057 ]

Sebanyak 1 ml ekstrak kental etil asetat tapak liman dimasukkan ke dalam

tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 5 tetes etanol, lalu dikocok sampai

homogen. Setelah itu ditambahkan serbuk Mg dan 5 tetes HCl pekat. Jika

menghasilkan warna kuning, orange, dan merah menandakan adanya flavonoid.

b. Pemeriksaan Fenolik [ CITATION Har87 \l 1057 ]

Sebanyak 3 tetes ekstrak kental etil asetat tapak liman diteteskan pada pelet

porselen. Kemudian ditambahkan dengan etanol, lalu diaduk sampai homogen.


Setelah itu ditambahkan FeCl3. Adanya fenolik ditandai dengan terbentuknya warna

hijau, kuning, orange, atau merah.

c. Pemeriksaan Saponin [ CITATION Har87 \l 1057 ]

Sebanyak 1 ml ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah

ditambahkan 2 ml etanol 70% kemudian ekstrak ditambah 10 mg air panas, lalu

didinginkan. Kemudian dikocok secara vertikal selama 20 detik dan didiamkan

selaam 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1 cm yang bertahan 15 menit dan tidak

hilang buihnya jika ditambahkan asam klorida 2N maka menunjukkan adanya

saponin.

d. Skrining Steroid dan Triterpenoid [ CITATION Har87 \l 1057 ]

Ekstrak sebanyak 200 mg dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan

1 ml etanol 70%. Ekstrak kemudian ditambahkan pereaksi Lieberman Burchard.

Terbentuknya warna biru atau hijau menandakan positif steroid, sedangkan

terbentuknya warna merah muda atau unggu menunjukkan adanya triterpenoid.

e. Pemeriksaan Alkaloid [ CITATION Har87 \l 1057 ]

Sejumlah lebih kurang 1 ml ekstrak ditambah 1,5 ml HCl 2%, dipanaskan

sambil dikocok di atas penangas air, kemudia disaring. Filtrat yang diperoleh dibagi

menjadi 2 bagian. Filtrat pertama ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Meyer, sedangkan

filtrat kedua ditambahkan 2-3 tetes pereaksi Dragendrof. Adanya senyawa alkaloid

ditunjukkan oleh endapan putih dengan perekasi Meyer dan endapan coklat jingga

dengan pereaksi Dragendrof pada masing-masing filtrat.


3.4.8 Penyiapan Sediaan Uji

3.4.8.1 Perencanaan Dosis

Dosis yang diberikan menggunakan 1 variasi dosis, yaitu 100 mg/KgBB.

Cara pemberian sediaan ekstrak daun tapak liman yang akan diberikan pada mencit

putih jantan adalah secara per oral (Jannah,et al., 2016).

3.4.8.2 Pembuatan Suspensi Ekstrak Tapak Liman

Ekstrak disuspensikan dalam Na CMC 0.5%. Na CMC ditimbang sebanyak

500 mg, lalu dimasukan dalam lumpang yang telah berisi air panas sebanyak 10 mL.

Gerus hingga homogen lalu cukupkan aquadest hingga volume 100 mL. Larutkan

ekstrak dengan larutan Na CMC dengan konsentrasi yang telah ditentukan.

Konsentrasi ini dapat ditetapkan berdasarkan rumus :

(mg)
dosis
(kgBB)
Konsentrasi=
(ml)
%VAO
(g)

3.4.8.3 Pemberian Sediaan Uji

Mencit dibagi menjadi 7 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri

dari 5 ekor mencit, sebagai berikut:

Kelompok I : Diberikan vaksin selama 2 hari, diberikan NaCl fisiologis selama 6

hari, dan diberikan ekstrak selama 6 hari.


Kelompok II : Diberikan vaksin ditambah dengan ekstrak selama 2 hari, diberikan

ekstrak selama 12 hari.

Kelompok III : Diberikan ekstrak vaksin selama 2 hari, dan diberikan ekstrak selama

6 hari.

Kelompok IV : Diberikan vaksin selama 1 hari, diberikan NaCl fisiologis selama 3

hari, diberikan vaksin ditambah ekstrak selama 1 hari, dan diberikan

ekstrak selama 3 hari.

Kelompok V : Diberikan vaksin ditambah ekstrak selama 2 hari, dan diberikan

ekstrak selama 9 hari.

Kelompok VI : Diberikan vaksin selama 1 hari, diberikan NaCl fisiologis selama 6

hari, diberikan vaksin ditambah ekstrak selama 1 hari, dan diberikan

ekstrak selama 3 hari.

Kelompok VII : Diberikan vaksin selama 2 hari, dan diberikan NaCl fisiologis selama

12 hari.

Kelompok VIII: Diberikan NaCl fisiologis selama 14 hari.

Mencit diberikan senyawa uji secara per oral selama 14 hari. Volume

senyawa uji yang diberikan untuk 20 gram mencit berdasarkan perhitungan volume

administrasi obat (VAO).

(dosis ×berat badan)


VAO=
konsentrasi

mg
VAO=
( 10
kgBB
×0,02 kgBB )

mg
1
mL

VAO=0,2 ml
3.4.8.4 Menghitung Persentase Jumlah Sel Leukosit

Pada hari ke-15 ekor mencit dipotong, dan dibuat hapusan darah, lalu

keringkan. Setelah kering ditetesi dengan metanol, sehingga melapisi seluruh hapusan

darah, dibiarkan 5 menit. Diwarnai dengan Giemsa dan biarkan selama 20 menit.

Cuci dengan air suling, keringkan dan tambahkan minyak emersi dan amati di bawah

mikroskop okuler. Dihitung jumlah sel eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen,

limfosit dan monosit pada perbesaran 1000X.

3.4.8.5 Analisis Fagositosis Sel Makrofag

Pada hari ke-15 mencit dibunuh dan dibedah, kemudian ditambahkan

Na2EDTA pada cairan peritoneal. Cairan peritoneal diambil, dibuat preparat apus

pada kaca objek dan difiksasi dengan metanol selama 5 menit, kemudian diwarnai

dengan pewarnaan Giemsa, didiamkan selama 20 menit, dibilas dengan air mengalir

dan keringkan. Preparat dilihat dibawah mikroskop okuler menggunakan minyak

emersi dengan perbesaran (1000x). Kemudian aktivitas dan kapasitas sel fagositosis

sel makrofag dihitung. Aktivitas fagositosis ditetapkan berdasarkan jumlah persentase

fagosit yang melakukan fagositosis dari 100 sel fagosit (Virella, 2007; Chairul, 2009).

3.4.8.6 Perhitungan Bobot Limfa Relatif

Setelah mencit dibedah dan cairan peritoneal diambil, kemudian diambil

limfanya, ditimbang bobot limfa satu per satu. Persen bobot limfa relatif dapat

dihitung dengan rumus :

Bobot limfa
% Bobot limfa relatif = x 100%
Bobot badan mencit

3.5 Analisis Data


Analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis varian

(ANOVA) satu arah. ANOVA ini digunakan karena data yang diperoleh bersifat

objektif, kategorik dan numerik. Analisa data dilanjutkan dengan uji lanjut berjarak

Duncan (Duncan New Multiple Range Test) menggunakan SPSS 23,0 for Windows

Evaluation.

DAFTAR PUSTAKA

Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat (Cetakan 1). Agromedia Pustaka.

Jakarta. 332 Hal.

Aldi Y, Handayani D, Ogiana N. Uji Imunomodulator Beberapa Subfraksi Ektstrak

Etil Asetat Meniran (Phylantus niruri L.) pada Mencit Putih Jnatan Dengan

Metoda Carbon Clearance. 2013;1:134-147.

Aldi Y, Mayenti E, Rahman H. Aktifitas Imunomodulator dan Jumlah Sel Leukosit

Dari Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus lemairei Hook) Pada

Mencit Putih Jantan. Jurnal Farmasi Higea. 2016;8(1):44-59.

Aldi Y, Dewi ON, Uthia R. Uji Imunomodulator Dan Jumlah Sel Leukosit Dari

Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.). Scientia. 2016; 6(2):139-154.

Aldi Y, Aria Mimi, Erman Lusia. 2014. Uji Efek Imunostimulasi Ekstrak Etanol

Herba Ciplukan (Physalis Angulata L.) Terhadap Aktivitas Dan Kapasitas

Fagositosis Sel Makrofag Pada Mencit Putih Betina. Scientia Vol. 4 no. 1,

Februari 2014.

Baratawidjaja KG. Imunologi Dasar Jakarta: Universitas Indonesia; 2009.


Bancroft, J. D., and Stevens, A. 1982. Theory And Practice In Histological

Techniques. Churchill, London.

Bratawidjaja , KG, Rengganis, I., 2010, Imunologi Dasar, 9th ed, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, p.47

Corwin, E. J. 2009. Buku saku patofisiologi (Egi Komara, Esty Wahyuningsuh, Devi

Yulianti, dan Pamilih Eko Karyuni, Penerjemah) . Jakarta: EGC. Departemen

Dalimarta, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid III. Jakarta : Trubus

Agriwijaya 154-158.

Departemen kesehatan RI. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Ditjen POM.

Jakarta: 276-277.

Departemen kesehatan RI. 1980. Materia Medica Indonesia Jilid IV. Ditjen POM.

Jakarta: 52-56

Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. edisi I. Jakarta:

Departemen Kesehatan.

Harborne JB. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis.Bandung:

Penertbit ITB; 1987.

Hasdianah HR, Prima D, Peristiowati Y, Sentot IS. Imunologi Diagnosis dan Teknik

Biologi Molekuler. Yogyakarta: Nuha Medika; 2014.

Jannah N, Djati MS, Widyarti S. The Immunomodulatory Effect of Elepantopus

scaber and Sauropus androgynus Extract to Cellular Response in Pregnant

Mus muscullus Infected by Salmonella typhimurium. Science Journal.

2016;6(1):5-9.
Jasmine R, Daisy P, Selvakumar BN. A novel terpenoid from Elephantopus scaber

With Antibacterial Activity Against Betalactamase-Producing Clinical

Isolates. International Journal of Biomedical Science. 2008;4(3):196-200.

Jensch-Junior,B.E., Pressinotil.,N., Borges, J.C.S and Silva, C.D., 2006,

Characterization of Macrophage Phagocytosis of the Tropical Fish

Prochilodus srofa, Aquaculture, 251 : 509-515

Kabiru A. Elephantopus Spesicies: Traditional Uses, Pharmacological Action, and

Chemical Composition. Advance in Life Science and Technology.

2013;15(1): 6-15.

Katzung BG. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Delapan. Bagian

farmakologi fakultas kedokteran universitas airlangga. Penerjemah dan

editor. Terjemahan dari: Basic & Clinical Pharmacology Eight Edition.

Playfair, J.H.L., Chain, B.M., 2009, At a Glance Imunologi, edisi 9, diterjemahkan

Winardini, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Radji M. Imunologi & Virologi. Edisi revisi. Jakart: PT. ISFI Penerbitan; 2015.

Savant C, Kurkarni AR, Mannasaheb BA, Gajare R. Immunostimulant

Phytoconstituents From Mangifera indica Linn Bark Oil. 2004; 3(2):139-148.

Sheehan DC, Hrapchak BB. 1980. Theory and Practice of Histotechnology. 2nd

Edition. St. Louis, MO:CV. Mosby Company, 235-237.

Solihin. Autekologi Elephantus scaber Linn di Kebun Raya Purwodadi.

Bioeksperimen. 2015;24-31.

Vogel HG. Drug Discovery And Evaluations Pharmacological Assays. 2nd ed.

Jerman: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2002.


Wang J, Li P, Li B, Guo Z, Kennelly EJ, Long C. Bioactivities of Compounds form

Elephantopus scaberan Etnomedical Plant From Southwast China. Research

Article. 2014 May;2(1):1-6.

Lampiran 1. Tabel Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan

Tabel 1. Pemberian sediaan uji dan vaksin terhadap hewan percobaan

HARI Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok


1 2 3 4 5 6 7 8
I Vaksin + Vaksin + Vaksin +
Vaksin Vaksin Vaksin Vaksin Vaksin
Ekstrak Ekstrak Ekstrak
II NaCl NaCl NaCl NaCl NaCl
Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Fisiologis Fisiologis Fisiologis Fisiologis Fisiologis
III NaCl NaCl NaCl NaCl NaCl
Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Fisiologis Fisiologis Fisiologis Fisiologis Fisiologis
IV NaCl NaCl Vaksin + NaCl NaCl NaCl
Ekstrak Ekstrak
Fisiologis Fisiologis Ekstrak Fisiologis Fisiologis Fisiologis
V NaCl Vaksin + Vaksin + NaCl NaCl NaCl
Ekstrak Ekstrak
Fisiologis Ekstrak Ekstrak Fisiologis Fisiologis Fisiologis
VI NaCl NaCl NaCl NaCl
Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Fisiologis Fisiologis Fisiologis Fisiologis
VII NaCl NaCl NaCl NaCl
Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Fisiologis Fisiologis Fisiologis Fisiologis
VIII Vaksin + Vaksin + Vaksin +
Vaksin Ekstrak Ekstrak Vaksin Vaksin
Ekstrak Ekstrak Ekstrak
IX NaCl NaCl
Ekstrak Ekstrak - - Ekstrak Ekstrak
Fisiologis Fisiologis
X NaCl NaCl
Ekstrak Ekstrak - - Ekstrak Ekstrak
Fisiologis Fisiologis
XI NaCl NaCl
Ekstrak Ekstrak - - Ekstrak Ekstrak
Fisiologis Fisiologis
NaCl NaCl
XII Ekstrak Ekstrak - - - -
Fisiologis Fisiologis
XIII NaCl NaCl
Ekstrak Ekstrak - - - -
Fisiologis Fisiologis
XIV NaCl NaCl
Ekstrak Ekstrak - - - -
Fisiologis Fisiologis
Lampiran 2. Skema Kerja Penelitian

Daun tapak liman

 Pengambilan daun tapak liman


 Dibersihkan
 Dirajang
 Dikering anginkan
Sampel rajang
 Ditimbang, dimaserasi dengan etanol 70%
 Sambil sesekali diaduk
 Disaring

Filtrat I Sisa penyaringan I

 Dimaserasi kembali dengan etanol 70%


 Sambil sesekali diaduk
 Disaring

Filtrat II Sisa penyaringan II


Dimaserasi kembali dengan etanol70%
 Sambil sesekali di aduk
 Disaring

Filtrat III Ampas

 Filtrat I + Filtrat II + Filtrat III


 Dipekatkan dengan rotary epavorator

Ekstrak kental
Gambar 2. Skema kerja pembuatan ekstrak etanol daun tapak liman

Lampiran 2. (Lanjutan)

Mencit

- Aklimatisasi selama 7 hari


- Mencit di bagi menjadi 8 kelompok

Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok


I II III IV V VI VII VIII

Diberikan Diberi Diberi Diberi Diberi Diberi


Vaksin hari Vaksin+eks vaksin+Ek vaksin hari vaksin+ekst vaksin hari
1 dan 8 trak hari 1 strak hari 1 1 rak hari 1 1
dan 8 dan 5 dan 8 Diberi Diberi NaCl
Diberi Diberi Diberi vaksin hari selama 14
NaCl hari Diberi Diberi NaCl hari Diberi NaCl hari 1 dan 8 hari
2-7 ekstrak hari ekstrak 2-4 ekstrak hari 2-7
hari 2-7 hari 2-4 2-7 Diberi NaCl
Diberi dilanjutkan dilanjutkan Diberi dilanjutkan Diberi hari 2-7
ekstrak hari hari 9-14 hari 6-8 vaksin+eks hari 9-11 vaksin+eks dilanjutkan
9-14 trak hari 5 trak hari 8 hari 9-14

Diberi Diberi
ekstrak ekstrak
hari 6-8 hari 9-11

Hari 15 Hari 15 Hari 9 Hari 9 Hari 12 Hari 12 Hari 15 Hari 15

Penghitungan persentase jenis sel leuosit


Analisis Fagositosis Sel Makrofag

Penghitungan bobot limfa relatif

Analisis Data

Gambar 3. Skema Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan

Anda mungkin juga menyukai