Anda di halaman 1dari 12

MELIHAT DAN MENGENALI CALON MEMPELAI WANITA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kepenghuluan


Kelompok 2 Program Studi Hukum Keluarga Islam
Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) BONE
Oleh:

HERAWATI

NIM: 01181215

HAJAR AISYIFAH SUFRI

NIM: 01181225

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) BONE

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu prinsip kehidupan dalam sosial kemasyarakatan adalah


pernikahan yang merupakan sunnatullah bagi alam semesta, semua tumbuhan
dan hewan (kawin). Tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi
bimbingan agama untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah wa
rahmah, oleh karenanya pernikahan adalah dorongan bagi setiap Muslim yang
mampu dan yang tidak ingin jatuh dalam dosa (QS. al-Nisa>/4).
Sebelum upacara pernikahan, seorang pria biasanya meminang atau
berkhitbah kepada wanita yang akan menjadi istri. Khitbah berarti
mengekspresikan permintaan untuk menikahi pria dengan wanita atau
sebaliknya atau hanya melalui perantara yang tepercaya.
Jika kedua belah pihak sepakat untuk menikah, maka peminangan dapat
dilakukan secara langsung atau tidak langsung (tersirat), dan dapat dipahami
bahwa hukum peminangan bersifat tidak wajib (QS. al-Baqarah/2: 235).
Praktik masyarakat saat ini menunjukkan bahwa peminangan adalah tahap
awal yang hampir pasti akan dilakukan dari berbagai tahapan pernikahan,
dengan proses sesuai dengan kebiasaan masing-masing daerah karena ada
pesan moral dan etiket untuk memulai rencana membangun sebuah rumah
tangga. Peminangan memiliki kandungan atau status (akibat) hukum, dalam
arti masih ada batasan yang harus dijaga agar pasangan yang bertunangan tidak
bisa bersama sampai upacara pernikahan. Sebagaimana sabda Nabi saw. "tidak
ada pria dengan satu wanita kecuali ketiganya adalah setan."
Bahasan terkait khitbah/peminangan ada beberapa hadis yang
membicarakannya, penulis mencoba menyelidiki lebih jauh dengan
permasalahan “bagaimana khitbah dalam Islam dilihat dari perspektif hadis
Nabi saw.”, dengan artikel ini berharap masyarakat menambah khazanah
keilmuan dalam memahami peminangan. Melalui pemahaman ini, diharapkan
mampu menciptakan generasi Islami yang mempunyai budi pekerti selain
kemampuan intelektual yang memadai.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Cara Melihat dan Mengenali Calon Mempelai Wanita?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Cara Melihat dan Mengenali Calon Mempelai Wanita!
BAB II

PEMBAHASAN

A. Melihat dan Mengenali Calon Mempelai Wanita


1. Melihat Calon Mempelai Wanita(Nadzar)

Ketika seorang pria merasakan keterkaitan kepada seorang perempuan,


kemudian hendakmeminangnya, ia diperbolehkan untuk melihat wanita
tersebut. Hal ini dikuatkan oleh beberapa dalil dibawah ini

a. “Tidak halal bagimu (Muhammad) mengawini perempuan-


perempuan lain sesudah itu dan tidak boleh pula mengganti mereka
dengan istri-istri yang lain, meskipun kecantikannya menik hatimu,
kecuali perempuan-perempuan hamba sahaya yang kamu miliki,
Allah Maha mengawasi segala sesuatu” Q.S.: Al-Ahzab, 52)
Ayat ini menjelaskan jika, tidak mungkin bagi sesorang untuk
mengetahui kecantikan seorang perempuan tanpa melihatnya
terlebih dahulu/
b. Abu Hurairah ra. dalam sebuah hadits meriwayatkan, “Aku sedang
bersama Nabi saw., lau datanglah seorang laki-laki dan
menceritakan kepada beliau bahwa dirinya telah memutuskan
hendak menikah dengan seorangwanita Anshar. Rasulullah saw.
bertanya, “apakah engkau telah melihatnya?’ lelaki itu menjawab,
“belum”. Rasulullah saw berkata
“Pergilah dan lihatlah dia karena di mata orang-orang Anshar itu
ada sesuatu.” (H.R. Muslim dan Nasa’i)
c. Sahal bin Sa’ad ra. menceritakan bahwa seorang wanita datang
kepada Rasulullah saw. seraya berkata, “Wahai Rasulullah, aku
datang untuk menawarkan diriku kepadamu (agar engkau
menikahiku)” Rasulullah saw. mendongak dan memperhatikan
wanita tersebut dengan sungguh-sungguh, lalu mengangguk-
angguk. (H.R. Bukhari dan Muslim)
d. Jabir ra. mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah saw.
bersabda,
“Jika seorang di antara kalian melamar wanita dan dapat melihat
sebagian dari tubuhnya yang dapat membuatnya lebih tertarik
kepadanya, maka lakukanlah.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Hakim
dan Baihaqi)

Ketika melihat seorang perempuan, ada batasan-batsan yang harus


diperhatikan oleh seorang laki-laki. Batasan-batasan tersebut, para ulama
memiliki pendapat yang berbeda-beda, diantaranya :

1. Hanya boleh melihat wajah dan kedua telapak tangan saja, serta tidak
diperkenankan melihat bagian tubuh yang lainnya. Pendapat ini para
ulama kebanyakan sepakat.
2. Mazhab Hambali berpendapat, seorang ikhwan diperblehkan melihat
akhwat yang hendak dilihatnya pada bagian tubuh yang biasa terbuka,
terbuka, seperti leher, kedua tangan dan telapak kaki.
3. Menurut pendapat Al-Auza’I, boleh melihat seluruh tubuh seorang
muslimah, kecuali auratnya.
4. Menurut pendapat Ibnu Hazm dan Dawud, serta satu riwayat dari Imam
Ahmad mengatakan boleh melihat seluruh bagian tubuh dari seorang
wanita yang hendak dilamar.1

Hikmah dibolehkannya “melihat” wanita yang ingin dipinang dan


dinikahi yakni supaya jiwa terasa tenang untuk melanjutkan kejenjang
berikutnya, hal ini berbeda jika seorang pria belum melihat calonnya dan
mendapati sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya. Oleh sebab itu Nabi
saw. memberikan anjuran kepada pria yang ingin meminang untuk melihat
dahulu calon istrinya, supaya tidak ada penyesalan kemudian.

Secara eksplisit dalam hadis di atas Nabi saw. tidak menentukan batas
ukuran yang boleh dilihat, akan tetapi jumhur ‘ulama berpendapat bahwa yang
1
Honey Miftahuljannah, A-Z Taaruf, Khitbah, Nikah, & Talak Bagi Muslimah, (Jakarta :
PT Grasindo, 2014) h 23-25
boleh dilihat yakni wajah beserta kedua telapak tangan yang menjadi
representasi untuk melihat kecantikan dan tingkat kesuburan. Ibnu ‘Adin
berpendapat, dibolehkan melihat wajah, kedua telapak tangan serta kedua kaki
dan tidak lebih dari pada itu. Ada juga dari kalangan ulama yang berpendapat
bahwa seorang laki-laki boleh melihat perempuan yang hendak dipinang
dengan berpakaian yang boleh dilihat oleh ayah dan mahramnya yang lain,
akan tetapi pria tersebut boleh pergi dengan disertai oleh ayah atau salah
seorang dari mahramnya untuk mengetahui kecerdikan, perasaan dan
kepribadian calon istri.

Dalam proses nazar terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi,


pertama calon suami telah memiliki niat kuat untuk menikah sebagaimana
hadis Nabi di atas: “jika memang dia melihatnya hanya untuk pelamarannya”.
Kedua, batasan bolehnya memandang sangat terpaut dengan etika dan budaya
yang esensinya ialah dapat “melihat” ketertarikan diri untuk menikahinya. Hal
ini (nazar) berupa rukhsah (keringanan) dimana syari’at membolehkan hanya
bagi orang yang berniat melamar, selain itu maka hukum nya haram sesuai
dalam QS al-Nur/24: 31. Selain itu, bukan hanya pria yang dapat “melihat”
calon istri akan tetapi juga tertuju kepada wanita melihat calon suami yang
hendak melamarnya.2

Batasan batasan Islam saat melihat wanita yang dilamar

 Tidak diperbolehkan berduaan saat melihatnya. Seorang muslimah harus


ditemani oleh seorang mahram, baik perempuan ataupun laki-laki
 Tidak boleh disertai dengan syahwat saat melihatnya.
 Sudah memiliki keyakinan yang besar untuk menikahi wanita yang hendak
dilamarnya. Akrena melihat seorang wanita tanpa hijab, tidak
diperbolehkan kecuali ada hal-hal yang memperbolehkannya, seperti
proses menuju pernikahan ini.

2
Ahmad Sarwad. LC, Seri Nikah Islam Kitab Nikah, (Cet. I: Jakarta : Kampus Syariah,
2009), h. 45.
 Tidak boleh bersentuhan fisik dengan wanita yang telah dilamarnya,
karena statusnya masih bukan mahram (asing).
 Lebih baik melihat sang akhwat sebelum melamarnya.
 Diperbolehkan mengobrol dan bertanya tentang berbagai macam persoalan
yang wajar, dengan memperhatikan batasan-batasan islami.
 Tidak boleh membawa akhwat yang dilamarnya ke luar rumah, kecuali
ditemani oleh mahramnya. Harus digaris bawahi kembali, batasan-batasan
sebelum terjadinya akad nikah, tetap berlaku. Jangan karena merasa akan
dinikahi, kemudian melanggar aturan-aturan yang telah Allah terapkan.
Jaga hubungan suci tersebut, hingga terucapnya janji dihadapan wali dan
penghulu.3

Dan tentu saja seorang wanita yang akan dipinang pun punya hak yang
sama untuk melihat calon suaminya itu. Namun bukan berarti bila dibolehkan
melihat calon pasangan adalah boleh melihat semua tubuhnya satu per satu.
hanya wajah dan tapak tangan saja yang boleh dilihat, sedangkan yang selain
itu tidak diperkenankan. Kepada laki-laki diperkenankan untuk melihat wajah
seorang wanita secara lebih seksama, lebih dari melihat wajah wanita pada
umumnya. Dengan harapan bisa membangkitkan minatnya untuk menikahinya.
Namun bila seorang wanita secara terbuka akan dilihat atau diperiksa pisiknya,
pastilah dia akan merasa malu dan tidak percaya diri. Karena itu maka teknik
yang bisa dilakukan adalah melihat tanpa sepengetahuan si wanita itu. Hal ini
juga berfungsi untuk menjaga perasaan wanita. Apalagi bahwa tahap melihat
masih belum lagi menjadi keputusan akhir sebuah ketetapan pernikahan.
Sehingga kalaulah calon suami kurang menerima kondisi pisiknya, maka
wanita itu tidak merasa telah dilepaskan. Karena itu lah dianjurkan untuk
melihat wanita yang akan dikhitbah dengan tanpa sepengetahuan wanita yang
bersangkutan.4
2. Mengenali Calon Mempelai Wanita
3
Honey Miftahuljannah, A-Z Taaruf, Khitbah, Nikah, & Talak Bagi Muslimah, (Jakarta : PT
Grasindo, 2014) h 26-27
4
Ahmad Sarwad. LC, Seri Nikah Islam Kitab Nikah, (Cet. I: Jakarta : Kampus Syariah,
2009), h. 46
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara ataupun proses
sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih.

Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita,


tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak
dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat
menikahinya. Tentunya proses kenal-mengenal ini tidak seperti yang dijalani
orang-orang yang tidak paham agama, sehingga mereka menghalalkan pacaran
atau pertunangan dalam rangka penjajakan calon pasangan hidup, kata mereka.
Pacaran dan pertunangan haram hukumnya tanpa kita sangsikan.

Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah


mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya,
agamanya dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh
dengan mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si
wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.

Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan


kepada fitnah (godaan setan) dihindari kedua belah pihak seperti bermudah-
mudahan melakukan hubungan telepon, sms, surat-menyurat, dengan alasan
ingin ta’aruf (kenal-mengenal) dengan calon suami/istri. Jangankan baru
ta’aruf, yang sudah resmi meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah.
Karenanya, ketika Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan
hafizhahullah ditanya tentang pembicaraan melalui telepon antara seorang pria
dengan seorang wanita yang telah dipinangnya, beliau menjawab, “Tidak apa-
apa seorang laki-laki berbicara lewat telepon dengan wanita yang telah
dipinangnya, bila memang pinangannya telah diterima dan pembicaraan yang
dilakukan dalam rangka mencari pemahaman sebatas kebutuhan yang ada,
tanpa adanya fitnah. Namun bila hal itu dilakukan lewat perantara wali si
wanita maka lebih baik lagi dan lebih jauh dari keraguan/fitnah. Adapun
pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan wanita, antara pemuda dan
pemudi, padahal belum berlangsung pelamaran di antara mereka, namun
tujuannya untuk saling mengenal, sebagaimana yang mereka istilahkan, maka
ini mungkar, haram, bisa mengarah kepada fitnah serta menjerumuskan kepada
perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ْ َ‫ض ْعنَ بِ ْالقَوْ ِل فَي‬


‫ط َم َع الَّ ِذي فِي قَ ْلبِ ِه َم َرضٌ َوقُ ْلنَ قَوْ الً َم ْعرُوفًا‬ َ ‫فَالَ ت َْخ‬

“Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara


sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan
ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)

Seorang wanita tidak sepantasnya berbicara dengan laki-laki ajnabi kecuali


bila ada kebutuhan dengan mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada
fitnah di dalamnya dan tidak ada keraguan (yang membuatnya dituduh macam-
macam).” (Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan
3/163-164)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Ada beberapa hal yang disenangi bagi laki-laki untuk memerhatikannya:

– Wanita itu shalihah, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ك‬ ْ َ‫ت ال ِّد ْي ِن ت َِرب‬


َ ‫ت يَدَا‬ ْ َ‫ ف‬،‫ لِ َمالِهَا َولِ َح َسبِهَا َولِ َج َملِهَا َولِ ِد ْينِهَا‬:‫تُ ْن َك ُح النِّ َسا ُء أِل َرْ بَ َع ٍة‬
ِ ‫اظفَرْ بِ َذا‬

“Wanita itu (menurut kebiasaan yang ada, pent.) dinikahi karena empat
perkara, bisa jadi karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang
memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan
Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

-Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau
saudara perempuannya yang telah menikah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

‫ فَإِنِّي ُم َكاثِ ٌر بِ ُك ْم‬،َ‫تَ َز َّوجُوْ ا ْال َو ُدوْ َد ْال َولُوْ د‬


“Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur, karena aku
berbangga-bangga di hadapan umat yang lain pada kiamat dengan banyaknya
jumlah kalian.” (HR. An-Nasa`i no. 3227, Abu Dawud no. 1789, dishahihkan
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1784)

-Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang
sempurna.

Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma ketika memberitakan kepada


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia telah menikah dengan
seorang janda, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ ُ‫اريَةً تُالَ ِعبُهَا َوتُالَ ِعب‬


‫ك؟‬ ِ ‫فَهَالَّ َج‬

“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis hingga engkau bisa


mengajaknya bermain dan dia bisa mengajakmu bermain?!”

Namun ketika Jabir mengemukakan alasannya, bahwa ia memiliki banyak


saudara perempuan yang masih belia, sehingga ia enggan mendatangkan di
tengah mereka perempuan yang sama mudanya dengan mereka sehingga tak
bisa mengurusi mereka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memujinya,
“Benar apa yang engkau lakukan.” (HR. Al-Bukhari no. 5080, 4052 dan
Muslim no. 3622, 3624)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ضى بِ ْاليَ ِسي ِْر‬


َ ْ‫ق أَرْ َحا ًما َوأَر‬
ُ َ‫ فَإِنَّه َُّن أَ ْع َذبُ أَ ْف َواهًا َوأَ ْنت‬،‫ار‬
ِ ‫َعلَ ْي ُك ْم بِاأْل َ ْب َك‬

“Hendaklah kalian menikah dengan para gadis karena mereka lebih segar
mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.” (HR.
Ibnu Majah no. 1861, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam
Ash-Shahihah no. 623)
BAB III
KESIMPULAN
A. Simpulan
1. Melihat Calon Mempelai Wanita(Nadzar)

Ada beberapa adab dan batasan yang perlu diperhatikan ketika seorang
lelaki melakukan nadzar dengan wanita yang dia lamar yaitu:

 Tidak diperbolehkan berduaan saat melihatnya. Seorang muslimah harus


ditemani oleh seorang mahram, baik perempuan ataupun laki-laki
 Tidak boleh disertai dengan syahwat saat melihatnya.
 Sudah memiliki keyakinan yang besar untuk menikahi wanita yang hendak
dilamarnya. Akrena melihat seorang wanita tanpa hijab, tidak
diperbolehkan kecuali ada hal-hal yang memperbolehkannya, seperti
proses menuju pernikahan ini.
 Tidak boleh bersentuhan fisik dengan wanita yang telah dilamarnya,
karena statusnya masih bukan mahram (asing).
 Lebih baik melihat sang akhwat sebelum melamarnya.
 Diperbolehkan mengobrol dan bertanya tentang berbagai macam persoalan
yang wajar, dengan memperhatikan batasan-batasan islami.
 Tidak boleh membawa akhwat yang dilamarnya ke luar rumah, kecuali
ditemani oleh mahramnya. Harus digaris bawahi kembali, batasan-batasan
sebelum terjadinya akad nikah, tetap berlaku. Jangan karena merasa akan
dinikahi, kemudian melanggar aturan-aturan yang telah Allah terapkan.
Jaga hubungan suci tersebut, hingga terucapnya janji dihadapan wali dan
penghulu.
2. Mengenali Calon Mempelai Wanita
Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui
siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan
informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari
informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun
dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.
b. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat untuk kepada
semuanya dan di dalam makalah ini mungkin belum sempurna dalam
membahas materi ini sehingga kritik dan saran pada makalah ini sangat
bermanfaat demi kebaikan makalah ini.

DAFTAR RUJUKAN
Honey Miftahuljannah, A-Z Taaruf, Khitbah, Nikah, & Talak Bagi Muslimah,
Jakarta : PT Grasindo, 2014
Ahmad Sarwad. LC, Seri Nikah Islam Kitab Nikah, Cet. I: Jakarta : Kampus
Syariah, 2009.

Anda mungkin juga menyukai